Anda di halaman 1dari 33

Jurnal Health Society| Volume 10 No.

1 | April 2021 ISSN 2252-3642

JURNAL KEPERAWATAN DEWASA

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 5 EBN:

1. bq. Arden arsini


2. een zulpias ningrum
3. bhineka ikawati
4. yulianti
5.dhea anggraini
6.L. kholiska Kusuma
7. Adrian apriadi
8. ekomarjadi

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2023
1
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING : PENGARUH FOOT


MASSASE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
LANSIA DENGAN HIPERTENSI DI KOTA SUKABUMI 2021
Dedi Wahyudin1
1
Program Studi Sarjana Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi
dediwahyudin90@gmail.com

ABSTRAK

Salah satu penyakit kardiovaskuler yang menjadi silent killer adalah hipertensi karena
sebagian besar kasus hipertensi tidak menunjukan gejala dan tidak terdeteksi sampai
menunjukan komplikasi serius yang bisa menyebabkan kematian oleh karena itu penyakit
hipertensi perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan dalam penanganannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan Evidence Based
Nursing Practice tindakan foot massage terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
penderita hipertensi. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen pre dan post with control
group dengan jumlah sampel (n) = 40 yaitu 20 responden kelompok intervensi dan 20
responden kelompok kontrol. Terapi foot massase ini diaplikaisikan sebanyak enam sesi
dengan lama pemijatan selama 30 menit dilakukan dua kali seminggu selama 3 minggu. Hasil
penelitian menunjukkan pada kelompok intervensi ada penurunan rata-rata tekanan darah
systole yaitu dari 174,5 mmHg menjadi 149,5 mmHg dan pada rata-rata tekanan darah
diastole turun dari 98 mmHg menjadi 91 mmHg. Hasil statistik uji T tidak berpasangan
(independent sample t-test) didapat nilai p=0,000 (p<0,05), artinya ada perbedaan pengaruh
Foot massage terhadap tekanan darah systole dan diastole lansia hipertensi yang diberikan
intervensi foot massage dan yang tidak diberikan intervensi di Kelurahan Karamat Kota
Sukabumi. sehingga disarankan pada intitusi pelayanan agar dapat memberikan foot massase
sebagai intervensi tambahan pada penderita hipertensi.

Kata kunci : Evidence Based Nursing Practice, foot massase, lansia dan hipertensi

Pendahuluan
Perubahan fungsi biologis pada lansia karena proses degeneratif menyebabkan sistem
pembuluh darah mengalami penebalan didaerah miokardial dan mengalami kekakuan serta
menurunnya elastisitas pada dinding pembuluh darah arteri sehingga pengembangan
pembuluh darah menjadi terganggu dan tahanan vaskuler perifer meningkat sehingga
menyebabkan lansia rentan mengalami masalah kesehatan terutama hipertensi (Potter &
Perry, 2005; Tyso, 1999; Miller, 2012).
Hipertensi sering juga disebut sebagai The Silent Killer karena penyakit ini merupakan
pembunuh tersembunyi, dimana orang yang menderita hipertensi tidak mengetahui dirinya
terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya atau pada saat sudah terjadi
komplikasi (Kemenkes, 2018). World Health Organization (WHO) menyebutkan 1 milyar
orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar
12,8% dari seluruh total kematian disebabkan oleh hipertensi.
Di Indonesia prevalensi hipertensi terus meningkat setiap tahunnya sehingga hipertensi
menjadi penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkolosis, yakni mencapai 6,7%
dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2018 dalam Harahap (2019)).

2
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

Hasil data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan prevalensi hipertensi sebanyak 34,1%, angka
ini meningkat sebesar 8,3% dibandingan dengan data Riskesdas tahun 2013. prevalensi pada
perempuan (36,85%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki (31,34%), sedangkan prevalensi
di perkotaan sedikit lebih tinggi (34,43%) dibandingkan dengan perdesaan (33,72%),
prevalensi semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur ini bisa di lihat dari data
bahwa kelompok usia 55-64 tahun empat kali lebih tinggi dibandingkan usia 18-24 tahun, dan
satu dari dua orang dalam kelompok usia 55-64 tahun memiliki hipertensi. (Riskesdas RI,
2018). Menurut Kemenkes RI (2016) bahwa peningkatan angka morbiditas hipertensi
meningkat 50% pada umur diatas 50 tahun dan Prevalensi hipertensi diprediksi akan terus
meningkat dengan perkiraan tahun 2025 di Indonesia akan mencapai 31,7%
Prevalensi hipertensi di Jawa Barat pada tahun 2019 sebesar 39,6%, mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya 2018 yaitu 34,5%. Berdasarkan pemeriksaan tekanan
darah di Provinsi Jawa Barat, hipertensi banyak terjadi pada umur >60 tahun (17,2%), (Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2020). Hasil dari Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota
Sukabumi pada tahun 2019, daftar 10 penyakit terbanyak pada lansia yang berkunjung ke
Puskesmas di wilayah kerja Kota Sukabumi, didapatkan hasil bahwa hipertensi menduduki
peringkat pertama dengan jumlah kasus 10.527 kasus (20,26%) dan dipuskesmas Karang
tengah hipertensi merupakan penyakit terbanyak pada lansia dengan jumlah kasus 699 kasus
(Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, 2020)
Pemerintah Indonesia dalam hal pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi
melalui program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), PHBS (Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat), Posbindu PTM, dan CERDIK. Tujuan dari program kesehatan tersebut
yaitu meningkatkan status kesehatan, meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih
dan sehat, menurunkan kematian, serta upaya untuk memonitoring dan deteksi dini pada
faktor resiko penyakit tidak menular dimasyarakat (Kemenkes, 2018).
Selain itu dalam upaya menurunkan prevalensi angka kejadian mortalitas dan
morbiditas hipertensi maka pengobatan hipertensi dilakukan dengan dua macam terapi yaitu
terapi farmakologis dan terapi non farmakologis (Mulyati dkk., 2013). Pengobatan
farmakologis merupakan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang dapat
membantu menurunkan serta menstabilkan tekanan darah, sedangkan pengobatan non
farmakologis yaitu salah satu alternatif untuk menurunkan tekanan darah tanpa
ketergantungan obat (Kowalski, 2010). Pengobatan non farmakologis dapat digunakan
sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan pada saat obat anti hipertensi
diberikan (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra & Darmawan, 2008).
Terapi non-farmakologis menurut departemen kesehatan terdapat 20 jenis pengobatan
komplementer yang terbagi dalam beberapa pendekatan diantaranya adalah: dengan ramuan
(aromaterapi, sinshe), dengan pendekatan rohani dan supranatural (meditasi, yoga, reiki) dan
dengan ketrampilan (pijat refleksi) (Wahyuningsih & Astuti, 2013). Banyak studi terkait yang
membahas tentang pijat refleksi yang bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah salah
satunya yaitu dengan pijat kaki/foot massage diantaranya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Wahyuni (2014), yang menyatakan bahwa massage ekstremitas berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Hasil penelitian ini diperkuat oleh
Nugroho (2012), menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki lebih efektif dibanding hipnoterapi
dalam menurunkan tekanan darah.

3
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

Saat ini penggunaan pengobatan alternatif dengan pijat refleksi telapak kaki semakin
popular, dari data didapatkan bahwa di Amerika, pasien yang menggunakan terapi ini sudah
banyak, sedangkan di Eropa penggunaanya bervariasi dari 23% di Denmark dan 49% di
Perancis, di Taiwan 90% pasien mendapat terapi konvensional yang dikombinasikan dengan
pijat refleksi telapak kaki dan di Australia sekitar 48,5% masyarakatnya menggunakan pijat
refleksi telapak kaki. Di Indonesia pijat refleksi telapak kaki sudah mulai berkembang
sebagai upaya mengatasi masalah-masalah kesehatan (Harveli, 2014). Hal ini di dukung
dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1109 tahun 2007
menyebutkan pengobatan komplementer merupakan pengobatan meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan keamanan dan
efektifitas tinggi salah satu terapi kompelementer tersebut adalah terapi pijat refleksi
(DepKes RI, 2010)
Dalam buku Nursing Intervention Classification (NIC) Intervensi foot massase
merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan non farmakologis yang termasuk
dalam terapi pemijatan untuk meningkatkan rasa nyaman, rileks dan tenang (Gloria M
Bulecek and Howard K Butcher and Joane M Dochterman and Cheryl M Wagner, 2016).
Manfaat foot massage adalah untuk mengurangi rasa sakit pada tubuh, meningkatkan daya
tahan tubuh, membantu mengatasi stress, meringankan gejala migrain, menurunkan tekanan
darah tinggi, dan mengurangi ketergantungan terhadap obat- obatan (Wahyuni, 2014).
Bukti evidence based pemberian intervensi foot massase pada pasien hipertensi masih
kurang dan hal ini dapat menimbulkan adanya perbedaan persepsi antara petugas kesehatan
dan pasien. Oleh karena itu, perlu bukti lebih lanjut mengenai keamanan dan efektivitas foot
massase pada pasien hipertensi dan perlu adanya penerapan EBN karena intrevensi yang ada
lebih efektif.
Berdasarkan uraian data di atas penulis tertarik untuk melakukan penerapan “Evidence
Based Nursing: pengaruh foot massase Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia
Penderita Hipertensi”

Metode
Studi penerapan EBPN ini mengikuti tahapan berdasarkan Polit dan Beck (2012)
tentang implementasi EBN pada praktik keperawatan. Lokasi Penelitian dilaksanakan di
wilayah kerja puskesmas Karang tengah Kota Sukabumi pada wilayah kerja puskesmas dan
waktu penerapan dilakukan selama 3 minggu sebanyak enam sesi dengan lama pemijatan
selama 30 menit dilakukan dua kali seminggu selama 3 minggu dimulai pada bulan april- mei
2021. Tahapan tersebut terdiri atas lima tahap, yaitu: (1) memunculkan pertanyaan (PICO),
(2) mencari evidence terkait, (3) penilaian terhadap evidence yang ditemukan, (4)
implementasi evidence yang didapatkan, dan (5) evaluasi penerapan EBN. Hasil pencarian
didapat 6 artikel yang sesuai dengan kriteria. Hasil analisis didapatkan hasil : Tiga artikel
yang menjelaskan halyang samatentangwaktupemberian pijat kaki yaitu selama 4 minggu
merupakan waktu yang cukup untuk memberikan manfaat berupa perubahan tanda-tanda vital
((Eguchi et al., 2016: Ju et al.,2013: Supa’at et al.,2013). Sementara artikel Gürcan Arslan
menjelaskan cukup diberikan selama 3 minggu sudah memberikan manfaat menurunkan
tekanan darah. Selain lamanya intervensi diberikan durasi foot massase juga dibahas dalam
ulasan ini yaitu yang dijelaskan oleh Ju et al., (2013) dengan cukup diberikan 1 kali seminggu
selama 4 minggu sudah memberikan hasil. Sedangkan menurut Eguchi et al., (2016)
4
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

intervensi yang hanya

5
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

diberikan sekali seminggu tidak cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga
dibutuhkan waktu yang lebih banyak lagi yaitu 12 kali selama 4 minggu. Gürcan Arslan
(2020) menyebutkan enam sesi pijak kaki selama 30 menit dua kali seminggu selama 3
minggu. Dalam ulasan ini dijelaskan dari artikel Ju et al., (2013) dan Gurcan arslan (2020)
merekomendasi pasien diistirahatkan 10 menit sebelum dilakukan pengukuran setelah
pemberian intervensi, sedangkan penelitian dilakukan Hon.,Ghon.L.,et al (2016)
menyebutkan 30 menit setelah intervensi. Pada penerapan intervensi foot massase
menggunakan Jenis Penelitian quasi eksperimen pre dan post with control group dengan
jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 40 responden yang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu 20 responden pada kelompok intervensi dan 20 responden sebagai kelompok
kontrol. Teknik pengambilan sampel adalah teknik non probability sampling yaitu purposive
sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini yang termasuk kriteria inklusi yaitu : 1). Lansia
yang berusia minimal 60 tahun, 2). Didiagnosis hipertensi. 3). Tidak mempunyai penyakit
penyerta. 4). Bersedia menjadi responden

Hasil
A. Analisis Univariat
1. Karakteristik responden
Berdasarkan karakteristik responden didapat data pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol hampir seluruh responden berusia 60-70 tahun yaitu 19 orang (95%),
jenis kelamin pada kelompok intervensi Sebagian besar responden adalah perempuan
yaitu 12 orang (60%) sedangkan pada kelompok kontrol Sebagian besar responden
berjenis kelamin laki-laki yaitu 11 orang (55%), tingkat Pendidikan responden pada
kelompok intervensi Sebagian besar SD yaitu 15 orang (75%) dan pada kelompok
kontrol Sebagian besar SD 16 orang (80%), pekerjaan responden pada kelompok
intervensi Sebagian besar bekerja yaitu 14 (70%) dan pada kelompok kontrol Sebagian
besar bekerja yaitu 15 orang (75%).
2. Gambaran tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan foot massase pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pada kelompok intervensi rata-rata tekanan
darah sistole lansia sebelum dilakukan intervensi adalah 174,5 mmHg, Sedangkan pada
kelompok kontrol rata-rata tekanan darah sistole lansia pre adalah 173,5 mmHg. pada
kelompok intervensi rata-rata tekanan darah diastole lansia sebelum dilakukan intervensi
adalah 98 mmHg, Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah diastole
lansia pre adalah 98 mmHg
Pada kelompok intervensi rata-rata tekanan darah sistole lansia setelah dilakukan
intervensi adalah 149 mmHg, Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah
sistole lansia pre adalah 173,5 mmHg. pada kelompok intervensi rata-rata tekanan darah
diastole lansia setelah dilakukan intervensi adalah 91 mmHg, Sedangkan pada kelompok
kontrol rata-rata tekanan darah diastole lansia pre adalah 98 mmHg

6
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

B. Analisis Bivariat
1. Pengaruh foot massage terhadap tekanan darah Lansia hipertensi Sebelum Dan Sesudah
Dilakukan foot massase Pada Kelompok Intervensi dan kontrol di Kelurahan Karamat
Kota Sukabumi
Kelompok n mean SD P value
Intervensi
Systole
 Sebelum 20 174,5 11,5 0,000
 Sesudah 20 149,5 10,7
Selisih 24,5
Diastole
 Sebelum 20 98,0 10,6 0,001
 Sesudah 20 91,0 10,7
Selisih 7
Kontrol
Systole
 Pre 20 173,5 11,8 1,000
 Post 20 173,5 10,9
Diastole
 Pre 20 98,0 10,6 1,000
 Post 20 98,0 10,6

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui dapat disimpulkan di kelompok intervensi ada


perbedaan rata-rata tekanan darah systole sebelum dan sesudah sebesar 25 mmHg pada
hasil Pada rata-rata tekanan darah diastole lansia ada perbedaan rata-rata sebelum dan
sesudah sebesar 7 mmHg Hasil statistik uji T berpasangan (paired t-test) untuk nilai
p=0,001 (p<0,05) maka dapat ditarik kesimpulan ada pengaruh foot massage terhadap
penurunan tekanan darah systole dan diastole lansia sebelum dan sesudah dilakukan foot
massage pada kelompok intervensi
Pada kelompok kontrol tidak ada perbedaan rata-rata pre dan post baik pada tekanan
darah systole maupun diastole. Hasil statistik uji T berpasangan (paired t-test) untuk nilai
p=1,000 (p<0,05) maka dapat ditarik kesimpulan tidak ada pengaruh pre dan post
terhadap penurunan tekanan darah systole dan diastole lansia.
2. Perbedaan Pengaruh foot massage terhadap tekanan darah Lansia Sesudah Diberikan
Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di kelurahan Karamat Kota
Sukabumi
Kelompok N mean SD P value
Sistole  Intervensi 20 149,0 10,7 0,000
 Kontrol 20 173,5 10,9
Selisih 23,5
Diastole  Intervensi 20 91,0 10,7 0,04
 Kontrol 20 98,0 10,6
Selisih 7
Berdasarkan tabel 2 menunjukan ada perbedaan rata-rata antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol yaitu pada rata-rata tekanan darah systole sebesar 24,5 mmHg dan
pada rata-rata tekanan darah diastole sebesar 7 mmHg. Hasil statistik uji T tidak
berpasangan (independent sample t-test) didapat nilai p=0,000 dan 0,04 (p<0,05), maka
dapat ditarik kesimpulan ada perbedaan pengaruh Foot massage terhadap tekanan darah

7
Jurnal Health Society| Volume 10 No. 1 | April 2021 ISSN 2252-3642

systole dan diastole lansia hipertensi yang diberikan intervensi foot massage dan yang
tidak diberikan intervensi di Kelurahan Karamat Kota Sukabumi.

Pembahasan
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir
dari fase kehidupannya dan pada lansia akan mengalami suatu proses yang disebut Aging
Proses yaitu suatu proses dimana terjadinya penurunan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri (Ratnawati, 2017). Aging Proses akan berdampak pada berbagai aspek
kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan, ditinjau dari aspek kesehatan, semakin
bertambah usia maka lansia lebih rentan terhadap keluhan fisik, baik karena faktor alamiah
atau penyakit (Kemenkes RI, 2017). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu
kondisi dimana tekanan sistolik darah >140 mmHg dan/atau diastolik >90 mmHg (WHO,
2013). Tekanan darah diatur oleh serangkaian saraf otonom dan hormon yang memonitor
volume darah dalam sirkulasi, diameter pembuluh darah, dan kontraksi jantung, setiap faktor
ini secara intrinsik berkaitan erat dengan pengaturan tekanan darah di dalam pembuluh darah
dan nilai pembuluh darah bergantung pada kekuatan kontraksi jantung, diameter pembuluh
darah, dan volume darah di dalam sirkulasi. (Miller, 2012)
Masase atau pijat adalah penggunaan tekanan dan gerakan yang bervariasi untuk
memanipulasi otot dan jaringan lunak lainnya. Dengan melemaskan jaringan lunak tubuh,
lebih banyak darah dan oksigen dapat mencapai daerah yang terkena dampak dan mengurangi
nyeri bahkan bisa menurunkan tekanan darah (Wahyuningsih & Astuti, 2013). Masase
merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom.
Apabila seseorang mempersepsikan sentuhan sebagai stimulus rileks maka akan muncul
respon relaksasi. Sampel pada penelitian ini adalah berjumlah 40 orang yang dibagi menjadi
2 kelompok (20 orang kelompok intervensi dan 20 orang kelompok control). Penelitian ini
dilakukan selama 6 kali, seminggu 2 kali selama 3 minggu.
Hasil penelitian menunjukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol hampir
seluruh responden berusia 60-70 tahun yaitu 19 orang (95%), jenis kelamin pada kelompok
intervensi Sebagian besar responden adalah perempuan yaitu 12 orang (60%) sedangkan pada
kelompok control Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 11 orang (55%),
hal ini dikarenakan penyempitan pembuluh darah yang terjadi akibat bertambahnya umur.
Hasil pemeriksaan tekanan darah didapatkan pada kelompok intervensi rata-rata
tekanan darah sistole lansia sebelum dilakukan intervensi adalah 174,5 mmHg, Sedangkan
pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah sistole lansia pre adalah 173,5 mmHg. pada
kelompok intervensi rata-rata tekanan darah diastole lansia sebelum dilakukan intervensi
adalah 98 mmHg, Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata tekanan darah diastole lansia
pre adalah 98 mmHg. Pada kelompok intervensi rata-rata tekanan darah sistole lansia setelah
dilakukan intervensi adalah 149 mmHg, Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata tekanan
darah sistole lansia pre adalah 173,5 mmHg. pada kelompok intervensi rata-rata tekanan
darah diastole lansia setelah dilakukan intervensi adalah 91 mmHg, Sedangkan pada
kelompok kontrol rata-rata tekanan darah diastole lansia pre adalah 98 mmHg. Hasil statistik
uji T berpasangan (paired t-test) untuk nilai p=0,001 (p<0,05) maka dapat ditarik kesimpulan
ada pengaruh foot massage terhadap penurunan tekanan darah systole lansia sebelum dan
sesudah dilakukan foot massage pada kelompok intervensi. Hasil statistik uji T tidak
berpasangan
8
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

(independent sample t-test) untuk nilai p=0,000 (p<0,05), maka dapat ditarik kesimpulan ada
perbedaan pengaruh Foot massage terhadap tekanan darah systole lansia yang diberikan
intervensi foot massage dan yang tidak diberikan intervensi di Kelurahan Karamat Kota
Sukabumi.
Banyak studi terkait yang membahas tentang pijat refleksi yang bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah salah satunya yaitu dengan pijat kaki/foot massage diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014), yang menyatakan bahwa massage
ekstremitas berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Hasil penelitian ini diperkuat oleh Nugroho (2012), menunjukkan bahwa pijat refleksi kaki
lebih efektif dibanding hipnoterapi dalam menurunkan tekanan darah. Dalam buku Nursing
Intervention Classification (NIC) Intervensi foot massase merupakan salah satu bentuk
intervensi keperawatan non farmakologis yang termasuk dalam terapi pemijatan untuk
meningkatkan rasa nyaman, rileks dan tenang (Gloria M Bulecek and Howard K Butcher
and Joane M Dochterman and Cheryl M Wagner, 2016). Manfaat foot massage adalah untuk
mengurangi rasa sakit pada tubuh, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi
stress, meringankan gejala migrain, menurunkan tekanan darah tinggi, dan mengurangi
ketergantungan terhadap obat- obatan (Wahyuni, 2014). Teknik-teknik dasar yang sering
dipakai dalam pijat refleksi diantaranya: teknik merambatkan ibu jari, memutar tangan dan
kaki pada satu titik, serta teknik menekan dan menahan. Rangsangan-rangsangan berupa
tekanan pada tangan dan kaki dapat memancarkan gelombang- gelombang relaksasi ke
seluruh tubuh (Wahyuni, 2014).
Adapun keterbatasan selama melakukan penelitian ini adalah waktu pelaksaan
pemijatan yang tidak teratur di karenakan pada masa pandemic dan berbarengan dengan
kegiatan responden, program pengaturan diet pada responden juga belum dilakukan dengan
ketat sehingga kemungkinan faktor pola makanan mempengaruhi hasil penelitian karena
berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah ada beberapa responden yang tidak mengalami
penurunan tekanan darah bahkan ada responden yang mengalami peningkatan tekanan darah.

Kesimpulan
Terdapat perbedaan pengaruh Foot massage terhadap tekanan darah systole dan diastole
lansia hipertensi yang diberikan intervensi foot massage dan yang tidak diberikan intervensi
di Kelurahan Karamat Kota Sukabumi

Saran
Bagi Institusi pelayanan bahwa perlu adanya sosialisasi intervensi foot massase
pada intitusi pelayanan dalam hal ini adalah dinas kesehatan dan puskesmas
sebagai salah satu intervensi yang cukup efektif dalam mengontrol atau
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Penelitian ini dapat
dijadikan dasar dalam tridharma perguruan tinggi khususnya dalam pengabdian
masyarakat, dan untuk pengembangan ilmu keperawatan perlu adanya sosialisasi
terhadap langkah-langkah pelaksanaan foot massase sehingga menjadi rujukan
bagi peneliti lainnya. Retrograde Massage, Exercises, Kompresi
Perban Elastis, Dan Elevasi Tangan Sebagai Evidence-
Based Nursing Untuk Mengurangi Edema Tangan

Beti Kristinawati1*, Lusi Runtuwene2, Siti Rahmawati3, Ana Dwi Iriani4


887
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

1
Keperawatan Medikal Bedah, Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
2.,3
Mahasiswa Program Profesi Ners, Program Studi Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Perawat Senior, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
*bk115@ums.ac.id

Abstrak
Keywords: Pasien dangan masalah sistemik dan gangguan neurovaskuler dapat
Retrograde Massage; mengalami edema tangan. Edema tangan yang dialami pasien dapat
Exercises; Kompresi mempengaruhi bagian tubuh lain dan berdampak pada kualitas
Perban Elastis; Elevasi hidup pasien. Metode penelitian dilakukan dengan praktik
Tangan; Edema
keperawatan
Tangan/
berbasis bukti (Evidence-Based Nursing): Retrograde Massage,
Exercises, Kompresi Perban Elastis, Dan Elevasi Tangan Untuk
Mengurangi Edema Tangan. Hasil penerapan menunjukkan terjadi
perubahan yang signifikan ukuran lingkar tangan dan jari telunjuk
setelah dilakukan tindakan pada 24 dan 48 jam pengukuran.
Diharapkan tindakan keperawatan berbasis bukti ini dapat diterapkan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sehingga
berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien

1. PENDAHULUAN disebabkan oleh penyakit gagal ginjal,


Prevalensi pasien dengan jantung, dan stroke (2). Prevalensi
gangguan sistemik dan cidera kematian yang tinggi di Provinsi Jawa
neurologis terus mengalami Tengah juga didominasi oleh penyakit
peningkatan. Data global menunjukkan tidak menular seperti hipertensi, stroke,
lebih dari 57 juta penduduk didunia jantung, obesitas, dan ginjal kronik (3).
mengalami kematian karena penyakit Gangguan sitemik dan cidera
pada gangguan sistemik seperti gagal neurologis yang tidak mendapatkan
jantung kongestif, gangguan hepar, penanganan dengan tepat dapat
kegagalan ginjal, hipertensi serta mengakibatkan komplikasi edema pada
gangguan neurologis seperti stroke dan tangan (4).
cidera kepala. Data World Health Edema merupakan kondisi
Organization (WHO) menunjukkan, terjadinya pembengkakan pada
jumlah kematian akibat penyakit jaringan tubuh tertentu yang
jantung, stroke dan diabetes atau disebabkan oleh adanya penumpukan
golongan penyakit tidak menular pada cairan karena proses lepasnya cairan
tahun 2030 diprediksi akan terus dari kapiler atau ruang interstiial ke
mengalami peningkatan dan belum bisa jaringan terdekat. Edema bisa terjadi
dikendalikan (1). Data dari Riset pada pergelangan kaki, pergelangan
Kesehatan Dasar Nasional tangan, bagian kaki dan tangan
menunjukkan bahwa presentase seutuhnya. Terjadinya edema pada
kematian terbesar di Indonesia pasien akan

888
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

berpengaruh pada fungsi anggota tubuh tekanan lingkar pada ekstremitas yang
lainnya (5). Edema yang terjadi secara mengalami edema (16). Penggunaan terapi
terus menerus dan berlangsung lama dengan kompresi perban elastis terbukti
dapat mengakibatkan nyeri, kekakuan, efektif mengurangi edema pada pasien
dan fibrosis (6) serta menimbulkan limfadema (6). Teknik kompresi juga
bekas luka karena keruskan jaringan, terbukti efektif mengurangi edema pada
penurunan fungsi tangan, dan pasien stroke (8). Selain penggunaan terapi
mengurangi estetika pada tangan pasien diatas, kombinasi dengan menambahkan
(7). Dampak permanen edema tangan
yang tidak segera mendapatkan
perawatan adalah kehilangan fungsi
untuk aktivitas sehari-hari (8)
menyebabkan depresi (9) dan kualitas
hidup pasien rendah (10).
Untuk mengurangi edema dan
meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan masalah sistemik dan gangguan
neurologis penelitian Miller
menunjukkan bahwa penggunaan
beberapa
terapi
kompelementer yang dikombinasikan
dengan tepat terbukti efektif
mengurangi edema pasien (11). Terapi
komplementer yang terbukti efektif
mengurangi edema dan meningkatkan
kualitas kesehatan pasien adalah teknik
kombinasi pijat, aktif kegiatan fisik
terukur, dan kompresi serta teknik
elevasi (6). Terapi komplementer
dengan pijat retrograde ringan adalah
salah satu terapi masase yang banyak
direkomendasikan (12). Melakukan
pijatan retrograde secara ringan dan
rutin terbukti baik untuk manajemen
edema pasien dengan gangguan
sistemik dan cidera neurologis (13).
Penggunaan terapi pijat retrograde
secara berkala menunjukkan edema
pasien mengalami penyusutan dan
pasien merasa lebih nyaman (14).
Penelitian di Inggris menyatakan
bahwa pijat retrograde secara ringan ini
digunakan untuk mengurangi edema
pada bagian tubuh atas (15).
Selain dengan teknik pijat
retrograde ringan, teknik terapi
komplementer yang digunakan adalah
melakukan kompresi dengan
menggunakan perban elastis. Teknik
ini dilakukan dengan memberikan
889
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

terapi komplementer dengan teknik dalam tindakan ini adalah ukuran


elevasi terbukti sangat efektif oedema berkurang.
dalam mengurangi edema, karena Hasil-hasil penelitian yang
gravitasi yang terjadi membantu diterapkan dalam praktik keperawatan ini
proses drainase edema dari tubuh ditelusuri pada data based online Scopus,
distal (13). Crosseff, Pubmed, dan Google Scholar.
Kata kunci yang digunakan yaitu
Tujuan dari penerapan hasil-
retrograde massage; massage therapy;
hasil penelitian dalam praktik elastic bandage; exercises, hand elevation;
keperawatan ini adalah untuk hand edema; stroke dan systemic disease.
menerapkan kombinasi terapi Untuk mendapatkan hasil-hasil penelitian
kompelemnter light retrograde
massage, excercisess, kompresi
perban elastis, dan teknik elevasi
tangan untuk mengurangi edema
tangan pada pasien dengan masalah
sistemik dan gangguan neurologis.

2. METODE
Penerapan praktik keperawatan
berbasis bukti (Evidence-Based
Nursing/ EBN): Retrograde Massage,
Exercises, Kompresi Perban Elastis,
Dan Elevasi Tangan Untuk
Mengurangi Edema Tangan Intencive
Care Unit/ ICV dan High Care Unit
(HCU) Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten periode
bulan
6 Januari- 15 Februari 2020
(selama 6 minggu).
Hasil-hasil penelitian yang
menjadi dasar dalam praktik
keperawatan berbasis bukti ini
diidentifikasi berdasarkan
pertanyaan penelitian yang
tersusun dengan unsur PICO.
Population atau Patient atau
Problem (P) adalah pasien dengan
penyakit sistemik dan gangguan
neurologi yang mengalami edema
tangan; Intervention (I) yang
diterapkan yaitu pijat retrograde,
latihan (ROM), pembebatan
dengan perban elastis dan elevasi
tangan; Comparison atau control
(C) yang dilakukan adalah tindakan
elevasi tangan yang dilakukan
sesuai dengan Standard
Operating
Procedure/SOP yang berlaku di
RS; Outcome (O) yang diharapkan

890
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

yang lebih spesifik digunakan operator dan elevasi tangan. Tahapan pelaksanaan
Boolean berupa kata “AND”, “OR” tindakan dijelaskan pada gambar 1.
dan “NOT” serta menggunakan tanda Gambar 1. Tahapan Pelaksanaan
kutip (“….”) untuk satu frase utuh. Tindakan Massage, Exercises, Kompresi
Hasil pencarian dari data-based Scopus Perban Elastis dan Elevasi Tangan
diperoleh 1 artikel; Crossreff sebanyak
200 artikel; Pubmed sebanyak 2 artikel,
dan Google Scholar sebanyak 710
artikel. Hasil pencarian tersebut
kemudian diidentifikasi relevansi dan
diperoleh 2 artikel yang relevan dan
digunakan sebagai dasar intervensi.
Sejumlah 12 pasien dijadikan
responden dalam penerapan tindakan
keperawatan berbasis bukti.
Karakteristik responden ditampilkan
pada tabel 1. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah berusia diatas 17
tahun, adanya edema tangan akibat
gangguan sistemik seperti gagal ginjal
kronis, gagal jantung dan atau cedera
neurologis seperti stroke. Selain itu,
pasien yang mengalami gangguan
penyerapan nutrisi, dan terbukti
kekurangan protein yang didukung
dengan hasil pemeriksaan Albumin
rendah. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah pasien yang
mengalami luka terbuka atau fraktur
tangan, luka bakar pada area tangan,
dan edema yang disebabkan karena
masalah lokal seperti selulitis,
trombosis vena dalam (Deep Vein
Thrombus/ DVT) dan pasien yang
dilakukan terapi invasif untuk
mengobati edema.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian adalah lembar monitoring
untuk mencatat hasil pengukuran
edema. Selain itu, dibutuhkan alat lain
sebagai penunjang seperti spidol
marker, midline/pita pengukur, elastic
bandage (ukuran 2,5cm, 5cm dan
7,5cm), minyak untuk pijat/lotion, dan
bantal untuk menjaga elevasi tangan.
Intervensi yang dilakukan terdiri dari
kombinasi empat teknik sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu, meliputi:
pijat retrograde ringan, latihan rentang
gerak (Range Of Motion/ROM),
pembebatan dengan elastic bandage,
891
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

edema distal.

(Villeco, 2012)

Prosedure penilaian dilakukan


dengan cara mengukur tangan dan
proksimal jari telunjuk saat hari
pertama pengukuran. Cara
pengukuran ditampilkan pada
gambar
2. Hal yang perlu diperhatikan ketika
melakukan tindakan adalah
menghindari melakukan pembebatan
terlalu ketat agar sirkulasi tidak
terganggu, pastikan tidak ada
perubahan warna atau suhu, dan jaga
agar elastic bandage tidak
menggulung, sehingga menyebabkan
892
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Gambar 2. Metode Pengukuran dijelaskam tujuan dari tindakan yang


edema tangan akan dilakukan, pasien yang setuju
diminta untuk menanda tangani informed
consent. Pasien yang tidak sadar, untuk
persetujuan tindakan diwakili oleh
anggota keluarga.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan dari
12 sampel tidak ada yang mengeluhkan
nyeri setelah dilakukannya tindakan.
Hasil pengukuran menunjukkan lingkar
tangan dan jari telunjuk proksimal
6 pasien mengalami penurunan secara
signifikan. Hasil yang didapatkan saat
melakukan pengukuran menggunakan
pita pada 24 jam pertama dan 48 jam
berikutnya didapatkan ukuran edema
(Aslesha, 2016) tangan berkurang positif dengan
perubahan yang dapat diamati adalah
Penerapan hasil penelitian dalam lingkar tangan berkurang dan jari
praktik keperawatan ini telah memenuhi telunjuk proksimal berkurang. Analisis
deklarasi Helsinki 1975, Council for hasil pengukuran ditampilkan pada
International Organizations of Medical Tabel 2. Setelah 2 hari penerapan terapi
Sciences (CIOMS), dan World Health kombinasi, pemberian tindakan
Organization (WHO) 2016. Bukti dihentikan karena ukuran tangan dan
kelayakan etis diterima dari Komite Etik jari pasien kembali normal. Untuk
Penelitian Kesehatan Fakultas mencegah terjadinya edema pasien
Kedokteran Universitas Muhammadiyah disarankan untuk menjaga dan
Surakarta. Selain itu, setelah mempertahankan elevasi tangan saat
istirahat. Setelah 48 jam perawatan
dihentikan, dari pengamatan terapis
tidak ada edema tangan yang terjadi.

Tabel 1
Karakteristik Responden
(n=12)

Variabel Frekuensi Persentase


(%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 8 66,6
Perempuan 4 33,4
Umur
50-60 Tahun 7 58,3
60-70 Tahun 4 33,4
70-80 Tahun 1 8,3
Diagnosis Medis
Stroke 5 41,7
CHF 4 33,3
CKD 3 25
893
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Kategori Edema
Acute 4 33,3
Sub-Acute 8 66,7

894
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

Tabel 2
Analisis Hasil Praktik Keperawatan Berdasar Bukti

95% CI
Karakteristik Std.
Std.
(Pre & Post Mean Error t
Deviation
n=12) Mean Lower Upper

Ukuran Pre
Lingkar & 2,26417 ,90174 ,26031 1,69123 2,83711 8,698
Tangan Post
Ukuran
Jari Pre
& ,69250 ,41152 ,11880 ,43103 ,95397 5,829
Telunju Post
k
Proksimal

Hasil pengukuran edeme lengkar tangan dan jari telunjuk proksimal ditampilkan pada
diagram 1
Diagram 1
Pre dan Post Tindakan

50

40

30

20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 910111213

Ukuran Lingkar Tangan Pre Terapi Ukuran Jari Telunjuk Proksimal Pre Terapi
Ukuran Lingkar Tangan Post TerapiUkuran Jari Telunjuk Post Terapi

3.2. Pembahasan signifikan. Hasil studi Jackson et al


Sebagian besar peserta penelitian ini (2012)
adalah lansia dengan stroke (15) menemukan ada
hemiplegic, dan semua peserta kesepakatan
menunjukkan adanya edema di tangan
yang lumpuh. Sebuah studi oleh
Leibovitz et al (2007) (4) menunjukkan
bahwa imobilitas karena kelumpuhan
atau rasa sakit dapat menyebabkan
edema, dengan 37% individu
mengalami edema tangan. Dalam
penelitian ini setelah intervensi pertama
pijat retrograde ringan, terdapat
beberapa perubahan tangan yang

895
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

mengenai metode pengukuran efektif


untuk
pijat retrograde ringan adalah inspeksi
visual (n = 31, 100% perjanjian);
pengukuran lingkar (n = 25,100%
perjanjian responden). Pada awalnya
24 jam perawatan pasca (kompresi
pasca perban elastis dan elevasi
tangan) menunjukkan pengurangan
ukuran tangan yang sangat signifikan
dan perubahan tangan yang dapat
diamati. Studi oleh Gustafsson et al
(2014) (8) menunjukkan Kompresi
perban elastis adalah intervensi yang
efektif dari pengurangan edema
jangka pendek pada pasien stroke,
tetapi kemudian mereka
menemukan

896
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

pengembalian edema setelah (3) Profil Kesehatan Provinsi Jawa


pengangkatan perban. Alasan fisiologis Tengah. Jawa Tengah. Badan Pusat
dan penjelasan untuk perban Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2019
didasarkan pada kemampuannya untuk (4) Leibovitz, A., Baumoehl, Y.,
Roginsky, Y., Glick, Z., Habot, B., &
mengerahkan kekuatan pada jaringan,
Segal R. Edema of the paretic hand in
sehingga menjaga
dan memperkuat tekanan jaringan dan
memfasilitasi aliran hore dan limfatik
(10).
48 jam berikutnya pasca perawatan
penelitian ini menunjukkan semua
tangan pasien telah kembali ke ukuran
normalnya dibandingkan dengan
tangan yang tidak terpengaruh dan
berhenti mendapatkan perawatan.
Untuk mencegah kembalinya Elevasi
mengurangi filtrasi kapiler / tekanan
keluar, mengurangi tekanan hidrostatik
arteri (12) edema, terapis tetap
mempertahankan elevasi tangan hingga
48 jam ke depan dan diamati. Hasilnya
tidak menunjukkan kembalinya edema
tangan yang ada pada semua pasien.
Teknik elevasi tangan diterapkan
karena memungkinkan gravitasi untuk
membantu drainase edema dari anggota
tubuh distal (13).

4. KESIMPULAN
Penelitian ini sedang mengevaluasi
penerapan Management hand edema
dengan teknik kombinasi light
retrograde massage, Exercises of ROM,
Compression of elastic bandage dan
Hand elevation. Hasil signifikan
ditemukan dalam ukuran tangan dan
visual. Menunjukkan teknik kombinasi
dengan protokol disiplin memberikan
hasil yang cepat dan lebih baik dalam
mengurangi edema tangan, sebaliknya
juga dapat mempengaruhi kenyamanan
pasien.

REFERENSI
(1) World Health Organisation WHO.
2017
(2) Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018.
Kementrian Kesehatan Badan
Penelitian dan Pengembangan
Keseahatan. 2018

897
The 13th University Research Colloqium 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Klaten

elderly post-stroke nursing (15) Jackson, T., Van Teijlingen, E., &
patients. Archives of
Gerontology and Geriatrics.
2007;44(1):37–42.
(5) Aslesha E. A Review on Edema.
Research and Reviews: Journal of
Pharmaceutical Analysis,. 5(2):63–
70.
(6) Gustafsson, L., Patterson, E.,
Marshall, K., Bennett, S., &
Bower
K. Efficacy of Compression
Gloves in Maintaining Edema
Reductions After. 2016;
(7) Miller, Leanne K., Jerosch-Herold,
C., & Shepstone L. Effectiveness
of edema management techniques
for subacute hand edema: A
systematic review. J Hand Ther.
2017;30(4):432–446.
(8) Gustafsson, L., Walter, A., Bower,
K., Slaughter, A., & Hoyle M.
Single-case design evaluation of
compression therapy for edema of
the stroke-affected hand. Am J
Occup Ther. 2014;68(2):203–211.
(9) Choi, J. B., Ma, S. R., & Song BK.
The effect of resting hand splint on
hand pain and edema among
patients with stroke. J Ecophysiol
Occup Heal. 2016;16(1–2).
(10) Louise Gustafsson, Elizabeth
Patterson , Kathryn Marshall, Sally
Bennett KB. Application of
Compression Bandaging to the
Stroke-Affected Upper Limb. Am
J Occup Ther. 70(2).
(11) Miller LK. The assessment and
treatment of sub-acute hand
oedema after trauma or surgery .
March. 2019;
(12) Artzberger SM. Edema Reduction
Techniques. A Biologic Rationale
for Selection. In Fundamentals of
Hand Therapy: Clinical Reasoning
and Treatment Guidelines for
Common Diagnoses of the Upper
Extremity: Second Edition. 2013;
(13) Villeco JP. Edema: A silent but
important factor. J Hand Ther.
2012;
(14) Artzberger SM. Manual Edema
Mobilization. In Rehabilitation of
the Hand and Upper Extremity.
2011;2- Volume S.

898
E-ISSN - 2477-6521
Vol 4(3) Oktober 2019 (601-607)

Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan


Avalilable Online http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/endurance

Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan


Stroke Non-Hemoragik: Studi Kasus

Filya Kharti Gempitasari, Feni Betriana*


Program Studi Pendidikan Ners, STIKes Fort de Kock Bukittinggi
*
Email Korespondensi : fenibetriana@gmail.com

Submitted :13-09-2019, Reviewed:29-09-2019, Accepted:06-10-2019


DOI: http://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4421

ABSTRACT
Background: Stroke is a clinical syndrome which is characterized by loss of brain function acutely and it
can lead to death. Patients with stroke often experience declining of consciousness which might decrease
the quality of life. To reach the good outcome of nursing care, it is necessary to implement evidence-
based nursing. Aim: This case study aims to present the implementation of evidence-based nursing by
providing murrotal therapy and head-up positioning 30 degree to increase patient’s level of
consciousness and oxygen saturation. Method: The murrotal therapy was implemented for seven days and
head-up positioning 30 degree was implemented for three days. After each implementation, the patient
was evaluated by assessing the Glasgow Coma Scale (GCS) and oxygen saturation. Results: The results
showed an increasing level of consciousness after murrotal therapy was given from GCS 7 in the first day
of implementation to GCS 11 in the 7 th day. Oxygen saturation increased for 1.5% in average.
Conclusion: The head-up positioning 30 degree and murrotal therapy show good outcome for patients
with stroke. Thus, implementation of those two evidences-based nursing in providing nursing care is
recommended.

Keywords: Evidence based nursing; head-up position; murrotal, non-hemorrhagic stroke

ABSTRAK
Latar belakang: Stroke merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak
secara akut dan dapat menimbulkan kematian. Pasien dengan stroke seringkali mengalami penurunan
kesadaran yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Untuk mencapai hasil perawatan yang
baik, diperlukan implementasi evidence-based nursing. Tujuan: Studi kasus ini bertujuan untuk
mempresentasikan implementasi evidence-based nursing dengan pemberian terapi murrotal dan
pengaturan posisi kepala head-up 30 derajat untuk meningkatkan tingkat kesadaran pasien dan saturasi
oksigen. Metodologi: Terapi murrotal diaplikasikan selama tujuh hari dan pengaturan posisi kepala
head-up 30 derajat diaplikasikan selama tiga hari. Setelah setiap intervensi yang dilakukan, pasien
dievaluasi dengan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) dan saturasi oksigen. Hasil: Hasil
menunjukkan peningkatan kesadaran pasien setiap hari setelah dilakukan terapi murotal dari GCS 7
pada hari ke-1 menjadi GCS 11 pada hari ke-7. Saturasi oksigen mengalami peningkatan rata-rata
1,5%. Kesimpulan: Pengaturan posisi kepala head-up 30 derajat dan terapi murrotal memperlihatkan
hasil yang baik terhadap pasien stroke. Karena itu, penerapan kedua evidence-based nursing ini dalam
memberikan asuhan keperawatan direkomendasikan.

Kata kunci: Evidence based nursing; posisi head-up; murrotal, stroke non-hemorrhagic

LLDIKTI Wilayah X 601


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(601-607)
PENDAHULUAN kepada pasien berdasarkan teori dan hasil
American Heart Association penelitian (Ingersoll, 2000).
mendefinisikan stroke sebagai suatu sindrom Terapi murrotal Al Quran dan
klinik yang ditandai dengan hilangnya pengaturan posisi kepala head-up 30 derajat
fungsi otak secara akut dan dapat merupakan dua intervensi EBN yang sudah
menimbulkan kematian (National diteliti dan direkomendasikan pada pasien
Collaborating Centre for Chronic Condition, stroke. Murrotal Al Quran telah banyak
2008). Secara umum, stroke dibedakan atas digunakan sebagai terapi untuk mengatasi
dua kategori yaitu stroke iskemik atau non- berbagai masalah kesehatan pada pasien di
hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke banyak negara. Penelitian yang dilakukan
non-hemoragik disebabkan karena oleh Upoyo, Ropi, dan Sitorus (2011) di
penyumbatan pembuluh darah di otak Indonesia dengan memberikan stimulasi
sedangkan stroke hemoragik disebabkan murrotal Al Quran pada pasien stroke
karena pecahnya pembuluh darah dan menunjukkan hasil adanya peningkatan
mengakibatkan perdarahan di otak (National kesadaran pasien. Penelitian lain yang
Collaborating Centre for Chronic Condition, dilakukan oleh Babaii, Abbasinia, Hejazi,
2008). Reza, & Tabaei, (2015) di sebuah rumah
Menurut Kementrian Kesehatan sakit di Iran menunjukkan bahwa pasien
Republik Indonesia (2014), stroke yang diberikan terapi murrotal Al Quran
merupakan penyebab kecacatan nomor satu sebelum menjalani kateterisasi jantung
dan penyebab kematian nomor tiga di dunia mengalami penurunan kecemasan yang
setelah penyakit jantung dan kanker. Di signifikan dibandingkan dengan pasien yang
Indonesia, prevalensi stroke sebesar 830 per tidak diberikan terapi murrotal Al Quran.
100.000 penduduk dan yang telah Selain itu, terapi murrotal Al Quran juga
didiagnosis adalah sebesar 600 per 100.000 terbukti efektif untuk pasien dengan
penduduk. Beban akibat stroke yang gangguan psikologis (Saged et al., 2018) dan
disebabkan oleh kecacatan menimbulkan juga direkomendasikan sebagai terapi untuk
biaya yang tinggi, baik oleh penderita, mengatasi gangguan tidur pada anak autis
keluarga, masyarakat, dan negara. Pasien (Tumiran, Mohamad, & Saat, 2013). Terapi
dengan stroke umumnya mengalami murrotal Al Quran merupakan intervensi
penurunan tingkat kesadaran dan gangguan yang direkomendasikan karena tidak hanya
hemodinamik yang menyebabkan terjadinya memberikan efek terapeutik untuk fisik saja
penurunan kualitas hidup penderita. tetapi juga psikologis dan spiritual (Saged et
Untuk mengatasi stroke, diperlukan al., 2018).
penanganan yang komprehensif demi Seperti halnya dengan terapi murrotal Al
mencegah terjadinya komplikasi yang lebih Quran, pengaturan posisi kepala untuk
serius. Penerapan evidence-based nursing memperbaiki saturasi oksigen juga telah
(EBN) merupakan salah satu strategi untuk diteliti dan banyak dilakukan untuk
memberikan outcome yang lebih baik untuk mendapatkan outcome yang lebih baik dari
kesembuhan pasien. tindakan keperawatan. Pengaturan posisi
Ditilik dari sejarah EBN dan evidence- head up 30 derajat tidak hanya dilakukan
based practice (EBP) dalam dunia pada pasien stroke, tapi juga pada pasien
keperawatan, EBN dan EBP diadopsi dari dengan masalah kesehatan lainnya. Studi
evidence-based medicine (EBM) yang kasus yang dilakukan oleh Hasan (2018)
berfokus pada percobaan klinis (Ingersoll, menunjukkan bahwa pengaturan posisi
2000). EBN dalam praktik keperawatan kepala head-up 30 derajat dapat
merupakan pemberian asuhan keperawatan meningkatkan saturasi oksigen pada pasien

LLDIKTI Wilayah X 602


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(601-607)
stroke. Penelitian lain oleh Hsu, Ho, Lin, & Untuk tahap selanjutnya, penerapan
Chiu (2014) pada pasien dengan asites EBN dilakukan terhadap seorang pasien
karena sirosis menunjukkan saturasi oksigen stroke di ruang rawat neurologi sebuah
yang lebih baik saat pasien diposisikan pada rumah sakit umum di Propinsi Sumatera
posisi head up 30 derajat. Selain itu, Barat. Sebelum intervensi dilaksanakan,
penelitian yang dilakukan di Brazil prosedur dijelaskan kepada keluarga pasien.
menunjukkan bahwa pengaturan posisi 30 Kesediaan keluarga diberikan melalui
derajat memberikan outcome positif persetujuan verbal. Sebelum EBN
terhadap kompliansi dinamik pasien dengan diimplementasikan, dilakukan pengkajian
ventilasi mekanik (Martinez et al., 2015). secara komprehensif terhadap pasien. Dua
Pada pasien stroke yang mengalami intervensi tersebut dilaksanakan masing-
penurunan kesadaran dan saturasi oksigen, masing selama tujuh hari untuk terapi
maka penggabungan dua terapi murrotal Al murotal Al Quran dan tiga hari untuk
Quran dan pengaturan posisi head up 30 pengaturan posisi kepala head-up 30 derajat.
derajat diharapkan dapat memberikan hasil Terapi murrotal dilakukan dari tanggal 27
keperawatan yang lebih baik. Artikel ini Desember 2018 sampai dengan 2 Januari
merupakan studi kasus yang bertujuan untuk 2019. Terapi murotal Al Quran dilakukan
memaparkan hasil implementasi kedua EBN dengan menggunakan media handphone
tersebut pada pasien stroke. selama 30 menit untuk setiap sesi. Pada hari
pertama dan kedua, pasien diperdengarkan
METODE PENELITIAN surah Ar Rahman. Pada hari ketiga dan
Studi kasus ini mengikuti tahapan keempat, diputarkan surah Yasin, dan hari
berdasarkan Polit dan Beck (2012) tentang ke-5 sampai ke-7 diputarkan surah An Nisa.
implementasi EBN pada praktik Pemilihan surah dilakukan berdasarkan
keperawatan. Tahapan tersebut terdiri atas keinginan keluarga.
lima tahap, yaitu: (1) memunculkan Pengaturan posisi kepala head up 30
pertanyaan (PICO), (2) mencari evidence derajat dilakukan dari tanggal 27 sampai
terkait, (3) penilaian terhadap evidence yang dengan 29 Desember 2018. Pengaturan
ditemukan, (4) implementasi evidence yang posisi head up dilakukan pada saat pasien
didapatkan, dan (5) evaluasi penerapan berada di kamar HCU ruangan neurologi
EBN. Untuk tahap pertama, pertanyaan yang yang dilengkapi fasilitas monitor, pulse
dimunculkan berdasarkan PICO oksimetri, dan saturasi oksigen yang
(Problem/population, intervention, memungkinkan untuk memantau perubahan
comparison, dan outcome), yaitu “Pada saturasi pasien. Pengaturan posisi head up
pasien stroke, apakah intervensi yang dapat 30 derajat dilakukan dengan cara menaikkan
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tempat tidur kemudian mengganjal kepala
dan saturasi oksigen?”. pasien sampai ke bahu menggunakan bantal
Setelah pertanyaan dirumuskan, tahap selama 30 menit.
kedua dilaksanakan dengan pencarian EBN Tahap terakhir adalah evaluasi terhadap
menggunakan data base elektronik yaitu implementasi EBN. Penilaian GCS
google scholar. Hasil penilaian terhadap dilakukan setiap hari selama tujuh hari
artikel yang ditemukan pada tahap ketiga rawatan setelah terapi murotal Al Quran
merekomendasikan aplikasi terapi murrotal dilakukan. Penilaian saturasi oksigen
Al Quran dan pengaturan posisi kepala head- dilakukan selama tiga hari rawatan untuk
up 30 derajat untuk meningkatkan kesadaran pengaturan posisi kepala head-up 30 derajat
dan saturasi oksigen pada pasien stroke. sebelum dan setelah intervensi dilakukan.
Evaluasi tidak dilaksanakan pada saat
intervensi diberikan,

LLDIKTI Wilayah X 603


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(601-607)
melainkan setelah setiap intervensi 183/100 mmHg, nadi 80x/menit, suhu
dilakukan untuk menghindari distraksi 37.50C, pernafasan 22x/menit, dan SpO2
selama tindakan berlangsung. 91%.
Riwayat kesehatan menunjukkan pasien
HASIL DAN PEMBAHASAN menderita hipertensi, stroke, diabetes
melitus, dan jantung. Pasien sudah
Hasil pengkajian terhadap pasien
mengalami hipertensi sejak 10 tahun yang
adalah sebagai berikut: pasien adalah
lalu. Informasi dari keluarga didapatkan
seorang wanita berusia 63 tahun, dibawa ke
bahwa sebelumnya pasien juga pernah
rumah sakit dengan kondisi tidak bisa bicara
dirawat karena mengalami penurunan
saat dipanggil, anggota gerak bagian kanan
kesadaran dan kelemahan pada anggota
lemah, dan tidak sadarkan diri. Hal tersebut
gerak sebelah kanan. Pada kasus ini, pasien
terjadi tiba-tiba pada saat pasien sedang
dirawat selama tiga hari di kamar HCU
duduk menonton TV di rumahnya.
ruangan neurologi, kemudian dipindahkan
Pengkajian dilakukan pada hari yang
sama pasien masuk rumah sakit (Kamis, 27 ke ruang rawat ruangan neurologi.
Desember 2018). Pada saat dilakukan Penerapan evidence-based nursing yaitu
pengkajian, pasien mengalami penurunan terapi murrotal dan pengaturan posisi kepala
kesadaran dengan GCS 7 (E2V2M3) dengan head-up 30 derajat pada pasien bertujuan
tingkat kesadaran somnolen. Pasien untuk meningkatkan kesadaran dan saturasi
ditempatkan di HCU ruang rawat inap oksigen. Hasil evaluasi penilaian GCS dan
neurologi dengan hasil pengkajian tanda- saturasi oksigen disajikan dalam tabel
tanda vital didapatkan: tekanan darah berikut.

Tabel 1. Hasil Penilaian Evaluasi GCS dan Saturasi Oksigen

Waktu pelaksanaan GCS Saturasi Oksigen


Kamis, 27-12-2018 7 Pre: 91%, Post: 91%
Jumat, 28-12-2018 7 Pre: 92%, Post: 94%
Sabtu, 29-12-2018 8 Pre: 95%, Post: 96%
Minggu, 30-12-2018 9 -
Senin, 31-12-2018 10 -
Selasa, 01-01-2019 11 -
Rabu, 02-01-2019 11 -

LLDIKTI Wilayah X 604


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(601-607)
Tabel 1 menunjukkan peningkatan Rashvand, 2018).
kesadaran dari GCS 7 pada hari pertama ke spiritualmemberikan efek
GCS 11 pada hari ke-7. Hasil implementasi kesembuhan sebagaimana tertulis dalam
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya ayat-ayatnya (Qolizadeh, Myaneh, &
yang dilakukan oleh Upoyo et al. (2011).
Penelitian mereka dilakukan dengan
memberikan stimulasi Al Quran selama 30
menit selama 3 hari pada pasien stroke
iskemik dan didapatkan peningkatan nilai
GCS yang bermakna antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Hasil
penelitian lain oleh Nasiri, Shahdadi,
Mansouri, dan Bandani (2017) yang
dilakukan terhadap 30 pasien di sebuah ICU
di Irak juga memperlihatkan perubahan
signifikan terhadap penurunan tanda-tanda
vital dan peningkatan kesadaran setelah
diperdengarkan Al Quran selama 15 menit
dalam waktu 10 hari.
Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Naseri-Salahshour et al.
(2018) untuk mengetahui
efek mendengarkan Al Quran terhadap
pasien koma di Iran juga
memperlihatkan hasil serupa. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan
peningkatan tingkat kesadaran secara
signifikan pada kelompok intervensi setelah
diperdengarkan Al Quran selama 10 hari,
sedangkan pada kelompok kontrol tidak
terjadi peningkatan kesadaran pasien secara
signifikan. Hasil penelitian tersebut
merekomendasikan terapi Al Quran sebagai
salah satu intervensi spiritual pada pasien
yang mengalami gangguan kesadaran. Al
Quran merupakan terapi yang efektif untuk
pasien dengan berbagai gangguan fisik dan
mental. Al Quran memiliki frekuensi dan
panjang gelombang spesifik yang
menstimulasi sel otak untuk mengembalikan
keseimbangan, harmonisasi, dan kooordinasi
(Nasiri et al., 2017). Mendengarkan Al
Quran menstimulasi penurunan
aktivitas sistem simpatik yang
memberikan efek relaksasi (Qolizadeh,
Myaneh, & Rashvand, 2018). Selain itu,
mendengarkan Al Quran sebagai intervensi

LLDIKTI Wilayah X 605


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus
Mendengarkan murrotal Al Quran memberikan akses yang lebih baik
merupakan terapi yang tidak hanya
memberikan efek terhadap fisik, tetapi
juga berefek terhadap psikologis dan
spiritual pendengarnya (Saged et al., 2018).
Hal ini menjadikan terapi murrotal Al
Quran cocok untuk diaplikasikan pada
daerah mayoritas Muslim dimana banyak
perawat dan pasiennya Muslim seperti di
Indonesia. Selain itu, sebagai perawat
professional, asuhan keperawatan
diharapkan dapat diberikan secara holistik.
Perawat tidak hanya merawat pasien dari
sisi fisik saja, tetapi juga secara psikologis
dan spiritual.
Pasien yang tidak sadar memiliki
kemampuan pendengaran masih dapat
berfungsi (Laureys & Schiff, 2012).
Karena itu, pada studi kasus ini, pasien
stroke yang mengalami penurunan
kesadaran, kemampuan mendengar masih
berfungsi sehingga terapi murrotal Al
Quran dapat menjadi pilihan intervensi
untuk meningkatkan kesadaran pasien.
Implementasi kedua adalah
pengaturan posisi kepala di tempat tidur
dengan head up
30 derajat untuk meningkatkan saturasi
oksigen. Untuk implementasi ini dilakukan
selama 3 hari rawatan saat pasien berada di
ruangan HCU karena ruangan HCU
difasilitasi monitor dan pulse oksimetri
sehingga bisa dipantau untuk dilihat
perubahannya. Hasil memperlihatkan
bahwa saturasi oksigen mengalami
peningkatan 2% pada hari kedua dan 1%
pada hari ketiga.
Posisi mempengaruhi aliran udara di
otak (Anderson et al., 2017). Pasien stroke
yang mengalami penurunan kesadaran juga
akan mengalami penurunan mobilisasi.
Posisi pasien yang imobilitas di tempat
tidur dapat mempengaruhi fungsi respirasi
(Martinez et al., 2015). Hal ini
menstimulasi banyak penelitian untuk
menentukan posisi yang dapat
mempertahankan fungsi respirasi dengan
baik. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa posisi head up 30 derajat
LLDIKTI Wilayah X 606
Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(601-607)
terhadap saturasi oksigen (Hsu et al., 2014). up 30 derajat menunjukkan hasil yang
Selain itu, studi kasus sebelumnya oleh diharapkan dalam pemberian asuhan
Hasan (2018) yang melakukan pengaturan keperawatan kepada pasien dengan stroke.
posisi elevasi kepala 30 derajat pada pasien Pemberian terapi murotal Al Quran selama 7
stroke hemoragik menunjukkan peningkatan hari menunjukkan peningkatan GCS pasien
saturasi oksigen sebesar 2 % dari 96% dari GCS 7 menjadi GCS 11. Pengaturan
menjadi 98%. Penelitian lain dilakukan oleh posisi kepala head up 30 derajat selama 3
Martinez et al. (2015) tentang efek dari hari menunjukkan terjadinya peningkatan
pemberian posisi elevasi kepala pada derajat saturasi oksigen setelah intervensi
yang berbeda terhadap 35 orang pasien ICU dilaksanakan. Kedua EBN ini
di Salvador, Brazil. Hasil penelitian mereka direkomendasikan untuk dilakukan kepada
menunjukkan bahwa posisi 30 derajat pasien stroke agar mendapatkan hasil
memberikan efek yang terbaik terhadap perawatan maksimal.
kompliansi dinamik dibandingkan dengan
posisi elevasi kepala dengan derajat yang UCAPAN TERIMAKASIH
lain. Derajat posisi kepala mempengaruhi Ucapan terima kasih disampaikan
respirasi mekanik yang dapat diobservasi kepada perawat dan manajemen RSUD Dr.
melalui saturasi oksigen. Rekomendasi dari Achmad Mochtar Bukittinggi, Sumatera
studi terbaru menunjukkan bahwa pasien Barat yang telah memfasilitasi
dengan ventilasi mekanik sebaiknya pengimplementasian evidence-based nursing
diposisikan dengan elevasi kepala antara 30- terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit.
450 untuk mencegah resiko pneumonia
(Martinez et al., 2015). DAFTAR PUSTAKA
Studi kasus ini menampilkan aplikasi Anderson, C. ., Arima, H., Lavados, P., Billot,
dari gabungan dua EBN tersebut terhadap L., Hackett, M. ., Olavarria, V. ., …
pasien yang sama untuk mendapatkan hasil Watkins, C. (2017). Cluster-
perawatan yang lebih baik. Namun, studi Randomized, Crossover Trial of Head
kasus ini memiliki keterbatasan karena Positioning in Acute Stroke. The New
hanya dilakukan terhadap satu pasien. Selain England Journal of Medicine, 376(25):
itu, pengaturan posisi dengan evaluasi nilai 2437–2447.
saturasi oksigen hanya dilakukan selama 3 https://doi.org/10.1056/NEJMoa1615715
hari, sehingga hasil dari studi kasus ini tidak
dapat digeneralisasi. Walaupun demikian, Babaii, A., Abbasinia, M., Hejazi, S. F., Reza,
studi kasus ini memberikan gambaran S., & Tabaei, S. (2015). The Effect of
kepada perawat di tatanan klinik, mahasiswa Listening to the Voice of Quran on
keperawatan, dan perawat pendidik di instusi Anxiety before Cardiac Catheterization :
tentang proses aplikasi EBN pada praktik A Randomized Controlled Trial. Health,
keperawatan, mulai dari tahap pertama Spiritually and Medical Ethics, 2(2), 8–
menentukan PICO sampai pada tahap 14.
pelaksanaan dan evaluasi di lapangan.
Hasan, A. K. (2018). Studi kasus gangguan
Kepada peneliti selanjutnya disarankan
perfusi jaringan serebral dengan
untuk dapat melakukan aplikasi EBN pada
penurunan kesadaran pada psien stroke
jumlah pasien yang lebih besar.
hemoragik setelah diberikan posisi
kepala elevasi 30 derajat. Babul Ilmi:
SIMPULAN Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan,
Hasil implemetasi EBN terapi murotal 9(2), 229–241.
Al Quran dan pengaturan posisi kepala head
LLDIKTI Wilayah X 607
Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus
Hsu, W., Ho, L., Lin, M., & Chiu, H. (2014).

LLDIKTI Wilayah X 608


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

LLDIKTI Wilayah X 609


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

Effects of head posture on oxygenation saturation, comfort, and dyspnea in patients with
liver cirrhosis-related ascites. Hu Li Za Zhi, 61(5), 66–74.
https://doi.org/10.6224/JN.61.5.66
Ingersoll, G. L. (2000). Evidence-Based Nursing: What it is and what it isn't. Nurs
Outlook, 48: 151–152. https://doi.org/10.1067/mno.2000.10769 0
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Jakarta.
Laureys, S., & Schiff, N. D. (2012). Coma and consiousness: paradigms (re)framed by
neuroimaging. Neuroimage, 61: 478-491.
Martinez, B. P., Marques, T. I., Santos, D. R.,
Salgado, V. S., Junior, B. R. N., Alves, G.
A. de A., … Junior, L. A. F. (2015). Influence of different degrees of head elevation on
respiratory mechanics in mechanically ventilated patients. Rev Bras Ter Intensiva, 27(7),
347–352. https://doi.org/10.5935/0103- 507X.20150059
Naseri-Salahshour, V., Varaei, S., Sajadi, M., Tajdari, S., Sabzaligol, M., & Fayazi, N. (2018).
The effect of religious intervention on the level of consiousness of comatose patients
hospitalized in an intensive care unit: a randomized clinical trial. European Journal of
Integrative Medicine, 21, 53-57.
Nasiri, A. A., Shahdadi, H., Mansouri, A., & Bandani, E. (2017). An Investigation into the
Effect of Listening to the Voice of the Holy Quran on Vital Signs and Consciousness
Level of Patients Admitted to the ICU Wards of Zabol University of Medical Sciences
Hospitals. World Family Medicine, 15(10), 75–79.
https://doi.org/10.5742/MEWFM.2017.9 3142

LLDIKTI Wilayah X 610


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(601-607)
National Collaborating Centre for Chronic Condition. (2008). Stroke: national clinical
guideline for diagnosis and initial management of acute stroke and transients ichemic
attack (TIA). London: Royal College of Physicians.

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice (Ninth). Philadelphia: J. B. Lippincott Company.
Qolizadeh, A., Tayebi, Z. T., & Rashvand, F. (2019). Investigating the effect of listening to
the holy Quran on the physiological responses of neonates admitted to neonatal
intensive care units: a pilot study. Advances in Integrative Medicine (article in press).
doi: 10.1016/j.aimed.2018.08.004
Saged, A. A. G., Yusof, M. Y. Z. M., Latif, F.
A., Hilmi, S. M., Al-Rahmi, W. M., Al-
Samman, A., … Zeki, A. M. (2018). Impact of Quran in Treatment of the Psychological
Disorder and Spiritual Illness. Journal of Religion and Health.
https://doi.org/10.1007/s10943-018- 0572-8
Tumiran, M. A., Mohamad, S. P., & Saat, R.
M. (2013). Addressing sleep disorder of autistic children with Qur ’ anic sound therapy.
Health, 5: 73-79.
https://doi.org/10.4236/health.2013.58A 2011
Upoyo, S. S., Ropi, H., & Sitorus, R. (2011). Stimulasi Murotal Al Quran terhadap nilai
Glasgow coma scale pada pasien stroke iskemik. Indonesian Journal of Applied
Sciences, 1(3).
Bruce J. Light retrograde massage for the treatment of post-stroke upper limb
oedema: Clinical consensus using the Delphi technique. Br J Occup Ther.
2012;75(12):549–554.

LLDIKTI Wilayah X 611


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

(16) Woods M. Lymphoedema Care. In Lymphoedema Care. 2008;

Daftar Pustaka
Abdelaziz, S. H. H., & Mohammed, H. E. (2014). Effect of foot massage on postoperative

LLDIKTI Wilayah X 612


Gempitasari et. all | Implementasi Evidence Based Nursing pada Pasien dengan Stroke Non-
Hemoragik: Studi Kasus

pain and vital signs in breast cancer patient. Journal of Nursing Education and
Practice, 4(8), 115–124. https://doi.org/10.5430/jnep.v4n8p115
Alimohammad, H. S., Ghasemi, Z., Shahriar, S., Morteza, S., & Arsalan, K. (2018). Effect
of hand and foot surface stroke massage on anxiety and vital signs in patients with
acute coronary syn- drome: A randomized clinical trial. Complemen- tary Therapies in
Clinical Practice, 31, 126–131. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2018.01.012
Aspiana, N. (2014). Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Ter- hadap Tekanan Darah Pada
Lansia Hipertensi Di Pstw Yogyakarta Unit Budi Luhur.
Azami, H., Paveh, B. K., Rezaei, M., & Samadzadeh,
S. (2016). Short time foot massage effects on mean arterial pressure of neurosurgical
patients admitted to ICU fte impacts of short-term foot massage on mean arterial
pressure of neurosurgi- cal patients hospitalized in intensive care units, (July 2015).
CASP. (2017). Critical Appraisal Skills Programme (Randomised Controlled Trial). Critical
Apprais- al Skills Programme, 317(2017), 1–5.
Cohen, J. F., Korevaar, D. A., Altman, D. G., Bruns,
D. E., Gatsonis, C. A., Hooft, L., … Bossuyt, P.
M. M. (2016). STARD 2015 guidelines for re- porting diagnostic accuracy studies:
Explanation and elaboration. BMJ Open, 6(11), 1–17. https://
doi.org/10.1136/bmjopen-2016-012799
Eguchi, E., Funakubo, N., Tomooka, K., Ohira, T., Ogino, K., & Tanigawa, T. (2016).
fte effects of aroma foot massage on blood pressure and anxiety in Japanese
community-dwelling men and women: A crossover randomized controlled trial.
PLoS ONE, 11(3), 1–14. https://doi. org/10.1371/journal.pone.0151712
Gloria M Bulecek and Howard K Butcher and Joane M Dochterman and Cheryl M
Wagner. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC). Singa- pore: Elsevier
Ltd.
Ju, M. S., Lee, S., Bae, I., Hur, M. H., Seong, K., & Lee, M. S. (2013). Effects of aroma
massage on home blood pressure, ambulatory blood pressure, and sleep quality in
middle-aged women with hypertension. Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine, 2013, 1–8. https://doi. org/10.1155/2013/40325
Moher, D., Liberati, A., Tetzlaff, J., Altman, D. G., Altman, D., Antes, G., … Tugwell, P.
(2009). Preferred reporting items for systematic reviews and meta-analyses: fte
PRISMA statement. PLoS Medicine, 6(7). https://doi.org/10.1371/
journal.pmed.1000097
Muntner, P., Carey, R. M., Gidding, S., Jones, D. W., Taler, S. J., Wright, J. T.,& Whelton,
P.
K. (2018). Potential US population impact of the 2017 ACC/ AHA high blood
pressure guideline. Circulation, 137(2), 109–118. https://doi.org/10.1161/CIR-
CULATIONAHA.117.032582
Supa’at, I., Zakaria, Z., Maskon, O., Aminuddin, A., & Nordin, N. A. M. M. (2013). Effects
of Swedish Massage fterapy on Blood Pressure , Heart Rate , and Inflammatory
Markers in Hy- pertensive Women. Hindawi Publishing Cor- poration, 2013(August
2013), 8. https://doi. org/10.1155/2013/171852
fte Joanna Briggs Institute. (2017). JBI_Quasi-Ex- perimental_Appraisal_Tool2017.
Wahyuningsih, & Astuti, E. (2013). Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi pada Usia
Lanjut.
Journal Ners and Midwifery Indonesia, 1(3), 71– 75. https://doi.org/2354-7642
Zunaidi, A., Nurhayati, S., & Prihatin, T. W. (2014). Pengaruh Pijat Refleksi Terhadap
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Klinik Sehat Hasta fterapetika Tugurejo
LLDIKTI Wilayah X 613
Semarang. Prosiding Konfe- rensi Nasional Ii Ppni Jawa Tengah 2014, 56–65

Anda mungkin juga menyukai