Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
REFERAT
30 November 2016
REFERAT
TRAKTUS EKSTRAPIRAMIDALIS

Disusun Oleh :

Sakinah Alwy Alaydrus, S. Ked


Andi Yulinda, S.Ked
Achmad Fahri B, S. Ked

Pembimbing :
dr. Manal Alamri
dr. Ruslan Ramlan Ramli, Sp.S

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
PROGRAM SRUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Sakinah Alwy Alaydrus (11 777 036)


Andi Yulinda (11 777 053)
Achmad Fahri B (11 777 057)
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-khairaat
Judul Refarat : Traktus Ekstrapiramidalis
Bagian : Neurologi
Telah menyelesaikan refarat dalam rangka tugas kepanitraan klinik pada bagian
neurologi fakultas kedokteran Universitas Al-khairaat.

Bagian Neurologi
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Al-khairaat

Palu, 28 November 2016


Supervisor Pembimbing Klinik

dr. Ruslan Ramli, Sp.S dr. Manal Alamri

Mengetahui,
KPM Bagian Neurologi

dr. Nur Faisah, M.Kes, Sp.S

2
BAB I
PENDAHULUAN

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower
motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-
saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik
sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.1

Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi


dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri
dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar
fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus
kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.
Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke
berbagai otot dalam tubuh seseorang.2,3

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira di tengah punggung


dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis
terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke
ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medulla
spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang menghubungkan saraf-saraf
medulla spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas
traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti
rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang
membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).2,3

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti


talamik, nucleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otak,
serebelum dan korteks motorik tambahan yaitu area 4, area 6 dan area 8. Kerusakan traktus
piramidalis diluar daerah piramida selalu melibatkan serat ekstrapiramidalis. Jika hanya
serat piramidal yang terpotong, paralisis yang terjadi adalah paralisis flaksid. Karena pada

3
tempat lain, kerusakan traktus piramidalis selalu mencakup serat ekstrapiramidalis,terutama
traktus retikulospinalis dan vestibulospinalis, maka paralisis yang terjadi selalu
paralisis spastic.3,4

4
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Secara garis
besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis.
Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST
adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya.1,2

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen


bagiannya adalah:

1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan
sulkus (celah) dan girus.1,2
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi
motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif.1,2
b. Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang
berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari

5
fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan
dan perkembangan emosi.1,2
c. Lobus Parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran.1,2
d. Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan, menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain dan memori.1,2
e. Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom.1,2

2) Gambar 1. Anatomi Otak


Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak
neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi
yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi
somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan

6
output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang
menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf
pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot, dan mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.
Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodul.1,2

Gambar 2. Cerebellum

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak
yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis
antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12
pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen,
yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.1,2,3

7
Gambar 3. Brainstem

2.2 Traktus Ekstrapiramidalis

Traktus ekstrapiramidalis adalah semua jaras motorik yang tidak berjalan


melewati piramida medulla oblongata. Perbedaannya dengan impuls piramidalis
adalah sebelum impuls extrapiramidalis tiba di motoneuron, mengalami
pengolahan dan pengubahan di inti-inti yang dalam keseluruhan dinamakan
susunan extrapiramidalis. Oleh karena inti-inti tersebut tidak berkumpul dalam
satu daerah, melainkan terpisah dan terpencar, maka lintasan extrapiramidalis
yang menghubungkan inti satu dengan yang lain tidak terdiri dari satu jaras yang
membujur tetapi terdiri dari berbagai jaras, ada yang panjang dan ada yang
pendek. Jaras-jaras tersebut menyusun lintasan yang melingkar dahulu untuk
kemudian menyusun lintasan yang membujur, yang menuju ke motoneuron.
Inti-inti yang ikut menyusun sistema extrapiramidalis adalah:

a. Korteks motorik tambahan (area 4, area 6 dan area 8)


b. Ganglia basalis yang mencakup putamen, nucleus kaudatus, globus palidus
serta subtantia nigra, korpus subtalamicum (Luysi) dan nucleus
ventrolateralis talami.
c. Nucleus rubber serta subtantia retikularis batang otak
d. Serebellum.4,5

8
Impuls extrapiramidalis yang dicetuskan di korteks motorik tambahan (area
4s), misalnya, akan menghasilkan impuls yang tiba kembali di situ atau
korteks piramidalis. Impuls tersebut merupakan impuls hasil pengolahan
berbagai komponen ganglia basalis dan serebelum. Tibanya impuls itu di
korteks piramidalis dan extrapiramidalis mengakibatkan dicetuskannya
impuls piramidalis untuk membangkitkan suatu gerakan voluntar dan
timbulnya impuls extrapiramidalis yang akan membangkitkan gerakan
sekutu, yang memperlengkapi gerakan voluntar. Secara disederhanakan dan
bersifat hipotetik telah ditemukan 3 macam lintasan melingkar atau sirkuit
yang telah disebut di atas.4,5

9
Gambar 5. Traktus Ekstrapiramidal

1. Lintasan sirkuit pertama


Lintasan yang disusun oleh jaras-jaras penghubung berbagai inti melewati
korteks piramidalis (area 4), area 6, oliva inferior, inti-inti pes pontis,
korteks serebeli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis
talami, korteks piramidalis dan extrapiramidalis. Dengan perantaraan
lintasan sirkuit ini impuls extrapiramidalis dikirim ke serebelum untuk di
integrasikan dengan impuls proprioseptif yang tiba di serebelum melalui

10
tractus spinoserebelaris. Dengan terintegrasinya impuls extrapiramidalis
itu, maka korteks serebeli dapat memberikan pengarahan kepada korteks
piramidalis dan extrapiramidalis dalam aktivitas berikutnya. Pengarahan
tersebut terlaksana dengan dikirimnya impuls oleh korteks serebelum
kepada korteks piramidalis dan extrapiramidalis. Secara fungsional dapat
dikatakan bahwa serebelum mengadakan feedback terhadap aktivitas
korteks piramidalis dan extrapiramidalis, yang bertujuan untuk
mengendalikan garakan-gerakan selama satu gerakan voluntar masih
berlangsung. Jadi bila ada sebuah impuls dicetuskan di korteks motorik
primer yang ditujukan kepada suatu kelompok otot skeletal, maka pada
saat itu juga korteks serebri memberitahu tentang hal itu kepada
serebelum. Dengan diterimanya informasi ini, maka serebelum dapat
melakukan prakontrol terhadap gerakan yang akan terjadi. Begitu gerakan
otot skeletal dinyatakan maka segera impuls-impuls proprioseptif
dihantarkan ke serebeli melalui jaras spinoserebelar. Melalui serabut
serabut dentato-rubro-talamic (brachium konjunctivum) maka impuls
yang dicetuskan oleh korteks serebeli disampaikan kepada nukleus ventro
lateralis talami. Atas kedatangan impuls itu, nukleus ventrolateralis talami
memancarkan impuls ke korteks piramidalis dan extrapiramidalis. Impuls
tersebut membawa info untuk diadakannya gerakan-gerakan sekutu yang
sesuai dengan gerakan yang kemudian akan terjadi. Apabila mekanisme
feedback tersebut terganggu oleh lesi di salah satu komponen lintasan
sirkuitnya, maka kejanggalan gerakan voluntar akan terjadi. Gangguan
gerakan itu dikenal sebagai ataksia, dismetria dan tremor sewaktu gerakan
volunter berlangsung.4,5,6
2. Lintasan sirkuit kedua
Menghubungkan korteks area 4s dan area 6 dengan korteks motorik
piramidalis dan extrapiramidalis melalui substantia nigra, globus palidus
dan nukleus ventrolateralis talami. Pengolahan impuls extrapiramidalis
dan piramidalis itu oleh berbagai komponen susunan extrapiramidalis
bertujuan untuk mengadakan inhibisi terhadap korteks piramidalis dan
extrapiramidalis agar gerakan volunter yang bangkit memiliki

11
ketangkasan yang sesuai. Jika pengaruh korteks extrapiramidalis tidak
dapat diteruskan ke globus palidus karena subtantia nigra rusak, maka
globus palidus kehilangan kelola dari subtantia nigra, sehingga globus
palidus mengeluarkan impuls yang abnormal. Impuls globus palidus ini
tidak melakukan inhibisi terhadap korteks piramidalis dan
extrapiramidalis. Gerakan yang terjadi akibat kerusakan di substantia
nigra itu berupa tremor sewaktu istirahat dan gejala-gejala motorik lain
yang ditemukan pada sindroma parkinson.4,5,6
3. Lintasan sirkuit ketiga
Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 dan area 4s
untuk diolah secara berturut-turut oleh nukleus kaudatus, globus palidus
dan nukleus ventro lateral talami. Hasil pengolahan itu ialah
dicetuskannya impuls oleh nukleus ventro lateral talami yang
dipancarkannya kepada korteks piramidalis dan extrapiramidalis (area 6).
Impuls itu terakhir melakukan tugas inhibisi. Bila area 4s dan area 6 tidak
dikelola oleh impuls tersebut di atas, maka bangkitlah gerakan spontan
yang tidak dapat dikendalikan, yang dikenal dengan khorea dan atetosis.
Keadaan demikian dijumpai jika terdapat lesi di nukleus kaudatus dan
globus palidus. Sebagian dari impuls inhibisi tadi disampaikan oleh
globus palidus kepada nukleus luysi. Jaras yang menghubungkan inti ini
dengan area 4s dan area 6 belum diketahui, tetapi kerusakan di nukleus
Luysi itu menimbulkan gerakan involuntar yang dikenal sebagai
balismus. Ada juga lintasan yang tidak melingkar, tapi membujur menuju
ke formatio retikularis batang otak. Di dalam batang otak itu terdapat
serangkaian neuron-neuron yang menyususn jaras retikulo spinal
multisinaptik. Impuls-impuls yang di salurkan melalui lintasan retikulo
spinal multisinaptik itu akan disampaikan keppada pusat inhibisi di
bagian ventral tegmentum medula oblongata. Impuls dari pusat inhibisi
dikirim ke interneuron di sekitar motoneuron di kornu anterior medula
spinalis, agar efek inhibisi itu dapat di sampaikan melalui interneuron
tersebut ke motoneuron yang bersangkutan. Selain korteks
extrapiramidalis, juga korteks serebeli dengan intinya mempunyai

12
hubungan dengan pusat inhibisi tersebut. Di samping pusat inhibisi,
tegmentum batang otak mengandung juga sel-sel subtantia retikularis
yang dalam kegiatannya mengadakan eksitasi. Sel-sel tersebut di atas
tersebar di bagian dorsal tegmentum batang otak sampai pertengahan
tingkatan medula oblongata yang dalam keseluruhannya dikenal sebagai
pusat eksitasi. Komponen sususnan extrapiramidalis mempunyai yang
hubungan dengan pusat eksitasi itu ialah nukleus kaudatus dan nukleus
vestibularis. Melalui jaras retikulospinal multisinaptik impuls eksitasi dari
pusat tersebut disampaikan kepada interneuron yang akan mengadakan
eksitasi terhadap motorneuron tertentu. Melalui cabang-cabang jaras
asendens impuls sensorik dapat merangsang juga pusat eksitasi sehingga
impuls visual, auditorik, protopatik dan sebagainya dapat mempengaruhi
gerakan involunter. Melalui mekanisme inhibisi dan eksitasi tersebut,
gerakan volunter dapat menjadi kaku atau lemas dalam batas-batas
fisiologik. Dengan kata lain, susunan extrapiramidalis melakukan tugas
pembagian tonus motorik melalui pusat inhibisi dan eksitasi.4,5,6

Secara singkat peranan susunan extrapiramidalis adalah :


1.Mengurus regulasi dan integrasi gerakan sekutu atau mengurus komponen tonik
dari gerakan volunter.
2.Mengintegrasikan aktivitas serebelum dalam perencanaan untuk mencetuskan
impuls motorik involuntar dan voluntar.
Perwujudan dari regulasi dan integrasi gerakan sekutu adalah sikap tubuh
pada waktu gerakan voluntar berlangsung. Gerakan yang menetapkan sikap itu
bersifat reflektorik dan dinamakan postural refleks atau refleks-refleks sikap, di
mana pembagian tonus otot mendasari terjadinya suatu refleks sikap. Dalam tugas
mengikutsertakan serebelum demi terintegrasinya impuls proprioseptif dalam
genesis impuls motorik voluntar, perlu dijelaskan fungsi serebelar secara
tersendiri. 4,5,6
Serebelum dapat dibagi dalam vermis dan hemisferium serebeli. Secara
fungsional vermis melakukan peranan yang berbeda dengan hemisferium serebeli.
Vermis bagian belakang mempunyai hubungan timbal balik dengan inti

13
vestibularis yang mengatur impuls keseimbangan (labirin) kedalam aktivitas pusat
inhibisi dan aktivitas korteks piramidalis dan extrapiramidalis. Dengan
pengantaraan pengaruh vermis bagian belakang itu, maka pembagian tonus otot-
otot kolumna vertebralis dapat disesuaikan dengan gerakan voluntar tertentu.
Kerusakan pada vermis bagian belakang menimbulkan ataksia badan atau
ataksia truncal yang pada umumnya diiringi oleh nistagmus. Vermis bagian depan
mempunyai hubungan timbal balik dengan gerakan kedua tungkai, sehingga kalau
bagian tersebut rusak, maka akan muncul gejala ataksia jalan atau ataksia gait.
Hemisferium serebeli mempunyai hubungan timbal balik dengann korteks
piramidalis dan extrapiramidalis yang secara harmonis mengurus gerakan yang
bersifat tangkas. Kerusakan yang terletak di hemisferium serebeli atau jaras yang
menghubungkan hemisferium serebeli dengan hemisferium serebri (brachium
konjungtivum) menyebabkan timbulnya ataksia terutama pada anggota gerak atas
yang biasa disebut limb ataxia. Susunan piramidal dan extrapiramidalis mengurus
pola gerakan voluntar secara harmonis dan dalam hal itu kedua susunan UMN
bertindak sebagai pengatur gerakan voluntar yang tunggal. Namun demikian,
untuk mengenalnya masing-masing adalah perlu untuk memisahkannya secara
anatomik dan fisiologik. 4,5,6
Apabila terdapat lesi di salah satu komponen dari ganglia basalis, maka
pengelolaan terhadap salah satu komponen tersebut hilang, sehingga komponen
yang seharusnya bekerja di bawah kelola komponen atasannya mengeluarkan
aktivitas tidak stabil. Hasil dari produksi impuls yang tidak sesuai ini ialah
timbulnya gerakan yang dikehendaki dan tidak mempunyai tujuan atau secara
singkat dikatakan gerakan involuntar. Fenomena ini dikenal dengan fenomena
release. Apabila pengintegrasian impuls proprioseptif melalui serebelum ke dalam
genesis impuls piramidalis dan extrapiramidalis tidak terlaksana oleh karena ada
lesi di serebelum atau jaras serebelopetal atau serebelofungalnya, maka timbul
kekacauan dalam pelaksanaan gerak voluntar, karena gerakan tersebut tidak
terkoordinasi. 4,5,6

2.3 Sindroma Ekstrapiramidal

14
Gangguan gerakan akibat lesi di berbagai komponen susunan ekstrapiramidal
dapat dikelompokkan dalam 3 golongan, yaitu sindroma striatal, sindroma
retuikularis batang otak, sindroma batang otak. Lesi di bagian striatum dapat
dijumpai pada nukleus lentiformis atau pada nukleus kaudatus. Sindroma striatal
adalah gambaran penyakit yang timbul akibat lesi di salah satu mata rantai
lintasan lingkaran. Inti-inti yang ikut menyusun susunan ekstrapiramidal
mempunyai tugas masing-masing, yang dalam keseluruhan bertindak sebagai
susunan tunggal yang mengatur dan menggalakkan gerakan sekutu atau gerakan
pembenah gerakan voluntar. Lesi yang merusak salah satu onti atau jaras yang
menghubungkan inti-inti tertentu dapat bersifat paralitik atau release. Lesi
paralitik menimbulkan gejala negatif. Lesi yang bersifat release berarti bahwa lesi
itu merusak suatu inti yang bertugas mengadakan kelola terhadap inti lain. Suatu
inti yang bekerja di bawah inti atasannya tidak akan lumpuh, melainkan
mengeluarkan akivitas yang tidak lagi terkelola oleh inti atasannya. Aktivitas ini
menimbulkan gejala release yang bersifat positif, yaitu gerakan involunter.
Subtantia retikularis batang otak dapat di anggap sebagai lintasan terakhir
yang menyalurkan impuls ekstrapiramidal untuk motoneuron. Oleh karena itu, lesi
di substantia retikularis berimplikasi juga bahwa aktivitas impuls ekstrapiramidal
yang mencakup fungsi korpus striatum tidak dapat disampaikan kepada
motorneuron. Hilangnya aktivitas tersebut menimbulkan gejala negatif. Gejala
negatif susunan ekstrapiramidal adalah gejala akibat hilangnya fungsi suatu
komponen susunan ekstrapiramidal. Gejala tersebut dapat berupa kelambanan atau
hilangnya kegesitan gerakan volunter, hilangnya gerakan sekutu yang membenahi
suatu corak gerakan voluntar dan kelainan tonus otot. Setiap lesi di susunan
ekstrapiramidal hampir selalu berarti hilangnya fungsi komponen yang terusak
oleh lesi. Akan tetapi kerusakan tersebut menghilangkan juga suatu aktifitas
pengelola terhadap inti di sirkuit lingkaran yang bersangkutan, yang berarti lesi
tersebut membangkitkan juga gejala release. Jadi lesi di salah satu mata rantai
lintasan ekstrapiramidal hampir selamanya membangkitkan sindroma yang terdiri
dari gejala positif dan negatif secara berbauran. Yang mencirikan sindroma
ekstrapiramidal ialah bahwa gerakan otot skeletal yang bangkit akibat lesi di

15
susunan dapat berupa gerakan involuntar dan gangguan gerakan voluntar yang
tidak memperlihatkan tanda kelemahan otot, tidak disertai hiperrefleksia dan
refleks patologis, tidak diiringi oleh kelemahan otot dan sering disertai oleh
gangguan fungsi susunan saraf otonom. Secara subyektif penderita dapat
menyajikan keluhan yang dapat disalah tafsirkan sebagai paresis, oleh karena
keluhannya adalah sukar berjalan karena kakinya berat, tidak bisa bangun sendiri,
tidak dapat mengangkat sendok makan, tidak bisa berpakaian sendiri, dan lainnya.
Tetapi pernyataan tersebut diucapkan bukan karena kelemahan tenaga otot, akan
tetapi karena kelambanan gerak otot sangat menggangggu gerakan volunter.7,8
a. Sindroma striatal
Ada 2 macam manifestasi sindroma ekstrapiramidal:
1. Gangguan involunter
Dahulu gerakan involunter akibat lesi di salah satu komponen lintasan
lingkaran dikenal sebagai hiperkinesia. Tercakup dalm gerakan
involuntar ini adalah termor, khorea, atetosis, distonia dan balismus.
Tremor akibat lesi di korpus striatum berbeda dengan tremor yang di
hasilkan oleh lesi serebelar. Perbedaan utamanya ialah bahwa tremor
striatal bersifat involuntar mutlak, oleh karena timbulnya sewaktu
anggota gerak beristirahat yang bisa disebut tremor istirahat.
Sebaliknya tremor serebelar adalah tremor sewaktu anggota gerak
melakukan gerakan volunter atau tremor serebelar bangkit pada waktu
gerakan voluntar hampir selesai, sehingga tremor serebelar dikenal
sebagai tremor kinetik atau tremor terminal. Gerakan involuntar lain
yang tersebut di atas merupakan manifestasi khas dari lesi di salah
satu komponen lintasan lingkaran, yang tidak dijumpai pada lesi
serebelar.7,8
2. Gerakan volunter yang terganggu
Terganggunya gerakan volunter terjadi karena:
a). Adanya hipertoni yang menyeluruh
Pada spastisitas yang bangkit akibat lesi di susunan piramidal,
hipertoni terdapat pada sekelompok otot tertentu yang paretik atau
paralitik, sehingga menimbulkan pola tertentu, misalnya mengepal
dapat dilakukan dengan lancar, tetapi membuka jari-jari adalah sukar
karena spastik. Hipertonia karena lesi di susunan ekstrapiramidal

16
melibatkan semua otot skeletal, baik otot flexor, maupun abduktor dan
aduktor. Hipertoni akibat gangguan ekstrapiramidal menunjukan
perbedaan juga, pada spastisitas akibat gangguan piramidal terdapat
tonus otot yang meningkat secara sinambung selama anggota gerak
digerakkan. Hipertoni otot akibat gangguan ekstrapiramidal hilang
timbul secara berselingan sewaktu gerakan pasif anggota gerak
dilakukan. Maka hipertoni ekstrapiramidal ini dinamakan rigiditas.7,8
2). Hipokinesia
Gerakan volunter yang serba lamban dinamakan hipokinesia.
Bilamana gerakan voluntar dimulainya lambat dan gerakan berikutnya
juga lamban, maka gejala ini dinamakan bradikinesia. Apabila
gerakan voluntar tidak dapat dimulai tanpa ada gejala kelumpuhan
dinamakan akinesia. Untuk mengetaui bahwa tidak adanya
kelumpuhan dapat didemonstrassikan dengan kemampuan untuk
melakukan gerakan atas perintah. Pada penderita parkinson seringkali
didapati gerakan atas kemauan sendiri yang macet tapi gerakan yang
diperintahkan dokter dapat dilaksanakan.7,8
3). Hilangnya ketangkasan dalam gerakan volunter
Bila gerakan voluntar masih dapat dilaksanakan, walaupun sifatnya
bradikinesia, corak gerakan voluntar ini tidak saja tidak gesit tetapi
dicirikan oleh gerakan yang putus-putus, baik oleh karena adanya
gerakan involuntar yang mengganggunya, maupun oleh hilangnya
keluwesan gerakan secara primer.7,8
4).Hilangnya gerakan sekutu atau hilangnya gerakan pembenah
gerakan volunter. Gerakan sekutu waktu berjalan menjamin
kemampuan untuk setiap saat menghentikan atau menghambat laju
gerakan berjalan. Pada hilangnya gerakan sekutu kemampuan itu
hilang, sehingga perjalannan sukar dihentikan. Fenomena ini
dinamakan propulsi jika laju berjalan tidak dapat dihentikan, bahkan
maju terus sebagai akibat hilangnya kemampuan untuk menghambat
dan menghentikan gerakan berjalan. Retropulsi adalah fenomena di
mana pasien terus mundur kalau didorong ke belakang oleh karena
tidak ada kemampuan untuk menghentikan dan menghambat gerakan

17
berjalan. Lateropulsi adalah istilah untuk fenomena yang serupa di
mana pasien terus berjalan ke samping. Gerakan sekutu dapat berupa
lenggang kedua tangan sewaktu berjalan atau gerakan otot wajah yang
berupa senyum lebar sewaktu bertepuk-tepuk tangan. Gerakan sekutu
tersebut dan lain-lain tidak berpartisipasi dengan gerakan volunter
apapun. Karenanya gerakan volunter yang masih dapat dilakukan
memperlihatkan kedunguan dan kejanggalan.7,8

b. Sindroma serebelaris

Serebelum merupakan komponen susunan ekstrapiramidal yang


mempunyai peranan dalam lintasan sirkuit pertama. Di samping itu
serebelum menerima impuls-impuls proprioseptif dari otot-otot, tendon-
tendon dan selaput sendi. Impuls proprioseptif itu dicetuskan selama suatu
gerakan sedang berlangsung. Peranan serebelum sebelum sebagai organ
yang menerima pewartaan tentang posisi bagian tubuh yang sedang
bergerak, adalah mengintegrasikan impuls proprioseptif di dalam
perencanaan pola gerakan yang kemudian akan dibangkitkan. Karena
pengintegrasian tersebut, maka gerakan yang kompleks dan tangkas tidak
bersimpang siur. Hilangnya faktor pengintegrasian tersebut menimbulkan
kekacauan pada gerakan yang dinamakan gerakan diskoordinatif. Karena
hilangnya koordianasi, maka pola gerakan tangkas berantakan, sehingga
gerakan yang timbul dikenal sebagai dekomposis gerakan. Karena
gangguan serebelar, dapat dijumpai 3 jenis gerakan involunter, yaitu
tremor, nistagmus dan cerbellar fit. Tremor sebagai manifestasi gangguan
serebelar bersifat kinetik atau intensional, yaitu tremor yang tampak lebih
jelas pada waktu gerakan volunter berlangsung. Tetapi tremor serebelar
bisa juga bersifat terminal yang tampak lebih jelas ketika suatu gerakan
involunter berakhir. Penjelasan mengenai mekanisme yang mendasari
perincian klinis tentang tremor belum dapat diberikan secara memuaskan.
Mungkin sekali tremor terjadi sebagi hasil usaha korektif terhadap
gerakan diskoordinatif yang di namakan ataksia. Nistagmus sebagai

18
manifestasi gangguan serebelar sebenarnya kurang tepat, oleh karena
nistagmus ini hanya bangkit bilamana bagian belakang vermis serebeli
mendapat kerusakan. 9,10

Gerakan voluntar yang terganggu

1.Gangguan tonus otot

Tonus otot menurun secara menyeluruh pada gangguan serebellar. Otot-


otot menjadi kendor, sehingga sikap tubuh dan anggota gerak dapat difleksikan
secara berlebihan di berbagai persendian. Sikap tersebut dikenal sebagai sikap
hipotonik. Keadaan hipotonia ini masih dikenal dengan istilah kuno sebagai
astenia. Menurut definisi astenia ialah kelemasan otot untuk memelihara suatu
posisi (sikap). Gejala ini tidak boleh disamakan dengan kelumpuhan. Kelumpuhan
atau paresis/paralisis, tenaga otot yang berkurang atau hilang dan secara subyektif
pun dirasakan sebagai kurang tenaga. Sebaliknya pada astenia, secara obyektif
(pemeriksa) tenaga otot tidak berkurang, tetapi secara subyektif dinyatakan bahwa
ototnya lemah atau kurang bertenaga. Sebagai akibat dari menurunnya tonus otot,
maka refleks tendon memperlihatkan sifat pendular. Ini berarti bahwa gerakan
ekstensi sebagai gerakan reflektorik akibat ketukan pada tendon patela, tidak
berhenti setelah tungkai kembali pada posisi semula, melainkan akan tetap
bergoyang-goyang seperti bandul lonceng yang berayun-ayun. Karena hipotoni
otot juga, maka refleks tendon lebih condong untuk menurun daripada meningkat.
9,10

2.Ataksia

Ataksia mencakup semua jenis gerakan diskoordinatif. Bila gerakan


tersebut tampak lebih jelas pada lengan daripada tungkai, maka atakasia itu
dinamakan limb ataxia. Sebagai perincian dari limb ataxia ialah dismetria yang
berarti salah mengukur. Jangkauan gerakan voluntar dapat terlampau pendek
(hipometria) atau pun terlampau jauh (hipermetria) dari tujuannya. Pada
pemeriksaan dapat terlihat, bahwa jari telunjuk yang harus menyentuh ujung
hidung akan menyentuh atau menerjang bibir (hipometria) atau mata

19
(hipermetria). Fenomena dimana jangkauan gerakan voluntar selalu melampaui
tujuan dapat dinamakan fenomena past pointing. Bila kesimpangsiuran gerakan
tampak pada waktu berjalan, maka gejala itu dikenal sebagai gait ataxia. Dan
bila tubuh tidak bisa diam secara mantap pada waktu duduk tanpa sandaran, gejala
ini pun tergolong pada ataksia, yaitu truncal ataxia. Pada hakekatnya disartria,
yaitu gangguan berbicara dalam soal artikulasi yang akan dibahas di bawah ini,
adalah manifestasi ataksia juga9,10,11

3.Disartria

Bila koordinasi antara gerakan otot-otot pernafasan, otot-otot pita suara


dan lidah hilang, maka pengucapan kata-kata dan kalimat terganggu. Artikulasi
kata-kata menjadi kurang terang, nada dan irama pembicaraan menunjukkan sifat
stakato dan monoton. Gejala ini dikenal sebagai disartria. 9,10,11

4.Gangguan sikap tubuh

Sikap tubuh dihasilkan oleh gerakan otot-otot tertentu untuk


memungkinkan suatu corak gerakan voluntar terlaksana secara tangkas dan luwes.
Karena lesi serebelar timbul gangguan sikap tubuh, terutama mengenai sikap
kepala, leher dan bahu terhadap sikap badan. Karena lesi unilateral di serebelum
sikap kepala dan badan menyimpang ke arah lesi dengan limb ataxia pada
lengan yang dihadapinya. Kedua lengan yang diluruskan akan mengambil posisi
yang menyimpang ke arah lesi. Pada waktu berdiri tubuh cenderung untuk jatuh
ke arah lesi atau bersandar pada sisi lesi. 12,13

5.Dekomposisi gerakan voluntar.

Gerakan tangkas tampak berantakan (dekomposisi) apabila gerakan


tangkas yang agak kompleks dilakukan, misalnya membolak-balikkan tangan
berulang-ulang dengan kecepatan yang meningkat. Tangan dipronasikan dan
disupinasikan secara berselingan menurut irama yang pelahan, kemudian semakin
dipercepat untuk perlahan lagi seperti semula. Karena gangguan serebelar akan
dijumpai kecanggungan untuk melakukan gerakan tersebut, dimana gerakan
pronasi terputus setengah jalan atau gerakan supinasinya yang terputus setengah

20
jalan, sehingga gerakan tersebut dapat dinyatakan kehilangan komposisinya.
Gerakan kompleks yang dilukis di atas dikenal sebagai diadokhokinesia dan
terganggunya gerakan tersebut dinamakan disdiadokhokinesia atau
adiadokhokinesia. 12,13

Sindroma serebelaris dapat dibagi dalam 3 sub-sindroma oleh karena


manifestasi sindroma serebelaris yang tersebut di atas menunjukkan
pengelompokkan tertentu.13,14

Adapun ketiga sub-sindroma serebelaris itu ialah

1) Sindroma vermis bagian depan,


2) Sindroma vermis bagian belakang dan
3) Sindroma hemisferium serebeli.

Sindroma Vermis Bagian Depan

Vermis bagian depan merupakan daerah proyeksi jaras spinoserebelar yang


terutama menyalurkan impuls propioseptif dari tungkai. Sedangkan impuls
propioseptif dari tubuh bagian atas diproyeksikan kepada daerah paramedian dari
hemisferium serebeli bagian depan. Pada kerusakan yang hanya terbatas pada
vermis bagian depan, maka akan dijumpai ataksia pada kedua tungkai, yang akan
diperjelas pada waktu berjalan. Oleh karena itu, ataksia tersebut dinamakan ataxia
gait atau ataksia berjalan. Dalam hal tersebut lengan tidak jelas menunjukkan
ataksia. Cara melangkahkan kaki ke depan memperlihatkan tremor dan dismetria.
Sebagai gerakan korektif terhadap itu, maka kedua kaki ditelapakkan jauh satu
dengan yang lain. Berjalan dengan basis yang lebar ini diiringi oleh adanya
kekakuan bukannya hipotonik. Ini disebabkan oleh karena hubungan antara inti
vestibularis dan vermis tidak terputus. Pada lesi bagian belakang vermis terdapat
hipotoni yang jelas. Kecenderungan untuk jatuh akibat diskoordinasi gerak jalan
ke salah satu sisi dapat timbul pada lesi unilateral. Dalam hal tersebut badan
cenderung untuk jatuh ke sisi lesi. 13,14

21
Sindroma Vermis Bagian Belakang

Bagian belakang vermis menerima dan mengirim impuls dari dan ke inti
vestibular. Kegiatan yang terkait pada lintasan timbal balik tersebut ialah
pemeliharaan keseimbangan badan. Oleh karena itu kerusakan pada vermis bagian
belakang akan menimbulkan ataksi badan atau truncal ataxia. Dalam hal tersebut
badan yang tidak bersandar dapat memelihara sikap yang mantap, sehingga
bergoyang-goyang bagaikan seorang sehat yang menggoyang-goyangkan
badannya untuk memelihara keseimbangannya pada waktu duduk di kendaraan
yang terkocak-kocak oleh lubang-lubang jalan. Juga karena terganggunya
pemeliharaan sikap yang mantap, maka nistagmus timbul. Pada lesi unilateral
terdapat nistagmus dengan komponen cepat yang mengarah ke sisi lesi. Arah
gerakannya ialah horizontal. Manifestasi lain dari ketidakmampuan untuk
memelihara keseimbangan (sikap) akibat lesi di vermis bagian belakang, ialah
sikap tubuh umumnya. 13,14

Sindroma Hemisferium Serebeli

Korteks serebeli mempunyai hubungan timbal balik kontralateral dengan


korteks serebri. Hubungan tersebut melalui inti-inti pes pontis dan oliva inferior.
Korteks serebri yang memancarkan aktivitasnya ke serebelum ialah korteks
motorik ekstrapiramidalis. Sumbangan serebelum kepada korteks serebri, baik
kepada korteks piramidalis maupun ekstrapiramidalis, dihantarkan melalui
serabut-serabut yang menyusun brachium konjungtivum. Jaras tersebut berakhir
di nukleus ventrais lateralis talami. Kemudian efek serebelum dipancarkan oleh
inti tersebut kepada korteks piramidalis dan ekstrapiramidalis. Lintasan sirkuit
tersebut merupakan lintasan impuls motorik untuk gerakan tangkas. Terputusnya
lintasan itu menimbulkan gangguan gerak otot tangkas. Oleh karena jari-jari,
tangan dan lengan yang paling banyak melakukan gerakan yang tangkas, maka
ataksia paling jelas terlihat pada lengan. Ataksia tersebut dinamakan limb ataxia
atau ataksia lengan. Di samping itu akan didapati juga tanda-tanda astenia,
hipotonia, tremor dan disartria. 13,14

22
BAB III

KESIMPULAN

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower
motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-
saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik
sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior.
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti
talamik, nucleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otak,
serebelum dan korteks motorik tambahan yaitu area 4, area 6 dan area 8. Kerusakan traktus
piramidalis diluar daerah piramida selalu melibatkan serat ekstrapiramidalis. Jika hanya
serat piramidal yang terpotong, paralyisis yang terjadi adalah paralisis flaksid. Karena pada
tempat lain, kerusakan traktus piramidalis selalu mencakup serat ekstrapiramidalis,terutama
traktus retikulospinalis dan vestibulospinalis, maka paralisis yang terjadi selalu
paralisis spastic.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rohen,J.W. & Drecoil, E.L.(2009) Embriologi Fungsional Perkembangan


Sistem Fungsi Organ manusia. Ed 2. Dany, F. ed . Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
2. Ginsberg L. , 2008, Lecture Notes : Neurology. Jakarta: Erlangga.
3. Paulsen F.& J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia: Anatomi
Umum dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC
4. Pearce, C, Evelyn, 2009. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis,
Jakarta:Gramedia.
5. Faiz, Omar. 2004. At a Glance Anatomy ; Erlangga, Jakarta.
6. Chusid, JG, 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional, cetakan
keempat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
7. Snell, Richard, 2007; Neuroanatomi Klinik, edisi kedua., EGC, Jakarta.
8. Satyanegara M.D. Ilmu Bedah Saraf, Ed. 3, PT. GramediaPustaka Utama,
Jakarta, 2000
9. Mardjono, Mahar Prof. Dr, Sidharta Prigura Prof. Dr, Neurologi Klinis Dasar,
Dian Rakyat, Jakarta, 2000.
10. Overdoff, David, 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi I, Binapura Aksara,
Jakarta.
11. Harsono.,2008. Buku Ajar Neurologi Klinis Edisi 1 Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
12. Harsono.,2007. Kapita Selekta Neurologi Edisi 2 Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
13. A, Basjiruddin, Amir D..Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi) edisi I.
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2008.
14. Corwin, Elizabeth J. Handbook of Pathophysiology edisi 3. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. Terjemahan: Nike Budhi Subekti. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.

24

Anda mungkin juga menyukai