TESIS
OLEH :
dr. Sarah Hanna Nadya Giri
NIM : 157041077
TESIS
Menyatakan bahwa Hasil Penelitian tersebut telah dikoreksi dan layak diajukan
Penguji :
ii
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
penulisan tesis ini yang berjudul “Perubahan Hemostasis Yang Terjadi Pada
Malik Medan”. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk
karya tulis ini, penulis telah banyak menerima bimbingan, petunjuk, bantuan dan
pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan serta kritikan yang
membangun sehingga tesis ini bisa bermanfaat dimasa yang akan datang.
1. Yth, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas
iii
saya yang telah bersusah payah dan bersedia meluangkan waktu dan
semoga semua kebaikan beliau dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa.
selesai.
iv
pendidikan.
8. Yth. Prof. Dr. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH, yang memberikan
Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik serta beliau juga telah banyak
sampai selesai.
mengikuti pendidikan.
11. dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K, dr. Muzahar DMM, Sp.PK, dr. Tapisari
Arto, M.Ked (Clin Path), Sp.PK, dr Dewi Indah Sari Siregar, M.Ked
Path), Sp.PK dan semua guru-guru saya yang telah banyak memberikan,
13. Yth kepada PT. Setia Anugerah Medika, yang telah mendukung sarana
dengan lancar.
Universitas Sumatera Utara, para analis, dan semua pihak yang tidak dapat
yang baik selama saya menjalani pendidikan dan proses penyelesaian tesis
ini.
16. Terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orang tua saya Frederick
vi
Akhir kata sebagai manusia biasa tentunya tidak luput dari kesalahan dan
kekhilafan, pada kesempatan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Sudi
vii
LembaranPengesahan .............................................................................. i
Daftar Gambar......................................................................................... vi
Daftar Singkatan...................................................................................... ix
2.1. SEPSIS............................................................................. 7
viii
2.1.8. Komplikasi............................................................. 22
ix
3.7.1.Bahan ...................................................................... 65
LAMPIRAN
xi
xii
LPS : Lipopolisakarida
IL : Interleukin
Th : T helper
NO : Nitrit Oksida
xiii
PT : Prothrombine Time
TT : Thrombine Time
TF : Tissue Factor
xiv
PK : Prekallikrein
xv
1
Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik/ FK USU
1
Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik/ FK USU
2
Anastesiologi dan Terapi Intensif RSUP H. Adam Malik/ FK USU
Penelitian ini merupakan studi penelitian analitik, dengan design study Cohort
Prospective. PT, aPTT, TT, Fibrinogen, D-dimer dan skor SOFA diperiksa 3 kali
(hari pertama, kedua, ketiga) selanjutnya dinilai hubungannya dengan skor SOFA.
Sampel berjumlah 24 orang. Seubjek penelitian adalah pasien sepsis yang
memenuhi criteria inklusi dan eksklusi di RSUP H. Adam Malik Medan.
Terdapat perbedaan bermakna dari PT hari pertama, kedua, ketiga dengan p<0,05;
tidak terdapat perbedaan bermakna pada pemeriksaan aPTT, TT, Fibrinogen, D-
dimer pada hari pertama, kedua, ketiga. Tidak terdapat korelasi yang bermakna
pada pemeriksaan PT, aPTT, TT dan Fibrinogen pada hari pertama, kedua, ketiga
jika masing-masing dihubungkan dengan Skor SOFA hari pertama, kedua dan
ketiga. Terdapat korelasi positif dan bermakna pada pemeriksaan D-dimer hari
pertama, kedua, ketiga jika dibandingkan dengan skor SOFA hari pertama, kedua
dan ketiga (p<0,05)
Perubahan PT terjadi secara signifikan pada hari pertama, kedua, ketiga sepsis. D-
dimer dapat digunakan untuk melihat resiko kegagalan organ pada pasien sepsis.
Kata Kunci: Sepsis, PT, APTT, TT, Fibrinogen, Ddimer, Skor SOFA
xvi
Sepsis is a major health problem and the incidence is still increasing. Generally,
sepsis occurs in about 2% of all inpatients in developed countries. The
immunologic response that causes sepsis is a systemic inflammatory response that
causes activation of the inflammatory and coagulation pathways. If sepsis isn’t
treated immediately, it can lead to organ failure then death. Organ dysfunction is
expressed as an acute change from SOFA score >2 points as a consequence of
infection.
This is a cohort prospective’s design study. PT, aPTT, TT, Fibrinogen, D-dimer
were examined in 3 times (first, second, third day); and then assessed to see the
relation with SOFA score that also examined in 3 times. 24 subjects of the study
are patients who matched the inclusion and exclusion criteria in RSUP H. Adam
Malik Medan.
There is significant differences from PT on the first, second andthird day with p
<0.05; there aren’t significant differences in aPTT, TT, Fibrinogen, D-dimer on
the first, second, third day. There aren’t significant correlations of PT, aPTT, TT,
Fibrinogen on the first, second, third day, if each of them are linked to the SOFA
Score on the first, second and third day. There’s a significant correlation between
D-dimer and SOFA score in the first, second and third day of examinations (p
<0.05).
Key Word: Sepsis, PT, APTT, TT, Fibrinogen, Ddimer, SOFA Score
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di
dunia. Diagnosis awal sepsis seringkali sulit ditegakkan, karena klinis sepsis yang
muncul sangat beragam. Jika sepsis tidak segera ditangani dapat mengakibatkan
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam nyawa akibat disregulasi atau
sepsis merupakan penyebab utama kematian pasien kritis diseluruh dunia. (Singer
M, 2016).
The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock
tahun 2016 telah mengeluarkan definisi terbaru untuk sepsis yaitu suatu disfungsi
organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host
terhadap infeksi. Dalam definisi terbaru ini, istilah ―sepsis berat‖ telah
dihilangkan, hal ini bertujuan agar sepsis tidak dianggap ringan dan bisa diberi
Disfungsi organ dinyatakan sebagai perubahan akut pada total skor Sequential
Organ Failure Assessment (SOFA) >2 poin sebagai konsekuensi dari infeksi.
Nilai SOFA dapat dianggap nol pada pasien yang tidak diketahui memiliki
disfungsi organ. Sementara skor SOFA >2 dihubungkan dengan risiko kematian
kurang lebih 10% pada populasi di rumah sakit umum dengan kecurigaan adanya
infeksi.
Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2001 sampai dengan tahun
2010 oleh Mc. Pherson et al. (2013) menyatakan bahwa 1 dari 20 kematian yang
terjadi di Inggris diakibatkan oleh sepsis (NIH, 2017). Sepsis terjadi sekitar
750.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat, meningkat dari 2,1% menjadi
4,3% pada pasien rawat inap, dan 11% dari seluruh perawatan di ICU (Intensive
Care Unit). Dari tahun 1979 sampai tahun 2000, kasus sepsis meningkat setiap
tahunnya sekitar 8,7%, dari 164.000 kasus (82,7 kasus per 100.000 penduduk)
di negara maju. Sepsis dapat terjadi di antara 6-30% dari semua unit perawatan
intensif pasien, dengan variasi yang cukup besar karena heterogenitas antara ICU.
Di sebagian besar negara maju angka kejadian sepsis telah diidentifikasi antara
50-100 kasus per 100.000 orang dalam populasi. Sepertiga sampai setengah dari
menyumbang 60-80% dari semua kematian. Ini membunuh lebih dari 6 juta bayi
dan anak kecil dan 100.000 ibu baru setiap tahunnya. Setiap 3-4 detik, seseorang
di dunia meninggal karena sepsis. 5-7 Penelitian yang dilakukan pada pasien
sepsis berat di 150 unit pelayanan intensif (ICU) di 16 negara Asia didapatkan
sebuah rumah sakit pendidikan di Yogyakarta, Indonesia, ada 631 kasus sepsis
pada tahun 2007, dengan angka kematian sebesar 48,96%. (Danai PA 2010, Mc.
menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Aspek koagulasi dari sepsis adalah
terjadi pada 50-70% pasien sepsis dan menyebabkan terjadinya komplikasi DIC
dasarnya. DIC berhubungan erat dengan terjadinya kegagalan organ multiple, oleh
sebab itu sangat berhubungan dengan prognosis yang buruk pada pasien sepsis.
Martin GS dkk melaporkan angka kematian pasien sepsis dengan kegagalan organ
multipel/ multiple organ dysfunction syndrome (MODS) lebih tinggi yaitu 70%
pada pasien – pasien sepsis, dan terdapat aktifitas faktor VII yang lebih rendah
penelitian ini, penulis akan mengambil tempat penelitian di ICU RSUP H. Adam
Malik Medan, menimbang bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit
pusat rujukan daerah Sumatera Utara dan sekitarnya, dan merupakan rumah sakit
pendidikan yang juga merupakan wilayah kerja bagi penulis sebagai residen,
masyarakat.
dan terdapat hubungan dari perubahan hemostasis tersebut terhadap skor SOFA.
pasien sepsis.
pasien sepsis.
pasien sepsis.
Agar mampu untuk melaksanakan penelitian yang baik dan benar dengan
metode penelitian yang tepat dan menambah wawasan dalam bidang Ilmu Patologi
Klinik, khususnya tentang perubahan hemostasis yang terjadi pada pasien – pasien
perubahan hemostasis yang terjadi pada pasien – pasien sepsis dan hubungannya
hal tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEPSIS
disebabkan oleh disregulasi respon host yang terhadap infeksi. Kriteria klinis
untuk sepsis jika dicurigai adanya infeksi dan peningkatan akut dua atau lebih
poin dari skor SOFA untuk penilaian adanya kegagalan organ. (Singer M, 2016;
SSC 2016 )
gejala atau lebih dari keadaan berikut ( Danai, 2018; Guntur, 2001) :
Sedangkan definisi sepsis berat (severe sepsis) adalah sepsis dengan satu
tekanan nadi rerata (mean arterial pressure) ≤70 mmHg yang tidak
Ginjal: produksi urine <0.5 mL/kg per jam selama 1 jam meskipun
terakhir.
vasopresor untuk mengangkat tekanan arterial rata-rata ≥ 65 mmHg dan laktat > 2
mmol/L (18 mg/dL) meskipun resusitasi cairan sudah adekuat (Napolitano, 2018).
Syok Sepsis Refrakter adalah syok sepsis yang telah berlangsung > 1 jam dan
tidak respon terhadap pemberian cairan atau vasopresor. Sindrom disfungsi organ
dari 1 organ dan memerlukan intervensi untuk menjaga hemostasis (Rhodes et al,
2017).
Dalam salah satu studi pertama epidemiologi besar terhadap sepsis, yang
sebanyak 751.000 kasus (3 per 1.000 penduduk dan 2,26 per 100 pasien rumah
sakit). Dalam studi tersebut, lebih dari setengah pasien yang menerima perawatan
di ICU dan insiden sepsis pada orang dewasa meningkat secara substansial
terhadap usia (mulai dari 5,3/1.000 untuk usia 60 sampai 64 tahun menjadi
yaitu 0,51-2,4 kasus per 1.000 penduduk. Dalam penelitian lain, para peneliti
menguji hubungan antara umur dan sepsis dan menunjukkan bahwa pada usia 65
tahun, risiko relatif untuk sepsis bagi mereka lebih tua dari 65 tahun adalah 13,1
kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang lebih muda dari 65 tahun. (Danai, et
all, 2001)
kasus sepsis. Menariknya, ada 215.000 kematian selama periode penelitian, yang
dengan tahun 2000 (2,4/1.000) tetapi ada sedikit penurunan angka kematian 27,8-
17,9 %. Insiden sepsis meningkat karena populasi umur tua, bertambahnya jumlah
dalam hal perawatan, lebih dari 210.000 pasien meninggal dengan sepsis berat
tiap tahunnya. Dan terdapat perbandingan insiden dan mortalitas sepsis berat
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
2009)
inflamasi normal dari host terhadap infeksi. Kultur darah positif pada 20-40%
kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur
darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies
bakteri gram positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau
hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-
dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi yang
paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut, dan
panggul.
2. Flu (influenza)
3. Appendiksitis
urinarius)
Sekitar satu dari lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat
terdeteksi.
Sepsis dan syok sepsis adalah proses kompleks yang meliputi keterlibatan
sepsis melibatkan interaksi yang kompleks antara sistem kekebalan tubuh host dan
tubuh host yang melibatkan beberapa jenis sel (leukosit, sel mast, sel-sel endotel
endotoksin) memainkan peranan penting. LPS tertanam pada membran luar, dan
bagian molekul yang disebut sebagai lipid A terkait pada dinding sel bakterial.
Pada bakteri gram positif tidak terdapat endotoksin, namun fitur penting pada
mereka dapat menyebabkan aktivasi sel T secara masif dan melepaskan sitokin-
dan/atau produk mikroorganisme itu sendiri dan respon host akibat dikeluarkan
sitokin dan mediator lainnya. Komponen terpenting dari respon host adalah
kerusakan. Akan tetapi pada sepsis, respon imun itu sendiri yang menimbulkan
selain eradikasi dari invasi mikroorganisme. Konsep awal dari sepsis adalah
respon proinflamasi tak terkontrol juga gabungan dari disregulasi dari anti-
selama ini menjadi penghalang untuk memahami bagaimana bakteri gram negatif
dapat menginisiasi respons sepsis; aktivasi sel pejamu tergantung pada adanya
protein pengikat LPS (LPB, LPS binding protein) dan reseptor opsonik CD14.
bahwa sel ini juga berperana dalam aktivasi oleh komponen-komponen dinding
Setelah terjadi interaksi awal antara pejamu dan mikroba, terjadi aktivasi
sitokin pro-inflamasi klasik seperti IL-1, IL-6 dan TNFα, namun juga beberapa
sitokin lainnya seperti IL-12, IL-15 dan IL-18 serta juga beberapa molekul-
molekul kecil dilepaskan. TNFα dan IL-1 merupakan sitokin inflamasi prototipik
Sitokin-sitokin ini dilepaskan pada 30-90 menit setelah paparan terhadap LPS,
mengaktifkan kaskade inflamasi derajat dua termasuk sitokin, mediator lipid dan
(Jonathan, 2009).
superantigen setelah di fagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai
Cell ( APC ). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari
MHC kelas II, akan berikatan dengan CD 4 (Limfosit Th1 dan Th2). Dengan
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu
akan mengepresikan IL 4, IL5. IL6. IL 10, IFN ɤ dan TNF α merupakan sitokin
pro inflamatori, sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningkatan IL 1β dan TNF
2009).
yang akan menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka, akibat
proses ini terjadi kerusakan pembuluh darah . Kerusakan pembuluh darah ini akan
menunjukkan bahwa regulasi menurun yang ditemukan pada pasien dengan sepsis
berat dan syok sepsis nampaknya terkait dengan jalur intraselular dan bukan oleh
sepsis. Patofisiologi sepsis dapat dimulai oleh komponen membran luar organisme
sirkulasi dan memasuki tempat infeksi. Signal oleh mediator ini terjadi melalui
sitokin pro-inflamasi, tumor necrosis factor α (TNF-α), dan IL-1. TNF-α dan IL-1
sitokin ini menyebabkan produksi molekul adhesi pada sel endotel dan neutrofil.
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-
tanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan
gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala
pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan
sepsis adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada
neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme
(Jonathan, 2009).
(70%), syok (40%), hipotermia (4%), Demam terjadi pada <60% dari bayi
dibawah 3 bulan dan pada orang dewasa diatas 65 tahun. Infeksi menjadi keluhan
utama pada pasien. Perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan juga
merupakan tanda dan gejala pada sepsis. Adanya tanda dan gejala disseminated
mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (≤30 ml/jam meskipun sudah
diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien mengalami sindrom gangguan
pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral, hipoksemia (PO2 <70
mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg . (Cawcutt, 2014)
mikrobiologi etiologi infeksi seperti kultur darah positif atau hapusan gram dari
buffy coat serum atau lesi petekia menunjukkan mikroorganisme. Spesimen darah,
urin, dan cairan serebrospinal sebagaimana eksudat lain, abses dan lesi kulit yang
organisme. Pemeriksaan hitung sel darah, hitung trombosit, waktu protrombin dan
tromboplastin parsial, kadar fibrinogen serta D-dimer, analisis gas darah, profil
ginjal dan hati, serta kalsium ion harus dilakukan. Anak yang menderita harus
intensif serta kontinu diukur tekanan vena sentral, tekanan darah, dan cardiac
hipotermia, takikardi yang tidak jelas, takipnea yang tidak jelas, tanda-tanda
vasodilatasi perifer, shock dan perubahan status mental yang tidak dapat
Abnormalitas hitung darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan, dan
elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri. Biakan darah,
sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus di lakukan. Kultur darah harus
di lakukan untuk setiap pasien yang di curigai sepsis dan syok sepsis. Lakukan
pewarnaan gram di tempat yang biasanya steril (darah, CSF, cairan artikular,
ruang pleura) dengan aspirasi. Minimal di buat kultur darah sebanyak 2 set,
termasuk untuk kuman aerob dan aerob biakan darah harus di peroleh dalam
dan bakteri. Pada stadium awal meningitis, bakteri dapat dideteksi dalam cairan
2011).
Campaign:
2016:
Terapi Cairan
Karena sepsis dan syok septik merupakan kondisi emergency yang di sertai
sehingga terapi cairan merupakan tindakan utama. Pemberian cairan paling sedikit
evaluasi fisiologis yang tersedia (denyut jantung, tekanan darah, arterial saturasi
Terapi Vasopresor
Bila cairan tidak dapat mengatasi Cardiac Output (Arterial Pressure dan Organ
phenylephrine.
Terapi Inotropik
Terapi Antibiotik
syok sepsis. Pemberian antibiotik di mulai dengan spektrum luas, baik secara
jamur. Setelah hasil kultur dan uji sensitivitas di peroleh, maka pemberian
antibiotik dilakukan secara empirik sesuai hasil kultur dan sensitivity test.
Terapi Kortikosteroid
Transfusi PRC di berikan jika hemoglobin < 7 g/dl di tambah dengan kondisi
hipoksia berat. Pemberian transfusi trombosit, jika trombosit < 10.000/mm3 tidak
dijumpai perdarahan, jika trombosit < 20.000 mm 3 dengan resiko perdarahan dan
jika trombosit > 50.000 mm3 dengan perdarahan yang aktif, tindakan invasif dan
tindakan operasi.
Kadar gula darah pasien sepsis dan syok sepsis harus di kontrol. Dengan target
180 mg/dl. Jika kadar gula darah > 180 mg/dl maka harus di turunkan dengan
pemberian insulin.
Terapi Bikarbonat
(Jonathan, 2009)
pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan
biasanya mudah terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru
bilateral yang konsisten dengan edema paru. Pasien yang sepsis yang pada
cairan.
bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem fibrinolitik, yang
dapat memicu sindrom koroner akut (ACS) atau infark miokard (MCI),
terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropik dan
dianjurkan.
yang lama.
oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal
diindikasikan.
2.2 Hemostasis
hemostasis mempunyai dua fungsi primer yaitu untuk menjamin bahwa sirkulasi
darah tetap cair ketika di dalam pembuluh darah, dan untuk menghentikan
perdarahan pada pembuluh darah yang luka. Hemostasis normal tergantung pada
keseimbangan yang baik dan interaksi yang kompleks, paling sedikit antara 5
komponen-komponen berikut :
1. Pembuluh darah
2. Trombosit
3. Faktor-faktor koagulasi
4. Inhibitor
5. Sistem fibrinolisis
terdiri dari jaring ikat endotelium dan subendotelium, tunika media dan tunika
besar dari serotonin dilepas dari trombosit pada sumbat hemostasis primer.
juga menginduksi kontraksi otot polos pada konsentrasi yang amat kecil, serta
efek yang dapat membentuk suatu mekanisme hemostasis yang penting. Berbagai
merupakan sumber utama dari von Willebrand factor (vWF) yang lepas dari sel-
sel endotelium setelah terpapar fibrin, trauma, atau pemberian vasopressin. Sel-sel
2.2.2 Trombosit
diameter rata-rata 1,5-3 mm. Trombosit dihasilkan dan dilepas dari megakariosit
yang ada di sumsum tulang dengan waktu maturasi 4-5 hari, dan masa hidup di
dalam sirkulasi kira-kira 9-10 hari. Jumlah trombosit dalam darah vena orang
Megakariosit berasal dari pluripotential stem cell. Progenitor yang paling awal
megakarioblas. Sel ini berdiameter 15-50mm, berinti besar, oval atau berbentuk
ginjal dengan beberapa anak inti. Selanjutnya sel ini akan mengalami pematangan
80mm, bentuk inti oval atau tidak teratur dan kandungan granula pada sitoplasma
yang merupakan sel raksasa dengan diameter 30–160 mm, bentuk ini tidak teratur,
kromatin biru gelap, kaya akan sitoplasma yang berwarna biru terang
inti tetapi tidak membelah, dan ini menghasilkan inti yang polipoid. Tiap-tiap
divisi menghasilkan sejumlah inti dua kali lipat, yang menjadi suatu seri sel-sel
yang mengandung 4,816,32 dan jarang 64 set kromoson, jumlah ini juga
dinyatakan sebagai inti (N), ―ploidy‖, atau class. Pematangan sitoplasma ditandai
produksi trombosit dapat meningkat delapan kali lipat. Trombosit yang baru
dibentuk akan disimpan dalam limpa selama 24-48 jam sebelum masuk ke
sirkulasi umum. Kira-kira dua pertiga dari massa trombosit total berada dalam
sirkulasi, dan sepertiga dalam limpa atau ekstravaskuler lain. (Cox, 2011)
2.2.2.aStruktur Trombosit
dari membran trombosit, yang memenuhi sejumlah fungsi spesifik dalam fisiologi
vWF yang normal, dan tidak terjadi interaksi antara vWF dan GP Ib pada
trombosit jika tidak ada ristosetin. GP IIb dan IIIa membentuk kompleks atau
heterodimer, yang didapati pada trombosit yang aktif. Kompleks ini merupakan
glikoprotein ini juga mengikat vWF. Defisiensi GPIIa dan GP IIIa dalam
Trombosit.
koagulasi yaitu fibrinogen, faktor V, von Willebrand faktor, faktor XI, faktor XIII
dan High Molekular Weight Kininogen (HMWK). Beberapa dari faktor-faktor ini
diinduksi oleh ADP dan mungkin terlibat dalam fungsi trombosit yang lain. Von
Willebrand Factor, merupakan suatu subunit dari faktor VIII yang mempunyai
berat molekul besar, terdapat dalam megakariosit, pada membran trombosit, dan
walaupun hanya vWF plasma yang penting untul adhesi trombosit normal.
protrombinase. Dan banyak 50% faktor XIII dalam darah berhubungan dengan
2.2.2.c.Fungsi trombosit.
Adhesi trombosit
Adhesi trombosit sangat bergantung pada vWF, suatu protein plasma yang
dihasilkan dan disekresi oleh sel-sel endotel dan terdapat pada matriks
subendotelium, dan juga disekresi oleh trombosit yang aktif. vWF dapat
kolagen melalui vWF dan GP Ib-vWF mula- mula melekat pada serat
yang lebih sferis dengan membentuk pseudopodia. Pada waktu yang sama
terjadi proses sekresi dimana beberapa substansi yang aktif secara biologis
yang disimpan dalam granul trombosit secara aktif dikeluarkan dari sel-sel
Agregasi Trombosit
dari satu atau lebih fosfolipase yang ada dalam membran trombosit.
adalah suatu substansi yang sangat poten yang menginduksi agregasi dan
produksi di hepar dan di sekresi ke sirkulasi darah. Tabel berikut ini menunjukan
serta sinonim dan beberapa sifat-sifatnya. Begitu juga faktor XI, XII, XIII, dan
faktor V. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah ada dalam plasma, pada
bentuk enzim yang aktif atau bentuk kofaktor selama koagulasi. (Delabranche,
2017)
faktor IX, faktor VII, dan protrombin merupakan zimogen dari serine protease
akan dirubah menjadi enzim yang aktif selama pembekuan darah. Sedangkan
yang terdapat di ekstravaskuler dan harus kontak dengan darah untuk berfungsi,
Faktor X, faktor IX, faktor VII, dan protrombin disebut faktor-faktor yang
Vitamin K terdapat dalam sayur-sayuran yang berwarna hijau dan juga disintesis
oleh bakteria di dalam usus. Vitamin K berfungsi sebagai suatu kofaktor yang
penting untuk sintesis faktor II, faktor VII, faktor IX, faktor X, protein C dan
tergantung vitamin K, yaitu untuk reaksi karboksilasi dari asam glutamat menjadi
dalam jumlah besar terdapat dalam jaringan dan berfungsi dalam koagulasi
dengan berinteraksi dengan faktor VII pada jalur ekstrinsik. Selain itu tissue
factor juga terdapat pada dinding pembuluh darah, dimana aktifitas koagulasinya
pada sel monosit dan sel-sel endothelium pembuluh darah oleh berbagai sitokin,
koagulasi pada pembuluh darah yang intact. TF manusia terdiri dari 263 asam
Tissue factor yang terdapat dalam jaringan otak, paru-paru dan plasenta,
menunjukan aktifitas spesifik yang lebih tinggi dibandingkan yang ada pada
jaringan ginjal dan limpa, dan beberapa dianggap tidak mempunyai aktifitas,
misalnya trombosit dan otot. Dan protein ini belakangan secara ekstensif
Aktivasi jalur ini pada dasarnya hasil dari dua keadaan, apabila kontinuitas lapisan
endotel atau neutrofil dan monosit dipicu untuk expose TF pada membrannya.
dimulai dengan dua mekanisme yang berbeda, yaitu proses aktifasi kontak dan
kerja dari tissue factor. Aktifasi kontak mengawali suatu rangkaian dari reaksi-
reaksi yang melibatkan faktor XII, faktor XI, faktor IX, faktor VIII, prekalikrein,
pathway).
interaksi antara tissue factor ini dengan faktor VII, akan menghasilkan suatu
enzim yang juga mengaktifasi faktor X. Ini dinamakan jalur ekstrinsik. Langkah
Pemeriksaan Protrombin Time (PT) digunakan untuk skrining jalur ini. Apabila
darah diambil secara hati-hati sehingga tidak terkontaminasi cairan jaringan, darah
tersebut masih membeku didalam tabung gelas. Jalur ini disebut jalur intrinsik,
karena substansi yang diperlukan untuk pembekuan ada dalam darah. Jalur
intrinsik dicetuskan oleh kontak faktor XII dengan permukaan asing. Partial
thromboplastin time (PTT) dan activated PTT (aPTT) adalah monitor yang baik
untuk jalur ini. Kedua jalur akhirnya sama -sama mengaktifasi faktor X, dan
disebut jalur bersama. Konsep dari dua jalur yang terpisah praktis untuk
memahami koagulasi darah in vitro. Hasil dari pemeriksaan PT dan PTT atau
aPTT biasanya menolong lokasi suatu kelainan dalam skema koagulasi untuk
Jalur intrinsik, memerlukan faktor VIII, faktor IX, faktor X, faktor XI, dan
faktor XII. Juga memerlukan prekalikrein dan HMWK, begitu juga ion
kalsium dan fosfolipid yang disekresi dari trombosit. Mula- mula jalur
kontak.
faktor IXa, dan faktor IXa mengaktifasi faktor X menjadi faktor Xa.
Jalur ekstrinsik
Jalur ekstrinsik, dimulai pada tempat yang trauma dalam respons terhadap
tissue factor dieksresikan pada sel-sel yang rusak atau distimulasi (sel-sel
vaskuler atau monosit), sehingga kontak dengan faktor VIIa sirkulasi dan
suatu kofaktor dalam aktifasi faktor X yang dikatalisa faktor VIIa. Faktor
VIIa, suatu residu Gla yang mengandung serine protease, memecah faktor
Aktifasi faktor VII terjadi melalui kerja trombin atau faktor Xa. Tissue
dapat mengatur ekspresi tissue factor dan deposisi fibrin pada tempat
itu hubungan dua jalur itu ada melalui kemampuan dari tissue factor dan
faktor VIIa untuk mengaktifasi faktor IX menjadi IXa. Hal ini terbukti
defisiensi faktor XI, terjadi penurunan kadar dari aktifasi faktor IX,
Dan pada infusion recombinant factor VIIa dengan dosis yang relatif kecil
faktor X. Faktor IXa yang baru dibentuk itu membentuk kompleks dengan
dengan zymogen faktor VII (FVII) dan merubahnya menjadi bentuk aktif,
FVIIa dengan afinitas yang lebih tinggi dari pada F-VII. TF/FVIIa
menjadi FXa pada adanya Ca2+ dan fosfolipid. TF/FVIIa dapat langsung
prekallikrein) yang merupakan bagian dari jalur instrinsik dari sistim lama
aktifitas fibrinolitik. Selain itu, trombin dan FXII dapat mengaktifasi FVII
oleh aktifasi feedback faktor VII oleh faktor Xa dan faktor IXa, akan tetapi
kompleks itu secara cepat dihambat oleh Tissue Factor Pathway Inhibitor
(TFPI). Pada waktu itu trombin yang dihasilkan mengaktifasi faktor XI,
begitu juga faktor V, faktor VIII, dan karena itu menambah pembentukan
juga diaktifasi oleh faktor XIIa, akan tetapi peranannya untuk fisiologi
2.2.6 INHIBITOR
dihasilkan di hepar, terdiri dari polipeptida rantai tunggal dengan 432 asam
stabil 1:1 antara satu residu arginin dari AT-III dan active-site serine dari trombin.
AT-III juga menghambat faktor XIIa, faktor XIa, faktor Xa, faktor VII-TF,
kallikrein plasma dan plasmin. Kerjanya sangat dipercepat oleh heparin. AT-III
AT-III, aktifitas inhibitor ini secara nyata distimulasi dengan adanya heparin.
koagulasi lainnya, dan HCF-II diaktifasi oleh dermatan sulfat, sedangkan AT-III
tidak. Maka HCF-II merupakan inhibitor penting dari trombin dengan adanya
suatu protein plasma dengan BM 52.000, dihasilkan oleh berbagai sel, seperti sel-
rendah (0.005 mg/dl) dan juga disimpan dalam α-granul trombosit. PAI-1
membentuk suatu kompleks dengan enzim, dan PAI-1 berperan penting dalam
Dengan membentuk kompleks dengan enzim ini. Protein ini juga dikenal
coagulation inhibitor (LACI), adalah protein plasma yang baru ditemukan (BM
factor. Konsentrasi TFPI dalam plasma rendah, tetapi pool yang lebih besar dari
TFPI terdapat dalam endotelium pembuluh darah dan dapat dilepaskan ke dalam
darah oleh heparin. Kadar TFPI plasma meningkat dua minggu hingga empat kali
lipat dengan infus heparin. TFPI mengatur aktifasi FX melalui inhibisi kompleks
FVIIa -TF dan faktor Xa. Mekanisme kerjanya unik, mula- mula TFPI
akibat hilangnya aktifitas kompleks VIIa- tissue factor. TFPI disintesis oleh sel-
plak hemostasis atau trombus ke tempat pembuluh darah yang rusak. Inhibitor
XIIa, FXIa, F-IXa) dengan berikatan secara irreversibel melalui residu arginin ke
tempat serine aktif dari protease (serine protease inhibitor atau serpin). Dalam
keadaan tidak ada heparin, tingkat inaktifasinya relatif lambat, tetapi apabila
heparin atau heparan sulfat dinding pembuluh darah berikatan ke residu lysine
pada molekul AT, akan menghasilkan inaktifasi trombin seketika itu juga. Oleh
karena itu AT disebut heparin kofaktor 1. Heparin kofaktor II, dapat juga
trombomodulin dan disingkirkan dari sirkulasi. Serpin- erpin lain seperti α-1
membatasi respons koagulasi terhadap trauma. Jalur ini dimulai apabila trombin
aktifator poten dari protein C dan mempunyai sedikit kemampuan untuk aktifasi
untuk PC. APC meninaktifasi secara proteolitik faktor Va dan faktor VIIIa dengan
oleh PC inhibitor (PCI) dan AT. Defisiensi herediter dari protein C, protein S, dan
2017).
adalah suatu glikoprotein rantai tunggal dengan amino terminal glutamic acid
fungsi seperti degradasi dari fibrin, inaktifasi faktor V dan faktor VIII dan aktifasi
dari metaloproteinase yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka dan
perbaikan jaringan.
membentuk plasmin rantai dua. Aktifasi menjadi plasmin dapat terjadi melalui
XIIa.
jaringan yang rusak, sel-sel atau dinding pembuluh darah (semua aktifator
juga protease).
berhubungan dengan inhibisi oleh PAI-1 dan clearance dihati. Aktifator lain,
terutama dalam urine. Akan tetapi sejumlah kecil prourokinase plasma atau
single-chain u-PA (scuPA) dapat diubah menjadi bentuk aktif melalui sistem
kontak oleh kallikrein. Proses fibrinolitik diatur pada tiap-tiap tahap enzimatik
fisiologi dari tPA dan uPA. Plasmin mempunyai fibrinogen dan fibrin sebagai
memecah faktor V dan faktor VIII. Ledakan fibrinolisis dihambat oleh inhibitor
poten α-2 antiplasmin dan oleh α-2 makroglobulin. Plasmin bebas dalam plasma
segera diinaktifkan oleh α-2 antiplasmin, sedangkan plasmin yang terikat fibrin
dalam plug hemostasis lokal terlindungi dari α-2 antiplasmin dan dapat memecah
fibrin menjadi FDP. Inhibitor dari aktifator plasminogen juga memegang peranan
penting dalam mengatur fibrinolisis dan membatasinya pada bagian luka. (Ates,
pada vitamin K (F II, VII, IX, dan X). Pemeriksaan ini dilakukan dengan
memberikan nilai normal antara 10-14 detik, yang relatif lebih rendah
paling sensitif terhadap defisiensi F VII, Pada pasien dengan kelainan hati,
panduan umum, bila PT memanjang 1,5-2 kali normal, maka kadar faktor
dalam jumlah yang besar di sirkulasi, dan yang lebih jarang ditemukan
koagulasi.
- Defisiensi vitamin K.
jarang ditemukan.
jaringan (biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat
teraktivasi).
dan jalur bersama (F XII, XI, IX, VIII, X, V dan II). Pada pemeriksaan ini,
yang digunakan, nilai aPTT umumnya berkisar antara 25-38 detik. Klinisi
masing laboratorium.
koagulasi yang berperan dalam jalur intrinsik dan jalur bersama, adanya
faktor koagulasi, maka aPTT dengan campuran ini akan kembali normal
tergantung pada faktor kontak, F VIII dan F IX, namun juga dipengaruhi
- Penyakit hati
antikoagulan lainnya).
kaolin, ellegic acid atau celite dan juga fosfolipid standar untuk
faktor IX, faktor VIII dan aktifitas jalur bersama; faktor X, faktor V,
darah sitrat, dan waktu yang dibutuhkan untuk darah membeku diukur.
berkisar antara 9-35 detik. Thrombin time akan memanjang pada pasien
- Hipofibrinogenemia
- Peningkatan FDP
- Disfibrinogenemia
- Hipoalbuminemia
- Paraproteinemia
pada plasma sitrat, lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Difesiensi atau
(Saracco, 2011)
pathway. Kininogen dengan berat molekul tinggi (HK) juga dapat mengikat
→
Gambar 2.5 Pathogen Induced Modulation Blood Coagulation(Delabranche,2017)
inflamasi sebagai proses yang dominan dalam kaskade kejadian sepsis yang
apabila darah kontak dengan jaringan ikat subendotelium atau dengan permukaan
yang bermuatan negatif yang terpapar akibat kerusakan jaringan. Pada sepsis,
aktifasi koagulasi terutama diatur oleh jalur yang tergantung tissue factor (jalur
ekstrinsik). Berbagai cytokine seperti IL-1, dan TNF-α menginduksi ekspresi dari
tissue factor pada sel-sel endotelium dan monosit, mengawali proses koagulasi
biasanya tidak kontak dengan darah, tetapi ditemukan pada jaringan perivaskuler
dan stroma. Sel-sel darah perifer dan endotelium secara normal tidak
menghasilkan TF. Akan tetapi aktifitas TF dalam sel-sel ini meningkat setelah
aktifitas TF hal ini ditunjukan oleh penemuan bahwa produk-produk bakteri selain
TNFα, merupakan induser yang kuat dari ekspresi TF. Jadi aktifitas TF meningkat
pada respons terhadap produk-produk dari bakteria gram positif, dan ini dapat
ekpresi dari TF pada sel-sel endotelium dan monosit, mengawali proses koagulasi
antara sistem imun dan koagulasi, dan merupakan aktifator yang terpenting dari
koagulasi pada sepsis. TF berikatan dan mengaktifasi faktor pembekuan VII, dan
membentuk Faktor VIIa – tissue factor complex yang secara cepat dapat merubah
Faktor X menjadi faktor Xa, dan faktor IX menjadi trombin (faktor IIa). Trombin
berpolimerisasi untuk membentuk bekuan fibrin. Pada tahap akhir, sejumlah besar
kompleks inhibitor berjumlah empat (quarternary) dengan TF, faktor VIIa, dan
faktor Xa, dan menghambat pembentukan trombin dari protrombin. Pada studi
orang sehat, ternyata injeksi endotoksin akan menginduksi aktifasi koagulasi. Dan
dengan TFPI dosis tinggi hambatan lengkap (complete blockade) dari aktifasi
koagulasi.
plasminogen dan/atau aktifitas fibrinolitik dari plasmin. Dua inhibitor utama dari
dan trombosit, merupakan inhibitor utama dari t-PA yang bekerja cepat.
PAI-1. Belakangan dilaporkan bahwa infus dari recombinant t-PA pada pasien-
dramatik pada hemodinamik dan meningkatkan perfusi kulit. Efek ini mungkin
dapat diterangkan dengan observasi bahwa kadar PAI-1 pada pasien-pasien sepsis
dari sepsis. DIC adalah suatu sindrom yang didapat, ditandai dengan aktifasi
prospektif yang besar, insidens DIC pada sepsis adalah 16%, pada sepsis berat
18% dan pada septic shock 38%. Dalam tahun – tahun belakangan ini, mekanisme
dari kelainan sistemik penimbunan fibrin pada DIC menjadi semakin jelas.
paling penting dan pada pasien-pasien sepsis jelas menurun. Penurunan ini
disebabkan oleh kombinasi dari konsumsi, degradasi oleh elastase yang dilepas
dari neutrofil yang aktif, dan kegagalan produksi. Kadar AT –III yang rendah
berbagai organ, umumnya ditemukan pada syok sepsis. Hal ini sangat erat
proinflamatory, terutama tumor necrosis faktor alpha (TNF α), interleukin 1 (IL-
Gambar 2.6 Perubahan Kadar Hemostasis Pada Sepsis dan Alogaritme Terapi
(Delabranche, 2017)
pemendekan PT dan aPTT (kurva biru tua) yang menghasilkan generasi monomer
oleh PAI-1 menghasilkan D-dimer rendah (kurva kuning). Hanya heparin dosis
konsumsi trombosit dan fibrinogen yang tetap dalam kisaran normal tinggi.
polimerisasi yang cacat oleh FXIIIa. D-dimer sedang meningkat. Langkah ini
terlarut) atau plasma beku segar. Kemudian dalam evolusi alami koagulasi,
sangat rendah, AT dan PC, PT dan aPTT yang lama dan fibrinolisis 59eucop
dan 59eucop, dan terapi suportif menghubungkan plasma beku segar dan
Skor SOFA adalah sistem Skor untuk menilai kegagalan organ terutama
sistem skoring tersebut meliputi enam sistem organ utama, yakni kardiovaskuler,
respirasi,hematologi, sistem saraf pusat (SSP), ginjal, dan hepar. Skor berkisar
antara 0 yang merujuk pada fungsi normal , sampai 4 merujuk pada keadaan
sangat abnormal, berdasarkan keadaan terburuk dalam satu hari. Skor SOFA total
(SOFA maksimum total dikurangi SOFA total saat masuk) berhubungan dengan
keluaran yang lebih buruk. Skor total tampak terus meningkat pada pasien yang
merupakan 6 sistem organ yang paling sering dievaluasi pada Sindrom disfungsi
organ 60eucopen. Disfungsi respirasi sering terjadi pada pasien SIRS. Kira –
kira35% pasien sepsis akan mengalami acute lung injury (ALI) ringan-sedang dan
berkembang menjadi acute lung injury (ALI) dengan komplikasi ARDS pada 60%
Buruknya perfusi dengan sendirinya akan berpengaruh pada sistem organ lain.
tekanan vena sentral atau tekanan baji kapiler pulmonal. Seperti jaringan lainnya,
produksi protease dan ROS. Hipovolemia, curah jantung yang rendah, obat-obatan
kesadaran dan fungsi serebral. Tanda perubahan fungsi sistem saraf pusat meliputi
penurunan Glasgow Coma Scale, koma, obtundasi, confusion, dan psikosis. EEG
3-6 bulan untuk perbaikan akson. Fakta ini dapat menjelaskan ketergantungan
ventilator yang lama pada pasien-pasien sakit berat. Pasien seperti ini
pulang.
Sepsis
Pro Inflamatori
Gangguan Hemostasis
METODE PENELITIAN
Cohort Prospektif, untuk melihat perubahan hemostasis yang terjadi pada pasien
sepsis yang diukur pada 3 kali perhitungan, dan selanjutnya menilai hubungan
dari perubahan hemostasis tersebut dengan skor SOFA yang dilakukan dengan 3
kali perhitungan.
Adam Malik Medan bekerja sama dengan Departemen Anestesiologi & Terapi
Agustus 2018.
dirawat di ruangan rawat inap dan ICU RSUP H. Adam Malik Medan mulai
bulan April 2018 - Agustus 2018. Subjek penelitian adalah pasien penderita sepsis
yang dirawat RSUP H. Adam Malik Medan, serta telah memenuhi kriteria inklusi.
2. Penderita sepsis
penelitian.
sampel untuk uji hipotesis pada satu populasi. Perhitungan dilakukan dengan
2
(n1 1 ) S1 (n 2 1 ) S 2
2
S 2 gab
( n n )
11 2 1
(32 1)(3.4) (39 1)(36.3)
2 2
S 2 gab
(32 1)(39 1)
S²gab = 730.87
Maka,
2
( Z / 2 Z1 )
n 2 2 1
( 1 2 ) 2
2
(730.87)(1.96 1.64)
n 2
(2.81) 2
n= 23.9 = 24
Maka Subjek minimal untuk penelitian ini adalah sebanyak 24 orang (Lemeshow,
1997)
Keterangan:
n1 = 32 (Peter, 2006)
Zα: tingkat kepercayaan yang dikehendaki, ditetapkan 95% dengan, nilai dalam
rumus 1.96
Informed Consent diminta secara tertulis dari orang tua/wali pasien yang
bersedia ikut dalam penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan
tujuan penelitian.
3.7.1. Bahan
perbandingan 9:1 )
diambil dari vena mediana cubiti. Tempat punksi vena terlebih dahulu dilakukan
tindakan aseptik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering, kemudian dilakukan
kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan diperiksa dengan Coatron A4.
Teknik manual memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak
dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan
tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat digunakan.
cepat dan teliti. Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila
jaringan dan ion kalsium. Reagen yang digunakan adalah kalsium tromboplastin,
- Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak, paru, atau otak
dan paru dari kelinci dalam larutan CaCl2 dengan pengawet sodium azida
pengawet
sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar fibrinogen
sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih
dengan cepat dan teliti. Prinsip dari pemeriksaan APTT adalah menginkubasikan
plasma sitrat yang mengandung semua faktor koagulasi intrinsik kecuali kalsium
(mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite koloidal). Penambahan
kalsium akan memulai proses pembekuan (bekuan fibrin) dan waktu yang
berfungsi sebagai pengganti trombosit factor 3 (PF3), dapat berasal dari manusia,
tumbuhan dan hewan, dengan aktivator seperti kaolin, ellagic acid, micronized
silica atau celite. Reagen komersil yang dipakai misalnya CK Prest 2 yang berasal
dari jaringan otak kelinci dengan kaolin sebagai aktivator. Reagen Patrhrombin
terbentuknya bekuan darah pada suhu 37ºC, digunakan untuk mengetahui jumlah
dan kualitas fibrinogen dan konversi fibrinogen (soluble protein) menjadi fibrin
(insoluble protein). Bila pasien dalam terapi Heparin, digunakan reptilase sebagai
pengganti thrombin (efek sama dengan thrombin tetapi tidak dihambat oleh
pemanjangan TT.
bertutup biru), dengan pengisian darah sesuai agar tercapai ratio antikoagulant
terhadap darah adalah satu bagian antikoagulan per sembilan bagian darah.
digunakan, agar penentuan kosentrasi zat yang belum diketahui dapat seakurat
No 10402563. Bila nilai kontrol masuk dalam control range, maka sampel
penelitian dianggap terkontrol. Nilai range normal PT 11-18 detik, nilai range
normal APTT 27-42 detik dan nilai range normal TT 12-24 detik. (Coatron, 2014)
1 25-05-2018 2 13.7 11 – 18
2 26-05-2018 2 14.1 11 – 18
3 27-05-2018 3 13.8 11 – 18
4 28-05-2018 1 13.5 11 – 18
5 29-05-2018 1 14.3 11 – 18
7 31-05-2018 4 14 11 – 18
8 01-06-2018 4 14.2 11 – 18
9 02-06-2018 1 14 11 – 18
10 06-06-2018 1 14.5 11 – 18
11 07-06-2018 1 14.9 11 – 18
12 08-06-2018 1 14.3 11 – 18
13 11-06-2018 4 13.9 11 – 18
14 12-06-2018 4 13.8 11 – 18
15 13-06-2018 5 13.5 11 – 18
16 14-06-2018 1 13.2 11 – 18
17 15-06-2018 1 13.6 11 – 18
18 18-06-2018 2 14 11 – 18
19 19-06-2018 2 14.2 11 – 18
20 20-06-2018 4 14.1 11 – 18
21 21-06-2018 2 14.5 11 – 18
22 22-06-2018 2 14.6 11 – 18
23 25-06-2018 3 14.3 11 – 18
24 26-06-2018 4 14.2 11 – 18
25 27-06-2018 4 14 11 – 18
26 28-06-2018 1 14.1 11 – 18
27 05-07-2018 1 14.5 11 – 18
29 07-07-2018 1 14.7 11 – 18
30 10-07-2018 1 14.2 11 – 18
31 11-07-2018 1 14.5 11 – 18
32 12-07-2018 1 14.7 11 – 18
33 17-07-2018 1 14.8 11 – 18
34 18-07-2018 1 14.9 11 – 18
35 19-07-2018 1 14.8 11 – 18
1 25-05-2018 2 33.4 27 – 42
2 26-05-2018 2 32.1 27 – 42
3 27-05-2018 3 33 27 – 42
4 28-05-2018 1 31.8 27 – 42
5 29-05-2018 1 32 27 – 42
6 30-05-2018 3 32.7 27 – 42
7 31-05-2018 4 32.5 27 – 42
8 01-06-2018 4 32.9 27 – 42
9 02-06-2018 1 32.5 27 – 42
10 06-06-2018 1 32.4 27 – 42
11 07-06-2018 1 33.3 27 – 42
13 11-06-2018 4 33.5 27 – 42
14 12-06-2018 4 34 27 – 42
15 13-06-2018 5 34.1 27 – 42
16 14-06-2018 1 34.7 27 – 42
17 15-06-2018 1 34.9 27 – 42
18 18-06-2018 2 35 27 – 42
19 19-06-2018 2 34.8 27 – 42
20 20-06-2018 4 35.1 27 – 42
21 21-06-2018 2 34.7 27 – 42
22 22-06-2018 2 34.6 27 – 42
23 25-06-2018 3 34.8 27 – 42
24 26-06-2018 4 34.5 27 – 42
25 27-06-2018 4 34.4 27 – 42
26 28-06-2018 1 34.2 27 – 42
27 05-07-2018 1 33.9 27 – 42
28 06-07-2018 1 33.6 27 – 42
29 07-07-2018 1 33.5 27 – 42
30 10-07-2018 1 33.2 27 – 42
31 11-07-2018 1 33.8 27 – 42
32 12-07-2018 1 33.5 27 – 42
33 17-07-2018 1 33 27 – 42
35 19-07-2018 1 34.4 27 – 42
1 25-05-2018 2 19 12 – 24
2 26-05-2018 2 18.5 12 – 24
3 27-05-2018 3 22.7 12 – 24
4 28-05-2018 1 21.8 12 – 24
5 29-05-2018 1 22 12 – 24
6 30-05-2018 3 22.1 12 – 24
7 31-05-2018 4 21.6 12 – 24
8 01-06-2018 4 20 12 – 24
9 02-06-2018 1 19.7 12 – 24
10 06-06-2018 1 19.5 12 – 24
11 07-06-2018 1 18.9 12 – 24
12 08-06-2018 1 18.5 12 – 24
13 11-06-2018 4 18.4 12 – 24
14 12-06-2018 4 17.9 12 – 24
15 13-06-2018 5 17.5 12 – 24
16 14-06-2018 1 17.4 12 – 24
17 15-06-2018 1 16 12 – 24
19 19-06-2018 2 19.1 12 – 24
20 20-06-2018 4 18.5 12 – 24
21 21-06-2018 2 16.8 12 – 24
22 22-06-2018 2 16.2 12 – 24
23 25-06-2018 3 15 12 – 24
24 26-06-2018 4 15.4 12 – 24
25 27-06-2018 4 15.8 12 – 24
26 28-06-2018 1 16 12 – 24
27 05-07-2018 1 16.2 12 – 24
28 06-07-2018 1 17 12 – 24
29 07-07-2018 1 17.5 12 – 24
30 10-07-2018 1 17.7 12 – 24
31 11-07-2018 1 17.8 12 – 24
32 12-07-2018 1 18 12 – 24
33 17-07-2018 1 18.2 12 – 24
34 18-07-2018 1 19 12 – 24
35 19-07-2018 1 19.3 12 – 24
azide
Prinsip : alat akan menembakkan cahaya laser ke kuvet yang berisi plasma sitrat
dan reagen, dimana plasma sitrat dan reagen ini akan menyerap sebagian cahaya,
dan sisanya akan diteruskan ke detektor yang berupa fotometer. Hasil dari
digunakan, agar penentuan konsentrasi zat yang belum diketahui dapat seakurat
mungkin.
lot No 10512531. Bila nilai kontrol masuk dalam control range, maka sampel
penelitian dianggap terkontrol. Nilai range normal fibrinogen 180 – 450 mg/dL.
R2 (latex Antibodi D-dimer) dan dimulai reaksi dimana antibodi D-dimer yang
berikatan dengan mikropartikel latex akan bereaksi dengan antigen dalam sampel
untuk membentuk kompleks Ag-Ab. Aglutinasi dari kompleks Ag-Ab ini diukur
Nilai cut off D-dimer adalah 500 ng/ml. Kadar nilai D-dimer yang lebih
tinggi dari nilai normal rujukan menunjukkan adanya produk degradasi fibrin
dalam kadar tinggi. Jika dijumpai konsentrasi yang sangat tinggi > 5000 ng/ml
digunakan, agar penentuan konsentrasi zat yang belum diketahui dapat seakurat
mungkin.
for Social Sciences, Chicago, IL, USA) untuk Windows. Uji statistik yang
Pearson untuk data berdistribusi normal dan uji korelasi spearman’s rho untuk
data berdistribusi tidak normal. Analisis dilakukan pada interval kepercayaan 95%
Variabel bebas
Sepsis
Variabel Tergantung
Thrombin Time(TT)
Fibrinogen
D-dimer
Skor SOFA
pembentukan trombus.
agglutination, prinsip
Pasien Sepsis
Kriteria Kriteria
Inklusi Eksklusi
PT
APTT Skor SOFA
TT Hari
Fibrinogen Sepsis Hari Pertama Pertama
D-Dimer
PT
APTT
TT Skor SOFA
Sepsis Hari Kedua
Fibrinogen Hari Kedua
D-Dimer
PT
APTT
Sepsis Hari Ketiga Skor SOFA
TT
Hari Ketiga
Fibrinogen
D-dimer
Analisa Data
HASIL PENELITIAN
pasien dengan diagnosa sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan
PT, APTT, TT, Fibrinogen, D-dimer, dan beberapa parameter untuk perhitungan
Jenis Kelamin
Pria 13 (54.2 %)
Wanita 11 (45.8 %)
Suku
Batak 16 (66.7 %)
Jawa 5 (20.8 %)
Padang 1 (4.2 %)
Melayu 1 (4.2 %)
Karo 1 (4.2 %)
jenis kelamin, dan suku. Nilai tengah umur penderita sepsis adalah 53 tahun,
dengan usia paling tua adalah 65 tahun dan usia paling muda adalah 18 tahun.
Pada penelitian ini penderita sepsis berjumlah 24 orang yaitu 13 orang laki laki
(54.2 %), 11 orang perempuan (45.8 %). Pada penelitian ini didapati 16 orang
bersuku Batak (66.7 %), 5 orang bersuku Jawa (20.8 %), 1 orang bersuku Padang
(4.2 %), 1 orang bersuku Melayu (4.2 %), dan 1 orang bersuku Karo (4.2%).
Prothrombin Time
adalah 20,68 ± 22,59, hari kedua 22,30 ± 22,36 dan hari ketiga 21,18 ± 22,69,
dengan nilai berdistribusi normal maka peneliti memakai Uji Repeated Anova dan
* Uji Friedman
** Signifikan Nilai-P < 0.05
adalah 27,9 (18,7-45,5), hari kedua 31,1 (19,8-42,0) dan hari ketiga adalah 27,1
(20,1-37,5), dengan nilai berdistribusi tidak normal maka peneliti memakai Uji
bermakna dari nilai APTT pada hari pertama, kedua dan ketiga.
Thrombin Time
* Uji Friedman
** Signifikan Nilai-P < 0.05
Pada tabel 4.4 di atas rerata nilai TT dengan nilai median ranges hari pertama
adalah 14,8 (9,6-25,2), hari kedua 17,0 (13,5-27,6) dan hari ketiga adalah 17,5
(12,4-28,1), dengan nilai berdistribusi tidak normal maka peneliti memakai Uji
Fibrinogen
* Uji Friedman
** Signifikan Nilai-P < 0.05
Pada tabel 4.5 di atas rerata kadar fibrinogen dengan nilai median ranges hari
pertama adalah 426 (135-900), hari kedua 351 (234-900) dan hari ketiga adalah
D-Dimer
* Uji Friedman
** Signifikan Nilai-P < 0.05
Pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat rerata kadar D-dimer dengan nilai median
ranges hari pertama adalah 1473 (89-5911), hari kedua 1484 (100-5812) dan hari
ketiga 1320 (119-4598), dengan nilai berdistribusi tidak normal maka peneliti
memakai Uji Friedman dan didapatkan nilai p = 0,10 artinya tidak terdapat
perbedaan bermakna dari kadar D-dimer pada hari pertama, kedua, dan ketiga.
Skor SOFA
* Uji Anova
**Signifikan Nilai-P < 0.05
Pada table 4.7 di atas dapat dilihat rerata nilai skor SOFA pada hari pertama,
kedua, dan ketiga. Dengan nilai berdistribusi normal, maka digunakan Uji
Tabel 4.8 Hubungan antara Prothrombin Time (PT) dengan Skor SOFA
* Uji Pearson
** Signifikan Nilai-P < 0.05
skor SOFA hari pertama, hasilnya berkorelasi positif namun tidak bermakna (p =
0,608). PT hari kedua jika dibandingkan dengan skor SOFA hari kedua, hasilnya
dibandingkan dengan skor SOFA hari ketiga, hasilnya berkorelasi positif namun
dibandingkan dengan skor SOFA hari pertama, hasilnya berkorelasi positif namun
tidak bermakna (p = 0,60). APTT hari kedua jika dibandingkan dengan skor
SOFA hari kedua, hasilnya berkorelasi negatif namun tidak bermakna (p = 0,72).
APTT hari ketiga jika dibandingkan dengan skor SOFA hari ketiga, hasilnya
Tabel 4.10 Hubungan antara Thrombin Time (TT) dengan Skor SOFA
* Uji Pearson
** Signifikan Nilai-P < 0.05
Tabel 4.10 menunjukkan hubungan antara TT dengan skor SOFA. Data
skor SOFA hari pertama, hasilnya berkorelasi negatif namun tidak bermakna (p =
dibandingkan dengan skor SOFA hari ketiga, hasilnya berkorelasi positif namun
* Uji Pearson
** Signifikan Nilai-P < 0.05
dengan skor SOFA hari pertama, hasilnya berkorelasi negatif namun tidak
bermakna (p = 0,17). Fibrinogen hari kedua jika dibandingkan dengan skor SOFA
Fibrinogen hari ketiga jika dibandingkan dengan skor SOFA hari ketiga, hasilnya
* Uji Pearson
** Signifikan Nilai-P < 0.05
Pada tabel 4.11 menunjukkan hubungan antara D-dimer dengan skor SOFA.
dengan skor SOFA hari pertama, hasilnya menunjukkan korelasi positif yang
bermakna (p = 0,04), yang artinya bila kadar D-dimer hari pertama meningkat
maka akan terjadi peningkatan juga pada skor SOFA hari pertama. Kadar D-dimer
hari kedua jika dibandingkan dengan skor SOFA hari kedua, menujukkan korelasi
yang positif dan bermakna (p = 0,004), yang artinya jika terjadi peningkatan kadar
D-dimer hari kedua, maka akan terjadi juga peningkatan pada skor SOFA hari
kedua. Kadar D-dimer hari ketiga jika dibandingkan dengan skor SOFA hari
ketiga, menujukkan korelasi yang positif dan bermakna (p = 0,02), yang artinya
jika terjadi peningkatan kadar D-dimer hari ketiga, maka akan terjadi juga
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan, dari bulan Juni
sampel pasien dari intensive care unit. Pada penelitian ini penderita sepsis
berjumlah 24 orang yaitu 13 orang laki laki (54.2 %), 11 orang perempuan (45.8
%). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yessica Putri, dkk pada tahun 2014,
dengan kejadian sepsis (p < 0,05), dimana pasien dewasa dengan jenis kelamin
laki-laki lebih berisiko 2,562 kali menderita sepsis dibandingkan dengan pasien
dewasa yang berjenis kelamin perempuan (Yessica Putri, 2014). Hal ini sesuai
perdarahan (Yessica Putri, 2014, Angele MK 2006). Rerata umur penderita sepsis
adalah 48 tahun, dengan usia paling tua adalah 65 tahun dan usia paling muda
adalah 18 tahun. Dari seluruh populasi sampel yang diteliti, penderita sepsis yang
berusia tua berjumlah 17 orang. Dimana angka kejadian sepsis lebih banyak
terjadi pada usia tua (> 40 tahun). Berdasarkan studi epidemiologi terkini dari
Amerika utara menemukan bahwa sekitar 3 kasus sepsis per 1000 populasi, yang
kasus per tahun, dimana insidens sepsis tersebut disebabkan oleh populasi yang
menua, peningkatan pasien usia lanjut dengan penyakit kronis. Angka kematian
keseluruhan sekitar 30%, dan 40% diataranya meningkat pada usia tua. Angka
kematian keseluruhan sekitar 30%, dan 40% diataranya meningkat pada usia tua.
Pada penelitian yang telah dilakukan di RSUP dr. Kariadi didapatkan data sebaran
umur pasien dengan sepsis rata-rata berusia 49,29 tahun dengan standar deviasi
±17.399, dan sebaran umur pasien (Yessica Puteri, 2014, Kazuhiro, 2004)). Pada
penelitian ini didapati 16 orang bersuku Batak (66.7 %), 5 orang bersuku Jawa
(20.8 %), 1 orang bersuku Padang (4.2 %), 1 orang bersuku Melayu (4.2 %), dan
Telah lama dikenal oleh para peneliti bahwa sepsis berhubungan erat
dengan terjadinya gangguan pembekuan darah. Beberapa kasus sepsis yang telah
pada sepsis. Dan yang paling banyak dilaporkan memainkan peran yang penting
adalah tissue factor. Dari penelitian yang dilakukan oleh Suliarni, dalam
pemanjangan dari prothrombin time pada pasien sepsis bila dibandingkan dengan
peneliti lakukan, dimana terdapat perubahan prothrombin time pada pasien sepsis
bila dihitung pada hari pertama, kedua, dan ketiga, dan bila dibandingkan dengan
nilai normal maka telah terjadi pemanjangan pada prothrombin time pasien sepsis
tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa faktor jaringan
intrinsik tidak memegang peran yang terlalu dominan, akan tetapi yang sangat
berperan dalam terjadinya gangguan sistem pembekuan pada sepsis adalah jalur
fibrinogen menjadi fibrin (Suliarni, 2013). Pada penelitian ini didapatkan bahwa
tidak adanya peningkatan yang signifikan dari kadar fibrinogen pada hari pertama,
kedua dan ketiga saat terjadinya sepsis, walaupun jika dibandingkan dengan nilai
sepsis yang diteliti saat ini. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
kadar fibrinogen dapat meningkat pada awal sepsis karena sifat fibrinogen sebagai
reaktan fase akut dilepaskan pada saat terjadi infeksi dan kadarnya masih tetap
signifikan antara D-dimer hari pertama, kedua dan ketiga pada pasien sepsis
teori yang menyatakan bahwa kadar D-dimer meningkat pada sebagian besar
penderita sepsis yang disebabkan karena pada awal sepsis terjadi aktivasi
koagulasi yang akan segera diikuti dengan aktivasi fibrinolisis. Pada proses
dkk di RSUD Dr. Soetoemo Surabaya tahun 2016, diketahui bahwa kadar D-
dimer dapat digunakan sebagai prediktor untuk terjadinya gangguan fungsi organ
0,01) antara d-dimer dengan skor sofa (Yessy, 2016). D-dimer meningkat secara
bermakna sesuai dengan tingkat keparahan sepsis. Sebelumnya Philip dkk pada
tahun 2010 menggunakan kadar D-dimer pada 100 pasien sepsis untuk
mengevaluasi pasien mana yang akan memiliki skor sofa yang lebih besar dari 3
(tiga) saat 48 jam pertama dengan sesitivitas 93% (95% CI 72-99) dan spesifisitas
15% (95% CI 12-16), didapatkan (Goebel, 2010). Hal yang sama seperti dengan
hasil penelitian ini dimana kadar d-dimer memiliki korelasi positif dan bermakna
jika dihubungkan dengan skor SOFA, baik pada skor SOFA hari pertama maupun
A. KESIMPULAN
time, thrombin time dan peningkatan kadar dari fibrinogen dan D-dimer pada
hari pertama, kedua, dan ketiga sepsis, walaupun jika merujuk pada nilai
parameter-parameter tersebut.
Fibrinogen jika dihubungkan dengan skor SOFA, baik pada hari pertama,
4. D-dimer dapat digunakan sebagai prediktor severity dari sepsis selama hari
pertama sampai ketiga, tetapi hasil maksimal adalah pada hari kedua.
B. SARAN
1. Rentang waktu yang lebih lama dapat dilakukan untuk penelitian lebih lanjut,
Angus Derek C, Tom Van Der Poll. Severe sepsis and Septic Shock. the New
Annane Djillali, Bellissant Eric, Cavaillon Jean-Marc. Septic shock. [book auth.]
Angele MK, Frantz MC, Chaudry IH. Gender and Sex Hormones Influence the
http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s1807-
59322006000500017&script=sci_arttext&tlng=en
Ates , S., Oksuz, H., Birsen, D., et al., 2015. Can mean platelet volume and mean
36(10): 1186–1190.
Blow O, Magliore L, Claridge JA, Butler K, Young JS. The golden hour and the
improves outcome from major trauma. [book auth.] J Trauma. J Trauma. s.l. :
89(11):1572-1578.
Center for Disease Control and Prevention. Sepsis. National Center of Hospital
Cox, D., Kerrigan, S.W. dan Watson, S.P., 2011. Platelets and the innate immune
Danai PA, Moss M, Mannino DM, et al. The epidemiology of sepsis in patients
with malignancy. [book auth.] Chest. Chest . s.l. : Chest , 2006, pp.
129:1432-1440.
Dellinger, R.P., Levy, M.M., Rhodes, A., et al., 2013. Surviving Sepsis
Guntur HA. 2008. Sirs, Sepsis dan Syok Septik. Imunologi, Diagnosis dan
Hershey TB, Kahn JM. State sepsis mandates—a new era for regulation of
Scientific Reports.
JA., Russel. Management of sepsis. [book auth.] N Engl. J. Med. N Engl. J. Med.
Jury, C., Nagai, Y. dan Tatsumi, N., 2011. Collection and handling of blood. In
Livingstone, 1-9
Laszlo, I., Trasy, D., Molnar, Z., et al., 2015. Sepsis: From Pathophysiology to
Positive,
interplay. . [book auth.] Crit Care. Crit Care. s.l. : Crit Care, 2002, pp. 6:284-
5.
Luchette FA, Friend LA, Brown CC, Up Uturi RK, James JH. Increased skeletal
Suppl:A17-24
Mc. Pherson, et al. The epidemiology of sepsis in the United Kingdom. 2013
[book auth.] N Engl J Med. N Engl J Med. s.l. : N Engl J Med, 2003, pp.
348:1546-1554.
Meszaros K, Lang CH, Bagby GJ, Spitzer JJ. Contribution of different organs to
https://www.nigms.nih.gov/Education/pages/factsheet_sepsis.aspx. 2018
Pinheiro Fabiano da Silva, Nizet Victor. Cell death during sepsis : Integration of
Putri Yessica, dkk. Faktor Risiko Sepsis Pada Pasien Dewasa di RSUP Dr
Rhodes, A., Evans, L.A., Alhazzani, W., et al., 2016. Surviving Sepsis Campaign:
Rivers E. et.al Early goal-directed therapy in the treatment of severe sepsis and
septic shock. [book auth.] N Engl J Med. N Engl J Med . s.l. : N Engl J Med ,
Saracco, P., Vitale, P., Scolfaro, C., et al., 2011. The coagulopathy in sepsis:
https://www.aacn.org/docs/EventPlanning/WB0037/comparison-of-ssc-
Suliarni. Aktivitas Faktor VII Pada Sepsis. Medan: USU Digital Library; 2003.
patients with sepsis: incidence, risk factors, and its association with
Yessy, dkk. Analisis Kadar D-Dimer Untuk Derajat Keparahan Berdasarkan Skor
September 2018)
Saya dr. Sarah saat ini sedang menjalani pendidikan Strata (S) 2 di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan saat ini sedang melakukan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kadar pada
dilakukan terhadap Bapak/Ibu dengan cara mengamati kadar PT, aPTT, TT,
Fibrinogem dan D-dimer. Saya akan mencatat identitas anak Bapak/Ibu, nomor
rekam medis, nama, umur, jenis kelamin, riwayat mengkonsumsi obat-obatan dan
alamat atau data lain yang diperlukan.Penelitian ini dilakukan dengan mengambil
darah Bapak/Ibu, yang dilakukan oleh seseorang yang ahli dibidangnya (saya dan
dibantu oleh analis), sehingga resiko yang mungkin timbul saat pengambilan
samping bagi Bapak/Ibu sekalian. Namun bila terjadi hal-hal yang berbahaya/efek
dilakukan selama penelitian ini, saya akan bertanggung jawab untuk memberikan
tersebut.
keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum
yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar
HP : 081285002729
Medan, 2018
Peneliti
Nama : Bapak/Ibu..................................................
Umur :....................................................................
Jenis Kelamin :....................................................................
Alamat :....................................................................
No. Telepon :....................................................................
Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko
penelitian yang berjudul “PERUBAHAN HEMOSTASIS YANG TERJADI
PADA PASIEN SEPSIS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SKOR SOFA DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN” dan
memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat
mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, maka dengan ini saya secara sadar
dan tanpa paksaan setuju agar anak saya ikut serta dalam penelitian ini dan
bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.
Medan,……………………2018
Mengetahui Yang Menyatakan
Penanggung Jawab Penelitian Peserta Uji Klinik
Descriptive Statistics
b
Multivariate Tests
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
a
pengukuran Pillai's Trace .256 3.777 2.000 22.000 .039
a
Wilks' Lambda .744 3.777 2.000 22.000 .039
a
Hotelling's Trace .343 3.777 2.000 22.000 .039
a
Roy's Largest Root .343 3.777 2.000 22.000 .039
a. Exact statistic
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: pengukuran
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Within Subjects Approx. Chi- Greenhouse-
Effect Mauchly's W Square df Sig. Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
pengukuran .754 6.204 2 .045 .803 .854 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent
variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are
displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: pengukuran
Estimates
Measure:MEASURE_1
95% Confidence Interval
pengukur
an Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 20.688 4.612 11.146 30.229
2 22.300 4.565 12.856 31.744
3 21.183 4.632 11.600 30.766
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
a
(I) (J) 95% Confidence Interval for Difference
pengukur pengukur Mean Difference (I-
a
an an J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
1 2 -1.613 .601 .040 -3.165 -.060
3 -.496 .579 1.000 -1.990 .999
*
2 1 1.613 .601 .040 .060 3.165
3 1.117 .832 .577 -1.030 3.264
3 1 .496 .579 1.000 -.999 1.990
2 -1.117 .832 .577 -3.264 1.030
Based on estimated marginal means
*. The mean difference is significant at the ,05 level.
a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Multivariate Tests
Notes
Output Created 20-Sep-2018 00:45:43
Comments
Input Data D:\Sarah, Sp.PK\Master Data - aNOVA.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 72
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid
data for all variables in the model.
Syntax GLM APTT_H0 APTT_H1 APTT_H2
/WSFACTOR=pengukuran 3 Polynomial
/METHOD=SSTYPE(3)
/SAVE=ZRESID
/EMMEANS=TABLES(pengukuran)
COMPARE ADJ(BONFERRONI)
/PRINT=DESCRIPTIVE
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=pengukuran.
Within-Subjects Factors
Measure:MEASURE_1
pengukur Dependent
an Variable
1 APTT_H0
2 APTT_H1
3 APTT_H2
Descriptive Statistics
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Within Subjects Approx. Chi- Greenhouse- Huynh- Lower-
Effect Mauchly's W Square df Sig. Geisser Feldt bound
pengukuran .905 2.188 2 .335 .914 .988 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed
dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected
tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: pengukuran
pengukuran
Estimates
Measure:MEASURE_1
95% Confidence Interval
Penguku
ran Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 29.883 1.457 26.869 32.898
2 30.542 1.467 27.507 33.577
3 27.987 1.160 25.587 30.388
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
a
95% Confidence Interval for Difference
(I) (J) Mean Difference
a
pengukuran pengukuran (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 -.658 1.491 1.000 -4.507 3.190
3 1.896 1.319 .492 -1.509 5.300
2 1 .658 1.491 1.000 -3.190 4.507
3 2.554 1.136 .103 -.378 5.486
3 1 -1.896 1.319 .492 -5.300 1.509
2 -2.554 1.136 .103 -5.486 .378
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Multivariate Tests
Notes
Output Created 20-Sep-2018 00:46:01
Comments
Input Data D:\Sarah, Sp.PK\Master Data - aNOVA.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 72
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid
data for all variables in the model.
Syntax GLM TT_H0 TT_H1 TT_H2
/WSFACTOR=pengukuran 3 Polynomial
/METHOD=SSTYPE(3)
/SAVE=ZRESID
/EMMEANS=TABLES(pengukuran)
COMPARE ADJ(BONFERRONI)
/PRINT=DESCRIPTIVE
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=pengukuran.
Within-Subjects Factors
Measure:MEASURE_1
pengukur Dependent
an Variable
1 TT_H0
2 TT_H1
3 TT_H2
Descriptive Statistics
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Within Subjects Approx. Chi- Greenhouse- Huynh- Lower-
Effect Mauchly's W Square df Sig. Geisser Feldt bound
pengukuran .924 1.730 2 .421 .930 1.000 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent
variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are
displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: pengukuran
Estimates
Measure:MEASURE_1
95% Confidence Interval
pengukur
an Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 16.888 .899 15.029 18.746
2 18.263 1.000 16.194 20.331
3 17.642 .924 15.730 19.553
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
a
95% Confidence Interval for Difference
(I) (J) Mean Difference
a
pengukuran pengukuran (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 -1.375 .756 .246 -3.327 .577
3 -.754 .963 1.000 -3.241 1.732
2 1 1.375 .756 .246 -.577 3.327
3 .621 .919 1.000 -1.753 2.994
3 1 .754 .963 1.000 -1.732 3.241
2 -.621 .919 1.000 -2.994 1.753
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Multivariate Tests
Notes
Output Created 20-Sep-2018 00:46:23
Comments
Input Data D:\Sarah, Sp.PK\Master Data - aNOVA.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 72
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid
data for all variables in the model.
Syntax GLM FIBRINOGEN_H0 FIBRINOGEN_H1
FIBRINOGEN_H2
/WSFACTOR=pengukuran 3 Polynomial
/METHOD=SSTYPE(3)
/SAVE=ZRESID
/EMMEANS=TABLES(pengukuran)
COMPARE ADJ(BONFERRONI)
/PRINT=DESCRIPTIVE
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=pengukuran.
Descriptive Statistics
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Within Subjects Mauchly's Approx. Chi- Greenhous Huynh-
Effect W Square df Sig. e-Geisser Feldt Lower-bound
pengukuran .936 1.449 2 .485 .940 1.000 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent
variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests
are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: pengukuran
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
a
(I) (J) 95% Confidence Interval for Difference
pengukur pengukur Mean Difference (I-
a
an an J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 -3.833 38.207 1.000 -102.483 94.817
3 41.417 42.766 1.000 -69.006 151.840
2 1 3.833 38.207 1.000 -94.817 102.483
3 45.250 34.347 .602 -43.433 133.933
3 1 -41.417 42.766 1.000 -151.840 69.006
2 -45.250 34.347 .602 -133.933 43.433
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Multivariate Tests
Notes
Output Created 20-Sep-2018 00:46:44
Comments
Input Data D:\Sarah, Sp.PK\Master Data - aNOVA.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 72
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid
data for all variables in the model.
Syntax GLM DDIMER_H0 DDIMER_H1
DDIMER_H2
/WSFACTOR=pengukuran 3 Polynomial
/METHOD=SSTYPE(3)
/SAVE=ZRESID
/EMMEANS=TABLES(pengukuran)
COMPARE ADJ(BONFERRONI)
/PRINT=DESCRIPTIVE
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=pengukuran.
Within-Subjects Factors
Measure:MEASURE_1
pengukur Dependent
an Variable
1 DDIMER_H0
2 DDIMER_H1
3 DDIMER_H2
Descriptive Statistics
b
Mauchly's Test of Sphericity
Measure:MEASURE_1
a
Epsilon
Within Subjects Approx. Chi- Greenhouse- Huynh-
Effect Mauchly's W Square df Sig. Geisser Feldt Lower-bound
pengukuran .534 13.788 2 .001 .682 .711 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed
dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected
tests are displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: pengukuran
Pengukuran
Estimates
Measure:MEASURE_1
95% Confidence Interval
pengukur
an Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 1731.458 341.191 1025.651 2437.266
2 2037.958 350.985 1311.891 2764.026
3 1965.208 334.060 1274.152 2656.265
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
a
(I) (J) 95% Confidence Interval for Difference
pengukur pengukur Mean Difference (I-
a
an an J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 -306.500 167.426 .240 -738.796 125.796
3 -233.750 201.007 .770 -752.754 285.254
2 1 306.500 167.426 .240 -125.796 738.796
3 72.750 98.881 1.000 -182.563 328.063
3 1 233.750 201.007 .770 -285.254 752.754
2 -72.750 98.881 1.000 -328.063 182.563
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Bonferroni.
Multivariate Tests
Descriptive Statistics
Percentiles
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
PT_H0 1.58
PT_H1 2.21
PT_H2 2.21
a
Test Statistics
N 24
Chi-Square 6.522
df 2
Asymp. Sig. .038
a. Friedman Test
Descriptive Statistics
Percentiles
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
APTT_H0 24 29.8833 7.13885 18.70 45.50 25.6250 27.9000 31.5000
APTT_H1 24 30.5417 7.18736 19.80 42.00 22.5000 31.1000 35.6000
APTT_H2 24 27.9875 5.68463 20.10 37.50 22.3000 27.1500 32.7500
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
APTT_H0 2.10
APTT_H1 2.00
APTT_H2 1.90
a
Test Statistics
N 24
Chi-Square .543
df 2
Asymp. Sig. .762
a. Friedman Test
Notes
Output Created 20-Sep-2018 00:54:03
Comments
Input Data D:\Sarah, Sp.PK\Master Data - aNOVA.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 72
Missing Value Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Handling Cases Used Statistics for all tests are based on cases with no
missing data for any variables used.
Syntax NPAR TESTS
/FRIEDMAN=TT_H0 TT_H1 TT_H2
/STATISTICS DESCRIPTIVES QUARTILES
/MISSING LISTWISE.
Descriptive Statistics
Percentiles
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
TT_H0 24 16.8875 4.40181 9.60 25.20 13.5000 14.8500 20.3750
TT_H1 24 18.2625 4.89976 13.50 27.60 13.6000 17.0000 22.3750
TT_H2 24 17.6417 4.52653 12.40 28.10 14.0000 17.5000 21.1000
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
TT_H0 1.98
TT_H1 2.04
TT_H2 1.98
a
Test Statistics
N 24
Chi-Square .067
df 2
Asymp. Sig. .967
a. Friedman Test
Descriptive Statistics
Percentiles
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
FIBRINOGEN_H0 24 464.6667 209.81704 135.00 900.00 321.2500 426.0000 592.2500
FIBRINOGEN_H1 24 468.5000 239.11994 234.00 900.00 289.0000 351.0000 660.7500
FIBRINOGEN_H2 24 423.2500 204.25160 118.00 900.00 300.0000 330.0000 576.0000
Friedman Test
ranks
Mean Rank
FIBRINOGEN_H0 2.06
FIBRINOGEN_H1 2.06
FIBRINOGEN_H2 1.88
a
Test Statistics
N 24
Chi-Square .593
df 2
Asymp. Sig. .743
a. Friedman Test
Descriptive Statistics
Percentiles
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum 25th 50th (Median) 75th
DDIMER_H0 24 1731.4583 1671.48848 89.00 5911.00 324.0000 1473.5000 2150.0000
DDIMER_H1 24 2037.9583 1719.46732 100.00 5812.00 329.7500 1484.5000 3367.0000
DDIMER_H2 24 1965.2083 1636.55537 119.00 4598.00 339.5000 1320.0000 3124.0000
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
DDIMER_H0 1.75
DDIMER_H1 2.33
DDIMER_H2 1.92
a
Test Statistics
N 24
Chi-Square 4.426
df 2
Asymp. Sig. .109
a. Friedman Test