OLEH :
NENG ULINDA
0100840101
Pembimbing :
dr. Ign Letsoin, Sp.S., Msi. Med, FINS
SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA-PAPUA
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. J
Umur : 54 tahun
Tempat/ tgl lahir : Kalimantan,01 Februari 1962
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Abepura
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Supir
Suku Bangsa : Bugis
No. DM : 105055
Tanggal Masuk Perawatan : 13 Juli 2016
1.3. SUBJEKTIF
Anamnesis (Autoanamnesis)
a. Keluhan Utama : Lemah keempat anggota gerak
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Anggota gerak atas dan bawah
Onset : 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Kualitas : Kekuatan otot 3 4
3 3
Kuantitas : Activity Daily of Living (ADL) terganggu, dependen
pada anggota keluarga
Kronologis : Pasien Tn. J umur 54 tahun masuk IGD Rumah Sakit
dengan keluhan tetraparase 3 jam sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya pasien merasakan pusing dan
tiba-tiba jatuh , tubuhnya lemas dan tidak bisa berdiri
ataupun berjalan saat hendak naik kedalam taksi di
terminal entrop 3 jam sebelum masuk ke Rumah
Sakit. Pasien tidak bisa berjalan atau berdiri seperti
biasanya, pasien mengatakan sulit untuk memegang
benda, pasien juga mengeluhkan batuk 3 minggu,
lendir (+) berwarna hijau kekuningan, BB menurun.
Pingsan (-), Mual (-), muntah (-), makan/minum
baik, BAK/BAB(+/+).
Faktor yang memperberat : Tidak ada
Faktor yang memperingan : Tidak ada
Gejala Penyerta : Pasien juga mengeluh batuk 3 minggu, lendir (+)
berwarna hijau kekuningan, BB menurun.
1.4. OBJEKTIF
a. Vital Sign (Pemeriksaan di IGD)
Keadaan umum: Tampak sakit sedang,
Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4 M6V5
TTV :
Tekanan Darah = 100/70 mmHg,
Nadi = 100x/min,
Respirasi = 30x/mnt,
Suhu = 37,2oC
b. Status Interna
Kepala/leher : Normochepal, Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pembesaran KGB (-)
Thoraks : paru simetris, ikut gerak nafas, Retraksi (-),Rho (-/-), Whe (-/-)
Cor : Ic (+), thrill (-), pekak, Bunyi jantung I-II regular, murmur (-)
Abdomen : tampak cekung, BU(+), tympani
Ekstremitas: akral teraba hangat, udema (-).
Vegetatif : makan/minum (+/+), BAB/BAK (+/+)
c. Status Psikis
Cara berpikir : reaslistik
Perasaan hati : Eutimik
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Tidak dievaluasi pemeriksaan IQ
d. Status Neurologis
Rangsangan Meningeal : Kaku Kuduk (-), Lasegue / Kernig (-), Brudzinsky
I,II,III (-/-/-)
Refleks Fisiologis : Bisep reflex (+/+), trisep reflex (+/+), patella reflex
(+/+)
Refleks Patologis : Babinsky (-/+), chanddock (-/-), openheim (-/-),
Gordon (-/-), Gonda (-/-)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat isokhor, ODS: 3 mm, GBM :
bergerak kesegala arah
Wajah : simetris
Lidah : simetris
Motorik : tetraparese dengan kekuatan otot 3 4
3 3
Atrofi : pada tangan [ m. interosseus dorsalis I (Sinistra, Dextra)]
Sensitabilitas : Dalam batas normal.
- Nervus kranialis : Kanan Kiri
N.I (Olfaktorius)
Subyektif : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Dengan bahan : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
NII (Optikus)
Tajam Penglihatan : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Lapang penglihatan : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
NIII (Okulomotor)
Sela mata : Tidak dievaluasi
Pergerakan bulbus : dbn dbn
Strabismus : dbn dbn
Nistagmus : dbn dbn
Eksoptalmus : dbn dbn
Ukuran Pupil : 3 mm 3mm
Bentuk : bulat bulat
Refleks cahaya : + +
Refleks konsensual : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Melihat kembar : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
NIV (Troklearis)
Pergerakan mata
(Kebawah-kedalam) : dbn dbn
Sikap bulbus : ditengah ditengah
NV (Trigeminus)
Membuka mulut : Asimetris Asimetris
Mengunyah : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Menggigit : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Refleks kornea : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Sensibilitas wajah : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
NVI (Abdusens)
Pergerakan mata
(ke lateral) : dbn dbn
Sikap bulbus : ditengah ditengah
Melihat kembar : tidak dievaluasi tidak dievaluasi
NVII (Fasialis) :
Mengerutkan dahi : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Menutup mata : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Memperlihatkan gigi : Tidak dievaluasi
Bersiul : Tidak dievaluasi
Perasa lidah
(2/3 bagian depan) : Tidak dievaluasi
NVIII Vestibulococlearis
Detik Arloji : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Suara berbisik : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi Tes
schwabach : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Tes Rinne : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
Tes weber : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
NIX (Glosofaringeus)
Perasa lidah
(1/3 bagian belakang) : Tidak dievaluasi
Sensibilitas faring : Tidak dievaluasi
NX (Vagus)
Arkus faring : Tidak dievaluasi
Berbicara : Tidak dievaluasi
Menelan : Tidak dievaluasi
Nadi : 100x / menit
Okulo kardiak : Tidak dievaluasi
NXI (Aksesorius)
Mengangkat bahu : Asimetris Asimetris
Memalingkan kepala : Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
NXII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah : Tidak dievaluasi
Tremor lidah : Tidak dievaluasi
Artikulasi : Tidak dievaluasi
1.5. RESUME
Pasien Tn. J umur 54 tahun masuk IGD Rumah Sakit dengan keluhan
tetraparase 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa pusing (+), Pasien juga
mengeluhkan batuk 3 minggu, lendir (+) berwarna hijau kekuningan, BB menurun
(+), Pada pemeriksaan neurologis didapatkan tetaparese, reflex patologis Babinski (-
/+)
1.9. FOLLOW UP
Tanggal Catatan Tindakan
26/07/2016 S : Lemah keempat anggota gerak P:
O : Kes CM, GCS 15 - Methilprednisolon 3x8mg (po)
TTV: TD : 110/80 mmHg, N : 76x/mnt, R : - Kalmeco 2x1 tap (po)
26 x/mnt, SB : 37oC - B1/B6/Gabapentin 2x1 caps
Status Interna - OAT Kat I
Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, - Fisioterapi
lain-lain DBN
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-
),Lasegue/kernig (-/-), Brudzinky I,II,III (-/-/-
)
Saraf Otak : Mata : pupil bulat isokor,
ODS : 3 mm, reflex cahaya (+/+), reflex
kornea (+/+), GBM : bergerak kesegala arah
Kontrol gerak oleh Sistem Saraf Pusat terbagi menjadi Sistem Saraf
Somatis (SSS) dan Sistem Saraf Otonom (SSO). Sistem saraf somatik mengontrol
kontraksi otot skelet secara sadar (volunter). Sedangkan Sistem saraf otonom
mengontrol gerak organ visceral secara tidak sadar (involunter)
Berdasarkan letak anatomis, motoneuron pada sistem saraf somatis
terbagi rnenjadi dua, yakni Upper Motorneuron (UMN) dan Lower Motomeuron
(LMN).1,2
2.2. Definisi
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) merupakan salah satu jenis penyakit
yang tergolong dalam penyakit saraf atau Motor Neuron Disease (MND).1
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS), juga disebut Lou Gehrig Disease adalah
penyakit yang progresif, artinya proses degenerasi motor neuron akan terus berlanjut
dan meluas ke semua bagian, dan ini berakibat pada meluasnya otot yang dipengaruhi.2
Pada awalnya, motor neuron yang terdegenerasi terfokus pada lokasi amat
terbatas, misalnya yang berurusan dengan gerak telapak kaki kiri saja, atau telapak
tangan kanan saja, atau pada daerah leher saja. Namun lambat atau cepat progres akan
dirasakan pada bagian-bagian lain pada tubuh. Fokus lokasi awal, dan laju progres
(cepat atau lambat) amat bervariasi dari pasien ke pasien. Semakin meluasnya dampak
ALS pada tubuh dan semakin melemahnya tubuh mejadi lumpuh. Ini bisa berakibat
fatal karena otot-otot yang melaksanakan aktivitas bernafas dapat diserang juga oleh
ALS.3
Pada ALS, terjadi degenerasi sel saraf, sehingga tidak terjadi transmisi molekul
neurotransmiter dari otak menuju ke otot, dan mengakibatkan disfungsi otot, sehingga
otot menjadi lemah, mengalami atrofi otot dan fasciculation.3
2.3. Epidemiologi
Di seluruh dunia, diperkirakan ALS terjadi pada 1 hingga 3 orang per 100.000
populasi. ALS biasanya menyerang di usia pertengahan akhir (rata-rata sekitar umur
50-an) atau lebih dari 50-an, meskipun juga terjadi pada orang dewasa muda dan
bahkan pada anak-anak, serta orang yang sangat tua. ALS menyerang para pemuda.
Pria lebih rentan mengalami penyakit ALS daripada perempuan. Studi menunjukkan
rasio keseluruhan sekitar 1,2 : 1 antara Pria : Wanita yang mengalami penyakit ALS.3
Di Amerika Serikat, kejadian ALS lebih banyak pada ras kulit putih
daripada non- kulit putih, dengan rasio 1.6: 1. Kelompok populasi kecil telah
diidentifikasi memiliki tingkat kejadian ALS yang lebih tinggi. Penduduk Chamorro
Guam dan Mariana Island, Semenanjung Kii Pulau Honshu, dan Auyu serta
penduduk Jakai dari barat daya Nugini, memiliki insiden yang lebih
tinggiALS dibandingkan wilayah lain.5
2.4. Etiologi
Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) dipicu oleh kematian sel-sel saraf yang
mengendalikan gerakan otot sehingga membuat otot menjadi lemah dan lumpuh. Satu
dari 10 kasus ALS disebabkan faktor genetik, sedangkan sisanya belum diketahui pasti
penyebabnya. Para peneliti mempelajari beberapa kemungkinan penyebab ALS,
termasuk:4
1. Mutasi gen
Berbagai mutasi genetik dapat memicu ALS. Tidak ada perbedaan signifikan antara
ALS akibat genetik dengan ALS yang disebabkan faktor lain.
2. Ketidakseimbangan kimia
Orang yang mengalami ALS biasanya memiliki kadar glutamat lebih tinggi dari
normal. Glutamate merupakan bahan kimia pembawa pesan dalam otak dan sistem
saraf. Terlalu banyak glutamat diketahui menjadi racun bagi beberapa sel-sel saraf
3. Respon kekebalan yang tidak terkendali
Kekebalan tubuh seseorang mungkin mulai menyerang sel-sel tubuh normal.
Kondisi ini diduga bisa memicu proses yang mengakibatkan ALS.
4. Kesalahan penanganan protein
Terdapat bukti bahwa kesalahan penanganan protein dalam sel-sel saraf dapat
menyebabkan akumulasi bertahap bentuk abnormal protein dalam sel yang memicu
kematian sel-sel saraf
1. Keturunan
Sekitar 10 persen orang yang mengalami ALS mewarisinya dari orangtua mereka.
Anak yang memiliki orang tua ALS memiliki peluang 50-50 mengalami penyakit
yang sama.
2. Usia
ALS paling umum terjadi pada orang berusia 40 tahun hingga 60 tahun.
3. Jenis kelamin
Sebelum usia 65 tahun, pria memiliki peluang sedikit lebih besar dibandingkan
wanita mengalami ALS. Perbedaan ini akan lenyap pada rentang usia di atas 70
tahun.
1. Merokok
Merokok meningkatkan risiko seseorang mengalami ALS hampir dua kali lipat
dibandingkan orang yang tidak merokok.
2. Paparan timbal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa paparan timbal di tempat kerja dapat
dikaitkan dengan perkembangan ALS.
3. Dinas militer
Studi terbaru menunjukkan bahwa orang yang bertugas di militer mengalami
risiko lebih tinggi mengembangkan ALS. Tidak diketahui pasti alasan di balik
penemuan ini, tetapi dugaan berkisar pada paparan logam atau kimia tertentu, luka
traumatis, infeksi virus, dan aktivitas fisik yang intens.
Toksisitas Glutamat
Stres Oksidatif
Disfungsi mitokondria
Penyakit autoimun
Penyakit Infeksi
Metabolisme Karbohidrat
2.5. KLASIFIKASI5
2.6 PATOFISIOLOGI
ALS merupakan nama penyakit yang didasari oleh patofisiologinya.
Amyotrophy mengacu pada atrofi serat otot, yang mengalami denervasi bersamaan
dengan degenerasi sel tanduk anterior. Lateral sclerosis mengacu pada pengerasan
kolom anterior dan lateral dari sumsum tulang belakang sebagai motor neuron di
daerah ini berdegenerasi dan digantikan oleh astrosit berserat (gliosis).5
Penelitian saat ini mengenai mekanisme terjadinya ALS jenis sporadis dan
familial telah difokuskan pada excitotoxicity. Hal ini dapat terjadi secara
sekunder akibat overactivation glutamate reseptor, proses autoimun pada saluran
ion kalsium, stres oksidatif yang dikaitkan dengan pembentukan radikal bebas, atau
bahkan kelainan cytoskeletal seperti akumulasi neurofilaments pada intraselular.
Apoptosis telah muncul sebagai faktor pathogen.
2.7. Gejala Klinis
ALS biasanya dimulai secara fokal dengan kelemahan ringan dan pengecilan
otot. Keterlibatan awal adalah asimetris, namun pengecilan otot dan kelemahan
secara bertahap menjadi bilateral dan luas. gangguan fungsi mungkin pertama
kali terlihat pada otot tangan atau kaki, atau dengan perubahan dalam berbicara
atau menelan.6
Gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain sesuai dengan
kelompok otot yang dipengaruhi oleh penyakit.Tersandung, menjatuhkan barang,
kelelahan abnormal pada lengand an/ atau kaki, kesulitan dalam berbicara, tertawa
atau menangis yang tidak terkendali, kram otot dan berkedut merupakan gejala
ALS.
Gejala ALS biasanya muncul pertama kalinya di tangan dan akan
menyebabkan masalah dalarn berpakaian, mandi, atau tugas-tugas sederhana
lainnya dan dapat mengenai sisi tubuh lainnya. Jika bermula pada kaki maka
berjalan akan menjadi sulit. ALS juga dapat bermula di tenggorokan yang
menyebabkan kesulitan menelan.6
Orang yang menderita ALS tidak kehilangan kemampuan untuk
melihat, mendengar, menyentuh, mencium, ataupun fungsi seksual. Gangguan
perilaku yang ditunjukkan biasanya ringan, atau memang tidak ada. 6 Tanda LMN
harus jelas untuk diagnosis yang valid. Fasikulasi mungkin terlihat pada lidah
meskipun tanpa disartia. Jika terdapat kelemahan dan otot tubuh yang
mengecil fasikulasi biasanya sudah mulai terlihat. Refleks tendon mungkin
meningkat atau menurun. Kombinasi dari reflex yang berlebihan dengan tanda
Hoffman pada tangan dan lemah serta otot yang fasikulasi sebenamya merupakan
tanda yang patognomonik dari ALS (kecuali untuk sidrom motor neuropati). Tanda
tegas kelainan UMN adalah babinsky dan klonus. Kelainan berjalan yang spastic
dapat terlihat tanpa tanda LMN pada kaki, kelemahan pada kaki mungkin tidak
ditemukan, tetapi inkoordinasi terbukti dengan kecanggungan dan kejanggalan
dalam penampilan ketika bergerak.7
2.8. Pemeriksaan Fisik
b. Elektromiografi Konvensional
Konsentris jarum elektromiografi (EMG) memberikan bukti disfungsi
LMN yang diperlukan untuk. mendukung diagnosis ALS, dan harus
ditemukan dalam setidaknya dua dari empat daerah SSP: Otak
(bulbar/neuron motor tengkorak), leher rahim, toraks, atau lumbosakral
sumsum tulang belakang (anterior tanduk motorneuron).
Untuk daerah batang otak itu sudah cukup untuk menunjukkan
perubahan dalam satu EMG otot (misalnya lidah, otot-ototwajah, otot
rahang). Untuk wilayah sumsum tulang belakang, region dada sudah
cukup untuk menunjukkan perubahan EMG baik dalam otot paraspinal
pada atau di bawah tingkat T6 atau di otot perut. Untuk daerah leher
rahim dan sum sum tulang belakang lumbosakral setidaknya dua otot
dipersarafi oleh cabang yang berbeda dan saraf perifer harus
menunj ukkan perubahan EMG.
c. Transcranial Magentic StimuJation and Central Motor Cunduction
Time
Stimulasi Magnetik Transkranial (TMS) mernungkinkan evaluasi
non-invasif jalur motor kortikospinalis, dan memungkinkan deteksi lesi
UMN pada pasien yang tidak memiliki tanda-tanda UMN.
Amplitudo motoric, ambang batas kortikal, waktu pusat konduksi
motoric dan periodic laten dapat dengan mudah dievaluasi dengan
menggunakan metode ini. Central Motor Cunduction Time (CMCT)
memberikan hasil konduksi yang lama pada setidaknya satu otot
ekstremitas.
d. Elektromiografi kuantitatif
Motor Unit Number Estimation (MUNE) adalah teknik
elektrofisiologi khusus yang dapat memberikan perkiraan kuantitatif
dari jumlah akson yang mempersarafi otot atau kelompok otot.
2.9.2. Neuroimaging
Dievaluasi MRI pada kepalaltulang belakang untuk menyingkirkan lesi
structural dan diagnosis lain pada pasien yang dicurigai ALS (tumor, spondylitis,
siringomielia, strokebilateral, dan Multiple Sclerosis).
2.12. KOMPLIKASI
2.12.1. Breathing problems
Pada ALS biasanya terjadi paralisis dari otot pemafasan. Pada ALS tahap
lanjut, penderita perlu melakukan tindakan trakeostomi. Kegagalan pemafasan
terutarna terjadi dalam waktu 3 sampai 5 tahun.
2.12.3. Demensia
Penderita ALS, beresiko tinggi untuk tirnbulnya dementia namun hal ini
masih belum dapat dijelaskan secara terperinci. Dementia yang sering pada ALS:
a. Frontotemporal dementia
b. Alzheimer's disease
2.13. PENATALAKSANAAN
2.13.1. Medikamentosa
Pengobatan ALS medikamentosa terdiri dari dua bagian yakni terapi
kausatid dan juga terapi simptomatik seperti yang tertera di bawah ini:8
I. Terapi Kausatif
Tabel 2.6 Terapi Kausatif
II. Terapi Simtomatik
2.13.2. Non-Medikamentosa
Beberapa terapi diluar medikamentosa yang dapat diberikan kepada
8
pasien ALS adalah sebagai berikut.
a. Terapi Fisik
Salah satu efek samping dari penyakit ini adalah spasme atau kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Terapi fisik tidak dapat mengembalikan fungsi
otot normal, tetapi dapat membantu dalam mencegah kontraksi yang
dapat menyebabkan nyeri pada otot dan mempertahankan fungsi
kekuatan otot dalam.
b. Terapi bicara
Terapi bicara juga dapat membantu dalam mempertahankan
kemampuan seseorang untuk berbicara. Terapi menelan juga
penting, untuk membantu masalah menelan dan juga mencegah
pasien agar tidak tersedak.
c. Disarankan kepada pasien pasien mengatur posisi kepala dan
posisi lidah. Pasien dengan ALS juga harus mengubah konsistensi
makanan untuk membantu proses menelan agar lebih mudah.
d. Terapi okupasi
Tujuannya adalah agar pasien dapat melakukan aktifitas/pekerjaan
sehari-hari lebih mudah tanpa bantuan orang lain.
e. Terapi pernapasan
Ketika kemampuan untuk bernapas menurun, seorang terapis
pemafasan dibutuhkan untuk mengukur kapasitas pernafasaan. Tes ini
harus dievaluasi secara teratur. Beberapa anjuran yang dapat
diberikan untuk mempermudah pasien dalam proses pernapasan
adalah:
1. Tidak berbaring setelah makan
2. Tidak mengomsumsi makanan terlalu banyak karen a hal ini
dapat menyebabkan tekanan perut dan mencegah perkembangan
diafragma.
3. Posisi kepala harus ditinggikan 15 sampai 30 derajat pada saat
tidur supaya organ organ di dalam perut menjauh dari diafragma
dan rnemudahkan diafragma untuk berkembang
4.
2.14. PROGNOSIS
ALS merupakan penyakit yang fatal. Rata-rata kehidupan adalah 3 tahun
dari onset klinis. Namun, kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak langka.
Sekitar 15% dari pasien dengan ALS dapa hidup 5 tahun setelah didiagnosis
dengan ASL , dan sekitar 5% bertahan selama lebih dari 10 tahun. Kelangsungan
hidup jangka panjang dikaitkan dengan usia yang lebih muda saat onset, jenis
kelamin laki-laki dan keterlibatan gejala anggota tubuh daripada bulbar. Remisi
spontan pada penyakit ini jarang dilaporkan.5
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad functionam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik baik dalam status interna maupun status
neurologis, serta pemeriksaan penunjang pasien atas nama Tn. J, umur 54 tahun
didiagnosis Amyotropic Lateral Sclerosis.
Gejala ALS ditandai dengan adanya disfungsi dati LMN dan UMN seperti kedutan
yang muncul dan berulang pada lokasi-lokasi otot tertentu dan rasa melemahnya otot-otot
tertentu, terlepas dan jatuhnya barang yang sedang dipegang, kesulitan mengancingkan
baju, kram pada ekstremitas. Gejala yang umumnya muncul pada tahap berikutnya adalah
kesulitan pada daerah seputar leher seperti menelan, mengunyah, dan berbicara, sulit
membuka/menutup mulut dengan sempurna, dan kesulitan pada ekstremitas seperti
berjalan, mengangkat benda dan menulis juga adanya atrofi otot pada lengan pasien.
Berdasarkan data anamnesa yang didapatkan dari pasien, keluhan utama pasien adalah
lemah ke empat anggota gerak tubuh, kesulitan berjalan, mengecilnya anggota tubuh
(atrofi otot). Hal ini sesuai dengan teori yang ada.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan pemberian Methilprednisolon
yang berfungsi sebagai adrenokortikoid, antiinflamasi dan imunosupresan. Mecobalamin
merupakan salah satu bentuk kimi dari vitamin B12 diberikan agar menjaga fungsi sistem
saraf dan otak. Pasien diberikan obat racikan berisi Vitamin B1(thiamine), Vitamin B6
(pyridoxine), dan Gabapentin sebagai penghilang nyeri dan menjaga atau mempertahankan
fungsi otak. Pasien juga diberikan pengobatan OAT sebagai terapi adjuvant karena
dicurigai adanya TB ekstra paru berdasarkan klinis pasien..
Prognosis pada pasien ini adalah ad vitam dubia ad malam, ad fungsionam dubia
ad malam, ad sanastionam dubia ad malam karena ALS merupakan penyakit
neurodegenerative progresif yang tidak dapat disembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anatomi dan fisiologi sistem saraf. Diunduh dari :
http://id.scribd.com/doc/92306009/jaras-pirmnidalis-Dan-Ekstramidalis [diakses
pada 30 juli 2016]