Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

M DENGAN CVA ICH

DIAGNOSA GANGGUAN MOBILITAS FISIK

DI RSUD JOMBANG KAB JOMBANG

Oleh :

MUZAYNATUL WAQI’AH

7422030

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM

JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatu Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah

Subhanahu Wa Ta’ala atas berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan

“Asuhan Keperawatan Pada Ny. M CVA ICH (Gangguan mobilitas fisik) di Ruang

SADEWA RSUD Jombang Kabupaten Jombaang”. KIAN ini merupakan satu syarat untuk

memperoleh gelar Ners (Ns) pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas DARUL ULUM Jombang.

Saya sebagai penulis banyak mengucapkan terima kasih terhadap atas bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak dalam menyusun dan menyelesaikan kian ini. Berkaitan dengan ini

izinkan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Jombang 20 Desember 2022

Penulis
Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian system saraf pusat (SSP)

diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum, brainstem, dan limbic

system (Derrickson &Tortora, 2013). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi

meskipun neuron-neuron telah di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan adaptif

atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak mengambil alih fungsi

dari bagian-bagian yang rusak. Otak belajar kemampuan baru, dan ini merupakan mekanisme

paling penting dalam pemulihan stroke ( Feign, 2010).

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem

saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf

disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dariSST adalah menghantarkan

informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2010).

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya adalah:
a. Cerebrum

Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun

dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2009). Cerebrum

dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:

1) Lobus Frontalis

Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti

kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,

dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis

(area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini

terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan

sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2010).

2) Lobus Temporalis

Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah

posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur

daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan

perkembangan emosi.

3) Lobus Parietalis

Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area

sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (White, 2008).


4) Lobus Oksipitalis

Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan:

menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optikus dan

mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008). e) Lobus

Limbik Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi dan bersama

hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan

susunan otonom (White, 2008).

A. Pengertian

Pengertian IVH secara singkat dapat diartikan sebagai perdarahan intraserebral

non traumatik yang terbatas pada sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau

pada sisi dari ventrikel. (Donna, dkk, 2011). Dari pengertian ini dapat ditarik

kesimpulan bahwa kejadian IVH yang menimbulkan serangan stroke merupakan salah

satu dari jenis stroke (CVA) hemoragik yang berasal dari intra cranial atau sumber

permasalahannya adalah peredaran vaskuler otak.

Kejadian IVH memang sangat jarang. Hal ini menjadi alasan atas pemahaman

yang buruk terhadap gejala klinis, etiologi, dan prognosis jangka pendek maupun

panjang pada pasien IVH. Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di

rumah sakit (39%). Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan

intrakranial adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis

pasien perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas, termasuk

perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan terdapat banyak

faktor yang berhubungan dengan PIVH, namun hipertensi merupakan faktor yang

paling sering ditemukan. (Donna, dkk, 2011).


Sanders telah menunjukkan bahwa perdarahan intraventrikuler dapat terjadi

dalam setiap rentang usia, namun dengan puncak antara usia 40-60 tahun, dengan

rasio angka kejadian pada pria:wanita=1,4:1. Gambaran klinik pada kasus PIVH yang

ringan bervariasi dan mungkin berkaitan dengan banyaknya perdarahan. (Donna, dkk,

2011).

B. Etiologi

Penyebab pasti terjadinya pecah pembuluh darah (perdarahan) pada ruangan

ventrikel pada otak belum diketahui,namun keadaan Hipertensi sering kali disebut

sebagai penyebab yang paling mungkin, walaupun abnormalitas arteri-vena otak dapat

juga menyumbang kejadian perdarahan ini. (Donna, dkk, 2011).

Tekanan darah yang melebihi kapasitas elastisitas vaskuler otak merupakan

pemicu terjadinya perdarahan pada otak, terutama bila memang pasien adalah

penderita hipertensi parah. (Adria, luis dkk 2012).

Dari penjelasan diatas, kita dapat menarik kesimpulan kecil bahwa penyebab

yang paling memungkinkan dari terjadinya IVH yang dapat menimbulkan serangan

stroke adalah hipertensi yang bersifat kronik, selain itu abnormalitas formasi vaskuler

juga turut menyumbang kejadian IVH ini.

C. Tanda dan gejala

Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang

berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati

hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal

dengan hiiangnya fungsi batang otakdapat terjadi. Pasien yang selamat secara

bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan

perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba

yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Ropper, 2005 Dalam khoirul 2009).
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau

perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathybiasanya telah menderita

penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam

perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarachnoid (Gilroy, 2000,

Dalam khoirul 2009).

Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :

1. Kehilangan Motorik.

Disfungsi motor paling umum adalah :

a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti pada wajah, lengan

dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).

b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama seperti wajah,

lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).

2. Kehilangan atau Defisit Sensori.

a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi) Kejadian seperti kebas dan

kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam propriosepsi (kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh).

b. Kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil dan auditorius.

3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal).

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.

Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :


a. Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam membentuk kata.

Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot

yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.

b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara, yang terutama

ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak masuk akal) .

c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk

menyisir rambutnya.

d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.

4. Gangguan Persepsi.

Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan sensasi. Stroke dapat

mengakibatkan :

a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan

korteks visual.

b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)

c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek

dalam area spasial).

5. Defisit Kognitif.

a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.

b. Penurunan lapang perhatian.

c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.


d. Alasan abstrak buruk.

e. Perubahan Penilaian.

6. Defisit Emosional.

a. Kehilangan kontrol-diri.

b. Labilitas emosional.

c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.

d. Depresi.

e. Menarik diri.

f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah.

g. Perasaan Isolasi.

e. Faktor resiko

1. Usia tua

2. Kebiasaan merokok

3. Alkoholisme

4. Volume darah intracerebral hemoragik

5. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg

6. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.

7. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi

intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-50%), lobus
(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%) dan serebelum (5%).

Adanya perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang

berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH

F. Komplikasi

1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan

karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal.

Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang

buruk.

2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.

3. Vasospasme Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari

vasospasme serebri, yaitu:

- Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasme intrakranial.

- Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan

serebrospina

G. Pemeriksaan diagnosa

1. Pemeriksaan Klinis

Melalui anamnesis dan pengkajian fisik (neurologis):

a. Riwayat penyakit sekarang (kapan timbulnya, lamanya serangan, gejala yang timbul).

b. Riwayat penyakit dahulu (hipertensi, jantung, DM, disritmia, ginjal, pernah mengalami

trauma kepala).

c. Riwayat penyakit keluarga(hipertensi, jantung, DM).


d. Aktivitas (sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus otot,

gangguan tingkat kesadaran).

e. Sirkulasi (hipertensi, jantung, disritmia, gagal ginjal kronis).

f. Makanan/ cairan (nafsu makan berkurang, mual, muntah pada fase akut, hilang sensasi

pengecapan pada lidah, obesitas sebagai faktor resiko).

g. Neurosensorik (sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau

ganda, hilang rasa sensorik kotralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama).

h. Kenyamanan (sakit kepala dengan intensitas yang berbeda, tingkah laku yang tidak stabil,

gelisah, ketergantungan otot).

i. Pernafasan (merokok sebagai faktor resiko, tidak mampu menelankarena batuk).

j. Interaksi social (masalah bicara, tidak mampu berkomunikasi).

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Angiografi Serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya

pertahanan atau sumbatan arteri.

b. Computed Tomography-Scanning (CT- scan). CT Scan merupakan pemeriksaan paling

sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang

dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah

diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan.

c. Magnetic resonance imaging (MRI). MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral

dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung

stadium disolusi hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobinmethemoglobin-ferritin dan

hemosiderin.
d. USG Doppler (Ultrasonografi dopple) Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah

system arteri karotis(aliran darah atau timbulnya plak) dan arteiosklerosis.

e. EEG (elekroensefalogram) Mengidentifikasi masalah pada otak dan memperlihatkan

daerah lesi yang spesifik. f. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat

pada thrombosis serebral; kalsifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan

subarachnoid.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah Rutin

b. Gula Darah

c. Urine Rutin

d. Cairan Serebrospinal

e. Analisa Gas Darah (AGD)

f. Biokimia Darah

g. Elektrolit

H. Penanganan

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik diantaranya adala sebagai berikut :

a. Sarankan menjalani operasi diikuti dengan pemeriksaan

b. Masukkan klien ke unik perawatan saraf untuk dirawat di bagian bedah saraf

c. Penatalaksanaan umum dibagian saraf


d. Penatalaksanaan khusus pada kasus :

 Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrhage,

 Kombinasi antara parechymatous dan subarchnoid hemorrhage,

 Parenchymatous hemorrhage.

e. Neurologis

1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya

2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak

f. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah.

1) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil.

 Aminocaproic

 Antagonis (Gordox) untuk pencegahan permanen

2) Natrii Etamsylate (Dynone)

3) Kalsium mengandung obat ; Rutinium

4) Profilaksis Vasospasme

 Calcium-channel

 Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20mg, koreksi gangguan irama jantung

 Lakukan perawatan respirasi, jantung, penatalaksanaan cairan dan elektrolit

 Kontrol terhadap tekanan edema jaringan otak dan peningkatan TIK, perawatan klien

secara umum, dan penatalaksanaan pencegahan komplikasi.


 Terapi Infus, pemantauan (monitoring) AGD, tromboembolisme arteri pulmonal,

keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan biokimia darah,

g. Pemberian Diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum

3-5 hari setelah infark serebral.

1) Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas serum

sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak.

2) Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam.

Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila

osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat

memperpanjang efek osmotik serum manitol.

h. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis

atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.

i. Medikasi anti-trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat

penting dalam pembentuka thrombus dan embolisasi.

1) Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas serum

sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak.

2) Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25-0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam.

Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila

osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/

l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat memperpanjang efek osmotik serum manitol.

h. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis

atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.


i. Medikasi anti-trombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat

penting dalam pembentuka thrombus dan embolisasi.

C. Data Objektif

Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut

1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan

biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,

kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowl.

2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak

3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala clauster

4) Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.

2.1.9 Penatalaksanaan Adapun penatalaksanaan medis menurut Muttaqin (2008) yaitu:

a. Penatalaksanaan Medis

1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan


sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan

aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan
darah.

2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.

3) Pengobatan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. b.


Penatalaksanaan Keperawatan 1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila

muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika

stabil.

2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.

3) Tanda-tanda vital usahakan stabil


D . Patofisiologi

Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu

di otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh

daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah

yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada

gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan

umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor

penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat

beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi

turbulensi

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran

darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah

yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan

disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam

beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien

mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi

perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema

dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh

darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh

darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah.

Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah.

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di

bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan

batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel

otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons .

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang

disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan

ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.


PATHWAY

G3 perfusi cerebral

Penekanan pada area otak

Gangguan fisiologis Gangguan


otak seperti gangguan gerak
bicara (area broka).
Nyeri akut
Gangguan Gan gguan
komunikasi verbal mobiitas fisik
NO. DIAGNOSA SLKI SIKI
KEPERAWATAN

gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi


berhubungan dengan keperawatan ma ka mobilitas fisik Observasi
meningkat Kriteria Hasil :
gangguan neuromuskular
- Identifikasi adanya nyeri
ditandai dengan mengeluh 1. Pergerakan ekstremitas
meningkat (skala 5) atau keluhan fisik lainnya
sulit menggerakan
2. Kekuatan otot meningkat - Identifikasi toleransi
ekstremitas, rentang gerak
(ROM) menurun, nyeri (skala 5) fisik saat melakukan

saat bergerak, gerakan 3. Rentang gerar(ROM) pergerakan


meningkat (skala 5)
terbatas.
- monitor frekuensi jantung
4. Nyeri menurun (skala 5)
dan tekanan darah sebelum
melakukan atau memulai
mobilisasi

- monitor kondisi umum


selama melakukan
mobilisasi Terapiutik

- fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu

- fasilitasi melakukan
pergerakan, jika ada

- libatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2009). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Cahyati, Y. (2011). Perbandingan Latihan Rom Unilateral Dan Latihan Rom


Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparese Akibat Stroke Iskemik Di Rsud Kota
Tasikmalaya Dan Rsud Kab. Ciamis.

Dewi, Fuji. P. (2017). Efektifitas Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap


Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke di IGD Rumah Sakit Pusat Otak Nasional.
Universitas Muhammadiyah. Jakarta

Fatkhurrohman, M. (2011). Pengaruh latihan motor imagery terhadap kekuatan otot


ekstremitas pada pasien stroke dengan hemiparesis di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Bekasi.

Gonce, P. (2002). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan Penurunan
Kesadaran Pada Klien Stroke Hemoragik Setelah Diberikan Posisi Kepala Elevasi 30
Derajat. Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang

Hermawati. (2017). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Stroke Dengan
Intervensi Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk Meningkatkan Nilai Saturasi Oksigen Di
Ruang Unit Stroke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017. Stikes
Muhammadiyah Samarinda : (https://dspace.umtk.ac.id) diakses pada 4 Oktober 2018.

Anda mungkin juga menyukai