Anda di halaman 1dari 146

MAKALAH

RESUME NEUROLOGI

Fasilitator:
Sri Anik R, S.H., S.Kep., Ns., M.Kes.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
SURABAYA
2015/2016

MAKALAH

RESUME NEUROBEHAVIOUR

Disusun oleh:

Dhira Ayu P/1510009

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
SURABAYA

2015/2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berkenaan dengan RESUME
NEUROBEHAVIOUR
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode pembelajaran
pada mata kuliah NEUROBEHAVIOUR di Program Studi Ilmu
Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan
materil. Ucapan terimakasih tersebut ditujukan kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, M.Kep. Selaku ketua STIKES Hang Tuah
Surabaya.
2. Sri Anik R, SH,S.Kep,.Ns,.M.Kes. Selaku penaggung jawab mata
kuliah Neurobehavior STIKES Hang Tuah Surabaya.
3. Nuh Huda, M.Kep.Ns., Sp.KMB. Selaku dosen mata kuliah
Neurobehaviour STIKES Hang Tuah Surabaya.
4. Rekan-Rekan Angkatan 21 Prodi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Hang
Tuah Surabaya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
yang membaca dan bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Surabaya, 8
Desember 2016
Penulis

Materi ke-1
Dosen: Nuh Huda., M Kep.MB

NEUROSCIENCE NURSING

Neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi


saintifik dari system syaraf. Beberapa hal yang dipelajari meliputi struktur, fungsi,
sejarah evolusi, pengembangan, genetika, biokimia, fisiologi, farmakologi,
informatika, komputasi neurosains dan patologi dari system syaraf.

Neuroscience nursing adalah professional bidang keperawatan yang


membantu pasien menderita masalah neurologis. Masalah neurologis dapat berupa
cidera, seperti kepala dan trauma tulang belakang dari kecelakaan atau berupa
penyakit, seperti penyakit parkison, meningitis, ensefalitis, epilepsi, dan multiple
sclerosis. Neuroscience nursing juga merupakan bidang spesialisasi keperawatan
yang sangat sulit dikuasai karena perawat pada spesialisasi ini dituntut untuk
memahami system kerja otak dan saraf manusia.
Materi ke-2
Dosen: Lilik Erviani., M Kes

ANATOMI SISTEM NEUROLOGI

A. NEURON (SEL SARAF)


Merupakan unit anatomis dan fungsional sistem persarafan. Struktur
neuron
Badan sel
Dendrit (menghantarkan impuls menuju badan sel)
Akson (neurit)
Akson terminal
Neuron sensoris (afferent): menerima rangsang dari lingkungan
sekitar maupun dari tubuh
Neuron motoris (efferent): berfungsi mengontrol organ sasaran

B. NEUROTRANSMITTER
Neurotransmiter adalah zat kimia yg disintesis dalam neuron dan disimpan
dalam gelembung/vesikel sinaptik pada ujung akson (akson
terminal/presinaptik). Fungsi: membawa pesan antar sel neuron. Satu
neuron dapat merespon kuat terhadap neurotransmitter tertentu
JENIS NT:
Asetilkolin pemacu hubungan antar neuron dengan
neuron, neuron dengan otot polos intestinum, neuron
dengan serat otot lintang
Dopamin membuat seseorang menjadi focus dan
konsentrasi
Adrenalin (Epinephrin & NE) pemacu hubungan antar
neuron dengan otot polos bronkus

C. OTAK
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu:
Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon
Mesensefalon (otak tengah)
Rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari batang otak (pons,
medula oblongata) dan serebellum

1. OTAK BESAR (CEREBRUM)


Lapisan luar berwarna kelabu disebut korteks, berisi badan-
badan sel saraf. Lapisan dalam berwarna putih berisi
serabut-serabut saraf (neurit/akson).

2. DIENSEFALON (SISTEM LIMBIK)


Thalamus: bagian yang menjalankan pemisahan
pertama impuls yang tiba dan mengarahkan impuls
ke bagian cerebrum yang berbeda, serta
mengarahkan sebagian dari impuls ke sumsum
tulang belakang.
Hipotalamus: bagian yang mengatur suhu tubuh,
selera makan, dan keseimbangan cairan tubuh dan
pusat pengatur kerja kelenjar dalam menghasilkan
hormon.
Amygdala: komponen sistem limbik yang berperan
dalam proses memori, emosi, dan pengendali rasa
takut.
Hypocampus: penting dalam proses belajar dan
memori. Mengubah memori jangka pendek menjadi
lebih permanen

3. OTAK TENGAH (MENSEFALON)


Di depan otak tengah terdpat talamus dan kelenjar hipotisis
yang mengatur kerja kelenjar endokrin. Bagian atas otak
tengah merupakan lobus optikus yang mengatur reflrks
mata dan juga merupakan pusat pendengaran

4. OTAK KECIL (CEREBELLUM)


Otak kecil berfungsi sebagai pengatur keseimbangan dan
postur tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika
seseorang akan melakukan kegiatan.

5. SUMSUM LANJUTAN (MEDULLA OBLONGATA)


Bagian dalamnya berisi neuron sehingga berwarna kelabu.
Sedangkan, bagian luarnya berwarna putih karena berisi
neurit dan dendrit.
6. SUMSUM TULANG BELAKANG (MEDULLA
SPINALIS)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang didalam
rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher
sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Terdiri atas
31 segmen saraf spinal: 8 segmen cervical, 12 segmen
thoracal, 5 segmen lumbal 5 segmen sacral, 1 segmen
coccygeal

D. SISTEM SARAF PERIFER


SARAF OTAK/KRANIALIS
SARAF SPINALIS

SARAF OTAK KRANIALIS

N. Olfaktorius (I) N. Fasialis (V


N. Optikus (II) N. Vestibulokoklear
N. Okulomotorius (III) N. Glosofaringeu
N. Troklearis (IV) N. Vagus (X
N. Trigeminus (V) N. Asesorius (
N. Abdusens (VI) N. Hipoglosus (

FUNGSI SUSUNAN SARAF


1) SUSUNAN SARAF SOMATIK
SOMATOMOTORIK
SOMATOSENSORIK

2) SUSUNAN SARAF OTONOMIK


SIMPATIK
PARASIMPATIK

E. SISTEM SARAF PUSAT


Pada bagian otak dan sumsum yang merupakan penyusun sistem
saraf pusat terdapat suatu lapisan yang menyelubungi, lapisan tersebut
disebut sebagai lapisan meninges. Lapisan tersebut terdiri atas beberapa
bagian sebagai berikut ini:

1. DURAMETER
Selaput yang terletak pada bagian paling luar dari otak dan
melekat pada bagian tengkorak bagian dalam.

2. ARACHNOID
Lapisan yang berbentuk seperti sarang laba laba yang
menyelubungi bagian otak dan sumsum. Selaput arachnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah
luar yang meliputi otak
3. PIAMETER
Lapisan yang terdapat pada bagian dalam lapisan meninges,
lapisan ini merupakan bagian yang paling tipis dan
mengandung banyak sel darah merah.

4. CAIRAN SEREBROSPINAL
Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak,
sisterna dan ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan
medula spinalis. Pada orang dewasa, produksi total CSS yang
normal adalah sekitar 21 mL/jam (400-500 mL/ hari), volume
CSS total hanya sekitar 125-150 mL. Menyerupai plasma dan
cairan interstisial Komposisi: air, sedikit protein, gas-gas
terlarut (O2,CO2), ion-ion, glukosa, lekosit.

Materi ke-3
Dosen: Lilik Erviani., M Kes

FUNGSI SISTEM NEUROLOGI

A. SISTEM SARAF PUSAT DAN PERIFER


Sistem saraf pusat (SSP) adalah pusat pengolahan untuksistem
saraf. Menerima informasi dari dan mengirimkan informasi ke sistem
saraf perifer. Dua organ utama Sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum
tulang belakang. Otak memproses dan menafsirkan informasi sensorik
yang dikirim dari sumsum tulang belakang.
Sistem Saraf Tepi (Sistem Saraf Perifer) Memiliki fungsi untuk
memberikan informasi mulai dari pusat pengatur dan ke pagian pusat
pengatur. Sistem saraf tepi tersusun oleh jutaan bahkan milyaran sel sarah
yang akan membawa rangsangan ke sistem saraf pusat.

B. FUNGSI SEL PADA OTAK


1) BADAN SEL
Badan sel menyimpan inti sel (nukleus) dan anak dari inti sel
(nukleolus), Badan sel berjumlah satu atau lebih yang dikelilingi
oleh sitoplasma granuler. Fungsi Badan Sel adalah untuk menerima
impuls (ransangan)) dari dendrit dan meneruskan ke Akson
(neurit).
2) DENDRIT
Dendrit adalah tonjolan dari sitoplasma pada bagian dari badan
sel. Fungsi dendrit adalah untuk meneruskan ransang dari organ
penerima rangsang (reseptor) menuju ke badan sel)
3) AKSON (NEURIT)
Akson adalah tonjolan sitoplasma yang panjang. Fungsi
Akson adalah untuk meneruskan impuls saraf yang berupa
informasi berita dari badan sel.
4) SELUBUNG MYELIN
Selubung mielin adalah selaput pembungkus neurit. Selubung
mielin banyak mengandung lemak dan bersegmen-segmen. Fungsi
selubung mielin adalah untuk melindungi neurit dari kerusakan dan
mencegah impuls bocor.
5) SEL SCHWANN
Sel schwann bekerja dengan menghasilkan lemak dan
membungkus neurit berkali-kali sampai terbentuk selubung mielin.
Fungsi sel schwann adalah untuk mempercepat jalannya impuls,
membantu menyediakan makanan untuk neurit, dan membantu
regenerasi neurit.
6) NODUS RANVIER
Nodus ranvier adalah bagian pada neurit yang tidak terbungkus
selubung mielin. Selubung mielin berfungsi sebagai pelindung
akson dan membungkusnya, namun selubung ini tidak
membungkus secara keseluruhan, dan yang tidak terbungkus
merupakan Nodus Ranvier. Fungsi utamanya sebagai loncatan
untuk mempercepat impuls saraf ke otak atau sebaliknya.
7) SINAPSIS
Sinapsis adalah titik temu antara terminal akson salah satu neuron
dengan neuron lain. Fungsi sinapsis adalah untuk mengirimkan
impuls dari akson ke dendrit di sel saraf lain.

C. MEKANISME KERJA SISTEM PERSARAFAN


Sistem syaraf bekerja melalui jaringan kompleks neuron, yang merupakan
fungsi dasar sel-sel dari sistem syaraf. Neuron melakukan sinyal atau
impuls antara dua komponen dari sistem syaraf, yaitu pusat dan sistem
syaraf perifer. Ada tiga jenis neuron, neuron sensorik, neuron motorik, dan
interneuron. Neuron sensorik mengirimkan rangsangan atau impuls yang
diterima dari alat indera, seperti mata, hidung atau kulit, sistem syaraf
pusat, yaitu, ke otak dan sumsum tulang belakang. Otak pada gilirannya,
memproses rangsangan tersebut dan mengirimkannya kembali ke bagian
lain dari tubuh, memberitahu mereka bagaimana bereaksi terhadap jenis
tertentu dari stimulus. Motor neuron bertanggung jawab untuk menerima
sinyal dari syaraf otak dan tulang belakang, dan mengirim mereka ke
bagian lain dari tubuh. Di sisi lain, interneuron berkepentingan dengan
membaca impuls, yang diterima dari neuron sensorik dan memutuskan
respon yang akan dihasilkan. Mereka terutama ditemukan di otak dan
sumsum tulang belakang. Selain neuron, sistem syaraf juga mengandung
sel-sel glial, yang mendukung dan memelihara neuron. Neuron
menggunakan sinyal elektrokimia, atau neurotransmitter untuk transmisi
impuls dari satu neuron yang lain.

D. FUNGSI KORTEKS SEREBRAL


Ada empat area di korteks serebral: frontal, parietal, oksipital, dan lobus
temporal. Lobus temporal bertanggung jawab untuk fungsi korteks
berkaitan dengan persepsi pendengaran, bahasa, dan memori. Di oksipital
lobus didedikasikan untuk memproses informasi visual, sementara lobus
parietal menangani gerakan sukarela, orientasi spasial, sentuhan, dan
pengolahan angka. Fungsi Korteks lobus frontal ini sangat penting. Lobus
ini dari korteks serebral yang terlibat dalam emosi, pemecahan masalah,
berpikir kritis, kemampuan untuk merencanakan, dan mengenali dari
bagian berbicara.
E. FUNGSI MEDULLA SPINALIS
Medulla Spinalis bertanggung jawab untuk integrasi banyak refleks dasar,
mempunyai 2 fungsi utama:
Sebagai penghubung untuk menyalurkan informasi antara otak
dan bagian tubuh lainnya.
Mengintegrasikan aktifitas refleks antara masukan aferen dan
keluaran eferen tanpa melibatkan otak, jenis aktifitas refleks ini
dikenal sbg refleks spinal.

Materi ke-4
Dosen: Lilik Erviani., M Kes

ANATOMI PATOFISIOLOGI SISTEM NEUROLOGI

A. SEL SARAF
Sel saraf atau neuron merupakan satuan kerja utama dari sistem saraf yang
berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya
suatu stimulus (rangsang). Berdasarkan fungsinya, sel saraf dapat dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu sel saraf sensoris, sel saraf motorik, dan sel
saraf intermediet (asosiasi).
Sel saraf sensorik
Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula
spinalis). Ujung akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf
asosiasi (intermediet).
Sel saraf motorik
Fungsi sel saraf motorik adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap
rangsangan. Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat.
Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan akson saraf asosiasi,
sedangkan aksonnya dapat sangat panjang.
Sel saraf intermediet/Sel saraf konektor
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat
ditemukan di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel
saraf motor dengan sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf
lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet
menerima impuls dari reseptor sensori atau sel saraf asosiasi lainnya.
Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam
satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf
berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.

B. GANGGUAN TRANSMISI NEUROMUSKULER


Kelainan neuromuskular adalah kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakmampuan sistem saraf dan otot untuk bekerja sebagaimana
mestinya. Gejala-gejala penyakit neuromuskular bervariasi sesuai dengan
kondisi dan mungkin ringan, sedang atau mengancam kehidupan.
Beberapa gejala ini mungkin termasuk:
Kelemahan otot
Kram otot
Spastisitas otot (kekakuan), yang kemudian menyebabkan
deformitas sendi atau tulang
Nyeri otot
Kesulitan bernapas
Kesulitan menelan.

Beberapa penyebab mungkin termasuk:


Mutasi genetik
Infeksi virus
Gangguan autoimun
Gangguan hormonal
Gangguan metabolik
Obat-obatan tertentu
C. LESI CEREBELLUM
Lesi di neocerebellum dapat ditandai dengan gejala sebagai berikut
1) Hipotonia adalah otot kehilangan kemampuan untuk melawan jika
otot dimanipulasi secara pasif. Pasien akan berjalan sempoyongan.
Disebabkan oleh karena hilangnya pengaruh fasilitas cerebellum
terhadap stretch reflex.
2) Disequilibrium adalah kehilangan keseimbangan oleh karena tak
ada kordinasi kontraksi otot skelet.
3) Dissynergia adalah kehilangan koordinasi kontraksi otot, yang
meliputi:
Distaxia adalah tak bisa mengkoordinasikan kontraksi otot
Dismetria adalah salah menafsir jarak, disebabkan karena
kontraksi otot tidak di rem oleh otot-otot antagonis. Tak
mampu menghentikan gerakan pada titik yang diinginkan.
Disdiadokokinesis adalah tak mampu mengubah gerakan
dengan cepat, disebabkan karena adanya kontraksi dan
relaksasi yang lambat atau berlebihan.
Intentio Tremor adalah tremor di tangan bila hendak
melakukan sesuatu gerakan bertujuan.
Titubasi adalah tremor yang ritmis pada kepala dengan
kecepatan 3-4 kali per menit dapat menyertai lesi
cerebellum bagian tengah.
Nystagmus adalah bola mata distaxia kiri dan kanan,
karena suatu iritasi vestibuler fiber atau oleh karena
penekanan nucleus vestibuler.
4) Sindroma Hemisaphaerum Cerebellaris
5) Sindroma Vermis Rotallis
6) Sindroma Vermis Caudalis
7) Sindroma Pancerebrallis

D. GANGGUAN SENSORIK
1) BELLS PALLSY
Bells palsy adalah kelumpuhan atau kelemahan pada salah satu
sisi otot di wajah yang yang bersifat sementara. Kondisi ini
menyebabkan salah satu sisi dari wajah akan terlihat melorot.
ETIOLOGI
Infeksi virus
Pembengkakan nervus facialis satu sisi
Paparan udara (kipas angin, AC)
Infeksi telinga tengah
Gangguan pembuluh darah
MANIFESTASI KLINIS
Mati rasa di wajah, telinga dan lidah
Gangguan pengecapan
Ketidakmampuan mengontrol otot wajah
Kesulitan untuk menutup sebelah mata
Kesulitan untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian
yang diserang
Bunyi pendengaran lebih kuat
Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata
Sudut mulut tidak dapat diangkat

2) NEUROPATHY HEREDITER
Neuropati Herediter adalah kelainan sistem saraf yang secara
genetik diturunkan dari orang tua kepada anaknya. 3 bentuk utama
dari neuropati herediter adalah:
1. Neuropati motorik herediter, hanya mengenai saraf motorik
2. Neuropati sensorik herediter, hanya mengenai saraf sensorik
3. Neuropati sensorimotorik herediter, mengenai saraf motorik dan
saraf sensorik.

3) HERPES ZOOSTER
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Dikalangan
awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan dampa atau
cacar air.

4) GUILLAIN BARRE SYNDROME


GBS adalah penyakit langka yang menyebabkan tubuh menjadi
lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna
dalam hitungan minggu, bulan atau tahun.
ETIOLOGI
Infeksi
Pembedahan
Umur
Jenis kelamin

5) MYASTHENIA GRAVIS
Myasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun kronis dari
transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot.
GEJALA
Ptosis
Diplopia
Kelemahan otot wajah
Disfagia
Disartria

6) HNP (HERNIA NUKELUS PURPOSUS)


Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan
rupture annulus pulposus (cincin luar diskus) sehingga nukleus
pulposus menonjol (mengalami herniasi) dan menekan akar saraf
spinal, menimbulkan nyeri dan mungkin defisit neurologic

E. NYERI
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu
penyakit manapun (Smeltzer, 2001).

KLASIFIKASI NYERI
NYERI AKUT
Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama
terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya
menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan.
NYERI KRONIK
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak
mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Materi ke-5
Dosen: Nuh Huda., M Kep.MB

A. PENGKAJIAN TINGKAT KESADARAN GCS

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi:

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk


perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam
rongga tulang kepala.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif
mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk
menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan
motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan
dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya
penurunan kesadaran.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 6 tergantung responnya.

EYE VERBAL MOTORIK


4 = spontan 5 = orientasi baik 6 = mengikuti perintah
3 = membuka dengan 4 = disorientasi 5 = menjauhkan stimulus saat
rangsang suara diberi rangsang nyeri
2 = membuka dengan 3 = kata kata tidak sesuai 4 = menghindar
rangsang nyeri
1 = tidak membuka 2 = meracau 3 = flexi abnormal
1 = tidak respon 2 = extensi abnormal
1 = tidak respon

B. PENGKAJIAN STROKE NIHSS (National Institute of Health Stroke


Scale)

NO VARIABLE INDIKATOR SKOR


1a Derajat kesadaran 0 = sadar penuh
1 = somnolen
2 = stupor
3 = koma/tidak respon
1b Menjawab pertanyaan 0 = dapat menjawab 2
pertanyaan dengan benar
1 = dapat menjawab 1
pertanyaan, disarthria
2 = tidak dapat menjawab
pertanyaan, afasia
1c Mengikuti perintah 0 = dapat melakukan perintah
dengan benar
1 = dapat melakukan 1
perintah dengan benar
2 = tidak dapat melakukan
perintah dengan benar
2 Gerakan mata konjugat 0 = normal
horizontal 1 = gerakan abnormal pada 1
mata
2 = deviasi konjugat total pada
dua mata
3 Lapang pandang 0 = tidak ada gangguan
1 = kuadranopsia
2 = hemianopsia total
3 = hemianopsia bilateral
4 Paresis wajah 0 = normal
1 = paresis ringan
2 = paresis parsial
3 = paresis total
5 Motorik lengan kanan 0 = tidak ada simpangan jika
pasien diminta mengangkat
tangan dalam 10 detik
1 = lengan menyimpang ke
bawah sebelum 10 detik
2 = lengan terjatuh ke
kasur/badan
3 = tidak dapat melawan
gravitasi
4 = tidak ada gerakan
6 Motorik lengan kiri 0 = tidak ada simpangan jika
pasien diminta mengangkat
tangan dalam 10 detik
1 = lengan menyimpang ke
bawah sebelum 10 detik
2 = lengan terjatuh ke
kasur/badan
3 = tidak dapat melawan
gravitasi
4 = tidak ada gerakan
7 Motorik tungkai kanan 0 = tidak ada simpangan jika
pasien diminta mengangkat
tangan dalam 10 detik
1 = tungkai menyimpang ke
bawah sebelum 10 detik
2 = tungkai terjatuh ke
kasur/badan
3 = tidak dapat melawan
gravitasi
4 = tidak ada gerakan
8 Motorik tungkai kiri 0 = tidak ada simpangan jika
pasien diminta mengangkat
tangan dalam 10 detik
1 = tungkai menyimpang ke
bawah sebelum 10 detik
2 = tungkai terjatuh ke
kasur/badan
3 = tidak dapat melawan
gravitasi
4 = tidak ada gerakan
9 Ataksia anggota badan 0 = tidak ada
1 = pada satu ekstremitas
2 = pada 2/lebih ekstremitas
10 Sensorik 0 = normal
1 = defisit parsial
2 = defisit berat
11 Bahasa 0 = tidak afasia
1 = afasia ringan
2 = afasia berat
3 = afasia global
12 Disartria 0 = artikulasi normal
1 = disartria ringan
2 = disartria berat
13 Neglect 0 = tidak ada
1 = parsial
2 = total

INTERPRETASI TOTAL SKOR:

>24 = defisit sangat berat


15-24 = stroke dengan defisit berat
5-14 = stroke dengan defisit sedang
<5 = stroke dengan defisit ringan

C. PENGKAJIAN SIRIRAJ STROKE SCALE (SSS)


Skor Siriraj adalah salah satu sistem skoring yang telah dikembangkan
sekitar tahun 1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol,
Bangkok, Thailand, dan diterima secara luas dan digunakan di banyak
rumah sakit di Thailand sejak tahun 1986. Skor Siriraj dibuat berdasarkan
studi atas 174 pasien stroke supratentorial (kecuali perdarahan
subaraknoid) yang dirawat di Rumah Sakit Siriraj selama tahun 1984
hingga 1985 dengan tujuan mengembangkan suatu alat diagnostik klinis
stroke yang sederhana, reliable, dan aman, serta dapat digunakan di daerah
yang tidak memiliki fasilitas CT scan kepala.
SIRIRAJ STROKE SCORE
A. DERAJAT KESADARAN D. TANDA TANDA ATEROMA
Koma : 2 1. Angina Pectoris
Apatis : 1 (+) : 1
Sadar : 0 (-) : 0
B. MUNTAH 2. Claudicatio Intermitten
(+) : 1 (+) : 1
(-) : 0 (-) : 0
C. SAKIT KEPALA 3. DM
(+) : 1 (+) : 1
(-) : 0 (-) : 0

SSS = (2,5 X KESADARAN) + (2 X MUNTAH ) + (2 X SAKIT KEPALA) + (0,1 X TD.


DIASTOLE) (3 X ATEROMA) 12

JIKA HASILNYA :
0 : Lihat hasil CT Scan
- 1 : Infark / Ischemik
1 : Hemorrhagic

D. PENGKAJIAN SKRINING DISFAGIA MENGGUNAKAN MELSSEY


BED SWALLOWING SCREENING

N OBSERVASI HASIL OBSERVASI HASIL OBSERVASI


O
1. Kesadaran pasien Sadar : lanjut ke nomor 2 Tidak sadar:Hentikan
skrining
2. Afasia atau disartria Ya : kolaborasi dengan terapi Tidak :Lanjutkan ke
wicara, lanjutkan langkah langkah ke tiga
berikutnya
3. Dapat merapatkan gigi, Jika ditemukan 3 /lebih, tidak: Lanjut ke nomor 4
merapatkan bibir, wajah lanjutkan ke langkah nomor 4 dan kolaborasi dengan
simetris, letak lidah ditengah, terapi wicara.
uvula ditengah,
4. Reflek muntah ada, batuk Ya :Lanjut ke langkah nomor 5 Tidak : Kolaborasi
spontan, reflek menelan baik dengan terapis wicara,
lakukan langkah no 5
5. Tes menelan air putih satu Mampu menelan: Lanjut ke Tidak mampu: STOP.
sendok teh langkah nomor 6 Hasil skrining disfagia
positif.
Jangan berikan
makan/ minum per
oral, pasang NGT,
kolaborasi dengan
dokter, terapis
wicara, dan ahli
gizi; latih otot
mengunyah dan
menelan
terstruktur
6. Berikan minum air putih Tidak tersedak: hasil skrining
bertahap mulai 25 ml, 50 ml, disfagia negatif atau fungsi
hingga 100 ml. menelan normal. Diit dapat
diberikan sesuai toleransi
Materi ke-6
Dosen: Dr. Ni Komang., M Kes., Sp.S

A. REGULASI INTRA CRANIAL PRESSURE

Tekanan Intra Kranial (TIK/ICP) merupkaan tekanan yang dihasilkan oleh


beberapa komponen massa di dalam rongga kranial yaitu : Darah Vena, Parenkim
Otak, Darah Arteri, dan Cairan Cerebrospinal. Secara logika tekanan akan
meningkat seiiring penambahan massa (cairan merembes, tumor, dkk) karena
ruang di kepala yang tidak bertambah.

Tekanan yang bertambah Menyebabkan rongga kepala semakin sesak sehingga


menghambat aliran darah yang menuju ke otak sehingga otak kurang asupan dan
bisa mengalami kerusakan/cedera. Selain itu peningkatan tekanan menyebabkan
timbul gejala gejala seperti pusing kepada penderita. Dan juga menekan beberapa
bagian syaraf yang bisa mengganggu proses kerja syaraf sehingga muncul
abnormalitas.
GEJALA TEKANAN INTRA KRANIAL

1. Mual, Muntah Proyektil

2. Hematom supraorbita (Racoon Eyes)

3. Lateralisasi

4. Pusing

5. Penurunan kesadaran, Pingsan, Koma

6. Kejang

B. MEKANISME AFASIA
a. DEFINISI
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan
serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses
penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan
sesuai lokasi lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan
keterbatasan dalam pemahaman, membaca, ekspresi verbal, dan
menulis dalam derajat berbeda-beda.
b. ETIOLOGI
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia
disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku
dan sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada
kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang
langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis
c. KLASIFIKASI

Bentuk Ekspres Komprehens Komprehens


Repetisi Menamai Menulis Lesi
Afasia i i verbal i membaca
Ekspresi Tak Relatif Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Frontal
(Broca) lancar terpelihara Inferior
posterior
Reseptif Lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Temporal
(Wermicke) Superior
Posterior
(Area
Wernicke)
Global Tak Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Fronto
lancar temporal
Konduksi Lancar Relatif Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Fasikulus
terpelihara arkualtus,
girus
supramarginal
Nominal Lancar Relatif Terpelihar Terganggu Bervariasi Bervariasi Girus angular,
terpelihara a temporal
superior
posterior
Transkortika Tak Relatif Terpelihar Terganggu Bervariasi Terganggu Peri sylvian
l motor lancar terpelihara a anterior
Transkortika Lancar Terganggu Terpelihar Terganggu Terganggu Terganggu PerisylvianPos
l sensorik a terior

d. PATOFISIOLOGI
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor
otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian
otak yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan
area Wernicke. Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann,
bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada
area ini akan mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi
penderita bisa memahami bahasa dan tulisan. Area Wernicke atau
area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area sensorik penerima
untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan mengakibatkan
penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu
bahasa

C. CPP dan MAP


Salah satu hal yang penting dalam TIK (Tekanan Intra Kranial) adalah
tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah
jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi
oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme
otak. CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi
tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP ICP. CPP normal
berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama
siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi
3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan tekanan
intra kranial (ICP). Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak
adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi. Jika MAP
dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti,
sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP.

D. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM NEUROLOGI


1) ANAMNESA
Perlu ditanyakan keluhan utama pasien. Pada setiap keluhan
ditanyakan :
1. Sejak kapan timbul
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur,
waktu haid, habis makan, dsb.)
5. Keluhan lain yang ada kaitannya
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang memperberat atau memperingan keluhan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat/ringan,
datang dalam bentuk serangan, dsb.
9. Nyeri kepala
10. Muntah
11. Vertigo
12. Gangguan penglihatan
13. Gangguan pendengaran
14. Gangguan syraf otak lainnya
15. Gangguan fungsi luhur
16. Gangguan kesadaran
17. Gangguan motorik
18. Gangguan sensibilitas
19. Gangguan syaraf otonom

2) PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN


EYE VERBAL MOTORIK
4 = spontan 5 = orientasi baik 6 = mengikuti perintah
3 = membuka dengan 4 = disorientasi 5 = menjauhkan stimulus saat
rangsang suara diberi rangsang nyeri
2 = membuka dengan 3 = kata kata tidak sesuai 4 = menghindar
rangsang nyeri
1 = tidak membuka 2 = meracau 3 = flexi abnormal
1 = tidak respon 2 = extensi abnormal
1 = tidak respon

3) PEMERIKSAAN RANGSANGAN MENINGEAL


1. Kaku kuduk
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara :
a. Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring
b. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada.
c. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
d. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
mencapai dada.
e. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk
yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala
terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk
dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
2. Tanda laseque
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus,
b. lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
c. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada
sendi panggul.
d. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi /
lurus.
e. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum
timbul rasa sakit atau tahanan.
f. Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita
mencapai 70 o
3. Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur.
b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat
sudut 90o,
c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara
tungkai bawah dan tungkai atas.
e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum
tercapai sudut 135o
4. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai
dagu mencapai dada.
c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan.
d. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
5. Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut :
a. Pasien berbaring di tempat tidur.
b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai
yang satu lagi berada dalam keadaan lurus.
c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi,
tapi perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.

4) PEMERIKSAAN KEKUATAN MOTORIK


1. Inspeksi
- Perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring dan
bergerak,
- Perhatikan bentuknya apakah ada deformitas,
- Perhatikan ukuran nya apakah sama bagian tubuh kiri dan kanan
- Perhatikan adanya gerakan abnormal yang tidak dapat
dikendalikan seperti tremor, khorea, atetose, distonia, ballismus,
spasme, tik, fasikulasi dan miokloni.
2. Palpasi
- Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya
- Palpasi otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus
otot
3. Pemeriksaan gerakan aktif
- Pasien disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya
dan kita pemeriksa menahan gerakan tersebut
- Kita pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan
pasien dan disuruh ia menahan

5) PEMERIKSAAN NERVUS KRANIAL


1. Pemeriksaan N. I : Olfaktorius
Fungsi : Sensorik khusus (menghidu, membau)
2. Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi : Sensorik khusus melihat
3. Pemeriksaan N. III Okulomotorius
Fungsi : Sematomotorik, visero motorik
4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis
Fungsi : Somatomotorik
5. Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik
6. Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi : Somatomotorik
7. Pemeriksaan N. VII Fasialis
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
pengecapan, somatosensorik
8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
9. Pemeriksaan N. IX Glossofaringeus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
pengecapan, somatosensorik
10. Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik,
somatosensorik
11. Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi : Somatomotorik
12. Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi : Somatomotorik
6) PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS
1. Reflek tendon dalam (bisep dan trisep, patella, achilles)
Derajatnya : 0 = absen reflek
1=Menurun
2 = Normal
3 = Hiperreflek
4 = Hiperreflek dengan klonus
7) PEMERIKSAAN REFLEK PATOLOGIS
1. Babinski
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju
pangkal ibu jari, timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari
lainnya.
2. Chadock
Tanda babinski akan timbul dengan menggores punggung kaki dari
arah lateral ke depan
3. Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut
menyusur kebawah (+ = babinski)
4. Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski)
5. Scahaefer
Tanda babinski timbul dengan memijit tendon Achiles
6. Rosollimo
Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki
7. Mendel Rechterew
Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki
8. Hoffman Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari
telunjuk atau jari tengah
Materi ke-7
Dosen: Nuh Huda., M.Kep MB
PENGKAJIAN DERAJAT FUNGSIONAL BARTEL INDEX

Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang berfungsi


mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas
serta dapat juga digunakan sebagai criteria dalam menilai kemampuan
fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan keseimbangan.
Menggunakan 10 indikator, yaitu :

Tabel 1. Instrument pengkajian dengan Indeks Barthel

No. Item yang dinilai Skor Nilai

1. Makan (Feeding) 0 = Tidak mampu


1 =Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega dll.
2 = Mandiri
2. Mandi(Bathing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Mandiri
3. Perawatandiri(Grooming) 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
1 = Mandiri dalam perawatan muka,
rambut, gigi, dan bercukur
4. Berpakaian(Dressing) 0 = Tergantung orang lain
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing
baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil(Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan
tidak terkontrol
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24
jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
6. Buang air besar(Bladder) 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
enema)
1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0 = Tergantung bantuan orang lain
1 = Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8. Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9. Mobilitas 0 = Immobile (tidakmampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantuan satu orang
3 = Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti, tongkat)
10. Naikturuntangga 0 = Tidak mampu
1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri

Interpretasihasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total

PENGKAJIAN RESIKO LUKA TEKAN BRADEN SCALE

FormulirSkala Braden (Patricia, 2012, hlm 1310)


PARAMETER TEMUAN SKOR
Persepsisensor 1. 2. 3. 4.
i Tidakmerasakan Gangguansensori Gangguansensorip Tidakadagangguan
atauresponterha padabagian ada 1 atau 2 sensori,
dap stimulus permukaantubuha ekstremitasatauber beresponpenuhter
nyeri, tauhanyaberespo esponpadaperintah hadapperintah
kesadaranmenur npada stimuli verbal verbal.
un nyeri tapitidakselaluma
mpumengatakan
ketidaknyamanan
Kelembapan 1.. 2. Sangatlembab 3. Kadanglembab 4. Kulitkering
Selaluterpaparol
ehkeringatatau
urine basah
Aktivitas 1. 2. 3. 4.
Terbaringditemp Tidakbisaerjalan Berjalandenganata Dapatberjalansekit
attidur utanpabantuan. arRuangan
Mobilitas 1. 2. 3. 4.
Tidakmampuerg Tidakdapatmerub Dapatmembuatper Dapatmerubahposi
erak ahposisisecaratep ubahanposisitubuh sitanpabantuan
atdanteratur atauekstremitasde
nganmandiri

Nutrisi 1. 2. 3. 4.
Tidakdapatmen Jarangmampum Mampumenghab Dapatmenghabis
ghabiskan 1/3 enghabiskan iskanlebihdari kanporsiMakann
porsimakannya
porsimakannya ya,
, porsimakanann
tidakmemerluka
sedikitminum, yaatau intake
n
puasaatauminu cairankurangdar suplementasinutr
m air putih, i isi.
jumlah
ataumendapati
optimum
nfuslebih
dari 5 hari
Gesekan 1. 2.Membutuhkan 3.
Tidakmampum bantuan Membutuhkanba
engangkatbada minimal ntuan
minimal
nnyasendiri, mengangkat
tubuhnya mengangkat
atauspastik,
tubuhnya
kontrakturatau
Gelisah
TOTAL SKOR

1. Pelaksanaan
a) Berikaninformasitentangtindakan yang
akandilakukankepadapasiendankeluarganya.
b) Lakukancucitanganmenggunakan hand rub
c) Lakukanpengkajianresikolukatekanmenggunakanskala Braden
dengancara :
1) Kolomnamapasiendiisidengannamalengkappasien
2) Kolom No. medikal record diisidengan no. medikal record
milikpasien
3) Kolomtanggaldiisidengantanggaldilakukannyapengkajianresikolukat
ekan
4) KolomSkorpadakarakteristikPersepsiSensoridiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpeniliaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakdapatmerasakanresponerhadap stimulus
nyeri, danpasienmengalamipenurunankesadaran.
Skor 2 jikapasienmengalamigangguansensoripadabagian
permukaantubuhatauhanyaberesponpada stimuli nyeri.
Skor 3 jikapasienmengalamiGangguansensoripada 1 atau 2
ekstremitasatauberesponpadaperintah verbal
tapitidakselalumampumengatakanketidaknyamanan.
Skor 4 jikaTidakadagangguansensori,
beresponpenuhterhadapperintah verbal.
5) KolomSkorpadakarakteristikKelembabandiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasienselaluterpaparolehkeringatatau urine basah.
Skor 2 jikakondisikulitpasiensangatlembab.
Skor 3 jikakondisikulitpasienkadanglembab.
Skor 4 jikakondisikulitpasienkulitkering.
6) KolomSkorpadakarakteristikAktivitasdiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasienterbaringditempattidur.
Skor 2 jikapasientidakbisaberjalan.
Skor 3 jikapasienberjalandenganatautanpabantuan.
Skor 4 jikapasiendapatberjalansekitarruangan.
7) KolomSkorpadakarakteristikMobilitasdiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakmampubergerak.
Skor 2 jikapasientidakdapatmerubahposisisecaratepatdanteratur.
Skor 3
jikapasiendapatmembuatperubahanposisitubuhatauekstremitasdeng
anmandiri.
Skor 4 jikapasiendapatmerubahposisitanpabantuan.
8) KolomSkorpadakarakteristikNutrisidiisidenganangka 1-4
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakdapatmenghabiskan 1/3 porsimakannya,
sedikitminum, puasaatauminum air putih,
ataumendapatinfuslebihdari 5 hari.
Skor 2 jikapasienjarangmampumenghabiskan
porsimakanannyaatau intake cairankurangdarijumlah optimum.
Skor 3 jikapasienmampumenghabiskanlebihdari porsimakannya.
Skor 4 jikapasiendapatmenghabiskanporsimakannya,
tidakmemerlukansuplementasinutrisi.
9) KolomSkorpadakarakteristikGesekandiisidenganangka 1-3
sesuaidenganhasilpenilaianresikopasiendenganketentuan :
Skor 1 jikapasientidakmampumengangkatbadannyasendiri,
atauspastik, kontrakturataugelisah.
Skor 2 jikapasienmembutuhkanbantuan minimal
mengangkattubuhnya.
Skor 3 jikapasienmembutuhkanbantuan minimal
mengangkattubuhnya.
10) Kolom total
skordiisidenganmenjumlahkanskordarikarakteristikPersepsiSensorisa
mpaidengankarakteristikgesekandenganskorterendah 6
danskortertinggi 23.
d) Analisaskorskala Braden yang didapatdengankriteria :
1) Resikoringanjikaskor 15-23
2) Resikosedangjikaskor 13-14
3) Resikoberatjikaskor 10-12
4) Resikosangatberatjikaskorkurangdari 10
e) Lakukancucitanganmenggunakan hand rub
f) Catatdandokumentasikantindakan yang
dilakukanpadaberkasrawatinappasien.

PENGKAJIAN RESIKO JATUH SKALA MORSE

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.


1. Riwayatjatuh: apakahlansiapernahjatuh Tidak 0
dalam 3 bulanterakhir? Ya 25

2. Diagnosasekunder: apakahlansiamemiliki Tidak 0


lebihdarisatupenyakit? Ya 15

3. Alat Bantu jalan:


- Bed rest/ dibantuperawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpeganganpadabenda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. TerapiIntravena: apakahsaatinilansia Tidak 0
terpasanginfus? Ya 20

5. Gaya berjalan/caraberpindah:
- Normal/bed rest/immobilisasi (tidakdapat 0
bergeraksendiri)
- Lemah (tidakbertenaga) 10
- Gangguan/tidak normal (pincang/diseret) 20

6. Status Mental
- Lansiamenyadarikondisidirinya 0
- Lansiamengalamiketerbatasandayaingat 15

Total Nilai

TingkatanRisiko Nilai MFS Tindakan

Tidakberisiko 0 - 24 Perawatandasar

Risikorendah 25 - 50 Pelaksanaanintervensipencegahanjatuhstandar

Risikotinggi 51 Pelaksanaanintervensipencegahanjatuhrisikotinggi

PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING

Brain Mapping/EEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk


mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG
(Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping",
memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan memberikan
analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG. QEEG bekerja
menyerupai cara kerja EEG, akan tetapi data yang diperoleh dari QEEG bisa
ditampilkan dalam berbagai jenis sesuai kebutuhan, bisa dalam bentuk gambar
topografi, berupa diagram, atau beropa gambar-gambar yang menunjukkan
aktivitas pada bagian cortex (luar otak).
Prosedur Brain Map meliputi menempatkan elektroda di berbagai area
pada kulit kepala sebagai sarana untuk mengukur aktivitas gelombang otak dari
klien (EEG). Sesuatu berbentuk gel ditempelkan pada setiap elektroda untuk
mendapatkan sinyal yang baik. Prosedur yang dilakukan non-invasif dan tidak
menimbulkan rasa sakit.. Electroencephalogram secara murni hanya
menggambarkan gelombang listrik di dalam otak.

Materi ke-8
Dosen: Dr. Komang Sp.S

A. IDENTIFIKASI AUTOREGULASI INTRACRANIAL

Otak yang normal mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah


serebral. Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui pembuluh serebral
di atas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam
berespon terhadap tekanan perfusi serebral. Faktor-faktor yang mengubah
kemampuan pembuluh darah serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi, seperti
iskemia, hipoksia, hiperkapnea, dan trauma otak dapat mengganggu autoregulasi.
Karbon dioksida merupakan vasodilator yang paling poten pada pembuluh
serebral, menyebabkan kenaikan aliran darah serebral yang mengakibatkan
peningkatan volume intrakranial, mengarah pada peningkatan tekanan
intrakranial. Agar autoregulasi berfungsi, kadar karbon dioksida harus dalam
batasan yang dapat diterima dan tekanannya dalam batasan : (1) Tekanan perfusi
serebral di atas 60 mmHg, (2) tekanan arteri rata-rata dibawah 160 mmHg dan
tekanan sistolik antara 60 160 mmHg dan (3) TIK di bawah 30 mmHg.

Cedera otak juga dapat merusak autoregulasi. Bila autoregulasi mengalami


kerusakan, alirah darah serebral berfluktuasi berkaitan dengan tekanan darah
sistemik. Pada pasien dengan kerusakan autoregulasi, setiap aktivitas yang
menyebabkan tekanan darah, seperti batuk, suksion, dan ansietas dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah serebral yang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.

Otak mampu mengkompensasi atau menerima perubahan minimal pada tekanan


intrakranial dengan cara pengalihan CSS ke dalam spasium subaraknoid spinal,
peningkatan absorbsi CSS, penurunan pembentukan CSS dan pengalihan darah
vena ke luar dari tulang tengkorak.

B. RESPON SEREBRAL TERHADAP PTIK


Tekanan dalam tulang cranial dijaga oleh tiga kompartemen yang telah
disebutkan yaitu : Otak, Darah otak dan CSF. Ada hipotesa Monro - Kellie, satu
teori untuk memahami TIK yang mana teori ini menyatakan bahwa karena tulang
kranium tidak bapat membesar, ketika salah satu dari kompartemen intracranial
itu bertambah atau meluas dua kompartemen lainnya akan mengkompresikannya
dengan menurunkan volume agar lainnya akan mengkompensasinya dengan
menurunkan volume agar volume dan tekanan total otak tetap konstan.
Karena adanya pembesaran massa, kompensasi dalam tulang kranium
dilakukan melalui pemindahan cairan otak ke kanal medulla spinalis atau diserap
kembali ke vena melalui vili-vili yang ada di lapisan arachnoid. Kemampuan otak
untuk mengadaptasi tekanan tanpa menimbulkan peningkatan TIK disebut
denganCompliance.
Pemindahan CSF ini merupakan kompensasi pertama. Ketika
kompensasi ini terlampaui, TIK akan meningkat selanjutnya pasien akan
memperlihatkan adanya tanda-tanda peningkatan TIK dan tentunya akan
dilakukan upaya-upaya kompensasi lain untuk menurunkan tekanan tersebut.
Kompensasi kedua adalah dengan menurunkan volume darah otak.
Ketika terjadi penurunan darah otak yang mencapai 40 % jaringan otak akan
mengalami asidosis dan apabila penurunan tersebut mencapai 60 % maka akan
telah tampak adanya kelainnan pada EEG. Kompensasi ini merubar metabolisme
serebral dan umumnya akan menimbulkan hipoksia dan beberapa bagian dari
jaringan otak akan mengalami nekrosis.
Kompensasi terakhir yang dilakukan namun bersifat letal (mematikan)
adalah pemindahan jaringan otak ke daerah tentorial sdibawal falk cerebri melalui
foramen magnum ke dalam kanal medulla spinalis.Tahap ini disebut herniasi dan
mengakibatkan kematian.
Perlu diingat bahwa otak disokong dalam berbagai kompartemen
intracranial. Supratentorial kompartemen berisi semua jaringan otak dari atas
midbrain, bagian ini dibagi ke dalam ruang (chamber) kanan dan kiri dengan serat
yang tidak elastis dari falk serebri.Supratentorial ini dipisahkan dari infratentorial
kompartemen (yang ada di batang otak dan cerebellum) dengan tentorial
cerebellum.Ini adalah penting untuk diingat bahwa otak mempunyai kemampuan
beberapa pergerakan dalam kompartemen. Ketika tekanan meningkat pada salah
satu kompartemennya maka tekanan tersebut akan mendorong kebagian yang
lebih bawah. Bila peristiwa pendesakan terus berlangsung maka tidak dapat
dielakan terjadinya herniasi mpada daerah ini. Tentu kita masih ingat bahwa
daerah tentorial atau batang otak ini mengandung fungsi vital tubuh dan bilamana
mengalami gangguan akan dapat menimbulkan kematian segera.
Peningkatan Tekanan Intrakranial (ICP) penurunan perfusi jaringan
otak, stimulasi edema lanjut, herniasi otak.Penurunan Ali stimulasi pusat
vasomotor peningkatan tekanan darah mempertahankan aliran darah
otak.Manifestasi TD naik pulse lemah, napas yang ireguler.Peningkatan tekanan
parsial CO2 vasodilatasi serebral peningkatan aliran darah peningkatan
ICP. Penurunan PCO2 vasokonstriksi membatasi aliran ke otak penurunan
ICP. Penurunan aliran vena meningkatkan ICP.
Respon Serebral terhadap ICP untuk mempertahankan tekanan perfusi
mantap bila tekanan arteri 50 - 150 mmHg dan ICP <40 mmHg, CPP (Cerebral
Perfusion Pressure) = mean arterial pressure ICP. Normal CPP = 70 - 100
mmHg. CPP <50 mmHg kerusakan neurologis ireversibel. Chusing`s
response / Chusing`s reflex, saat CBF turun signifikan memicu pusat
vasomotor respon simpatis peningkatan TD, pelebaran tekanan nadi,
penurunan denyut jantung. Kondisi dekompensasi iskemia dan infark
dimulai perubahan status mental, tanda vital Bradikardia, hipertensi,
bradypnea (Cushing`s triad) dapat terjadi herniasi otak, oklusi aliran darah
serebral.

C. PENGUKURAN PTIK

Pemantauan TIK sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya fase


kompensasi ke fase dekompensasi. Pemantauan TIK dapat dilakukan dengan
bantuan alat monitor, pencitraan, pengukuran non invasif (TCD), monitoring
lanjutan dengan beberapa modalitas. Dengan adanya pemantauan TIK maka
penatalaksanaan akan menjadi lebih optimal. Penatalaksanaan peningkatan TIK
meliputi tatalaksana umum dan khusus.

Pada keadaan normal, aliran darah otak (CBF) adalah 50 cc/100 gr jaringan
otak tiap menitnya. Pada keadaan sehat dimana mekanisme autoregulasi bagus,
CBF 50 cc/100 gr jaringan otak/menit tersebut dapat dipenuhi dengan rentang
CPP 40-140 mmHg. Kerusakan jaringan otak akan irreversibel terjadi jika CBF
kurang dari 18 cc/100 gr jaringan otak/menit1,2,3. Pada keadaan emergensi
neurologi seperti infeksi atau trauma kapitis akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) akibat adanya edema otak. Tekanan intrakranial normal adalah
< 10 mmHg atau 15 cmH2O (rasio 3:4 untuk mmHg ke cmH2O). Dianggap
meningkat bila > 20-25 mmHg. Oleh karena CPP merupakan selisih darimean
arterial pressure (MAP) dengan TIK, maka adalah sangat penting menjaga
tekanan darah optimal dan mengendalikan atau menurunkan tekanan intrakranial2-
5
. TIK ini dapat dipantau dengan menggunakan alat monitor TIK yang biasanya
tersedia di ICU sehingga dapat dilakukan tindakan dan terapi dengan cepat dan
tepat.
INDIKASI, KONTRA INDIKASI, DAN KOMPLIKASI PEMASANGAN
MONITORING TIK
Indikasi pemasangan monitoring TIK:
Kriteria neurologis: cedera kepala berat (GCS 8 setelah resusitasi
kardiopulmoner) dengan:
Abnormal CT scan kepala saat masuk atau
Normal CT scan kepala tetapi dengan 2 faktor resiko berikut : a) umur >
40 tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c) deserebrasi atau
dekortikasi.
Perdarahan intrakranial
Edema serebri
Post kraniotomi
Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural,
tumor, abses, atau aneurisma yang menutup jalan aliran cairan
serebrospinal.
Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.
Meningitis/ensefalitis yang mengakibatkan malabsorpsi cairan
serebrospinal

Kontraindikasi pemasangan monitoring TIK


Pasien sadar : monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat
mengevaluasi neurologisnya.
Koagulopati atau terapi antikoagulan
Infeksi sistem saraf pusat
Infeksi SCALP
Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel

D. MANIFESTASI KLINIS PTIK

Manifestasi klinik peningkatan tekanan intrakranial banyak dan bervariasi dan


dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator
yang paling sensitif dari semua tanda peningkatan tekanan intrakranial
Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
1. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah
2. Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus.
3. Muntah proyektil
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya;
1. Hipertermia
2. Perubahan motorik dan sensorik
3. Perubahan berbicara
4. Kejang

Materi ke-9
Dosen: Dr. Komang Sp.S

A. IDENTIFIKASI STATUS MENTAL

I. Status Mental :

A. Deskripsi Umum :

1. Penampilan : Posture, sikap, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku, sehat, sakit,
marah, takut, apatis, bingung, merendahkan, tenang, tampak lebih tua, tampak
lebih muda, bersifat seperti wanita, bersifat seperti laki-laki, tanda-tanda
kecemasantangan basah, dahi berkeringat, gelisah, tubuh tegang, suara tegang,
mata melebar, tingkat kecemasan berubah-ubah selama wawancara atau dengan
topik khusus.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : Cara berjalan, mannerisme, tics, gerak


isyarat, berkejang-kejang (twitches), stereotipik, memetik, menyentuh pemeriksa,
ekopraksia, janggal / kikuk (clumsy), tangkas (agile), pincang (limp), kaku,
lamban, hiperaktif, agitasi, melawan (combative), bersikap seperti lilin (waxy)

3. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif, penuh perhatian, menarik perhatian,


menantang (frack), sikap bertahan, bermusuhan, main-main, mengelak (evasive),
berhati-hati (guarded)

B. Bicara : Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu-ragu (hesitant), emosional,


monoton, keras, membisik (whispered), mencerca (slurred), komat-kamit
(mumble), gagap, ekolalia, intensitas, puncak (pitch), berkurang (ease), spontan,
bergaya (manner), bersajak (prosody)

C. Mood dan Afek :

1. Mood : (Suatu emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnai persepsi
seseorang terhadap dunianya) : Bagaimana pasien menyatakan perasaannya,
kedalaman, intensitas, durasi, fluktuasi suasana perasaan depresi, berputus asa
(despairing), mudah tersinggung (irritable), cemas, menakutkan (terrify), marah,
meluap-luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah, perasaan kagum (awed),
sia-sia (futile), merendahkan diri sendiri (self contemptuous), anhedonia,
alexithymic

2. Afek : (ekspresi keluar dari pengalaman dunia dalam pasien), Bagaimana


pemeriksa menilai afek pasienluas, terbatas, tumpul atau datar, dangkal
(shallow), jumlah dan kisaran dari ekspresi perasaan ; sukar dalam memulai,
menahan (sustaining) atau mengakhiri respons emosinal, ekspresi emosi serasi
dengan isi pikiran, kebudayaan,

3. Keserasian : keserasian respon emosional pasien dapat dinilai dalam hubungan


dengan masalah yang sedang dibahas oleh pasien. Sebagai contoh, pasien
paranoid yang melukiskan waham kejarnya harus marah atau takut tentang
pengalaman yang sedang terjadi pada mereka. Afek yang tidak serasi, ialah suatu
mutu respons yang ditemukan pada beberapa pasien skizofrenia; afeknya
inkongruen dengan topik yang sedang mereka bicarakan. (contohnya : mereka
mempunyai afek yang datar ketika berbicara tentang impuls membunuh). Ketidak
serasian juga mencerminkan tarap hendaya dari pasien untuk mempertimbangkan
atau pengendalian dalam hubungan dengan respons emosional.

D. Pikiran dan Persepsi :

1. Bentuk Pikiran :

a. Produktivitas : Ide yang meluap-luap (overabundance of ideas), kekurangan ide


(paucity of ideas), ide yang melompat-lompat (flight of ideas), berpikir cepat,
berpikir lambat, berpikir ragu-ragu (hesitant thinking), apakah pasien bicara
secara spontan ataukah menjawab hanya bila ditanya, pikiran mengalir (stream of
thought), kutipan dari pasien (quotation from patient)

b. Arus pikiran : Apakah pasien menjawab pertanyaan dengan sungguh-sungguh


dan langsung pada tujuan, relevan atau tidak relevan, asosiasi longgar, hubungan
sebab akibat yang kurang dalam penjelasan pasien; tidak logis, tangensial,
sirkumstansial, melantur (rambling), bersifat mengelak (evasive), perseverasi,
pikiran terhambat (blocking) atau pikiran kacau (distractibility).

c. Gangguan Berbahasa : Gangguan yang mencerminkan gangguan mental seperti


inkoheren, bicara yang tidak dimengerti (word salad), asosiasi bunyi (clang
association), neologisme

B. PEMFIS KHUSUS DEMENTIA DAN ALZHEIMER


Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan
dayakognitif global yangtidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak
atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan usia.Pemeriksaan
fisik umum, dilakukan sebagimana biasa pada praktek klinis. Pemeriksaan
neurologis :Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial, gangguan neurologis fokal
misalnya gangguan berjalan,gangguann penglihatan, gerakan abnormal/apraksia
dan adanya reflek patologis dan primitif

C. PENANGANAN KEJANG PADA ANAK DAN DEWASA


Tujuan utama penanganan kejang adalah untuk mencegah cidera pada
penderitanya. Beberapa langkah sederhana yang bisa diambil meliputi:
Baringkan penderita agar tidak jatuh, tapi jangan memindahkannya.
Letakkan alas yang empuk di bawah kepala penderita, misalnya bantal
atau jaket, jika memungkinkan.
Jangan memasukkan sesuatu dalam mulut penderita, misalnya sendok atau
jari.
Jauhkan benda-benda berbahaya dari penderita, misalnya benda tajam.
Jangan memakai kekerasan untuk menahan gerakan penderita.
Longgarkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher penderita.
Miringkan kepala penderita. Posisi ini akan mencegah penderita untuk
menelan muntahnya jika dia muntah.
Hindari menyuapi penderita dengan apa pun sebelum kejang berhenti dan
sepenuhnya sadar.
Temani penderita sampai kejangnya berhenti atau sampai petugas medis
datang.
Setelah kejang berhenti, pastikan Anda memeriksa pernapasan penderita,
memberikan napas buatan jika dibutuhkan, memantau tanda-tanda vital penderita
(misalnya detak jantung), serta mencatat durasi kejang yang terjadi.
Khusus untuk bayi atau anak-anak yang mengalami kejang karena demam, jangan
dimandikan dengan air dingin. Gunakanlah air hangat sebagai kompres untuk
mendinginkan tubuh mereka secara perlahan-lahan. Lalu Anda dapat memberikan
parasetamol setelah kejang berhenti.

D. PEMERIKSAAN LAB UNTUK NEUROBEHAVIOUR

Adapun pemeriksaan laboratorium khususnya dalam kasus neurobehaviour yakni:


pada kasus meningitis pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah
pemeriksaan CSF, pemeriksaan darah dan pemeriksaan serum elektrolit dan
glukosa. dan pada kasus epilepsi dilakukam pemeriksaan laboratorium
glukosa,pemeriksaan kadar elektrolit dan pemeriksaan kalsium dan magnesium.
Sedangkan pada kasus ensefalitis pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan
adalah pemeriksaaan CSF dan pemeriksaan darah lengkap.
E. PEMERIKSAAN BRAIN MAPPING

Brain Mapping/EEG (electroencephalogram) merupakan sebuah alat untuk


mencatat aktivitas gelombang otak selama kurun waktu tertentu. QEEG
(Quantitative EEG) atau dikenal pula dengan sebutan "brain mapping",
memberikan data yang komprehensif tentang gelombang otak dan memberikan
analisa yang tepat dari data mentah yang diberikan oleh EEG. QEEG bekerja
menyerupai cara kerja EEG, akan tetapi data yang diperoleh dari QEEG bisa
ditampilkan dalam berbagai jenis sesuai kebutuhan, bisa dalam bentuk gambar
topografi, berupa diagram, atau beropa gambar-gambar yang menunjukkan
aktivitas pada bagian cortex (luar otak).
Prosedur Brain Map meliputi menempatkan elektroda di berbagai area
pada kulit kepala sebagai sarana untuk mengukur aktivitas gelombang otak dari
klien (EEG). Sesuatu berbentuk gel ditempelkan pada setiap elektroda untuk
mendapatkan sinyal yang baik. Prosedur yang dilakukan non-invasif dan tidak
menimbulkan rasa sakit.. Electroencephalogram secara murni hanya
menggambarkan gelombang listrik di dalam otak.
Materi ke-10
Dosen: Nuh Huda

KONSEP MAP
Materi ke-11

Dosen: Sri Anik R, S.H., S.Kep., Ns., M.Kes.

JUDUL : 9 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS NEUROBEHAVIOUR

1. Cerebrovaskuler Disease (CVD)


1.1 DEFINISI
Menurut WHO. (2007) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan
tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Stroke terdiri dari 2 jenis yaitu : Stroke adalah sindrom yang awal
timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau
global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non
traumatic (Mansjoer 2007).
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang
terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan
otak. Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner
dan Suddarth, 2008).

1.2 ETIOLOGI
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang
tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali
memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
1. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli :
a.Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c.Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosonganventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
3. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest


c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

1.3 FAKTOR RESIKO


Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis
penyakit jantung lainnya.
4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada
arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan
dengan anti koagulan )
5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah
arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun
pada ektremitas.
Dari hasil data penelitian di Oxford,Inggris bahwa penduduk yang
mengalami stroke disebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Tekanan darah tinggi tetapi tidak diketahui 50-60%
2. Iskemik Heart Attack 30%
3. TIA 24%
4. Penyakit arteri lain 23%
5. Heart Beat tidak teratur 14%
6. DM 9%
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap
berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan
pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:
1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti
kaitan
antara keduanya itu.
2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko
terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang
menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang
latihan yang terlalu berat dapat menimbulka
3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang
sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak
daripada wanita.
4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar,
namun
tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
5. Riwayat keluarga.

Klasifikasi
Menurut Lumbantobing (2007) kelainan yang terjadi akibat gangguan
peredaran darah. Stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya
penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu :
stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang
disebabkan oleh embolus.
Membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain :
1) Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic
Neurologik
Defisit(RIND). Gejala neurologik timbul 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
4) Completed Stroke
Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.
b. Perdarahan (Stroke Hemoragi).
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang
bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di
samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat
menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah
tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak. (Arif mutakin,2008)

1.4 PATOFISIOLOGI
1. stroke hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di
luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater,
(hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di
dalam substansi otak (hemoragi intraserebral). Hemoragi ekstradural
(epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri
dengan arteri meningea lain. Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural
akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode
pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami
hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala. Hemoragi
subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi
dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat
menjadi tempat aneurisma. Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada
orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya
disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga
disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan
penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat
aditif). Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia.
Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan
perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.

2. Stroke Non Hemoragic

Terbagi atas 2 yaitu :


Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan
lumenpembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin
menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran arah ini
menyebabkan iskemik yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72
jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi
nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di percabangan
arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler.
Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.
Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari
bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di
pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan
lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle
Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan
menyebabkan iskemik.

2. SOL ( SPACE-OCCUPYING LESION)


2.1 Definisi

SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah


tentang ada lesi pada ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial karena cranium
merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial (Long C,1996: 130). Suatu
lesi yang meluas pertama kali, komodasi dengan cara mengeluarkan cairan
serebrospinal dari rongga kranium. Akhirnya vena mengalami kompresi
dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul
dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi ke kembali hal-hal seperti di atas
SOL/Tumor otak adalah lesi intrakranial yang menempati ruang
dalam tulang tengkorak. Tumor otak ( tumor intrakranial ) meliputi lesi
benigna dan maligna. Tumor otak dapat terjadi pada beberapa struktur area
otak dan pada semua kelompk umur. Tumor otak dinamakan sesuai dengan
jaringan dimana tumor itu muncul.
Tumor otak jarang bermtastasi keluar dari dari sistem syaraf pusat
tapi menyebabkan kematian dengan cara merusak fungsi vital / terlibat
secara langsung meningkatkan intrakranial.
Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal
didalam otak, tetapi tidak ganas.
Tumor otak maligna adalah kanker didalam otak yang berpotensi
menyusup dan menghancurkan jaringan sebelahnya / yang telah menyebar
keotak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah, ( Reeves C,J. 2001.
Keperawatan medical bedah ).
2.2 Karakteristik

Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Lionel Ginsberg,


Neurologi :117) yaitu :
1. Benigna umumnya ekstra aksial, yaitu tumbuh dari meningen, nervus
kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan kompresi ekstrinsik pada
substansi otak.
2. Maligna umumnya intra aksial yaitu berasal dari parenkim otak :
a) Primer umumnya berasal dari sel glia/neurobia ( glioma ) tumor ini
diklasifikasikan maligna karena sifat invasif lokal, metastasis
ekstrakranial sangat jarang, dan dikenali sebagai subtipe histologi dan
derajat diferensiasi.
b) Sekunder metastasis dari tumor maligna dari bagian tubuh lainnya.

Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu :

1. Tumor neuroepitelial

1) Tumor glial

a. Astrositoma

- Astrositoma pilositik

- Astrositoma difus

- Astrositoma anaplastik

- Glioblastoma

- Xantoastrositoma pleomorfik

- Astrositoma subependimal sel raksasa


b. Tumor oligodendroglial

- Oligodendroglioma

- Oligodendroglioma anaplastik

c. Glioma campuran (mixed glioma)

- Oligoastrositoma

- Oligoastrositoma anaplastik

d. Tumor ependimal

- Ependimoma myxopapilari

- Subependimoma

- Ependimoma

- Ependimoma anaplastik

e. Tumor neuroepitelial lainnya

- Astroblastoma

- Glioma koroid dari ventrikel III

- Gliomatosis serebri

2) Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial

a. Gangliositoma

b. Ganglioglioma

c. Astrositoma desmoplastik infantil

d. Tumor disembrioplastik neuroepitelial

e. Neurositoma sentral
f. Liponeurositoma serebelar

a. Paraganglioma

3) Tumor non-glial

a. Tumor embrional

- Ependimoblastoma

- Meduloblastoma

- Tumor primitif neuroektodermal supratentorial

b. Tumor pleksus khoroideus

- Papiloma pleksus khoroideus

- Karsinoma pleksus khoroideus

c. Tumor parenkim pineal

- Pineoblastoma

- Pineositoma

- Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet

2. Tumor meningeal

1) Meningioma

2) Hemangoperisitoma

3) Lesi melanositik

3. Tumor germ cell

1) Germinoma

2) Karsinoma embrional

3) Tumor sinus endodermal (yolk sac)


4) Khoriokarsinoma

5) Teratoma

6) Tumor germ cell campuran

4. Tumor sella

1) Adenoma hipofisis

2) Karsinoma hipofisis

3) Kraniofaringioma

5. Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas

1) Hemangioblastoma kapiler

6. Limfoma system saraf pusat primer

7. Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP

8. Tumor metastasis

2.3 Manifestasi Klnis

Gejala dan tanda klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-
tanda lokal, tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu. Gejala yang
timbul tiba-tiba sering menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi
lain menimbulkan gejala secara perlahan-lahan.3

A. Gejala dan tanda umum


Gejala umum yang dapat ditemukan pada SOL adalah sakit kepala
akibat peningkatan tekanan intrakranial. Sakit kepala dipengaruhi posisi
dan postur dan biasanya berat pada pagi hari. Sakit kepala juga bersifat
sangat berat dan tidak berkurang dengan obat nyeri. Selain itu, gejala
peningkatan tekanan intrakranial lain seperti muntah, kejang juga timbul.
Pada beberapa kasus dapat terjadi perubahan perilaku dan memori.
Kejang yang terjadi bisa tipe fokal atau umum. Tambahan lagi, SOL
dapat menimbulkan tanda-tanda kelemahan, ataksia atau gangguan gait.
Defisit juga dapat ditemukan pada penglihatan dan saat pasien bercakap.
Pemeriksaan funduskopi atau optalmoskopi dapat menemukan
papilloedema yaitu tanda peningkatan tekanan intrakranial.

B. Gejala dan tanda palsu


Saraf kranial abducen (VI) merupakan sarah yang panjang dan
berbelit-belt yang dapat menyebabkannya rentan terhadap gangguan
akibat SOL. Abducent nerve palsy bukanlah suatu tanda melokalisir yang
benar. Sindroma Horner juga bukanlah suatu tanda lesi melokalisir yang
bagus karena jalur dari saraf simpatis adalah panjang. Sakit kepala yang
unilateral dapat membantu menentukan lokasi lesi. Tumor dapat
mengarah kepada tanda-tanda neurologis selain daripada tekanan direk
atau infiltrasi selanjutnya mengarah kepada lokalisir klinis yang salah.
Tanda lokalisir ini termasuk paresis saraf kranial III dan VI dan respons
plantar ekstensor bilateral yang dihasilkan oleh sindroma herniasi dan
respons plantar ekstensor yang terjadi ipsilateral terhadap tumor
hemisfera sebagai hasil daripada tekanan di pendunkulus cerebri
bertentangan dengan tentorium.

C. Tanda-tanda melokalisir
Lobus temporalis
Lesi pada lobus temporalis sering menimbulkan gangguan psikologis
yang umum seperti perubahan perilaku dan emosi. Selain itu pasien
juga dapat mengalami halusinasi dan dj vu. Lesi pada lobus
temporalis juga dapat menyebabkan afasia.
Tumor pada daerah ini dapat mengakibatkan kejang dengan halusinasi
deria bau dangustatori, fenomena motorik dan gangguan kesadaran
eksternal tanpa penurunan kesadran yang benar. Lesi lobus temporalis
dapat mengarah kepada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan
sikap, sensasi dj vu atau jamais vu, mikropsia atau makropsia (objek
kelihatan lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya), gangguan
lapangan pandang (crossed upper quadrantanopia) dan ilusi auditorik
atau halusinasi audotorik, Lesi bahagian kiri dapat mengakibatkan
dysnomia dan receptive aphasia, dan lesi pada bahagian kanan
menggangu persepsi pada nada dan melodi.

Lobus frontalis
Lesi pada lobus frontalis dapat menyebabkan terjadinya anosmia.
Gangguan perilaku juga dapat terjadi dimana pasien itu cenderung
berperilaku tidak sopan dan tidak jujur. Afasia dapat terjadi apabila
area Broca terlibat.
Tumor pada lobus frontalis seringkali mengarah kepada penurunan
progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental, gangguan
personality dan reflex grasping kontralateral. Pasien mungkin
mengarah kepada afasia ekspresif jika melibatkan bahagian posterior
daripada gyrus frontalis inferior sinistra. Anosmia dapat terjadi karena
tekanan pada saraf olfaktorius. Lesi presentral dapat mengakibatkan
kejang motoric fokal atau defisit piramidalis kontralateral.

Lobus parietal
Lesi pada lobus parietal dapat menyebabkan terjadinya astereognosis
dan disfasia. Selain itu dapat juga terjadi kehilangan hemisensorik.

Lobus occipital
Lesi sebelum chiasma optic dari mata akan menyebabkan gangguan
pada satu mata sahaja. Lesi pada chiasma optic tersebut akan
menyebabkan gangguan kedua mata. Lesi di belakang chiasma optic
akan menyebabkan gangguan pada mata yang berlawanan.

Sudut serebellopontin
Lesi pada sudut serebellopontin dapat menyebabkan tuli ipsilateral,
tinnitus, nystagmus, penurunan refleks kornea, palsi dari sarat kranial
fasialis dan trigeminus.

Mesensefalon
Tanda-tanda seperti pupil anisokor, inabilities menggerakkan
mata ke atas atau ke bawah, amnesia, dan kesadaran somnolen sering
timbul apabila terdapat lesi pada mesensefalon.

Tumor intracranial dapat mengarah kepada gangguan fungsi


serebral secara umum dan mempamerkan tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial. Karena itu, dapat terjadi perubahan personalitas,
penurunan intelektual, labilitas emosi, kejang, sakit kepala, mual dan
malaise. Jika tekanan intracranial meningkat di dalam rungan kranial
tertentu jaringan otak dapat mengalami herniasi ke dalam ruangan
dengan tekanan rendah. Sindroma yang paling sering ditemukan
adalah herniasi lobus temporalis ke dalam hiatus tentoria secara uncal
sehingga mengakibatkan kompresi saraf kranial III, batang otak dan
arteri cerebralis posterior. Tanda paling awal untuk sindroma ini adalah
dilatasi pupil ipsilateral, diikuti dengan stupor, komaposturasi
deserebrasi dan kesukaran pernafasan. Satu lagi sindroma herniasi
penting terdiri daripada penurunan tonsilar cerebreli melewati foramen
magnum, sehingga mengakibatkan kompresi medullaris yang
mengarah kepada apnea, circulatory collapse dan kematian. Sindroma
herniasi lain adalah lebih jarang dan kepentingan klinis yang kurang
jelas. Tumor intracranial dapat mengarah kepada deficit fokal
tergantung lokasinya.

Lesi Tanda & Gejala Klinis

Glioblastomamultiformis Mengambarkan keluhan non spesifik dan


peningkatan tekanan intracranial. Dengan
perkembangan akan menghasilkan defisit
lokal.

Astrocytoma Gambaran mirip glioblastoma multiformis


tetapi lebih lambat sering setelah beberapa
tahun.
Cerebellar astrocytoma Dapat memiliki gambaran yang lebih jinak.

Medulloblastoma Sering terlihat pada anak-anak.Seringkali


timbul daripada dasar ventrikel keempat dan
mengarah kepada peningkatan intracranial
selanjutnya menghasilkan tanda cerebellar dan
batang otak.

Ependymoma Glioma Timbul daripada ependymal ventrikel, terutama


pada ventrikel IV membawa kepada gejala wal
peningkatan tekanan intracranial.

Oligodendroglima Berkembang lambat. Seringkali timbul


daripada hemisfera serebral pada dewasa dan
dapat terlihat kalsifikasi.

Brainstem glioma Timbul pada saat usia muda dengan palsy sara
kranial dan kemudian tibu gejala tract sign
pada tungkai. Tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial timbul lambat.
3. CEDERA KEPALA
3.1 Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. (Morton, 2012).
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirsakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Doenges, 1989).
Menurut Suriadi dan Rita (2001), cedera kepala merupakan suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injuri baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

3.2 Etiologi dan faktor Risiko


3.2.1 Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak (misalnya, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala).
2. Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
3. Cedera Akselerasi-Deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik.
4. Cedera Coup-Countre Coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
5. Cedera Rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan pereganggan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

3.2.2 Faktor Risiko


a. Non reversible
- Umur:
Anak baru berjalan berisiko besar terhadap cedera jatuh. Anak dibawah 2
tahun menderita akibat yang jauh lebih buruk karena cedera kepala tertutup
dari pada remaja. Anak usia sekolah berisiko paling besar dari cedera
berjalan kaki. Cedera akibat sepeda (kendaraan bermotor dan penumpang
kendaraan bermotor). Pada umur belasan tahun terjadi peningkatan risiko
yaitu tabrakan kendaraan bermotor dan biasanya pada kecelakaan lalu
lintas.
- Jenis kelamin:
Laki-laki lebih berisiko daripada perempuan.
- Ras:
Orang Amerika lebih berisiko dari orang Asia. Hal ini mungkin
dipengaruhi oleh budaya. Budaya orang barat dan orang timur berbeda.
- Lingkungan:
Keadaan lingkungan mempengaruhi keamanan (Berhman dkk, 2000).
b. Reversible
- Hipertensi, penyakit jantung, lipid abnormalitas dan obesitas
- Kebiasaan hidup seperti diet, kebiasaan merokok, alkoholik, dan aktivitas
pengendara kendaraan bermotor yang ceroboh.
c. Cedera kepala sering terjadi pada bayi sampai remaja
- Pada bayi yang jatuh dari tempat tidur.
- Anak yang terjatuh dari tangga, tertabrak karena menyebrang, naik sepeda
terjatuh, terpeleset, jatuh dari pohon, dan anak yang saling pukul dengan
temannya.
d. Cedera kepala pada dewasa
- Kecelakaan lalu lintas, tabrakan, terjatuh dari sepeda motor, orang yang
berjalan di jalan raya.
- Benturan yang keras di kepala.
- Kepala terbentur bagian dari mobil karena menabrak atau terjungkal.

3.3 Jenis Cedera Kepala


1. Berdasarkan patologi:
a. Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan imtegritas
fisik, kimia dan listrik dari sel di area tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
b. Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut
yang terjadi setelah trauma sehinga meningkatkan TIK yang tak terkendali,
meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, iskemia serebral,
hipotensi sistemik, dan infeksi lokal atau sistemik.
2. Menurut jenis cedera:
a. Cedera kepala terbuka: dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak.
b. Cedera kepala tertutup: dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.
3. Menurut berat ringanya berdasarkan GCS (Glasgown Coma Scale):
a. Cedera kepala ringan/minor
- GCS 14-15.
- Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit.
- Tidak ada fraktur tengkorak.
- Tidak ada kontusia serebral, hemotoma.
b. Cedera kepala sedang
- GCS 9-13.
- Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang
dari 24 jam.
- Dapat mengalami fraktur tengkorak.
- Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial.
c. Cedera kepala berat
- GCS 3-8.
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
- Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.

3.4 Pathofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer
dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik
yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan
jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada
penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika
terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak (Tarwoto, 2007).

3.5 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala,
yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.

4. HNP (HERNIA NUKLEUS PULPOSUS)


4.1 Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah gangguan yang melibatkan rupture
annulus pulposus (cincin luar diskus) sehingga nukleus pulposus menonjol (mengalami
herniasi) dan menekan akar saraf spinal, menimbulkan nyeri dan mungkin defisit
neurologic. Sebagian besar terjadi antara L4 dan L5, menekan akar saraf L5 atau antara
L5 dan S1, menekan akar saraf S1. (Sylvia A. Price)
Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah keadan ketika nukleus puposus keluar
menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis
yang robek. (Arif Muttaqin,2008)

4.2 Etiologi
Region lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami HNP. Kandungan
air diskus berkurang seiring bertambahnya usia. Selain itu, serat-serat menjadi lebih
kasar dan mengalami hilianisasi, yaitu ikut berperan menimbulkan perubahan yang
menyebabkan herniasi nucleus pulposus melalui annulus disertai penekanan akar saraf
spinal. Umumnya, herniasi kemungkinan paling besar terjadi didaerah kolumna
vertebralis tempat terjadinya transisi dari segmen yang lebih banyak bergerak ke yang
kurang bergerak (hubungan lumbosakral dan servikotorakalis). (Sylvia A. price)
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya
suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma
bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat
selama beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi
diskus kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis, atau mungkin rupture dan
memungkinkan nucleus pulpo suster dorong terhadap sakusdoral atau terhadap saraf
spinal saat muncul dari kolumna spinal (Helmi, 2012).

4.3 Klasifikasi HNP


1. Henia Lumbosacralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, biasanya oleh kejadian luka
posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah
kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasanya dapat menyebabkan
nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya dan melemahkan anulus posterior.
Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus dan
melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen
dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi
atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah
serabut atau beberapa serabut saraf.

2. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Pergerakan
kolumma vertebralis servical menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal
menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau
menghilang. Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari c5 dan c6 dan
diikuti c4 dan c5 atau c6 dan c7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral
mengakibatkan tekanan pada pangkal saraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal
yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.

3. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada di garis tengah hernia. Gejala-
gejalanya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyababkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang
paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese. Penonjolan
pada sendi intervertebrata torakal masih jarang terjadi. Pada empat thoraks paling
bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit
atau bokong adalah faktor penyebab paling utama.

4.4 Patofisiologi
Proses degenerasi yang terjadi pada diskus intervertebralis diantaranya terjadi
perubahan antara annulus fibrosus dan nucleus pulposus. Pada annulus fibrosus terjadi
kerusakan dan serat fibroelastik terputus yang kemudian diganti oleh jaringan ikat.
Perubahan ini akah menimbulkan rongga rongga pada annulus. Perubahan yang terjadi
pada nucleus adalah adanya penurunan kemampuan pengikatan air sehingga volume
nucleus pulposus menjadi menurun. Perubahan kedua komponen tersebut
menyebabkan komponen inter diskus akan menurun. Jika terjadi peninggian tekanan
pada diskus intervertebralis secara tiba tiba dan berlangsung lama maka materi nucleus
pulposus akan menonjol mengisi annulus fibrosus yang rusak. Penonjolan nucleus ke
belakang lateral dan menekan saraf pada radiks dorsalis (mengandung serat saraf
sensorik) yang berjalan dalam kanalis vertebralis akan menimbulkan rasa nyeri.
Gerakan gerakan yang merubah posisi tulang belakang seperti membungkuk, bersin,
dan batuk akan menambah rasa nyeri.
Kerusakan pada diskus intervertebralis ini dapat disebabkan karena proses
degenerative misalnya makin berkurangnya daya lentur, menurunnya jaringan kolagen,
dan menurunnya kandungan air dengan bertambahnya usia, trauma tulang belakang,
faktor genetic operasi tulang belakang, kelainan postur seperti kifosis, lordosis, karena
kelainan tulang belakang lainnya seperti spondilitas, spinal stenosis. (Tarwoto, 2007)

5. CMS (CEDERA MEDULLA SPINALIS)


a. Definisi dan klasifikasi
Cedera medula spinalis lumbal adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medula spinalis khususnya lumbal (Brunner dan
Suddarth, 2001). Berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi,
cedera medula spinalis dapat diklasifikasikan menjadi cedera komplet dan inkomplet.

b. Etiologi
Penyebab utama Cedera Medula Spinalis (CMS) lumbal adalah trauma, dan dapat
pula disebabkan oleh kelainan lain pada vertebra, seperti arthropathi spinal, keganasan
yang mengakibatkan fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan kongenital, dan
gangguan vaskular. Penyebab trauma spinal lumbal yang paling banyak dikemukakan
adalah kecelakaan lalu lintas, olah raga, tembakan senapan, serta bencana alam (Islam,
2006).

c. Patofisiologi

Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal secara langsung.
Sedangkan penyebab tidak langsung yaitu trauma menimbulkan fraktur dan instabilitas
vertebra sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis lumbal. Beberapa saat
setelah trauma, cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh
darah yang terjadi. Iskemia mengakibatkan pelepasan glutamat, influks kalsium dan
pembentukan radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis yang mengakibatkan
kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis
yang terkena (lumbal). Akson yang telah rusak tidak akan tersambung kembali karena
terhalang jaringan parut (Islam, 2006).

Kondisi kerusakan saraf lumbal dapat berakibat pada masalah-masalah


biopsikososiospiritual. Masalah biologis yang muncul yaitu nyeri akut, kerusakan
mobilitas fisik, gangguan eliminasi urin dan fekal, dan disfungsi seksual. Masalah
psikologis, pasien mengalami harga diri rendah situasional akibat kerusakan fungsional
pada lumbal. Masalah sosial yaitu gangguan interaksi sosial karena keterbatasan dalam
mobilitas fisik. Masalah spiritual, pasien yang mengalami penurunan tingkat keyakinan
dapat berisiko terhadap kerusakan dalam beribadah/beragama.

d. Manifestasi Klinis
Cedera medula spinalis lumbal dapat menyebabkan gambaran paraplegia. Tingkat
neurologik yang berhubungan akan mengalami paralisis sensori dan motorik total yang
menyebabkan gangguan kontrol kandung kemih (retensi dan inkontinensia) dan usus
besar, penurunan tonus vasomotor, dan penurunan tekanan darah yang diawali dengan
resistensi vaskuler perifer (Brunner dan Suddarth, 2001).

6. GBS (GUILLAIN-BARRE SYNDROME)


6.1 Definisi
Guillain Barre Syndrome(GBS) adalah suatu demielinasi polineuropati akut yang
dikenal dengan beberapa nama lain yaitu polyneuritis idiopatik, paralisis asenden landry,
dan polineuropati inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik
asendens secara primer dengan segala gangguan fungsi sensorik. GBS adalah gangguan
neuron motorik bagian bawah dalam saraf perifer, final common pathway untuk gerakan
motorik juga (Sylvia A. Price, 2006).

Sindrom Guillain Barre merupakan Sindrom klinis yang penyebabnya tidak


diketahui yang menyangkut saraf perifer dan kranial. Paling banyak pasien dengan
Sindrom ini di timbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau gastrointestinal) 1 sampai
4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik. (Smeltzer, Suzanna dalam
buku NANDA NIC-NOC jilid 2, 2015)

6.2 Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi untuk penyankit SGB tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons
autoimun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom
tersebut berasal dari virus. Tetapi tidak ada virus yang dapat di isolasi sejauh ini. SGB
paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau gastrointestinal) 1-4
minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa keadaan, dapat
terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus,
primer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu
hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang
menyerang myelin saraf perifer. (Arief Muttaqin, 2008)

Beberapa keadaan/ penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya


dengan terjadinya GBS (factor resiko), antara lain (Japardi, 2002):

a. Infeksi virus atau bakteri


GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1
sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan
atas atau infeksi gastrointestinal. Infeksi akut yang berhubungan dengan GBS :

b. Vaksinasi
c. Pembedahan, anestesi
d. Penyakit sistematik, seperti keganasan, Systemic Lupus Erythematosus, tiroiditis,
dan penyakit Addison
e. Kehamilan atau dalam masa nifas
f. Gangguan endokrin

6.3 Jenis
Menurut Lewis (2009) klasifikasi dari Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah
sebagai berikut :

a. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)


Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan
yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi
saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari
serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.

b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)


Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody
gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki
gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending
dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik
dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan
degenerasi wallerian like tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas
yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

c. Miller Fisher Syndrome


Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus GBS.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada
gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik
biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau
bulan.

d. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)


CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant
dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal

e. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi.
Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan
terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis,
penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
6.4 Manifestasi Klinis
1. Parastesia (kesemutan dan kebas)
2. Kelemahan otot kaki yang dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tubuh dan
otot wajah.
3. Paralisis pada ocular, wajah dan otot orofaring, kesukaran berbicara, mengunyah dan
menelan.
4. Disfungsi autonon yang berakibat kurang bereaksinya system saraf simpatis dan
parasimpatis, seperti gangguan jantung dan ritme, perubahan TD (hipertensi transien,
hipotensi ortostatik) dan gangguan vasomotor lainnya.
5. Kehilangan sensasi posisi tubuh.
(Smeltzer, Suzanna dalam buku NANDA NIC-NOC jilid 2, 2015)

6.5 Patofisiologi
Akson bermielin mengonduksi implus saraf lebih cepat dibanding akson tidak
bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus
Ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraselular.
Membran sangat permiabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik.

Gerakan ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus
Ranvier, sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu
nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin
pada Sindrom Guillain Barre membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan
transmisi impuls saraf dibatalkan. (Arief Muttaqin, 2008)

7. MENINGITIS
7.1 Definisi
Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan
virus merupakan penyebab utama dari meningitis.
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada orang
dewasa biasanya hanya terbatas didalam ruang subaraknoid, namun pada bayi cenderung
meluas sampai kerongga subdural sebagai suatu efusi atau empiema subdural
(leptomeningitis), atau bahkan kedalam otak (meningoensefalitis). (Satyanegara,2010)

7.2 Etiologi
1. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan
Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
2. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis
dan Diplococcus pneumonia.
(Satyanegara,2010)
7.3 Jenis
A. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza,
Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens,
Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri
sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya
neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan
lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak
sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan
pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

B. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan
oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez
simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri
tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan
otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme
atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang
terlibat.
7.4 Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid
dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi
melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan
otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung)
atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan
meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid.
Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke
kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis
selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan
dapat menyebabkan hydrocephalus.
8. MYASTHENIA GRAVIS
8.1 Definisi

Myasthenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi


neuromuskuler padaotot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi
saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002)

Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi


impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002)

Miasthenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis merupakan bagian
dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah gangguan yang mempengaruhi
transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran
seseorang(volunter). Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-
satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya terjadi kelelahan
otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih
lama dari normal) (price dan wilson, 1995)

8.2 Etiologi

Penyebabnya diduga merupakan gangguan autoimun (dimana antibody didalam


tubuh menyerang sel ataupun jaringan yang membentuk antibody itu sendiri)yang
merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efesiensi hubungan
neuromuscular. Pada orang normal jumlah asetilkolin yang di lepas sudah lebih dari
cukup untuk menghasilkan suatu kontraksi otot (otot dapat bergerak), tetapi pada
myasthenia gravis, jumlah reseptor asetilkolin berkurang atau asetilkolin yang
dihasilkan terlalu cepat dihancurkan, akibat gangguan autoimun, sehingga kontraksi
otot lemah. (Dr.Meiny. S. Lubis)

8.3 Faktor Resiko

Autoimun : direct mediated antibody


Pembedahan
Stress
Alkohol
Tumor mediastinum
Obat-obatan :
o Antibiotik (Aminoglycosides, Ciprofloxacin, Ampicillin, Erythromcin)
o B-blocker (propranolol)
-Lithium
-Magnesium
-Procainamide
-Verapamil
-Chloroquine
-Prednisone

8.4 Jenis

Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi :

a. Kelompok 1 :Miastenia okular


Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak
ada kasus kematian
b. Kelompok II A : Miastenia umum ringan
Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot
rangkadan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat
baik. Angka kematian rendah
c. Kelompok II B : Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan
sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan.
Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan
dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah
d. Kelompok III : Miastania berat fulminan akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai
mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal
dalam waktu, 6 bulan. Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik,
kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi

e. Kelompok IV : Miastania berat lanjut


Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-
gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau
secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan prognosis buruk.

Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk varian
myesthenia gravis, antara lain:
a. Miastenia neonatus
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi pada
bayi yang ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan
disebabkan oleh masuknya antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui
plasenta.
b. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.
c. Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan
imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya
tidak progresif.
d. Miastenia familial
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi
pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.
e. Sindrom miastenik (Eaton- Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya
pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma
bronkus (small-cell carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan myasthenia
gravis. Pada umumnya penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa
disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan refleks
tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh mulutnya kering.
f. Miastenia gravis antibodi-negatif
1
Kurang lebih 4 daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya

antibodi. Pada umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I dan II
B. Tidak adanya antibodi menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons

terhadap pemberian prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.


g. Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit
Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita
mengalami miastenia gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-
P dihentikan.
h. Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang
menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya adalah
paralisis berat otot-otot skelet dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum,
tipe A dan B paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan
laut (see food). Intoksikasi biasanya terjadi setelah makan makanan dalam kaleng
yang tidak disterilisasi secara sempurna. Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36,
jam sesudah terkena toksin. Kemudian muncul pandangan kabur, disfagia, dan
disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola desendens selama 4-5
hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis otot pernapasan dapat
terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi
kelemahan otot ocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi
otonom (mulut kering, konstipasi, retensi urin).

Klasifikasi menurut Osserman ada 4 tipe :

a. Oeular miastenia
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak
ada kematian.
b. Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet
dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik Moderate
generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
c. Severe generalized myasthenia
Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit
biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan,
aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma.
Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak,prosentase thymoma kedua
paling tinggi. respon terhadap obat dan prognosis jelek.
d. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan :
Pekerjaan fisik yang berlebihan
Emosi
Infeksi
Melahirkan anak
Progresif dari penyakit
Obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter,morfin sedative dan muscle relaxan
Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
8.5 Patofisiologi

Dasar ketidak normalan pada mestenia gravis adalah adanya kerusakan pada
transmisi impuls saraf menuju sel-sel otak karena kehilangan kemampuanatau
hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuro muscular.

Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal
dari sel kornum anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan
aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-
masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu merangsan sekitar 2000
serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang di
persarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi banyak
serbut otot, tetapi setiap serabut otot di persarafi oleh hanya satu neuron motorik
(price dan wilson,1995)

9. PARKINSON

9.1 Definisi Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson merupakan penyakit neuro degeneratif system ekstrapiramidal


yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh adanya
degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta (SNC) yang
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies)
Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin dengan
berbagai macam sebab.

9.2 Diagnosis

Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik


utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya
refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes
(1992) :

1. Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama

2. Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama

3. Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama


Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit
dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:

1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)

2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara


berjalan terganggu

3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat


berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang

4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya

5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu


berdiri dan berjalan walaupun dibantu

9.3 Patofisiologi

Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan


pergerakan (Baswin, 2009). Penyakit Parkinson merupakan suatu sindrom dengan gejala
utama berupa trias gangguan neuromuskular: tremor, rigiditas, bradikinesia disertai
kelainan postur tubuh dan gaya berjalan. Gerakan halus yang memerlukan koordinasi
kerja otot skelet sukar dilakukan pasien, misalnya menyuap makanan, mengancing baju
dan menulis. Akibat gejala ini pasien sangat bergantung pada bantuan orang lain dalam
kegiatan hidupnya sehari-hari. Di samping gejala utama tersebut, sering ditemukan
gangguan sistem otonom berupa sialorea, seborea, hiperhidrosis. Tiga puluh persen kasus
juga menderita demensia.

Secara patofisiologik diketahui bahwa pada penyakit Parkinson terjadi gangguan


keseimbangan neuro-humoral di ganglia basal, khususnya traktus nigrostriatum dalam
sistem ekstrapiramidal. Traktus nigrostriatum, merupakan kelompok sel yang mengatur
gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Untuk mengatur fungsi gerakan
halus perlu ada keseimbangan antara komponen kolinergik yang merangsang dan
komponen dopaminergik yang menghambat. Badan sel dari traktus ini terlokalisasi pada
substansia nigra dalam otak tengah dan tampaknya

Pada penyakit Parkinson terdapat kerusakan pada traktus nigrostriatum sehingga tidak
ada pengiriman dopamine ke globus palidus/ neostriatum. Traktus ini bersifat
dopaminergik. Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Gangguan keseimbangan tersebut ke arah dominasi komponen
kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinso. Disproporsi fungsional antara kedua
komponen tersebut dapat disebabkan oleh meningkatnya fungsi komponen kolinergik,
yang tidak dapat diimbangi oleh komponen dopaminergik; atau sebaliknya, komponen
dopaminergik yang melemah.

Dopamin merupakan neurotransmitter katekolamin pada sistem saraf pusat dan pada
sejumlah ganglia pada sistem saraf otonom. Baik pada sistem saraf pusat maupun pada
sistem saraf perifer, dopamine merupakan senyawa awal noradrenalin dan adrenalin.
Bermula dari L tirosin menjadi L-dopa (dengan bantuan enzim tirosin hidroksilase)
diubah menjadi dopamine.

Peran dopamine dan asetilkolin dalam pengaturan aktivitas motorik pada striatum
bersifat antagonistic. Dopamin umumnya sebagai penghambat (bersama denganGABA).
Sedangkan asetilkolin umumnya bersifat memacu (bersama glutamate). Stiatm menerima
masukan glutamate dari korteks yang berakhir pada neuron asetilkolin intrinsic padan pada
neuron GABA yang berproyeksi ke PARS reticula substansia nigra. Sel dopamine
berproyeksi ke akhiran stratium pada neuron asetilkolin intrinsic. Gejala penyakit Parkinson
yang jelas baru muncul apabila lebih dari 80% neuron-neuron ini mengalami degener
RESUME SISTEM NEUROBEHAVIOUR 12
JUDUL : SOP PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA SISTEM NEUROLOGI
1. SOP CT-SCAN
2. SOP MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)

STANDART OPERATIONAL PROSEDURE


PEMERIKSAAN MRI
A. Pengertian
MRI (magnetic Resonance Imaging) adalah satu cara pemeriksaan khusus diagnostic dalam ilmu
kedokteran yang menggunakan medan magnet yang besar dan menghasilkan gambaran potongan
tubuh manusia dalam tiga potongan yaitu aksial, sagital, dan koronal.
B. Tujuan
Untuk mengevaluasi kelainan yang ada di otak dan sekitarnya misalnya pada kasus-kasus
- Multiple sclerosis
- Tumor primer atau metastases
- Aids/toxoplasmosis
- Infark
- Deficit neurologist atau gejala neurologist yang tidak bisa dijelaskan
C. Kebijakan:
Permintaan dilakukan atas permintaan dokter dan bila menggunakan kontras media dibuatkan
inform consent
D. Indikasi
-
E. Kontraindikasi
Hanya pada pasien yang dilakukan dengan menggunakan kontras media dan alergi
kontras/pacemaker/chek pemeriksaan darah.
F. Prosedur persiapan
Persiapan pemeriksaan umum:
1. Sebaiknya jangan makan kenyang sebelum pemeriksaan
2. Jangan memakai perhiasan atau bahan make up dengan kadar logam tinggi
3. Semua bahan logam, kartu kredit, kartu telepon dan lain-lain yang sejenis supaya dilepas
sebelum masuk ke dalam ruang pemeriksaan
4. Sebelum masuk ke ruang pemeriksaan penderita melakukan pengosongan buli terlebih
dahulu
Persiapan pemeriksaan khusus:
1. Tidak dapat dilakukan pada penderita yang memakai alat pacu jantung, protese dengan
kandungan logam, operasi klips ataupun alat-alat lainnya yang berada di dalam tubuh yang
mengandung logam
2. Kehamilan dalam trisemester i
3. Penderita dengan alat batu ventilator tidak dapat masuk ke dalam ruang MRI
4. Selama dalam pemeriksaan pasien harus dalam keadaan diam atau bergerak sedikit mungkin
Prosedur tindakan
a. Alat-alat:
- head koil quadrates
- busa/foam/pad untuk immobilisasi
b. Posisioning pasien:
- pasien dalam posisi supinasi di meja MRI dengan kepala di dalam head coil
- tripilot
c. Sequences yang diambil:
- axial T1 dan T2
- sagital T1
- koronal T2
- FLAIR
Pemberian kontras Gd DTPA bila penilaian mengarah ke tumor, metastase, multiple
sclerosis. proses infeksi
G. Penilaian
- Dilakukan oleh dokter spesialis radiologi
- Dibuatkan expertise yang ditandatangani oleh dokter spesialis radiologi
H. Lama tindakan
Kurang dari 30 menit tergantung dari pemeriksaan dan kondisi pasien
I. Komplikasi
Tidak ada komplikasi yang berat kecuali jika ada reaksi alergi pada pemberian kontras media
J. Wewenang
-
K. Unit yang mengerjakan dokumen terkait
- Surat pengantar dari dokter/klinis
- Surat persetujuan tindakan
L. Referensi

3. SOP EEG
Pastikan pasien sudah keramas sebelum pemeriksaan EEG, beritahukan kepada
pasien, sebelum perekaman jangan menggunakan minyak rambut dan jangan
menggunakan makeup (untuk pasien wanita), bila menggunakan makeup biasanya
akan sulit memasang elektroda pada titik FP1 dan FP2 serta ground. Hal ini untuk
memudahkan operator dalam pemasangan elektroda.Semakin bersih kulit kepala
semakin kecil impedansi antara elektroda terhadap kulit kepala.
Untuk pemasangan elektroda yang benar (simetris), ukur kepala dengan teknik 10-20
system. Setelah diukur, berikan tanda dengan pensil khusus EEG atau dengan spidol
merah disetiap titik peletakan elektroda. Dapat pula dengan mengkuncir rambut
disetiap titik, agar elektroda dapat menempel langsung ke kulit kepala tanpa
terhalang rambut.
Bersihkan tiap titik peletakan elektroda dengan abrasive gel, caranya letakkan
abrasive gel ke lidiwaten / cutton bat kemudian gosok perlahan lahan dititik yang
akan diletakkan elektrodanya. Penulis menggunakan Nuprep sebagai abrasive gelnya.
Elektroda pertama yang dipasang sebaiknya elektroda Ref dan ground, alasannya
adalah untuk memudahkan operator dalam cek impedance, pada mesin EEG buatlah
treshhold impedance di bawah 5Kohm. Semakin kecil nilai impedansinya, semakin
baik pemasangannya. Pemasangan elektroda ground biasanya diletakkan di FPZ dan
untuk Elektroda Ref diletakkan di diantara CZ dan FCZ.
Untuk merekatkan elektroda ke kepala, gunakan pasta ten20, pemasangan yang baik
adalah pada saat elektroda yang sudah diberi pasta ten20 kemudian direkatkan ke
kepala, akan keluar pasta dari lubang elektroda (seperti cacing).
Elektroda yang sering lepas bila pasien bergerak atau kulit pasien berminyak adalah
di titik FP1, FP2, A1, A2, O1, O2 dan OZ, di titik tersebut selain menggunakan pasta
penulis menyarankan menggunakan microtape, micropore, surgicaltape (pilih salah
satu)
Perhatikan setelah memasang elektroda, akan muncul nilai impedansi dilayar
monitor. Bila angka dibawah 5 Kohm berarti pemasangan sudah baik. Atau
dibeberapa mesin digital EEG ada parameter warna, bila berwarna hijau nilai di
bawah 5 Kohm dan bila di atas 5 Kohm berwarna merah. Parameter warna
tergantung dari masing-masing mesin EEG Lakukan langkah diatas sampai semua
elektroda terpasang.
Pada saat perekaman, biasanya pasien dalam kondisi terentang, ganjal kepala pasien
dengan bantal, pergunakan bantal yang nyaman tapi tidak mengganggu elektroda
yang terpasang. Penulis menyarankan gunakan bantal guling kecil (bantal bayi).
Tanyakan ke pasien apakah posisi kepalanya sudah nyaman dan tidak tegang.
Beritahukan juga ke pasien agak tidak terlalu sering berkedip dan
bergerak.Renggangkan rahang pasien, maksudnya antara gigi atas dan gigi bawah
jangan menempel. Semua ini dimaksudkan agar mengurangi artefact yang timbul dari
pasien sendiri.
Setelah semua prosedur diatas dilakukan, lihatlah ke monitor, apakah gelombang
EEG sudah baik (tidak banyak artefact), Bila sudah lakukanlah perekaman.
Dalam awal perekaman perintahkanlah ke pasien agar membuka dan menutup mata,
lakukanlah beberapa kali. Jangan lupa memberikan marker pada saat melakukan
setiap perintah yang kita minta. Biasanya pada mesin EEG sudah terdapat tamplate
marker seperti Eye Open, Eye Close dll. Operator tinggal mengklik saja.
Aktivitas pasien harus selalu dipantau, misalkan saat pasien bergerak atau batuk,
berikanlah marker. Ini memudahkan dokter dalam membaca hasil rekaman. Saat ini
teknologi EEG sudah berkembang, selain menggunakan marker untuk menandai
setiap aktivitas pasien ada juga EEG dengan fasilitas Video recording, jadi saat hasil
EEG dibaca, dokter pembaca dapat melihat langsung aktivitas pasien selama
perekaman bersamaan dengan gelombang EEG.
Untuk jenis mesin EEG lama, operator harus merubah montage tiap beberapa menit,
Biasanya 2 sampai 3 menit perekaman operator harus merubah montage , dari
montage I sampai VIII
Di mesin EEG terbaru operator sudah tidak perlu lagi merubah montage, dikarenakan
pada saat merekam semua montage sudah direkam oleh mesin EEG. Penulis
menyarankan pada saat rekaman gunakanlah montage Referential, contoh : FP1-Ref,
FP2-Ref, F4-Ref dst. Kenapa penulis menyarankan menggunakan montage
Referential? Karena dengan montage referential pada saat ada elektroda yang lepas
atau bed connect dapat langsung terlihat posisi elektroda mana yang bermasalah, jadi
operator dengan mudah dan cepat untuk memperbaikinya.
Saat rekaman, lanjutkan dengan memberikan pertanyaan ringan samapi berat, seperti
Namanya sapa pak / bu?, alamatnya di mana?, no tlp / hpnya berapa?, 22 berapa?
79 berapa?
Untuk pertanyaan perkalian, penjumlahan dan pembagian operator harus tau
kemampuan / pendidikan pasien.
Jangan lupa memberikan marker setiap kita menanyakan sesuatu dan marker juga
setiap jawaban pasien.
Setelah itu lakukan provokasi dengan menggunakan photic, photic adalah lampu
LED atau strobo yang dapat diatur intensitas cahaya dan frequensinya.
Penulis biasanya menggunakan setting 2Hz, 3Hz, 5Hz, 10Hz, 15Hz, 20Hz (mata
tertutup) 20Hz, 15Hz, 10Hz, 5Hz, 3Hz, 2Hz (mata terbuka). Waktu tiap masing-
masing frequensi adalah 10 detik, dan atara frequensi pertama ke berikutnya ada jeda
kosong tanpa cahanya 10 detik. Dan energy cahaya menggunakan 1000 Joule
Contoh :
Frequensi Waktu
2 Hz 10s
0Hz 10s
3Hz 10s
0Hz 10s
5Hz 10s
0Hz 10s
10Hz 10s
0Hz 10s
15Hz 10s
0Hz 10s
20Hz 10s
0Hz 10s
20Hz 10s
0Hz 10s
15Hz 10s
0Hz 10s
10Hz 10s
5Hz 10s
0Hz 10s
3Hz 10s
0Hz 10s
2Hz 10s
Contoh di atas adalah tidak baku, masing-masing Lab EEG akan berbeda setting
photicnya..
Setelah Provokasi photic selesai, lakukan provokasi hiperventilasi, hiperventilasi
adalah bernafas dengan cepat yang dilakukan kurang lebih 3 menit.
Berikan contoh ke pasien sebelum melakukan hiperventilasi. Dengan cara tarik nafas
dari hidung buang melalui mulut, lakukan secara cepat. Hati-hati dalam melakukan
hiperventilasi, bila pasien ada gangguan jantung konsultasikanlah dengan dokter
pembaca atau dokter pengirim.
Setelah porvokasi hiperventilasi, lakukan post hiperventilasi, bernafaslah secara
normal kurang lebih 3 menit.
Setelah semua selesai, usahakan pasien tidur, bila pasien mengantuk diawal rekaman
biarkan pasien tidur kurang lebih 15 menit, kemudian bangunkan. Diharapakan
dokter pembaca dapat melihat aktivitas otak pasien dalam keadaan tidur.
Lama perekaman dari awal sampai akhir kurang lebih 30 sampai 45 menit (masing-
masing lab EEG berbeda, tergantung kebutuhan
4. ECT

SOP ECT (ELECTROCONVULSIVE)

A. PENGERTIAN
ECT (Electroconvulsive) adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan
aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.
Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk memangkitkan kejang grandmall.

B. TUJUAN
1. Mengembalikan fungsi mental klien
2. Meningkatkan ADLs klien secara periodik

C. INDIKASI
1. Klien depresi pada psikosa manik depresi
2. Klien skizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik
3. Klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid, gejala vegetatif)
4. Mania (gangguan bipolar manik)

D. KONTRAINDIKASI
1. Tumor intrakranial, karena dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
2. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
3. Osteoporosis, karena dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
4. Infark Miokardium, karena dapat terjadi henti jantung.
5. Asma bronkial, karena memperberat keadaan penyakit yang diderita.

E. PELAKSANAAN
1. PERSIAPAN ALAT
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tongue spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan NaCl secukupnya
e. Spuit disposible
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator

2. PERSIAPAN KLIEN
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
g. Jika ada tanda ansietas, berikan 5mg diazepam IM 1-2 jam sbelum ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan
antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan
beberapa hari sbelumnya karena beresiko organik.
i. Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum
ECT. Pemberian antikolergenik ini mengembalikan aritmia vagal dan
menurunkan seleksi gastronintestinal

3. PROSEDUR KERJA
a. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan rata
dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut kecuali bagian kepala.
b. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
c. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
d. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dibersihkan dengan alkohol untuk
tempat elektrode menempel.
e. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
cairan NaCl.
f. Klien diminta untuk memubka mulut dan pasang tonguespatel yang dibungkus
kain dimasukkan dan klien diminta menggigit.
g. Rahang bawah (dagu), ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang dengan
dilapisi kain.
h. Persendian (bahu, siku, pinggang, lutut) ditahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang
i. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudian tekan tombol sampai
timer berhenti dan dilepas
j. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat)
k. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma
l. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger
m. Kepala dimiringkan
n. Observasi sampai klien sadar
o. Dokumentasi hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan

Setelah ECT
a. Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi klien stabil
b. Jaga keamanan
c. Bila klien sudah sadar bantu mengembalikan orientasi klien sesuai kebutuhan,
biasanya timbul kebingungan pasca kejang 15-30 menit.

SUMBER: www.slideshare.net/ssptianraha/makalah-terapi-kejang-listrik-ect.

5. PUNKSI LUMBAL

SOP PUNGSI LUMBAL

A. Pengertian
Lumbar puncture (lumbal fungsi) adalah tindakan pemeriksaan cairan sumsum tulang
untuk keperluan diagnostik atau terapi dan pengobatan

B. Tujuan

1. Mengambil cauran cerebrospinal untuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik maupun


kepentingan terapi
2. Untuk mengevaluas kelainan pada dugaan meningtis atau menigoencephalitis
3. Untuk mengevaluas kelainan pada dugaan adanya SAH
4. Untuk mengevaluas kelainan pada tetraparase flaccid yang diduga suatu GBS
5. Untuk mengevaluas kelainan pada dugaan suatu myelitis atau tumor myleum

C. Indikasi

Digunakan untuk mendapatkan cairan serebrospinalis (CSS) dan mengukur tekanan


pembukaan ruang subaraknoid dalam membantu evaluasi serta penanganan pasien dengan
nyeri kepala akut atau gejala-gejala lain pada keadaan berikut:

1. meningitis
2. perdarahan subaraknoid (Subarachnoid Hemorrhage-SAH)
3. meningitis karsinomatosa
4. terkadang untuk sindrom Guillain-Barre
5. terkadang pada kasus ensefalitis

D. Kontra indikasi

1. Pasien yang memerlukan pungsi lumbal dan mengalami salah satu berikut ini harus
melakukan pemeriksaan pencitraan otak terlebih dahulu, yang menunjukkan bahwa
lumbal pungsi aman dilakukan:
1) perubahan status mental
2) papiledema
3) peningkatan tekanan intracranial

2. Infeksi jaringan lunak atau kulit pada vertebra lumbal


3. Adanya massa di medula spinalis atau hematom/abses epidural
4. Pasien koagulopati

E. Komposisi Cairan Cerebrospinalis (CSS)


Perbandingan komposisi normal cairan serebrospinal lumbal dan serum adalah
sebagai berikut (Diagnostic In Neurology, 1991) :

CSS Serum

Osmolaritas 295 mOsm/L 295 mOsm/L

Natrium 138 Mm 138 mM

Klorida 119 mM 102 mM

PH 7,33 7,41 (arterial)

Tekanan 6,31 kPa 25,3 kPa

Glukosa 3,4 mM 5,0 mM

Total Protein 0,35 g/L 70 g/L

Albumin 0,23 g/L 42 g/L

Ig G 0,03 g/L 10 g/L

F. Persiapan

1. persiapan alat
a. alat antiseptik/disinfeksi
1) betadine dan alokohl
2) kapas lidi
3) kapas steril
4) duk lobang
5) sarung tangan steril
b. alat pemeriksaan
1) jarum spinal
2) reagen, none dan pandy
3) tabung reaksi kecil

2. persiapan pasien
salam terpeutik kepada pasien
memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal pungsi meliputi
tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi yang akan dialami dan hal-
hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang diperlukan untuk mengurangi hal-hal
tersebut
meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir kesediaan
dilakukan tindakan lumbal pungsi.
meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan
posisi lateral dekubitus
minta pasien berbaring ke satu sisi, dengan lutut ke dada dan kepala/wahu
melengkung ekarah lutut dsedapat mungkin. Menaruh bantal dibawah kepala
membantu mengurangi puntiran bahu
pastikan bahwa letak vertebra lumbal sejajar dengan pinggir tempat tidur
(pada bayi/anak, atau orang dewasa yang tidak kooperatif perlu minta bantuan
untuk menahan pasien pada psosiis optimal). Bahu atas dan pinggul harus
diatas keseimbangan pantat
pasien yang kooperatif dapat diminta melengkungkan punggung bawahnya,
seperti kucing marah untuk membuka processus spinosus secara optimal

posisi duduk
minta pasien duduk disatu sisi tempat tidur dengan posisi tempat tidur berada di
bawah pertengahan paha pasien dan kaki pasien menyentuh lantai, jikam
memungkinkan
minta pasien melengkungkan tubuhnya ke depan dengan posisi meja didepannya,
tinggi meja harus setinggi bagian aas abdomen pasien. Bantal dapat ditaruh
diatas meja untuk kenyamanan pasien
setelah mengambil posisi, tetapi sebelum persiapan, beri tanda untuk insersi
jarum dengan tekanan kuat dari ujung luer-lock (penghubung) selubung jarum
terhadap kulit (yang akan meninggalkan tanda selama beberapa menit dan
memberikan target yang dapat dilihat)
siapkan area yang luas dengan larutan klorhksidin glukonat dan povidon iodin
pastikan lapangan steril meliputi ruang antara L4/L5 dan L3/L4
gunakan kain steril untuk membatasi area tindakan

3. persiapan lingkungan
Menjaga privasi klien

G. Langkah Kerja

1. Analgesia : gunakan lidokain 1% untuk menghasilkan anestesi lokal


1) suntik area subkutan dengan jarum berdiameter kecil (ukuran 27) dan kemudian
menggunakan jarm berdiameter lebih besar (ukuran 22) untuk infiltrasi jaringan
lunak perspinosa kebawah ke Lig. supraspinale. Memijat area tersebut setelahnya
dengan ibu jari tangan anda akan menyebarkan benjolan kecil dan memungkinkan
penilaian kembali petunjuk penting pada tulang
2. Menilai ruang subaraknoid:
1) taruh ibu jari tangan yang tidak dominan pada processus spinous L4
2) dengan menggunakan tangan yang dominan, masukkan jarum spinal ukuran 20
melalui kulit tepat di kaudal ibu jari. Hati-hati mengarahkan bevel sejajar sumbu
panjang columna spinalis, karena meminimalkan trauma pada serabut dural yang
tersusun longitudinal
3) memasukkan jarum dengan mandrain ditempatnya sampai menemukan tahanan
Lig. Supraspinale. Masukkan terus melalui ligamen maka akan terasa adanya
pengurangan tahanan
4) angkat mandrain (Perhatikan barel jarum unuk melihat aliran balik CSS ketika
memasukkan jarum secara perlahan)

3. Mengukur tekanan pembukaan:


1) saat melihat aliran balik CSS, pasang stopcock tiga jarum pada pangkal jarum
dengan ruang terhubung ke manometer arah vertikal
2) pada posisi lateral dekubitus, minta pasien untuk meluruskan tungkai dan lehernya
secara perlahan
3) tekanan pembukaan ditentukan oleh kolom CSS berhenti naik, biasanya
memerlukan waktu 1-2 menit. Tekanan pembukaan normaladalah 6-20 cm H 2O
pada posisi dekubitus lateral
4. Mengumpulkan CSS
1) kumpulkan CSS 1-2 ml pada setiap tabung berjumlah 4 dengan diberi nomor
2) saat tekanan pembukaan meningkat, snagat baik untuk mengukur tekanan tertutup
5. Mencabut jarum
1) masukkan kembali mandbrain secara menyeluruh pada pangkal jarum
2) memberitahu pasien bahwa ajrum telah dicabut
3) tempelkan kassa pada tempat lumbal pungsi selamam beberapa detik; kemudian
tempelkan dengan pembalut adhesif plastik
6. Menganalisis CSS
1) kencangkan penutup pada tabung CSS untuk mencegah keluarnya cairan
sepanjang perjalanan ke laboratorium
2) tabung nomor 1 : hitung jumlah sel dan diferensiasi
3) tabung nomor 2 : pewarnaan gram dan biakan
4) tabung nomor 3 : protein dan glukosa
5) tabung nomor 4 : ulangi hitung jumlah sel dan diferensiasi
H. Evaluasi Kerja

1. catat hasil dokumentasi


2. kaji respon pasien saat dilakukan tindakan

REFERENSI

Shah, Kaushal. 2013. Prosedur Penting Dalam Kedaruratan. EGC: Jakarta

JUDUL : PENATALAKSANAAN TERAPI NEUROBEHAVIOUR


1. Penatalaksanaan Terapi Kognitif
Terapi kognitif lebih menekankan masa kini daripada masa lalu, meski bukan berarti
mengabaikan masa lalu, karena fokusnya adalah status kognitif masa kini untuk
mengubah hal negatif menjadi positif. Terapi kognitif berusaha untuk menerima masa lalu
klien sebagai bagian dari hidupnya dan mencoba membuat klien menerima masa lalunya,
untuk tetap berusaha melakukan perubahan pada pola pikir masa kini demi mencapai
perubahan di masa yang akan datang. Pelaksanaan terapi kognitif terdiri dari :
Sesi I Tujuan: mengungkap pikiran otomatis
a. Jelaskan tujuan terapi kognitif
b. Identifikasi masalah : what, where, when, who
c. Diskusikan sumber masalah
d. Diskusikan pikiran dan perasaan
e. Catat pikiran otomatis, klasifikasikan dalam distorsi kognitif
Sesi II Tujuan: mencari alasan
a. Review ulang
b. Diskusikan pikiran otomatis
c. Tanya penyebab
d. Beri respon
e. Tanyakan tindakan klien
f. Anjurkan menulis perasaan
g. RTL : hasil tulisan klien akan dibahas
Sesi III Tujuan: memberi tanggapan
a. Diskusikan hasil tulisan
b. Dorong untuk beri pendapat
c. Beri umpan balik
d. Dorong untuk ungkap keinginan
e. Beri persepsi perawat terhadap keinginan
f. Beri reinforcement positif
g. Jelaskan metoda tiga kolom
h. Diskusikan cara menggunakan metoda tiga kolom
i. Anjurkan menuliskan pikiran otomatis dan cara penyelesaiannya
Sesi IV Tujuan: Menuliskan masalah
a. Tanya perasaan saat menulis buku harian
b. Dorong untuk mengomentari tulisan
c. Beri respon dan umpan balik
d. Anjurkan untuk lakukan
e. RTL : hasil tulisan akan didiskusikan
Sesi V Tujuan: Kemampuan menyelesaikan masalah
a. Diskusikan kembali prinsip terapi 3 kolom
b. Tanyakan stressor/masalah baru dan respon penyelesaian
c. Tanyakan kemampuan menanggapi pikiran otomatis negatif
d. Beri reinforcement positif
e. Anjurkan tulis pikiran otomatis dan tanggapan rasional saat menghadapi
masalah
Sesi VI Tujuan: Manfaat dari tanggapan
a. Diskusikan perasaan setelah menggunakan tanggapan rasional
b. Beri umpan balik
c. Diskusikan manfaat tanggapan rasional
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah
e. Tanyakan hambatan yang alami
f. Beri persepsi perawat
g. Diskusikan cara mengatasi hambatan
h. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan
i. Beri reinforcement positif
Sesi VII Tujuan: Mengungkap hasil
a. Diskusikan perasaan setelah menggunakan terapi kognitif
b. Beri reinforcement positif dan pendapat perawat
c. Diskusikan manfaat yang dirasakan
d. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah
e. Beri persepsi terhadap hambatan yang dihadapi
f. Diskusikan hambatan yang dialami dan cara mengatasi
g. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan
h. Beri reinforcement positif
Sesi VIII Tujuan: Membuat catatan harian
a. Tanya apakah selalu mengisi buku harian
b. Beri reinforcement positif
c. Diskusikan manfaat buku harian
d. Anjurkan membuka buku harian bila menghadapi masalah yang sama
e. Tanyakan kesulitan dan diskusikan cara menggunaan yang efektif
Sesi IX Tujuan: Membuat support system
a. Jelaskan kepada keluarga tentang terapi kognitif
b. Libatkan keluarga
c. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang telah dimiliki klien
d. Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan dan menanggapi masalah klien

2. Penatalaksanaan Terapi Perilaku


1. Observational learning
Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi
pembelajaran.
a) Attention to the model.
b) Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)
c) Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
d) Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang
telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).
e) reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour
2. Latihan Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
a) Tidak mampu mengungkapkan emosi baik berupa mengungkapkan rasa marah
atau perasaan tersinggung.
b) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya,
c) Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata Tidak.
d) Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Prosedur:
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk
melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami
hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis,
sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan.
Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan
terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada
terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis,
sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.

3. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian
tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah
laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan,
kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi,
Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya
memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak
diinginkan.
Efek-efek samping:
Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum
boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku
yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada
kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum
karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah,
semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya.

4. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan
akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan
dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip
penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola
tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari
metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan
respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
a) Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan
memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan
muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat,
baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.
Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-
pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan
sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
b) Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah
dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons
berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses
pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk
tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya
itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan
sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif
dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
c) Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang
spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada
umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang
dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam
menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-
tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku
yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul.
Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang
diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat
frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
d) Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-
menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang.
Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung
melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku
yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu.
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena
tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam
jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian
perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan
kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari
pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut.
Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u
tingkah laku yang diinginkan.
e) Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan
tingkah laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-
konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan
mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-
reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan
cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-
situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan
tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui
pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model
amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku
model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka
sebagai pengamat.
f) Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba
lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang
layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda
seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak
istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang
dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil
pekerjaan mereka.

3. Penatalaksanaan Terapi Bermain


1) PERENCANAAN
a Jenis Program Bermain
Mewarnai gambar dengan pensil warna/spidol/pantel pada kertas gambar yang
telah tersedia
b Karakteristik bermain
a. Melatih motorik halus
b. Melatik kesabaran dan ketelitian
c Karakteristik peserta
a. Usia 3 6 tahun
b. Jumlah peserta: 2 4 anak dan didampingi orang tua
c. Keadaan umum mulai membaik
d. Klien dapat duduk
e. Peserta kooperatif
d Metode: Demontrasi
e Alat-alat yang digunakan (Media)
a. Kertas gambar yang siap diwarnai
b. Alat untuk menggambar (Pensil warna/spidol/pantel)
c. Benang
d. Penggaris
e. Alat untuk melubangi kertas (Perforator)
2) STRATEGI PELAKSANAAN
a Persiapan: 5 Menit
Menyiapkan ruangan
Menyiapkan alat
Menyiapkan peserta
b Pembukaan: 5 Menit
Perkenalan dengan anak dan keluarga
Anak yang akan bermain saling berkenalan
Menjelaskan maksud dan tujuan
c Kegiatan: 20 Menit
Anak diminta untuk memilih gambar yang ingin diwarnai yang sudah
tersedia
Kemudian anak dianjurkan untuk mewarnai gambar dengan warna yang
disukai
Setelah selesai mewarnai gambar, anak dibantu untuk melubangi bagian
atas kertas gambar
Dipasang benang sepanjang 10 cm pada bagian atas yang dilubangi
Gantungkan hasil mewarnai gambar di dekat tempat tidur anak
d Penutup: 5 Menit
Memberikan reward pada anak atas hasil karyanya
3) EVALUASI YANG DIHARAPKAN
Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar
yang diwarnai, kemudian digantung
Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
Anak merasa senang
Anak tidak takut lagi dengan perawat
Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermain

4. Penatalaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya
untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan/ tempat, dan waktu.
Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas
(reality testing ability). Klien tidak lagi mengenali tempat, waktu, dan orang-orang di
sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus
terjadinya ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada
aktivitas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di
sekitarnya. Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri
sendiri, orang lain, waktu, dan tempat.
Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai
dengan kenyataan, sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
2. Klien mengenal waktu dengan tepat.
3. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan
waktu. Klien yang mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien halusinasi,
dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain, tempat, dan
waktu.
Tahapan kegiatan :
1) Sesi I : Orientasi Orang
2) Sesi II : Orientasi Tempat
3) Sesi III : Orientasi Waktu

5. Penatalaksanaan Pemberian Psikofarmaka


1. Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental.
2. Psikofarmaka dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :
dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni :

a) Antipsikotika (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang


bekerja sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk
berbagai jenis antipsikosis misal schizofernia dan mania.
b) Antidepresan yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa
terutama digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia
c) Anti-Mania, digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis untuk
suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil
(kleptomania).
d) Anti-Ansietas, digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempunyai
efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.
e) Anti-Insomnia, digunakan untuk pesien yang mengalami gangguan susah tidur
f) Anti-Panik
RESUME NEUROBEHAVIOUR 14
JUDUL : JURNAL NEUROLOGI

a. Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan
untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ) Alzheimer merupakan penyakit
degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian.
Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas
penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk,
2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan,
yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis
proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang
mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini
timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada
usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Sehingga dengan
demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan
penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65
tahun keatas.

b. Etiologi
Belum ada penyebab yang pasti mengenai penyakit ini, namun terdapat beberapa
faktor presdisposisi diantaranya :
1. Faktor genetik
2. Usia
3. Infeksi virus lambat
4. Lingkungan
5. Imunologi
6. Trauma

c.Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.

Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat


neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan
biokimia pada neuron neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang
pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular
yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein tau. Dalam SSP,
protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda
yang sekelilingnya masing masing terluka. Dengan kolapsnya system transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya
diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta
adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat
pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen
lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut
akhirnya bercampur dengan sel sel glia yang akhirnya membentuk fibril fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron
yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga
mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga
mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia
kelainan pada otak

d. Manifestasi klinis
Manifestasi/ gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer
diantaranya :
1. Kehilangan daya ingat/memori
2. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
3. Kesulitan berbahasa.
4. Kesulitan tidur
5. Disorientasi waktu dan tempat
6. Penurunan kemampuan dalam memutuskan sesuatu
7. Emosi labil
8. Apatis
9. Tonus otot / kekakuan otot
10. Ketidakmampuan mendeteksi bahaya
f. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer
diantaranya :
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Kematian
g. Penatalaksanaan medis
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.

Pengobatan simptomatik:

1) Inhibitor kolinesterase
- Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral
- Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
- Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama
pemberian berlangsung
- ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, HCl, dan nafsu makan.

2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent
enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan
kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama
periode yang sama.

3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg
pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.

4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan
noradrenergik kortikal.
- Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
- Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
- Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif

5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
- Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol
1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
- Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)

6) Acetyl L-Carnitine (ALC)


Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan
enzyme ALC transferase.
- Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
- Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
- Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif
(Yulfran, 2000)

h. Pemeriksaan Diganostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut :
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan :

atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik
tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :


1) Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang
berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan
beratnya demensia.

2) Senile plaque (SP)


Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid
prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.
Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada
jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik.
Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.

3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit
alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada
neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia
nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert,
dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus
raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.

4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser
nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan
SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak

5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal,
gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis,
temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit
alzheimer.

b. Pemeriksaan Neuropsikologik

Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya
gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh
beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi,
kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa

Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting


karena :

1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan
kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal,
faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia
karena berbagai penyebab.

c. CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi
perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.

CT Scan :
Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan
beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental

MRI :
peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior
horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna
basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan
penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang
non spesifik

PET (Positron Emission Tomography)


Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
penurunan aliran darah
metabolisme O2
glukosa didaerah serebral

SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif.
Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan
laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)

Penatalaksanaan Terapi Kognitif


Terapi kognitif lebih menekankan masa kini daripada masa lalu, meski bukan berarti
mengabaikan masa lalu, karena fokusnya adalah status kognitif masa kini untuk
mengubah hal negatif menjadi positif. Terapi kognitif berusaha untuk menerima masa lalu
klien sebagai bagian dari hidupnya dan mencoba membuat klien menerima masa lalunya,
untuk tetap berusaha melakukan perubahan pada pola pikir masa kini demi mencapai
perubahan di masa yang akan datang. Pelaksanaan terapi kognitif terdiri daris:
Sesi I Tujuan: mengungkap pikiran otomatis
f. Jelaskan tujuan terapi kognitif
g. Identifikasi masalah : what, where, when, who
h. Diskusikan sumber masalah
i. Diskusikan pikiran dan perasaan
j. Catat pikiran otomatis, klasifikasikan dalam distorsi kognitif
Sesi II Tujuan: mencari alasan
h. Review ulang
i. Diskusikan pikiran otomatis
j. Tanya penyebab
k. Beri respon
l. Tanyakan tindakan klien
m. Anjurkan menulis perasaan
n. RTL : hasil tulisan klien akan dibahas
Sesi III Tujuan: memberi tanggapan
j. Diskusikan hasil tulisan
k. Dorong untuk beri pendapat
l. Beri umpan balik
m. Dorong untuk ungkap keinginan
n. Beri persepsi perawat terhadap keinginan
o. Beri reinforcement positif
p. Jelaskan metoda tiga kolom
q. Diskusikan cara menggunakan metoda tiga kolom
r. Anjurkan menuliskan pikiran otomatis dan cara penyelesaiannya
Sesi IV Tujuan: Menuliskan masalah
f. Tanya perasaan saat menulis buku harian
g. Dorong untuk mengomentari tulisan
h. Beri respon dan umpan balik
i. Anjurkan untuk lakukan
j. RTL : hasil tulisan akan didiskusikan
Sesi V Tujuan: Kemampuan menyelesaikan masalah
f. Diskusikan kembali prinsip terapi 3 kolom
g. Tanyakan stressor/masalah baru dan respon penyelesaian
h. Tanyakan kemampuan menanggapi pikiran otomatis negatif
i. Beri reinforcement positif
j. Anjurkan tulis pikiran otomatis dan tanggapan rasional saat menghadapi
masalah
Sesi VI Tujuan: Manfaat dari tanggapan
j. Diskusikan perasaan setelah menggunakan tanggapan rasional
k. Beri umpan balik
l. Diskusikan manfaat tanggapan rasional
m. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah
n. Tanyakan hambatan yang alami
o. Beri persepsi perawat
p. Diskusikan cara mengatasi hambatan
q. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan
r. Beri reinforcement positif
Sesi VII Tujuan: Mengungkap hasil
i. Diskusikan perasaan setelah menggunakan terapi kognitif
j. Beri reinforcement positif dan pendapat perawat
k. Diskusikan manfaat yang dirasakan
l. Tanyakan apakah dapat menyelesaikan masalah
m. Beri persepsi terhadap hambatan yang dihadapi
n. Diskusikan hambatan yang dialami dan cara mengatasi
o. Anjurkan untuk mengatasi sesuai kemampuan
p. Beri reinforcement positif
Sesi VIII Tujuan: Membuat catatan harian
f. Tanya apakah selalu mengisi buku harian
g. Beri reinforcement positif
h. Diskusikan manfaat buku harian
i. Anjurkan membuka buku harian bila menghadapi masalah yang sama
j. Tanyakan kesulitan dan diskusikan cara menggunaan yang efektif
Sesi IX Tujuan: Membuat support system
e. Jelaskan kepada keluarga tentang terapi kognitif
f. Libatkan keluarga
g. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang telah dimiliki klien
h. Anjurkan keluarga untuk siap mendengarkan dan menanggapi masalah klien

6. Penatalaksanaan Terapi Perilaku


5. Observational learning
Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi
pembelajaran.
f) Attention to the model.
g) Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)
h) Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
i) Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang
telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).
j) reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behavior

6. Latihan Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
e) Tidak mampu mengungkapkan emosi baik berupa mengungkapkan rasa marah
atau perasaan tersinggung.
f) Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya,
g) Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata Tidak.
h) Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Prosedur:
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran.
Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk
melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami
hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara Terapinya:
Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis,
sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan.
Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan
terapis memainkan peran sebagai atasan.Klien boleh memberikan pengarahan kepada
terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis,
sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.

7. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian
tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah
laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.Terapi ini mencakup gangguan,
kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi,
Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya
memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak
diinginkan.
Efek-efek samping:
Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum
boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir. Jika tidak ada tingkah laku
yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada
kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang
berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, Mis; Seorang anak yang dihukum
karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah,
semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya.
8. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri
organisme aktif.Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan
akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam
kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan
dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas
kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip
penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola
tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari
metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan
respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
g) Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan
memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan
muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat,
baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.
Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis.
Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-
pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan
sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
h) Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah
dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan
secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons
berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam
perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses
pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk
tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya
itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan
sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif
dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
i) Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang
spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada
umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang
dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam
menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-
tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku
yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul.
Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang
diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat
frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
j) Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-
menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang.
Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung
melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku
yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu.
Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena
tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam
jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian
perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan
kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari
pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut.
Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u
tingkah laku yang diinginkan.
k) Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan
tingkah laku sang model. Bandura (1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa
diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak
langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-
konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan
mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-
reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan
cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-
situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan
tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui
pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model
amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku
model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka
sebagai pengamat.
l) Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba
lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang
layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda
seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak
istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang
dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil
pekerjaan mereka.

7. Penatalaksanaan Terapi Bermain


4) PERENCANAAN
f Jenis Program Bermain
Mewarnai gambar dengan pensil warna/spidol/pantel pada kertas gambar yang
telah tersedia
g Karakteristik bermain
a. Melatih motorik halus
b. Melatik kesabaran dan ketelitian
h Karakteristik peserta
a. Usia 3 6 tahun
b. Jumlah peserta: 2 4 anak dan didampingi orang tua
c. Keadaan umum mulai membaik
d. Klien dapat duduk
e. Peserta kooperatif
i Metode: Demontrasi
j Alat-alat yang digunakan (Media)
a. Kertas gambar yang siap diwarnai
b. Alat untuk menggambar (Pensil warna/spidol/pantel)
c. Benang
d. Penggaris
e. Alat untuk melubangi kertas (Perforator)
5) STRATEGI PELAKSANAAN
e Persiapan: 5 Menit
Menyiapkan ruangan
Menyiapkan alat
Menyiapkan peserta
f Pembukaan: 5 Menit
Perkenalan dengan anak dan keluarga
Anak yang akan bermain saling berkenalan
Menjelaskan maksud dan tujuan
g Kegiatan: 20 Menit
Anak diminta untuk memilih gambar yang ingin diwarnai yang sudah
tersedia
Kemudian anak dianjurkan untuk mewarnai gambar dengan warna yang
disukai
Setelah selesai mewarnai gambar, anak dibantu untuk melubangi bagian
atas kertas gambar
Dipasang benang sepanjang 10 cm pada bagian atas yang dilubangi
Gantungkan hasil mewarnai gambar di dekat tempat tidur anak
h Penutup: 5 Menit
Memberikan reward pada anak atas hasil karyanya
6) EVALUASI YANG DIHARAPKAN
Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu gambar
yang diwarnai, kemudian digantung
Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
Anak merasa senang
Anak tidak takut lagi dengan perawat
Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas bermain

8. Penatalaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya
untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain,
lingkungan/ tempat, dan waktu.
Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas
(reality testing ability).Klien tidak lagi mengenali tempat, waktu, dan orang-orang di
sekitarnya.Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus
terjadinya ansietas pada klien.Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada
aktivitas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di
sekitarnya.Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri
sendiri, orang lain, waktu, dan tempat.
Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai
dengan kenyataan, sedangkan tujuan khususnya adalah:
1. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
2. Klien mengenal waktu dengan tepat.
3. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan
waktu.Klien yang mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien halusinasi,
dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mngenal orang lain, tempat, dan
waktu.
Tahapan kegiatan :
1) Sesi I : Orientasi Orang
2) Sesi II : Orientasi Tempat
3) Sesi III : Orientasi Waktu

9. Penatalaksanaan Pemberian Psikofarmaka


3. Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan
mental.
4. Psikofarmaka dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :
dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yakni :

g) Antipsikotika (dahulu disebut neuroleptika atau major tranquilizer) yang


bekerja sebagai antipsikosis dan sedatif. Obat ini digunakan khusus untuk
berbagai jenis antipsikosis misal schizofernia dan mania.
h) Antidepresan yang berdaya memperbaiki suasana murung dan putus asa
terutama digunakan pada keadaan depresi, panik dan fobia

i) Anti-Mania, digunakan untuk mengendalikan kecenderungan patologis untuk


suatu aktivitas tertentu, yang tidak dapat dikendalikan, misalnya mengutil
(kleptomania).
j) Anti-Ansietas, digunakan untuk mengatasi kecemasan dan juga mempunyai
efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.
k) Anti-Insomnia, digunakan untuk pesien yang mengalami gangguan susah tidur
l) Anti-Panik

10. Penatalaksanaan Management Halusinasi dan Waham


MANAGEMENT HALUSINASI DAN WAHAM

Halusinasi

A. PENGERTIAN

Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak
sesuai dengan kenyataan ( Sheila L Vidheak, 2001 : 298 ).
Halisinasi adalah sensori yang timbul berdasarkan pada stimulus internal yang
tidak sesuai kenyataan ( Ruth F. Cvaven, 2002 ; 1179 ).
Halusinasi adalah penginderaan tanpa sumber rangsangan eksternal ( Vavold I.
Koplen, 1998 : 267 ).

B. KLASIFIKASI

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang,


biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran


cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks.Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat.Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan


menjijikkan.

f. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir


melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

C. ETIOLOGI

1. Faktor Predisposisi
Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan
dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.
D.PATOFISIOLOGI
1. Tahap I
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara murni halusinasi merupakan suatu
kesenangan.
a. Karakteristik
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan, mencoba berfokos pada
fikiran yang dapat menghilangkan ansietas, dan pikiran pengalaman sensori masih
ada dalam control kesadaran (non psikotik).
b. Perilaku Klien
Tersenyum, tertawa sendiri, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi.
a. Karakteristik
Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori
tersebut, mulai merasa kehilangan control dan menarik diri dari orang lain ( non
psikotik ).

b. Perilaku Klien
Terjadi denyut jantung, pernafasan dan tekana darah, perhatian pada lingkungan
berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dengan realitas.
3. Tahap III
Mengontrol tingkat kecemasan berat dan pengalaman tidak dapat ditolak.
a. Karakteristik
Klien menyerah dan menerima pengalama sensorinya ( halusinasi ), isi halusinasinya
menjadi aktaktif dan kesepian bila pengalaman sensori berakhir ( psikotik ).
b. Perilaku Klien
Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain. Perharian terhadap
lingkungan berkurang, hanya beberapa detik dan tidak mampu mengikuti perintah
dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik.

a. Karakteriastik
Pengalaman sensori menjadi pengancam dan halusinasi dapat berlangsung
selama beberapa jam / hari.
b. Perilaku Klien
Perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau katatonik, tidak mampu
berespon terhadap lingkungan.
( Tim Keperawatan Jiwa FIK UI ; dikutip oleh Rasmun ; 2001 ; 24 ).
E.MANIFESTASI KLINIS
1. Bicara, senyum, dan tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium, dan merasa sesuatu tidak
nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga.
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
12. Muka merah dan kadang pucat.
13. Ekspresi wajah tenang.
14.Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat, dan banyak keringat. ( Mary C. Townsend,
1998 : 98 103 ).
F.PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Psikofarmakologis
Berikut beberapa obat dengan kelas kimia dan nama generik (dagang) beseerta dosis
hariannya :

Fenotiazin Asetofenazin (Tindal) 30-800 mg


Klorpromazin (Thorazine) 1-40 mg
Flufenazine (Prolixine, Permitil) 30-400 mg
Mesoridazin (Serentil) 12-64 mg
Perfenazin (Trilafon) 15-150 mg
Proklorperazin (Compazine) 40-1200 mg
Promazin (Sparine) 150-800mg
Tioridazin (Mellaril) 2-40 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 60-120 mg
Trifluopromazin (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane) 75-600 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

Pada pemberiannya, obat dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran,
dinaikkan dosis tiap 2 minggu dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai dosis
(stabilisasi) , kemudian diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis
pemeliharaan. Dipertahankan 6 bulan 2 tahun (diselingi masa bebas obat 1 2 hari /
minggu).Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2 4 minggu dan dihentikan.
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi aktivitas kelompok (TAK).
G. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI

Faktor Predisposisi
Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi,
yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh.
Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut :

a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosikultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child)
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase
(DMP).Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia
cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi

Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu
faktor biologis, faktor stress lingkungan, dan faktor sumber koping. Adapun penjelasan yang
lebih detail dari masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut ini :

a. Faktor Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Faktor Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Faktor Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

1. Pikiran logis
ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat
proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian
(attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada didalam maupun diluar
dirinya
3. Emosi konsisten
manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen
fisiologi dan biasanya berlangsung tidak lama
4. Perilaku sesuai
perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat
diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan social harmonis
hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar indivi dan individu, individu dan
kelompok dalam bentuk kerjasama

6. Proses piker kadang terganggu (ilusi)


menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi
gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudia diinterpretasi sesuai dengan
kejadian yang telah dialami sebelumnya
7. Emosi berlebihan atau kurang
menifestasi perasaan atau afek luar berlebihan atau kurang
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa
perilaku individu berubah tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak
diterima oleh norma-norma social atau budaya umum yang berlaku .
9. Perilaku aneh atau tidak biasa
Perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak
diterima oleh norma-norma social atau budaya umum yang berlaku .
10. Menarik diri
Percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain
11. Isolasi social
Menghindari dan dihindari oleh lingkungan social dalam berinteraksi .

PENENTUAN DIAGNOSA

(Dipakai salah satu dari NANDA International / LINDA JUAL CARPENITO) bisa DS
& DO tapi berdasarkan Teori diatas

BATASAN KARAKTERISTIK (NANDA INTERNATIONAL)


BATASAN KARAKTERISTIK
Konsentrasi kurang
Penyimpangan pendengaran
Selalu berubah responnya darri rangsangan
Kegelisahan
Mudah tersinggung
Perubahan pola perilaku
Perubahan pola komunikasih
NOC
Kognitif orientasi
Komunitatif reseptive ability
Distorted throught control
Hearing compensation behavior

NIC
Pengelolaan halusinasi (hallucination managemen)
Dukungan keamanan,kenyamanan,orientasi realita,dari pengalaman halusinasi pasien
Aktifitas
1. Bangun hubungan saling percaya
2. Monitor dan atur tingkat aktifitas dan stimulasi dari lingkungana
3. Pemeliharaan lingkungan yang aman
4. Sediakan tingkat pengawasasan pasien
5. Catat tingkah laku paasien yang mengindikasikan halusinasi.

TANDA MAYOR (Linda Jual C)


Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia.

TANDA MINOR (Linda Jual C)


Halusinasi pendengaran merupakan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi,
psikosa mania depresif dan syndroma otak organic

H. TAHAPAN HALUSINASI

a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakan
ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
I. RENTANG RESPON

Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.

a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului
oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam
maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai
banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu diotak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau berbudaya umum
yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu
tidak ada.

J. PERUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Diagnosa Keperawatan Tunggal (Single Diagnosis)
Halusinasi Pendengaran

b. Diagnosa Keperawatan Ganda (Double Diagnosis) : P b/d E berdasarkan pohon masalah

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

TUM : Klien mampu mengontrol halusinasinya

TUK :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat

Intervensi :

- Sapa klien dengan ramah

- Perkenalkan diri dengan sopan

- Jelaskan tujuan pertemuan

- Tunjukkan sikap emapati dengan menerima klien apa adanya dan beri perhatian

2. Klien dapat mengenal halusinasinya

KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien meyebutkan (isi, waktu, frekuensi, situasi,
kondisi yang menimbulkan halusinasi)

Intervensi :

- Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

- Observasi tingkah laku klien sesuai dengan halusinasinya

- Bantu klien mengenal halusinasinya

- Diskusikan dengan klien tentang frekuensi dan waktu halusinasi


- Kaji respon klien saat terjadi halusinasi

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya

KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien meyebutkan tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.

Intervensi :

- Identifikasi cara yang selama ini dilakukan saat terjadi halusinasi

- Diskusikan manfaat cara tersebut

- Diskusikan cara baru untuk mengendalikan halusinasi (menghardik, bercakap cakap dengan
orang lain, melakukan aktivitas, minum ibat teratur)

- Beri kesempatan untuk melakukan cara tersebut saat halusinasinya timbul

4. Klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya

KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan keluarga dapat meyebutkan pengertian, tanda dan
gejala, serta proses terjadinya halusinasi.

Intervensi :

- Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan

- Diskusikan dengan keluarga tentang :

Pengertian halusinasi

Tanda dan Gejala halusinasi

Cara yang dapat dilakukan untuk memutus halusiansi

Proses terjadi halusinasi

Obat-obat untuk halusinasi

Cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi


Berikan informasi waktu control

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan benar

KH : Setelah dilakukan ....x pertemuan klien dapat mengerti obat yang perlu diminum

Intervensi :

- Diskusikan frekuensi, dosis, dan manfaat obat

- Anjurkan minum obat

- Diskusikan efek bila menghentikan obat tanpa konsultasi

- Jelaskan 5 tepat dalam penggunaan obat

SKENARIO
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
- Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
- Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara


mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik
halusinasi

ORIENTASI:
Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan UNDIP yang akan merawat bapak Nama
Saya nurhakim yudhi wibowo, senang dipanggil yudi. Nama bapak siapa?Bapak Senang
dipanggil apa
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini
Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit
KERJA:
Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?
Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D dengar
suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada
waktu sendiri?
Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?
Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga,
melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya
tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus
bapak D sudah bisa
TERMINASI:
Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi? Kalau suara-suara itu muncul lagi,
silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa
lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya
Baiklah, sampai jumpa.

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:


bercakap-cakap dengan orang lain

Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus
! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?
Kerja:
Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; tolong,
saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang dengar suara-suara.
Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali
lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!
Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang bapak
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta
sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan


aktivitas terjadwal

Orientasi: Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi
yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.
Kerja: Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari
kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan.
Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak
Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang
makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam
berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Orientasi:
Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah jadwal kegiatannya
sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?
Kerja:
bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak minum ? (Perawat
menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan
jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam
nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak
boleh diberhentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta
ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan
ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar
punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan
obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum
10 gelas per hari

Terminasi:
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari
kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya
minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang.
Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.
Waham
A. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah.Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien.Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti
adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan
aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai
dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu
dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan
kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum. (Tim Keperawatan
PSIK FK UNSRI, 2005).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)

B. Tanda dan Gejala :


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
2. kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan
3. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
4. Curiga
5. Bermusuhan
6. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
7. Takut, sangat waspada
8. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
9. Ekspresi wajah tegang
10. Mudah tersinggung

C. Macam macam waham yaitu :


1. Waham agama: percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan supranatural atau alat
supranatural
2. Waham somatik: percaya adanya gangguan pada bagian tubuh
3. Waham kebesaran: percaya memiliki kehebatan atau kekuatan luar biasa
4. Waham curiga: kecurigaan yang berlebihan atau irasional dan tidak percaya dengan
orang lain
5. Siar pikir: percaya bahwa pikirannya disiarkan ke dunia luar
6. Sisip pikir: percaya ada pikiran orang lain yang masuk dalam pikirannya
7. Kontrol pikir: merasa perilakunya dikendalikan oleh pikiran orang lain

D. RENTANG RESPON WAHAM


Respon Adaptif <-----------------------------------> Respon Maladaptif
Pikiran Logis Distorsi Pikiran Gangguan Pikiran
1.Persepsi Kuat 1.Ilusi 1. Sulit Berespon
2. Emosi Konsisten 2.Reaksi Emosi 2. Emosi
Dengan Pengalaman Berlebihan 3. Perilaku kacau
3. Perilaku Sesuai
4. Berhubungan Sesuai

E. Penyebab
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan
konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri.Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi)
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien akan mengakhiri kehidupannya. ( Budi Anna Keliat, 1999)

F. POHON MASALAH

Resiko ----- Resiko Perilaku Kekerasan

CP ---------- Perubahan proses pikir: waham

Etiologi ---- Gangguan konsep diri: harga diri rendah


G. Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai
H. Proses Berpikir
Proses berpikir itu meliputi proses pertimbangan (judgment), pemahaman
(comprehension), ingatan serta penalaran (reasoning). Proses berpikir yang
normal mengandung arus idea, symbol dan asosiasi yang terarah kepada tujuan dan
yang dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan kepada
suatu penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.
Berbagai macam factor mempengaruhi proses berpikir itu, umpamanya factor
somatic (gangguan otak, kelelahan), factor psikologik (gangguan emosi, psikosa) dan
factor social (kegaduhan dan keadaan sosial yang lain) yang sangat mempengaruhi
perhatian atau konsentrasi si individu. Kita dapat membedakan tiga aspek proses
berpikir yaitu: bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikiran, ditambah dengan
pertimbangan.
Gangguan bentuk pikiran, Dalam kategori ganggauan bentuk pikiran termasuk semua
penyimpangan dari pemikiran rasional, logik, dan terarah kepada tujuan.
1. Dereisme atau pikiran dereistik, titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi
antara proses mental individu dan pengalamannya yang sedang berjalan. Proses
mentalnya tidak sesuai dengan atau tidak mengikuti kenyataan, logika, atau
pengalaman. Umpamanya seorang kepala kantor pemerintah pernah mengatakan,
Seorang pegawai negeri dan seorang warga negara yang baik harus kebal korupsi,
biarpun gajinya tidak cukup, biarpun keluarganya menderita; bila tidak tahan silakan
keluar, atau seorang lain lagi, Kita harus memberantas perjudian dan pelacuran,
karena hal-hal itu merupakan exploitation de Ihome parr Ihome; adalah homo
homini lupus adalah machiavellisme; karena itu kita harus mengikis habis segala
bentuknya, tanpa kecuali.
2. Pikiran otistik; menandakan bahwa penyebab distorsi arus asosiasi ialah dari dalam
pasien itu sendiri dalam bentuk lamunan, fantasi, waham atau halusinasi. Cara
berpikir seperti ini hanya akan memuaskan keinginannya yang tak terpenuhi tanpa
memperdulikan keadaan sekitarnya; hidup dalam alam pikirannya sendiri. Kadang-
kadang istilah ini dipakai juga untuk pikiran dereistik.
3. Bentuk pikiran yang non-realistik: bentuk pikiran yang sama sekali tidak
berdasarkan kenyataan, umapamanya: menyelidiki sesuatu yang spektakuler dan
revolusioner bila ditemui; mengambil kesimpulan yang aneh serta tidak masuk akal
(merupakan gejala yang menonjol pada skizoprenia hebefrenik di samping tingkah
laku kekanak-kanakan). Dibedakan dari pikiran dereistik dan otistik tapi kadang-
kadang ketiga gangguan bentuk pikiran ini dijadikan satu dengan salah satu istilah itu.
I. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir : waham
Data Subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain,
lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas,
ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

Intervensi Keperawatan :
1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan
waham.
Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.Rasional : Hubungan saling
percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan
klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran
jangan tinggalkan klien sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.


Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari
pada hanya memikirkannya.
Tindakan :
Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang
realistis.
Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan
dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham
tidak ada.Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat
dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien
tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman.
Tindakan :
Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah
sakit (rasa sakit, cemas, marah).
Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari
pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada.
Tindakan :
Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses
penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat.
Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis,
cara dan waktu).
Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses
penyembuhan klien.
Tindakan:
Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
SKENARIO

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) WAHAM

Masalah Utama : Gangguan Proses Pikir : Waham

A. PROSES KEPERAWATAN
Tanda dan gejala :

1. Memperlihatkan permusuhan

2. Mendekati orang lain dengan ancaman.

3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

4. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan

5. Mempunyai rencana untuk melukai

Diagnosa keperawatan:Gangguan Proses Pikir : Waham : Waham Kebesaran & Agama

B.Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar

SP 1.Membina hubungan saling percaya ; mengidentifikasi kebutuhan yang


tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan ; mempraktekkan pemenuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi

A. TAHAP ORIENTASI
Sapa klien, ucapkan salam. Selamat pagi Bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES
HANG TUAH SURABAYA yang akan merawat Bapak, Nama Saya Eny. Nama Bapak
siapa? Bapak Senang dipanggil siapa
Tanya kabar dan keluhan klien.Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa keluhan
Bapak saat ini
Kontrak waktu.
Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?
Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau 15 menit?
Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?
B. TAHAP KERJA
Bina hubungan saling percaya.
Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang Nabi, tapi sulit bagi saya
untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita
lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus pak?
Tampaknya pak R gelisa sekali, bias pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R
rasakan?
Oooo, jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak
untuk mengatur diri pak R sendiri?
Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak R?
Jadi teman pak R yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga adik pak R yang lain?
Kalau pak R sendiri inginnya seperti apa?
Ooo, Bagus pak R sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.
Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak R.
Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar rumah sakit
karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?

C. TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?
Apa saja tadi yang telah kita bicarakan?Bagus.
Bagaimana kalau jadwal ini pak R coba lakukan, setuju pak?
Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.
Saya akan datang kembali dua jam lagi.
Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah pak R miliki?
Bapak mau kita berbincang-bincang dimana?Bagaimana kalau disini saja pak R?

SP 2 : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya

A. TAHAP ORIENTASI
Sapa klien, ucapkan salam.
Tanya kabar dan keluhan klien.
Kontrak waktu.
Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus
Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran pak R?
Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?
Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?
Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau 20 menit?

B. TAHAP KERJA
Tanpa mengulangi tahap-tahap awal di sp 1 langsung dilanjut untuk mengajarkan cara ke
2
Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?
Wah, rupanya pak R pandai main suling ya.
Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang
dulu mengajarkannya kepada pak R, dimana?
Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bermain suling yang baik itu.
Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan pak R
ini.Berapa kali sehari/seminggu pak R mau bermain suling?
Apa yang pak R harapkan dari kemampuan bermain suling ini?
Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain selain bermain suling?

C. TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan
kemampuan pak R?
Setelah ini coba pak R lakukan latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah
kita buat ya?
Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.
Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju
pak?
Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minimum, setuju?

SP 3 : Mengajarkan dan Berlatih Cara Minum Obat

A. TAHAP ORIENTASI
Sapa klien, ucapkan salam.
Tanya kabar dan keluhan klien.
Kontrak waktu.
Assalamualaikum pak R.
Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.
Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak
R
minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?
Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit
saja?

B. TAHAP KERJA
Evaluasi dan lanjutkan tindakan dari SP sebelumnya
Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?
Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.
Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar
tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini
namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali
sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.
Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu
mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.
Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar
nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa
saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!
Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum
dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter.

C. TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti
saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!
Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!Pak besok kita ketemu
lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?Sampai besok ya
pak.
JURNAL MENINGITIS

PENGARUH VAKSIN TERHADAP MENINGITIS

Tiga bakteri-Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Neisseria meningitis-


akun untuk meningitis bakteri yang paling akut. Pengukuran efek vaksin protein-polisakarida
konjugat yang paling dapat diandalkan untuk H influenzae meningitis karena satu serotipe
dan satu rekening kelompok usia lebih dari 90% kasus dan kejadian yang telah terbaik diukur
di negara-negara berpenghasilan tinggi di mana vaksin ini telah digunakan terpanjang.
Pneumokokus dan meningokokus meningitis disebabkan oleh beragam serotipe dan memiliki
distribusi usia yang luas; pengukuran insiden rumit oleh epidemi dan kelangkaan
pengawasan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah. penghapusan dekat dari H
influenzae meningitis telah didokumentasikan setelah pengenalan vaksin. Meskipun lebih
dari 90% pengurangan pada penyakit disebabkan serotipe vaksin. Penghapusan dekat dari
serogrup C meningitis meningokokus telah didokumentasikan di beberapa negara-negara
berpenghasilan tinggi.

PERKENALAN

Pencegahan primer dari meningitis adalah yang terpenting, karena kematian dan jangka
panjang menonaktifkan gejala sisa yang substansial dalam semua pengaturan, terutama
mereka dengan sedikit akses ke perawatan kesehatan. Berpendapatan rendah dan menengah
negara untuk 98% dari estimasi 5 6 juta ketidakmampuan mencapai usia hidup yang
dikaitkan dengan meningitis global dan meningitis bakteri peringkat di antara sepuluh
penyebab kematian pada anak-anak yang lebih muda dari 14 tahun di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Beberapa vaksin relevan dengan pencegahan meningitis bakteri di
seluruh dunia, seperti vaksin BCG untuk pencegahan meningitis TB, tetapi dalam ulasan ini,
kami fokus pada tiga penyebab paling umum dari meningitis bakteri akut: Haemophilus infl
uenzae, Streptococcus pneumoniae, dan Neisseria meningitidis . Kami membandingkan pola
meningitis disebabkan tiga patogen ini, isu kunci untuk pengukuran beban penyakit dan efek
vaksin, dan peran masa depan vaksin dalam pencegahan meningitis bakteri akut.

BAKTERI PENYEBAB SEBELUM KETERSEDIAAN VAKSIN

H influenzae, S pneumoniae, dan N meningitis adalah penyebab utama dari meningitis


bakteri, namun kontribusi diff relatif mereka ers dari waktu ke waktu, oleh lokasi, dan
menurut kelompok umur. Sebelum vaksin tersedia, H influenzae merupakan penyebab paling
umum dari meningitis bakteri di Amerika Serikat, diikuti oleh S pneumoniae, sedangkan di
Eropa N meningitidis adalah yang paling umum di Inggris, dan H influenzae di Skandinavia.
Di negara-negara berpenghasilan tinggi, Streptococcus agalactiae dan Listeria
monocytogenes adalah penyebab besar lainnya. Di Afrika, wabah penyakit meningokokus
terjadi dalam suatu lingkungan yang didefinisikan wilayah-orang belt.7 meningitis di daerah
ini, bahkan dalam periode interepidemic, kejadian semua penyebab meningitis bakteri adalah
15 kali lebih besar daripada di Amerika Serikat pada 1986.3,8 Kedua within8 dan outside9
negara meningitis-belt, bayi memiliki insiden tertinggi meningitis bakteri, terutama
disebabkan oleh H influenzae.

Penyebab penting lainnya dari meningitis di negara-negara berpenghasilan rendah


Enterobacteriaceae (terutama non-tipoid spesies salmonella) pada anak-anak di sub-Sahara
Afrika dan Streptococcus pada orang dewasa di Asia tenggara. H influenzae, S pneumoniae,
dan N meningitidis memiliki beberapa persamaan dan perbedaan-perbedaan diff (tabel 1).
Kesamaan dengan implikasi penting untuk pengembangan vaksin termasuk yang sebagian
besar atau seluruhnya patogen manusia, memiliki sebuah kapsul polisakarida yang
merupakan penentu utama virulensi, dan bahwa jenis kapsul yang terkait dengan meningitis
adalah hanya sebagian kecil dari mereka yang menjajah nasofaring.

Dalam kasus H influenzae, sebelum imunisasi satu kapsul serotipe (H infl uenzae tipe b-Hib)
disebabkan hampir semua kasus dan usia-berbagai kasus sebagian besar terbatas pada anak-
anak muda dari 5 tahun. potensial wabah terbesar untuk N meningitidis, yang telah
menyebabkan epidemi biasa di sub-Sahara Afrika. epidemi ini disebabkan terutama untuk
serogrup A meningokokus, tetapi wabah disebabkan serogrup C dan, dalam 10 tahun terakhir,
serogrup W135 dan X telah didokumentasikan. Di negara-negara berpenghasilan tinggi,
tingkat populasi tahan lama wabah serogrup A penyakit meningokokus sebagian besar
sejarah, tetapi dalam 30 tahun terakhir wabah serogrup B telah terjadi di Norwegia dan
Selandia Baru. Wabah dapat menyebar di dalam rumah tangga dan pusat-pusat penitipan
anak, namun belum dikaitkan dengan epidemi.

PENGUKURAN BEBAN PENYAKIT SEBELUM DAN SESUDAH VAKSINASI

Beban penyakit dari meningitis bakteri termasuk jumlah kasus, kematian, dan kecacatan pada
korban dan merupakan fungsi dari insiden usia tertentu, akses ke pengobatan yang efektif,
virulensi patogen, dan tuan rumah respon imun. tanggapan tersebut terkait baik dengan usia
dan status kekebalan, yang dapat dikompromikan oleh gangguan seperti infeksi HIV, dan,
untuk meningitis pneumokokus, oleh sel sabit disease. Pengukuran optimum beban penyakit
memerlukan kation identifi dari semua kasus dalam didefinisikan populasi. Identifikasi
memerlukan akses kasus untuk perawatan di rumah sakit, kriteria ned baik defi untuk
melakukan pungsi lumbal, penanganan yang tepat dari spesimen, dan akses ke teknik
laboratorium yang sesuai, yang semuanya langka di berpenghasilan rendah dan pengaturan
menengah.

Untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, perkiraan minimal kejadian telah
diringkas oleh beban global studi penyakit, dan oleh studi spesifik pneumokokus dan
penyakit yang termasuk meningitis sebagai kategori terpisah. Selain itu, pengukuran beban
penyakit spesifik untuk meningitis bermasalah karena dis tinctions antara meningitis dan
bakteremia mungkin kabur. Dalam semua pengaturan, sepsis meningokokus memiliki
kematian kasus lebih tinggi daripada meningitis. Di antara yang selamat, meningitis memiliki
risiko yang lebih rendah dari gejala sisa dari H influenzae

meningitis, yang pada gilirannya lebih rendah dari S pneumoniae meningitis. Untuk
meningitis sebagai diagnosis sindrom, 164,000 kematian pada anak usia 1-59 bulan
diperkirakan terjadi di seluruh dunia pada tahun 2008.

Pemastian cukup seragam untuk semua penyakit invasif termasuk meningitis di negara-
negara berpenghasilan tinggi, meskipun kurang begitu untuk serotipe H influenzae lain
karena metode laboratorium yang tepat kadang-kadang kurang. Untuk S pneumoniae, bahkan
di negara-negara berpenghasilan tinggi, pemastian penyakit invasif non meningitis bervariasi
secara substansial, tetapi pemastian meningitis telah lebih konsisten. metode molekuler untuk
diagnosis telah meningkat kasus pemastian dan mungkin juga membantu untuk membangun
distribusi serotipe.

Dalam pengaturan percobaan vaksin, perkiraan penyakit dapat ditingkatkan dengan apa yang
disebut desain vaksin penyelidikan. Teknik ini mengukur fraksi dicegah dengan vaksin dari
meningitis didefinisikan oleh surveilans sindromik, dimana kasus identifi ed pada individu
secara acak menerima vaksin yang dikurangkan dari orang-orang secara acak menerima
plasebo. Dalam sebuah studi dusun-acak vaksin di pulau Lombok, Indonesia, karena
peningkatan sensitivitas pendekatan penyelidikan vaksin, diperkirakan kejadian meningitis
direvisi dari 16 per 100.000 (95% CI 1-31) atas dasar mikrobiologi kasus yang dikonfirmasi
sendiri untuk 158 per 100.000 (42-273). Perkiraan percobaan Lombok konsisten dengan
orang-orang dari populasi di Afrika dengan pengawasan kualitas tinggi dan metode
laboratorium dan penggunaan rendah antibiotik sebelum pengambilan spesimen, dan dengan
data dari penduduk asli yang berbagi banyak karakteristik epidemiologi dan faktor risiko
dengan negara-negara berpenghasilan rendah.

MEKANISME KEKEBALAN

Tidak adanya tipe-spesifik c opsonising antibodi adalah penentu paling penting dari
kerentanan terhadap aliran darah invasi dan meningitis; faktor non-kapsuler juga penentu
penting dari virulensi, meskipun peran mereka dalam patogenesis kurang jelas dipahami.
Akibatnya, setelah konsentrasi vaksinasi antibodi berkurang dengan cepat pada anak-anak,
tidak ada respon anamnestic dosis kemudian polisakarida, dan sedikit atau tidak berpengaruh
pada kereta nasofaring atau orofaring. Efektivitas vaksin polisakarida terhadap meningitis
telah terbukti paling meyakinkan untuk serogrup A penyakit meningokokus, tapi
perlindungan berkurang setelah 3 tahun, dan miskin di antara anak-anak muda dari 2 tahun.

Pada orang dewasa, vaksin ini berkhasiat terhadap penyakit pneumokokus invasif disebabkan
serotipe vaksin, dan dengan implikasi juga meningitis, tetapi tidak ada data spesifik yang
tersedia. sedikit efek vaksin polisakarida pada penyakit, terutama meningitis, tercatat selama
penggunaan rutin vaksin ini di Amerika Serikat anak yang lebih tua dari 24 bulan meskipun
khasiat didokumentasikan, mungkin karena sebagian kecil dari kasus meningitis pada
kelompok usia ini.

VAKSIN KONJUGASI

Vaksin konjugasi adalah T-cell-dependent, memungkinkan pengembangan sel memori B, dan


tanggapan anamnestic konsekuen dan yang penting, mereka mempengaruhi kereta. vaksin
konjugasi komersial pertama diproduksi terhadap Hib. Produsen menggunakan protein yang
berbeda (toksoid difteri [D], protein membran luar N meningitidis serogrup B [OMP], tetanus
toxoid [TT], atau mutan toksin difteri [CRM] konjugasi Hib polisakarida [PRP]). Salah satu
vaksin, PRP-OMP, dikaitkan dengan respon antibodi setelah satu dosis, keuntungan penting
untuk pengaturan di mana penyakit terjadi sangat awal dalam hidup. konjugat Hib lainnya
(PRP-T, PRP-CRM, dan PRP-D) diperlukan dua atau tiga dosis untuk mencapai respon
antibodi tersebut.

Vaksin konjugasi meningokokus yang pertama menjadi tersedia menggunakan serogrup C


polisakarida terkonjugasi untuk CRM; konjugat kemudian TT dan kelompok sero A, W135,
dan Y konjugat telah dikembangkan. Studi epidemiologis menunjukkan ambang didefinisikan
dengan baik untuk serogrup C serum aktivitas bakterisida, yang berkorelasi dengan
perlindungan terhadap serogrup C penyakit invasif; semua C konjugat meningokokus
bertemu batas ini. Monovalen serogrup A vaksin konjugasi meningokokus telah
dikembangkan secara khusus untuk digunakan di sabuk meningitis, dengan studi
imunogenisitas menunjukkan yang secara signifikan lebih baik daripada polisakarida vaksin
A setelah satu atau dua dosis pada anak-anak dan dewasa muda.

UJI KHASIAT

Interaksi antara imunogenisitas vaksin dan epidemiologi penyakit digarisbawahi oleh dua uji
klinis vaksin konjugasi pertama, yang digunakan PRP-D dalam pengaturan yang sangat
berbeda. Di Finlandia, PRP-D memiliki khasiat 94% (lebih rendah 95% CI 83%), sedangkan
di Alaska, Amerika Serikat, di mana insiden itu jauh lebih tinggi dan mencapai puncaknya
pada 6 bulan pertama daripada tahun kedua kehidupan, efikasi vaksin adalah 35% (-233%).
Sebaliknya, ketika peneliti menilai PRP-OMP pada bayi Navajo, di antaranya penyakit terjadi
terutama dalam beberapa bulan pertama kehidupan, seperti di Alaska Native dan bayi
Aborigin Australia, khasiat adalah 95% (72%) setelah dua dosis dan pelindung setelah satu
dosis (CI 95% lebih rendah untuk satu dosis 45%)

Khasiat terhadap semua meningitis serotipe atau sepsis dalam ujicoba tersebut adalah kurang
dari yang tercatat dalam studi AS, karena kejadian awal yang lebih tinggi dari penyakit
serotipe non-vaksin. Meskipun temuan ini, dalam pengaturan kematian yang tinggi dari
Gambia, vaksinasi menghasilkan pengurangan 16% (95% CI 3-28) di semua penyebab
kematian.

Tak satu pun dari vaksin konjugat meningokokus telah diuji dalam uji terkontrol secara acak
dengan titik akhir penyakit, karena ini tidak pikir dibenarkan konteks imunologi berkorelasi
perlindungan yang andal memprediksi efektivitas vaksin

STUDI PASCA-LISENSI

Pertama, di negara-negara berpenghasilan tinggi, penggunaan rutin vaksin Hib didahului


bahwa vaksin pneumokokus atau meningokokus dan tingkat latar belakang Hib meningitis
tinggi. Kedua, proporsi invasif H influenzae penyakit disebabkan oleh serotipe vaksin (yaitu,
serotipe b) adalah 90-95% dan terkonsentrasi dalam satu kelompok usia.
NEGARA PENDAPATAN TINGGI

Vaksin konjugasi diperkenalkan ke penggunaan rutin pertama di Amerika Serikat, dari tahun
1987 di usia 18 bulan dan dari tahun 1991 di usia 2 bulan, dengan sebagian besar negara-
negara berpenghasilan tinggi berikut selama tahun 1990-an; vaksin ini telah terbukti sangat
efektif dalam semua pengaturan. Pertama vaksin pneumokokus konjugasi, yang berisi
konjugat dari tujuh serotipe yang paling umum di Amerika Serikat, diperkenalkan ke dalam
praktek rutin pada tahun 2000

Di Inggris, rebound pada penyakit terjadi pada 1990-an. kekambuhan ini disebabkan
memudarnya efek kawanan yang dihasilkan oleh kampanye catch-up awal antara anak-anak
muda dari 5 tahun, konsentrasi rendah PRP antibodi setelah penggunaan vaksin
acellularpertussis gabungan, dan jadwal dosis primer dipercepat tanpa dosis penguat.
Rebound ini penyakit Hib diselesaikan dengan pengenalan dosis penguat pada tahun kedua
kehidupan dan kampanye catch-up sementara pada anak usia 2-4 tahun.

Namun, beberapa negara dengan kenaikan baru-baru kejadian serogrup C penyakit


meningokokus telah menunjukkan pengurangan substansial dalam penyakit serogrup C
setelah kampanye vaksinasi berskala dengan vaksin konjugat meningokokus C. Di Selandia
Baru, vaksin kelompok B strain-spesifik, berdasarkan protein vesikel membran luar,
diberikan dalam kampanye populasi yang luas, dengan fokus khusus pada populasi dengan
beban penyakit terbesar Maori Pacific Island. Hasil studi observasional menunjukkan efek
vaksin signifikan yang bertahan setelah penyesuaian untuk tren menurun prakampanye

NEGARA PENDAPATAN RENDAH

Data dari beberapa pengaturan-kejadian yang tinggi di Afrika menunjukkan cepat, penurunan
diucapkan di kedua meningitis budaya-terbukti dan semua meningitis bakteri dugaan dalam
jangka pendek. Namun, di Afrika Selatan, 10 tahun setelah vaksinasi rutin, kecenderungan
meningkat pada meningitis telah dilaporkan, terutama pada anak-anak dengan HIV infeksi.
Di Gambia, setelah dekat eliminasi penyakit Hib invasif pada tahun 2002, peningkatan
kejadian meningitis terjadi pada tahun 2005-2006, 5 tahun setelah pengenalan vaksin.

Pada akhir 2010, seluruh penduduk Burkina Faso berusia 1-29 tahun itu im munised dengan
serogrup A vaksin konjugasi meningokokus, dengan kejadian yang sangat rendah dari
serogrup A penyakit meningokokus selama meningitis season.66 berikutnya Namun, waktu
yang lebih lama surveilans akan diperlukan untuk menentukan efek dari vaksin ini di tingkat
masyarakat seperti yang diluncurkan secara progresif di seluruh sabuk meningitis Afrika.

PERLINDUNGAN DAN PENGGANTIAN SEROTIPE


Pada populasi rendah-kejadian, sebagian kecil tapi cukup dari kasus telah terjadi pada orang
tua dari 5 tahun. Dalam kasus pneumococcus, perlindungan tidak langsung terhadap strain
serotipe vaksin telah diidentifikasi di hampir semua pengaturan studi setelah pengenalan
tujuh-valent PCV. pengganti serotipe, di kelompok usia divaksinasi dan tidak divaksinasi,
mungkin off set beberapa efek tidak langsung tapi hati-hati diperlukan dalam menarik
kesimpulan dari laporan situs studi individu karena tantangan yang melekat dalam
menguraikan efek desain studi dari efek biologis. Data lebih dari situs yang bervariasi dalam
karakteristik seperti pengaturan epidemiologi, sejak pengenalan vaksin, dan duction intro
dengan atau tanpa jadwal catch-up yang diperlukan untuk memahami lebih jelas driver dari
kawanan dan penggantian efek.

Ketika kampanye populasi seluruh telah dilakukan dengan serogrup C vaksin konjugat
meningokokus, efek kawanan telah diidentifikasi pada anak-anak yang lebih tua dan orang
dewasa, menambahkan substansial untuk efek kesehatan penduduk kampanye tersebut.
Namun, meningokokus dilengkapi untuk menghindari respon imun inang oleh pertukaran
materi genetik, dan ada kekhawatiran bahwa meningokokus, dan pneumokokus, mungkin
menunjukkan pengganti serotipe dalam menanggapi konjugasi vaksinasi, terutama di-
kejadian yang tinggi, pengaturan tinggi transmisi.

PENGGUNAAN TERBAIK DARI VAKSIN YANG ADA

Dalam pengaturan-kejadian yang tinggi, dimulai konjugasi pneumococcal vaksinasi saat lahir
telah dianggap dalam pandangan awal yang sangat awal penyakit pneumokokus, dan terbukti
imunogenik dan tidak terkait dengan toleransi kemudian kekebalan.

Masalah penting adalah durasi proteksi yang diberikan oleh vaksinasi dan apakah ini
tergantung pada induksi memori imunologi atau konsentrasi antibodi pada saat paparan.
kontroversi besar tentang perlunya dosis penguat tambahan telah muncul dalam konteks
vaksin meningokokus konjugasi, yang berkorelasi jelas perlindungan tersedia, titer serum
bakterisida. Bukti menunjukkan bahwa konsentrasi antibodi serogrup C menurun dengan
cepat pada anak-anak diberikan dosis pertama mereka pada 12 bulan.

Di negara berkembang, Program diperluas pada jadwal imunisasi dipercepat tapi, dalam
prakteknya, dosis kedua dan ketiga sering tertunda, yang dapat mengakibatkan ketekunan
yang lebih besar imunitas. Jadwal dengan dosis penguat akhir tahun pertama atau awal tahun
kedua kehidupan perlu dikaji untuk efektivitas biaya dan kelayakan pengiriman di negara-
negara berpenghasilan rendah, tetapi sekarang dianggap sebagai rutinitas di negara-negara
berpenghasilan tinggi.\

TANTANGAN MASA DEPAN

Mengingat tantangan beberapa perubahan serotipe, minat intens mengelilingi pengembangan


vaksin protein dengan cakupan yang luas dan idealnya universal untuk kedua penyakit
meningokokus dan pneumokokus. Untuk penyakit B meningokokus, cakupan luas adalah
penting, dan kandidat vaksin B protein meningokokus multikomponen adalah imunogenik
pada bayi dan remaja, sebagaimana dinilai oleh ukuran proksi novel aktivitas bakterisida. Ini
termasuk pengiriman vaksin ampuh untuk populasi yang sulit-untuk-akses berisiko;
dirancang secara tepat dan studi dilakukan efek, yang memerlukan pengawasan yang
memadai untuk berada di tempat yang bertahun-tahun sebelum pengenalan vaksin; dan
pengembangan dan pengujian vaksin ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai