Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal

Volume 11 Nomor 2, April 2021


e-ISSN 2549-8134; p-ISSN 2089-0834
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM

OBESITAS DAN KONSUMSI MAKANAN BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI PADA LANSIA
Nurleny*, Meria Kontesa
Program Studi S1 Keperawatan, STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang, Surau Gadang, Kec. Nanggalo, Kota
Padang, Sumatera Barat 25173, Indonesia
*nurleny.hardian@gmail.com

ABSTRAK
Obesitas merupakan faktor resiko hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun keatas
mempunyai faktor resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita kurus pada usia
yang sama. Orang dengan obesitas akan mengakibatkan daya pompa jantung dan sirkulasi volume
darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat
badan normal. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan obesitas dan konsumsi makanan dengan
kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Andalas Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian ingin
mengetahui hubungan obesitas dan konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di
Kelurahan Andalas Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang pada bulan Januari sampai dengan
April 2021. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah lansia yang ada di wilayah kerja
Andalas dan sampel berjumlah sebanyak 96 orang. Alat pengumpulan data menggunakan kuisoner.
Dimulai dengan editing, coding, entry, tabulating, dan cleaning kemuadian dianalisi secara univariat
dan bivariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat lebih dari separoh 52 (54,2%) responden
dengan obesitas, lebih dari separoh 58 (60,4%) responden dengan konsumsi makanan beresiko, lebih
dari separoh 61 (63,5%) responden yang mengalami hipertensi. Pada hasil uji Chi-square didapatkan
nilai p=0,000 (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi, nilai
p=000 (p=0.05) artinya terdapat hubungan konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia.

Kata kunci: hipertensi; konsumsi makanan; obesitas

THE RELATIONSHIP OF OBESITY AND FOOD CONSUMPTION WITH


HYPERTENSION EVENTS IN THE ELDERLYN ANDALAS HEALTH CENTRE

ABSTRACT
Obesity is a risk factor for hypertension. Women who are very obese at the age of 30 years and over
have a risk factor for developing hypertension 7 times compared to thin women of the same age.
People with obesity will result in heart pumping power and blood volume circulation of obese people
with hypertension is higher than those with normal weight hypertension. The purpose of the study was
to determine the relationship between obesity and food consumption with the incidence of
hypertension in the elderly in Andalas Village, Andalas Padang Health Center Work Area. Research
Methods: This type of research is descriptive analytic with a cross sectional approach, the research
wants to know the relationship between obesity and food consumption with the incidence of
hypertension in the elderly in Andalas Village, Andalas Padang Health Center Work Area from
January to April 2021. In this study the population are the elderly in the Andalas work area and the
sample is 96 people. The data collection tool uses a questionnaire. Starting with editing, coding, entry,
tabulating, and cleaning then analyzed by univariate and bivariate. Research Results The results
showed that there were more than half 52 (54.2%) of respondents with obesity, more than half 58
(60.4%) respondents with risky food consumption, more than half of 61 (63.5%) respondents who
have hypertension. In the Chi-square test results, the value of p = 0.000 (p <0.05) means that there is a
relationship between obesity and the incidence of hypertension, the value of p = 000 (p = 0.05) means
that there is a relationship between food consumption and the incidence of hypertension in the elderly.

481
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Keywords: hypertension; food consumption; obesity

PENDAHULUAN
Lansia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan (Maryam dkk, 2010). Menua
bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dangan kematian (Bertalina
& Muliani, 2016). Jumlah lansia di berbagai negara menunjukkan peningkatan setiap
tahunnya. Saat ini, diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar (Ulfa &
Wahyuni, 2017). Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah lanjut usia di
Indonesia mencapai 18,1 juta jiwa, pada tahun 2014 meningkat menjadi 18,781 juta jiwa dan
diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan mencapai 36 juta jiwa (Kemenkes, 2015). Di
kota Belimbing tahun 2015 jumlah lansia sebanyak 5602, di Kelurahan Kuranji wilayah kerja
Puskesmas Belimbing tahun 2016 dengan lansia 60-69 tahun sebanyak 2156 orang (Dinas
Kesehatan Kota Padang, 2016). Meningkatnya jumlah lansia akan berdampak pada berbagai
aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Ditinjau dari aspek kesehatan,
dengan bertambahnya usia fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif
(penuaan) sehingga banyak penyakit muncul pada usia lanjut. Maslah kesehatan akibat dari
proses penuaan dan sering terjadi pada sistem kardiovaskuler yang merupakan proses
degeneratif, diantaranya yaitu penyakit hipertensi (Rohkuswara & Syarif, 2017).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan
meningkatnya pembuluh darah arteri sehingga terjadi resistensi aliran darah yang
meningkatkan tekanan darah terhadap dinding pembuluh darah. Jantung harus bekerja lebih
keras untuk memompa darah melalui pembuluh arteri yang sempit. Jika kondisi ini
berlangsung terus, pembuluh darah dan jantung akan rusak (Bertalina & Muliani, 2016).
Kondisi yang berkaitan dengan usia lanjut ini adalan efek samping dari kehausan
arteriosklerosis dan arteri-arteri utama, terutama aorta, akibat dari berkurangnya kelenturan,
dan mengerasnya arteri-arteri ini akan menjadi kaku, arteri dan aorta kehilangan daya
penyesuaian diri. Dinding yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi mengubah darah yang
keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang tidak
terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik) (Agustin,
2019).

Dalam hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan bahwa penyakit terbanyak pada usia
lanjut usia adal Penyakit Tidak Menular (PTM) antara lain hipertensi 57,6%, arthritis 51,9%,
stroke 46,1%, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 8,6% dan Diabetes Melitus (DM)
4,8%. Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun
2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam
mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah
mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2014). Menurut WHO (World Health
Organization) 2011, sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi dimana
dua pertiganya terdapat di negara-negara berkembang. Hipertensi menyebabkan 8 juta
penduduk di seluruh dunia meninggal setiap tahunnya, dimana hampir 1,5 juta penduduk
diantaranya terdapat di kawasan Asia Tenggara. WHO mencatat pada tahun 2012 terdapat 839
juta kasus penderita hipertensi dan diperkirakan meningkat menjadi 1,15 milyar pada tahun
2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia (Nurvitasari et al., 2020).
Faktor- faktor yang mempengarughi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti jenis kelamin, umur, obesitas, genetik, ras

482
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dan faktor yang dapat dikendalikan seperti pola makan, kebiasaan olahraga , konsumsi garam,
kopi, alkohol dan stress. Untuk terjadinya hipertensi perlu peran faktor risiko tersebut secara
bersama-sama (common underlying risk factor), dengan kata lain satu faktor risiko saja belum
cukup menyebabkan timbulnya hipertensi (Depkes RI, 2008). Obesitas telah menjadi masalah
global di seluruh dunia, baik dari negara maju maupun berkembang. Data World Heath
Organization (WHO) tahun 2017, obesitas talah mencapai proporsi epidemic secara global,
dengan setidaknya 2,8 juta orang meninggal setiap tahun sebagai akibat kelebihan berat badan
atau obesitas. Pada tahun 2016, lebihg dari 1,9 miliar obesitas mengakibatkan kematian
diseluruh dunia dari pada kekurangan berat badan (WHO, 2017).

Hipertensi berdasarkan ada atau tidaknya penyebab dibagi menjadi dua jenis yaitu hipertensi
primer dan hipertensi sekunder. Berdasarkan penelitian, sebagian besar masyarakat mengidap
hipertensi primer meski tidak disebabkan adanya kondisi atau penyakit, tetapi ada beberapa
faktor resiko penyebab gangguan kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Faktor
resiko tersebut adalah faktor keturunan, faktor usia, stress fisik dan psikis, kegemukan dan
obesitas, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik (Ilyasa et al., 2016). Pola
makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan penyakit hipertensi.
Faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya hipertensi (AS, 2010).
Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler menyebabkan volume darah yang
berdampak pada timbulnya hipertensi (Ecular et al., 2010). Kurangnya mengkonsumsi sumber
makanan yang mengandung kalium mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan akan
meningkatkan resiko hipertensi (Junaedi dkk, 2013). Konsumsi tinggi lemak dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat. Konsumsi lemak yang berlebihan akan
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL dan akan tertimbun
dalam tubuh. Timbunan lemak yang disebabkan oleh kolesterol akan menempel pada
pembuluh darah yang lama kelamaan akan terbentuk plak, terbentuknya plak dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis. Pembuluh darah yang
terkena aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya. Pembuluh darah yang terkena
aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya dan aliran darah ke seluruh tubuh akan terganggu
serta dapat memicu meningkatnya volume darah dan tekanan darah. Meningkatnya tekanan
darah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi (Rohkuswara & Syarif, 2017).
Riskesdas 2013 memaparkan penderita hipertensi di Sumatera Barat sebesar 22,6%. Jumlah
penderita hipertensi di Sumatera Barat tahun 2014 merupakan yang tertinggi di Indonesia
maupun di dunia. Sekitar 450.000 orang atai 19,1 % dari 4,4 juta jiwa penduduk mengalami
hipertensi. Angka penderita hipertensi Sumatera Barat disebabkan karena pola makan, gaya
hidup masyarakat Sumatera Barat (Dinas Kesehatan Sumatera Barat, 2016).

Di kota Padang jumlah lansia yang menderita hipertensi pada tahun 2013 sebanyak 6250, di
tahun 2014 jumlah lansia yang menderita hipertensi 16853. Berdasarkan hasil rekapitulasi
Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 dari 22 Puskesmas yang tersebar di Kota Padang
menunjukkan kasus hipertensi menempati urutan pertama dari semua penyakit terbanyak pada
usia lanjut di Kota Padang, dengan jumlah hipertensi sebanyak 8250 orang. Di Puskesmas
Andalas tahun 2016 penyakit terbanyak pada lansia adalah hipertensi sebanyak 1782 orang,
dan kunjungan lansia yang menderita hipertensi pada tahun 2017 terhitung dari bulan Januari
sanpai pada bulan Desember sebanyak 1918 orang, hal ini mungkin akan bertambah dengan
rata-rata berada pada tingkat pertama tiap bulannya (Laporan Puskesmas Andalas, 2017).
Obesitas merupakan faktor resiko hipertensi yang dapat di modifikasi. Nurvitasari et al.,
(2020)menyatakan bahwa dari 60% penderita hipertensi, 20% diantaranya mempunyai berat
badan berlebih. Penurunan berat badan sebesar 5% dapat menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan sebesar 9,2 kg dapat menurunkan tekanan darah baik sistole dan

483
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

diastole sebesar 6,3 dan 3,1 mmHg. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kegemukan
mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun keatas mempunyai
faktor resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita kurus pada usia
yang sama. Meskipun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas,
namun terbukti bahwa daya pompa jantunga dan sirkulasi volume darah penderita obesitas
dengan hipertendi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan normal
(Agustin, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurvitasari et al., (2020)tentang hubungan pola makan, daya
hidup, dan indeks massa tubuh dengan hipertensi pada pra lansia dan lansia di Posbindu
Kelurahan Depok Jaya, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan tang bermakna
(signifikan) antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan hipertensi dengan p value sebesar
0,102 (antara yang obesitas dengan normal) dan 1,000 antara yang overweight dengan yang
normal. Terlihat bahwa responden yang hipertensi lebih banyak yang memiliki obesitas
(83,3%), dibandingkan dengan responden yang overweight (51,9%) dan normal (52,6%).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Iva Yana Kembuan, dkk (2016) tentang hubungan
obesitas dengan penyakit hipertensi pada pasien Poliklinik Puskesmas Touluaan Kabupaten
Minahasa Tenggara, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara obesitas
dengan kejadian hipertensi di Poliklinik Umum Puskemas Touloaan Kabupaten Minahasa
Tenggara. Hasil uji statistika menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) dengan nilai OR 3,48.
Hasil penelitian ini berarti responden yang mengalami obesitas lebih beresiko 3,4 kali
mengalami hipertensi daripada responden yang tidak mengalami obesitas.

Berdasarkan data dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2017 lansia yang mempunyai berat
badan lebih sebanyak 2364 orang yang tersebar di 22 Puskesmas yang ada di Kota Padang,
sementara lansia yang mempunyai berat badan lebih di Puskesmas Andalas merupakan salah
satu yang tertinggi yakni sebanyak 1237 orang (Dinas Kesehatan kota Padang, 2016).
Sedangkan lansia yang mempunyai berat badan lebih pada tahun 2017 terhitung dari bulan
Januari sampai pada bulan Desember sebanyak 1848 (Laporan Puskesmas Andalas, 2017).
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas Andalas Padang,
diwawancarai 10 orang lansia, didapatkan 6 orang lansia (60%) yang menderita hipertensi
diantara lansia memiliki kebiasaan makan yang tidak baik seperti sering mengkonsumsi
makanan yang tinggi lemak yaitu makanan bersantan, mie instan, ikan sarden, daging sapi,
ikan, ayam, dan sering mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium yaitu teri kering, telur
asin, roti, kue-kue, udang, kecap, mentega, bumbu penyedap, sedangkan 4 orang lansia (40%)
tidak menderita hipertensi diantaranya lansia memiliki kebiasaan makan yang baik sering
mengonsumsi makanan tinggi kalium yaitu tomay, bayam, pisang, pepaya, mangga, jeruk,
kacang tanah, kacang merah, kacang kedelai. 5 orang lansia mengalami obesitas dan 3 orang
lainnya mempunyai berat badan normal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat “Hubungan
Obesitas dan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Kelurahan
Andalas Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang Tahun 2021

METODE
Jenis penelitian ini adalah korelasi, yang bertujuan untuk mengetahui antara hubungan suatu
variabel (Independen) yakni konsumsi makanan dan variabel dependen adalah hipertensi.
Desain penelitian yang digunakan adalah survey analitik cross sectional study. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas

484
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Padang kelurahan Andalas Padang dengan jumlah lansia sebanyak 2156 orang dengan jumlah
sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 96 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara memilih sampel pada setiap RW secara acak yang ada di Kelurahan Andalas wilayah
Kerja Puskesmas Andalas berdasarkan proporsi dari jumlah yang ada (proporsional random
sampling). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang
berisikan tinggi badan dan berat badan lansia sebagai responden.

HASIL
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas (n=96)
Obesitas f %
Obesitas 52 54,2
Tidak Obesitas 44 45,8

Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 96 orang responden terdapat lebih dari separuh 52 (54,2 %)
responden dengan obesitas.

Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Konsumsi Makanan (n=96)
Konsumsi Makanan f %
Beresiko 58 60,4
Tidak Beresiko 38 39,6

Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 96 orang responden tedapat lebih dari separoh 58 (60,4%)
responden dengan pola makanan beresiko.

Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi
Kejadian Hipertensi f (%)
Hipertensi 61 63,5
Tidak Hipertensi 35 36,5

Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 96 orang responden terdapat lebih dari separoh 61 (63,5%)
responden yang mengalami hipertensi pada lansia.

Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi (n=96)
Kejadian Hipertensi f %
Hipertensi 61 63,5
Tidak Hipertensi 35 36,5

Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 52 orang responden dengan obesitas terdapat 41 orang
responden (78,8%) yang mengalami hipertensi, 11 (21,2 %) responden dengan obesitas
namun tidak hipertensi, sedangkan responden yang tidak obesitas terdapat 44 orang
responden, 20 orang (45,5%) responden dengan hipertensi dan 24 (54,5%) responden yang
tidak mengalami obesitas dan tidak hipertensi pada lansia di Kelurahan Andalas Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas Padang Tahun 2021. Hasil uji statistic menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p=0,002 (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian
hipertensi.

485
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 5.
Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia (n=96)
Hipertensi Total
Konsumsi
Hipertensi Tidak Hipertensi P value
Makanan
f % f % f %
Beresiko 47 81,0 11 19,0 52 100
Tidak Beresiko 14 36,8 24 63,2 44 100 0.000

Tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 58 orang responden dengan konsumsi makanan beresiko
terdapat 47 orang responden (81%) yang mengalami hipertensi, 11orang responden (19 %)
dengan konsumsi makanan beresiko namun tidak hipertensi. Sedangkan responden dengan
konsumsi makanan tidak beresiko terdapat 14 orang (36,8%) responden yang mengalami
hipertensi dan 24 (63,2%) dengan konsumsi makanan tidak beresiko dan tidak hipertensi.
Hasil uji statistic menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) artinya
terdapat hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi.

PEMBAHASAN
Obesitas
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 96 orang responden terdapat lebih dari separoh
52 (54,2%) responden dengan obesitas di Kelurahan Andalas Wilayah Kerja Puskesmas
Andalas Padang Tahun 2021. Obesitas merupakan faktor risiko hipertensi yang dapat
dimodifikasi. Bertalina & Muliani, (2016) menyatakan bahwa dari 60% penderita hipertensi,
20% diantaranya mempunyai berat badan berlebih. Penurunan berat badan sebesar 5% dapat
menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan sebesar 9,2 kg dapat menurunkan tekanan
darah baik sistole maupun diastole sebesar 6,3 dan 3,1 mmHg (Black dan Izzo,
2008).Penelitian Laila (2011) mengatakan obesitas dapat terjadi karena pola makanan yang
salah serta faktor keturunan. Hasil penelitian di dapatkan 39% kegemukan disebabkan oleh
pola makanan yang salah dan 41% kegemukan di pengaruhi oleh keturunan.Berdasarkan
analisa peneliti didapatkan bahwa berat badan tertinggi yaitu 88 kg dan responden mengalami
obesitas, dan berat badan terendah yaitu 47 kg. Hal ini disebabkan oleh diet yang salah serta
pola pikiran masyarakat yang masing beranggapan bahwa gemuk tanda sehat dan bahagia.
Wawancara yang didapatkan dari beberapa responden mengatakan bahwa kegemukan t=yang
dialami karena faktor keturunan. Selain itu responden juga beresiko mangalami obesitas
karena jarang melakuakan aktifitas. Sementara 54,2% lansia tidak mengalami obesitas
dikarenakan tidak memiliki faktor keturunan dan mempunyai aktivitas yang teratur dan rutin.
Dampaknya lansia yang memiliki berat badan berlebih atau obesitas lebih cenderung dengan
aktivitas yang tidak begitu banyak, lebih malas dalam bergerak dan lebih mjdah sakit. Lansia
dengan berat badan berlebih juga cenderung untuk malas berpikir, sulit menjalankan aktivitas-
aktivitas berat dikarenakan bobot berat badan yang tidak seimbang dengan usia lansia tersebut.

Konsumsi Makanan
Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 96 orang responden terdapat lebih dari separoh 58 (60,4%)
responden dengan pola makanan beresiko. Pola makan yang salah merupakan salah satu
faktor resiko yang meningkatkan penyakit hipertensi. Faktor makanan modern sebagai
penyumbang utama terjadinya hipertensi (AS, 2010). Kelebihan asupan natrium akan
meningkatkan ekstraseluler menyebabkan volume darah yang berdampak pada timbulnya
hipertensi (Susanto, 2010). Penelitian Asmaniar (2011) mengatakan bahwa faktor makanan
sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Konsumsi makanan yang tepat 38,4%
mempengaruhi kondisi kesehatan tubuh seseorang. Penelitian Amelia (2013) mengatakan
bahwa 47% makanan mempengaruhi kondisi kesehatan setiap individu. Berdasarkan analisa

486
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

peneliti didapatkan bahwa lebih dari separoh (60,4%) responden memiliki pola makanan yang
beresiko mengalami hipertensi. Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa
responden, mengatakan bahwa makanan bersantan, tinggi lemak, dan pedas masih menjadi
favorit keluarga. Terlebih lagi kita orang minang sangat identik dengan makanan bersantan,
berminyak, dan tinggi lemak. Sehingga kebiasaan makanan seperti ini sangat sulit di hindari
meski kita tahu efek sampingnya untuk kesehatan tubuh kita.

Masyarakat Minang rata rata memiliki kebiasaan memasak gulai dengan santan kental, makan
berminyak dan jarang mengonsumsi buah dan sayur. Berdasarkan Food Frequency Questioner
didapatkan bahwa roti, kue-kue, dengan frkuensi > 5x dalam seminggu, mie instan dengan
frekuensi setiap minggu. Sedangkan udang, teri kering, ikan sarden, daging sapi, ayam, telur,
telur asin dengan frekuensi > 4x dalam seminggu. Susu kental manis, mentega, bumbu
penyedap dan santan hampir tiap hari di konsumsi oleh masyarakat di wilayah ini khususnya
lansia, dan makan yang tertera di atas merupakan makan dengan tinggi natrium dan tinggi
lemak. Sementara untuk makanan dengan tinggi kalium seperti buah dan sayur (wortel,
bayam, pisang, pepaya, mangga, dan jeruk) delam seminggu hanya 1x atau kadang tidak
pernah sama sekali. Saat dilakuakn wawancara dengan beberapa responden didapatkan bahwa
lansia banyak yang tidak menyukai sayur karena takit mengalami penyakit rematik dan asam
urat sehingga sayur sayuran dihindari, sedangkan untuk mengonsumsi buah lansia
mengatakan mahal sehingga sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan buah buahab dalam
sehari hari.

Hipertensi
Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 96 orang responden terdapat lebih dari separoh 61 (63,5%)
responden yang mengalami hipertensi pada lansia. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali
pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Saferi
Wijaya, dkk., 2013). Penelitian Naruloh (2013) Mengatakan bahwa 57% hipertensi dapat
terjadi pada lansia 51,1% hipertensi terjadi karena faktor genetik. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Suryani (2012) mengatakan bahwa hipertensi pada lansia disebabkan oleh
makanan 33% dan keturunan sebanyak 29,1%. Penelitian yang dilakukan Amelia (2013)
mengatakan bahwa lansia akan terus mengalami tekanan darah tinggi sebanyak 47% dan 6x
lebih tinggi pada lansia yang memiliki faktor keturunan sekitar 62%.

Menurut analisa peneliti, lansia rentan terkena hipertensi, hal ini karena sistem tubuh lansia
yang mulai menurun, serta faktor keturunan juga mempengaruhi lansia mengalami hipertensi.
Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa lansia, didapatkan bahwa 2
diantaranya mengatakan bahwa orang tuanya dulu juga menderinta tekanan darah tinggi dan
meninggal karena stroke. Selain itu lansia tersebut jarang mengunjungi posyandu posyandu
terdekat. Berdasarkan analisa peneliti didapatkan pasien dengan hipertensi memiliki tekanan
darah rata rata 160-180 mmHg. Hal ini sangat beresiko untuk lansia yang mengalami
hipertensi, karena pada saat penelitian lansia dengan tekanan darah 170 mengatakan tidak
mengalami pusing dan kepala tidah terasa berat. Tekanan darah yang tinggi didapatkan oleh
peneliti pada lansia yaitu 190/100 mmHg sedangkan tekanan darah terendah yaitu
120/80mmHg.

487
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hubungan Konsumsi makanan dengan Kejadian Hipertensi


Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 52 orang responden dengan obesitas terdapat 41 orang
responden (78,8%) yang mengalami hipertensi, 11 (21,2 %) responden dengan obesitas
namun tidak hipertensi, sedangkan responden yang tidak obesitas terdapat 44 orang responden,
20 orang (45,5%) responden dengan hipertensi dan 24 (54,5%) responden yang tidak
mengalami obesitas dan tidak hipertensi pada lansia. Hasil uji statistic menggunakan uji chi-
square didapatkan nilai p=0,002 (p<0,05) artinya terdapat hubungan antara obesitas dengan
kejadian hipertensi. Penelitian Surnaryo (2015) sejalan dengan penelitian ini dengan 67% pola
makan mempengaruhi seeorang untuk seseorang menderita hipertensi juga. Penelitian yang
dilakukan oleh Emerita Stefhany, 2012 tentang hubungan pola makan, daya hidup, dan indeks
massa tubuh dengan hipertensi pada pra lansia dan lansia di Posbindu Kelurahan Depok Jaya,
hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan tang bermakna (signifikan) antara Indeks
Massa Tubuh (IMT) dengan hipertensi dengan p value sebesar 0,102 (antara yang obesitas
dengan normal) dan 1,000 antara yang overweight dengan yang normal. Terlihat bahwa
responden yang hipertensi lebih banyak yang memiliki obesitas (83,3%), dibandingkan
dengan responden yang overweight (51,9%) dan normal (52,6%).

Pola makan yang salah merupakan salah satu faktor resiko yang meningkatkan penyakit
hipertensi. Faktor makanan modern sebagai penyumbang utama terjadinya hipertensi (AS,
2010). Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler menyebabkan volume
darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi (Sutanto, 2010). Kurangnya mengkonsumsi
sumber makanan yang mengandung kalium mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan
akan meningkatkan resiko hipertensi (Junaedi dkk, 2013). Konsumsi tinggi lemak dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat. Konsumsi lemak yang berlebihan akan
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah terutama kolesterol LDL dan akan tertimbun
dalam tubuh. Timbunan lemak yang disebabkan oleh kolesterol akan menempel pada
pembuluh darah yang lama kelamaan akan terbentuk plak, terbentuknya plak dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis. Pembuluh darah yang
terkena aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya. Pembuluh darah yang terkena
aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya dan aliran darah ke seluruh tubuh akan terganggu
serta dapat memicu meningkatnya volume darah dan tekanan darah. Meningkatnya tekanan
darah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi (Jansen, 2006).

Berdasarkan analisa peneliti, didapatkan bahwa pola mkan beresiko sangat berkaitan erat
dengan kesehatan pasien. Berdasarkan penyebaran kuesioner didapatkan bahwa terdapat
responden dengan pola makanan yang beresiko namun tetap hipertensi terdapat (36,8%)
artinya tidak saja pola makanan yang dapat mempengaruhi seseorang mengalami hipertensi,
hal ini bisa saja disebabkan oleh pola kebiasaan, keturunan dan emosional responden itu
sendiri. Berdasarkan Food Frequency Questioner didapatkan bahwa roti, kue-kue, dengan
frkuensi > 5x dalam seminggu, mie instan dengan frekuensi setiap minggu. Sedangkan udang,
teri kering, ikan sarden, daging sapi, ayam, telur, telur asin dengan frekuensi > 4x dalam
seminggu. Susu kental manis, mentega, bumbu penyedap dan santan hampir tiap hari di
konsumsi oleh masyarakat di wilayah ini khususnya lansia, dan makan yang tertera di atas
merupakan makan dengan tinggi natrium dan tinggi lemak. Sehingga makanan inilah yang
beresiko untuk meningkatkan tekanan darah tinggi pada lansia.

488
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi


Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 58 orang responden dengan konsumsi makanan
beresiko terdapat 47 orang responden (81%) yang mengalami hipertensi, 11orang responden
(19 %) dengan konsumsi makanan beresiko namun tidak hipertensi. Sedangkan responden
dengan konsumsi makanan tidak beresiko terdapat 14 orang (36,8%) responden yang
mengalami hipertensi dan 24 (63,2%) dengan konsumsi makanan tidak beresiko dan tidak
hipertensi. Hasil uji statistic menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05)
artinya terdapat hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi. Penelitian
yang dilakukan oleh Kembuan, dkk (2016) tentang hubungan obesitas dengan penyakit
hipertensi pada pasien Poliklinik Puskesmas Touluaan Kabupaten Minahasa Tenggara, hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi di
Poliklinik Umum Puskemas Touloaan Kabupaten Minahasa Tenggara. Hasil uji statistika
menunjukkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) dengan nilai OR 3,48. Hasil penelitian ini berarti
responden yang mengalami obesitas lebih beresiko 3,4 kali mengalami hipertensi daripada
responden yang tidak mengalami obesitas.

Penelitian yang dilakukan Irma (2014) dengan judul Hubungan obesitas dan genetik dengan
kejadian hipertensi di dapatkan 53% obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi.
Obesitas merupakan faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi. Black dan Izzo (2008),
menyatakan bahwa dari 60% penderita hipertensi, 20% diantaranya mempunyai berat badan
berlebih. Penurunan berat badan sebesar 5% dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan
berat badan sebesar 9,2 kg dapat menurunkan tekanan darah baik sistole maupun diastole
sebesar 6,3 dan 3,1 mmHg (Black dan Izzo, 2008). Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa
kegemukan mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun keatas
mempunyai faktor resiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita kurus
pada usia yang sama. Meskipun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan
obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantunga dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertendi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat badan
normal (Suiraoka, 2012). Berdasarkan analisa peneliti didapatkan bahwa lebih dari separoh
responden mengalami obesitas. Hasil penyebaran kuesionar didapatkan bahwa 11 (21,2%)
responden dengan obesitas namun tidak mengalami hipertensi sedangkan 20 (45,5%)
responden yang tidak mengalami obesitas namun tetap hipertensi. Hal ini bisa jadi karena
berbagai hal seperti pola makan, keturunan, dan pola kebiasaan yang salah.

SIMPULAN
Terdapat bahwa dari 96 orang responden terdapat lebih dari separuh 52 (54,2 %) responden
dengan obesitas, 58 (60,4%) responden dengan pola makanan beresiko, 61 (63,5%) responden
yang mengalami hipertensi pada lansia, 41 orang responden (78,8%) yang mengalami
hipertensi, 11 (21,2 %) responden dengan obesitas namun tidak hipertensi, sedangkan
responden yang tidak obesitas terdapat 44 orang responden, 20 orang (45,5%) responden
dengan hipertensi dan 24 (54,5%) responden yang tidak mengalami obesitas dan tidak
hipertensi.Hasil uji statistic menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p=0,002 (p<0,05)
artinya terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi.

Terdapat 47 orang responden (81%) yang mengalami hipertensi, 11 orang responden (19 %)
dengan konsumsi makanan beresiko namun tidak hipertensi. Sedangkan responden dengan
konsumsi makanan tidak beresiko terdapat 14 orang (36,8%) responden yang mengalami
hipertensi dan 24 (63,2%) dengan konsumsi makanan tidak beresiko dan tidak hipertensi.
Hasil uji statistic menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05) artinya

489
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 11 No 2, Hal 481 - 490, April 2021
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

terdapat hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi di Kelurahan


Andalas Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang Tahun 2021.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terimakasih kepada Yayasan MERCUBAKTIJAYA Padang, STIKes
MERCUBAKTIJAYA Padang dan lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
(LP2M) STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang serta semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penulisan artikel ini

DAFTAR PUSTAKA
Agustin, R. (2019). HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA
LANSIA DI PUSKESMAS LUBUK BUAYA. STIKes Perintis.
Arikunto. (2002). Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta.
Bagun. (2008). Terapi Jus & Ramuan Tradisional untuk Hipertensi. AgroMedia Pustaka.
Bertalina, B., & Muliani, M. (2016). Hubungan Pola Makan, Asupan Makanan dan Obesitas
Sentral dengan Hipertensi di Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung. Jurnal
Kesehatan, 7(1), 34. https://doi.org/10.26630/jk.v7i1.116
Bustan. (2007). Epidemiologi penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta.
Dewi, & Familia. (2010). Hidup Bahagia Dengan Hipertensi. A+ plus Books.
Ecular, M. O. L., Ulation, S. I. M., The, O. N., Characteristics, D. I., Uene, T. O. L.,
Reactants, D. I., Ucts, P., The, I. N., Of, C., Series, Z. S. M., & Ites, Z. (2010).
Hubungan Konsumsi Makanan dengan. 8719(2006), 1–10.
Ilyasa, G. F., Ridha, A., & Budiastutik, I. (2016). Hubungan Antara Obesitas, Pola Makan,
Aktifitas Fisik, Merokok dan Lama Tidur dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
(Studi Kasus di …. JUMANTIK: Jurnal …, 32, 110–126.
http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/JJUM/article/view/147
Nurvitasari, E., Widiarini, R., & Ramadhanintyas, K. N. (2020). Hubungan obesitas dan stres
dengan kejadian hipertensi pada pra lansia di desa pojoksari kecamatan sukomoro
kabupaten magetan. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT KHATULISTIWA, 7(4),
158–165.
Rohkuswara, T. D., & Syarif, S. (2017). Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi
Derajat 1 di Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Kantor
Kesehatan Pelabuhan Bandung Tahun 2016. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia,
1(2), 13–18. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i2.1805
Ulfa, A., & Wahyuni, D. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia di UPT Puskesmas Cileungsi Kabupaten Bogor Tahun 2016.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1), 15–20.
http://www.ejournalhealth.com/index.php/medkes/article/view/381

490

Anda mungkin juga menyukai