Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit sendi degenerative merupakan suatu gangguan kronik, tidak
meradang dan progresf lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan.
Rawan sendi megalami kemunduran atau degenerasi, disertai pertumbuhan
tulang baru pada bagian tepi sendi (body spur).
Proses degenerasi ini disebabkan karena proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut tersebut diduga
diawali oleh stress biomekanika tertentu. Pengeluaran enzim lisosom
mengakibatkan dipecahkannya polisakarida protein yang membentuk matriks
disekeliling kondrosit, sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan.
Spondilosis merupakan bagian dari penyakit osteoarthritis (OA). Penyakit ini
dapat diderita pasien yang memiliki kebiasaan hidup tidak ergonomis seperti
pada kebanyakan orang di zaman modern ini. Selain itu, karena penyakit ini
degeneratif, maka pasien dengan usia 45 tahun ke atas beresiko terkena
penyakit ini.
Makalah ini kami buat bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga
kesehatan maupun klien mulai dari definisi Spondilosis hingga penanganannya.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana anatomi fisiologi sistem saraf?
b. Apakah definisi spondilosis?
c. Apa klasifikasi spondilosis?
d. Bagaimana etiologi spondilosis?
e. Bagaimana patofisiologi dan web of caution dari spondilosis?
f. Bagaimana manifestasi klinis spondilosis?
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada spondilosis?
h. Bagaimana pencegahan spondilosis?
i. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan pada spondilosis?
j. Apa komplikasi spondilosis?
k. Bagaimana pemberian asuhan keperawatan spondilosis?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan spondilosis
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi spondilosis
b. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem saraf
c. Untuk mengetahui klasifikasi spondiosis
d. Untuk mengetahui etiologi spondilosis
e. Untuk mengetahui patofisiologi dan web of caution dari spondilosis
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis spondilosis
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada spondilosis
h. Untuk mengetahui pencegahan spondilosis
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan pada
spondilosis
j. Untuk mengetahui komplikasi spondilosis
k. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan spondilosis

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan rekan-rekan mahasiswa mampu
memahami asuhan keperawatan spondilosis yang kelompok kami bahas dalam
makalah ini.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisologi
A. Otak
Otak merupakan alat untuk
memproses data tentang lingkungan
internal dan eksternal tubuh yang
diterima reseptor pada alat indera
(seperti mata, telinga, kulit, dan lain-
lain)
Secara garis visual, pembagian otak
sebagai berikut:
a) Meningen
Meningen /lapisan pembungkus otak merupakan bagian terluar dari otak.
Meningen memiliki beberapa lapisan yaitu Durameter, Aracnoid dan Piameter,
yang akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Durameter (Bagian terluar)
Durameter merupakan lapisan periostem tulang tenggorok, merupakan
lapisan yang kuat, lapisan fibrosa yang mengandung pembuluh darah, yang
memberikan nutrisi pd tulang. Lapisan luar dan dalam menempel dengan
tengkorak shg tidak ada lapisanepidural antar tulang dg membrane seperti pd
spinal. Antara durameter bagian dalam dan aracnoid terdapat rongga subdural
dan tidak mengandung Cerebro Spinal Spuid (cairan serebro spinal). Pada
beberapa tempat kedua lapisan dalam dan luar membentuk saluran yang
mengandung Pembuluh darah yang disebut dengan Dural sinus dan terdapat
darah vena dari pembuluh darah di otak.
b. Arachnoid (Lapisan tengah dari meningen)
Lapisan ini merupakan jaringan ikat, Antara aracnoid dan piameter terdapat
seperti jarring-jarang trabekula dan rongga subaracnoid yg mengandung CSF.
Lapisan aracnoid idak mengandung pembuluh darah, tapi pembuluh darah
terdapat pada ronga subaracnoid.
c. Piameter
Piameter merupakan lapisan yang bersentuhan langsung dengan otak.
Sebagian besar suplai darah pada otak disuplai oleh pembuluh-pembuluh darah
kecil yang banyak pada piameter.

3
b) Ventrikel
Ventrikel otak dilapisi oleh epitelkuboid
yg disebut epedima. Terdapat kapiler-kapiler
yang disebut dengan pleksus koroides.
Terdapat 4 ventrikel yag diberi nomor dari atas
kebawah dari otak yaitu: ventrikel kiri dan
kanan pada hemister sebri, ventrikel ketiga
pada diecephalon dan ventrikel keempat pada
pons dan medulla. Ventrikel lateral dihubungkan dengan ventrikel ketiga oleh
interventrikular foramen sedangkan ventrikel ketiga nyambung dg ventrikel
keempat melewati oleh celah sempit yang disebut serebral aqua duktus di
midbral atau otak tengah.
c) Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal / CSF berperan dalam melindungi otak, menjaga
keseimbangan bahan-bahan kimia susunan syaraf pusat. CSF dientuk dalam
pleksus koroides pada ventrikel lateral. Tiga dan empat dengan kombinasi
proses diffusi dan transport aktif. Pleksus koroid menseleksi komponen darah
yang dapat melewati membrannya keventrikel (tidak untuk sel darah merah,
protein dg molekul besar). Yang dapat lewat: protein berukuran kecil, O2, CO2,
Na, K, Ca, Mg, Cl, gukosa dan seluruh jumlah kecil sel darah putih.
Perjalanan CSF dibentuk di ventrikel lateral, lalu melalui interventrikuler
foramen masuk ke ventrikel III dan melalui Agua Duktus CSF mengalir ke
ventrikel IV. Diventrikel IV terdapat 3 buah subaracnoid spaces (sisterna magna)
disebelah medulla, aliran berlanjut kespinal lalu kelumbal sisterna. Sebagian
besar naik lagi ke otak melalui subaraknoid spaces masuk kevili arachnoid dari
sinus sagital superior.Cerebro Spinal Fluid (CSF)Vili arachnoid memiliki katup
yang sensitive dengan tekanan dengan sisitem satu arah. CSF selalui
dipengaruhi sekitar dalam sehari.
d) Bagian-Bagian Otak
1. Medulla Oblongata
Medulla oblongata merupakan bagian yang vital dalam pengaturan jantung,
vasomotor atau kontriksi dan dilatasi pembuluh darah dan pusat pernafasan.
Medulla oblongata memonitor kadar CO2 yang berperan dalam pengaturan
pernafasan, mengatur muntah, bersin, batuk dan menelan. Dibagian ventral
terdapat pyramid menyilang (pyramid decussation) sehingga dibawah medulla

4
keadaan motorik tubuh dikontrol oleh bagian yang berlawanan dalam hemisfer
serebri.
2. Pons
Terletak diatas medulla, pada bagian dorsal terdapat Formtorio Retikularis
dan nuclei syaraf cranial jalur aseden dan desende.Dalam Formatio retikularis
terdapat pusat apneu dan pneumotorix yang membantu dalam pengaturan
pernafasan.
3. Midbrain/mesensepalon
Midbrain/mesensepalon terdapat diatas pons.Terdapat pusat refleks yang
membantu koordinasi pergerakan bila matadan kepala, membantu pengaturan
mekanisme focus pada mata, mengatur respon pupil terhadap stimulus
cahaya.Terdapat substansi nigra yang berperan dalam pengaturan aktivitas
motoric somatic.
4. Serebelum
Serebelum berperan dalam fungsi keseimbangan. Secara terus menerus
menerima input dari otot, tendon, sendi, dan organ vestibular (keseimbangan)
dalam bentuk proprioceptive input (kepekaan terhadap posisi tubuh yang satu
dari yang lain). Mengitegrasikan kontraksi otot satu dengan yang lain, mengatur
tonus otot.
5. Serebrum
Serebrum merupakan struktur terbesar dan paling rumit dalam system
syaraf. Terdapat dua hemisfer yang terdiri dari korteks yang merupakan subtansi
abu-abu (gray matter), subtansi putih dan ganglia basalis. Korteks terbagi
kedalam 6 lobus:
1) Lobus Frontalis
Lobus frontalis merupakan area control motorik terhadap pergerakan
yang disadari termasuk yang berkaitan dengan bicara. Aktivitas motorik: Area
Broadman 4 (primary motor cortex), area 6 (supplementary and premotor motor
cortex), area 8 (pergerakan mata) area 44 (area Brocca untuk bicara). Selain
control motorik lobus frontalis juga berperan dalam control ekspresi emosi dan
prilaku, moral.
2) Lobus Parientalis
Lobus parientalis berperan dalam sensasi umum, selera, are 1,2,3
(integrasi sensasi secara umum) 5,6,7,40 (apresiasi terhadap tekstur, berat,

5
mengenali bentuk benda yang dipegang). Area 40 memiliki peran penting dalam
body image/gambaran diri. Area 43 (selera dalam hal pengecapan
3) Lobus temporalis
Lobus temporalis merupakan pusat pendengaran, keseimbangan,
emosi, dan memori. Terdapat area 41,42 yang berperan dalam pegturan
keseimbangan, area 39 yang berperan dalam pemahaman terhadap bicara atau
kata-kata. Bagian anterior lobus ini berperan dalam emosi, halusinasi, memori
jangka pendek dari beberapa menit sampai beberapa minggu atau bulan.
4) Lobus oksipital
Lobus oksipital merupakan pusat penglihatan, pengaturan ekspresi.
Terhadap area 17 (area penglihatan utama), area 18,19 mamaknai hasil
penglihatan, area 39 memahami bahasa tulisan, area 22 memahami bahasa
lisan dan area wernicks (39,22,40).
5) Insula
Insula berperan dalam pengaturan aktivitas gastrointestinal, dan organ
visceral lainnya.
6) Limbik
Berperan dalam pengaturan emosi, perilaku, memori jangka pendek
dan penciuman.Korteks serebri merupakan lapisan terluar dari serebrum, terdiri
dari subtansi abu-abu.Banyak berperan dalam pengaturan aktivitan kehidupan
yang disadari.
7) Talamus
Talamus merupakan pust prosesing dan relay semua input sensori
kecuali penciuman. Talamus merupakan memiliki 4 area utama yaitu system
sensori, system motorik, aktivitas neurofisiologius dan ekspresi emosi, perilaku
manusia unik. Talamus berkaitan dengan proses berfikir, kreativitas, interpretasi
dan pemahaman bahasa lisan dan tilisan dan mengenali objek dengan cara
menyentuh.
8) Hipotalamus
Hipotalamus terletak dibawah thalamus, berdekatan dengan dengan
hipofisis. Hipotalamus mengatur banyak fungsi untuk keseimbangan. Merupakan
pusat pengaturan dan koordinasi dari system syaraf otonom, pengaturan suhu,
pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.Pengaturan pola tidur dan
terjaga, berperan dalam pengaturan lapar dan keinginan untuk makan yang
dibantu dengan kadar glukosa, lemak dan protein dalam tubuh, respon prilaku

6
berkaitan dengan emosi, Kontrol endokrin juga berperan dalam respon seksual
seperti organisme dan respon terhadap stimulus organ seksual.
9) Epithalamus
Epithalamus terdiri dari 3 bagian : Trigonum
habenulae, badan pineal, dan komisura posterior.
Trigonum habenulae mengandung serabut syaraf
yang berhubungan dengan midbrain, berperan
sebagai pusat relay. Badan pineal (epiphysis)
berperan seperti kelenjar endokrin (neuroendokrin).
Komisura posterior berhubungan dengan midbrain.
10) Ventral thalamus/subthalamus
Terletak dibagian ventral diencephalons, mengandung nuclei subtalamik.

B. Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu
silinder jaringan saraf panjang dan
ramping, yaitu medulla spinalis, dengan
ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis
tengah 2 cm (seukuran kelingking).
Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah
lubang besar di dasar tengkorak,
dilindungi oleh kolumna vertebralis
sewaktu turun melalui kanalis vertebralis.
Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-
saraf spinalis berpasangan melalui ruang-

ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang

7
berdekatan. Setiap ruas vertebrae
mempunyai bentuk yang hampir
sama dengan beberapa variasi.
Pada umumnya, ciri-ciri vertebrae
terdiri dari corpus, processus
spinosus, 2 processus
transversalis, 2 pediculus, 2 arcus,
dan 2 lamina.
Saraf spinal berjumlah 31 pasang
dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf
thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakr al (S), dan 1 pasang
saraf koksigeal (Co). Vertebrae sacralis membentuk sacrum, vertebrae
coccygeus membentuk coccygeus.
Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh
sekitar 25 cm lebih panjang daripada medulla spinalis.
Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-
segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari
saraf-saraf spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar
vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis
harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari
kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla
spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi vertebra
lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang),
sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang
untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang
sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di
dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal
sebagai kauda ekuina (”ekor kuda”) karena
penampakannya.
Bentuk vertebrae yang sangat berbeda
yaitu C1 dan C2. Vertebrae cervicalis 1 (C1)
disebut juga atlas atau corpus occiput cranium
dan berperan untuk fleksi dan ekstensi leher.
Vertebrae cervicalis 2 (C2) disebut axis. Pada
bagian superior carpus vertebrae 2 terdapat

8
tonjolan tulang yang disebut dens atau processus odontoideus. Dens masuk ke
dalam lingkaran atlas. Atlas dan axis secara bersama-sama membentuk
articulatio atlanto-axialis yang berperan dalam rotasi leher. Corpus vertebrae
antara C2 sampai S1 masing-masing dipisahkan oleh jaringan fibrokartilago
discus invertebralis yang berfungsi sebagai peredam kejut.
Medulla Spinalis dan batang otak membentuk struktur
kontinu yang keluar dari hemisfer serebral dan bertugas
sebagai penghubung otak dan saraf perifer. Medulla spinalis
terletak di dalam foramina vertebralis dan membentang dari
vertebrae cervicalis 1 (C1) dan berakhir sebagai conus
medullaris setinggi antara L1 dan L2. Filum terminale
membentang dari conus medullaris sampai melekat pada
coccygeus. Medulla spinalis terbagi atas segmen-segmen,
dan satu dari 31 pasang saraf spinal keluar dari medulla
spinalis dari tiap-tiap segmen. Saraf-saraf tersebut yaitu 8
pasang cervical, 12 pasang thoracal, 5 pasang lumbal, 5 pasang sakrasal, dan 1
pasang coccygeus. Saraf spinal dari cervical, thoracal, dan lumbal keluar melalui
foramina intervertebralis; sedangkan saraf spinal yang berasal dari sacralis
membentuk cauda equina dan keluar melalui foramina sacralis.
Struktur Medulla Spinalis
Medulla spinalis dikelilingi oleh meningen, duramater, arachnoid, dan
piamater. Di antara duramater dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural.
Saraf spinal pada medulla spinalis manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45
cm dam lebar 14 mm. Pada bagian luar permukaan dorsal dari saraf spinal,
terdapat alur dangkal secara longitudinal di bagian posterior berupa sulkus dan
bagian yang dalam dari anterior berupa fisura.
Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-
kupu di bagian dalam dan
dikelilingi oleh substansia alba di
sebelah luar. Seperti di otak,
substansia grisea medulla spinalis
terutama terdiri dari badan-badan
sel saraf serta dendritnya antar
neuron pendek, dan sel-sel glia.
Substansia alba tersusun menjadi

9
traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang
panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi
kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal
atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masing-masing memiliki
kekhususan dalam mengenai informasi yang disampaikannya.

Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:


a) Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-
gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal
anggota gerak.
b) Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas
neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena
itu, kemungkinan mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau
aktivitas refleks.
c) Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural
sebagai respon terhadap stimulus verbal.
d) Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan
gamma pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot
ekstensor atau otot-otot antigravitasi.
e) Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor,
menghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas
postural yang berhubungan dengan keseimbangan.
f) Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.
Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari:
a) Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif,
dan berperan dalam diskriminasi lokasi.
b) Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan
tekanan ringan.
c) Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.
d) Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan
perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan
posisi dan perpindahan.
e) Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan
lama.
Mekanisme Fisiologis

10
11
2.2 Definisi
Menurut Dorland (2011:1008), spondylosis yaitu ankilosis sendi vertebral;
perubahan degeneratif pada vertebra akibat osteoporosis.
Spondylosis adalah sejenis penyakit rematik yang menyerang tulang
belakang (spine osteoarthritis) yang
disebabkan oleh proses degenerasi
sehingga mengganggu fungsi dan
struktur tulang belakang. Spondylosis
dapat terjadi pada level leher (cervical),
punggung tengah (thoracal), maupun
punggung bawah (lumbal). Proses
degenerasi dapat menyerang sendi antar
ruas tulang belakang, tulang dan juga
penyokongnya (ligament). Spondylosis
adalah terminologi yang digunakan

12
mengacu pada osteoarthritis degeneratif yang terjadi pada persendian diantara
pusat dari vertebra spinal dan/atau foramina neural. Pada kondisi ini, facet joint
tidak ikut terlibat.

2.3 Klasifikasi Spodilosis


A. Spondilosis Cervical
Cervical spondylosis merupakan perubahan degenerasi dari bantalan (disk)
tulang belakang leher, hipertrofi hyperplasia tulang belakang leher dan cedera
leher yang menyebabkan hyperplasia tulang belakang leher atau slipped disk
tulang belakang, penebalan
ligament, iritasi atau kompresi saraf
tulang belakang leher, saraf leher,
pembuluh darah sehingga
menimbulkan berbagai gejala
sindrom klinis. Manifestasi klinis dari
cervical spondylosis adalah nyeri
leher dan bahu, pusing, sakit kepala, mati rasa ekstremitas atas, atrofi otot, pada
kasus yang parah terjadi apasme kedua tungkai bawah dan kesulitan berjalan,
bahkan muncul quadriplegia, gangguan sfingter dan kelumpuhan anggota badan.
Cervical spondylosis sering terjadi pada orang tua, tetapi dengan adanya
perubahan gaya hidup dan perawatan kesehatan yang tidak memadai, penyakit
cervical spondylosis juga dapat terjadi pada remaja dan tingkat insiden pada pria
lebih tinggi dibanding wanita.
B. Spondilosis Lumbalis
Spondilosis lumbalis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang
dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti
perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan
berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral,
dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis
(corpus). Secara singkat, spondylosis
lumbalis adalah kondisi dimana telah
terjadi degenerasi pada sendi
intervertebral yaitu antara diskus dan
corpus vertebra lumbal.

13
Spondylosis sering kali mem-pengaruhi vertebrae lumbalis pada orang
diatas usia 40 tahun. Nyeri dan kekakuan badan diperjalanan merupakan
keluhan utama. Biasanya mengenai lebih dari 1 vertebrae. Vertebrae
lumbalis menopang sebagian besar berat badan. Duduk dalam waktu yang
lama menyebabkan tertekannya vertebrae lumbalis. Pergerakan berulang
seperti mengangkat dan membungkuk dapat meningkatkan nyeri pada kasus
spondilosis lumbalis.
C. Spondilosis Ankilosis
Spondilosis Ankilosis adalah merupakan penyakit reumatik inflamasi sistemik
kronik yang terutama menyerang sendi aksial ( vertebra ). Yang merupakan
tanda khas adalah terserangnya sendi sakro iliaka, juga sering menyerang sendi
panggul, bahu dan ekstremitas pada stadium lanjut. ( Kapita Selekta Kedokteran,
1999 ).

2.4 Etiologi
Penyebab dari spondilosis hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya spondilosis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya spondilosis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya spondilosis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Spondilosis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang
pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya
umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya
berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau
spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun.
Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan
sekitar 98% pada usia 70 tahun.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena spondilosis daripada laki-laki. Secara
keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi spondilosis kurang lebih sama pada
laki-laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi spondilosis lebih banyak
pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis spondilosis.

14
3. Genetic
Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi
diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas
yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua
penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang
menunjukkan bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor
genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik
dan resistance training.
4. Stress mekanikal
Akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan
yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting
dan membawa / memindahkan barang.
5. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada
spondilosis nampaknya terdapat perbedaan
diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan Asia dari
pada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari
pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
6. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya spondilosis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan spondilosis pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan OA sendi lain.
7. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan spondilosis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
8. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi
melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan
yang harus dikandungnya.

15
9. Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi
peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran
sinovial dan sel-sel radang.
10. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi
akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
11. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang
berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan
sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
12. Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat
mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal
monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

2.5 Patofisiologi dan Web of Caution Spondilosis


2.5.1 Patofisiologi Spondilosis
Sebabnya belum diketahui, dan diduga karena gangguan metabolism tulang
rawan. Perubahan awal dari tulang rawan adalah penyerpihan, penipisan, dan
terjadinya fisur. Perubahan selanjutnya adalah osteofit, pseudo-kista, sclerosis
tulang subkondral. Pada akhirnya yang terjadi adalah destruksi dan hilangnya
tulang rawan sendi yang pada gilirannya adalah destruksi permukaan sendi yang
berakhir dengan gangguan fungsi sendi. Factor-faktor predisposisi adalah tiap
keadaan yang dapat menyebabkan destruksi permukaan sendi seperti factor
biomekanika, umur, penyakit tertentu seperti penyakit inflamasi, jenis kelamin,
factor keturunan.
Gaya hidup yang tidak ergomonis menyebabkan sendi kurang dilatih. Hal
ini dapat menyebabkan kalsifikasi sendi dan mudah terjadi trauma ringan pada
sendi. Trauma tersebut juga mengakibatkan spondilosis. Di samping itu, bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang
terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua
arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik

16
terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau
taji. Dengan penyempitan rongga invertebra, sendi invertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina invertebra, yang dapat juga ditimbulkan
oleh osteofit.
Spondilosis berdampak pada penekanan kauda ekuina. Sehingga terjadi
iskemia pada kauda ekuina. Iskemia memicu terjadinya defisit sensorik dan
motorik. Defisit ini bisa berdampak pada hilangnya kontrol sfingter uretra.
Defisit sensorik dan motorik tungkai juga dapat dialami dengan pasien
penderita spondilosis. Hal ini menyebabkan kelumpuhan dan kurangnya
mobilisasi sehingga bagian kulit ada yang tertekan karena tirah baring yang
lama, sehingga muncul dekubitus. Nyeri yang terjadi pada spondilosis biasanya
nyeri pada area punggung bawah. Traktus spinotalmikus asendens membawa
rangsang nyeri yang disebabkan oleh kompresi saraf medula spinalis ke
thalamus.
Gambaran patologis spondilitis ankilosa di deskripsikan oleh Ball (1971) dan
di sempurnakan oleh Bywaters (1984). Lokasi patologis primer adalah entesis
yaitu insersi dari ligament, kapsul dan tendon ke tulang. Perubahan entesopati
yang terjadi adalah fibrosis dan osifikasi jaringan. Pada vertebra, entesopati pada
situs insersi annulus fibrosus menyebabkan squaring dari korpus vertebra,
destruksi vertebral end plate, dan formasi sindesmofit. Osifikasi pada regio
diskus, epifisial dan sendi sakroiliaka serta ekstraspinal diinisiasi oleh lesi pada
insersi ligament.
Perjalanan penyakit tipikal di mulai dari sendi sakroiliaka. Sakroiliaka di
tandai dengan sinovitis dan formasi panus dan jaringan granulasi. Semua proses
tersebut akan mengerosi, mendestruksi dan mengganti tulang rawan sendi dan
tulang subkondral. Tulang paratikular juga akan menipis akibat peningkatan
aktivitas osteoblastik. Inflamasi pada sendi sakroiliaka mempunyai predileksi
pada sisi iliaka, hal ini mungkin karena jaringan fibrokartilago yang lebih banyak
dan shear stress yang lebih besar pada sisi tersebut.
Pada vertebra terjadi inflamasi kronik di annulus fibrosus, khususnya pada
insersi ke tepi vertebra, menyebabkan resorpsi tulang yang diikuti perubahan
reparasi pada korpus vertebra akan berperan dalam terjadinya squaring.
Jaringan granulasi akan mengalami metaplasia kartilago yang diikuti dengna
klasifikasi pada tepi vertebra dan sisi luar annulus: dan menyebabkan gambaran

17
sindesmofit pada foto polos. Keterlibatan menyeluruh seluruh vertebra
memberikan gambaran bamboo spine.
Lesi ekstraspinal terjadi di daerah artikular dan nonartikular. Lesi artikular
meliputi sendi sinkodrotik seperti simfisis pubis dan sendi manubriosternal, sendi
synovial seperti sendi panggul dan lutut dan entesis. Inflamasi pada situs
nonartikular meliputi uvea, katup, jantung fibrosis apeks paru.(Sudoyo,W Aru.
dkk .2010)

18
2.5.2 Web of Caution Spondilosis
Gaya hidup tidak ergonomis
Pertambahan usia

Perub. Degenerative tlh belkang

Sendi tdk Kebiasaan slh Annulus fibrosus kehilangan air
bnyk dilatih ↓
dlm mlkkan
↓ Kolaps nucleus
grakan ↓
klasifikasi
Klasifikasi

Terbentuknya osteofit

Penyempitan rongga invertebra

Osteofit mnekan medulla spinalis
Sendi mudah trauma

SPONDILOSIS

Kompresi diskus &


akar saraf MS

Kauda ekuina terkompresi Iskemia radiks spinalis Prognosis Spasme ruang Kelemahan
↓ ↓ diskus otot
penyakit
Iskemia kauda ekuina invertebrate intercostae
Respon dr luar tdk ↓
diterima, respond dr ↓ ↓
ansietas Pengeluaran Pengembang
dlm tidak mnjawab
mediator kimia an rusuk tdak
(histamine, sempurna
prostaglandin) ↓
Defisit sensorik & motoric ↓ Takipnea
↓ Traktus
Deficit sensoris tungkai spinotalamus ketidakefektif
lateral
an pola napas
membawa
lumpuh
Deficit sensorik Mobilisasi fisik ber< sensasi nyeri
kauda ekuina ↓ ke otak
Resiko ↓ Tirah baring lama ↓
intoleransi G3 kontrol sfingter ↓ Sensitivitas
uretra reseptor nyeri
aktivitas Timbul lesi di bag. Kulit


Inkontinensia urine
dekubitus Nyeri

G3 Eliminasi
urine Resiko ker.
Integritas kulit

19
2.6 Manifestasi Klinis
Kompresi radiks sukar dibedakan dengan
yang disebabkan oleh protusi diskus, walaupun
nyeri biasanya kurang menonjol pada
spondilosis. Distesia tanpa nyeri dapat timbul
pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat
disertai kelumpuhan otot dan gangguan refleks.
Terjadi pembentukan osteofit pada bagian
yang lebih sentral dari korpus vertebra yang
menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada daerah
lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda
ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai serta hilangnya
kontrol sfingter. Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi di
mana pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri dan akan
menghilang bila berbaring.
Gejala umum, yaitu:
(1) Nyeri yang menyebar ke bahu, atau sakit punggung. Lokasi nyeri atau
rasa sakit berhubungan dengan seberapa banyak tulang belakang yang
terlibat.
(2) Sensasi abnormal atau kehilangan sensasi yang mengacu pada segmen
tulang belakang yang terlibat.
(3) Otot terasa lemah (khususnya pada lengan dan tungkai).
(4) Kehilangan keseimbangan.
(5) Kehilangan kendali kandung kemih dan/atau usus bagian bawah (kondisi
darurat medis).
A. Spondilosis Cervical
1) Nyeri pada leher dan bahu akan menyebar ke kepala dan lengan/tangan.
2) Satu sisi dari bahu belakang terasa berat, lengan/tangan tidak
bertenaga/lemas, jari tangan kesemutan.
3) Perasaan dari kulit lengan/tangan menurun, tangan memegang benda
terasa tidak bertenaga/lemas.
4) Paha/kaki tidak bertenaga/lemas, berjalan tidak mantap, kedua kaki
merasa kesemutan.
5) Muncul gejala buang air besar dan kecil yang tak terkendali, disfungsi
seksual bahkan tangan dan kaki lumpuh.

20
6) Ada sebagian pasien cervical spondylosis muncul gejala yang disertai
dengan pusing, yang parah dapat muncul gejala disertai dengan mual
dan muntah, sebagian kecil pasien akan muncul gejala vertigo dan
pingsan mendadak.
7) Di saat cervical spondylosis telah melibatkan saraf simpatik akan muncul
gejala sakit kepala, penglihatan kabur, kedua bola mata terasa bengkak
atau terasa kering, tinnitus dan jantung berdebar, ada yang bahkan
muncul gejala perut kembung.
B. Spondilosis Lumbalis
1) Onset, biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak
menjadi suatu masalah sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya
ditimbulkan dari aktivitas tidak sesuai.
2) Nyeri, biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan
mungkin menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau
kedua hip. Pusat nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
3) Referred pain:
a. Nyeri mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi
pada akar persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya
b. Paha (L1)
c. Sisi anterior tungkai (L2)
d. Sisi anterior dari tungkai knee (L3)
e. Sisi medial kaki dan big toe (L4)
f. Sisi lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
g. Jari kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki
(S1)
h. Tumit, sisi medial bagian posterior kaki (S2)
4) Parasthesia, biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit
dan tertusuk, suatu sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).
5) Spasme otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m.
quadratus lumborum. Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara
abduktor hip dan juga adductor hip. Kadang-kadang salah satu otot
hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.
6) Keterbatasan gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas.
Gerakan hip biasanya terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada

21
umumnya disebabkan oleh ketetatan jaringan lunak lebih dari spasm atau
nyeri.
7) Kelemahan otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal.
Kelemahan mungkin terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf
myotomnya. Otot-otot pada tungkai yang mengalami nyeri menjalar
biasanya lebih lemah dibandingkan dengan tungkai satunya.
Gambaran radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa
lipping pada corpus vertebra.
C. Spondilosis Ankilosis
Awitan spondilitis ankilosis biasanya timbul perlahan-lahan dimulai dengan
rasa lelah dan nyeri intermiten pada tulang belakang bawah dan panggul. Bisa
juga timbul kekakuan pada pagi hari yang dapat hilang dengan sedikit berolah
raga.
Gejalanya dapat sedemikian ringan dan tidak progresif sehingga banya
penderita penyakit ini tidak terdiagnosa. Selain itu gejala-gejala spondilitis
ankilosis bisa dikacaukan dengan gangguan mekanik pada tulang belakang.

Gejala-gejala ekstrapinal meliputi :


1) Pleuritik seperti “ Chest pain “
2) Tendonitis akhiles
3) Artropathy perifer ( khusunya panggul )
4) Gejala non spesifik, antara lain :
 BB turun
 Malaise
 Lemah
 Mood berubah.

2.7 Pemeriksaan Penunjang Spondilosis


1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada
tulang seperti pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel

22
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel
tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
7. MRI Leher dilakukan apabila terdapat nyeri leher atau lengan terasa berat
yang tidak membaik dengan pengobatan, kelemahan atau mati rasa di
lengan atau tangan.
8. EMG dan tes kecepatan konduksi saraf dapat dilakukan untuk memeriksa
fungsi akar saraf.
9. X-ray / CT Scan Leher dilakukan untuk mencari arthritis atau perubahan lain
di tulang belakang.

2.8 Pencegahan Spondilosis


Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa
cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung, maka ada beberapa hal
yang dapat dilakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya
spondylosis. Antara lain :
1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact), misalnya berlari.
Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan
dan kelenturan.
2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan
kekuatan otot, kelenturan, dan jangkauan gerak.
3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu
lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerja
di depan komputer, ataupun mengemudi.
4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpu
pada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkat
barang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak.
5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini
membantu mencegah terjadinya cedera bila ada trauma.

23
6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya
spondylosis.

2.9 Penatalaksanaan Spondilosis


1. Terapi Non Farmakologis
1) Terapi Fisik dan rehabilitasi
Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi.
2) Penurunan Berat Badan
Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan factor yang akan
memperberat penyakit OA. Oleh karenanya BB harus dijaga agar tidak
berlebihan.
2. Fisioterapi
1) Memakai tempat tidur yang dialasi papan dibawah kasur dengan ganjal
didaerah lumbal untuk mengembalikan lardosis, bantal kepala sebaiknya
yang tipis.
2) Penyesuian pekerjaan terutama bila terdapat gangguan tulang punggung.
Punggung hendaknya dipertahankan lurus, bila perlu meja ditinggikan
atau kursi direndahkan jangan terlalu lama duduk.
3) Latihan-latihan untuk menjaga postur tubuh, mengurangi deformitas, dan
memelihara ekspansi dada setelah serangan akut diatasi, latihan fisik
terbaik adalah berenang.
3. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan
untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak
mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai
analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki
atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau
profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek
samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis
biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian

24
biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahganggauan
mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu
mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi
nyeri pada pangkal tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis
pada lutut.
4. Penatalaksanaan Secara Medis
Prosedur diagnostik dan terapi konservatif seperti pada penyakit diskus.
Indikasi operasi juga sama yaitu adanya kompresi medula spinalis. Kelemahan
otot atau nyeri yang sukar dihilangkan. Pembedahan dilakukan untuk
meringankan tekanan pada saraf atau sumsum tulang belakang seperti :
1) Anterior Corpectomy Discectomy Fusi (ACDF) : Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan mikroskop dengan sayatan 3-5 cm pada daerah leher
bagian depan.
2) Foraminotomy : Suatu operasi untuk melebarkan ruang tempat keluarnya
akar saraf dari kanal spinal servikal. Operasi medis ini digunakan untuk mengurangi
tekanan pada saraf yang sedang dikompresi oleh foramen intervertebralis, ruang di
mana tulang belakang keluar saraf root kanal tulang belakang. Para
foraminotomy istilah berasal dari kata Latin foramen (lubang, membuka, aperture)
dan-otomy (tindakan pemotongan, sayatan).
3) Cervical Collar: Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses
immobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum
terdapat satu jenis collar yang benar-benar dapat mencegah mobilisasi
cervical.
4) Laminektomi : Operasi untuk mengeluarkan lamina. Ini adalah bagian dari
tulang yang membentuk tulang belakang di tulang belakang. Laminektomi
juga dapat dilakukan untuk menghapus taji tulang pada tulang belakang.
Prosedur ini dapat mengurangi tekanan dari saraf tulang belakang atau spinal
cord.
5) Laminoplasty : Salah satu prosedur pembedahan pada kasus spinal
stenosis dengan cara membebaskan tekanan pada saraf tulang belakang.
Prosedur ini memotong (memotong seluruhnya pada sisi yang satu dan

25
memotong yang lain) lamina pada kedua sisi dari tulang belakang yang
terganggu dan membuat seperti flap/pintu berayun dari tulang sehingga dapat
menghilangkan tekanan pada saraf tulang belakang.
6) Spinal Fusion : Penggabungan dua atau lebih ruas tulang belakang
sehingga tulang belakang tidak bergerak. Fusi tulang belakang biasanya
dilakukan dengan prosedur bedah lainnya, misalnya laminektomi atau
foraminotomy.

2.10 Komplikasi Spondilosis


Spondilosis merupakan penyebab paling umum dari disfungsi saraf tulang
belakang pada orang dewasa yang lebih tua. Beberapa komplikasi spondilosis,
antara lain : ketidakmampuan untuk menahan buang air besar (BAB) atau urin,
hilangnya fungsi otot atau mati rasa, kecacatan dan gangguan keseimbangan.
a. Komplikasi Spondilosis Cervical
Pada sejumlah kecil kasus, spondilosis servikal dapat memampatkan satu
atau lebih saraf tulang belakang - sebuah kondisi yang disebut radikulopati
servikal. Taji tulang dan penyimpangan lain yang disebabkan oleh spondilosis
juga dapat mengurangi diameter kanal yang saraf tulang belakang. Ketika
saluran spinalis menyempit ke titik yang menyebabkan cedera tulang belakang,
kondisi yang dihasilkan disebut sebagai myelopathy serviks. Kedua radikulopati
servikalis dan myelopathy serviks dapat mengakibatkan cacat permanen.
b. Komplikasi Spondilosis Lumbal
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling
sering ditemukan pada penderita nyeri punggung
bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena
pasien selalu memposisikan tubuhnya kearah
yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap
tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan
otot pada sisi vertebra yang sakit.
c. Komplikasi Spondilosis Ankilosis
Komplikasi yang mungkin timbul dapat berupa:
1. kerusakan neurologi
2. Tromboflebitis
3. Fraktur vertebra
4. Poliartritis

26
5. Disfungsi pernafasan sesuai tahap progressif
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN SPONDILOSIS
3.1 Fokus Pengkajian Spondilosis
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien yaitu nyeri pada bagian vertebrae
atau tulang belakang baik itu nyeri pada vertebrae cervical, torakal atau
lumbal.
 P : nyeri bertambah berat saat beraktivitas, istirahat membantu
meringankan nyeri
 Q : nyeri yang dirasakan berdenyut dan menusuk
 R : lokasi nyeri pada daerah tulang belakang bagian cervical,
torakal, lumbal atau sakrasal dan menjalar ke seluruh tulang
belakang.
 S : nyeri dirasakan pasien pada skala 0-5 yaitu skala 4. Nyeri
membuat pasien cemas dan gelisah
 T : nyeri muncul dalam waktu lama, terkadang nyeri berkurang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sering mengeluh mudah lelah dan sering mengalami sakit
punggung setelah beraktivitas. Nyeri hebat yang secara tiba-tiba dirasakan
pasien setelah beraktivitas ringan. Nyeri tersebut tak kunjung reda hingga
pasien dirujuk ke rumah sakit.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien biasanya memiliki riwayat sakit atau nyeri punggung.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat sakit atau nyeri punggung juga di alami keluarga pasien. Namun,
tidak separah yang pasien rasakan.
e. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Pekerjaan yang menuntut pasien untuk mengangkat benda atau barang-
barng yang cukup berat diikuti dengan gerakan yang salah dalam
mengangkat barang berat dapat memicu terjadinya nyeri punggung yang
menyebabkan spondilosis.

27
f. Psikologis
Nyeri hebat pada tulang belakang pasien dapat meningkatkan
pengeluaran hormon stres. Sehingga biasanya di dapat pasien gelisah dan
cemas
2. Pemeriksaan Fisik
 B1 (Breath) : takipneu
 B2 (Blood) : hipotensi, tekanan darah di bawah 120/80 mmHg
 B3 (Brain) : kehilangan keseimbangan, pusing
 B4 (Bladder) : inkontinensia urine
 B5 (Bowel) : inkontinensia alvi, malaise, mual, muntah
 B6 (Bone) : kelemahan otot, parasthesia
3. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DO : klien tampak Spasme ruang Nyeri
berjalan dengan diskus invertebrate

timpang, wajah meringis
Pengeluaran
kesakitan, perilaku mediator kimia
berhati-hati, condong ke (histamine,
prostaglandin)
depan pada sisi yang

sakit saat berdiri, skala Traktus spinotalamus
nyeri 4 lateral membawa
sensasi nyeri ke otak
DS : klien menyatakan

nyeri pada punggung Sensitivitas reseptor
bagian bawah, leher nyeri
kaku ↓
NYERI

2. DO : Kelemahan otot Ketidakefektifan


RR: >24 x/menit, napas intercostae pola napas

cuping hidung
Pengembangan
DS : klien mengatakan rusuk tdak sempurna
dyspnea dan napasnya ↓
Takipnea
pendek.

Ketidakefektifan pola

28
napas
3. DO: klien sering Defisit sensorik & Gangguan
berkemih motoric eliminasi urine

DS: klien oliguria
Deficit sensoris
tungkai

Deficit sensorik
kauda ekuina

G3 kontrol sfingter
uretra
↓’
Oliguria

G3 eliminasi urine
4. DO : Klien tampak Defisit sensorik & Resiko
kesulitan dalam gerakan motoric intoleransi

yang diinginkan, aktivitas
Deficit sensoris
DS : klien mengatakan tungkai
nyeri pada setiap ↓
Lumpuh
gerakannya

Ker. Mobilitas fisik

5. DO : timbul lesi di Defisit sensorik & Resiko


bagian kulit. motoric kerusakan

DS : klien menyatakan integritas kulit
Deficit sensoris
sakit di bagian kulitnya. tungkai

Mobilisasi fisik ber<

Tirah baring lama

Timbul lesi di bag.
Kulit

Decubitus

Resiko k\erusakan
integritas kulit
6. DO : klien tampak Prognosis penyakit Ansietas
ketakutan, gelisah. ↓

29
DS : klien mengatakan Ansietas
ketidakmampuan untuk
mengatasi

3.2 Diagnosa Keperawatan Spondilosis


No. Diagnosa Kriteria
Definisi Kriteria Minor
Keperawatan Mayor
1. Nyeri Pengalaman sensori Mata kurang Dilatasi pupil,
berhubungan dan emosional yang bercahaya, perubahan TD,
dengan agens tidak menyenangkan tampak perubahan HR
cedera yang muncul akibat kacau, dan RR, skala
kerusakan jaringan gerakan nyeri 4,
yang actual atau mata perilaku
potensial atau berpencar, distraksi.
digambarkan dalam meringis.
hal kerusakan
sedemikian rupa
(International
Association for the
Study of Pain );
awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari
intensitas ringan
hingga berat dengan
akhir yang dapat
diantsipasi atau
diprediksi dan
berlangsung <6
bulan.
2. Ketdakefektifan Inspirasi dan/atau Takipnea, RR: >24
pola napas ekspirasi yang tidak sesak napas. x/menit,
berhubungan member ventilasi Pernapasan dagkal,
dengan keletihan adekuat. bibir, cuping irregular,
otot pernapasan hidung,

30
3. gangguan Suatu pola fungsi Kehilangan Inkontinensia
eliminasi urine urinarius yang cukup control urine
berhubungan untuk memenuhi berkemih
dengan gangguan kebutuhan eliminasi
sensorik dan dan dapat
motorik ditingkatkan
4. Resiko intoleransi Ketidakcukupan Sulit Respons TD
aktivitas energy psikologi atau bergerak terhadap
berhubungan fisiologi untuk aktivitas,
dengan masalah melanjutkan atau perubahan
pernapasan menyelesaikan EKG yang
kehidupan sehari-hari mencerminkan
yang harus atau yang aritmia
ingin dilakukan
5. Resiko kerusakan Berisiko mengalami Timbulnya
integritas kulit perubahan kulit yang lesi di bagian
berhubungan buruk kulit klien -
dengan gangguan
sensasi
6. Ansietas Perasaan tidak Mual, RR: >24
berhubungan nyaman atau muntah, x/menit,
dengan stres kekhawatiran yang malaise, irregular,
samar disertai parasthesia, dangkal.
respons autonom ketakutan, N: >100
(sumber sering kali gelisah x/menit, kuat,
tidak spesifik atau cepat,
tidak diketahui oleh irregular,
individu); persaan Pupil melebar,
takut yang disebakan
oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal
ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang
memperingatkan
individu akan adanya

31
ancaman bahaya dan
memampukan
individu untuk
bertindak
menghadapi
ancaman.

3.3 Intervensi
Diagnosa
No Tujuan dan
Keperawata Rencana Intervensi Rasional
. Kriteria Hasil
n

1. Nyeri Tujuan : a) Istirahatka Istirahat akan


berhubunga n pasien menurunkan aktivitas
dalam waktu 1 X
n dengan pasien. Sehingga nyeri
24 jam terdapat
agens berkurang
penurunan respon
cedera
nyeri pada tulang b) Manajeme Lingkungan yag
belakang n tenang dan membatasi
M lingkungan pengunjung dapat
A : memudahkan pasien
KH: N lingkungan beristirahat.
D tenang
secara subyektif
I dan batasi
pasien
R pengunjun
menyatakan
I g
penurunan rasa
c) Lakukan Berupa sentuhan
nyeri dada, secara
manajeme dukungan psikologis
objektif didapatkan
n misal : masase ringan
TTV dalam batas
sentuhan yang dapat membantu
normal, wajah
menurunkan nyeri dan
rileks.
meningkatkan aliran
darah.

K d) Kolaborasi Antianalgesik yang


O pemberian sesuai dengan indikasi

32
L antianalge akan mengurangi nyeri
A sik sesuai pasien.
B indikasi
O
R
A
S
I
e) Ajarkan Dapat menurunkan
teknik stimulus internal
distraksi dengan mekanisme
(pengaliha peningkatan produksi
n endorfin dan enkifalen

H perhatian) yang dapat memblok

. saat nyeri reseptor nyeri.

E f) Anjurkan Nyeri berat dapat


pasien menyebabkan syok
untuk dan memperparah
melaporka keadaan pasien
n nyeri
dengan
segera
O g) Catat Variasi penampilan
B karakteristi dan perilaku klien
S k nyeri, karena nyeri terjadi
E lokasi, sebagai temuan
R intensitas pengkajian.
V dan
A penyebara
S nnya.
I

33
2. Ketdakefekti Tujuan : a) Kepala Posisi tersebut pada
fan pola tempat pasien penurunan
dalam waktu 1 X
napas tidur harus curah jantung
24 jam terdapat M
berhubunga dinaikan berfungsi Untuk
pola napas A
n dengan 20-30 cm mengurangi kesulitan
kembali efektif N
keletihan atau klien bernapas dan
D
otot didudukan mengurangi jumlah
I
pernapasan dikursi. darah yang kembali
KH: R
kejantung, sehingga
I
secara objektif dapat mengurangi
didapatkan TTV kongesti paru.
dalam batas
normal, tidak
K b) Beri Memudahkan pasien
terlihat takipneu
O oksigen mendapatkan oksigen
L sesuai
A indikasi
B
O
R
A
S
I
c) Anjurkan Posisi duduk semi
pasien fowler dapat
H
duduk semi memaksimalkan
.
fowler pengembangan paru.
E

O d) Pantau Menentukan
B nilai gas pemberian oksigen
S darah sesuai indikasi
E
R
V

34
A
S
I

3. Gangguan Tujuan : M a) Bantu Mengurangi resiko


eliminasi A Pasien jika cedera lebih lanjut
dalam waktu 3 X
urine N ingin
24 jam terdapat
berhubunga D berkemih di
eliminasi urin
n dengan I kamar
pasien kembali
gangguan R mandi
efektif
sensorik I
dan motorik
K b) Pasang Kateter memudahkan
KH:
O kateter pasien untuk berkemih
secara objektif L tanpa harus
didapatkan TTV A mengeluarkan banyak
dalam batas B tenaga untuk ke
normal,peningkat O kamar mandi
an kemajuan R
pasien dalam A
eliminasi urin. S
I
H c) Anjurkan Membantu
. pasien mempertahankan
E untuk fungsi ginjal,
minum/mas mencegah infeksi, dan
ukan cairan pembentukan batu
(2-4/hari)
termasuk
juice yang
mengandun
g asam
askorbat.

35
d) Monitor Asupan cairan dan
asupan jumlah residu urine
cairan, pola merupakan data awal
O berkemih, untuk penghitungan
B jumlah intake dan output
S residu urine,
E kualitas
R urine
V
e) Ukur intake Intake dan output
A
dan output yang sama,
S
pasien menunjukkan
I
perubahan eliminasi
urin pasien mulai
normal

4. Resiko Tujuan : a) Tingkatkan Menurunkan kerja otot


intoleransi istirahat, dan tulang belakang
Dalam waktu 3 X
aktivitas batasi
24 jam Resiko
berhubunga aktivitas,
intoleransi M
n dengan dan berikan
aktivitas A
masalah aktivitas
berkurang atau N
pernapasan senggang
kegiatan pasien D
yang tidak
meningkat, I
berat
R
b) Bantu Kelelahan yang
I
pasien berlebihan
KH :
melakukan memperparah
secara mandiri aktivitas penyakit pasien
maupun dengan yang tidak
sedikit bantuan berat
K c) Konsultasi Membantu dalam
pasien tidak
O dengan ahli merencanakan dan
mengeluh pusing,
L terapi melaksanakan latihan
alat dan sarana
A fisik/terapi secara individual dan

36
untuk memenuhi B kerja dari mengidentifikasi/meng
aktivitas tersedia O tim embangkan alat-alat
dan mudah R rehabilitasi bantu untuk
dijangkau klien, A mempertahankan
TTV dalam batas S fungsi, mobilisasi, dan
normal. I kemandirian pasien.

d) Bantu/ Meningkatkan
lakukan sirkulasi,mempertahan
H latihan kan tonus otot dan
. ROM pada mobilisasi sendi.
E semua
ekstremitas
dan sendi
O e) Catat TTV TTV menjadi indikator
B sesudah kemampuan pasien
S melakukan dalam melakukan
E aktivitas kegiatan
R
V
A
S
I

5) Resiko Tujuan : M a) Lakukan Perubahan posisi


kerusakan A perubahan dapat mengurangi
Dalam waktu 3 X
integritas N posisi tiap atau mencegah
24 jam pasien
kulit D 2 jam bila kerusakan integritas
terhindar dari
berhubunga I sudah ada kulit. Perubahan posisi
resiko kerusakan
n dengan R petunjuk yang mendadak dapat
integritas kulit
gangguan I dokter menyebabkan
sensasi namun hipotensi ortostatik.
hati-hati
KH :
terhadap
Secara objektif, timbulnya
hipotensi

37
TTV normal, tidak akibat
terlihat tanda- perubahan
tanda adanya posisi
dekubitus, lesi b) Bersihkan Membuang bakteri
atau peradangan kulit pasien atau mikroorganisme
pada kulit setiap lain yang dapat
beberapa menyebabkan
jam timbulnya lesi
dengan
sabun
ringan,
dibilas dan
kemudian
dikeringkan
c) Lakukan Massage membuat
massage pasien lebih rileks dan
dengan nyaman. Lotion
perlahan membantu
mengguna melembabkan kulit
kan
gerakan
sirkular
dan
olehkan
krim atau
lotion pada
daerah
tertekan
K d) Berikan Meningkatkan
O terapi sirkulasi sistemik dan
L kinetic/matr perifer dan
A a, berikan menurunkan tekanan
B tekanan pada kulit
O sesuai
R kebutuhan

38
A
S
I
e) Anjurkan Menstimulai sirkulasi,
klien untuk meningkatkan nutrisi
H melakukan sel atau oksigenasi sel
. program dan untu
E latihan meningkatkan
kesehatan jaringan

f) Inspeksi Kulit biasanya


O seluruh cenderung rusak
B area kulit, karena perubahan
S catat sirkulasi perifer.
E pengisian
R kapiler,
V adanya
A kemerahan
S dan
I pembengk
akan.

6) Ansietas Tujuan : a) Tunjukkan Membuat pasien


berhubunga sikap sopan nyaman dan tidak
Dalam waktu 2 X
n dengan M dan lemah sungkan
24 jam pasien
stres A lembut
terhindar dari
N kepada
kecemasan atau
D pasien
kecemasan
I b) Perbanyak Menumbuhkan
pasien berkurang
R tatap muka kepercayaan psien
KH : I dan terhadap perawat
komunikasi
Secara objektif,
dengan
TTV normal, tidak
pasien
terlihat tanda-
K c) Rujuk pada Memberikan
tanda adanya
kelompok dukungan untuk

39
dekubitus, lesi penyokong beradaptasi pada
O
atau peradangan yang ada, perubahan dan
L
pada kulit pelayanan memberikan sumber-
A
social, sumber untuk
B
konselor, mengatasi masalah.
O
financial/kon
R
selor kerja,
A
psikoterapi,
S
dan
I
sebagainya
d) Anjurkan Membantu mengatasi
pasien masalah pasien
menceritaka
n
masalahnya
jika ia sudah
siap
e) Berikan Pasien akan nyaman
informasi dan lebih percaya
H yang tepat kepada perawat.
. mengenai Dehingga dia mau
E penyakit kebih terbuka tentang
pasien dan apa yang
hal yang membuatnya cemas.
menjadi Dengan demikian,
penyebab pasien akan merasa
kecemasan lebih tenang.
pasien
tanpa
mengintimid
asi pasien
O f) Kaji tingkat Membantu dalam
B ansietas mengidentifikasi
S pasien. kekuatan dan
E Tentukan keterampilan yang

40
bagaimana mungkin membantu
pasien pasien untuk
menangani mengatasi
masalahnya keadaannya.
dimasa
yang lalu
R
dan
V
bagaimana
A
pasien
S
melakukan
I
koping
dengan
masalah
yang
dihadapinya
sekarang.

3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.
evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan spondilosis (Doenges, 1999)
adalah :
1. Nyeri hilang/terkontrol
2. Pola napas efektif
3. Kontinensia urine
4. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
atau kompensasi
5. Menunjukkan rutinitas perawatan kulit yang efektif
6. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat dapat diatasi

BAB 4

41
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang yang
mengakibatkan medulla spinalis tertekan. Spondylosis adalah salah satu jenis
osteoartritis, yakni radang sendi karena radang sendi menipis. Osteoartritis yang
terjadi di sendi-sendi tulang belakang dinamakan spondylosis. Spondylosis
umumnya terjadi saat umur 45 hingga 60 tahun, namun kondisi ini pun dapat
menyerang di usia lebih muda Nyeri punggung, kelelahan tungkai bahkan
kehilangan keseimbangan merupakan bberapa gejala pasien penderita
spondilosis.

4.2 Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit spondilosis
karena akan menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu perawat juga
memberi health education kepada klien dan keluarga agar mereka faham dengan
spondilosis dan bagaimana pengobatannya..

Daftar Pustaka

42
W. Sudoyo, Aru, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

Anderson Price, Sylvia, dkk. 1991. Patofisiologi Edisi 2 bagian 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

J. C. E. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC

M. Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC

E. Doengoes, Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Herdman, T. Heather. 2012. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014 (Bursing Diagnosies: Definition & Classification 2012-
2014). Jakarta: Buku Kedokteran EGC

http://triokasetiawan.wordpress.com/2013/10/25/spondylosis-lumbalis/

http://ric-kye.blogspot.com/2013/02/laporan-kasus-spondylosis-
lumbosakrum_5990.html

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-
klien-dengan-nyeri.html

http://perawat-intan.blogspot.com/2011/05/askep-spondilosis-ankilosis.html

http://murnicania.blogspot.com/2014/02/askep-osteoartritis.html

http://renyatnasari.blogspot.com/2013/09/asuhan-keperawatan-klien-
osteoartritis.html

http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/06/askep-spondilitis-ankilosa.html

43

Anda mungkin juga menyukai