Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MANDIRI

MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN


GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN PADA LANSIA

OLEH
DHIRA AYU P
151.0009

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
2017-2018
BAB 1
LATAR BELAKANG

Kulit dan appendicesnya merupakan struktur yang kompleks yang


membentuk jaringan tubuh yang kuat dank eras. Fungsinya dapat dipengaruhi
oleh kerusakan terhadap struktur demikian juga karena penyakit.

Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,


melindungi, dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini
seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit,
rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).
Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup".

Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan
yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh,
kulit merupakan organ yang paling luas permukaan yang membungkus seluruh
bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan
kimia.

Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit kronis, residif yang sering


terjadi pada bayi, anak dan dewasa. Penyakit ini sering ditemukan bersama
dengan asma, rhinitis alergi dan hay fever. Umumnya disertai dengan peningkatan
kadar IgE serum penderita. Istilah atopik berasal dari kata Yunani atopos yang
artinya di luar tempat, diperkenalkan oleh Coca pada tahun 1923, yaitu istilah
yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
kepekaan dalam diri dan keluarganya, berupa hipersensitivitas yang ditandai
dengan gejala asma, rhinitis alergika, urtikaria dan dermatitis atopik (Djuanda,
2007).
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 TEORI DERMATITIS ATOPIK


A. Pengertian
Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik
residif yang dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan
riwayat atopi pada penderita atau keluarganya (Dharmadji, 2006).
Perjalanan penyakit dermatitis atopik umumnya kronik dan sering
kambuh. Penyakit ini cenderung diturunkan (faktor genetik), tetapi
faktor lingkungan juga memegang peranan dalam perkembangan
penyakit ini. Obat-obat yang diberikan pada dermatitis atopik ini
umumnya bertujuan untuk mengurangi gejala penyakitnya. Contoh
obat-obatan tersebut adalah kortikosteroid dan antihistamin, namun
sayangnya obat-obatan tersebut dapat menimbulkan berbagai
macam efek samping. Efek samping pemberian kortikosteroid akan
menyebabkan moon face, osteoporosis, tukak lambung, dan
hipertensi. Pemberian antihistamin menyebabkan vertigo, tinitus,
insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, konstipasi, dan mulut
kering (Irma D. Roesyanto & Mahadi, 2000).

B. Etiologi
Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik,
hipersensitivitas akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E
total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering (disfungsi sawar
kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA, antara lain
adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen debu,
tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba,
perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene
lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor
predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor
pencetus (Boediardja, 2006).

1. Faktor Endogen
a) Sawar Kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang
relatif kering baik di daerah lesi maupun non lesi,
dengan mekanisme yang kompleks dan terkait erat
dengan kerusakan sawar kulit. Kelainan fungsi
sawar kulit mengakibatkan peningkatan
transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal,
kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry
untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri
dan virus.

b) Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan
bukti, yaitu terdapat DA dalam keluarga. Jumlah
penderita DA di keluarga meningkat 50% apabila
salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua
orangtuanya menderita DA.

c) Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan
adanya peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE
di permukaan sel Langerhans epidermis. Data
statistik menunjukkan peningkatan IgE pada 85%
pasien DA dan proliferasi sel mast.

2. Faktor Eksogen
a) Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap
bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia
yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk
bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol
(Boediardja, 2006).

b) Alergen
Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu
rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan
kadar IgE RAST (IgE spesifik) (Boediardja, 2006).
Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan
pada > 90% lesi DA dan hanya pada 5% populasi
normal.

c) Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh
pada kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi
udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun
secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas,
kelembaban, dan keringat yang banyak akan
memicu rasa gatal dan kekambuhan DA
(Boediardja, 2006).
C. Patofisiologi
Fungsi sawar epidermis terletak pada stratum korneum sebagai
lapisan kulit terluar. Stratum korneum berfungsi mengatur
permeabilitas kulit dan mempertahankan kelembaban kulit,
melindungi kulit dari mikroorganisme dan radiasi ultraviolet,
menghantarkan rangsang mekanik dan sensorik. Lapisan ini
terbentuk dari korneosit yang dikelilingi lipid, yang terdiri dari
ceramide, kolesterol, dan asam lemak bebas. Ceramide berikatan
kovalen dengan selubung korneosit membentuk sawar yang
menghalangi hilangnya air dari lapisan kulit. Hidrasi korneosit juga
dipengaruhi oleh produksi natural moisturizing factor (NMF) yang
berasal dari pemecahan filagrin dalam korneosit menjadi asam
amino.

Pada penderita DA ditemukan mutasi gen fi lagrin sehingga


mengganggu pembentukan protein yang esensial untuk
pembentukan sawar kulit. Gangguan fungsi sawar epidermis ini
menyebabkan gangguan permeabilitas dan pertahanan terhadap
mikroorganisme. Transepidermal water loss (TEWL) menjadi lebih
tinggi pada DA dibandingkan pada kulit normal karena kandungan
lipid stratum korneum pada DA juga berubah. Jumlah dan
kandungan ceramide jenis tertentu berkurang dan susunan lipid di
stratum korneum juga berubah. Selain itu, ukuran korneosit pada
kulit pasien DA jauh lebih kecil dibandingkan korneosit kulit
normal (gambar 1). Semuanya menyebabkan bahanbahan iritan,
alergen, dan mikroba mudah masuk ke dalam kulit. Agen infeksius
yang paling sering terdapat pada kulit DA adalah Staphylococcus
aureus yang membuat koloni pada 90% pasien DA.

D. Manifestasi Klinis
1. Pruritus
2. Adanya ruam
3. Eritema
4. Kulit merah, bersisik, tebal dan kasar
5. Adanya eksim
6. Nyeri
7. Hiperpigmentasi

Temuan kulit bergantung pada stadium penyakit:

1. Akut
Erosi dengan eksudat serosa atau ruam papular yang
sangat gatal dan vesikel pada eritematosa.
2. Subakut
Lesi ditandai dengan skala atau plakat diatas kulit
eritematosa
3. Kronis
Lesi dikenali oleh kehadiran likenifikasi dan perubahan
pigmen dengan ekskoriasi papula dan nodul.

E. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi sekunder oleh virus


dan bakteri, septikemi, diare dan pneumonia. Gangguan
metabolik mengakibatkan suaturesiko hipotermia, dekompensasi k
ordis, kegagalan sirkulasi perifer dan
trombophlebitis. Bila pengobatan kurang baik, akan terJadi degene
rasi yang menyebabkan kematian.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Darah perifer: ditemukan eosinifilia dan peningkatan


kadar IgE
2. Dermatografisme: penggoresan pad kulit normal akan
menimbulka tiga respons yakni berturut-turut akan
terllihat garis merah ditempat penggoresan selama 15
detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik
dan edema timbul setelah beberapa menit. Pada pasien
atopik, garis merah tidak disusul warna kemerahan dan
edema tidak muncul.
3. Percobaan asetilkolin: suntikan secara intrakutan
solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan
hiperemia. Pada orang dengan DA akan timbul
vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
4. Pemeriksaan darah lengkap

G. Penatalaksanaan

1. Non-farmakologi
a) Hindari iritan atau alergen
b) Hindari garukan agar tidak terjadi trauma lain pada
kulit
c) Kompres dingin untuk menghindari peradangan
2. Farmakologi
a) Pemberian anti histamin untuk mengontrol rasa
gatal
b) Steroid topikal dosis rendah untuk mengurangi
peradangan dan memungkinkan penyembuhan
c) Krim emollient

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


INTEGUMEN LANSIA (DERMATITIS ATOPIK)
A. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
1) Identitas klien
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus
dermatitis atopik adalah pruritus, nyeri, susah tidur
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari dermatitis atopik, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien.
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Riwayat psikososial
7) Pola fungsi kesehatan
- Pola persepsi
- Pola nutrisi
- Pola eliminasi
- Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain.
- Pola hubungan peran
- Konsep diri
- Pola sensori dan kognitif
- Pola reproduksi seksual
- Pola koping stres
- Tata nilai dan keyakinan

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
- Kesadaran klien
- Tanda tanda vital
2) B1 (Breathing)
3) B2 (Blood)
4) B3 (Brain)
5) B4 (Bladder)
6) B5 (Bowel)
7) B6 (Bone)
8) Keadaan lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan).
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
Inspeksi (Look)
- Cicatriks (jaringan parut baik yang alami
maupun buatan seperti bekas operasi).
- Cape au lait spot (birth mark).
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide)
atau hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan
dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas)
Palpasi (Feel)
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat)
dan kelembaban kulit. Capillary refill time
Normal 3 – 5”
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat
letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau
distal).
Pergerakan (Move)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
B. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit b/d terpapar alergen
b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d agens injuri
c. Resiko infeksi b/d peningkatan paparan lingkungan

C. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit b/d terpapar alergen
Kriteria hasil: Keluarga klien menunjukkan pemahaman
dalm proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera ulang.
1) Kaji karakteristik luka pada kulit
2) Berikan posisi terhindar dari tekanan
3) Ajarkan pada keluarga klien cara distraksi untuk
tidak menggaruk kulit
4) Kolaborasi pemberian obat topikal sesuai indikasi.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d agens injuri


Kriteria hasil: Keluarga klien mengatakan nyeri berkurang,
nyaman setelah nyeri berkurang.
1) Kaji PQRST nyeri
2) Kurangi faktor presipitasi nyeri
3) Ajarkan pada keluarga klien cara distraksi nyeri
4) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

c. Resiko infeksi b/d peningkatan paparan lingkungan


Kriteria hasil: Keluarga klien menunjukkan pemahaman
dalm proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera ulang.
1) Kaji tanda dan gejala munculnya infeksi
2) Instruksikan pasien untuk rutin meminum antibiotik
3) Ajarkan pada keluarga klien cara distraksi untuk
tidak menggaruk kulit
4) Kolaborasi pemberian obat topikal sesuai indikasi.

D. Implementasi Keperawatan

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik.


Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk
kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan yang diharapkan.

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang


kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya

2.3 PATIENT SAFETY


Patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi : Assesment Risiko, Identifikasi dan Pengelolaan
Risiko (Laporan dan Analisa), Belajar dari Insiden (Tindak Lanjut dan
Implementasi Solusi).

2.4 LEGAL ETIK


Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan
tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan
kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan.
            Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang
batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek
keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung
pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk
melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak
perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman
terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan
keperawatan yang profesional.
BAB 3
PEMBAHASAN
JURNAL PEMBERSIHAN LUKA DERMATITIS ATOPIK DENGAN
CAIRAN NORMAL SALIN
Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan global dilihat dari
peningkatan prevalensi dan biaya untuk pengobatannya yang tinggi1. Prevalensi
DA meningkat dua sampai tiga kali lipat di negara industri selama tiga dekade
terakhir yaitu 15-30% pada anak dan 2-10% pada dewasa2. Data terbaru
menunjukkan bahwa DA merupakan masalah utama di negara berkembang.

Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang
hari, tetapi umumnya pada malam hari akibatnya penderita akan menggaruk
sehingga timbul bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi,
eritema, ekskoriasi, eksudasi dan krusta (Anglingsari, 2000).

Penatalaksanaan pengobatan yang umum diberikan pada klien yang didiagnosis


dermatitis atopik adalah Dexametason, CTM, Hydrocortison salep (kortikosteroid
topikal) atau Betametashon salep.

Sebelum pemakaian obat topikal umumnya dilakukan tindakan hidrasi kulit.


Dengan penggunaan pelembab, mandi teratur, dan pembersihan luka.
Pembersihan luka dengan normal salin bertujuan untuk membersihkan kulit,
menghilangkan krusta, skuama, obat lama dan mampu meningkatkan penetrasi
transepidermal kortikosteroid topikal. Sehingga mempercepat penyembuhan luka
yang ditandai dengan penurunan derajat inflamasi (Morinson. 1992) dan (Lestari,
dkk. 2004). Normal salin merupakan cairan iso osmotik, steril, bebas pirogen, non
toksik terhadap jaringan tubuh manusia serta efektif terhadap adanya material
organik pada luka seperti darah, pus dan jaringan nekrotik oleh karena itu
pembersihan luka dengan normal salin ini dianggap lebih efektif dibandingkan
hanya sekedar penggunaan pelembab dan mandi teratur.

Dalam penelitian ini menunjukkan angkakejadian dermatitis atopik di wilayah


kerja Puskesmas Grati cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan cenderung
menetap sampai dewasa (bersifat kronis). Dilihat dari 20 responden 60%
responden yang berumur diatas 40 tahun mengalami dermatitis dan 40% dibawah
40 tahun. Tingginya angka kejadian dermatitis tersebut kemungkinan dipengaruhi
antara lain dari keadaan geografis Pasuruan yaitu kondisi lingkungan yang panas
dan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi ikan laut dalam makanan sehari-
hari yang merupakan salah satu faktor pencetus timbulnya kekambuhan penyakit
dermatitis atopik.

Dalam penelitian ini responden yang mengalami dermatitis diberi perlakuan


pembersihan luka dengan menggunakan cairan Normal Salin menunjukkan
perkembangan kondisi luka bagus yang ditandai dengan penurunan derajat
inflamasi pada luka dermatitis yang diukur dengan metode Scorad.
DAFTAR PUSTAKA

1.http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/25618/Chapter
%20II.pdf?sequence=4
2. Hidayat, A.A. Uliyah, M. (2012) Buku Saku Kebutuhan Dasar Manusia. EGC.
Jakarta
3. Brahmana, A.R. (2012) Gambaran Dermatitis Atopik. Medan.
4. Danusantoso, Halim. (2012). Buku Saku Ilmu Penyakit Kulit Ed. 2. Jakarta :
EGC.
5. Herdman, T. Heather.(2012). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012 – 2014. Alih Bahasa : Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. Jakarta.
EGC.
6. Corwin, E (2012) Buku Saku Patofisiologis EGC. Jakarta.
7. Tamsuri, A (2012) Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Integumen. EGC. Jakarta.
8. https://www.academia.edu/11892806/Askep_Dermatitis_Atopik
9. http://eprints.ung.ac.id/5064/5/2013-1-14201-841409025-bab2-
27072013055025.pdf
10.http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/129/1/ISTINGADAH%20NIM.
%20A31500852..pdf

Anda mungkin juga menyukai