SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL
Disusun oleh:
Nur Khairani Putri
1808436250
Pembimbing:
dr. Sucipto, Sp.S
A. PENDAHULUAN
Sistem saraf pusat (SSP) membagi kontrol gerak mejadi sistem saraf somatis (SSS) dan
sistem saraf otonom (SSO). Sistem saraf somatis mengontrol kontraksi otot skelet secara sadar
(volunter). Sedangkan sistem saraf otonom mengontrol gerak organ visceral secara tidak sadar
(involunter). Sistem saraf somatis selama perjalananya melibatkan tiga tingkat neuron yang
disebut neuron desendens. Neuron tingkat pertama memiliki badan sel didalam korteks serebri
atau berada di SSP tempat impuls tersebut berasal. Neuron tingkat kedua /interneuron yang
terletak di medulla spinalis. Akson neuron tingkat kedua pendek dan bersinap dengan neuron
tingkat ketiga di columna grisea anterior.1,2
Secara klinis traktus desendens dibagi menjadi traktus piramidal dan ekstrapiramidal.
Traktus pyramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan kortikobulbar. Sedangkan traktus
ekstrapiramidal dibagi menjadi lateral pathway dan medial pathway. Traktus kortikospinal dua
per tiga serabut ini berasal dari gyrus presentralis dan sepertiga dari gyrus post sentralis. Serabut
ini kemudian mengumpul di korona radiata dan berjalan melalui gyrus posterior capsula interna.
85% traktus kortikospinal akan menyilang ke sisi kontralateral decusasio piramidalis sedangkan
sisanya tetap berada pada sisi ipsilateral dan akan tetap bersinap pada neuron tingkat ketiga pada
sisi kontralateral di medulla spinalis.
Traktus kortikospinal yang menyilang pada decussation piramidalis kemudian menjadi
traktus kortikospinal lateral kemudian masuk ke substansia grisea kornu anterior segmen
vertebral yang bersangkutan dan berakhir di kornu anterior (primary motoneuron) kemudian
akan mempersarafi otot otot rangka melalui medulla spinalis.
Traktus kortikobulbar selama perjalananya sama dengan kortikospinal. Traktus ini bersinap
pada motorneuron nervus kranialis III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Traktus kranalis
berpengaruh terhadap LMN saraf-saraf kranial otak. Serabut ini berjalan dari kapsula interna
menuju otak tengah (mesensefalon). Traktus ini bersilang pada tempat keluarnya motor
neuron.1,2
Sistem ekstrapiramidal merupakan suatu jaras motorik yang mempengaruhi gerakan-
gerakan, refleks dan koordinasi.1 Jaras ini melibatkan ganglia basalis yang berfungsi untuk
mengatur gerakan volunter kasar dan tidak terampil, seperti mengendalikan posisi berdiri,
gerakan tangan pada waktu berjalan, gerak lambaian tungkai dan lengan. Bagian otak yang juga
penting pada pengaturan gerakan adalah serebelum (otak kecil). Serebelum sangat penting untuk
mengatur ketepatan dan kelancaran koordinasi aktivitas motorik volunter.2
Sistem ekstrapiramidal disusun oleh korteks motorik (area 4,6,8). korpus striatum (nukleus
kaudatus, putamen), nukleus lentiformis (putamen, globus pallidus), nukleus subtalamikus,
substansia nigra, nukleus ruber dan formasio retikularis, serebelum (gambar 1) . 1,3 komponen-
komponen ini dihubungkan satu sama lain oleh akson yang kemudian membentuk lintasan yang
dikenal dengan sirkuit striatal.3 Sirkuit striatal terdiri dari sirkuit striatal utama (prinsipal) dan 3
sirkuit striatal penunjang (aksesori).1,3,4
Striatal utama disebut juga sirkuit striatal asesorik yang menghubungkan antara korteks ->
striatum -> globus pallidus -> thalamus -> kortek. Data yang tiba diseluruh korteks seolah-olah
diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan hasil pengolahan
itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Sirkuit
striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan striatum -> globus palidus ->
talamus. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus palidus -> nukleus
subtalamikum. Sirkuit asesorik ke-3, lintasan yang melingkari striatum -> subtansia nigra
(gambar 2). 1,3,4
Traktus Tectospinalis
Traktus tektospinalis berasal dari sel-sel neuron di dalam kolikulus superior
mesencephali. Sebagian besar serabut ini menyilang garis tengah segera setelah keluar dari
tempat asalnya dan turun melalui batang otak dekat dengan fasikulus longitudinalis medialis.
Traktus tektospinalis turun di dalam kolumna alba anterior medula spinalis dekat fissura mediana
anterior. Serabut-serabut ini diduga berkaitan dengan gerakan refleks postural sebagai respons
terhadap stimulus visual. Serabut ini yang berhubungan dengan neuron simpatis di kolumna
grisea lateralis dan mengurus refleks dilatasi pupil sebagai respons terhadap situasi gelap.6-8
Tractus Reticulospinalis
Di seluruh mesensefalon, pons, dan medula oblongata terdapat kelompok-kelompok sel
saraf dan serabut saraf yang tersebar yang secara bersama-sama dikenal sebagai formati
retikularis. Traktus retikulospinalis berasal dari formatio retikularis dan memberikan efek baik
eksitatorik maupun inhibitorik pada neuron motorik medulla spinalis. Sel tempat asal jaras
tersebut menerima input aferen dari korteks serebri, terutama lobus frontalis, selain itu juga
menerima impuls dari serebelum dan ganglia basalis. Neuron-neuron ini mengirimkan akson
yang kebanyakan tidak menyilang dari pons, turun ke medula spinalis dan membentuk traktus
pontoretikulospinalis. Neuron-neuron yang sama mengirimkan akson, baik yang menyilang
maupun tidak dari medula ke medula spinalis dan membentuk traktus retikulospinalis medularis.
Serabut retikulospinalis dari pons turun melalui kolumna alba anterior, sedangkan serabut
dari medula oblongata turun melalui kolumna alba lateralis. Kedua kelompok ini masuk ke
kolumna alba anterior medula spinalis serta dapat mengaktifkan atau menghambat aktivitas
neuron motorik alfa dan gamma. Dengan cara ini, traktus retikulospinalis mempengaruhi
gerakan-gerakan volunter dan aktivitas refleks. Saat ini, serabut retikulospinalis diduga di
dalamnya termasuk serabut desendens otonomik. Degan demikian, traktus reticulospinalis
merupakan jaras agar hypothalamus dapat mengatur aliran simpatis dan aliran parasimpatis dari
daerah sacralis.6-8
Traktus Rubrospinalis
Nukleus ruber terletak di dalam tegmentum mesencephali setinggi kolikulus superior.
Nukleus ruber adalah nukleus spesifik di mesensefalon. Nukleus ruber memiliki dua bagian, pars
magnoselularis di kaudal dan pars parvoseularis di rostral. Nukleus ini menerima input aferen
dari nukleus emboliformis dan nukleus dentatus serebeli melalui brakhia kongjungtivum
(pedunkulus serebelares superior). Serabut yang berasal dari nukleus emboliformis secara
filogenetik lebih tua berperan pada lengkung refleks yang mengontrol postur tubuh dan berbegai
jenis gerakan. Serabut yang berasal dari nukleus dentatus sangat banyak terutama pada manusia
dan berpartisapsi pada lengkung refleks lain. Satu sirkuit regulasi untuk ke serebelum dan
kemudian kembali ke korteks melalui nukleus dentatus, nukleus ruber, dan thalamus. Kelompok
lain serabut dentatorubralis berakhir terutama di pars parvoselualaris nukleus ruber. Semua
serabut serebelorubralis menyilang di garis tengah di mesensefalon, di dekusasio pedunkuli
serebelaris superior.
Nukleus ruber menerima input aferen lain dari korteks serebri melalui traktus
kortikorubralis dan dari tektum. Proyeksi eferen utama nukleus ruber melalui traktus
rubrospinalis dan traktus rubtoretikuaris memberikan pengaruh pada neuron motorik spinalis.
Kedua traktus ini menyilang garis tengah segera setelah keluar dari nukleus ruber, di dekat
dekusasio tegmentalis anterior (Forel). Serabut eferen lain berjalan melalui traktus tegmentalis ke
olive (serabut rubroolivaris), tempat proyeksi rekuren kembali ke serebelum. Tractus ini
menfasilitasi aktivitas otot fleksor dan mengahambat aktivitas otot ekstensor atau antigravitasi. 6-8
Traktus vestibulospinalis
Nuclei vestibulares terletak di dalam pons dan medulla oblongata di bawah dari ventrikulus
quartus. Nuclei vestibualres menerima serabut –serabut aferent dari telinga dalam melalui
nervus vestibularis dan dari serebelum. Neuron-neuron nucleus vestibularis lateralis memberikan
akson-akson yang akan membentuk traktus vestibulospinalis. Traktus ini berjalan turun tidak
menyilang melalui medulla dan melalui seluruh panjang medulla spinalis di dalam columna alba
anterior. Serabut-serabut berakhir dengan cara bersinaps pada neuron-neuron penghubung di
columna grisea anterior medulla spinalis. Melalui traktus ini, telinga dalam dan serebelum
menfasilitasi aktivitas otot ekstensor dan menghambat aktifitas otot fleksor utuk menjaga
keseimbangan. 6-8
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5. (a) Traktus Retikulospinalis, (b) Traktus Tectospinalis, (c) Tratus Rubrospinalis, (d)
Traktus vestibulospinalis 6
C. ASPEK KLINIS
Motoneuron pada sistem saraf somatis terbagi menjadi dua, yaitu Upper Motor Neuron
(UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). Upper Motor Neuron berjalan dari korteks serebri
sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari UMN akan mempengaruhi aktifitas dari
LMN. Lower Motor Neuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada
bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal. LMN mempersarafi serabut otot dengan berjalan
melalui radiks anterior, nervus spinalis dan saraf tepi. LMN memiliki dua jenis serabut saraf
yaitu alfa motorneuron dan gamma motorneuron.
Alfa motorneuron memiliki akson besar, tebal dan menuju ke serabut otot ekstrafusal
(aliran impuls saraf yang berasal dari otak / medulla spinalis menuju ke efektor), sedangkan
gamma motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke serabut otot
intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak / medulla spinalis). 1,5,6
Pada lesi UMN terjadi paralisis berat, dengan sedikit atau tidak ada atrofi otot (kecuali
atrofi sekunder karena tidak digunakan, disuse atrophy). Spastisitas atau hipertonisitas otot,
ekstremitas inferior dipertahankan dalam posisi ekstensi dan ektremitas superior dalam posisi
fleksi. Peningkatan reflek otot dalam serta klonus dapat di temukan pada otot-otot fleksor jari-
jari, M. quadriceps femoris, dan otot-otot betis. Reaksi pisau-lipat, ketika dilakukan gerakan
pasif pada sendi, terdapat resistensi yang disebabkan oleh spastisitas otot. Pada waktu
diregangkan, tiba-tiba tahanan otot menghilang karena adanya inhibisi pada organ
neurotendinosa.
Lesi pada LMN terjadi akibat trauma, infeksi (poliomyelitis), penyakit vascular, penyakit
degenerative, dan neoplasma dapat menimbbulkan lesi LMN dengan merusak badan sel didalam
columna grisea anterior atau aksonnya didalam radiks anterior atau nervus spinalis. Tanda-tanda
klinis di bawah ini ditemukan pada lesi LMN:
1. Paralisis flasid pada otot-otot yang dipersarafi
2. Atrofi otot yang dipersarafi
3. Hilangnya refleks otot-otot yang dipersarafi
4. Fasikulasi otot. Fasikulasi merupakan kedutan otot (twitching) yang hanya terlihat bila
terjadi destruksi lambat pada LMN
5. Kontraktur otot. Kontraktur otot merupakan pemendekan otot yang mengalami
paralisis. Lebih sering terjadi pada otot antagonis yang fungsinya tidak lagi dihambat
oleh otot yang mengalami paralisis.
6. Reaksi degenerasi. Dalam keadaan normal, otot-otot yang dipersarafi memberikan
respons terhadap stimulasi menggunakan arus faradik (terputus-putus) dan kontraksi
terus terjadi selama arus tetap bejalan. Arus galvanik atau arus langsung akan terus
berkontraksi bila arus dinyalakan atau dimatikan. Bila LMN dipotong, otot tidak lagi
bereaksi terhadap stimulasi listrik yang terputus-putus dalam waktu 7 hari setelah saraf
dipotong, walaupun masih bereaksi terhadap arus galvanik. Setelah 10 hari, reaksi
terhadap arus galvanik juga hilang. Perubahan respon otot terhadap stimulasi listrik
disebut sebagai reaksi degenerasi.6
D. SINDROM EKTRAPIRAMIDAL
Disfungsi pada sistem ekstrapiramidal dapat ditandai adanya gangguan tonus otot
(distonia) dan gangguan gerakan involunter (hyperkinesia, hipokinesia, akinesia). Dua
sindroma klinis ini disebabkan oleh penyakit neostriatum (hyperkinesia dan hipotonia) dan
penyakit substansia nigra (hipokinesia dan hipertonia).
E. PENYAKIT PARKINSON
Gambar 6. a). situasi normal (hijau: eksitasi, merah: inhibisi) GPe: globus palidus lateralis, STN:
nukleus subtalamikus, GPi: globus palidus medialis, Th: thalamus, SNg: substansia nigra, b).
situasi pada penyakit Parkinson (tidak diobati), c). situasi pada penyakit Parkinson selama
pengobatan dengan stimulasi subtalamikus
Pada penyakit Parkinson familial, terjadi mutasi pada beberapa gen yang berbeda
diketahui sebagai penyebab utama. Mutasi juga ditemukan pada a-sinuklein yang
menunjukkan peran patologis langsung pada degenerasi neuron dopaminergik. Bentuk
familial biasanya timbul dengan onset yang lebih cepat dan gejala klinis spesifik.5,10
Parkinsonisme bentuk simptomatik yang disebabkan oleh lesi struktural / inflamasi SSP,
atau pengaruh toksik. Misalnya pada terapi (neuroleptik, antiemetik, anntagonis kalsium,
obat antihipertensi yang mengandung reserpin) serta pada ensefalitis, lesi iskemik,
intoksikasi dan gangguan metabolik.5,10
Mafestasi klinis
Hipokinesia (hilangnya dopaminergik pada striatum sehingga terjadi penurunan gerakan
volunter)
Rigiditas (tonus otot yang meningkat dan tegang)
Tremor istirahat (gerakan osilasi pada frekensi 4-6 Hz saat ekstremitas istirahat).
Manifestasi klinis Parkinson yang muncul bersamaan dengan defisit neurologis yang lain,
menunjukkan disfungsi SSP selain ganglia basalis, dikatakan sebagai sindroma Parkinson –
plus. Ada beberapa sindroma Parkinson plus, contohnya parkinsonisme, paralisis bola mata
vertikal, dan kaku kuduk yang jelas membuat trias klinis pada sindrom steele-Richardson-
Olszewski, atau dikenal sebagai kelumpuhan supranuklear progresif. Sebaliknya, disfungsi
SSO berat, instabilitas postural, dan defisit yang melibatkan komponens SSP lain (misalnya,
tanda-tanda traktus piramidalis) terlihat pada atrofi multiple sistem.5
1. Parkinson rigiditas – akinetik dapat dikenali pada fase awal sebagai penurunan
gerakan yang semakin memberat, termasuk hilangnya gerakan tambahan pada lengan,
perlambatan gaya jalan, berkurangnya ekspresi wajah (hipomima), dan stooped
posture yang khas. Beberapa pasien awalnya mengeluhkan kaku pada bahu (“frozen
shoulder”).
2. Parkinson dominan – tremor, terutama mengalami tremor saat istirahat berfrekuensi
rendah, umumnya unilateral, tremor Parkinson serng merupakan tipe pemutar pil
3. Parkinson tipe gabungan, menunjukkan manifestasi akinesia, rigiditas dan tremor.5
Terdapat beberapa kriteria klinis untuk menegakkan diagnosis penyakit Parkinson antara
lain dari UKPDS Brain Bank Clinical Criteria, atau yang terbaru MDS Clinical Diagnostic
Criteria for Parkinson Disease (2015).
Menurut UKPDS (United Kingdom Parkinsons Disease Society) Brain Bank Clinical Criteria
untuk menegakkan penyakit Parkinson secara klinis terdiri dari 3 tahap.
Tahap II. Memastikan tidak ada gejala atau tanda yang menjelaskan ada penyebab lain:
riwayat stroke berulang
riwayat trauma kepala berulang
riwayat ensefalitis
krisis okulogirik
terapi neuroleptik saat awitan gejala,
lebih dari satu anggota keluarga
remisi yang terus berlanjut
gejala unilateral menetap lebih dari 3 tahun
supranuclear gaze palsy
gejala cerebellar
gangguan otonom berat pada awal penyakit
dementia berat pada awal penyakit dengan gangguan memori, bahasa dan praksis
tanda Babinski, ada tumor otak atau hidrosefalus komunikans dari hasil pencitraan otak
tidak memberikan respon terhadap terapi levodopa dosis besar, meskipun tanpa 221
disertai gangguan malabsorbsi saluran cerna
paparan bahan kimia mengandung komponen MPTP (1-methyl-4-phenyl-
1,2,3,6-tetrahydropyridine
Tahap III: Kriteria penyokong positif prospektif Penyakit Parkinson.
Dibutuhkan 3 atau lebih kriteria dibawah ini untuk diagnosis definit Penyakit Parkinson dalam
kombinasi dengan tahap pertama.
awitan unilateral
tremor istirahat
penyakit progresif
gejala sejak awitan menetap secara asimetris
memberikan respon baik (70-100%) terhadap pemberian levodopa
timbul diskinesia yang diinduksi levodopa
respon terhadap levodopa 5 tahun atau lebih
perjalanan klinis berlangsung 10 tahun atau lebih.
Adapun kriteria diagnosis klinis Penyakit Parkinson menurut MDS (Movement Disorders
Society) Clinical Diagnostic Criteria for Parkinsons Disease, sedikit lebih kompleks dalam
penerapannya karena menyertakan gejala non motorik pada Parkinson seperti :
1. autonom (hipersalivasi, disfagia, mual, konstipasi dan disfungsi seksual)
2. gangguan tidur (insomnia)
3. neuropsikiatrik (gangguan kognitif, gangguan mood, apatis, psikosis dan halusinasi)
4. sensoris (gangguan olfaktori, visual, auditorik dan nyeri)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s principles of Neurology, 8th Ed.
McGraw Company. 2005. p. 48-118
2. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Ed. Ovids. 2009. p. 3-
11
4. DeLong MR, Wichmann, T. Circuits and Circuit Disorders of the Basal Ganglia. Arch
Neurol. 2007;64:20-24
8. Steven D, Waldman MD,JD. The Extrapyramidal System. Kenhub; Research. [on the
internet]. 2019; .p. 1-5 Available from
https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/ectrapyramidal-system
9. Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, Ruggiero DA. The Human Nervous System
Structure and Function. 6th Ed. Humana Press. Inc; 2005. p. 418-36
10. Jankovic J, Tolosa E. Parkinson’s Disease & Movement disorders. 5 th Ed. Lippincott
Williams & Wilkins. Houston; 2007.p.78-91