Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kenaikan lanjut umur berlangsung di Indonesia, sebagai akibat
untuk pemerintah ataupun warga negara, lanjut usia hadapi kemunduran
secara raga ataupun mental, salah satu kemunduran yang alami ialah
penyusutan fungsi kognitif, ini hendak jadi permasalahan untuk lanjut
usia yang tidak melaksanakan penghindaran ataupun penatalaksanaan,
adapula salah satu yang dicoba secara mandiri merupakan tarik nafas
dalam (Pranata, Indaryati, and Fari 2020).
Hipertensi pada lanjut usia diakibatkan sebab proses penuaan
dimana berlangsungnya pergantian sistem kardiovaskuler, katup mitral
serta aorta terjadi nya sclerosis serta penebalan, miokard jadi kaku serta
lambat dalam berkontraktilitas. Hipertensi pada lanjut usia membawa
pengaruh kurang baik bila tidak ditangani bisa menyebabkan penyakit
stroke, gagal jantung, gagal ginjal(Richard 2013).

Bersumber pada informasi World Health Organization( World


Health Organization), prevalensi hipertensi tahun 2018 pada orang
berusia berumur 18 tahun keatas 22 %. Penyakit tersebut menimbulkan
40% kematian sebab penyakit kardiovaskuler serta 51% kematian sebab
stroke. Tidak hanya cara menyeluruh, hipertensi jadi suatu penyakit tak
meluas yang sangat banyak derita warga Indonesia( 57, 6%) (Ansar J,
Dwinata I 2019).

Hasil dari Riskesdas 2018 membuktikan bahwa kenaikan


prevalensi hipertensi di Indonesia sejumlah 34, 11%. Pravelensi tekanan
darah tinggi pada wanita sebesar (36,85%) lebih besar di banding pria
(31,34%). Sebaliknya pravelensi kota sedikit lebih besar (34,43%)
dibanding desa (33,72%). Pravelensi terus menjadi bertambah ada
bertambahnya usia ( Riskesdas 2018).

Pada lanjut usia hendak terjalin bermacam kemunduran organ


tubuh, oleh karena itu lanjut usia mudah sekali menghadapi penyakit
hipertensi. Hipertensi yang sering terjadi pada lanjut usia ialah hipertensi
sitolik yang maksudnya namun tekanan sistolik≥140 mmHg serta
tekanan diastolik≥90 mmHg (Annisa and Ifdil 2016).

Bertambahnya prevalensi Hipertensi dari tahun ketahun karena


jumlah penduduk meningkat umur menyebabkan kegiatan aktivitas yang
menurun, pola hidup yang tidak sehat serta penyusutan jumlah konsumsi
makanan yang menimbulkan kalori berlebih serta diganti menjadi lemak
yang bisa menyebabkan lanjut usia menghadapi obese ataupun obesitas.
Tidak hanya itu merupakan pemakaian alcohol serta tembakau (Idaiani
and Wahyuni 2017).

Pola hidup yang tidak sehat pada pengidap hipertensi tindakan


asuhan keperawatan yang bisa dicoba antara lain memantau tanda vital,
menghalangi kegiatan badan, istirahat yang lumayan, serta pola sehat
semacam diet rendah garam, gula dan lemak, serta menghentikan
konsumsi rokok, alcohol dan kurangi stress. Kedudukan perawat bisa
memberikan pendidikan kepada keluarga tentang berartinya memberikan
support kepada lanjut usia yang mengidap penyakit hipertensi supaya
mutu lanjut umur bisa bertambah(Angshera, Rahmawati, and Y 2020).

Menurut hasil observasi catatan kedokteran di Kota Semarang


didapatkaninformasi pada bertepatan pada 05 Oktober 2016, jumlah
penderita yang periksakan di ruang lanjut umur sebanyak 44 orang. Dari
informasi tersebut didapatkan penderita yang hadapi hipertensi sebanyak
30 orang serta 14 orang tidak hadapi hipertensi. Buat seperti itu butuh
dicoba upaya pelayanan kesehatan gerontik dengan hipertensi yang salah
satunya merupakan gerontik Ny K.

Bersumber pada latar belakang di atas sehingga penulis mengambil


topik dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik pada Ibu K Dengan
Penyakit Hipertensi di Kota Semarang”.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Bisa dilakukan asuhan keperawatan secara menyeluruh pada Ibu K
dengan penyakit hipertensi di Kota Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan proses pengkajian data keperawatan pada Ibu K masalah
hipertensi
b. Menjelaskan masalah keperawatan yang muncul pada Ibu K
c. Menjelaskan intervensi keperawatan yang tepat untuk Ibu K
d. Menjelaskan implementasi keperawatan pada Ibu K
e. Menjelaskan evaluasi keperawatan pada Ibu K
f. Ditemukan kesenjangan yang didapat pada asuhan keperawatan pada Ibu
K dengan kendala hipertensi

1.3 Manfaat Penulisan


Karya tulis ilmiah yang disusun oleh penulis di harapkan manfaat
untuk berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Mengembangkan ilmu keperawatan untuk perawat yang berkompetensi
dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan asuhan keperawatan pada gerontik dengan penyakit
hipertensi dan meningkatkan kemampuan perawat dalam keperawatan
gerontik
3. Bagi Lahan Praktik
Sebagai pembelajaran dalam asuhan keperawatan pada gerontik yang
mengalami hipertensi serta untuk meningkatkan mutu pelayanan yang
berkualitas khususnya pada lansia
4. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat memahami tentang pentingnya kesehatan lansia,
mencegah komplikasi hipertensi
BAB II

KONSEP DASAR

3.1 Konsep Dasar Penyakit Hipertensi


1. Pengertian
Hipertensi ataupun tekanan darah tinggi merupakan sesuatu kondisi
pada saat terjadi kenaikan tekanan darah dapat lanjut oleh hambatan
sistem organ, semacam stroke buat otak, penyakit jantung coroner,
kendala pembuluh darah jantung serta kendala otot jantung(Istichomah
2020). Hipertensi ialah sesuatu penyakit ditandai adanya peningkatan
tekanan darah sebab terjadi kelainan jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi ialah kenaikan tekanan darah diatas batas normal ialah ≥ 140
mmHg buat sistolik serta ≥ 90 mmHg buat diastolik (Angshera,
Rahmawati, and Y 2020).
Definisi hipertensi ataupun tekanan darah tinggi bersumber pada
definisi diatas dapat dinyatakan bahwa hipertensi ialah peningkatan
tekanan darah diatas batas alami ialah ≥ 140 mmHg untuk sistolik serta ≥
90 mmHg untuk diastolik. Tekanan darah tinggi karena terbentuknya
peningkatan tekanan darah yang bisa berlanjut pada kendala sistem
organ.
2. Etiologi
Bersumber pada pencetus hipertensi dibagi jadi 2 golongan bagi
(Richard 2013) :
A. Hipertensi primer ataupun hipertensi esensial
Hipertensi primer ataupun hipertensi esensial diucap pula hipertensi
idiopatik sebab tak dikenal sebabnya. Aspek yang dipengaruhi ialah
(Richard 2013):
1. Genetik
Orang punya riwayat keluarga hipertensi, beresiko besar atas
penyakit tersebut. Aspek genetik tak bisa dikontrol, Apabila punya
riwayat keluarga yang punya tekanan darah besar.
2. Tipe kelamin dan usia
Pria berumur 35- 50 tahun serta perempuan mati haid
berbahaya besar agar alami hipertensi. Bila usia bertambah tekanan
darah meningkat faktor tersebut tidak bisa dikontrol dan tipe kelamin
pria lebih besar dibanding wanita.
3. Diet
Mengkonsumsi diet besar garam cara langsung berkaitan
kembangnya hipertensi. Aspek tersebut dapat mengontrol pengidap
kurangi konsumsi, bila garam yang dikonsumsi melampui batas normal,
ginjal yang bertugas buat mencerna garam hendak tahan cairan lebih
banyak dibanding semestinya didalam tubuh. Banyak cairan menahan
menimbulkan kenaikan volume darah. Memberi beban pembuluh darah
menimbulkan pembuluh darah kerja keras ialah terdapatnya kenaikan
tekanan darah saat dinding pembuluh darah serta menimbulkan tekanan
darah naik.
4. Berat badan
Aspek bisa dikontrol melindungi berat tubuh dalam keadaan
wajar ataupun sempurna. Kegemukan (>25% diatas BB sempurna)
berhubungan dengan berkembang tingkatan tekanan darah ataupun
hipertensi.
5. Gaya hidup
Aspek ini bisa dikontrol oleh penderita dengan pola hidup
sehat menjauhi aspek pemicu hipertensi ialah rokok, jika rokok
kaitannya jumlah rokok dihisap dalam durasi satu hari serta bisa
menghabiskan beberapa batang
rokok serta lama merokok mempengaruhi dengan tekanan darah pasien.
Mengkonsumsi alkohol yang sering, ataupun berlebihan serta terus
menerus bisa meningkatkan tekanan darah pasien hendaknya bila
mempunyai tekanan darah tinggi pasien dimohon untuk menjauhi
alkohol supaya tekanan darah pasien dalam batasan normal serta pelihara
gaya hidup sehat penting supaya bebas dari komplikasi yang bisa terjadi.
B. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat pemicu yang jelas. Salah satu contoh
hipertensi sekunder merupakan hipertensi vaskular rena, yang terjadi
akibat stenosi arteri renalis. Kelainan ini bisa bersifat kongenital ataupun
akibat aterosklerosis. Stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke
ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan
pelepasn renin, serta penyusunan angiostenin II. Angiostenin II secara
langsung tingkatan tekanan darah dan secara tidak langsung tingkatan
sintesis andosteron dan reabsorbsi natrium. Apabila dapat dilakukan
perbaikan pada stenosis, ataupun apabila ginjal yang terserang diangkat,
tekanan darah akan kembali ke normal(Richard 2013)
3. Patosiologi
Mekanisme mengendalikan konstriksi serta relaksasi pada pembuluh
darah posisinya pusat vasomotor, medulla diotak. Pada vasomotor
semula berjaras ke saraf simpatis, melanjutkan ke bawah ke korda
spinalis serta mengeluarkan dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis pada toraks serta abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
menghantarkan pada wujud impuls bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Oleh sebab tersebut, neuron
preganglion membebaskan asetilkolin, yang hendak memicu serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Beberapa faktor
semacam kepanikan serta ketakutan dapat mempengaruhi reaksi
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriksi. Orang yang
terkena hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, walaupun tak
dikenal nyata kenapa tersebut dapat kejadian.
Ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsangan emosi, kelenjar adrenal pula terangsang,
menyebabkan penambahan kegiatan vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menimbulkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol serta steroid yang lain, yang bisa
menguatkan respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang menyebabkan penyusutan aliran ke ginjal, menimbulkan lepasnya
renin. Renin mendapatkan rangsangan terhadap rangsangan angiotensin I
yang lalu berubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang
kuat, pada giliran memicu sekresi aldosterone terhadap korteks adrenal.
Hormon ini menimbulkan retensi natrium serta air pada tubulus ginjal,
menimbulkan kenaikan volume intra vaskuler. Semua aspek ini
bercenderung mengakibatkan kondisi tekanan darah.
Untuk mempertimbangkan gerontologis dimana terjadinya perubahan
structural serta fungsional oleh sistem pembuluh perifer yang
mempertanggungjawabkan adanya berubah tekanan darah yang terjadi
pada lanjut umur. Perubahan semacam aterosklerosis, hilang elastisitas
jaringan ikat serta penyusutan relaksasi otot polos pembuluh darah,
ketika giliran mengurangi kekuatan distensi serta daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya aorta serta arteri besar menurunkan kekuatan
akomodasi volume darah yang dipompa jantung (volume sekuncup)
sebab penyusutan curah jantung serta kenaikan penahanan perifer
(Rahmawati, 2012). Lanjut umur memerlukan perhatikan mungkin
terdapatnya “hipertensi palsu” diakibatkan kekerasan arteri brachialis
hingga tidak mengompres pada cuff sphygmomanometer (Darmojo,
2010).
4. Manifestasi klinis
Gejala serta tanda-tanda adanya hipertensi merupakan (Aspiani 2019)
disebut gejala umum yang menimbulkan hipertensi ataupun tekanan
darah besar berbeda oleh tiap masyarakat, mungkin kadang muncul
adanya tanpa tanda gejala. Secara global gejala yang dikeluhkan
penderita hipertensi berbagai macam yaitu:
a. Sakit kepala
b. Merasakan capek serta tak aman di bagian tengkuk
c. Merasakan memutar
d. Menebarkan ataupun berdetak jantung secara cepat
e. Telinga denging membutuhkan pertolongan cepat
Penderita hipertensi alami sakit kepala hingga tengkuk sebab
terjadinya sempit pembuluh darah yang diakibatkan vasokonstriksi
pembuluh darah hendak menimbulkan kenaikan tekanan vasculer
cerebral, kondisi ini hendak menimbulkan nyeri kepala sampe tengkuk
pada penderita hipertensi.
5. Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan
Laboratorium
a. Hb/Ht : kaji adanya sel terhadap volume cairan(viskositas) serta
bisa indikasi faktor pemicu yaitu : hipokoagulabilitas,
kekurangan darah.
b. BUN / kreatinin : menginformasikan data perfusi ataupun fungsi
ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM merupakan penyebab hipertensi)
bisa berakibat keluar kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal serta terdapat DM.
e. CT Scan : Kaji ada tumor cerebral, encelopati.
f. EKG : Bisa memberitahu pola keregangan, dimana luas,
ketinggian gelombang P merupakan ciri menandakan penyakit
jantung hipertensi.
g. IUP : mengenal penyebab hipertensi semacam : Batu ginjal
perbaikan ginjal.
h. Photo dada : Tunjuk destruksi kalsifikasi di area katup,
pembesaran jantung.
6. Komplikasi
Hipertensi bisa dikendalikan jika penangannya dengan baik semenjak
sekarang. Tetapi kebanyakan penderita hipertensi yang baru sadar ketika
menderita hipertensi pada saat mengalami sebuah penyakit hipertensi.
Ada beberapa hal yang bisa menimbulkan sebuah penyakit hipertensi,
contohnya merupakan stres. Ketika seorang mengalami stres menjadikan
tubuh akan produksi hormon yang bisa tingkatkan tekanan darah,
Kenaikan tekanan darah inilah yang jadi sebuah penyakit hipertensi.
Observasi Komite Nasional Pencegahan, Deteksi, Evaluasi dan
Penanganan Hipertensi melaporkan tekanan darah yang bisa tingkatkan
serangan jantung, gagal jantung, stroke serta gagal ginjal (Richard 2013).
Hipertensi ialah pemicu awal terbentuknya sebuah penyakit
kardiovaskular serta ialah permasalahan awal kesehatan warga yang lagi
hadapi masa peralihan sosial ekonomi. Dibanding manusia yang
mempunyai tekanan darah alami, pengidap hipertensi mempunyai
kendala terkena penyakit jantung koroner 2 kali lebih meningkat serta
resiko lebih tinggi agar terkena stroke. Jika tak diatasi, kurang lebih
setengah penderita hipertensi buat meninggal yang diakibat penyakit
jantung serta sekitar 33% buat meninggal sebab stroke 10 sampai 15 %
namun meninggal sebab gagal ginjal. Maka karena pengecekan tekanan
darah ialah kondisi sangat berharga (Junaidi, 2010).
3.2 Konsep Perawatan Hipertensi
Pengkajian Keperawatan

Menurut (Handa Gustiawan 2019) yang perlu dikaji ialah :

1. Identitas
Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu : Nama, umur, agama,
jenis kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan terakhir,
tanggal masuk panti, kamar dan identitas keluarga pasien (Handa
Gustiawan 2019)
2. Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses
sehingga dapat bertempat tinggal di panti(Handa Gustiawan 2019)
3. Riwayat Keluarga
Menggambarkan sebuah hubungan keluarga ( kakek, nenek, orang tua,
saudara kandung, pasangan, dan anak-anak )
4. Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan dimana pekerjaan sekarang, pekerjaan sebelumnya, dan
mendapatan uang dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
5. Riwayat Lingkup Hidup
Memiliki gambaran tempat tinggal, berapa kamar yang diinginkan,
berapa orang yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor
telpon.
6. Riwaya Rekreasi
Meliputi : hoby/peminatan, keanggotaan organisasi, dan liburan.
7. Sumber/Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat atau klinik
8. Deskripsi Harian Khusus Kebiasaan Ritual Tidur
Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum tidur. Pada pasien lansia
dengan hipertensi mengalami susah tidur sehingga dilakukan ritual
ataupun aktivitas sebelum tidur.
9. Status Kesehatan Sekarang
Ada beberapa status kesehatan umum ketika setahun yang lalu, status
kesehatan umum ketika 5 tahun yang lalu, keluhan yang utama, serta
pendidikan tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
10. Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik ialah suatu proses pemeriksaan tubuh pasien pada
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menentukan adanya
gejala dari sebuah penyakit dengan teknik inpeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi.
Pada pemeriksaan kepala dan leher yaitu melihat bentuk kepala, warna
rambut, bentuk wajah, kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea
mata,konjungtiva serta sclera, pupil serta iris, ketajaman penglihatan,
tekanan bola mata, cuping hidung, lubang hidung, tulang hidung, dan
menilai ukuran telinga, ketegangan telinga, kebersihan lubang telinga,
ketajaman pendengaran, kondisi gigi, gusi serta bibir, kondisi lidah,
palatum serta osofaring, keberadaan trakea, tiroid, kelenjar limfe, vena
jugularis serta denyut nadi karotis.
Selanjutnya pemeriksaan payudara yakni inspeksi terdapat atau tidak
kelainan berupa (warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla
mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah
ada pengeluaran cairan pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada
benjolan, adanya pembengkakan kelenjar getah bening, lalu disertai
dengan pengkajian nyeri tekan).
Pemeriksaan thoraks yakni inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(simetris dada, menggunakan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi
(nilai vocal premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat
kelainan), dan auskultasi (menilai bunyi nafas dan adanya bunyi nafas
tambahan).
Pemeriksaan jantung yaitu inpeksi serta palpasi (mengamati ada tidaknya
pulsasi serta ictus kordis), perkusi (tentukan batasan jantung untuk
ukuran jantung), auskultasi (mendengar suara jantung, suara jantung
adanya penambahan atau tidak bising/murmur)
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak
kelainan berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh
darah, warna kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi (bising usus
atau peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (ada
atau tak nyeri tekan, benjolan/massa, besarnya hepar dan lien) dan
perkusi (penilaian suara abdomen serta pemeriksaan asites).
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area pubis, meatus
uretra,anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak.
Pada pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan
kelemahan ekstermitas, kesimetrisan cara berjalan.
Pada pemeriksaan integument meliputi membersihkan, menghangatkan,
warna, turgor kulit, bentuk kulit, kelembaban serta kelainan terhadap
kulit serta terdapat lesi atau tidak(Handa Gustiawan 2019)
a) Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif
1. Pengkajian status fungsional
a. Indeks katz .
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan
sehari-hari yaitu kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah
tempat, toileting, dan makan. Mandiri merupakan tidak ada
yang mengawasi, mengarahkan, ataupun bantuan orang lain.
Pengkajian ini mendasarkan pada status aktual serta bukan
terhadap kemampuan. Pengkajian ini dapat mengukur
kemampuan fungsional lanjut usia dilingkungan sekitar
rumah. (Susanto 2018)
b. Barthel indeks
Pemeriksaan barthel indeks adalah alat mengukur
kemandirian lanjut usia yang sering digunakan, dengan ukur
mandiri fungsional pada perihal keperawatan diri serta
mobilitas. Barthel indeks tidak mengukur ADL, instrumental,
komunikasi, dan psikososial. Pengukuran pada barthel indeks
bertujuan buat ditunjukkan peningkatan pelayanan yang
dibutuhkan pasien. Barthel indeks dapat mengambil pada
catat medik penderita, pengamatan langsung ataupun catatan
sendiri pada pasien. (Susanto 2018)
2. Pengkajian status kognitif
a. SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah
beberapa penguji sederhana yang sudah digunakan secara
luas buat kaji status mental. Menguji semacam 10 pertanyaan
berkaitan dengan orientasi, riwayat pribadi, ingatan janka
pendek, ingatan jangka panjang dan perhitungan. (Rosita
2012)
b. MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji
kognitif yang digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE
yaitu konsentrasi, bahasa, orientasi, ingatan serta atensi.
MMSE terdiri dari dua bagian, bagian pertama hanya
membutuhkan respon verbal dan mengkaji orientasi, memori
dan atensi. Bagian kedua kaji kemampuan tulis kalimat, nama
objek, ikuti perintah verbal serta tulis, salin suatu desain
poligon kompleks. (Rhosma S, 2014)
A. Diagnosa Keperawatan
Pada hasil pengkajian dan penelitian yang didapatkan dari Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia dengan masalah hiperurisemia (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI 2017) adalah sebagai berikut:
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
B. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah memberikan tindakan keperawatan 3x 24
jam, harapan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : keluhan nyeri
berkurang, skala nyeri rendah, kesulitan tidur berkurang.
Rencana tindakan :
1. Manajemen nyeri:
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kualitas, intensitas
nyeri Rasional : Buat mengetahui lokasi nyeri
b) Identifikasi skala nyeri.
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
Rasional : buat diketahui respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : Buat diketahui aspek apa yan berat dan ringan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Rasional : memberikan pengetahuan mengenai penyebab nyeri
kepada pasien
2) Terapeutik
a) Beri tehnik non farmakologis buat kurangi rasa nyeri (meliputi.
terapi relaksasi, kompres panas/hangat)
Rasional : memperingan ataupun kurangi nyeri sampai tingkat yang
dapat diterima pasien.
a) Terapi relaksasi (Tarik Nafas Dalam)
Terapi relaksasi tarik nafas dalam ialah suatu teknik yang
dibutuhkan buat penurunan tingkat stress serta nyeri
kronis. Teknik relaksasi tarik nafas dalam pengidap
mengontrol respons tubuh yang tegang dan cemas. Teknik
relaksasi tarik nafas dalam melakukakan dapat
mengurangi konsumsi oksigen, metabolisme, frekuensi
pernafasan, frekuensi jantung, tegangan otot serta tekanan
darah (Anggraini 2020)
b) Kontrol lingkungan yang beratkan rasa nyeri (misal : Suhu
lingkungan, cahaya)
Rasional : agar terkontrol lingkungan yang memperberat nyeri.
3) Edukasi
a) Jelaskan sebab periode serta pemicu nyeri
Rasional : untuk mengetahui penyebab
nyeri
b) Jelaskan teknik meredakan nyeri
Rasional : untuk mengetahui bagaimana teknik mereda nyeri
c) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri.
Rasional : agar melakukan monitor nyeri secara mandiri tanpa
bantuan perawat maupun kerabat dekat.
d) Anjurkan mengunakan analgetik secara tepat
Rasional : untuk menggunakan analgetik yang sudah diberikan
e) Ajarkan teknik non farmakologis buat kurangi rasa nyeri
Rasional : buat meredakan atau kurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi berikan analgetik jika perlu
Rasional : buat mencegah nyeri
Diagnosa 2 : Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
Tujuan dan kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan selama
3x8 jam, harapan pola tidur baik dengan kriteria hasil : keluhan sulit tidur
baik, keluhan tidak puas tidur turun.
Rencana tindakan :
1) Dukungan tidur :
1. Observasi
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Rasional : untuk mengetahui pola aktivitas serta tidur
b. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik ataupun psikologis)
Rasional : untuk mengetahui yang menjadi faktor pengganggu
tidur
c. Identifikasi makanan serta minum yang ganggu tidur (meliputi.
Alkohol serta Kopi)
Rasional : untuk mengetahui makanan dan minuman yang
mengganggu tidur
2. Terapeutik
a. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
Rasional : agar membatasi waktu tidur siang
b. Tetapkan jadwal tidur rutin
Rasional : untuk mengatur tidur secara rutin
3. Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Rasional : agar memahami penting tidur yang cukup selama
sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Rasional : agar dapat menepati kebiasaan waktu tidur secara
teratur
Diagnosa 3 : Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
Tujuan dan kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan selama
3x8 jam harapan klien bisa mengetahui dan memahami penyakit yang
diderita dengan kriteria hasil : klien mampu melaksanakan prosedur
penatalaksanaan yang telah dijelaskan oleh tenaga kesehatan, serta klien
dapat penjelasan tentang yang dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
Rencana tindakan :
1. Edukasi kesehatan.
1) Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Rasional : agar mampu memahami informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat peningkatan dan
penurunan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : untuk mengetahui faktor meningkat dan
menurunnya motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
2) Terapeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Rasional : untuk memahami materi tentang pengetahuan
kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
Rasional : buat mengatur jadwal agar berjalan dengan lancar
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
Rasional : untuk memberikan kesempatan bertanya jika tidak
mengetahui tentang pendidikan kesehatan
3) Edukasi
a) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Rasional : untuk mengetahui faktor yang bisa dipengaruhi
kesehatan
b) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : agar bisa menerapkan perilaku hidup bersih serta
sehat
c) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
Rasional : untuk mengetahui strategi peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat
(SIKI, 2016)
3.3 Konsep Dasar Gerontik
1. Pengertian Lansia
Lanjut umur ialah sesi akhir pertumbuhan pada fase kehidupan
manusia yang ialah sesuatu proses natural yang tidak bisa dihindari
oleh tiap orang(Annisa and Ifdil 2016). Lanjut usia ialah proses natural
yang tidak bisa dihindari. Terus menjadi bertambahnya umur, guna
badan hadapi kemunduran menyebabkan lanjut usia lebih gampang
tersendat kesehatannya, baik kondisi raga ataupun kesehatan
jiwa(Rohadi, Putri, and Karimah 2016).
Berdasarkan definisi diatas dapat dinyatakan bahwa lanjut usia
adalah sesi akhir pada fase kehidupan. Lansia mengalami kemunduran
yang menyebabkan lebih mudah terhambat kesehatannya, baik kondisi
raga ataupun kesehatan jiwa.
2. Aging Process (proses penuaan)
Proses penuaan( aging process) ialah proses yang natural diisyarati
dengan terdapatnya menyusutnya ataupun berubahnya keadaan raga,
psikologis ataupun social pada dikala lansia berhubungan dengan
orang lain. Proses menua bisa merendahkan keahlian kognitif serta
penyusutan kognitif serta energi ingat.(Kuswati, Sumedi, and Hartati
2020)
Lanjut usia terjalin pergantian secara fisiologis, kognitif serta
kesehatan psikologis hendak terdampak berkurangnya keahlian penuhi
kebutuhan fungsional, kecemasan, menarik diri serta ketidakmampuan
buat mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebutuhannya.
Pergantian raga meliputi pergantian penampilan, pergantian sistem
organ badan dalam yang berbeda, pergantian terhadap guna psikologis,
pergantian seksualitas serta penampilan, pergantian pada sistem syaraf.
(Pambudi, Dwidiyanti, and Wijayanti 2018)
3. Penurunan fungsi lansia
Lanjut usia diakibatkan terdapatnya pergantian terdapatnya pergantian
fisiologis yang terjalin oleh organ. Semacam pergantian fisiologis
yang terjalin mengakibatkan proses penuaan antara lain:
1) Sistem penginderaan
Lanjut usia hadapi penyusutan persepsi sensori yang menjadi
ketidaknyamanan bersosialisasi sebab terjalin mundurnya dari fungsi-
fungsi sensoris yang dimiliki. Indera yang mempunyai semacam
penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman serta perabaan
ialah bagian integrasi dari persepsi sensori
a) Penglihatan
Pertambahan umur, lemak hendak berakumulasi disekitar
kornea serta dibentuk lingkaran berupa putih ataupun kuning di antara
iris serta sclera. Peristiwa tersebut adalah arkus sinilis, umumnya di
temukan pada lanjut umur. Pergantian penglihatan serta fungsi mata
diduga normal pada proses penyusutan yang tercantum pengurangan
keahlian dalam dilaksanakan akomodasi, konstriksi pupil akibat
penyusutan serta pergantian warna dan keruhan lensa mata, yang
katarak.
Perihal ini menyebabkan akibat pada penyusutan keahlian sistem
visual dari indera penglihatan, perannya memberikan informasi ke
lapisan saraf pusat tentang posisi serta letak tubuh terhadap area di
dekat bagian tubuh hingga bisa pertahankan posisi supaya tidak jatuh
serta senantiasa tegak.
b) Pendengaran
Sistem panca indera yang lain merupakan berubahnya sistem
pendengaran. Terjadinya beberapa perubahan seperti presbiakusis
ialah kendala pendengaran sebab hilang kemampuan daya dengar di
telinga dalam, khususnya terhadap bunyi serta nada yang tinggi, pada
bunyi tak jelas, pada kalimat susah dipahami.
2) Sistem persyarafan
Sistem persyarafan mengalami beberapa penurunan meliputi cepatnya
penurunan hubungan persyarafan, berat otak menurun 10-20% (setiap
orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), Lambat
dalam respoon serta waktu agar bereaksi,khususnya stress. Mengecil
nya saraf panca indera : berkurang penglihatan, hilang pendengaran,
kecilnya saraf penciuman, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin dan berkurangnya
sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem Kardiovaskuler
Terdapat sebagian pergantian yang terjadi pada sistem kardiovaskuler
ialah pergantian pada pembuluh- pembuluh leher, curah jantung, bunyi
jantung serta murmur. Memanjang serta berkelok- keloknya pembuluh
di leher spesialnya pada aorta serta cabang- cabangnya kadangkala
menimbulkan arteri karotis berkelok- kelok ataupun tertekuk di
pangkal leher, khususnya di sisi kanan. Masa berdenyut yang terjalin
pada pengidap hipertensi spesialnya lanjut usia wanita seringkali
berhubungan selaku keadaan aneurisma karotis ataupun dapat disebut
sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang berkelok- kelok kadangkala
meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah kiri leher dengan
mengganggu drainase vena ini di dalam thoraks.
Pergantian sistem kardiovaskuler dijabarkan oleh( Azizah, 2011: 12)
antara lain tambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri akibat
hipertrofi, serta kemampuan peregangan jantung menurun akibat
terbentuknya pergantian pada jaringan ikat serta penumpukan lipofusin
serta klasifikasi SA node dan akibat dari berubahnya jaringan
konduksi jadi jaringan ikat. Pergantian yang yang lain ialah konsumsi
oksigen pada tingkatan optimal menurun yang hendak menyebabkan
kapasitas pada paru menurun. Dalam perihal ini kegiatan fisik ataupun
aktivitas berolahraga sangat dibutuhkan guna tingkatkan Volume O2 (
oksigen) maksimum, kurangi tekanan darah serta guna merendahkan
tekanan darah.
Kendala yang terjalin pada sistem kardiovaskuler pada lanjut usia ialah
pada bilik aorta terjalin penyusutan elastisitas, tidak cuma itu kaliber
pada aorta juga hadapi pertumbuhan.
Pergantian secara fisiologis ini bisa terjalin pada katup- katup jantung
di mana inti sel pada sel- sel katup jantung ini menurun dari jaringan
fibrosa stroma jantung, penumpukan lipid, degenerasi kolagen, serta
pula klasifikasi jaringan fibrosa jaringan katup tersebut. Dimensi katup
juga meningkat bersamaan akumulasi umur. Irama inheren pada
jantung menyusut dengan bertambahnya umur. Perihal ini diakibatkan
oleh menyusutnya denyut jantung. Denyut jantung pada lanjut usia
senantiasa rendah apabila dibanding dengan orang berusia, meski pada
lanjut usia yang kerap melaksanakan kegiatan raga. Aritmia berbentuk
ekstrasistol pada lanjut usia, ditemui lebih dari 10% pada lanjut usia
yang periksakan EKG nya secara teratur. Perihal yang tidak berganti
pada lanjut usia merupakan guna sistolik pada jantung.
4) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lanjut usia hadapi anoreksia yang terjalin
akibat pergantian keahlian digesti serta absorpsi pada badan lanjut
usia. Tidak hanya itu lanjut usia hadapi penyusutan sekresi asam serta
enzim. Pergantian yang lain merupakan pergantian pada morfologik
yang terjalin pada mukosa, kelenjar serta otot pencernaan yang hendak
berakibat pada terganggunya guna mengunyah serta menelan, dan
terbentuknya pergantian nafsu makan.
5) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi pergantian yang terjalin pada lanjut usia
diisyarati oleh kecil ovari serta uterus, terjalin atrofi buah dada.
Terhadap pria testis bisa diproduksi spermatozoa walaupun
terdapatnya penyusutan secara berangsuran, dan dorongan seks masih
terdapat sampai umur 70 tahun.
6) Sistem Endokrin
Sistem endokrin ada sebagian hormon yang dibuat jumlah besar dalam
respon menanggulangi tekanan pikiran. Akibat kemunduran
penciptaan hormon pada lanjut usia, lanjut usia juga hadapi
penyusutan respon dalam mengalami tekanan pikiran.
7) Integumen
Pergantian sistem integumen diisyarati oleh kulit lanjut usia yang
hadapi atrofi, kendur, tidak elastis, kering serta mengkerut. Pergantian
tersebut yaitu pergantian terhadap kulit lanjut usia dimana kulit pada
lanjut usia hendak jadi kering diakibatkan dari minimnya cairan oleh
kulit hingga kulit jadi berbecak serta tipis. Atrofi sebasea serta
glandula sudoritera ialah pemicu dari timbulnya kulit kering. Liver
spot juga jadi ciri dari berubah sistem integumen pada lanjut usia.
Liver spot ini ialah suatu melamin bercorak cokelat yang timbul pada
kulit.
8) Sistem muskulosketal
Penurunan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
a. Otot
Pergantian yang terjalin pada otot lanjut usia meliputi penyusutan
jumlah serta dimensi serabut otot, kenaikan jaringan penghubung serta
jaringan lemak pada otot. Akibat terbentuknya pergantian morfologis
pada otot, lanjut usia hendak hadapi penyusutan kekuatan, penyusutan
fleksibilitas, kenaikan waktu respon serta penyusutan keahlian
fungsional otot.
b. Sendi
Pergantian pada lanjut usia di wilayah sendi meliputi menyusutnya
elastisitas jaringan ikat semacam tendon, ligament serta fasia. Terjalin
degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago serta kapsul sendi.
Terjalin pergantian pula pada sendi yang kehabisan fleksibilitasnya
sehingga luas serta gerak sendi juga jadi menyusut. Dampaknya lanjut
usia hendak hadapi perih sendi, kekakuan sendi, kendala kegiatan,
kendala jalur.
c. Tulang
Pergantian yang terjalin pada tulang yaitu kurang padat tulang.
Kurangnya padatnya tulang ini jadi pemicu osteoporosis pada
lanjut usia. Peristiwa jangka panjang yang hendak terjalin kala
lanjut usia sudah hadapi osteoporosis merupakan perih,
deformitas serta fraktur. Oleh karena itu, kegiatan raga juga jadi
upaya preventif yang pas.
d. Jaringan penghubung (kolagen serta elastin)
Kolagen ialah dukungan oleh kulit, tendon, tulang serta jaringan
pengikat jadi suatu batang yang tidak tertib. Pergantian pada
kolagen ini jadi pemicu penurunan fleksibilitas pada lanjut usia
hingga mencuat akibat perih, penyusutan keahlian buat
tingkatkan kekuatan otot, kesusahan duduk serta berdiri, jongkok
serta berjalan. Upaya yang butuh dicoba merupakan upaya
fisioterapi.
e. Kartilago
Jaringan kartilago oleh sendi yang lunak dan hadapi granulasi
dimana hendak membagikan akibat pada rata permukaan sendi.
4. Penyakit yang terjadi pada lansia
Perubahan fisiologi yang terjalin oleh lanjut usia.
Disebabkan fungsi semacam organ tubuh mengalami
penyusutan. Penurunan fungsi fisiologis pada sistem endokrin,
gaya hidup yang tidak sehat pada lansia berpotensi menderita
penyakit hipertensi kemungkinan yang terjadi komplikasi yang
sangat tinggi, salah satu penyakit yang sering diderita lanjut
umur ialah penyakit kardiovaskuler dan diabetes meilitus.
SDKI SLKI SIKI
Gangguan Pola Tidur berhubungan Setelah dilakukan Dukungan tidur
dengan hambatan lingkungan rencana (I.05174)
dibuktikan dengan pasien keperawatan selama Observasi
mengatakan sulit tidur di malam hari 3x24 jam - Identifikasi pola
karena khawatir dengan kondisi saat maka Pola Tidur aktivitas dan
ini, tidak bisa tidur karena (L.05045) tidur
lingkungan asing, mengeluh sering membaik dengan - Identifikasi factor
terjaga dimalam hari, tidak puas kriteria hasil : pengganggu tidur
tidur, dan hanya tidur dua jam pada - Keluhan sulit tidur (fisik
malam hari, tampak menguap saat menurun dan/atau psikologis)
pengkajian ,dan terdapat kantong - Keluhan sering - Identifikasi makanan
mata terjaga menurun dan
- Keluhan tidak puas minuman yang
tidur mengganggu
menurun tidur (mis
- Keluhan pola tidur kopi,the,alcohol,makan
berubah mendekati waktu tidur
menurun ,minum banyak air
waktu
tidur)
- Identivikasi obat
tidur yang di
konsumsi
Terapeutik :
- Modifikasi
Lingkungan
(misnya pencahayaan)
Edukasi
29
- Jelaskan pentingnya
tidur
cukup selama sakit
- Anjurkan menepati
kebiasaan
waktu tidur
- Anjurkan
menghindari
makanan/minuman
yang
mengganggu tidur
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Yanti. 2020. “Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tekanan
Darah Pada Pasien Hipertensi Di Jakarta.” 5(1): 41–47.

Angshera, Rike, Fuji Rahmawati, and Eka Yulia Fitri Y. 2020. “Dukungan Keluarga Pra
Lansia Yang Menderita Hipertensi Di Kelurahan Indralaya Mulya.” Seminar Nasional
Keperawatan
“Pemenuhan Kebutuhan Dasar dalam Perawatan Paliatif pada Era Normal Baru”: 14–19.

Annisa, Dona Fitri, and Ifdil Ifdil. 2016. “Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia (Lansia).”
Konselor 5(2): 93.

Ansar J, Dwinata I, M. APRIANI. 2019. “Determinan Kejadian Hipertensi Pada Pengunjung


Posbindu Di Wilayah Kerja Puskesmas Ballaparang Kota Makassar.” Jurnal Nasional
Ilmu Kesehatan 1: 28–35.

Aspiani. 2019. “Efektifitas Terapi Relaksasi Benson Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi.” Interest : Jurnal Ilmu Kesehatan 8(1): 51–60.

Handa Gustiawan. 2019. “No TitleΕΛΕΝΗ.” Αγαη 8(5): 55.

Idaiani, Sri, and Herlina Sri Wahyuni. 2017. “Hubungan Gangguan Mental Emosional
Dengan Hipertensi Pada Penduduk Indonesia.” Media Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 26(3): 137–44.

Istichomah, Istichomah. 2020. “Penyuluhan Kesehatan Tentang Hipertensi Pada Lansia Di


Dukuh Turi, Bambanglipuro, Bantul.” Jurnal Pengabdian Harapan Ibu (JPHI) 2(1): 24.

Kuswati, Ani, Taat Sumedi, and Hartati. 2020. “Pengaruh Reminiscence Therapy Terhadap Fungsi
Kognitif Pada Lansia.” Jurnal keperawatan mersi 8(2019): 1–6. http://ejournal.poltekkes-
smg.ac.id/ojs/index.php/jkm/article/view/5853/1704.

Anda mungkin juga menyukai