Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas tentang pendahuluan yang dijelaskan lebih spesifik
dalam setiap subbabnya, yang terdiri dari: latar belakang, rumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan, dan manfaat penelitian. Adapun penjabaran dari
setiap sub-bab adalah sebagai berikut:

1.1. Latar Belakang


Terapi bekam atau Hijamah/canthuk atau di Eropa dikenal dengan nama
cupping terapi atau fire bottle merupakan salah satu pengobatan alternatif
sejak zaman dahulu sampai sekarang. Mereka menggunakan terapi ini
sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit, Rosulullah SAW bersabda
cara pengobatan yang ideal yang kalian pergunakan adalah hijamah atau
bekam “ (Muttafaq ‘alaihi, Shohih Bukhori (no. 2280) dan Shahih Muslim
(no. 2214) (Umar, 2008).

Bekam (Hijamah) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah


mengeluarkan darah dari badan seseorang dengan menelungkupkan
mangkuk panas pada kulit menjadi bengkak, kemudian digores dengan
benda tajam supaya darahnya keluar.

Terapi Bekam adalah metode tradisional yang sudah dikenal sejak dahulu
kala dan digunakan untuk berbagai kondisi medis tertentu. Banyak metode
untuk terapi bekam, namun yang cukup sering digunakan adalah terapi
bekam kering (dry cupping) dan terapi bekam basah (wet cupping). Terapi
bekam kering adalah menarik kulit kedalam mangkuk bekam tanpa
mengeluarkan darah, sementara pada terapi bekam basah adalah kulit di
tusuk atau diiris sedikit sehingga darah dapat tertarik keluar ke mangkuk
bekam.
2

Pada dasarnya bekam mempunyai fungsi membuang toksin dan hasil


metabolit lain (asam urat) yang sudah rusak dan menjadi sampah sehingga
dapat memberikan dampak merusak bagi tubuh.6 Selain itu bekam juga
mempunyai kemampuan untuk memperbaiki fungsi ginjal sehingga dapat
memetabolisme dan membuang kelebihan asam urat dengan lebih baik,
serta bekam juga mampu meningkatkan kerja ginjal dalam
mengekskresikan purin melalui urin. Bekam berperan mengeluarkan
kristal asam urat dari persendian dan jaringan di sekitarnya melalui darah,
sehingga kadar asam urat menurun dan rasa nyeri berkurang, tidak terjadi
peradangan, warna merah, atau pembengkakan pada persendian yang
disebabkan oleh respon inflamasi pada asam urat.

Terapi Bekam merupakan intervensi yang dapat dilakukan perawat dalam


mengatasi keluhan pasien. Terapi ini menggunakan metode penyedotan
kulit dengan tekanan negatif pada bagian bagian tertentu untuk
mengeluarkan racun atau oksidasi dalam tubuh (SIKI, 2018). Hijamah
adalah suatu proses membuang CPS (Causative Pathological
Substances) /substansi patologis penyebab penyakit/ toksin dari dalam
tubuh melalui permukaan kulit. Kulit adalah organ yang terluas pada tubuh
manusia oleh karenanya banyak toksid atau racun yang berkumpul di kulit
(Sayed, 2013). Menurut Umar (2012) penyebab asam urat tinggi adalah
tertimbunnya pathogen lembab dalam meridian, sehingga yang akan
menyebabkan nyeri di daerah persendian, maka patogen ini bisa
dibersihkan melalui mekanisme detoksifikasi dan ekskresi. Patogen
lembab ini bisa diibaratkan sebagai asam urat dalam kedokteran modern.
Dengan terapi bekam maka sebagaian patogen lembab bisa dikeluarkan
lewat ekskresi di epidermis kulit, melalui proses pengeluaran darah bekam.

Gout arthritis / arthritis rheumatoid merupakan penyakit akibat gangguan


metabolisme purin yang dapat di tandai dengan hiperurisemia dan
serangan sinovitis akut yang berulang – ulang. Kelainan ini berkaitan
dengan penimbunan Kristal urat monohidrat monosodium dan pada tahap
3

yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi. Di Indonesia,


arthritis gout menempati urutan ke – 2 setelah penyakit rematik
osteoarthritis (Mulfianda, 2019). Gangguan metabolisme yang berdasarkan
gout adalah hiperurisemia yang di dapat definisikan sebagai suatu
peningkatan kadar asam urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl (Ilham,
2020). Penyakit Asam urat akhir – akhir ini dapat menunjukkan
peningkatan yang cukup signifikan di seluruh dunia, hal tersebut dapat di
duga karena peningkatan prevalensi dan penggunaan obat – obatan dalam
jangka waktu yang sangat lama dari pasien Asam urat. Gejala awal yang
sering timbul pada pasien hiperurisemia adalah rasa nyeri terutama pada
persendian ekstremitas terasa seperti tertusuk – tusuk atau pegal – pegal
yang tidak nyaman dan mengagangu aktivitas (Wali, 2019).

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat


darah di atas normal. Batasan dikatakan hiperurisemia jika nilai kadar
asam urat diatas 7 mg% pada laki-laki dan diatas 6 mg% pada perempuan.
Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara
proses produksi dan sekresi. Ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses
tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menimbulkan
hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati
ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk
garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat jaringan.
Kesimbangan produksi dan ekskresi asam urat menjadi kunci kendali asam
urat dalam darah. Kelebihan produksi dan kurangnya ekskresi asam urat
menyebabkan kadar asam urat dalam darah meningkat. Jumlah asam urat
yang diekskresikan sedikit karena asam urat tidak larut dalam air (Dipiro,
et al. 2011). Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout
atau pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan kelainan
patologi berupa gout dengan manifestasi kelainan artritis pirai atau artritis
gout, pembentukan tophus, kelainan ginjal berupa nefropati urat dan
pembentukan batu urat pada saluran kencing.
4

Pada tahun 1988 dilaporkan prevalensi Gout Arthtritis di Amerika


Serikat adalah 13,6 /1000 pria dan 6,4 /1000 perempuan. Pertambahan
jumlah kasus Gout diimbangi oleh peningkatan taraf hidup. Gout
merupakan penyakit dominan pada pria dewasa, sebagaimana yang
disampaikan oleh Hippocrates bahwa Gout jarang terjadi pada pria
sebelum masa remaja sedangkan pada perempuan jarang sebelum
menopause (Sudoyo,2009). Prevalensi hiperuresemia asimptomatik
pada populasi umum di Amerika Serikat sekitar 2-13% kasus.

Prevalensi asam urat (gout) pada populasi di United States of America


(USA) diperkirakan 13,6/100.000 penduduk, sedangkan di Indonesia
sendiri diperkirakan 1,6 – 13,6 / 100.000 orang, prevalensi ini meningkat
seiring dengan meningkatnya umur. Angka kejadian penyakit asam urat
memasuki usia semakin muda yaitu usia produktif yang diketahui
prevalensi asam urat di Indonesia yang terjadi pada usia di bawah 34 tahun
yaitu sebesar 32% (Dian, 2014).

Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap 100.000
orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di
bawah 34 tahun sebesar 32% dan di atas 34 tahun sebesar 68%. Menurut
World Health Organization (WHO) tahun 2013, sebesar 81% penderita
asam urat di Indonesia hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71 %
cenderung langsung mengkonsumsi obat – obatan pereda nyeri yang dijual
bebas (Tinah, 2010).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2017) Prevalensi


gout arthritis di dunia sebanyak 34,2%. Gout arthritis sering terjadi di
Negara maju yaitu seperti : Amerika. Prevalensi gout arthritis di Negara
Amerika sebesar 26,3% dari total penduduk. Peningkatan kejadian gout
arthritis tidak hanya terjadi di negara maju saja. Namun peningkatan juga
dapat terjadi di Negara berkembang, salah satunya di Negara Indonesia. Di
Indonesia sendiri penyakit asam urat di perkirakan terjadi pada 840 orang
5

dari setiap 100.000 orang dengan rentang usia di bawah 34 tahun sebesar
32% dan di atas 34 tahun sebesar 68%.

Berdasarkan Riskesdes tahun 2018 tercatat bahwa prevelensi penyakit


sendi di Indonesia berdasarkan wawancara diagnosis dokter sebanyak
7,3%. Seiring dengan bertambahnya umur, demikian juga yang
didiagnosis dokter prevalensi tertinggi pada umur lebih dari atau sama
dengan 75 tahun (18,9 %). Prevalensi berdasarkan umur yang
didiagnosis dokter lebih tinggi dari pada perempuan (8,5 %) dibanding
laki-laki (6,1 %). Prevalensi Gout di Jawa timur sebesar 17%. Proporsi
tingkat ketergantungan lansia usia lebih dari atau sama dengan 60 tahun
berdasar penyakit sendi tertinggi pada tingkat ketergantungan mandiri
(67,51%).

Menurut penelitian pengaruh terapi bekam basah terhadap kadar asam urat
dalam darah dilakukan oleh Mahdavi, et al. 2008 dengan meneliti
pengaruh terapi bekam basah terhadap kadar asam urat dalam darah pada
63 laki-laki yang sehat berumur antara 20 – 40 tahun. Berdasarkan hasil
penelitian ternyata terdapat perbedaan secara bermakna antara sebelum
dan sesudah terapi bekam basah pada pasien yang memiliki asam urat.

Menurut penelitian, Rina Sumartini (2021) dengan judul efektifitas terapi


bekam basah terhadap penurunan kadar asam urat di wilayah puskesmas
cilegon menyatakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata – rata kadar
asam urat responden sebelum dilakukan terapi bekam basah sebesar 9,7
sedangkan rata – rata kadar asam urat setelah dilakukan terapi bekam
basah adalah 4,9. Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p adalah 0,00
sehingga ada pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan kadar asam
urat. Diharapkan hasil dari penelitian ini menjadi dasar pemilihan metode
pengobatan alternatif dalam menurunkan kadar asam urat.
6

Menurut penelitian, Hengky Irawan (2018) dengan judul Pengaruh Terapi


Bekam Terhadap Skala Nyeri Pada Klien Gout Di Bilik Bekam Desa
Sidomulyo Kecamatan Semen Kabupaten Kediri menyatakan Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pre experiment. Jenis desain dalam penelitian ini
berbentuk pre-post test one group. Jumlah sampel yang diambil sebanyak
10 responden. Tehnik pengambilan sample menggunakan purposive
sampling, pengambilan data menggunakan numerical rating scales. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi bekam terhadap
penurunan nyeri pada klien gout. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
Wilcoxon Matched Pairs Signeg Rank terlihat bahwa nilai p-value sebesar
0.000. Hal ini ditunjang dengan hasil penelitian yang menujukakan hampir
seluruhnya (80%) responden mengalami penurunan tingkat nyeri dan
sebagian kecil (20%) responden tidak mengalami perubahan tingkat nyeri
atau nyeri tetap.

Menurut Penelitian Nur Rochman (2020), yang berjudul Efektivitas Terapi


Bekam Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada Dewasa Usia 21-26
Tahun DiPuskesmas Sedayu menyatakan Pengambilan sampel
menggunakan teknik non-random sampling dengan metode total sampel,
jumlah sebanyak 30 orang. Analisa uji menggunakan uji paired sample t-
test. Hasil uji statistik paired sample ttest didapatkan rata-rata penurunan
kadar asam urat dari pengukuran sebelum 7,99 mg/dl dan sesudah 7,48
mg/dl diberikan terapi bekam adalah 0,51 mg/dl dengan nilai p-value
sebesar 0,0001 (P< 0,05), maka hipotesis Ha diterima artinya terdapat
efektifitas terapi bekam terhadap penurunan kadar asam urat sebelum dan
sesudah perlakuan dalam satu kali pengamatan. Terapi bekam efektif
terhadap penurunan kadar asam urat pada penderita yang riwayat penyakit
sekarang kadar asam urat (>7 mg/dl) di wilayah kerja Puskesmas Sedayu
1.
7

Berdasarkan uraian hal tersebut di atas maka dirasa penting untuk


dilakukan penelitian lebih jauh tentang Efektifitas Terapi Bekam Terhadap
Asam Urat Darah Dan Skala Nyeri Pada Pasien Hiperurisemia Di Griya
Sehat Assyifa Bogor Jawa Barat.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh
Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Asam Urat Darah Dan Skala Nyeri
Pada Pasien Hiperurisemia Di Griya Sehat Assyifa Bogor Jawa Barat?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Menganalisa efektivitas terapi bekam terhadap asam urat darah dan
skala nyeri pada pasien hiperurisemia di griya sehat assyifa bogor
jawa barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1.Mengidentifikasi karakteristik meliputi usia dan jenis kelamin.
1.3.2.2.Mengidentifikasi Penilaian Skala Nyeri Pasien Hiperurisemia.
1.3.2.3.Mengidentifikasi Asam Urat dan Skala Nyeri Sebelum Diberikan
Terapi Bekam Di Griya Sehat Assiya Bogor Jawa Barat
1.3.2.4.Mengidentifikasi Asam Urat dan Skala Nyeri Sesudah Diberikan
Terapi Bekam Di Griya Sehat Assyifa Bogor Jawa Barat

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk
memperkaya pengetahuan mahasiswa tentang pengaruh terapi
bekam terhadap asam urat darah dan skala nyeri pada pasien
hiperirusemia.

1.4.1 Bagi Peneliti


Penelitian ini dapat dijadikan penulis sebagai pengalaman yang
8

berharga, dapat menganalisa permasalahan yang ada di Griya Sehat


Assifa, sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan
pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Sismadi Jakarta.
9

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Bekam


2.1.1 Pengertian Bekam
Terapi Bekam merupakan suatu proses membuang darah kotor/toksin yang
berbahaya dari dalam tubuh melalui permukaan kulit dengan cara
menyedot. Darah kotor adalah darah yang mengandung racun/toksin atau
darah statis yang menyumbat peredaran darah, mengakibatkan sistem
peredaran darah tidak dapat berjalan lancar sehingga akan mengganggu
distribusi nutrisi dan imunitas seseorang, baik secara fisik maupun secara
mental. Toksin adalah endapan racun/zat kimia yang tidak bisa diurai oleh
tubuh. Toksin-toksin ini berasal dari pencemaran udara, maupun dari
makanan yang banyak mengandung zat pewarna, zat pengembang,
penyedap rasa, pemanis, pestisida sayuran, dan lain-lain. Melalui
minuman seperti zat pewarna, zat aroma, logam berat, bahan kimia dan
lain-lain. Melalui pernapasan disebabkan oleh asap kendaraan, asap
pabrik, asap rokok dan sebagainya. Serta melalui obat-obatan yang berupa
antibiotic, analgesic, anti pyretic dan sebagainya.

Sebutan awal yang dipakai dalam terapi jenis ini adalah Al-Hijamah. Al-
Hijamah berasal dari bahasa arab yang artinya “pelepasan darah kotor”.
Setelah itu, muncul istilah-istilah yang digunakan untuk memudahkan
dalam penyebutan dan pemahaman di setiap bangsa. Ada beberapa istilah
yang dipakai dalam bentuk terapi yang satu ini, diantaranya hijamah istilah
dalam bahasa Arab, bekam istilah Melayu, gua-sha dalam bahasa Cina,
cantuk dan kop istilah yang dikenal oleh orang Indonesia. (Ahmad
Fatahillah, 2006).

Dari Ibnu Abbas r.a Rasulullah bersabda: “kesembuhan (obat) itu ada pada
tiga hal: dengan meminum madu, pisau hijamah (bekam), dan dengan besi
panas. Dan aku melarang umatku dengan besi panas.
10

2.1.2 Jenis - Jenis Bekam

Secara umum, jenis – jenis bekam dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Bekam Basah (Hijamah Rothbah)
Bekam basah adalah proses pembekaman dengan melakukan sayatan
pada permukaan kulit untuk mengeluarkan darah yang ada di kapiler
epidermis. pertama melakukan bekam kering, kemudian melukai
permukaan kulit dengan jarum tajam lancet atau sayatan pisau steril
(surgical blade), lalu di sekitarnya dihisap dengan alat cupping set dan
hand pump untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Bekam
basah berkhasiat untuk berbagai penyakit, terutama penyakit yang
terkait dengan terganggunya sistem peredaran darah di tubuh. Bekam
basah dapat menyembuhkan penyakit akut, kronis ataupun yang
degeneratif, seperti darah tinggi, asam urat, diabetes melitus,
kolesterol, dan osteoporosis.

2. Bekam Kering (Hijamah Jaaffah)


Bekam kering adalah proses pembekaman dengan cara pengekopan
atau menghisap permukaan kulit dengan pompa tanpa mengeluarkan
darah.Bekam kering bermanfaat untuk terapi penyakit paru-paru,
radang ginjal, pembengkakan liver, radang sumsum tulang belakang,
nyeri punggung, rematik,angina, wasir, dan lain-lain.

Teknik bekam kering terbagi dua yaitu bekam luncur dan bekam tarik.
1) Bekam luncur, caranya dengan meng-kop pada bagian tubuh
tertentu dan meluncurkan ke arah bagian tubuh yang lain. Teknik
bekam ini biasa digunakan untuk pemanasan pasien, berfungsi
untuk melancarkan peredaran darah, pelemasan otot, dan
menyehatkan kulit.

2) Bekam tarik, dilakukan seperti ditarik-tarik. Dibekam hanya


11

beberapa detik kemudian ditarik dan ditempelkan lagi hingga kulit


yang dibekam menjadi merah.

2.1.3 Keutamaan Bekam

Rasulullah menjelaskan bahwa sesungguhnya penyakit yang diderita oleh


seseorang, niscaya memiliki obat. Maka dari itu Rasulullah menganjurkan
kepada ummatnya berobat, dan salah satu pengobatan itu ialah Bekam.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya: Al-Husain


menyampaikan kepadaku dari Ahmad bin Mani dari Marwan bin Syuja
dari Salim al-Af as dari Sa id bin Jubair bahwa Ibnu Abbas berkata:
"Kesembuhan itu ada pada tiga hal: minum madu, bekam, dan pengobatan
dengan besi panas, tetapi aku melarang umatku (melakukan) pengobatan
dengan besi panas." Ibnu Abbas menyatakan hadis ini marfu. Al-Qumi
meriwayatkan hadis ini dari Laits dari Mujahid dari Ibnu Abbas dari Nabi
SAW tentang madu dan bekam.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya : Bercerita kepada kami


Yahya bin Ayyub dan Qutaybah bin Sa‟id dan Ali bin Hajr, berkata
kepada kami Ismail Ya‟nun bin Ja‟far dari Humaid Ia berkata : Annas bin
Malik pernah ditanya tentang pekerjaan membekam, maka Ia berkata:
“Rasulullah SAW, Pernah berbekam dan yang membekam beliau adalah
Abu Thaibah, beliau memerintahkan agar Abu Taibah diberi dua sha‟
makanan dan berbicara kepada keluarganya, maka mereka membebaskan
pajaknya. Kemudian beliau bersabda: “ Sebaik - baik obat yang kamu
gunakan untuk berobat adalah berbekam atau berbekam adalah obat yang
paling baik bagimu."(HR. Muslim).

2.1.4 Manfaat Terapi Bekam

Sebagai suatu metode pengobatan, tentunya bekam mempunyai khasiat.


12

Diantaranya adalah:

1. Mengeluarkan darah kotor, baik darah yang teracuni maupun darah


yang statis, sehingga peredaran darah yang semula tersumbat menjadi
lancar kembali.
2. Meringankan tubuh. Banyaknya kandungan darah kotor yang
menumpuk di bawah permukaan kulit seseorang akan mengakibatkan
terasa malas dan berat. Dengan dibekam, maka akan meringankan
tubuh.
3. Menajamkan penglihatan. Tersumbatnya peredaran darah ke mata
mengakibatkan penglihatan akan menjadi buram. Setelah dibekam,
peredaran darah yang tersumbat kembali lancar dan mata bisa melihat
dengan terang.
4. Menyembuhkan berbagai macam penyakit. Rasulullah SAW
mengisyaratkan ada 72 macam penyakit yang dapat disembuhkan
dengan jalan berbekam, seperti: asam urat, darah tinggi, jantung,
kolesterol, masuk angin, migrain, sakit mata, stroke, sakit gigi,
vertigo, sinusitis, jerawat, sembelit, wasir, impotensi, kencing manis,
liver, ginjal, pengapuran dan lain – lain. (Tatang Rahmat, 2008)

2.1.5 Alat Terapi Bekam


Alat terapi bekam dari tahun ke tahun mengalami modifikasi kearah yang
lebih mudah dan praktis. Pada masa kenabian, alat bekam dikabarkan
hanya menggunakan tanduk binatang, kemudian meningkat menggunakan
gelas atau benda setengah bola. Untuk menempelkannya pada permukaan
tubuh digunakan prinsip vakum dengan berbagai teknik. Pelukaan kulit
pada awalnya menggunakan ujung pedang, lalu berkembang menggunakan
silet, lebih berkembang lagi menggunakan pisau bedah, dan saat ini lebih
banyak digunakan jarum dengan dibantu alat pemantik. Perkembangan
tersebut tidak mengubah esensi terapi bekam, prinsip detoksifikasi tetap
dipertahankan.
13

Gambar 2.1

Peralatan tersebut digunakan untuk menghisap titik-titik bekam


dipermukaan kulit yang sudah ditetapkan. Gelas-gelas kaca tahan pecah ini
berdiameter besar, sedang, kecil dan digunakan sesuai dengan daerah
bekam.

Gambar 2.2
Alat berbentuk seperti pulpen yang berguna untuk menusukkan jarum
pada waktu bekam basah.

2.1.6 Mekanisme Bekam

Mekanisme bekam menurut Modern Medicine dr.Wadda‟ Amani


Umar dalam bukunya “sembuh dengan satu titik” bahwa dalam kedokteran
tradisional dikatakan kulit,dibawah kulit,otot,dan fascia terdapat suatu poin
14

atau titik yang mempunyai sifat istimewa yang disebut motor point.

Apabila dilakukan pembekaman pada satu poin, maka kulit


(kutis),dibawah kulit (subkutis), fascia dan ototnya akan terjadi kerusakan
dari cell mast dan lain-lain. Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa
zat seperti serotonin,histamin,bradikinin, slow reacting subtance (SRS),
serta zat-zat lain yang belum diketahui.

Zat-zat inilah yang menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol,


serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat
terjadi ditempat yang jauh dari tempat pembekaman. Ini menyebabkan
terjadi perbaikan mikrosirkulasi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek
relaksasi (pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum
akan menurunkan tekanan darah secara stabil.

Yang terpenting adalah dilepaskannya corticotrophin releasing faktor


(CRF), serta releasing factor lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya
akan menyebabkan terbentuknya ACTH, corticotrophin, dan
corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan
peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel.

Penelitian lain menunjukkan bahwa pembekaman dikulit akan


menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang dilanjutkan pada cornu
posterior medulla spinalis melalui syaraf A-delta dan C, serta traktus spino
thalamicus kearah thalamus yang akan menghasilkan endorphin.
Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui serabut
aferen simpatik menuju motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi
nyeri. Efek lainnya adalah dilatasi pembuluh darah kulit,dan peningkatan
kerja jantung.

Pada sistem endokrin terjadi pengaruh pada pasien central melalui


hypothalamus dan pituitary sehingga menghasilkan ACTH, TSH, FSH-
LH, ADM. Sedangkan melalui sistem perifer lansung berdampak pada
organ untuk menghasilkan hormon-hormon insulin, thyroxin, adrenalin,
corticotrophin, estrogen, progesterone, testosterone. Hormon-hormon
15

inilah yang berkerja ditempat jauh dari pembekaman.

Beberapa manfaat bekam atau al-hijamah dikaji dari ilmu kedokteran


yaitu: dapat mengatasi penyakit vaskular seperti hipertensi, meredakan
nyeri sendi dan kepala, penyakit inflamasi (peradangan), meningkatkan
fertilitas (kesuburan), relaksasi fisik dan mental, varises vena serta
meningkatkan sistem imunitas tubuh.

Berbagai penelitian telah berhasil mengungkapkan manfaat bekam seperti


yang telah dikemukakan di atas. Banyak ilmuwan serta peneliti Barat yang
telah meneliti manfaat dari bekam. Maka sudah sepatutnya kita sebagai
umat muslim juga tidak boleh kalah. Bekam sebagai warisan pengobatan
dari baginda Rasulullah, patut kita kaji dan teliti lebih lanjut manfaat-
manfaat di balik bekam tersebut. Dengan demikian bekam yang selama ini
hanya digunakan sebagai pengobatan alternatif dapat dikembangkan lebih
luas sebagai pengobatan di berbagai fasilitas kesehatan dan rumah sakit.

2.1.7 Tata Cara Bekam


Metode bekam basah merupakan metode pengeluaran darah statis atau
darah kotor yang dapat membahayakan tubuh jika tidak dikeluarkan.
Tata cara bekam basah :

1. Melakukan pemijatan / urut seluruh tubuh dengan minyak habbats


atau but- but atau zaitun selama 5-10 menit, agar peredaran darah
menjadi lancar dan pengeluaran toksid menjadi optimal.
2. Menghisap / vacum dengan gelas kaca pada permukaan kulit yang
sudah ditentukan titik-titiknya. 3-5 kali pompa, biarkan selama 3-5
menit untuk memberikan kekebalan pada kulit saat dilakukan
penyayatan.
3. Kemudian melepas gelas kaca tersebut, basuh kulit dengan alkohol
atau betadine untuk membersihkan permukaan kulit yang akan
dibekam dari kuman, lakukan penyayatan dengan lancet/ jarum/ pisau
bedah, sayatan disesuaikan dengan diameter/ lingkaran gelas tersebut,
lalu hisap dengan alat cupping set dan hand pump untuk menyedot
16

darah kotor. Hisap/vacuum sebanyak 3-5 kali pompa (disesuaikan


dengan ketahanan pasien) dan biarkan selama 3-5 menit.
4. Buang darah yang kotor (pada cawan yang telah disiapkan), kemudian
lakukan pembekaman lagi pada tempat yang sama. Biarkan 2-3
menit, lakukan hal ini sampai 3 kali dan maksimal 5 kali jika pada
kondisi pasien tertentu bisa sampai maksimal 7 kali.
5. Setelah selesai bekas bekaman diberi anti septik /minyak but-but, agar
tidak terjadi infeksi dan luka cepat sembuh
6. Pembekaman dapat dilakukan tiap hari pada titik-titik yang berbeda-
beda dan berikan jangka waktu 2-3 pekan untuk titik yang sama. Atau
4 pekan sekali melakukan pembekaman.
7. Sebaiknya dilakukan diagnosa sebelum pembekaman agar dicapai
suatu ketepatan dalam pengobatan dan tidak membahayakan pasien.
8. Kemudian bekas bekaman di beri minyak habbats atau zaitun selama
2-3 menit.

2.1.8 Titik – Titik Bekam


Titik-titik bekam yang efektif didapatkan dari berbagai sumber. Sebagian
dari titik-titik berada di atas jaringan saraf, pembuluh darah, dan di atas
titik akupunktur. Pada prinsipnya, penentuan titik bekam disesuaikan
dengan keluhan atau alasan pasien berobat. Titik yang dipilih sebaiknya
tidak mengganggu pasien dari segi kosmetik, seperti wajah, kecuali atas
dasar keluhan yang tepat dan persetujuan dari pasien.
Terdapat beberapa titik bekam dibawah ini berdasarkan jenis penyakitnya,
antara lain :
1. Hammah (‘Alaa Ro’sun)
a. Merupakan titik paling atas kepala, terletak di tulang ubun-ubun
(Os parietale) bagian depan, yaitu terletak di titik pertemuan
antara batas rambut bagian belakang dengan batas rambut
bagian depan.
b. Titik ini bermanfaat untuk mengobati sakit kepala, vertigo,
17

gangguan penglihatan, stroke, dll.19


2. Yafukh
a. Terletak di titik pertemuan tulang tengkorak depan dan
belakang, yaitu antara tulang ubun-ubun (Os parietale) dan
tulang dahi (Os frontale)
b. Titik bermanfaat untuk mengobati epilepsi, pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan, rhinorrhea, kejang, dll.
3. Ummu Mughits
a. Terletak di tulang ubun-ubun. Tepatnya di 2/3 bagian depan.
b. Titik ini bermanfaat untuk mengobati migrain, vertigo,
hipertensi, stroke, sakit gigi, melancarkan peredaran darah, serta
meningkatkan sistem imunitas tubuh.
4. Qamahduah
a. Terletak di tulang kepala belakang disekitar tonjolan tulang.
b. Titik ini bermanfaat untuk mengobati sakit kepala belakang,
vertigo, epilepsi, dll.
5. Pelipis dan dagu
a. Titik ini bermanfaat untuk mengobati sakit kepala, sakit gigi dan
sakit pada bagian wajah, serta batuk dan sakit tenggorokan.
6. Al-Akhda’ain :
a. Terletak disekitar otot-otot (urat leher) kanan dan kiri, disekitar
vena jugularis interna dan disekitar otot sternocleidomastoideus.
b. Titik ini bermanfaat untuk mengatasi sakit kepala, wajah, mata,
telinga, dan melancarkan peredarah darah.

7. Al-Kaahil
a. Terletak disekitar tonjolan tulang leher belakang
b. (processus spunosus vertebrae VII), antara bahu (acromion)
kanan dan kiri, setinggi pundak.
c. Titik ini bermanfaat untuk mengobati nyeri leher, demam, batuk,
flu, asma, kaku punggung, dll

8. Al-Katifain
18

a. Terletak pada kedua bahu.


b. Titik ini bermanfaat untuk mengobati penyakit di pundak dan di
leher
9. Naa’is
a. Terletak di daerah sekitar pundak kiri dan kanan.
b. Titik ini bermanfaat untuk untuk mengobati kasus keracunan
dan penyakit liver.
10. Bagian bawah dada di atas perut
a. Titik ini bermanfaat untuk mengobati bisul, kurap, kudis, dan
panu yang ada di paha dan kaki, wasir, elephantiasis, serta
menghilangkan gatal- gatal pada bagian punggung.
11. Daerah punggung (di bawah tulang belikat)
12. ‘Ala Warik
a. Terletak di daerah punggung bagian bawah dan tulang ekor
b. Titik ini bermanfaat untuk mengatasi nyeri pinggang dan wasir.
13. ‘Ala Dzohril Qodami
a. Terletak di bagian kaki belakang di bawah lekukan lutut.
b. Titik ini bermanfaat untuk menghilangkan keletihan pada bagian
kaki.
14. Iltiwa’
a. Terletak di bawah mata kaki bagian dalam (malleolus
medialis), antara malleolus medialis dengan tulang tumit
(calcaneus).
b. Titik ini bermanfaat untuk mengobati nyeri di kaki, asam urat,
dan pegal- pegal, tinnitus, hemoptisis, gangguan haid,
insomnia, ejakulasi dini, bronkiektasis, nyeri punggung,
gangguan berkemih, dll.
19

15. Bagian Punggung Kaki


a. Titik ini bermanfaat untuk menghilangkan kutil, menghentikan
keluarnya darah menstruasi yang berlebihan, gatal-gatal pada
testis, dan asam urat.

Gambar 2.3
2.2 Asam Urat
2.2.1 Definisi Asam urat
Asam urat adalah sampah hasil metabolisme normal dari pencernaan
protein (terutama dari daging, hati, ginjal dan beberapa jenis sayuran
seperti kacang dan buncis) atau dari penguraian senyawa purin (sel tubuh
yang rusak), yang seharusnya akan dibuang melalui ginjal, feses atau
keringat. senyawa ini sukar larut dalam air, tapi dalam plasma darah
beredar sebagai senyawa natrium urat, bentuk garamnya terlarut dalam
kondisi Ph atau keasaman basa diatas tujuh (Sustrani, dkk. 2008). Asam
urat merupakan hasil metabolisme sel yang dihasilkan oleh makhluk hidup
(Kanbara, 2010). Asam urat adalah asam yang terbentuk akibat
metabolisme purin didalam tubuh (Kertia, 2009) asam urat merupakan
suatu kristal berwarna putih dengan rumus kimia C3HN403, kristal ini
membentuk didalam tubuh sebagai hasil metabolisme purin, yang apa bila
kadarnya meningkat dinamakan hiperurisemia (Fauzi, 2014).

Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin saat mencapai


batas fisiologis kelarutannya dapat berubah menjadi kristal monosodium
20

urat di jaringan dan menyebabkan penyakit gout. Secara klinis


hiperurisemia dapat menyebabkan arthritis pirai, nefropati asam urat, tophi
dan nefrolitiasis.

Penyakit asam urat atau gout merupakan salah satu kategori penyakit
kronis tidak menular (PTM), ditandai dengan adanya hiperurisemia atau
peningkatan kadar asam urat dalam darah. Hiperurisemia terjadi apabila
kadar asam urat serum > 6,0 mg/dl pada wanita dan 7,2 mg/dl pada laki-
laki.

Prevalensi hiperurisemia dan gout di Asia dalam satu dekade terakhir


sekitar 13% - 25% dan 1% - 2%. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013,
prevalensi untuk penyakit sendi di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan yaitu sebesar 11,9% dan berdasarkan gejala sebesar 24,7%.

2.2.2 Stuktur Asam Urat


Struktur Asam urat merupakan produk akhir metabolisme purin yang
terdiri dari komponen karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen dengan
rumus molekul C5H4N4O3. Pada pH alkali kuat, AU membentuk ion urat
dua kali lebih banyak daripada pH asam.

Gambar 2.4
Purin yang berasal dari katabolisme asam nukleat dalam diet diubah
menjadi asam urat secara lansung. Pemecahan nukleotida purin terjadi di
semua sel, tetapi asam urat hanya dihasilkan oleh jaringan yang
21

mengandung xhantine oxidase terutama di hepar dan usus kecil. Rerata


sintesis asam urat endogen setiap harinya adalah 300 – 600 mg per hari,
dari diet 600 mg per hari lalu dieksresikan ke urin rerata 600 mg per hari
dan ke usus sekitar 200 mg per hari.

2.2.3 Metabolisme Asam Urat

Dalam tubuh manusia terdapat enzim asam urat oksidase atau urikase yang
akan mengoksidasi asam urat menjadi alantoin. Defisiensi urikase pada
manusia akan mengakibatkan tingginya kadar asam urat dalam serum. Urat
dikeluarkan di ginjal (70%) dan traktus gastrointestinal (30%). Kadar asam
urat di darah tergantung pada keseimbangan produksi dan ekskresinya.

Sintesis asam urat dimulai dari terbentuknya basa purin dari gugus ribosa,
yaitu 5-phosphoribosyl1-pirophosphat (PRPP) yang didapat dari ribose 5
fosfat yang disintesis dengan ATP (Adenosine triphosphate) dan
merupakan sumber gugus ribosa (Gambar 2). Reaksi pertama, PRPP
bereaksi dengan glutamin membentuk fosforibosilamin yang mempunyai
sembilan cincin purin. Reaksi ini dikatalisis oleh PRPP glutamil
amidotranferase, suatu enzim yang dihambat oleh produk nukleotida
inosine monophosphat (IMP), adenine monophosphat (AMP) dan guanine
monophosphat (GMP). Ketiga nukleotida ini juga menghambat sintesis
PRPP sehingga memperlambat produksi nukleotida purin dengan
menurunkan kadar substrat PRPP.
22

Inosine monophosphat (IMP) merupakan nukleotida purin pertama yang


dibentuk dari gugus glisin dan mengandung basa hipoxanthine. Inosine
monophosphat berfungsi sebagai titik cabang dari nukleotida adenin dan
guanin. Adenosine monophospat (AMP) berasal dari IMP melalui
penambahan sebuah gugus amino aspartat ke karbon enam cincin purin
dalam reaksi yang memerlukan (GTP )Guanosine triphosphate. Guanosine
monophosphat (GMP) berasal dari IMP melalui pemindahan satu gugus

amino dari amino glutamin ke karbon dua cincin purin, reaksi ini
membutuhkan ATP. Adenosine monophosphate mengalami deaminasi
menjadi inosin, kemudian IMP dan GMP mengalami defosforilasi menjadi
inosin dan guanosin. Basa hipoxanthine terbentuk dari IMP yang
mengalami defosforilasi dan diubah oleh xhantine oxsidase menjadi
xhantine serta guanin akan mengalami deaminasi untuk menghasilkan
xhantine juga. Xhantine akan diubah oleh xhantine oxsidase menjadi asam
urat.
Gambar 2.5

Asam urat diginjal akan mengalami empat tahap yaitu asam urat dari
plasma kapiler masuk ke glomerulus dan mengalami filtrasi di glomerulus,
sekitar 98-100% akan direabsorbsi pada tubulus proksimal, selanjutnya
disekresikan kedalam lumen distal tubulus proksimal dan direabsorbsi
23

kembali pada tubulus distal. Asam urat akan diekskresikan kedalam urine
sekitar 6% - 12% dari jumlah filtrasi. Setelah filtrasi urat di glomerulus,
hampir semua direabsorbsi lagi di tubuli proksimal. PH urin yang rendah
di traktus urinarius menjadikan urat dieksresikan dalam bentuk asam urat.

2.3 Gangguan pada asam urat


2.3.1 Hiperurisemia
Hiperurisemia merupakan peningkatan kadar asam urat darah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia. Hiperurisemia merupakan
keadaan meningkatnya produksi asam urat yang disebabkan oleh
metabolisme purin abnormal dan menurunnya eksresi asam urat atau
kombinasi keduanya (Riswanto Dan Isnani, 2014). Serangan radang
persendian yang berulang terjadi bila produksinya berlebihan Atau terjadi
gangguan pada proses pembuangan asam urat akibat kondisi ginjal yang
kurang baik, atau karena peningkatan kadar asaam urat didalam darah
sudah berlebihan yang disebut sebagai hiperurisemia (Sustrani, dkk. 2008).

2.3.2 Tanda Gejala Hiperurisemia


Penyakit ini umumnya ditandai dengan rasa nyeri hebat yang tiba-tiba
menyerang sebuah sendi pada saat tengah malam, biasanya pada ibu jari
kaki (sendi metatarsofalangeal pertama) atau jari kaki (sendi tarsal).
Jumlah sendi yang merdang kurang dari empat (oligoartritis), an
serangannya di satu sisi (unilateral). Kulit berwarna kemerahan, terasa
panas, bengkak, dan sangat nyeri (Setiyohadi, 2006 ; Sari, 2010; Fauzi,
2014).).

2.3.3 Patofisiologi Hiperurisemia


Pada kedaan normal proses pencernaan protein dimulai di lambung dengan
merubah protein menjadi sederhana yaitu asam amino oleh enzim pepsin
dan ketika masuk ke usus halus 30 % protein dirombak menjadi asam
24

amino sederhana dan diserap oleh usus halu s lalu masuk kepedaran darah,
proses ini membutuhkan waktu 3-5 jam (Sherwood, 2012).

Peningkatan kadar asam urat dapat disebabkan oleh pembentukan


berlebihan atau penurunan eksresi asam urat, ataupun keduanya.
Pembentukan asam urat diawali metabolisme DNA dan RNA menjadi
adenosine dan guanosine, sebagain besar sel tubuh selalu diproduksi dan
digantikan, terutama dalam darah. Adenosine yang terbentuk kemudian
dimetabolisme menjadi hipoksantin. Hipoksanin kemudian dimetabolisme
menjadi xanthine, sedangkan guanosin dimetabolisme menjadi xantin.
Xanthine dari hasil metabolisme hipoksantin dan guanosin dimetabolisme
dengan bantuan enzim xanthine oxidase menjadi asam urat. Keberadaan
enzim xanthine oxidase sangat penting dalam metabolisme purin karena
mengubah hipoksantin menjadi xanthine dan xanthine menjadi asam urat
(Soeroso, 2011)
Gambar 2.6

Selain enzime xanthine oxidase. Pada metabolisme purin terlibat juga


enzim hypoxanthine guanin phospsoribosyl transferase yang biasa disebut
HGPRT yang beran mengubah purin menjadi nukleotida purin agar dapat
digunakan kembali sebagai penyusun DNA dan RNA. Jika enzim ini
mengalami defisiensi , maka peran anzim menjadi bekurang akibatnya
purin dalam tubuh meningkat.

Purin yang tidak dimetabolisme oleh enzim HPGRT akan dimetabolisme


25

oleh enzime xanthine oxidase menjadi asam urat. Sekitar dua pertiga asam
ura yang sudah terbentuk secara alami akan dikeluarkan bersama urin
melalui ginjal. Pada akhirnya terjadilah hiperurisemia (Krisnatuti, 2008).

Tubuh memliki sistem penyeimbang dengan memproduksi enzim


urikinase untuk mengoksidasi asam urat menjadi alatonin yang mudah
dibuang. Terjadinya gangguan pada enzim urikinase ini misal karena
proses penuaan, stres dan sebab lain, maka kadar asam urat darah menjadi
naik. Selain itu, tubuh bereaksi mengatur tingkat keasaman atau PH darah
agar tetap berada dalam tingkat basa sedikit diats normal antara 7,35
sampai 7,45 agar asam urat terlarut didalam plasma darah sebagai garam
natrium urat. Bila terjadi, penurunan, keasaman menjadi (dibawah tujuh)
misalnya akibat dehidrasi, maka asam urat akan susah larut mengendap
sebagai kristal tajam. Tubuh akan menggunakan kalsium, magnesium,
kalium, dan mineral lain dalam persendian tubuh untuk mengembalikan
keasaman darah tersebut ke tingkat normal.

2.3.4 Etiologi hiperurisemia

a. Faktor keturunana dengan adanya riwayat gout dalam silsilah


keluarga.

b. Faktor diet tinggi protein dan makanan kaya senyawa purin lainnya.
Purin merupakan senyawa yang akan dirombak menjadi asam urat
dalam tubuh. Ada beberapa makan yang dikatahui kaya purin antara
lain daging, baik daging sapi, babi , kambing, atau makanan dari laut,
kacang- kacangan, bayam, jamur, dan kembang kol.

c. Akibat konsumsi alkohol berlebihan, karena alkohol merupakan salah


satu sumber purin yang juga dapat menghambat pembuangan purin
melalui ginjal. Sehingga disarankan tidak sering mengkonsumsi
alkohol.

d. Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit terentu,


terutama gangguan ginjal. Pasien disarankan meminum cairan dala
jumlah banyak. Minum air sebanayak 2 liter atau lebih setiap harinya
membantu pembuangan urat dan meminimlakan pengendapan uarat
26

dalam saluran kemih.

e. Penggunaaan obat tertentu yan meningatkan kadara asam urat,


terutama diuretika (furosemid dan hidroklotizid)

f. Peggunaan antibiotika berlebihan yang menyebabkan berkembnagnya


jamur, bakteri dan virus yang lebih ganas. Penyakit tertenti pada darah
anemia kronis yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme
tubuh, misalnya berupa gejala polisitemia dan leukimia.

g. Faktor lain seperti stres, diet ketat, cedera sendi darah tinggi dan olah
raga berlebihan, obesitas, gangguan ginjal (Sustrani,dkk. 2008 ;
Weaver, 2010 ; Price, 2006)

2.3.5 Komplikasi hiperurisemia

Komplikasi yang paling dikenal adalah radang sendi gout, sifat kimia asam
urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar.
Meskipun hiperurisemia merupakan faktor-fakor timbulnya gout, namun,
hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan gout akut
masih belum jeas. Arthritis gout akut dapat terjadi pada keadaan
konsentrasi asam urat serum yang normal, akan tetapi banayak pasien
dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan arthritis gout (Enneking,
2009) komplikasi lain yaitu Persendian menjadi rusak sehingga pocang,
peradangan tulang , kerusakan ligamen dan tendon (otot) ,batu ginjal ,
gagal ginjal (Sustrani,2008).

2.3.6 Penatalaksanaan dan Pencegahan Hiperurisemia

a. Terapi farmakologi asam urat

Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi gejala serangan akut


(mendadak) asam urat, mencegah kambuhnya kembali radang sendi
dan pembentukan batu urat, sedangkan untuk serangan kronis
(kambuhan) dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk
memastikan kondisi pasiennya. Apakah pasiennya mengalami
serangan ulang karena terbentuknya batu urat atau masih dalam tahap
hiperurisemia, pada kasus hiperurisemia tanpa gejala tidak diperlukan
27

pengobatan jangka panjang karena peningkatan kadar asam urat


didalam darah belum menyebabakan terjadinya radang sendi. Yang
menjadi masalah adalah bila sendi yang rusak sudah dimasuki kristal-
kristal urat, sehingga sistem imunitas tubuh menyerang benda asing
tersebut.

Sel darah putih yang ikut memasuki ruang sendi, yang terbuka
tersebut (karena rusak) yang bertujuan untuk menelan kristal tersebut.
Namun, hal ini justru menyebabakan terjadinya pembengkakan
(radang sendi). Sendi meregang sehingga muncul rasa sakit yang
hebat, bagi penderita gangguan asam urat dokter akan memberi obat
untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah, misalnya allopurinol
yang bekerja sebagai inhibitor yang menekan produksi asam urat atau
urikosurik, misalnya probenesid untuk membantu mempercepat
pembuangan asam urat lewat ginjal. Dapat juga diberikan obat-obatan
untuk mengatasi radang dan rasa sakit yaitu analgesik dari golongan
AINS (anti inflamasi nonsteroid) atau NSAID (nonsteroidal anti
inflamatori drugs) , seperti indometasin, ibuprofen, ketoprofen,
diklofenak. Sedangkan untuk pencegahan serang berulang, biasanya
diberikan kolsisin (Sulaiman,2008). Biasanya nyeri akibat radang
sendi dapat diatasi dengan pemberian analgesik yang dapat dibeli
tanpa resep, misalnya paracetamol Siksa nyeri dapat dikurangi
dengan obat gosok yang biasanya digunakan untuk menghilangkan
nyeri dan kejang otot (Sustrani,2008). Tetapi pemberian anti nyeri dan
anti radang yang terus menerus memiliki efek samping yaiu pada
lambung, hati dan ginjal (Kertia, 2009).

b. Terapi komplementer hiperurisemia


Terapi komplementer bagi pasien hiperurisemia merupakan upaya
pelengkap atau alteernatif yang bisa mempercepat proses
penyembuhan dan mencegah kekambuhan. Beragam terapi
komplementer dapat dipilih berdasarkan pertimbangan mana yang
paling sesuai bagi pasien dan keluarganya dari segi:
28

1. Latar belakang kultural, karena penasaran nyaman dan


keyakinan sangat berperan bagi proses penyembuhan.
2. Tersedianya terapis atau fasilitas terapi diwilayah domisilinya
3. Biaya terapi atau pengobtaan yang terjangkau.

2.4 Konsep Dasar Nyeri


2.4.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupun
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau
berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan tersebut.Secara
kualitatif nyeri dibagi menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri
patologis, pada nyeri fisiologis sensor normal berfungsi sebagai alat
proteksi tubuh.Sementara nyeri patologis merupakan sensor abnormal
yang dapat di rasakan oleh seseorang akibat pengaruh dari trauma, infeksi
bakteri, dan virus. Nyeri patologis merupakan sensasi yang timbul akibat
adanya kerusakan jaringan atau syaraf, jika proses inflamasi mengalami
penyembuhan dan kemudian kembali normal disebut sebagai adaptif pain
sedangkan kerusakan syaraf justru berkembang menjadi intractable pain
setelah penyembuhan selesai, disebut sebagai maladaptif pain atau
neuropathy pain lanjut/kronik.

Berdasarkan durasinya nyeri dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri


kronik, kedua nyeri tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan,
pada nyeri akut biasanya terjadi mendadak dan berkaitan dengan masalah
spesifik yang mengganggu pasien sehingga pasien nyeri biasanya cepat
bertindak untuk menghilangkan perasaan nyerinya, dan berlangsung
kurang dari tiga bulan, jika nyeri dirasa konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu, biasanya lebih dari tiga bulan
termasuk ke dalam nyeri kronik.

Nyeri berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan


nyeri neuropatik, definisi dari nyeri nosiseptif sendiri merupakan nyeri
29

yang diakibatkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer yang


menghantarkan stimulus noxius. Hal ini dapat terjadi pada nyeri post
operatif dan nyeri kanker, sedangkan nyeri neuropatik merupakan suatu
abnormalitas yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral..

2.4.2 Neurofisiologi Nyeri

Nosiseptor adalah aferen primer di neuron-neuron gaglion sensorik yang


berespon terhadap stimulus yang berbahaya, dan merupakan tahap pertama
yang mengawali rasa nyeri, Reseptor ini merupakan syaraf aferen primer
untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Distribusinya
bervariasi di seluruh tubuh dengan jumlah terbesar terdapat di kulit, dan
juga terletak di jaringan subkutis, otot rangka, serta sendi.Sedangkan untuk
reseptor nyeri di viseral terdapat pada permukaan peritoneum, membran
pleura, duramater, dan dinding pembuluh darah.

Komponen suatu saraf perifer kulit tipikal yaitu aferen primer yang dapat
diklasifikasikan meliputi serat A-α dan A-β yang memiliki ukuran paling
besar, bermielin ,memiliki kecepatan hantaran tertinggi, serta membawa
impuls sebagai perantara sentuhan, tekanan, dan propriosepsi, serat A-δ
yang kecil bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang membawa
impuls nyeri. Aferen-Aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis
medulla spinalis, masuk ke zona Lissauer sedangkan serat pasca ganglion
simpatis adalah serat eferen, dan terdiri dari serat- serat C yang tidak
bermielin dan berfungsi membawa impuls dari medulla spinalis ke
jaringan dan organ efektor .

Aferen primer C dan A-δ dapat dibedakan oleh dua tipe nyeri yang
ditimbulkan, yang disebut nyeri lambat dan nyeri cepat. Signal nyeri cepat
disalurkan ke medulla spinalis oleh serat A-δ dirasakan dalam waktu 0,1
detik dengan kualitas menusuk, tajam atau elektris. sedangkan nyeri
lambat disalurkan oleh serat C dan dirasakan 1 detik setelah rangsangan
30

mekanis, suhu, atau kimiawi,. karena sistem persyarafan nyeri yang ganda
ini, maka cedera jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang
tersendiri , diawali nyeri tajam oleh A-δ diikuti nyeri tumpul seperti
terbakar yang disalurkan oleh serat nyeri C.

Serabut aferen juga mempunyai diversitas reseptor-reseptor ionotropik dan


metabotropik. Beberapa reseptor ini terdapat di terminal sentral pada
serabut aferen primer dan aktivasi reseptor ini meregulasi pelepasan
neurotransmitter, yang termasuk reseptor tersebut adalah α-amino-3-
hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid (AMPA) dan N-methyl-
Daspartic acid (NMDA) sebagai ionotropik, glutamat (metabotropik),
GABA, reseptor opioid, nikotinik, muskarinik, dan reseptor α- adrenergik.

Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh aktivasi jaras


nosiseptif, dan sesuai dengan derajat aktivasi jaras itu, mekanisme
nosiseptif itu sendiri merupakan suatu rangkaian yang kompleks. Proses
ini melewati beberapa tahapan, yang diawali dengan adanya stimulasi,
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi, proses transduksi adalah
suatu proses rangsangan yang mengganggu, menyebabkan depolarisasi
nosiseptor, dan mengubah stimulus nyeri (noxius stimuli) menjadi suatu
aktivitas listrik. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu
(panas), atau kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis
karena mediator-mediator kimia seperti prostaglandin dari sel rusak,
bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan
substansi P dari ujung syaraf nyeri juga mempengaruhi nosiseptor di luar
daerah trauma sehingga daerah nyeri bertambah luas. Selanjutnya, terjadi
proses sensitisasi perifer , yaitu menurunnya nilai ambang rangsang
nosiseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut diatas, dan
penurunan pH jaringan, sehingga dapat menimbulkan nyeri. Aktivitas
nosiseptor menimbulkan beberapa efek melalui serangkaian proses
kompleks, termasuk pemanjangan nyeri lama setelah stimulus berhenti
serta penyebaran bertahap hiperalgesia dan nyeri tekan.

Setelah terjadi proses transduksi, serat C dan A-δ aferen yang menyalurkan
31

impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat


berpisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di
kornu dorsalis (posterior) medulla spinalis.Pada daerah tersebut dibagi
menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina.Dua dari lapisan ini yaitu
lamina II dan III disebut sebagai substansia gelatinosa, sangat penting
dalam transmisi dan modulasi nyeri. Impuls nyeri kemudian diteruskan ke
neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medulla
spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu di traktus
spinotalamikus anterolateralis kemudian naik ke thalamus dan struktur
otak lainnya, dengan demikian, transmisi impuls nyeri pada perjalanan
impuls ke otak terdapat dua jalur spinothalamikus yaitu traktus
neospinothalamikus dan traktus paleospinothalamikus.

Mekanisme dalam modulasi nyeri memerlukan jalur descenden yang


mencakup tiga komponen berikut, bermula dari impuls di area PAG atau
substansia grisea periaquaductus dan PVG yaitu substansia grisea
periventrikel mesensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi
aquaductus Sylvius. Neuron – neuron dari daerah PAG dan PVG mengirim
impuls ke nucleus rafe magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah
dan medulla bagian atas serta nucleus retikularis paragigantoselularis
(PGL) di medulla lateralis, kemudian impuls di transmisikan dari nucleus
tersebut ke kolumna dorsalis medulla spinalis ke suatu kompleks
inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medulla spinalis.

Inhibisi nyeri dapat terjadi melalui jalur desenden dan penghambatan input
nyeri oleh sistem analgesi endogen. Hilangnya sensasi nyeri dihasilkan
oleh sistem analgesi endogen seperti neurotransmitter opioid alami yaitu
endorphin, dinorfin, dan enkefalin , sistem inhibisi sentral yaitu serotonin
(5-hidroksi-triptamin [5-HT]) dan noradrenergik. Jalur descendens yang
memodulasi nyeri dapat menghambat sinyal nyeri yang datang di tingkat
medulla spinalis selain itu neuron-neuron yang mengandung endorphin di
substansia grisea periakuaduktus dan substansia gelatinosa berperan aktif
dalam modulasi nyeri.
32

Persepsi merupakan hasil akhir dari proses mekanisme nyeri. Impuls nyeri

yang ditransmisikan menimbulkan perasaan subjektif dari nyeri itu sendiri.


Secara keseluruhan, kualitas pengalaman nyeri yang berbeda-beda
merupakan aktivitas dari proyeksi jalur ascenden parallel multiple dari
medulla spinalis ke midbrain, forebrain, dan korteks serebri.

Gambar 4.7

2.4.3 Pengukuran Intensitas nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri


dirasakan oleh seseorang, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual.Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respons fisiologik tubuh terhadap nyeri itu
sendiri, namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan
gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri.Penatalaksaan nyeri memerlukan
penilaian dan usaha yang cermat untuk memahami pengalaman nyeri
pasien.Pasien dapat menunjukan lokasi nyeri dengan menunjuk bagian
tubuh atau menandakannya di gambaran tubuh manusia. Pengukuran
intensitas nyeri menunjukan tingkat nyeri post operasi secara teratur.
Pengukuran ini penting untuk menyusun program penghilangan nyeri
pasca operasi. Derajat nyeri dapat diukur dengan berbagai macam cara
yang sering digunakan untuk menilai intensitas nyeri pasien adalah skala
33

numerik dan skala verbal. Skala numerik terdiri dari dua bentuk yaitu
verbal dan tulisan.

1. Verbal Descriptive Scale (VDS)


Verbal Descriptive Scale merupakan pengukuran derajat nyeri yang
sering digunakan. VDS merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga
sampai lima kata yang mendeskripsikan perasaan nyeri, tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Kata-kata yang digunakan
untuk mendeskripsikan tingkat nyeri di urutkan dari tidak terasa nyeri
sampai nyeri yang tidak tertahankan .

Gambar 2.8

2. Faces Rating Scale


Skala penilaian wajah biasanya digunakan untuk mengukur intensitas
nyeri pada anak-anak.Foto wajah seorang anak yang menunjukkan
rasa tidak nyaman dirancang sebagai petunjuk untuk memberi
pengertian kepada anak-anak sehingga dapat memahami makna dan
tingkat keparahan nyeri.Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan
profil kartun yang menggambarkan wajah dari mulai gambar wajah
yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri) kemudian secara bertahap
meningkat menjadi wajah kurang bahagia (sangat nyeri).Saat ini para
peneliti mulai menggunakan skala wajah ini pada orang-orang dewasa
34

atau pasien yang kesulitan dalam mendeskripsikan intensitas nyerinya,


dan orang dewasa yang memiliki gangguan kognitif.

Gambar 2.9

3. Numeric Rating Scale (NRS)


Skala numerik merupakan alat bantu pengukur intensitas nyeri pada
pasien yang terdiri dari skala horizontal yang dibagi secara rata
menjadi 10 segmen dengan nomor 0 sampai 10. Pasien diberi
pengertian yang menyatakan bahwa angka 0 bermakna intensitas nyeri
yang minimal (tidak ada nyeri sama sekali) dan angka 10 bermakna
nyeri yang sangat (nyeri paling parah yang dapat mereka bayangkan).
Pasien kemudian dimintai untuk menandai angka yang menurut
mereka paling tepat dalam mendeskripsikan tingkat nyeri yang dapat
mereka rasakan pada suatu waktu.

Gambar 2.10
35

4. Visual Analog Scale (VAS)


VAS merupakan suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi
verbal pada setiap ujungnya.Pasien diminta untuk membuat tanda
pada garis tersebut dan nilai yang didapat ialah jarak dalam mm atau
cm dari tanda di sebelah kiri skala sampai tanda yang dibuat.VAS
adalah skala yang paling sering digunakan untuk mengukur intensitas
nyeri.VAS dinilai dengan kata tidak nyeri di ujung kiri dan sangat
nyeri di ujung kanan. Dinilai tidak ada nyeri apabila nilai VAS 0-
5mm, nyeri ringan apabila panjang garis menunjukkan angka 5-44
mm, 45-74 mm dinyatakan sebagai nyeri sedang, dan lebih dari 70
mm dinilai sebagai nyeri berat. VAS sudah terbukti merupakan skala
linear yang diterapkan pada pasien dengan nyeri akut pasca operasi.

Alat bantu untuk mengukur intensitas nyeri sangat bervariatif dan


sangat subjektif penilaiannya tergantung dari pasien. VAS merupakan
skala pengukuran yang lebih sensitif terhadap intensitas nyeri
dibandingkan skala pengukuran lainnya.Secara statistik VAS paling
kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio.

Selain mengumpulkan data subjektif mengenai nyeri, pengamatan


langsung terhadap perilaku non verbal dan verbal dapat memberikan
petunjuk tambahan mengenai pengalaman nyeri pasien. Signal
verbal dan emosional seperti meringis, menangis, ayunan langkah
dan postur yang abnormal bisa menjadi indikator nyeri yang sering
dijumpai, perilaku tersebut dipengaruhi oleh jenis kelamin dan
perbedaan budaya.
36

Gambar Visual Analog scale

Gambar 2.11

2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri


Beberapa macam faktor dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap
nyeri, faktor tersebut antara lain:
a. Usia
Setiap kelompok umur memiliki masalah tersendiri untuk
mengungkapkan nyeri. Anak-anak cenderung mempunyai kesulitan
untuk memahami nyeri karena mereka belum dapat mengungkapkan
perasaan nyeri tersebut, dan juga merasa takut terhadap tindakan
medis yang akan diterimanya. Sedangkan pada kelompok usia lanjut
mereka cenderung mengabaikan nyeri karena dianggap sebagai proses
penuaan yang normal, dan tidak melaporkan keadaan nyerinya karena
merasa takut mengalami penyakit yang serius.

b. Jenis kelamin
Perbedaan respons nyeri berbeda antara laki-laki dan wanita karena
dipengaruhi oleh faktor hormonal. Wanita memiliki ambang batas
yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

c. Pengalaman Sebelumnya
Persepsi nyeri berbeda-beda pada setiap individu, pada pasin yang
belum pernah merasakan nyeri sama sekali, maka pasien tersebut akan
merasa sangat terganggu dengan keberadaan nyeri tersebut, apabila
pasien sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh, maka dapat muncul gejala anxietas atau kecemasan.
Sebaliknya apabila pasien mengalami nyeri dengan jenis yang sama
37

berulang kali namun kemudian nyeri tersebut dapat dihilangkan,


pasien akan lebih mudah untuk mempresentasikan sensasi nyeri
tersebut dan lebih siap utnuk melakukan tindakan yang diperlukan
untuk menghilangkan nyeri

d. Anxietas dan Perhatian


Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang
mengendalikan emosi seseorang. Sistem limbik dapat memproses
reaksi emosi terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan
perasaan nyeri, selain itu perhatian yang terfokus pada perasaan
nyeri dapat meningkat dibandingkan dengan individu yang berusaha
mengalihkan perasaan
nyerinya.

2.5 Penelitian Terkait


Penelitian yang dilakukan oleh Hengky Irawan (2018) dengan judul
Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Skala Nyeri Pada Klien Gout Di Bilik
Bekam Desa Sidomulyo Kecamatan Semen Kabupaten Kediri menyatakan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pre experiment. Jenis desain dalam
penelitian ini berbentuk pre-post test one group. Jumlah sampel yang
diambil sebanyak 10 responden. Tehnik pengambilan sample
menggunakan purposive sampling, pengambilan data menggunakan
numerical rating scales. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh terapi bekam terhadap penurunan nyeri pada klien gout. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil Wilcoxon Matched Pairs Signeg Rank terlihat
bahwa nilai p-value sebesar 0.000. Hal ini ditunjang dengan hasil
penelitian yang menujukakan hampir seluruhnya (80%) responden
mengalami penurunan tingkat nyeri dan sebagian kecil (20%) responden
tidak mengalami perubahan tingkat nyeri atau nyeri tetap.
38

Penelitian yang dilakukan olehNur Rochman (2020), yang berjudul


Efektivitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada
Dewasa Usia 21-26 Tahun DiPuskesmas Sedayu menyatakan Pengambilan
sampel menggunakan teknik non-random sampling dengan metode total
sampel, jumlah sebanyak 30 orang. Analisa uji menggunakan uji paired
sample t-test. Hasil uji statistik paired sample ttest didapatkan rata-rata
penurunan kadar asam urat dari pengukuran sebelum 7,99 mg/dl dan
sesudah 7,48 mg/dl diberikan terapi bekam adalah 0,51 mg/dl dengan nilai
p-value sebesar 0,0001 (P< 0,05), maka hipotesis Ha diterima artinya
terdapat efektifitas terapi bekam terhadap penurunan kadar asam urat
sebelum dan sesudah perlakuan dalam satu kali pengamatan. Terapi bekam
efektif terhadap penurunan kadar asam urat pada penderita yang riwayat
penyakit sekarang kadar asam urat (>7 mg/dl) di wilayah kerja Puskesmas
Sedayu 1.

Penelitian yang dilakukan Rina Sumartini (2021) dengan judul efektifitas


terapi bekam basah terhadap penurunan kadar asam urat di wilayah
puskesmas cilegon menyatakan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata
– rata kadar asam urat responden sebelum dilakukan terapi bekam basah
sebesar 9,7 sedangkan rata – rata kadar asam urat setelah dilakukan terapi
bekam basah adalah 4,9. Hasil analisis bivariat menunjukkan nilai p adalah
0,00 sehingga ada pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan kadar
asam urat. Diharapkan hasil dari penelitian ini menjadi dasar pemilihan
metode pengobatan alternatif dalam menurunkan kadar asam urat.
39

2.6 Kerangka Teori

Tinggi Diet Purin

Hipoxantin xantin

Hiperuresimia

Terapi Bekam

Perlukaan kulit

Mediator inflamasi

Vasodilatasi Pembuluh
Darah

Penghisapan kulit

Darah Keluar

Kadar Asam Urat Darah Pengeluaran Kristal Asam Urat


Menurun Melalui Darah
40

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini membahas tentang metode penelitian yang dijabarkan dalam setiap sub babnya,
yang terdiri dari: kerangka penelitian, desain penelitian, variabel dan definisi operasional ,
populasi dan sampel penelitian, tempat dan waktu penelitian, instrumen penelitian, prosedur
pengumpulan data, teknik analisa data, etika penelitian. Adapun penjabaran dari setiap sub
bab serta metode penelitian adalah sebagai berikut:

3.1 Kerangka Konsep Penelitian dan Hipotesis


3.1.1 Kerangka Penelitian
Kerangka konsep merupakan kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
akan diukur maupun diamati dalam suatu penelitian (Notoatmojo, 2018).
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsp satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoatmojo, 2018). Konsep penelitian hanya dapat diamati melalui variabel.
Jadi variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai atau bilangan
dari konsep.Variabel adalah suatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2018).
Dalam penelitian ini, peneliti membentuk kerangka penelitian berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan pada tinjauan pustaka, penulis menyusun
kerangka konsep mengenai “Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Asam Urat
Darah Dan Skala Nyeri Pada Pasien Hiperurisemia Di Griya Sehat Assyifa
Bogor Jawa Barat”.

Pada kerangka konsep ini penulis akan mengklarifikasi dan menjabarkan lebih
lanjut dari konsep judul diatas.
41

Variabel Independent Variabel Dependent

Asam Urat Darah dan


Skala Nyeri
Terapi Bekam

Variabel Confounding

Karakteristik

1. Usia
2. Pekerjaan
3. Lama menderita
Hiperurisemia

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.1.2 Hipotesis
Hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka
konseptual penelitian dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan
yang dihadapi serta dapat diuji kebenarannya berdasarkan fakta empiris
(Nursalam, 2000).
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang
kebenarannya harus diuji secara empiris (Budiman, 2011).
Hipotesis didalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian,
patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka
hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak.
Hipotesis merupakan pendapat yang sifatnya masih sementara atau pernyataan
yang merupakan dugaan sementara tentang hubungan dari variabel atau fakta
yang akan dikaji. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis ini, akan dilakukan
uji hipotesis terhadap Ha.
1. Ha (1) : Ada Hubungan Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Asam Urat
Darah Pada Pasien Hiperurisemia Di Griya Sehat Assyifa Bogor Jawa
Barat.
2. Ha (2) : Ada Hubungan Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Skala Nyeri
Pada Pasien Hiperurisemia Di Griya Sehat Assyifa Bogor Jawa Barat.
42

3. Ho : Tidak ada Hubungan Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Asam Urat


Darah Dan Skala Nyeri Pada Pasien Hiperurisemia Di Griya Sehat Assyifa
Bogor Jawa Barat.

3.2 Desain Penelitian


Desain penelitian dalam arti sempit dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan
dananalisis penelitian (Sugiyono, 2013). Desain penelitian adalah kerangka metode
dan teknik penelitian yang dipilih oleh peneliti. Desainnya memungkinkan para
peneliti untuk mengasah metode penelitian yang cocok untuk penelitiannya. Desain
topik penelitian menjelaskan jenis penelitian (eksperimental, penelitian survei,
korelasional, semi eksperimental, review) dan sub jenisnya (desain eksperimental,
masalah penelitian studi kasus deskriptif).
Pada penelitian ini penulis menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan Cross Sectional. Dalam desain deskriptif kuantitatif seorang peneliti
hanya tertarik untuk menggambarkan situasi atau kasus dibawah studi penelitian
mereka, Ini adalah metode desain berbasis teori yang dibuat dengan mengumpulkan ,
menganalisis dan menyajikan data yang dikumpulkan. Hal ini memungkinkan peneliti
untuk memberikan wawasan tentang mengapa dan bagaimana penelitian. Desai
deskriptif membantu orang lain lebih memahami kebutuhan penelitian. Keuntungan
dari menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional ini
adalah memudahkan penelitian karena sangat efisien dan tidak memerlukan tindak
lanjut
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel adalah setiap karakteristik, jumlah, atau kuantitas yang dapat diukur atau
dihitung. Variabel penelitian adalah atribut atau obyek yang memiliki variasi antara satu
sama lainnya (Sumber: menurut Hatch dan Farhady dalam Sugiyono, 2015, h.38).
a. Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen (terikat), baik yang pengaruhnya positif maupun yang pengaruhnya negatif
b. Variabel dependen atau variabel respon adalah atau variabel terikat adalah variabel
yang nilainya tergantung dari variabel lain, dimana nilainya dapat berubah,
3.3.1 Definisi Operasional

Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar pengukuran variabel atau pengumpulan
data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden
43

yang lain. Definisi operasional adalah atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau
kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015).

Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Peneliti

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1. Usia Usia Kuesioner Mengisi 1 : Dewasa Ordinal
responden kuesioner awal (17-25
dari lahir th)
sampai 2 : Dewasa
dilakukan tengah (26-36
penelitian th)
3 : Dewasa
akhir (36-45
th
2. Pekerjaan Kegiatan Kuesioner Dengan 1: bekerja Nominal
yang memberika 2 : tidak
dilakukan n tanda bekerja
oleh ceklist pada
responden kuesioner
untuk sesuai jenis
memperoleh pekerjaan
penghasilan
guna
memenuhi
kebutuhan
hidupnya dan
keluarganya
sehari-hari

3. Lama Suatu Kuesioner Dengan 1: < 1 tahun Ordinal


menderita keadaan lama memberika 2 : 1-5 tahun
penyakit menderita n tanda 3 : > 5 tahun
44

penyakit ceklist pada


hiperurisemia kuesioner
sesuai lama
menderita

4. Variabel Terapi SOP Observasi 1 = ya Nominal


Independen: Bekam Alat (dilakuka
Terapi adalah Bekam n)
Bekam pengobatan
0 = Tidak
secara non
(tidak
farmakologis
dilakukan
dengan cara
)
melakukan
bekam atau
sayatan
(basah) atau
kering pada
titik tertentu
selama 5-7
menit dalam
waktu 2 (dua)
kali dalam
seminggu.
5. Variabel Asam urat Blood uric Dengan Asam urat Nominal
Dependen : merupakan acid tet pemeriksaa normal
Kadar Asam penyebab strip n darah uric Laki-laki < 7
urat penyakit acid mg/dl dan
yang Wanita < 6
menyerang mg/dl
persendian
yang ditandai
adanya
kesemutan pd
45

persendian
yang diserang
Skala Nyeri Pengalaman Data Mengisi 1-3 = Nyeri Ordinal
sendori dan pasien quesioner ringan
emosional akan 4-6 = Nyeri
yang tidak diambil sedang
menyenangka dari skala 7-10 = Nyeri
n karena numerical berat
kerusakan (Rating
jaringan Scale
secara actual (NRS)
dan potensial

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi
Populasi adalah adalah keseluruhan totalitas atau generalisasi dari satuan,
individu, objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang akan diteliti, yang dapat berupa orang, benda, institusi, peristiwa, dan lain-
lain yang didalamnya dapat diperoleh atau dapat memberikan informasi
(data)penelitian yang kemudian dapat ditarik kesmimpulan (Handayani, 2020).
Populasi pada penelitian ini meliputi pasien hiperuresemia di Griya Sehat
Assyifa Bogor Jawa Barat pada tahun 2022 adalah … orang.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah wakil atau sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan
karakteristik yang sama bersifat representative dan menggambarkan populasi
sehingga dianggap dapat mewakili semua populasi yang diteliti (Handayani,
2020). Sampel merupakan sebagai bagian kecil dari anggota populasi yang
diambil menurut prosedur tertentu yang dapat mewakili populasinya.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan di Griya Sehat Assyifa
Kabupaten Bogor pada bulan Juli 2022, dengan memenuhi kriteria inklusi
penelitian, dengan ketentuan jumlah sampel sebagai berikut:
46

Keterangan :
n = Besar sampel yang diinginkan
N= Jumlah Populasi
d= Tingkat kesalahan yang dipilih ; 10% ( d=0,10 ),
5% (d=0,05 ), dan 1% ( d=0,01 )

Sampel minimum yang didapat dari perhitungan dengan

menggunakan rumus: , sehingga didapat jumlah

sampel 45 orang
Kriteria inklusi dari sampel penelitian ini adalah :
a. Pasien dengan hiperurisemia yang mengalami nyeri sendi
b. Pasien dengan hiperurisemia yang bersedia menjadi responden
c. Pasien dengan hiperurisemia yang kooperatif

Kriteria Ekslusi dari sampel penelitian ini adalah :


a. Pasien tidak terdiagnosa hiperurisemia
b. Pasien dengan hiperurisemia yang tidak mengalami nyeri sendi
c. Pasien tidak kooperatif

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian


3.5.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Griya Sehat Assyifa Bogor.

3.5.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2022.

3.6 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data berupa
kuesioner.Kuesioner terdiri dari 3 bagian. Pertama berisi data karakteristik responden,
kedua berisi pertanyaan untuk mengetahui skala nyeri, ketiga berisi pertanyaan untuk
mengetahui jumlah kadar asam urat dalam darah. Pertanyaan -pertanyaan tersebut
47

bertujuan untuk mengetahui efektifitas terapi bekam terhadap asam urat darah dan skala
nyeri pasien hiperurisemia.
Kuesioner tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu :
3.6.1 Data demografi yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dan lama menderita.
3.6.2 Skala nyeri berdasarkan klasifikasi nyeri ringan, nyeri sedang dan nyeri berat
3.6.3 Kadar asam urat darah berdasarkan standar nilai yang telah ditetapkan secara
nasional.
Sebelum dilakukan pengumpulan data akan dilakukan uji coba untuk menghindari
adanya kesulitan dalam mengartikan pernyataan-pernyataan. Uji coba dilakukan pada
lima belas orang responden yang nantinya tidak akan menjadi responden tetapi
memiliki kriteria yang sama dan responden yang digunakan sebagi uji coba tidak masuk
dalam jumlah sampel.
Mengetahui validitas kuestioner dilakukan dengan membandingkan nilai r tabel dengan
nilai r hitung. Untuk menentukan r tabel dilihat dengan tabel r (sudah ketetapan) dengan
menggunakan df= n-2, karena pengujian kuestioner dilakukan kepada 15 responden
maka 15-2=13. Pada tingkat kemaknaan 5%, didapat angka r tabel = 0,514. Nilai r hasil
dapat dilihat pada colom “Corrected item-Total Correlation”. Masing-masing
pernyataan peran keluarga terdiri dari 10 pernyataan, dengan semua pernyataan valid.
Dengan ketentuan r hasil > r tabel. Terlihat bahwa dari 10 pernyataan peran keluarga
semuanya reliabel, dengan ketentuan r alpha > r tabel. Sama halnya dengan 10
pertanyaan tentang kekambuhan pasien skizofrenia, 10 pertanyaan valid dan realibel.

3.7 Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan
utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2013). Adapun cara
pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini menggunakan prosedur sebagai
berikut :
3.7.1 Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin dari pihak terkait, yaitu
institusi pendidikan STIkes Dr. Sismadi, kemudian mengajukan permohonan
pada pihak Griya Sehat Assyifa Bogor.
3.7.2 Menyerahkan surat izin pengambilan data sekunder kepada pihak Griya Sehat
Assyifa Bogor.
48

3.7.3 Penyerahan proposal sebagai syarat pengambilan data sekunder di Griya Sehat
Assyifa Bogor
3.7.4 Mengambil data sekunder jumlah responden skizofrenia yang ada di Griya Sehat
Assyifa Bogor.
3.7.5 Menyerahkan proposal penelitian serta surat permohonan penelitian pada pihak
Griya Sehat Assyifa Bogor untuk melakukan penelitian di Griya Sehat Assyifa
Bogor.
3.7.6 Memberikan penjelasan kepada calon responden sehingga bersedia menjadi
responden dan meminta responden menandatangani lembar persetujuan.
3.7.7 Responden diberikan penjelasan tentang kuesioner yang di jadikan bahan
pertanyaan wawancara, responden diberikan kesempatan untuk bertanya jika
belum jelas.
3.7.8 Peneliti mengecek kelengkapan jawaban dalam kuesioner yang ditanyakan
apabila belum lengkap maka peneliti dapat menanyakannya kepada responden
untuk melengkapi kuesioner tersebut.
3.7.9 Kuesioner yang sudah terisi dikumpulkan untuk kemudian dilakukan
perhitungan dan dianalisa.

3.8 Tehnik Analisa Data


Analisa data dimulai pada saat pengumpulan data selesai. Data diolah secara statistik
dengan mengunakan program komputerisasi dan dianalisis dengan analisis univariat dan
bivariat, melalui tahapan sebagai berikut:
3.8.1 Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah
jawaban sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.Ini dilakukan pada waktu
pengumpulan data.
3.8.2 Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan sehingga memudahkan peneliti melakukan entri data.
3.8.3 Proscessing
Pemprosesan data yang dilakukan dengan cara mengentri atau memasukan data
dari kuisioner ke paket program komputerisasi.
3.8.4 Cleaning
49

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada
kesalahan atau tidak.
3.8.5 Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dar hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori , menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2018;482).
Data yang telah diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan
informasi tentang usia, jenis kelamin pendidikan, pekerjaan, pola hidup sehat dan
pola makan pada responden hipertensi. Analisa yang dilakukan adalah:
a. Analisa Deskriptif (Univariat)
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti baik variabel independen
dan dependen.
b. Analisa analitik (bivariat)
Setelah diketahui karateristik masing – masing variabel dapat diteruskan
analisis lebih lanjut.Apabila diinginkan analisis hubungan antara dua
variabel, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat.Untuk melihat
hubungan antara masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen dengan manggunakan uji statistik chi square.
Rumus chi square :

X2 =

Keterangan :
X² = Nilai Chi Squere
O = Nilai Observasi
E = Nilai Ekspektasi (harapan)
Derajat kebebasan (degree of freedom) dapat dihitung dengan
rumus:
50

df = (b-1) (k-1)

Keterangan :
df = Derajat kebebasan
b = Jumlah baris dalam tubuh tabel silang (contingency table)
k = Jumlah kolom dalam tubuh tabel silang (contingency table)

P value < α α = 5%
<dari α = 0,05, artinya hasil bermakna
>dari α = 0,05, artinya hasil tidak bermakna

Adapun keterbatasan uji chi square adalah sebagai berikut :


1) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E)
kurang dari (satu).
2) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari
5 (lima lebih dari 20% dari jumlah keseluruhan sel.

3.9 Etika Penelitian


Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi dan permintaan izin
dari pihak Puskesmas Banjarsari Kabupaten Bogor. Setelah mendapatkan persetujuan
barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :
3.9.1 Informed consent
Informed Consent atau lembar persetujuan diberikan pada subyek yang
diteliti.Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan dan
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
3.9.2 Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama koresponden
pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi nomor kode pada
masing- masing lembar tersebut.
3.9.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja
yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai riset.
51

Anda mungkin juga menyukai