Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam urat merupakan hasil akhir dari proses metabolisme purin di dalam

tubuh. Dua per tiga bagian dari total asam urat di dalam tubuh merupakan asam urat

endogen atau asam urat yang berasal dari katabolisme nukleotida purin yang

terdapat di dalam inti sel sedangkan satu per tiga bagiannya merupakan asam urat

eksogen atau asam urat yang berasal dari makanan tinggi purin yang dikonsumsi

(Singh, Vv, Sg, & Vikas, 2009). Proses metabolisme purin dibantu oleh enzim

xantin oksidase (XO) yang mengkatalisis perubahan hipoxantin menjadi xantin dan

kemudian menjadi asam urat (Haidari et al., 2008).

Asam urat yang telah terbentuk selanjutnya akan dikeluarkan dari tubuh

melalui ginjal sebanyak 70% dan melalui saluran pencernaan sebanyak 30% (Singh

et al., 2009). Asam urat yang dibawa ke ginjal melalui aliran darah selanjutnya akan

dikeluarkan bersama dengan urin. Pengeluaran asam urat bersama urin diatur oleh

ginjal sehingga kadarnya di dalam darah tetap berada dalam kondisi normal atau

tidak berlebihan (Suhendi, Nurcahyanti, Muhtadi, & Sutrisna, 2011).

Hiperurisemia merupakan kondisi dimana kadar asam urat dalam darah

meningkat dan melewati batas normal. Seseorang dikatakan menderita

hiperurisemia apabila kadar asam uratnya lebih dari 7,0 mg/dL pada laki-laki dan

lebih dari 5,7 mg/dL pada perempuan (Zhu, Pandya, & Choi, 2011). Hiperurisemia

dapat disebabkan oleh adanya peningkatan proses metabolisme asam urat

(overprotection), penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau

kombinasi keduanya (Nirmala, Zumaroh, Donatomo, & Ngibad, 2019).

1
Penderita hiperurisemia dapat ditemukan hampir di seluruh negara di dunia.

Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2018 mengungkapkan bahwa prevalensi

penyakit sendi di Indonesia adalah sebesar 7,30% atau 713.783 orang sedangkan

untuk prevalensi penyakit sendi di Jawa Timur sendiri adalah sebesar 6,72% atau

113.045 orang. Jumlah penderita hiperurisemia dapat diminimalkan dengan cara

mengatasi atau mengontrol hiperurisemia itu sendiri.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengontrol hiperurisemia, yaitu

dengan melakukan diet rendah purin dan konsumsi obat yang dapat menurunkan

kadar asam urat seperti obat golongan urikosurik dan urikostatik. Salah satu jenis

obat dari golongan urikostatik yang sering digunakan adalah allopurinol yang

berperan sebagai inhibitor enzim xantin oksidase (Hasanah, Indriyanti, & Andriane,

2016). Penggunaan allopurinol dapat menimbulkan efek samping berupa alergi,

hepatitis, nefropati, dan dapat bersifat toksisitas (Kong, Cai, Huang, Cheng, & Tan,

2000). Adanya efek samping tersebut mendorong masyarakat untuk beralih

menggunakan obat-obatan dari bahan alami untuk mengatasi hiperurisemia.

Pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan-bahan alami telah lama

dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari

penggunaan obat tradisional adalah efek samping yang ditimbulkan relatif lebih

kecil dibandingkan obat kimia, selain itu penggunaan obat tradisional juga dapat

menjadi penuntun untuk menemukan obat baru (Restusari, Arifin, Dachriyanus, &

Yuliandra, 2014).

Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa beberapa jenis tumbuhan

yang dapat digunakan sebagai obat untuk menurunkan kadar asam urat darah, yaitu

daun salam (Zyzigium polyanthum L.) daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.),

2
daun kelor (Moringa oleifera L.), jinten hitam (Coleus ambonicus L.), dan daun

sirsak (Annona muricata L.). Selain itu, salah satu tumbuhan yang juga diyakini

dapat digunakan untuk menurunkan kadar asam urat adalah kemangi.

Kemangi (Ocimum sanctum L.) merupakan tumbuhan perdu yang telah

banyak digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung senyawa aktif

berupa minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid, tannin, dan

fenol (Angelina, Turnip, & Khotimah, 2015). Konsumsi daun kemangi (Ocimum

sanctum L.) dapat membantu meningkatkan produksi ASI, mengobati encok,

menurunkan demam, meningkatkan jumlah air seni, menghilangkan masuk angin,

mengobati batuk berdahak, serta dapat digunakan untuk mengatasi bau mulut dan

bau badan (Sasmi, Mahdi, & Kamal, 2017).

Senyawa kimia dalam kemangi (Ocimum sanctum L.) yang diyakini dapat

mengatasi asam urat adalah flavonoid. Jenis flavonoid yang berpengaruh

menurunkan kadar asam urat adalah luteolin, quercetin, apigenin, dan kaemferol.

Keempat jenis flavonoid tersebut berpotensi sebagai inhibitor enzim xantin

oksidase yang menghambat kerja enzim tersebut sehingga menyebabkan

pembentukan asam urat menjadi terhambat (Cos et al., 1998). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Amatus, dkk (2016), menyatakan bahwa air rebusan

daun kemangi (Ocimum sanctum L.) yang mengandung senyawa flavonoid dapat

menurunkan kadar asam urat pada penderita hiperurisemia. Beberapa penelitian

lain juga telah dilakukan untuk menganalisis pengaruh kandungan flavonoid pada

ekstrak daun kemangi terhadap penurunan kadar asam urat, namun penelitian-

penelitian tersebut menggunakan jenis kemangi yang berbeda yaitu Ocimum

americanum L. dan Ocimum basilicum L. Adapun penelitian yang dilakukan oleh

3
Effendi (2018) menggunakan ekstrak daun kemangi jenis Ocimum sanctum L.

dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus putih (Rattus norvegicus).

Berdasarkan fakta tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut

terhadap penurunan kadar asam urat menggunakan kemangi jenis Ocimum sanctum

L. dan hewan coba mencit (Mus musculus L.) dengan judul penelitian “Pengaruh

Pemberian Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.) terhadap Penurunan

Kadar Asam Urat Darah Mencit (Mus musculus L.) Hiperurisemia sebagai Sumber

Belajar Biologi”. Pemilihan mencit (Mus musculus L.) sebagai hewan uji adalah

sebagai bentuk relevansinya dengan manusia karena hewan ini memiliki beberapa

ciri fisiologis dan biokimia yang mirip dengan manusia (Schuler, 2006 dalam

Kartika, 2013).

Sumber belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat memudahkan

peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman,

dan keterampilan dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai

sumber belajar dapat dilakukan apabila memenuhi syarat yang meliputi kejelasan

potensi, kejelasan tujuan, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan pedoman

eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang diharapkan (Munajah & Susilo, 2015).

Hasil penelitian ini akan dimanfaatkan sebagai sumber belajar untuk

pembelajaran Biologi kelas XI pada materi sistem gerak dengan Kompetensi Dasar

(KD) 3.5 yaitu menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ

pada sistem gerak dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi yang

dapat terjadi pada sistem gerak manusia. KD ini mengangkat kompetensi analisis

yang erat kaitannya dengan manusia dan kehidupannya secara nyata. Hasil survei

yang dilakukan di SMA PGRI 6 Kota Malang menunjukkan bahwa minat siswa

4
terhadap materi sistem gerak cukup tinggi namun materi ini dianggap cukup sulit

karena membutuhkan kemampuan untuk mengingat dan menghafal macam-macam

tulang penyusun rangka manusia, jenis-jenis otot, jenis-jenis persendian, macam-

macam gerak serta mekanisme terjadinya, dan kelainan atau penyakit pada sistem

gerak serta penyebab dan pengobatannya.

Hasil survei yang dilakukan pada peserta didik SMA PGRI 6 Kota Malang

kelas XI menyatakan bahwa sumber belajar yang digunakan untuk mempelajari

materi sistem gerak berupa buku teks, LKS, dan PPT, namun penggunaan sumber

belajar tersebut masih belum cukup membantu peserta didik untuk memahami

materi pembelajaran sehingga peserta didik masih perlu menggunakan internet

untuk mencari materi tambahan mengenai sistem gerak. Hasil survei menggunakan

google form yang dibagikan pada peserta didik SMA PGRI 6 Kota Malang kelas

XI menunjukkan bahwa peserta didik membutuhkan sumber belajar lain seperti

buku saku yang lebih menarik dan lebih ringkas sehingga lebih mudah dipahami,

selain itu buku saku juga lebih mudah dibawa dan dibaca kapan dan di mana saja.

Berdasarkan hasil survei tersebut peneliti ingin mengembangkan hasil

penelitian “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.)

terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Mencit (Mus musculus L.)

Hiperurisemia sebagai Sumber Belajar Biologi” menjadi buku saku untuk materi

sistem gerak khususnya pada sub materi kelainan dan penyakit pada sistem gerak.

Sumber belajar berupa buku saku diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih

memahami dan menguasai materi pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan

kebutuhan kurikulum yang berlaku.

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Adakah pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi terhadap penurunan

kadar asam urat darah mencit secara in vivo ?

2. Bagaimanakah sumber belajar materi sistem gerak yang dielaborasi dari

hasil penelitian “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum

sanctum L.) terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Mencit (Mus

musculus L.) Hiperurisemia sebagai Sumber Belajar Biologi” ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi terhadap

penurunan kadar asam urat darah mencit yang dilakukan secara in vivo

2. Melakukan elaborasi hasil penelitian “Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun

Kemangi (Ocimum sanctum L.) terhadap Penurunan Kadar Asam Urat

Darah Mencit (Mus musculus L.) Hiperurisemia sebagai Sumber Belajar

Biologi” menjadi sumber belajar untuk materi sistem gerak.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

pemanfaatan ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dalam

menurunkan kadar asam urat darah pada mencit (Mus musculus L.)

2. Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat terhadap daun kemangi (Ocimum sanctum L.) terutama

sebagai herbal alternatif penyembuhan hiperurisemia.

6
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian atau

pengetahuan pemanfaatan daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

sebagai herbal alternatif penyembuh hiperurisemia.

1.5 Batasan

1. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan utama adalah daun

kemangi (Ocimum sanctum L.) yang diproses menjadi ekstrak

2. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah mencit (Mus musculus

L.) jantan galur balb-c dengan berat 20-40 gram dan berumur 2-3 bulan

3. Induksi hiperurisemia pada mencit (Mus musculus L.) dilakukan dengan

menggunakan kalium oksonat sebanyak 300 mg/kgBB atau 6 mg/20 gBB

yang diinjeksikan secara intraperitoneal

4. Indikator hiperurisemia adalah kadar asam urat dalam darah mencit (Mus

musculus L.)

5. Pengukuran kadar asam urat mencit (Mus musculus L.) dilakukan dengan

menggunakan alat Nesco Multicheck di Laboratorium Farmakologi

Universitas Muhammadiyah Malang

1.6 Definisi Istilah

1. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dari jaringan hewan atau tumbuhan

dengan menarik sari aktifnya menggunakan pelarut yang sesuai kemudian

memekatkannya hingga tahap tertentu (KBBI, 2010).

2. Daun kemangi adalah salah satu bagian pada tanaman kemangi (Ocimum

sanctum L.) yang tumbuh pada batang (Latief, 2014).

3. Asam urat adalah produk hasil metabolisme purin di dalam tubuh yang

pembentukannya dibantu oleh enzim xantin oksidase (Haidari et al., 2008).

7
4. Hiperurisemia merupakan kondisi di mana kadar asam urat dalam darah

berlebih dan melewati batas normal (Zhu et al., 2011).

5. Mencit (Mus musculus L.) adalah salah satu mamalia yang termasuk dalam

ordo rodentia atau hewan pengerat (Kartika, 2013).

Anda mungkin juga menyukai