Anda di halaman 1dari 27

GAMBARAN PERILAKU HIDUP SEHAT PADA LANSIA

YANG HIPERTENSI

SKRIPSI

Diajukan Dalam Seminar Usulan Penelitian yang akan digunakan


Dalam penyusunan Skripsi Pada Program studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa Husada Garut
Disusun Oleh ;

AI HADI SAPUTRI
NIM: KHGC18001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA


GARUT
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Setiap manusia secara alamiah, ketika telah mencapai umur tertentu, akan
mengalami keadaan usia lanjut (lansia). Meningkatnya jumlah penduduk lansia
dapat meningkatkan berbagai masalah kesehatan. Permasalahan kesehatan pada
lansia timbul karena lansia mengalami perubahan dalam kesehatan baik secara
fisik, kognitif, mental maupun sosial. Salah satu masalah kesehatan yang terjadi
pada lansia berkaitan dengan sistem kardiovaskuler, diantaranya adalah
hipertensi.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis yang serius
yang secara signifikan meningkatkan risiko jantung, otak, ginjal, dan penyakit
lainnya. Diperkirakan 1,13 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi,
sebagian besar (dua pertiga) tinggal di negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Hipertensi adalah penyebab utama kematian dini di seluruh dunia.
Salah satu target global untuk penyakit tidak menular adalah untuk mengurangi
prevalensi hipertensi sebesar 25% pada tahun 2025.(WHO, 2019). Menurut
Riskesdas (2018), prevelensi hipertensi pada umur > 18 tahun didiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9,4%, sedangkan yang minum obat hipertensi sebesar 9,5%.
Sehingga terdapat 0,1% penduduk yang tidak pernah didiagnosis hipertensi oleh
tenaga kesehatan tetapi minum obat hipertensi. Prevelensi hipertensi di Indonesia
yang didapat melalui pengukuran pada usia> 18 tahun sebesar 34,11% prevelensi
tertinggi di Kalimantan Selatan sebesar 44,13% , Jawa Barat sebesar 39,60%.
Penyakit hipertensi ini paling banyak diderita oleh lansia dan menduduki urutan
pertama dari 10 penyakit yang sering dialami lansia (Kemenkes, 2017) Kejadian
hipertensi pada lansia di Indonesia terjadi sekitar (45,9%) pada usia 55-64 tahun,
(57,6%) pada usia 65-74 tahun dan (63,8%) pada usia lebih dari 75 (Kemenkes,
2017). Hipertensi pada lansia dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang
akan ditimbulkan dari hipertensi tersebut antara lain stroke, serangan jantung,
kerusakan ginjal, disfungsi ereksi, dimentia dan alzhaimer.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatasi dan mengurangi
komplikasi dari hipertensi tersebut salah satunya adalah dengan melakukan pola
hidup sehat misalnya mengurangi kebiasaan meroko, mengurangi konsumsi
makanan asin, mengurangi konsumsi makanan berlemak, mengurangi konsumsi
minuman berkafein, melakukan aktivitas fisik, dan mengurangi stress yang
berlebih. (Indah Dwi Pusparani,2016).

Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang
dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah (Dalimartha et al.,
2008). Menurut Sitorus (2005), yang menyatakan bahwa merokok sebatang setiap
hari meningkatkan tekanan darah sistolik 10-25 mmHg serta menambah detak
jantung 5-20 kali/menit. Perilaku konsumsi makanan asin juga diyakini
berkontribusi dalam penyakit hipertensi (Kothcen et al., 2006). Dari penelitian
Sugihartono (2007), didapatkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi asin berisiko
menderita hipertensi sebesar 3,95 kali dibandingkan orang yang tidak mempunyai
kebiasaan mengkonsumsi asin. Beberapa fakta dalam studi epidemiologi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingginya asupan lemak
jenuh dengan hipertensi (Kotchen et al., 2006). Konsumsi lemak jenuh
meningkatkan resiko kenaikan berat badan yang merupakan faktor resiko
hipertensi. Asupan lemak jenuh yang kemudian menyebabkan hipertensi (Irza,
2009). Menurut penelitian eksperimental Winkelmayer et al., (2005), kafein akan
meningkatkan konsentrasi hormon stres seperti epinefrin, norepinefrin, dan
kortisol yang dapat menyebabkan hipertensi (Saleh, 2011). Seseorang yang tidak
terbiasa minum kopi memiliki tekanan darah lebih rendah jika dibandingkan
dengan seseorang yang mengkonsumsi kopi 1-3 cangkir per hari. Pria yang
mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kopi 1-3 cangkir per hari
(Uiterwaal et al., 2007). Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan
melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko hipertensi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih
cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuatan
yang mendesak arteri yang dapat menyebabkan hipertensi (Rohaendi, 2008). Stres
sering dihubungkan dengan hipertensi. Pada keadaan stres, tubuh akan
memproduksi hormon adrenalin yang menyebabkan denyut jantung meningkat,
sehingga meningkatkan tekanan darah (Irza, 2009). Prevalensi stres terus
meningkat di kalangan masyarakat. Globalisasi diduga merupakan salah satu
pemicunya. Dunia bergerak dan berubah semakin cepat dan bagi yang tidak siap
menghadapinya akan terjebak pada situasi penuh pertentangan, sehingga gejala
yang muncul adalah stres secara fisik maupun psikologis (Dwiyono, 2008).

Berdasarkan data tiga bulan terakhir yaitu pada bulan Maret-Mei tahun 2022 di
Puskesmas Cikajang, didapatkan 30 orang jumlah penderita hipertensi
primer/essensial usia dewasa. Laporan hasil studi pendahuluan yang dilakukan
pada bulan Oktober-Desember 2021, didapatkan 15 dari 30 responden yang
mempunyai tekanan darah tinggi dan 15 orang yang mempunyai tekanan darah
normal bahkan rendah. Rata-rata sistolik yang ditemukan sebesar 130 mmHg dan
rata-rata diastolik yang ditemukan 100 mmHg serta dengan konsumsi obat
antihipertensi. Belum diketahuinya gambaran gaya hidup pada pasien hipertensi di
Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut Tahun 2021

Penderita Hipertensi semakin meningkat sering diakibatkan dengan


kurangnya terpapar informasi terkait dengan perubahan perilaku atau pola hidup
bagi penderita hipertensi. Program pemerintah yang telah dilakukan untuk
mengendalikan Penyakit Tidak Menular (PTM) salah satunya mencakup
penyakit hipertensi yang terjadi akibat berbagai faktor resiko seperti merokok,
diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan konsumsi minuman alkohol. Kegiatan
pencegahan dan deteksi dini dapat dilaksanakan melalui pendekatan masyarakat
melalui Germas yaitu Gerakan Masyarakat Hidup sehat dengan melakukan
penyuluhan mengenai indikator-indikator yang ada pada Germas dan
menerapkan perilaku CERDIK dan PATUH (Riskesdas, 2018). Pada tahun 2021
dari bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2021 peneliti menemukan
442 kasus Hipertensi di Puskesmas Cikajang Garut. Mayoritas pasien lansia
dengan hipertensi memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tentang Hipertensi.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Gambaran Perilaku Hidup Sehat Pada Lansia Yang Hipertensi”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah


“Bagaimana gambaran perilaku hidup sehat pada lansia yang Hipertensi di
Puskesmas Cikajang Garut?”.

1.2.1 Pertanyaan Peneliti

Bagaimana gambaran perilaku hidup sehat pada lansia yang hipertensi di


Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut Tahun 2022 berdasarkan jenis kelamin,
kebiasaan merokok, frekuensi konsumsi makan asin, frekuensi konsumsi makan
berlemak, frekuensi konsumsi minuman berkafein, aktivitas fisik, dan keadaan
stres ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

mengetahui bagaimana perilaku hidup sehari hari pada lansia yang menderita
hipertensi di Puskesmas Cikajang.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui peran serta lansia dengan Hipertensi dalam menerapkan perilaku


hidup sehat di Puskesmas Cikajang atau di lingkungan sekitar tempat tinggal.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Bagi peneliti : Dapat dijadikan sebagai laporan hasil penelitian kepada


pihak Puskesmas dimana nantinya dapat dijadikan sebagai acuan untuk
bekerja sama membuat sebuah program penyuluhan yang dapat
menyelesaikan permasalahan yaitu mengenai Gambaran perilaku Hidup
sehat Pada Lansia Yang Hipertensi”.

2. Bagi perawat : Dapat dijadikan sebagai acuan, arahan dan data subjektif
mengenai perilaku hidup sehat pada lansia hipertensi untuk merangsang
sebuah program penyuluhan dan dapat meningkatkan pengetahuan yang
kurang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku hidup sehat Pada


Lansia Yang hipertensi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pola hidup sehat pada
lansia yang menderita hipertensi di Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut Tahun
2022. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Prodi S1 Keperawatan Stikes
Karsa Husada Garut pada bulan Maret 2022 di Puskesmas Cikajang Kabupaten
Garut dan yang diteliti adalah para penduduk penderita hipertensi yang
berdomisili di wilayah tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode cross sectional


dengan pengambilan sampel secara total sampling. Penelitian ini dilakukan pada
satu waktu untuk mengetahui gambaran perilaku hidup sehat pada lansia yang
hipertensi di Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut berdasarkan jenis kelamin,
kebiasaan merokok, frekuensi konsumsi makan asin, frekuensi konsumsi makan
berlemak, frekuensi konsumsi minuman berkafein, aktivitas fisik, dan keadaan
stres.
BAB II
TUJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Hipertensi

Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi merupakan peningkatan tekanan


darah, dimana kondisi tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 90 mmHg.
Hipertensi juga menjadi masalah kesehatan yang sangat berbahaya dalam skala
global, sering juga disebut sebagai (the silent killer) penyakit yang memang sering
tanpa adanya keluhan karena tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko utama
terjadinya penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal, dan stroke (Kemenkes RI, 2021).

Secara umum, tekanan darah pada lansia dianggap tinggi jika berada di
atas 140/90 mmHg. Kondisi yang terjadi pada tubuh saat tekanan darah tinggi
yang biasa dirasakan pada lansia antara lain sakit kepala parah, pusing,
penglihatan kabur, mual, telinga berdenging, detak jantung tidak teratur,
kelelahan, dan nyeri dada. Seiring bertambahnya usia, tekanan darah juga dapat
meningkat. meski proses penuaan adalah hal yang wajar, namun lansia penderita
hipertensi tetap berisiko mengalami komplikasi penyakit lebih serius. seperti
stroke, kebutaan, kerusakan ginjal, penyakit jantung, dan diabetes (Novitasari,
2021).

2.1.2 Etiologi Hipertensi

Menurut Reni Agustina, (2020) berdasarkan penyebab tekanan darah


tinggi dibagi menjadi 2 kelompok:

1. Hipertensi Primer (esensial)

Hipertensi primer atau esensial. Tekanan darah tinggi primer terjadi


tanpa penyebab yang pasti. Faktanya, lebih dari 90% kasus tekanan darah
tinggi dialami oleh seseorang termasuk dalam kategori primer atau tidak tahu
penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya
hipertensi esensial diantaranya seperti genetik, faktor usia, berat badan
obesitas, diet konsumsi tinggi garam, gaya hidup tidak sehat seperti merokok
dan konsumsi alkohol.

2. Hipertensi skunder

Hipertensi sekunder merupakan jenis hipertensi yang diketahui


penyebabnya, yaitu karena kondisi medis tertentu. Salah satu penyakit yang
erat kaitannya dengan hipertensi adalah penyakit ginjal. Karena ginjal
mempunyai peranan penting yaitu mengeluarkan hormon renin yang
berfungsi untuk mengontrol tekanan darah. Glomerulonefritis dan penyakit
ginjal polikistik adalah dua dari banyak gangguan ginjal yang menyebabkan
hipertensi penyakit lain seperti berikut:

a. Gangguan pada kelenjar adrenal yang memiliki peran yang sama dengan
ginjal yaitu mengontrol tekanan darah.

b. Coarctationaorta, yaitu penyempitan bawaan aorta yang mungkin ada


beberapa derajat aorta toraks atau aorta perut. Penyempitan aorta dapat
menyumbat aliran darah yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah
di atas area penyempitan.

c. Penyakit parenkim ginjal dan pembuluh darah. Penyakit ini merupakan


penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular
berhubungan dengan penyempitan.

d. Gangguan endokrin. medula adrenal atau disfungsi korteks adrenal dapat


menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal mediate hypertension
disebabkan oleh kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.

e. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen). Kontrasepsi oral yang


mengandung estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme
ekspansi volume yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi
ini, tekanan darah akan kembali normal setelah beberapa bulan
penghentian kontrasepsi oral.
f. Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang kurang aktif (malas
berolahraga).

g. Stres yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah sementara


waktu. Jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan
kembali normal.

h. Kehamilan

i. Peningkatan tekanan vaskuler

j. Merokok, Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.


Peningkatan katekolamin menyebabkan iritabilitas miokard,
meningkatkan denyut jantung, dan menyebabkan vasokonstriksi, yang
pada gilirannya meningkatkan tekanan darah.

2.1.3 Klasifikasi Hipertensi

Secara klinis hipertensi dapat di klasifikasikan menjadi beberapa


kelompok Menurut Debora, (2017) pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi


Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal Tinggi 130 - 139 85 - 89
Hipertensi
Drajat I (ringan) 140 - 159 90 – 99
Drajat II (sedang) 160 - 179 100 - 110
Drajat III (berat) >180 >110
Sumber: (Debora, 2017).

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer


(periphral resistance). Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui
pembuluh darah, yang ditentukan oleh kapasitas pemompaan jantung (cardiac
output) dan resistensi perifer. Sedangkan curah jantung dan resistensi perifer
dipengaruhi oleh faktor yang saling berinteraksi yaitu natrium, stres, obesitas,
genetik dan faktor risiko hipertensi lainnya (Widyanto,Triwibowo, 2017).

Pada lansia terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem


vaskuler perifer yang mempengaruhi tekanan darah pada lansia. Perubahan
struktural dan fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan kemampuan untuk mengendurkan otot polos pembuluh darah.
Penurunan kemampuan otot polos pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan
penurunan distensi dan kekuatan tarik pembuluh darah, sehingga aorta dan arteri
besar mengalami penurunan kemampuan untuk menampung volume darah yang
dipompa oleh jantung, sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
peningkatan resistensi perifer (Saferi,Mariza 2017).

2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016) tanda dan gejala di bedakan
menjadi dua yaitu:

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala khusus yang dapat dikaitkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
bahwa hipertensi arteri tidak akan pernah terdiagnosis jika tekanan darahnya
tidak teratur.

2. Gejala yang lajim

Dikatakan bahwa gejala paling umum yang di rasakan ketika terjadi


peningkatan tekanan darah. Namun ada beberapa gejala yang
mengindikasikan terjadinya hipertensi yaitu pusing, telinga berdenging, sulit
tidur, sesak napas, rasa berat (kaku) di leher, mudah lelah. Sebenarnya ini
adalah gejala paling umum yang mempengaruhi sebagian besar pasien yang
mencari bantuan medis.
2.1.6 Komplikasi

Menurut Trianto, (2014) komplikasi Hipertensi meliputi:

1. Stroke

Stroke dapat terjadi sebagai akibat dari pendarahan tekanan darah di


otak, atau sebagai akibat dari embolus yang dilepaskan dari pembuluh darah
non-otak yang terkena tekanan darah tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronis ketika arteri yang mensuplai otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke area yang disuplai darah berkurang.
Arteri otak yang aterosklerotik bisa menjadi lemah, meningkatkan
kemungkinan pembentukan aneurisma.

2. Infak miokard

Infark miokard dapat terjadi ketika arteri koroner aterosklerotik tidak


dapat memasok oksigen yang cukup ke miokardium, bisa juga karena
pembentukan trombus yang menghalangi aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut. Pada hipertensi kronis dan hipertensi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak terpenuhi dan dapat menyebabkan iskemia jantung
yang mengarah ke infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu konduksi listrik di seluruh ventrikel,
mengakibatkan disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan darah.

3. Gagal ginjal

Tekanan tinggi di kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan


kerusakan progresif yang mengarah ke gagal ginjal. Kerusakan pada
Glomerulus menyebabkan aliran darah ke unit fungsional juga terganggu
sehingga tekanan osmotik menurun dan kemudian hilangnya kemampuan
pemekatan urin menyebabkan nokturia. Ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah kembali ke jantung dengan cepat menyebabkan cairan
terkumpul di paru-paru, kaki dan jaringan lain, yang sering disebut sebagai
edema. Cairan di paru-paru menyebabkan sesak napas, penumpukan cairan di
tungkai dan kaki.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis

Secara umum penatalaksanaan hipertensi dapat dibagi dalam dua bentuk


terapi farmakologi dan non farmakologi yaitu sebagai berikut:

2.1.7.1 Penatalaksanaan Farmakologi

Menurut Safri, Mariza (2017) manajemen farmakologis diantaranya yaitu:

a. Diuretik (Hydrochlorothiazide)

Diuretik bekerja dengan membuang kelebihan cairan dalam tubuh sehingga


daya pemompaan jantung menjadi lebih ringan.

b. Penghambat simpatis (Methyldopa, Clonidine, Reserpin)

Jenis obat ini berfungsi untuk menghambat aktivitas saraf simpatis.

c. Beta-blocker (Metoprolol, Propranolol, Atenolol)

Fungsi obat jenis ini adalah untuk mengurangi daya pompa jantung,
Kontraindikasi obat jenis ini adalah pada pasien yang memiliki gangguan
pernafasan seperti asma bronkial.

d. Vasodilator (Prasosin, Hydralazine)

Fungsi obat ini adalah untuk mengendurkan otot polos pembuluh darah.

e. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor

Salah satu contoh obat jenis ini adalah Captopril. Fungsi obat golongan Ini
dengan menghambat pembentukan angiotensin II.

f. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Jenis obat ini bekerja dengan menghalangi kalsium yang dibutuhkan untuk

kontraksi otot ke dalam otot jantung dan dinding pembuluh darah, denyut nadi
Jantung akan melambat dan pembuluh darah akan melebar.

2.1.7.2 Penatalaksanaan Non Farmakologi

Menurut Sunarti, (2017) dalam manajemen nonfarmakologi pasien


hipertensi, dengan memodifikasi faktor risiko sebagai berikut:

a. Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih.


Penurunan berat badan dapat membantu mengendalikan faktor resiko tekanan
darah tinggi pada pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas. Namun
penurunan berat badan juga dapat meningkatkan manfaat obat antihipertensi
dan memperbaiki faktor hipertensi.

b. Latihan fisik secara teratur (olahraga).

Aktivitas fisik merupakan upaya salah satu faktor mencegah terjadinya


hipertensi. aktivitas fisik dan olahraga telah terbukti memiliki efek
perlindungan pada peningkatan tekanan darah, dimana aktivitas fisik
mengerakan seluruh tubuh dengan energi yang besar sehingga pembuluh
darah menjadi elastis.

c. Pemberian kalium berupa makanan dengan konsumsi buah dan sayur.

Meningkatkan konsumsi sayur dan buah setiap hari hingga dapat menurunkan
tekanan darah dengan tujuan tercapainya asupan serat dan kalium yang tinggi
dari sayur dan buah. Selain memperbanyak konsumsi sayur dan buah, DASH
juga menyarankan untuk membatasi konsumsi lemak, daging merah, gula, dan
minuman manis.

d. Kurangi asupan garam dan lemak jenuh.

Mengkonsumsi garam yang berlebih dapat mengakibatkan kontribusi pada


hipertensi resisten. Hubungan antara asupan garam dengan peningkatan
tekanan darah dapat dijelaskan dengan adanya aktivitas simpatik yang
menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler dan disertai resistensi
pembuluh darah kapiler.

e. Berhenti merokok dan kurangi konsumsi alkohol.

Merokok juga bisa menyebabkannya Peningkatan tekanan darah sentral dan


indeks augmentasi. Berhenti merokok mengurangi terjadinya stres oksidatif.
Mengubah kebiasaan dari merokok menjadi tidak merokok dapat
meningkatkan disfungsi endotel vaskular, yang menurunkan indeks
augmentasi. Namun alkohol juga dapat mempengaruhi dalam peningkatan
tekanan darah dan menghambat substansi atau senyawa yang dapat
mengakibatkan pembuluh darah menjadi vasodilatasi, penurunan kalsium dan
magnesium.

f. Terapi komplementer.

Menurut Ainurrafiq et al., (2019) terapi komplementer merupakan terapi


herbal yang dapat menggunakan tumbuhan yang berkhasiat obat yaitu:

1. Tomat dan mentimun terdapat kandungan kalium sebagai antidiuretik


sehingga dapat mengurangi kadar natrium dalam urea oleh ginjal.

2. Kandungan buah belimbing terdapat kandungan kadar kalium yang sangat


tinggi dan rendah natrium sebagai obat anti hipertensi yang dapat
penurunan tekanan darah.

3. Air rebusan daun salam termasuk obat tradisional secara empiris


berkhasiat dalam terapi hipertensi karena mengandung saponin, flaponin
dan tannin.

2.2 Pola Gaya Hidup Sehat

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan


dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri
seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya (Sakinah, 2002). Menurut
Lisnawati (2006), gaya hidup sehat menggambarkan pola perilaku sehari-hari
yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada
dalam keadaan positif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan,
pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol,
berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stres yang dialami.

Sejalan dengan pendapat Lisnawati, Notoatmojo (2005), menyebutkan


bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku- perilaku atau kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan. Untuk mencapai gaya hidup yang sehat diperlukan pertahanan yang
baik dengan menghindari kelebihan dan kekurangan yang menyebabkan
ketidakseimbangan yang menurunkan kekebalan dan semua yang mendatangkan
penyakit. Hal ini juga didukung oleh pendapat Maulana (2009) yang menyebutkan
bahwa untuk mendapatkan kesehatan yang prima jalan terbaik adalah dengan
merubah gaya hidup yang terlihat dari aktifitasnya dalam menjaga kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gaya
hidup adalah pola perilaku individu sehari-hari yang diekspresikan dalam
aktifitas, minat dan opininya untuk mempertahankan hidup sedangkan gaya hidup
sehat dapat disimpulkan sebagai serangkaian pola perilaku atau kebiasaan hidup
sehari-hari untuk memelihara dan menghasilkan kesehatan, mencegah resiko
terjadinya penyakit serta melindungi diri untuk sehat secara utuh. Gaya hidup
dapat memicu terjadinya hipertensi. Ini dikarenakan gaya hidup menggambarkan
pola prilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik,
mental dan sosial yang meliputi kebiasaan tidur, mengkonsumsi makanan yang
tidak sehat, merokok atau bahkan minum-minuman beralkohol (Lisnawati, 2011).
“Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya.”(Becker, 1979 dalam Notoatmodjo, 2012).

Notoatmodjo, 2005 (dalam Yanti 2008) mendefinisikan perilaku kesehatan


(health behavior) sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan
kesehatan.Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisasi)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan (Notoatmodjo, 1993 dalam Agustin,
2006).Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sehat adalah
tindakan-tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.

Sesungguhnya gaya hidup merupakan faktor terpenting yang sangat


mempengaruhi kehidupan masyarakat. Gaya hidup yang tidak sehat, dapat
menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, misalnya; Makanan, aktifitas fisik,
stres, dan merokok (Puspitorini, 2009). Jenis makanan yang menyebabkan
hipertensi yaitu makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam
yang terlalu tinggi dalam makanan, kelebihan konsumsi lemak (Susilo, 2011).
Untuk mengendalikan dan mencegah hipertensi, selain pola makan sehat
juga harus melakuan gaya hidup sehat, ini sangat penting karna gaya hidup sehat
akan membuat kita sehat keseluruhan dengan, melakukan olahraga teratur,
berhenti merokok juga berperan untuk mengurangi hipertensi, dan mengendalikan
pola kesehatan secara keseluruhan, termasuk mengendalikan kadar kolestrol,
diabetes, berat badan dan pemicu penyakit lainnya (Susilo, 2011).

Gaya hidup masa kini menyebabkan stres berkepanjangan. Kondisi ini


memicu berbagai penyakit seperti penyakit kepala, sulit tidur, maag, jantung dan
hipertensi. Saat seseorang merasa tertekan, tubuhnya tubuhnya melepaskan
adrenalin dan kortison, sehingga menyebabkan tekanan darahnya meningkat.
Tubuh menjadi lebih siaga menghadapi bahaya. Bila kondisi ini berlarut-larut,
tekanan darahnya akan tetap tinggi. Gaya hidup modern cendrung membuat
berkurangnya aktivitas fisik (olahraga), konsumsi alkohol tinggi, minum kopi dan
merokok. Semua prilku tersebut merupakan pemicu tekanan darah tinggi.
(Sutomo,2009).

Perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan adalah mengatur pola makan,
olahraga secara teratur, dan menghindari konsumsi alkohol atau rokok. Adapun
beberapa jenis diet, yakni diet rendah garam, diet rendah kolestrol dan lemak
terbatas, diet tinggi serat, dan diet kalori. Diet yang diterapakan bisa disesuikan
dengan kondisi hipertensi. Dengan mengatur makanan yang tepat, tekanan darah
bisa turun dengan lebih cepat (sutomo, 2009).

Tekanan darah juga di pengaruhi oleh aktifitas fisik, gaya hidup yang tidak
aktif(kurang gerak) bisa memicu terjadinya hipertensi bagi orang- orang memiliki
kepekaan yang di turunkan. kurang aktivitas berpengaruh terhadap kerja detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula
kekuatan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).

A. Kebiasaan Merokok

Hipertensi juga dirangsang oleh adanya nikotin dalam batang rokok yang
dihisap seseorang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah (Dalimartha et al.,
2008). Menurut Sitorus (2005), yang menyatakan bahwa merokok sebatang setiap
hari meningkatkan tekanan darah sistolik 10-25 mmHg serta menambah detak
jantung 5-20 kali/menit. Sitepu (2012), menyatakan bahwa orang yang
mempunyai kebiasaan merokok memiliki resiko 5,320 kali lebih besar untuk
terjadiya hipertensi.

Risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap


perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Marliani, 2007).

Senyawa kimia yang terkandung dalam satu batang rokok sangat


berbahaya, terutama nikotin dan karbon monoksida. Zat kimia tersebut dihisap
dan kemudian masuk ke dalam aliran darah. Zat beracun tersebut dapat merusak
pembuluh darah yang akan menyebabkan aterosklerosis yang menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang akan menyebabkan tekanan dalam dinding
arteri meningkat. Jika merokok dimulai usia muda, berisiko mendapat serangan
jantung menjadi dua kali lebih sering dibanding tidak merokok. Serangan sering
terjadi sebelum usia 50 tahun (Depkes, 2008).

Bahaya efek langsung dari merokok yaitu hubungan langsung dengan


aktifitas berlebih saraf simpatik, yang meningkatkan kebutuhan oksigen pada
miokardial yang kemudian diteruskan dengan peningkatan pada tekanan darah,
denyut jantung, dan kontraksi miokardinal (Kaplan, 2011).

B. Frekuensi Konsumsi Makan Asin

Garam (NaCl) diyakini berkontribusi dalam meningkatkan tekanan darah


pada dinding arteri. Hal ini dibuktikan melalui sejumlah penelitian eksperimental
dengan model simpanse, yang secara genetik mendekati manusia. NaCl
disuntikkan ke dalam makanan mereka selama 20 bulan. Hasil penelitian tersebut
membuktikan bahwa asupan NaCl meningkatkan tekanan darah simpanse
tersebut. Tekanan darah akan meningkat tajam, pada asupan NaCl yang berlebih,
dan pada studi asupan NaCl tertinggi, dilaporkan bahwa tekanan sistolik dan
diastolik akan meningkat 33 dan 10 mmHg, sedangkan pada manusia, dampak
asupan NaCl pada tekanan darah akan meningkatkan resiko hipertensi bersamaan
dengan faktor lain seperti usia atau riwayat keluarga (Kothchen et al., 2006).

Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah
normal dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
untuk mengatur tekanan darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat
menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik
(Sustrani, 2006). Hasil penelitian Sugiharto (2007), yang membuktikan bahwa ada
hubungan antara konsumsi makanan asin dengan kejadian hipertensi dan
meyatakan bahwa seseorang yang terbiasa mengkonsumsi makanan asin akan
berisiko 3,95 kali dibandingkan orang yang tidak terbiasa konsumsi makanan
asin.

C. Frekuensi Konsumsi Makan Berlemak

Beberapa fakta dalam studi epidemiologi menunjukkan bahwa terdapat


hubungan bermakna antara tingginya asupan lemak jenuh dengan tekanan darah,
dan pada beberapa populasi dengan tekanan darah dibawah rata-rata
mengkonsumsi lemak total dan asam lemak jenuh rendah.

(Kotchen et al., 2006). Selain itu, konsumsi lemak jenuh meningkatkan


resiko kenaikan berat badan yang merupakan faktor resiko hipertensi. Asupan
lemak jenuh yang kemudian menyebabkan hipertensi (Irza, 2009). Keberadaan
lemak jenuh yang berlebih dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan
pembentuk plak di pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi semakin
sempit dan elastisnya berkurang (Almatsier, 2003).

D. Frekuensi Konsumsi Minuman Berkafein

Konsumsi kopi yang berlebihan dalam jangka yang panjang dan jumlah
yang banyak diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit Hipertensi atau
penyakit Kardiovaskuler. Beberapa penelitian menunjukan bahwa orang yang
mengkonsumsi kafein (kopi) secara teratur sepanjang hari mempunyai tekanan
darah rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan didalam 2-3 gelas kopi (200-250
mg) terbukti meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3-14 mmHg dan tekanan
diastolik sebesar 4-13 mmHg pada orang yang tidak mempunyai hipertensi.
(Crea,2008).

Mengkonsumsi kafein secara teratur sepanjang hari mempunyai tekanan


darah rata-rata lebih tinggi di bandingkan dengan kalau mereka tidak
mengkonsumsi sama sekali. Kebiasaan mengkonsumsi kopi dapat meningkatkan
kadar kolesterol darah dan meningkatkan risiko terkena penyakit jantung
(Sustrani, 2006).

E. Aktivitas Fisik

Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat
(Armilawati, 2007). Hasil penelitian Dalimartha, dkk (2005), yang menyatakan
bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, dan
individu yang kurang aktif mempunyai resiko menderita hipertensi sebesar 30-
50%. Penelitian dari Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas fisik
sedang dan berat dapat mencegah kejadian stroke. Selain itu, dua meta-analisis
yang telah dilakukan juga menyebutkan hal yang sama. Hasil analisis pertama
menyebutkan bahwa berjalan kaki dapat menurunkan tekanan darah pada orang
dewasa sekitar 2% (Kelley 2001).

F. Keadaan Stres

Suheni (2007), yang menyatakan bahwa responden yang mengalami stres


memiliki resiko terkena hipertensi sebesar 9,333 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan responden yang tidak memiliki stres. Dalam Cahyono (2008), stres adalah
respon fisiologik, psikologis, dan perilaku seseorang individu dalam menghadapi
penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal maupun eksternal.
Menurut Hawari (2001), stress adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik
terhadap setiap tuntutan beban atasnya (stresor psikososial) yang berdampak pada
sistem kardiovaskuler. Stresor Psikososial itu sendiri terdiri dari: perkawinan,
orangtua, antar pribadi, pekerjaan, lingkungan, keuangan, hukum, perkembangan,
penyakit fisik, faktor keluarga, dan trauma. Stress dapat meningkatkan aktivitas
saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf dan hormon, sehingga dapat
meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh darah, dan meningkatkan
retensi air dan garam (Syaifuddin, 2006).

Menurut Depkes RI (2006) dan Sutanto (2010), stres atau ketegangan jiwa
(rasa murung, tertekan, marah, dendam, takut dan bersalah). Ketika otak
menerima sinyal bahwa seseorang sedang stres, perintah untuk meningkatkan
sistem simpatetik berjalan dan mengakibatkan hormon stres dan adrenalin
meningkat. Liver melepaskan gula dan lemak dalam darah untuk menambah
bahan bakar. Nafas menjadi lebih cepat sehingga jumlah oksigen bertambah.
Sehingga menyebabkan kerja jantung menjadi semakin cepat sehingga
meningkatkan tekanan darah.

Sutanto (2010), menjelaskan bahwa pelepasan hormon adrenalin oleh anak


ginjal sebagai akibat stres berat akan menyebabkan naiknya tekanan darah dan
meningkatkan kekentalan darah yang membuat darah mudah membeku atau
menggumpal. Adrenalin juga dapat mempercepat denyut jantung, menyebabkan
gangguan irama jantung dan mempersempit pembuluh darah koroner.

2.3 Kerangka Konsep

Bagan Kerangka Konsep

Berdasarkan bagan diatas, peneliti hanya ingin mengetahui variabel gaya hidup
pada penderita hipertensi berdasarkan data demografi (nama responden, usia
responden, jenis kelamin responden, dan hasil ukur tekanan darah responden),
kebiasaan merokok, perilaku konsumsi makanan asin, perilaku konsumsi makanan
berlemak, perilaku konsumsi minuman berkafein, aktivitas fisik, dan keadaan
stres. Faktor usia tidak dimasukan karena sudah ditentukan dalam karasteristik
sampel yaitu responden yang berusia 26-45 tahun karasteristik ini mengikuti
kriteria usia Depkes RI (2009).
2.4 Kerangka Teori

Bagan Kerangka Teori

Sumber: (Sutanto,2009), (Sheps,2005), (Pusparani,2017), (Shanty,2011).


BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi


permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data (Hamira, 2020).
Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan deskriptif analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional Study. Sampel dalam penelitian ini adalah 30
penderita hipertensi. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik purposive
sampling. Variabel yang diteliti terdiri dari variabel terikat yaitu kejadian
hipertensi dan variabel bebas yaitu pola hidup.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri,sifat, atau ukuran yang
dimiliki dan didapatkan oleh suatu penelitian tentang konsep pengertian tertentu.
(Kumparan,2022).

1. Variabel independent (bebas)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variable yang memperngaruhi


seperti pengetahuan, sikap, dan lingkungan.

2. Variabel Dependent (terikat)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pola hidup sehat pada lansia
yang hipertensi.

3.3 Populasi dan Sample

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari unit didalam pengamatan yang akan


dilakukan (Sabri, 2008). Populasi studi dalam penelitian ini adalah penderita
hipertensi yang terdata di Puskesmas Cikajang yang berusia >50 tahun yaitu
berjumlah 442 orang selama 3 bulan terakhir. Karakteristik usia sampel yakni >50
tahun, karakteristik usia ini mengikuti data yang didapat dari puskesmas dan data
kependudukan setempat.
3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/karakteristiknya diukur


dan yang nantinya dipakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Sabri,
2008). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang
didasarkan atas suatu pertimbangan, seperti ciri-ciri atau sifat-sifat suatu
populasi (Notoatmodjo, 2010). Alasan mengambil purposive sampling karena
menurut Sugiyono (2010) Pengambilan sampel dalam teknik pengambilan
sampel ini ini berdasarkan penilaian atau amatan seorang peneliti mengenai hal-
hal dan ciri-ciri apa saja yang berkaitan dengan penelitiannya untuk dijadikan
sampel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen penelitian yang digunakan

pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Alat Spyghmomanometer aneroid dan stetoskop, digunakan untuk

pengukuran penyakit hipertensi atau penentuan nilai tekanan darah

(sistole dan diastole).

2. Kuesioner, isi dari kuesioner yang dibuat yaitu:

a. Data Demografi (nama responden, usia responden, jenis kelamin

reponden dan hasil ukur tekanan darah responden).

b. Berisi sejumlah pertanyaan mengenai, usia, jenis kelamin, kebiasaan

merokok, perilaku konsumsi makanan asin, perilaku konsumsi berlemak,

perilaku konsumsi minuman berkafein, aktivitas fisik, dan keadaan stres.


3.4.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari data sekunder dan
primer sebagai berikut:

1. Data Sekunder, yakni data Arsip Puskesmas Cikajang berupa Laporan Jenis
penyakit berdasarkan jumlah kasus.

2. Data Primer, yakni data hasil pengisian data kuisoner oleh responden.

Pengolahan data merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data
ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan
rumusan tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan
(Setiadi,2007). Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam
pengolahan data dibagi menjadi enam tahap, yaitu:

1. Editing data (pemeriksaan data)

Tahap ini yaitu data yang diperoleh berupa daftar pertanyaan, pada
kegiatan ini peneliti memeriksa data dengan cara mengumpulkan atau
menjumlahkan dan melakukan koreksi pada hasil kuesioner (Budiarto, 2008).
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali kuesioner
dengan maksud mengecek, apakah semua kuesioner telah diisi sesuai dengan
petunjuk sebelumnya (Mardalis, 2008).

2. Coding data (pemberian kode)

Mengklasifikasi jawaban dari responden kedalam kategori, biasanya


klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka
pada masing–masing jawaban (Budiarto, 2008).

3. Sortir data

Mensortir adalah dengan memilih atau mengelompokkan data menurut


jenis yang dikehendaki.

4. Entry data

Pada tahap ini jawaban–jawaban yang sudah diberi kode kategori


kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.
5. Cleaning

Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan data telah bersih dari
kesalahan sehingga data siap dianalisis (Hidayat, 2008).

3.4.3 Analisis Data

1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis jenis variabel yang dinyatakan dengan
menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau
grafik (Setiadi, 2007). Data dari setiap responden akan dimasukkan ke dalam
komputer oleh peneliti. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif
dengan menggunakan software statistik (Dahlan, 2010).

3.4.4 Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat


penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat,
2007). Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan antara lain sebagai
berikut:

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan


responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed Consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari Informed Consent adalah agar
subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika
subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
subjek tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan


dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan


kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
Peneliti akan manjamin kerahasiaan identitas responden, dimana data-data yang
diperoleh hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila telah
selesai maka data tersebut akan dimusnahkan. Beberapa prinsip etik menurut Polit
(2006), yaitu:

1. Self Determination, yaitu responden diberi kebebasan untuk menentukan


apakah bersedia atau tidak mengikuti kegiatan penelitian dengan sukarela,
setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan dengan
menandatangani informed consent yang telah disediakan.

2. Protection from discomfort, kenyamanan responden selama penelitian


dijamin. Peneliti menekankan apabila responden merasa tidak aman atau
nyaman selama mengikuti kegiatan penelitian sehingga menimbulkan
masalah baik fisik maupun psikologis, maka peneliti mempersiapkan
responden untuk menghentikan partisipasinya.

3.4.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Cikajang Kabupaten Garut.


Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni Tahun 2022.

Anda mungkin juga menyukai