RESUME NEUROLOGI
Fasilitator:
Sri Anik R, S.H., S.Kep., Ns., M.Kes.
MAKALAH
RESUME NEUROBEHAVIOUR
Disusun oleh:
2015/2016
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berkenaan dengan RESUME
NEUROBEHAVIOUR
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode pembelajaran
pada mata kuliah NEUROBEHAVIOUR di Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan
materil. Ucapan terimakasih tersebut ditujukan kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep. Selaku ketua STIKES Hang Tuah
Surabaya.
2. Sri Anik R, SH,S.Kep,.Ns,.M.Kes. Selaku penaggung jawab mata
kuliah Neurobehavior STIKES Hang Tuah Surabaya.
3. Nuh Huda, M.Kep.Ns., Sp.KMB. Selaku dosen mata kuliah
Neurobehaviour STIKES Hang Tuah Surabaya.
4. Rekan-Rekan Angkatan 21 Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Hang
Tuah Surabaya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.
Surabaya, 8
Desember 2016
Penulis
Materi ke-1
Dosen: Nuh Huda., M Kep.MB
NEUROSCIENCE NURSING
B. NEUROTRANSMITTER
Neurotransmiter adalah zat kimia yg disintesis dalam neuron dan disimpan
dalam gelembung/vesikel sinaptik pada ujung akson (akson
terminal/presinaptik). Fungsi: membawa pesan antar sel neuron. Satu
neuron dapat merespon kuat terhadap neurotransmitter tertentu
JENIS NT:
Asetilkolin pemacu hubungan antar neuron dengan
neuron, neuron dengan otot polos intestinum, neuron
dengan serat otot lintang
Dopamin membuat seseorang menjadi focus dan
konsentrasi
Adrenalin (Epinephrin & NE) pemacu hubungan antar
neuron dengan otot polos bronkus
C. OTAK
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu:
Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon
Mesensefalon (otak tengah)
Rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari batang otak (pons,
medula oblongata) dan serebellum
1. DURAMETER
Selaput yang terletak pada bagian paling luar dari otak dan
melekat pada bagian tengkorak bagian dalam.
2. ARACHNOID
Lapisan yang berbentuk seperti sarang laba laba yang
menyelubungi bagian otak dan sumsum. Selaput arachnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak
3. PIAMETER
Lapisan yang terdapat pada bagian dalam lapisan meninges,
lapisan ini merupakan bagian yang paling tipis dan
mengandung banyak sel darah merah.
4. CAIRAN SEREBROSPINAL
Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak,
sisterna dan ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan
medula spinalis. Pada orang dewasa, produksi total CSS yang
normal adalah sekitar 21 mL/jam (400-500 mL/ hari), volume
CSS total hanya sekitar 125-150 mL. Menyerupai plasma dan
cairan interstisial Komposisi: air, sedikit protein, gas-gas
terlarut (O2,CO2), ion-ion, glukosa, lekosit.
Materi ke-3
Dosen: Lilik Erviani., M Kes
Materi ke-4
Dosen: Lilik Erviani., M Kes
A. SEL SARAF
Sel saraf atau neuron merupakan satuan kerja utama dari sistem saraf yang
berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya
suatu stimulus (rangsang). Berdasarkan fungsinya, sel saraf dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensoris, sel saraf motorik, dan sel
saraf intermediet (asosiasi).
Sel saraf sensorik
Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula
spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf
asosiasi (intermediet).
Sel saraf motorik
Fungsi sel saraf motorik adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat.
Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi,
sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
Sel saraf intermediet/Sel saraf konektor
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat
ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel
saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf
lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet
menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam
satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf
berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.
D. GANGGUAN SENSORIK
1) BELLS PALLSY
Bells palsy adalah kelumpuhan atau kelemahan pada salah satu
sisi otot di wajah yang yang bersifat sementara. Kondisi ini
menyebabkan salah satu sisi dari wajah akan terlihat melorot.
ETIOLOGI
Infeksi virus
Pembengkakan nervus facialis satu sisi
Paparan udara (kipas angin, AC)
Infeksi telinga tengah
Gangguan pembuluh darah
MANIFESTASI KLINIS
Mati rasa di wajah, telinga dan lidah
Gangguan pengecapan
Ketidakmampuan mengontrol otot wajah
Kesulitan untuk menutup sebelah mata
Kesulitan untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian
yang diserang
Bunyi pendengaran lebih kuat
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata
Sudut mulut tidak dapat diangkat
2) NEUROPATHY HEREDITER
Neuropati Herediter adalah kelainan sistem saraf yang secara
genetik diturunkan dari orang tua kepada anaknya. 3 bentuk utama
dari neuropati herediter adalah:
1. Neuropati motorik herediter, hanya mengenai saraf motorik
2. Neuropati sensorik herediter, hanya mengenai saraf sensorik
3. Neuropati sensorimotorik herediter, mengenai saraf motorik dan
saraf sensorik.
3) HERPES ZOOSTER
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Dikalangan
awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan dampa atau
cacar air.
5) MYASTHENIA GRAVIS
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari
transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot.
GEJALA
Ptosis
Diplopia
Kelemahan otot wajah
Disfagia
Disartria
E. NYERI
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu
penyakit manapun (Smeltzer, 2001).
KLASIFIKASI NYERI
NYERI AKUT
Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan.
NYERI KRONIK
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Materi ke-5
Dosen: Nuh Huda., M Kep.MB
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi:
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk
menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan
motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan
dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya
penurunan kesadaran.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya.
JIKA HASILNYA :
0 : Lihat hasil CT Scan
- 1 : Infark / Ischemik
1 : Hemorrhagic
3. Lateralisasi
4. Pusing
6. Kejang
B. MEKANISME AFASIA
a. DEFINISI
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan
serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses
penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan
sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan
keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan
menulis dalam derajat berbeda-beda.
b. ETIOLOGI
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia
disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku
dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada
kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang
langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis
c. KLASIFIKASI
d. PATOFISIOLOGI
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor
otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian
otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan
area Wernicke. Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann,
bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada
area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi
penderita bisa memahami bahasa dan tulisan. Area Wernicke atau
area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima
untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan
penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu
bahasa
Interpretasihasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
Nutrisi 1. 2. 3. 4.
Tidakdapatmen Jarangmampum Mampumenghab Dapatmenghabis
ghabiskan 1/3 enghabiskan iskanlebihdari kanporsiMakann
porsimakannya
porsimakannya ya,
, porsimakanann
tidakmemerluka
sedikitminum, yaatau intake
n
puasaatauminu cairankurangdar suplementasinutr
m air putih, i isi.
jumlah
ataumendapati
optimum
nfuslebih
dari 5 hari
Gesekan 1. 2.Membutuhkan 3.
Tidakmampum bantuan Membutuhkanba
engangkatbada minimal ntuan
minimal
nnyasendiri, mengangkat
tubuhnya mengangkat
atauspastik,
tubuhnya
kontrakturatau
Gelisah
TOTAL SKOR
1. Pelaksanaan
a) Berikaninformasitentangtindakan yang
akandilakukankepadapasiendankeluarganya.
b) Lakukancucitanganmenggunakan hand rub
c) Lakukanpengkajianresikolukatekanmenggunakanskala Braden
dengancara :
1) Kolomnamapasiendiisidengannamalengkappasien
2) Kolom No. medikal record diisidengan no. medikal record
milikpasien
3) Kolomtanggaldiisidengantanggaldilakukannyapengkajianresikolukat
ekan
4) KolomSkorpadakarakteristikPersepsiSensoridiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpeniliaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakdapatmerasakanresponerhadap stimulus
nyeri, danpasienmengalamipenurunankesadaran.
Skor 2 jikapasienmengalamigangguansensoripadabagian
permukaantubuhatauhanyaberesponpada stimuli nyeri.
Skor 3 jikapasienmengalamiGangguansensoripada 1 atau 2
ekstremitasatauberesponpadaperintah verbal
tapitidakselalumampumengatakanketidaknyamanan.
Skor 4 jikaTidakadagangguansensori,
beresponpenuhterhadapperintah verbal.
5) KolomSkorpadakarakteristikKelembabandiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasienselaluterpaparolehkeringatatau urine basah.
Skor 2 jikakondisikulitpasiensangatlembab.
Skor 3 jikakondisikulitpasienkadanglembab.
Skor 4 jikakondisikulitpasienkulitkering.
6) KolomSkorpadakarakteristikAktivitasdiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasienterbaringditempattidur.
Skor 2 jikapasientidakbisaberjalan.
Skor 3 jikapasienberjalandenganatautanpabantuan.
Skor 4 jikapasiendapatberjalansekitarruangan.
7) KolomSkorpadakarakteristikMobilitasdiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakmampubergerak.
Skor 2 jikapasientidakdapatmerubahposisisecaratepatdanteratur.
Skor 3
jikapasiendapatmembuatperubahanposisitubuhatauekstremitasdeng
anmandiri.
Skor 4 jikapasiendapatmerubahposisitanpabantuan.
8) KolomSkorpadakarakteristikNutrisidiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakdapatmenghabiskan 1/3 porsimakannya,
sedikitminum, puasaatauminum air putih,
ataumendapatinfuslebihdari 5 hari.
Skor 2 jikapasienjarangmampumenghabiskan
porsimakanannyaatau intake cairankurangdarijumlah optimum.
Skor 3 jikapasienmampumenghabiskanlebihdari porsimakannya.
Skor 4 jikapasiendapatmenghabiskanporsimakannya,
tidakmemerlukansuplementasinutrisi.
9) KolomSkorpadakarakteristikGesekandiisidenganangka 1-3
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakmampumengangkatbadannyasendiri,
atauspastik, kontrakturataugelisah.
Skor 2 jikapasienmembutuhkanbantuan minimal
mengangkattubuhnya.
Skor 3 jikapasienmembutuhkanbantuan minimal
mengangkattubuhnya.
10) Kolom total
skordiisidenganmenjumlahkanskordarikarakteristikPersepsiSensorisa
mpaidengankarakteristikgesekandenganskorterendah 6
danskortertinggi 23.
d) Analisaskorskala Braden yang didapatdengankriteria :
1) Resikoringanjikaskor 15-23
2) Resikosedangjikaskor 13-14
3) Resikoberatjikaskor 10-12
4) Resikosangatberatjikaskorkurangdari 10
e) Lakukancucitanganmenggunakan hand rub
f) Catatdandokumentasikantindakan yang
dilakukanpadaberkasrawatinappasien.
5. Gaya berjalan/caraberpindah:
- Normal/bed rest/immobilisasi (tidakdapat 0
bergeraksendiri)
- Lemah (tidakbertenaga) 10
- Gangguan/tidak normal (pincang/diseret) 20
6. Status Mental
- Lansiamenyadarikondisidirinya 0
- Lansiamengalamiketerbatasandayaingat 15
Total Nilai
Tidakberisiko 0 - 24 Perawatandasar
Risikorendah 25 - 50 Pelaksanaanintervensipencegahanjatuhstandar
Risikotinggi 51 Pelaksanaanintervensipencegahanjatuhrisikotinggi
Materi ke-8
Dosen: Dr. Komang Sp.S
C. PENGUKURAN PTIK
Pada keadaan normal, aliran darah otak (CBF) adalah 50 cc/100 gr jaringan
otak tiap menitnya. Pada keadaan sehat dimana mekanisme autoregulasi bagus,
CBF 50 cc/100 gr jaringan otak/menit tersebut dapat dipenuhi dengan rentang
CPP 40-140 mmHg. Kerusakan jaringan otak akan irreversibel terjadi jika CBF
kurang dari 18 cc/100 gr jaringan otak/menit1,2,3. Pada keadaan emergensi
neurologi seperti infeksi atau trauma kapitis akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) akibat adanya edema otak. Tekanan intrakranial normal adalah
< 10 mmHg atau 15 cmH2O (rasio 3:4 untuk mmHg ke cmH2O). Dianggap
meningkat bila > 20-25 mmHg. Oleh karena CPP merupakan selisih darimean
arterial pressure (MAP) dengan TIK, maka adalah sangat penting menjaga
tekanan darah optimal dan mengendalikan atau menurunkan tekanan intrakranial2-
5
. TIK ini dapat dipantau dengan menggunakan alat monitor TIK yang biasanya
tersedia di ICU sehingga dapat dilakukan tindakan dan terapi dengan cepat dan
tepat.
INDIKASI, KONTRA INDIKASI, DAN KOMPLIKASI PEMASANGAN
MONITORING TIK
Indikasi pemasangan monitoring TIK:
Kriteria neurologis: cedera kepala berat (GCS 8 setelah resusitasi
kardiopulmoner) dengan:
Abnormal CT scan kepala saat masuk atau
Normal CT scan kepala tetapi dengan 2 faktor resiko berikut : a) umur >
40 tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c) deserebrasi atau
dekortikasi.
Perdarahan intrakranial
Edema serebri
Post kraniotomi
Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural,
tumor, abses, atau aneurisma yang menutup jalan aliran cairan
serebrospinal.
Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.
Meningitis/ensefalitis yang mengakibatkan malabsorpsi cairan
serebrospinal
Materi ke-9
Dosen: Dr. Komang Sp.S
I. Status Mental :
A. Deskripsi Umum :
1. Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku, sehat, sakit,
marah, takut, apatis, bingung, merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak
lebih muda, bersifat seperti wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda
kecemasantangan basah, dahi berkeringat, gelisah, tubuh tegang, suara tegang,
mata melebar, tingkat kecemasan berubah-ubah selama wawancara atau dengan
topik khusus.
1. Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnai persepsi
seseorang terhadap dunianya) : Bagaimana pasien menyatakan perasaannya,
kedalaman, intensitas, durasi, fluktuasi suasana perasaan depresi, berputus asa
(despairing), mudah tersinggung (irritable), cemas, menakutkan (terrify), marah,
meluap-luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah, perasaan kagum (awed),
sia-sia (futile), merendahkan diri sendiri (self contemptuous), anhedonia,
alexithymic
1. Bentuk Pikiran :
KONSEP MAP
Materi ke-11
1.2 ETIOLOGI
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
1. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a.Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c.Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosonganventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
3. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
Klasifikasi
Menurut Lumbantobing (2007) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah. Stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu :
stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang
disebabkan oleh embolus.
Membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain :
1) Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic
Neurologik
Defisit(RIND). Gejala neurologik timbul 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi).
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang
bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat
menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah
tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak. (Arif mutakin,2008)
1.4 PATOFISIOLOGI
1. stroke hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di
luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater,
(hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di
dalam substansi otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi ekstradural
(epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri
dengan arteri meningea lain. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural
akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode
pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami
hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala. Hemoragi
subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi
dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat
menjadi tempat aneurisma. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada
orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya
disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga
disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan
penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat
aditif). Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan
perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu :
1. Tumor neuroepitelial
1) Tumor glial
a. Astrositoma
- Astrositoma pilositik
- Astrositoma difus
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma
- Xantoastrositoma pleomorfik
- Oligodendroglioma
- Oligodendroglioma anaplastik
- Oligoastrositoma
- Oligoastrositoma anaplastik
d. Tumor ependimal
- Ependimoma myxopapilari
- Subependimoma
- Ependimoma
- Ependimoma anaplastik
- Astroblastoma
- Gliomatosis serebri
a. Gangliositoma
b. Ganglioglioma
e. Neurositoma sentral
f. Liponeurositoma serebelar
a. Paraganglioma
3) Tumor non-glial
a. Tumor embrional
- Ependimoblastoma
- Meduloblastoma
- Pineoblastoma
- Pineositoma
2. Tumor meningeal
1) Meningioma
2) Hemangoperisitoma
3) Lesi melanositik
1) Germinoma
2) Karsinoma embrional
5) Teratoma
4. Tumor sella
1) Adenoma hipofisis
2) Karsinoma hipofisis
3) Kraniofaringioma
1) Hemangioblastoma kapiler
8. Tumor metastasis
Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-
tanda lokal, tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu. Gejala yang
timbul tiba-tiba sering menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi
lain menimbulkan gejala secara perlahan-lahan.3
C. Tanda-tanda melokalisir
Lobus temporalis
Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan gangguan psikologis
yang umum seperti perubahan perilaku dan emosi. Selain itu pasien
juga dapat mengalami halusinasi dan dj vu. Lesi pada lobus
temporalis juga dapat menyebabkan afasia.
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi
deria bau dangustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran
eksternal tanpa penurunan kesadran yang benar. Lesi lobus temporalis
dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan
sikap, sensasi dj vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia (objek
kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan
lapangan pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik
atau halusinasi audotorik, Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan
dysnomia dan receptive aphasia, dan lesi pada bahagian kanan
menggangu persepsi pada nada dan melodi.
Lobus frontalis
Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan terjadinya anosmia.
Gangguan perilaku juga dapat terjadi dimana pasien itu cenderung
berperilaku tidak sopan dan tidak jujur. Afasia dapat terjadi apabila
area Broca terlibat.
Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan
progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan
personality dan reflex grasping kontralateral. Pasien mungkin
mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior
daripada gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena
tekanan pada saraf olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan
kejang motoric fokal atau defisit piramidalis kontralateral.
Lobus parietal
Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan terjadinya astereognosis
dan disfasia. Selain itu dapat juga terjadi kehilangan hemisensorik.
Lobus occipital
Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan menyebabkan gangguan
pada satu mata sahaja. Lesi pada chiasma optic tersebut akan
menyebabkan gangguan kedua mata. Lesi di belakang chiasma optic
akan menyebabkan gangguan pada mata yang berlawanan.
Sudut serebellopontin
Lesi pada sudut serebellopontin dapat menyebabkan tuli ipsilateral,
tinnitus, nystagmus, penurunan refleks kornea, palsi dari sarat kranial
fasialis dan trigeminus.
Mesensefalon
Tanda-tanda seperti pupil anisokor, inabilities menggerakkan
mata ke atas atau ke bawah, amnesia, dan kesadaran somnolen sering
timbul apabila terdapat lesi pada mesensefalon.
Brainstem glioma Timbul pada saat usia muda dengan palsy sara
kranial dan kemudian tibu gejala tract sign
pada tungkai. Tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial timbul lambat.
3. CEDERA KEPALA
3.1 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. (Morton, 2012).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirsakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Doenges, 1989).
Menurut Suriadi dan Rita (2001), cedera kepala merupakan suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injuri baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
3.4 Pathofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer
dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik
yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan
jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada
penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika
terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak (Tarwoto, 2007).
4.2 Etiologi
Region lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami HNP. Kandungan
air diskus berkurang seiring bertambahnya usia. Selain itu, serat-serat menjadi lebih
kasar dan mengalami hilianisasi, yaitu ikut berperan menimbulkan perubahan yang
menyebabkan herniasi nucleus pulposus melalui annulus disertai penekanan akar saraf
spinal. Umumnya, herniasi kemungkinan paling besar terjadi didaerah kolumna
vertebralis tempat terjadinya transisi dari segmen yang lebih banyak bergerak ke yang
kurang bergerak (hubungan lumbosakral dan servikotorakalis). (Sylvia A. price)
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya
suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma
bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat
selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi
diskus kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis, atau mungkin rupture dan
memungkinkan nucleus pulpo suster dorong terhadap sakusdoral atau terhadap saraf
spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012).
2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Pergerakan
kolumma vertebralis servical menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau
menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari c5 dan c6 dan
diikuti c4 dan c5 atau c6 dan c7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral
mengakibatkan tekanan pada pangkal saraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal
yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada di garis tengah hernia. Gejala-
gejalanya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyababkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang
paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese. Penonjolan
pada sendi intervertebrata torakal masih jarang terjadi. Pada empat thoraks paling
bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit
atau bokong adalah faktor penyebab paling utama.
4.4 Patofisiologi
Proses degenerasi yang terjadi pada diskus intervertebralis diantaranya terjadi
perubahan antara annulus fibrosus dan nucleus pulposus. Pada annulus fibrosus terjadi
kerusakan dan serat fibroelastik terputus yang kemudian diganti oleh jaringan ikat.
Perubahan ini akah menimbulkan rongga rongga pada annulus. Perubahan yang terjadi
pada nucleus adalah adanya penurunan kemampuan pengikatan air sehingga volume
nucleus pulposus menjadi menurun. Perubahan kedua komponen tersebut
menyebabkan komponen inter diskus akan menurun. Jika terjadi peninggian tekanan
pada diskus intervertebralis secara tiba tiba dan berlangsung lama maka materi nucleus
pulposus akan menonjol mengisi annulus fibrosus yang rusak. Penonjolan nucleus ke
belakang lateral dan menekan saraf pada radiks dorsalis (mengandung serat saraf
sensorik) yang berjalan dalam kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri.
Gerakan gerakan yang merubah posisi tulang belakang seperti membungkuk, bersin,
dan batuk akan menambah rasa nyeri.
Kerusakan pada diskus intervertebralis ini dapat disebabkan karena proses
degenerative misalnya makin berkurangnya daya lentur, menurunnya jaringan kolagen,
dan menurunnya kandungan air dengan bertambahnya usia, trauma tulang belakang,
faktor genetic operasi tulang belakang, kelainan postur seperti kifosis, lordosis, karena
kelainan tulang belakang lainnya seperti spondilitas, spinal stenosis. (Tarwoto, 2007)
b. Etiologi
Penyebab utama Cedera Medula Spinalis (CMS) lumbal adalah trauma, dan dapat
pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, seperti arthropathi spinal, keganasan
yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan kongenital, dan
gangguan vaskular. Penyebab trauma spinal lumbal yang paling banyak dikemukakan
adalah kecelakaan lalu lintas, olah raga, tembakan senapan, serta bencana alam (Islam,
2006).
c. Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal secara langsung.
Sedangkan penyebab tidak langsung yaitu trauma menimbulkan fraktur dan instabilitas
vertebra sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal. Beberapa saat
setelah trauma, cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh
darah yang terjadi. Iskemia mengakibatkan pelepasan glutamat, influks kalsium dan
pembentukan radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis yang mengakibatkan
kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis
yang terkena (lumbal). Akson yang telah rusak tidak akan tersambung kembali karena
terhalang jaringan parut (Islam, 2006).
d. Manifestasi Klinis
Cedera medula spinalis lumbal dapat menyebabkan gambaran paraplegia. Tingkat
neurologik yang berhubungan akan mengalami paralisis sensori dan motorik total yang
menyebabkan gangguan kontrol kandung kemih (retensi dan inkontinensia) dan usus
besar, penurunan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah yang diawali dengan
resistensi vaskuler perifer (Brunner dan Suddarth, 2001).
b. Vaksinasi
c. Pembedahan, anestesi
d. Penyakit sistematik, seperti keganasan, Systemic Lupus Erythematosus, tiroiditis,
dan penyakit Addison
e. Kehamilan atau dalam masa nifas
f. Gangguan endokrin
6.3 Jenis
Menurut Lewis (2009) klasifikasi dari Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah
sebagai berikut :
e. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi.
Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan
terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis,
penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
6.4 Manifestasi Klinis
1. Parastesia (kesemutan dan kebas)
2. Kelemahan otot kaki yang dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tubuh dan
otot wajah.
3. Paralisis pada ocular, wajah dan otot orofaring, kesukaran berbicara, mengunyah dan
menelan.
4. Disfungsi autonon yang berakibat kurang bereaksinya system saraf simpatis dan
parasimpatis, seperti gangguan jantung dan ritme, perubahan TD (hipertensi transien,
hipotensi ortostatik) dan gangguan vasomotor lainnya.
5. Kehilangan sensasi posisi tubuh.
(Smeltzer, Suzanna dalam buku NANDA NIC-NOC jilid 2, 2015)
6.5 Patofisiologi
Akson bermielin mengonduksi implus saraf lebih cepat dibanding akson tidak
bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus
Ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraselular.
Membran sangat permiabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik.
Gerakan ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus
Ranvier, sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu
nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin
pada Sindrom Guillain Barre membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan
transmisi impuls saraf dibatalkan. (Arief Muttaqin, 2008)
7. MENINGITIS
7.1 Definisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan
virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada orang
dewasa biasanya hanya terbatas didalam ruang subaraknoid, namun pada bayi cenderung
meluas sampai kerongga subdural sebagai suatu efusi atau empiema subdural
(leptomeningitis), atau bahkan kedalam otak (meningoensefalitis). (Satyanegara,2010)
7.2 Etiologi
1. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
2. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis
dan Diplococcus pneumonia.
(Satyanegara,2010)
7.3 Jenis
A. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens,
Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri
sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya
neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan
lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak
sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan
pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
B. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan
oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez
simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri
tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan
otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme
atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang
terlibat.
7.4 Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid
dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi
melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan
otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung)
atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid.
Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke
kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis
selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan
dapat menyebabkan hydrocephalus.
8. MYASTHENIA GRAVIS
8.1 Definisi
Miasthenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis merupakan bagian
dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah gangguan yang mempengaruhi
transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran
seseorang(volunter). Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-
satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya terjadi kelelahan
otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih
lama dari normal) (price dan wilson, 1995)
8.2 Etiologi
8.4 Jenis
Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk varian
myesthenia gravis, antara lain:
a. Miastenia neonatus
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi pada
bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan
disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui
plasenta.
b. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.
c. Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan
imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya
tidak progresif.
d. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi
pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.
e. Sindrom miastenik (Eaton- Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma
bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan myasthenia
gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa
disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks
tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh mulutnya kering.
f. Miastenia gravis antibodi-negatif
1
Kurang lebih 4 daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya
antibodi. Pada umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I dan II
B. Tidak adanya antibodi menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons
a. Oeular miastenia
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak
ada kematian.
b. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet
dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik Moderate
generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
c. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit
biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan,
aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma.
Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak,prosentase thymoma kedua
paling tinggi. respon terhadap obat dan prognosis jelek.
d. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan :
Pekerjaan fisik yang berlebihan
Emosi
Infeksi
Melahirkan anak
Progresif dari penyakit
Obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter,morfin sedative dan muscle relaxan
Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
8.5 Patofisiologi
Dasar ketidak normalan pada mestenia gravis adalah adanya kerusakan pada
transmisi impuls saraf menuju sel-sel otak karena kehilangan kemampuanatau
hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuro muscular.
Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal
dari sel kornum anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan
aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-
masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu merangsan sekitar 2000
serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang di
persarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi banyak
serbut otot, tetapi setiap serabut otot di persarafi oleh hanya satu neuron motorik
(price dan wilson,1995)
9. PARKINSON
9.2 Diagnosis
1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
9.3 Patofisiologi
Pada penyakit Parkinson terdapat kerusakan pada traktus nigrostriatum sehingga tidak
ada pengiriman dopamine ke globus palidus/ neostriatum. Traktus ini bersifat
dopaminergik. Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Gangguan keseimbangan tersebut ke arah dominasi komponen
kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinso. Disproporsi fungsional antara kedua
komponen tersebut dapat disebabkan oleh meningkatnya fungsi komponen kolinergik,
yang tidak dapat diimbangi oleh komponen dopaminergik; atau sebaliknya, komponen
dopaminergik yang melemah.
Dopamin merupakan neurotransmitter katekolamin pada sistem saraf pusat dan pada
sejumlah ganglia pada sistem saraf otonom. Baik pada sistem saraf pusat maupun pada
sistem saraf perifer, dopamine merupakan senyawa awal noradrenalin dan adrenalin.
Bermula dari L tirosin menjadi L-dopa (dengan bantuan enzim tirosin hidroksilase)
diubah menjadi dopamine.
Peran dopamine dan asetilkolin dalam pengaturan aktivitas motorik pada striatum
bersifat antagonistic. Dopamin umumnya sebagai penghambat (bersama denganGABA).
Sedangkan asetilkolin umumnya bersifat memacu (bersama glutamate). Stiatm menerima
masukan glutamate dari korteks yang berakhir pada neuron asetilkolin intrinsic padan pada
neuron GABA yang berproyeksi ke PARS reticula substansia nigra. Sel dopamine
berproyeksi ke akhiran stratium pada neuron asetilkolin intrinsic. Gejala penyakit Parkinson
yang jelas baru muncul apabila lebih dari 80% neuron-neuron ini mengalami degener
RESUME SISTEM NEUROBEHAVIOUR 12
JUDUL : SOP PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM NEUROLOGI
1. SOP CT-SCAN
2. SOP MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)
3. SOP EEG
Pastikan pasien sudah keramas sebelum pemeriksaan EEG, beritahukan kepada
pasien, sebelum perekaman jangan menggunakan minyak rambut dan jangan
menggunakan makeup (untuk pasien wanita), bila menggunakan makeup biasanya
akan sulit memasang elektroda pada titik FP1 dan FP2 serta ground. Hal ini untuk
memudahkan operator dalam pemasangan elektroda.Semakin bersih kulit kepala
semakin kecil impedansi antara elektroda terhadap kulit kepala.
Untuk pemasangan elektroda yang benar (simetris), ukur kepala dengan teknik 10-20
system. Setelah diukur, berikan tanda dengan pensil khusus EEG atau dengan spidol
merah disetiap titik peletakan elektroda. Dapat pula dengan mengkuncir rambut
disetiap titik, agar elektroda dapat menempel langsung ke kulit kepala tanpa
terhalang rambut.
Bersihkan tiap titik peletakan elektroda dengan abrasive gel, caranya letakkan
abrasive gel ke lidiwaten / cutton bat kemudian gosok perlahan lahan dititik yang
akan diletakkan elektrodanya. Penulis menggunakan Nuprep sebagai abrasive gelnya.
Elektroda pertama yang dipasang sebaiknya elektroda Ref dan ground, alasannya
adalah untuk memudahkan operator dalam cek impedance, pada mesin EEG buatlah
treshhold impedance di bawah 5Kohm. Semakin kecil nilai impedansinya, semakin
baik pemasangannya. Pemasangan elektroda ground biasanya diletakkan di FPZ dan
untuk Elektroda Ref diletakkan di diantara CZ dan FCZ.
Untuk merekatkan elektroda ke kepala, gunakan pasta ten20, pemasangan yang baik
adalah pada saat elektroda yang sudah diberi pasta ten20 kemudian direkatkan ke
kepala, akan keluar pasta dari lubang elektroda (seperti cacing).
Elektroda yang sering lepas bila pasien bergerak atau kulit pasien berminyak adalah
di titik FP1, FP2, A1, A2, O1, O2 dan OZ, di titik tersebut selain menggunakan pasta
penulis menyarankan menggunakan microtape, micropore, surgicaltape (pilih salah
satu)
Perhatikan setelah memasang elektroda, akan muncul nilai impedansi dilayar
monitor. Bila angka dibawah 5 Kohm berarti pemasangan sudah baik. Atau
dibeberapa mesin digital EEG ada parameter warna, bila berwarna hijau nilai di
bawah 5 Kohm dan bila di atas 5 Kohm berwarna merah. Parameter warna
tergantung dari masing-masing mesin EEG Lakukan langkah diatas sampai semua
elektroda terpasang.
Pada saat perekaman, biasanya pasien dalam kondisi terentang, ganjal kepala pasien
dengan bantal, pergunakan bantal yang nyaman tapi tidak mengganggu elektroda
yang terpasang. Penulis menyarankan gunakan bantal guling kecil (bantal bayi).
Tanyakan ke pasien apakah posisi kepalanya sudah nyaman dan tidak tegang.
Beritahukan juga ke pasien agak tidak terlalu sering berkedip dan
bergerak.Renggangkan rahang pasien, maksudnya antara gigi atas dan gigi bawah
jangan menempel. Semua ini dimaksudkan agar mengurangi artefact yang timbul dari
pasien sendiri.
Setelah semua prosedur diatas dilakukan, lihatlah ke monitor, apakah gelombang
EEG sudah baik (tidak banyak artefact), Bila sudah lakukanlah perekaman.
Dalam awal perekaman perintahkanlah ke pasien agar membuka dan menutup mata,
lakukanlah beberapa kali. Jangan lupa memberikan marker pada saat melakukan
setiap perintah yang kita minta. Biasanya pada mesin EEG sudah terdapat tamplate
marker seperti Eye Open, Eye Close dll. Operator tinggal mengklik saja.
Aktivitas pasien harus selalu dipantau, misalkan saat pasien bergerak atau batuk,
berikanlah marker. Ini memudahkan dokter dalam membaca hasil rekaman. Saat ini
teknologi EEG sudah berkembang, selain menggunakan marker untuk menandai
setiap aktivitas pasien ada juga EEG dengan fasilitas Video recording, jadi saat hasil
EEG dibaca, dokter pembaca dapat melihat langsung aktivitas pasien selama
perekaman bersamaan dengan gelombang EEG.
Untuk jenis mesin EEG lama, operator harus merubah montage tiap beberapa menit,
Biasanya 2 sampai 3 menit perekaman operator harus merubah montage , dari
montage I sampai VIII
Di mesin EEG terbaru operator sudah tidak perlu lagi merubah montage, dikarenakan
pada saat merekam semua montage sudah direkam oleh mesin EEG. Penulis
menyarankan pada saat rekaman gunakanlah montage Referential, contoh : FP1-Ref,
FP2-Ref, F4-Ref dst. Kenapa penulis menyarankan menggunakan montage
Referential? Karena dengan montage referential pada saat ada elektroda yang lepas
atau bed connect dapat langsung terlihat posisi elektroda mana yang bermasalah, jadi
operator dengan mudah dan cepat untuk memperbaikinya.
Saat rekaman, lanjutkan dengan memberikan pertanyaan ringan samapi berat, seperti
Namanya sapa pak / bu?, alamatnya di mana?, no tlp / hpnya berapa?, 22 berapa?
79 berapa?
Untuk pertanyaan perkalian, penjumlahan dan pembagian operator harus tau
kemampuan / pendidikan pasien.
Jangan lupa memberikan marker setiap kita menanyakan sesuatu dan marker juga
setiap jawaban pasien.
Setelah itu lakukan provokasi dengan menggunakan photic, photic adalah lampu
LED atau strobo yang dapat diatur intensitas cahaya dan frequensinya.
Penulis biasanya menggunakan setting 2Hz, 3Hz, 5Hz, 10Hz, 15Hz, 20Hz (mata
tertutup) 20Hz, 15Hz, 10Hz, 5Hz, 3Hz, 2Hz (mata terbuka). Waktu tiap masing-
masing frequensi adalah 10 detik, dan atara frequensi pertama ke berikutnya ada jeda
kosong tanpa cahanya 10 detik. Dan energy cahaya menggunakan 1000 Joule
Contoh :
Frequensi Waktu
2 Hz 10s
0Hz 10s
3Hz 10s
0Hz 10s
5Hz 10s
0Hz 10s
10Hz 10s
0Hz 10s
15Hz 10s
0Hz 10s
20Hz 10s
0Hz 10s
20Hz 10s
0Hz 10s
15Hz 10s
0Hz 10s
10Hz 10s
5Hz 10s
0Hz 10s
3Hz 10s
0Hz 10s
2Hz 10s
Contoh di atas adalah tidak baku, masing-masing Lab EEG akan berbeda setting
photicnya..
Setelah Provokasi photic selesai, lakukan provokasi hiperventilasi, hiperventilasi
adalah bernafas dengan cepat yang dilakukan kurang lebih 3 menit.
Berikan contoh ke pasien sebelum melakukan hiperventilasi. Dengan cara tarik nafas
dari hidung buang melalui mulut, lakukan secara cepat. Hati-hati dalam melakukan
hiperventilasi, bila pasien ada gangguan jantung konsultasikanlah dengan dokter
pembaca atau dokter pengirim.
Setelah porvokasi hiperventilasi, lakukan post hiperventilasi, bernafaslah secara
normal kurang lebih 3 menit.
Setelah semua selesai, usahakan pasien tidur, bila pasien mengantuk diawal rekaman
biarkan pasien tidur kurang lebih 15 menit, kemudian bangunkan. Diharapakan
dokter pembaca dapat melihat aktivitas otak pasien dalam keadaan tidur.
Lama perekaman dari awal sampai akhir kurang lebih 30 sampai 45 menit (masing-
masing lab EEG berbeda, tergantung kebutuhan
4. ECT
A. PENGERTIAN
ECT (Electroconvulsive) adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan
aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.
Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk memangkitkan kejang grandmall.
B. TUJUAN
1. Mengembalikan fungsi mental klien
2. Meningkatkan ADLs klien secara periodik
C. INDIKASI
1. Klien depresi pada psikosa manik depresi
2. Klien skizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik
3. Klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid, gejala vegetatif)
4. Mania (gangguan bipolar manik)
D. KONTRAINDIKASI
1. Tumor intrakranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
2. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3. Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
4. Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung.
5. Asma bronkial, karena memperberat keadaan penyakit yang diderita.
E. PELAKSANAAN
1. PERSIAPAN ALAT
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tongue spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan NaCl secukupnya
e. Spuit disposible
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
2. PERSIAPAN KLIEN
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
g. Jika ada tanda ansietas, berikan 5mg diazepam IM 1-2 jam sbelum ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan
antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan
beberapa hari sbelumnya karena beresiko organik.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum
ECT. Pemberian antikolergenik ini mengembalikan aritmia vagal dan
menurunkan seleksi gastronintestinal
3. PROSEDUR KERJA
a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata
dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dibersihkan dengan alkohol untuk
tempat elektrode menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
cairan NaCl.
f. Klien diminta untuk memubka mulut dan pasang tonguespatel yang dibungkus
kain dimasukkan dan klien diminta menggigit.
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan
dilapisi kain.
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) ditahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudian tekan tombol sampai
timer berhenti dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat)
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma
l. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
m. Kepala dimiringkan
n. Observasi sampai klien sadar
o. Dokumentasi hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan
Setelah ECT
a. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil
b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan,
biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.
SUMBER: www.slideshare.net/ssptianraha/makalah-terapi-kejang-listrik-ect.
5. PUNKSI LUMBAL
A. Pengertian
Lumbar puncture (lumbal fungsi) adalah tindakan pemeriksaan cairan sumsum tulang
untuk keperluan diagnostik atau terapi dan pengobatan
B. Tujuan
C. Indikasi
1. meningitis
2. perdarahan subaraknoid (Subarachnoid Hemorrhage-SAH)
3. meningitis karsinomatosa
4. terkadang untuk sindrom Guillain-Barre
5. terkadang pada kasus ensefalitis
D. Kontra indikasi
1. Pasien yang memerlukan pungsi lumbal dan mengalami salah satu berikut ini harus
melakukan pemeriksaan pencitraan otak terlebih dahulu, yang menunjukkan bahwa
lumbal pungsi aman dilakukan:
1) perubahan status mental
2) papiledema
3) peningkatan tekanan intracranial
CSS Serum
F. Persiapan
1. persiapan alat
a. alat antiseptik/disinfeksi
1) betadine dan alokohl
2) kapas lidi
3) kapas steril
4) duk lobang
5) sarung tangan steril
b. alat pemeriksaan
1) jarum spinal
2) reagen, none dan pandy
3) tabung reaksi kecil
2. persiapan pasien
salam terpeutik kepada pasien
memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi
tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-
hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal
tersebut
meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan
dilakukan tindakan lumbal pungsi.
meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan
posisi lateral dekubitus
minta pasien berbaring ke satu sisi, dengan lutut ke dada dan kepala/wahu
melengkung ekarah lutut dsedapat mungkin. Menaruh bantal dibawah kepala
membantu mengurangi puntiran bahu
pastikan bahwa letak vertebra lumbal sejajar dengan pinggir tempat tidur
(pada bayi/anak, atau orang dewasa yang tidak kooperatif perlu minta bantuan
untuk menahan pasien pada psosiis optimal). Bahu atas dan pinggul harus
diatas keseimbangan pantat
pasien yang kooperatif dapat diminta melengkungkan punggung bawahnya,
seperti kucing marah untuk membuka processus spinosus secara optimal
posisi duduk
minta pasien duduk disatu sisi tempat tidur dengan posisi tempat tidur berada di
bawah pertengahan paha pasien dan kaki pasien menyentuh lantai, jikam
memungkinkan
minta pasien melengkungkan tubuhnya ke depan dengan posisi meja didepannya,
tinggi meja harus setinggi bagian aas abdomen pasien. Bantal dapat ditaruh
diatas meja untuk kenyamanan pasien
setelah mengambil posisi, tetapi sebelum persiapan, beri tanda untuk insersi
jarum dengan tekanan kuat dari ujung luer-lock (penghubung) selubung jarum
terhadap kulit (yang akan meninggalkan tanda selama beberapa menit dan
memberikan target yang dapat dilihat)
siapkan area yang luas dengan larutan klorhksidin glukonat dan povidon iodin
pastikan lapangan steril meliputi ruang antara L4/L5 dan L3/L4
gunakan kain steril untuk membatasi area tindakan
3. persiapan lingkungan
Menjaga privasi klien
G. Langkah Kerja
REFERENSI
3. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian
tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah
laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan,
kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi,
Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya
memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak
diinginkan.
Efek-efek samping:
Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum
boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku
yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada
kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum
karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah,
semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya.
4. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan
akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan
dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip
penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola
tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari
metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan
respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
a) Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan
memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan
muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat,
baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.
Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-
pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan
sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
b) Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah
dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons
berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses
pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk
tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya
itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan
sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif
dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
c) Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang
spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada
umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang
dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam
menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-
tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku
yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul.
Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang
diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat
frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
d) Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-
menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang.
Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung
melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku
yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu.
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena
tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam
jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian
perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan
kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari
pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut.
Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u
tingkah laku yang diinginkan.
e) Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan
tingkah laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-
konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan
mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-
reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan
cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-
situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan
tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui
pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model
amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku
model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka
sebagai pengamat.
f) Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba
lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang
layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda
seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak
istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang
dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil
pekerjaan mereka.
a. Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan
untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ) Alzheimer merupakan penyakit
degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian.
Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas
penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk,
2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan,
yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini
timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada
usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Sehingga dengan
demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan
penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65
tahun keatas.
b. Etiologi
Belum ada penyebab yang pasti mengenai penyakit ini, namun terdapat beberapa
faktor presdisposisi diantaranya :
1. Faktor genetik
2. Usia
3. Infeksi virus lambat
4. Lingkungan
5. Imunologi
6. Trauma
c.Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
d. Manifestasi klinis
Manifestasi/ gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer
diantaranya :
1. Kehilangan daya ingat/memori
2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
3. Kesulitan berbahasa.
4. Kesulitan tidur
5. Disorientasi waktu dan tempat
6. Penurunan kemampuan dalam memutuskan sesuatu
7. Emosi labil
8. Apatis
9. Tonus otot / kekakuan otot
10. Ketidakmampuan mendeteksi bahaya
f. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer
diantaranya :
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Kematian
g. Penatalaksanaan medis
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
- Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
- Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
- Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung
- ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent
enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan
kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg
pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal.
- Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
- Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
- Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
- Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol
1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
- Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
h. Pemeriksaan Diganostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut :
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan :
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert,
dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus
raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan
SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,
temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,
kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan
kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal,
faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia
karena berbagai penyebab.
CT Scan :
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior
horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna
basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang
non spesifik
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)
6. Latihan Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
e) Tidak mampu mengungkapkan emosi baik berupa mengungkapkan rasa marah
atau perasaan tersinggung.
f) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya,
g) Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata Tidak.
h) Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Prosedur:
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk
melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami
hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis,
sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan.
Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan
terapis memainkan peran sebagai atasan.Klien boleh memberikan pengarahan kepada
terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis,
sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
7. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian
tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah
laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.Terapi ini mencakup gangguan,
kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi,
Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya
memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak
diinginkan.
Efek-efek samping:
Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum
boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku
yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada
kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum
karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah,
semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya.
8. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme aktif.Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan
akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan
dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip
penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola
tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari
metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan
respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
g) Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan
memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan
muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat,
baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.
Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-
pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan
sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
h) Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah
dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons
berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses
pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk
tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya
itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan
sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif
dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
i) Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang
spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada
umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang
dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam
menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-
tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku
yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul.
Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang
diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat
frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
j) Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-
menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang.
Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung
melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku
yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu.
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena
tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam
jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian
perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan
kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari
pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut.
Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u
tingkah laku yang diinginkan.
k) Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan
tingkah laku sang model. Bandura (1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-
konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan
mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-
reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan
cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-
situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan
tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui
pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model
amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku
model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka
sebagai pengamat.
l) Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba
lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang
layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda
seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak
istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang
dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil
pekerjaan mereka.
Halusinasi
A. PENGERTIAN
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak
sesuai dengan kenyataan ( Sheila L Vidheak, 2001 : 298 ).
Halisinasi adalah sensori yang timbul berdasarkan pada stimulus internal yang
tidak sesuai kenyataan ( Ruth F. Cvaven, 2002 ; 1179 ).
Halusinasi adalah penginderaan tanpa sumber rangsangan eksternal ( Vavold I.
Koplen, 1998 : 267 ).
B. KLASIFIKASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran
b. Halusinasi penglihatan
c. Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat.Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap
f. Halusinasi sinestetik
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan
dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.
D.PATOFISIOLOGI
1. Tahap I
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara murni halusinasi merupakan suatu
kesenangan.
a. Karakteristik
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan, mencoba berfokos pada
fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, dan pikiran pengalaman sensori masih
ada dalam control kesadaran (non psikotik).
b. Perilaku Klien
Tersenyum, tertawa sendiri, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi.
a. Karakteristik
Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori
tersebut, mulai merasa kehilangan control dan menarik diri dari orang lain ( non
psikotik ).
b. Perilaku Klien
Terjadi denyut jantung, pernafasan dan tekana darah, perhatian pada lingkungan
berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dengan realitas.
3. Tahap III
Mengontrol tingkat kecemasan berat dan pengalaman tidak dapat ditolak.
a. Karakteristik
Klien menyerah dan menerima pengalama sensorinya ( halusinasi ), isi halusinasinya
menjadi aktaktif dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir ( psikotik ).
b. Perilaku Klien
Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain. Perharian terhadap
lingkungan berkurang, hanya beberapa detik dan tidak mampu mengikuti perintah
dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik.
a. Karakteriastik
Pengalaman sensori menjadi pengancam dan halusinasi dapat berlangsung
selama beberapa jam / hari.
b. Perilaku Klien
Perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau katatonik, tidak mampu
berespon terhadap lingkungan.
( Tim Keperawatan Jiwa FIK UI ; dikutip oleh Rasmun ; 2001 ; 24 ).
E.MANIFESTASI KLINIS
1. Bicara, senyum, dan tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasa sesuatu tidak
nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga.
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
12. Muka merah dan kadang pucat.
13. Ekspresi wajah tenang.
14.Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat, dan banyak keringat. ( Mary C. Townsend,
1998 : 98 103 ).
F.PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Psikofarmakologis
Berikut beberapa obat dengan kelas kimia dan nama generik (dagang) beseerta dosis
hariannya :
Pada pemberiannya, obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran,
dinaikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai dosis
(stabilisasi) , kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis
pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan 2 tahun (diselingi masa bebas obat 1 2 hari /
minggu).Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 4 minggu dan dihentikan.
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK).
G. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi,
yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh.
Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP).Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia
cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu
faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang
lebih detail dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :
a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Faktor Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Faktor Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
1. Pikiran logis
ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat
proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian
(attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada didalam maupun diluar
dirinya
3. Emosi konsisten
manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen
fisiologi dan biasanya berlangsung tidak lama
4. Perilaku sesuai
perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat
diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis
hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar indivi dan individu, individu dan
kelompok dalam bentuk kerjasama
PENENTUAN DIAGNOSA
(Dipakai salah satu dari NANDA International / LINDA JUAL CARPENITO) bisa DS
& DO tapi berdasarkan Teori diatas
NIC
Pengelolaan halusinasi (hallucination managemen)
Dukungan keamanan,kenyamanan,orientasi realita,dari pengalaman halusinasi pasien
Aktifitas
1. Bangun hubungan saling percaya
2. Monitor dan atur tingkat aktifitas dan stimulasi dari lingkungana
3. Pemeliharaan lingkungan yang aman
4. Sediakan tingkat pengawasasan pasien
5. Catat tingkah laku paasien yang mengindikasikan halusinasi.
H. TAHAPAN HALUSINASI
a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakan
ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
I. RENTANG RESPON
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam
maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai
banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu diotak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau berbudaya umum
yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu
tidak ada.
TUK :
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat
Intervensi :
- Tunjukkan sikap emapati dengan menerima klien apa adanya dan beri perhatian
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien meyebutkan (isi, waktu, frekuensi, situasi,
kondisi yang menimbulkan halusinasi)
Intervensi :
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien meyebutkan tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi :
- Diskusikan cara baru untuk mengendalikan halusinasi (menghardik, bercakap cakap dengan
orang lain, melakukan aktivitas, minum ibat teratur)
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan keluarga dapat meyebutkan pengertian, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya halusinasi.
Intervensi :
Pengertian halusinasi
KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien dapat mengerti obat yang perlu diminum
Intervensi :
SKENARIO
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
- Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
- Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
ORIENTASI:
Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan UNDIP yang akan merawat bapak Nama
Saya nurhakim yudhi wibowo, senang dipanggil yudi. Nama bapak siapa?Bapak Senang
dipanggil apa
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini
Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit
KERJA:
Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?
Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D dengar
suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada
waktu sendiri?
Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?
Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya
tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus
bapak D sudah bisa
TERMINASI:
Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul lagi,
silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya
Baiklah, sampai jumpa.
Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus
! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?
Kerja:
Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara.
Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali
lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!
Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta
sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi
Orientasi: Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.
Kerja: Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari
kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan.
Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak
Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang
makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya
sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?
Kerja:
bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ? (Perawat
menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan
jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam
nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta
ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan
ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan
obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum
10 gelas per hari
Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari
kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang.
Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.
Waham
A. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah.Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien.Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan
aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai
dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu
dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan
kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum. (Tim Keperawatan
PSIK FK UNSRI, 2005).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)
E. Penyebab
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan
konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri.Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya. ( Budi Anna Keliat, 1999)
F. POHON MASALAH
Intervensi Keperawatan :
1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan
waham.
Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.Rasional : Hubungan saling
percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan
klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran
jangan tinggalkan klien sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
A. PROSES KEPERAWATAN
Tanda dan gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
A. TAHAP ORIENTASI
Sapa klien, ucapkan salam. Selamat pagi Bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES
HANG TUAH SURABAYA yang akan merawat Bapak, Nama Saya Eny. Nama Bapak
siapa? Bapak Senang dipanggil siapa
Tanya kabar dan keluhan klien.Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa keluhan
Bapak saat ini
Kontrak waktu.
Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?
Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau 15 menit?
Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?
B. TAHAP KERJA
Bina hubungan saling percaya.
Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita
lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?
Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R
rasakan?
Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri pak R sendiri?
Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?
Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?
Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?
Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.
Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.
Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit
karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?
C. TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?
Apa saja tadi yang telah kita bicarakan?Bagus.
Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?
Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.
Saya akan datang kembali dua jam lagi.
Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?
Bapak mau kita berbincang-bincang dimana?Bagaimana kalau disini saja pak R?
A. TAHAP ORIENTASI
Sapa klien, ucapkan salam.
Tanya kabar dan keluhan klien.
Kontrak waktu.
Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus
Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?
Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?
Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?
Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau 20 menit?
B. TAHAP KERJA
Tanpa mengulangi tahap-tahap awal di sp 1 langsung dilanjut untuk mengajarkan cara ke
2
Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?
Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.
Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?
Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.
Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak R
ini.Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?
Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?
Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?
C. TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan
kemampuan pak R?
Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah
kita buat ya?
Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.
Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju
pak?
Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum, setuju?
A. TAHAP ORIENTASI
Sapa klien, ucapkan salam.
Tanya kabar dan keluhan klien.
Kontrak waktu.
Assalamualaikum pak R.
Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.
Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak
R
minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?
Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit
saja?
B. TAHAP KERJA
Evaluasi dan lanjutkan tindakan dari SP sebelumnya
Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?
Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.
Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini
namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali
sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.
Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu
mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.
Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar
nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa
saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!
Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter.
C. TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti
saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!
Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!Pak besok kita ketemu
lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?Sampai besok ya
pak.
JURNAL MENINGITIS
PERKENALAN
Pencegahan primer dari meningitis adalah yang terpenting, karena kematian dan jangka
panjang menonaktifkan gejala sisa yang substansial dalam semua pengaturan, terutama
mereka dengan sedikit akses ke perawatan kesehatan. Berpendapatan rendah dan menengah
negara untuk 98% dari estimasi 5 6 juta ketidakmampuan mencapai usia hidup yang
dikaitkan dengan meningitis global dan meningitis bakteri peringkat di antara sepuluh
penyebab kematian pada anak-anak yang lebih muda dari 14 tahun di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Beberapa vaksin relevan dengan pencegahan meningitis bakteri di
seluruh dunia, seperti vaksin BCG untuk pencegahan meningitis TB, tetapi dalam ulasan ini,
kami fokus pada tiga penyebab paling umum dari meningitis bakteri akut: Haemophilus infl
uenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Neisseria meningitidis . Kami membandingkan pola
meningitis disebabkan tiga patogen ini, isu kunci untuk pengukuran beban penyakit dan efek
vaksin, dan peran masa depan vaksin dalam pencegahan meningitis bakteri akut.
Dalam kasus H influenzae, sebelum imunisasi satu kapsul serotipe (H infl uenzae tipe b-Hib)
disebabkan hampir semua kasus dan usia-berbagai kasus sebagian besar terbatas pada anak-
anak muda dari 5 tahun. potensial wabah terbesar untuk N meningitidis, yang telah
menyebabkan epidemi biasa di sub-Sahara Afrika. epidemi ini disebabkan terutama untuk
serogrup A meningokokus, tetapi wabah disebabkan serogrup C dan, dalam 10 tahun terakhir,
serogrup W135 dan X telah didokumentasikan. Di negara-negara berpenghasilan tinggi,
tingkat populasi tahan lama wabah serogrup A penyakit meningokokus sebagian besar
sejarah, tetapi dalam 30 tahun terakhir wabah serogrup B telah terjadi di Norwegia dan
Selandia Baru. Wabah dapat menyebar di dalam rumah tangga dan pusat-pusat penitipan
anak, namun belum dikaitkan dengan epidemi.
Beban penyakit dari meningitis bakteri termasuk jumlah kasus, kematian, dan kecacatan pada
korban dan merupakan fungsi dari insiden usia tertentu, akses ke pengobatan yang efektif,
virulensi patogen, dan tuan rumah respon imun. tanggapan tersebut terkait baik dengan usia
dan status kekebalan, yang dapat dikompromikan oleh gangguan seperti infeksi HIV, dan,
untuk meningitis pneumokokus, oleh sel sabit disease. Pengukuran optimum beban penyakit
memerlukan kation identifi dari semua kasus dalam didefinisikan populasi. Identifikasi
memerlukan akses kasus untuk perawatan di rumah sakit, kriteria ned baik defi untuk
melakukan pungsi lumbal, penanganan yang tepat dari spesimen, dan akses ke teknik
laboratorium yang sesuai, yang semuanya langka di berpenghasilan rendah dan pengaturan
menengah.
Untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, perkiraan minimal kejadian telah
diringkas oleh beban global studi penyakit, dan oleh studi spesifik pneumokokus dan
penyakit yang termasuk meningitis sebagai kategori terpisah. Selain itu, pengukuran beban
penyakit spesifik untuk meningitis bermasalah karena dis tinctions antara meningitis dan
bakteremia mungkin kabur. Dalam semua pengaturan, sepsis meningokokus memiliki
kematian kasus lebih tinggi daripada meningitis. Di antara yang selamat, meningitis memiliki
risiko yang lebih rendah dari gejala sisa dari H influenzae
meningitis, yang pada gilirannya lebih rendah dari S pneumoniae meningitis. Untuk
meningitis sebagai diagnosis sindrom, 164,000 kematian pada anak usia 1-59 bulan
diperkirakan terjadi di seluruh dunia pada tahun 2008.
Pemastian cukup seragam untuk semua penyakit invasif termasuk meningitis di negara-
negara berpenghasilan tinggi, meskipun kurang begitu untuk serotipe H influenzae lain
karena metode laboratorium yang tepat kadang-kadang kurang. Untuk S pneumoniae, bahkan
di negara-negara berpenghasilan tinggi, pemastian penyakit invasif non meningitis bervariasi
secara substansial, tetapi pemastian meningitis telah lebih konsisten. metode molekuler untuk
diagnosis telah meningkat kasus pemastian dan mungkin juga membantu untuk membangun
distribusi serotipe.
Dalam pengaturan percobaan vaksin, perkiraan penyakit dapat ditingkatkan dengan apa yang
disebut desain vaksin penyelidikan. Teknik ini mengukur fraksi dicegah dengan vaksin dari
meningitis didefinisikan oleh surveilans sindromik, dimana kasus identifi ed pada individu
secara acak menerima vaksin yang dikurangkan dari orang-orang secara acak menerima
plasebo. Dalam sebuah studi dusun-acak vaksin di pulau Lombok, Indonesia, karena
peningkatan sensitivitas pendekatan penyelidikan vaksin, diperkirakan kejadian meningitis
direvisi dari 16 per 100.000 (95% CI 1-31) atas dasar mikrobiologi kasus yang dikonfirmasi
sendiri untuk 158 per 100.000 (42-273). Perkiraan percobaan Lombok konsisten dengan
orang-orang dari populasi di Afrika dengan pengawasan kualitas tinggi dan metode
laboratorium dan penggunaan rendah antibiotik sebelum pengambilan spesimen, dan dengan
data dari penduduk asli yang berbagi banyak karakteristik epidemiologi dan faktor risiko
dengan negara-negara berpenghasilan rendah.
MEKANISME KEKEBALAN
Tidak adanya tipe-spesifik c opsonising antibodi adalah penentu paling penting dari
kerentanan terhadap aliran darah invasi dan meningitis; faktor non-kapsuler juga penentu
penting dari virulensi, meskipun peran mereka dalam patogenesis kurang jelas dipahami.
Akibatnya, setelah konsentrasi vaksinasi antibodi berkurang dengan cepat pada anak-anak,
tidak ada respon anamnestic dosis kemudian polisakarida, dan sedikit atau tidak berpengaruh
pada kereta nasofaring atau orofaring. Efektivitas vaksin polisakarida terhadap meningitis
telah terbukti paling meyakinkan untuk serogrup A penyakit meningokokus, tapi
perlindungan berkurang setelah 3 tahun, dan miskin di antara anak-anak muda dari 2 tahun.
Pada orang dewasa, vaksin ini berkhasiat terhadap penyakit pneumokokus invasif disebabkan
serotipe vaksin, dan dengan implikasi juga meningitis, tetapi tidak ada data spesifik yang
tersedia. sedikit efek vaksin polisakarida pada penyakit, terutama meningitis, tercatat selama
penggunaan rutin vaksin ini di Amerika Serikat anak yang lebih tua dari 24 bulan meskipun
khasiat didokumentasikan, mungkin karena sebagian kecil dari kasus meningitis pada
kelompok usia ini.
VAKSIN KONJUGASI
UJI KHASIAT
Interaksi antara imunogenisitas vaksin dan epidemiologi penyakit digarisbawahi oleh dua uji
klinis vaksin konjugasi pertama, yang digunakan PRP-D dalam pengaturan yang sangat
berbeda. Di Finlandia, PRP-D memiliki khasiat 94% (lebih rendah 95% CI 83%), sedangkan
di Alaska, Amerika Serikat, di mana insiden itu jauh lebih tinggi dan mencapai puncaknya
pada 6 bulan pertama daripada tahun kedua kehidupan, efikasi vaksin adalah 35% (-233%).
Sebaliknya, ketika peneliti menilai PRP-OMP pada bayi Navajo, di antaranya penyakit terjadi
terutama dalam beberapa bulan pertama kehidupan, seperti di Alaska Native dan bayi
Aborigin Australia, khasiat adalah 95% (72%) setelah dua dosis dan pelindung setelah satu
dosis (CI 95% lebih rendah untuk satu dosis 45%)
Khasiat terhadap semua meningitis serotipe atau sepsis dalam ujicoba tersebut adalah kurang
dari yang tercatat dalam studi AS, karena kejadian awal yang lebih tinggi dari penyakit
serotipe non-vaksin. Meskipun temuan ini, dalam pengaturan kematian yang tinggi dari
Gambia, vaksinasi menghasilkan pengurangan 16% (95% CI 3-28) di semua penyebab
kematian.
Tak satu pun dari vaksin konjugat meningokokus telah diuji dalam uji terkontrol secara acak
dengan titik akhir penyakit, karena ini tidak pikir dibenarkan konteks imunologi berkorelasi
perlindungan yang andal memprediksi efektivitas vaksin
STUDI PASCA-LISENSI
Vaksin konjugasi diperkenalkan ke penggunaan rutin pertama di Amerika Serikat, dari tahun
1987 di usia 18 bulan dan dari tahun 1991 di usia 2 bulan, dengan sebagian besar negara-
negara berpenghasilan tinggi berikut selama tahun 1990-an; vaksin ini telah terbukti sangat
efektif dalam semua pengaturan. Pertama vaksin pneumokokus konjugasi, yang berisi
konjugat dari tujuh serotipe yang paling umum di Amerika Serikat, diperkenalkan ke dalam
praktek rutin pada tahun 2000
Di Inggris, rebound pada penyakit terjadi pada 1990-an. kekambuhan ini disebabkan
memudarnya efek kawanan yang dihasilkan oleh kampanye catch-up awal antara anak-anak
muda dari 5 tahun, konsentrasi rendah PRP antibodi setelah penggunaan vaksin
acellularpertussis gabungan, dan jadwal dosis primer dipercepat tanpa dosis penguat.
Rebound ini penyakit Hib diselesaikan dengan pengenalan dosis penguat pada tahun kedua
kehidupan dan kampanye catch-up sementara pada anak usia 2-4 tahun.
Data dari beberapa pengaturan-kejadian yang tinggi di Afrika menunjukkan cepat, penurunan
diucapkan di kedua meningitis budaya-terbukti dan semua meningitis bakteri dugaan dalam
jangka pendek. Namun, di Afrika Selatan, 10 tahun setelah vaksinasi rutin, kecenderungan
meningkat pada meningitis telah dilaporkan, terutama pada anak-anak dengan HIV infeksi.
Di Gambia, setelah dekat eliminasi penyakit Hib invasif pada tahun 2002, peningkatan
kejadian meningitis terjadi pada tahun 2005-2006, 5 tahun setelah pengenalan vaksin.
Pada akhir 2010, seluruh penduduk Burkina Faso berusia 1-29 tahun itu im munised dengan
serogrup A vaksin konjugasi meningokokus, dengan kejadian yang sangat rendah dari
serogrup A penyakit meningokokus selama meningitis season.66 berikutnya Namun, waktu
yang lebih lama surveilans akan diperlukan untuk menentukan efek dari vaksin ini di tingkat
masyarakat seperti yang diluncurkan secara progresif di seluruh sabuk meningitis Afrika.
Ketika kampanye populasi seluruh telah dilakukan dengan serogrup C vaksin konjugat
meningokokus, efek kawanan telah diidentifikasi pada anak-anak yang lebih tua dan orang
dewasa, menambahkan substansial untuk efek kesehatan penduduk kampanye tersebut.
Namun, meningokokus dilengkapi untuk menghindari respon imun inang oleh pertukaran
materi genetik, dan ada kekhawatiran bahwa meningokokus, dan pneumokokus, mungkin
menunjukkan pengganti serotipe dalam menanggapi konjugasi vaksinasi, terutama di-
kejadian yang tinggi, pengaturan tinggi transmisi.
Dalam pengaturan-kejadian yang tinggi, dimulai konjugasi pneumococcal vaksinasi saat lahir
telah dianggap dalam pandangan awal yang sangat awal penyakit pneumokokus, dan terbukti
imunogenik dan tidak terkait dengan toleransi kemudian kekebalan.
Masalah penting adalah durasi proteksi yang diberikan oleh vaksinasi dan apakah ini
tergantung pada induksi memori imunologi atau konsentrasi antibodi pada saat paparan.
kontroversi besar tentang perlunya dosis penguat tambahan telah muncul dalam konteks
vaksin meningokokus konjugasi, yang berkorelasi jelas perlindungan tersedia, titer serum
bakterisida. Bukti menunjukkan bahwa konsentrasi antibodi serogrup C menurun dengan
cepat pada anak-anak diberikan dosis pertama mereka pada 12 bulan.
Di negara berkembang, Program diperluas pada jadwal imunisasi dipercepat tapi, dalam
prakteknya, dosis kedua dan ketiga sering tertunda, yang dapat mengakibatkan ketekunan
yang lebih besar imunitas. Jadwal dengan dosis penguat akhir tahun pertama atau awal tahun
kedua kehidupan perlu dikaji untuk efektivitas biaya dan kelayakan pengiriman di negara-
negara berpenghasilan rendah, tetapi sekarang dianggap sebagai rutinitas di negara-negara
berpenghasilan tinggi.\