Anda di halaman 1dari 465

C B T O P T I M A B AT C H N O V E M B E R 2 0 1 9

D E R M AT O V E N E R O L O G I
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. KAMILA | DR. EDWIN |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d
TO 1
1. Pioderma
Pioderma : infeksi kulit dan jaringan lunak yang
disebabkan oleh bakteri piogenik (tersering adalah S.
aureus dan Streptokokus β-hemolitik grup A)
• Terdapat 2 bentuk pioderma:
– Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis:
Impetigo nonbulosa, Impetigo bulosa, Ektima, Folikulitis,
Furunkel, Karbunkel
– Pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis, ada
gejala konstitusi: Erisipelas, Selulitis, Flegmon, Abses
multiplel kelenjar keringat, Hidradenitis
• Komplikasi bisa muncul: Impetigo non-bulosa: glomerulonefritis akut, Ektima:
ulserasi dan skar. Komplikasi lainnya yang jarang: sepsis, osteomielitis, artritis,
endokarditis,pneumonia, selulitis, limfangitis, limfadenitis, toxic shock syndrome,
Staphylococcal scalded skin syndrome, necrotizing fasciitis.
• Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi
dengan pewarnaan Gram, Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan
leukositosis, Kultur dan resistensi spesimen lesi/aspirat bila tidak respon dengan
terapi empiris
PPK Perdoski 2017
Kriteria diagnosis pioderma
• Folikulitis (Staph. Aureus): pioderma pada folikel rambut, ada 2
bentuk yakni:
– Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart): predileksi pada scalp (anak), dagu,
aksila, ekstremitas bawah, bokong (dewasa), terasa gatal dan panas, tampak
pustule kecil dome-shaped, multiple, mudah pecah, pada folikel rambut atau
perifolikuler
– Folikulitis profunda (sycosis barbae): predileksi dagu dan atas bibir, nodus
eritemaosa perabaan hangat

• Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan jaringan


sekitarnya, predileksi daerah berambut sering gesekan/oklusif,
berkeringat (leher, wajah, aksila), berupa papul, vesikel atau pustule
atau nodus perifolikuler dengan eritematosa di sekitarnya, dapat
membesar 1-3 cm, setelahnya ada fluktuasi (bila pecah keluar pus),
dan disertai rasa nyeri

• Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

• Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk
nodus bersupurasi di beberapa puncak, diameter bisa capai 3-10
cm, dasar lebih dalam, bila pecah tinggalkan jaringan parut

Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
PPK Perdoski 2017
• Impetigo non bulosa/krustosa/vulgaris/
kontagiosa/ Tillbury Fox (Strep. Beta
hemolyticus)
• Predileksi daerah wajah, sering pada sekitar
nares/mulut
• Peradangan  vesikel yang dengan cepat berubah
menjadi pustul  pecah  krusta kering
kekuningan seperti madu (honey colour)

• Impetigo bulosa/ cacar monyet (Staph. Aureus)


• Predileksi daerah intertriginosa, dada, punggung
• Peradangan yang memberikan gambaran
vesikobulosakendur, dapat timbul bula hipopion
(bula berisi pus) , tanda Nikolsky negative, bula
pecah tinggalkan skuama anular dengan bagian
tengah eritematosa (kolaret)

• Ektima (Strep. Beta hemolyticus)


– Predileksi ekstremitas bawah atau daerah terbuka
– Pioderma ulseratif, peradangan yang menimbulkan
kehilangan jaringan dermis bagian atas (ulkus
dangkal), tertutup krusta tebal dan lekat warna
kuning keabuan. Krusta diangkat, ulkus bentuk
punched out Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
PPK Perdoski 2017.
Pioderma profunda : ada gejala
konstitusi dan nyeri
• Erisipelas
• Lesi eritematosa merah cerah, infiltrate
di bagian pinggir, edema, vesikel dan
bula diatas lesi

• Selulitis
• Infiltrat eritematosa difus

• Flegmon
• Selulitis dengan supurasi

• Hidradenitis
• Nodus, abses, fistel di daerah ketiak
atau perineum
Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI.
PPK Perdoski 2017.
Tatalaksana pioderma
• Terapi:
• Prinsip: rawat jalan, kecuali erysipelas, selulitism dan flegmon derajat berat
dirawat inap
• Antibiotika topikal:
• Bila tidak tertutup pus/krusta DOC: mupirocin 2% (Bactroban), asam
fusidat 2% (Fucidin)  2-3x/hari selama 7-10 hari. Alternatif: salep/krim
klindamisin, gentamisin
• Banyak pus/krusta: kompres terbuka dengan permangana
skalikus 1/5000, atau asam salisilat 0.1%, atau rivanol 1%, atau
povidone iodine 1% masing-masing 3x/hari selama 30-60 menit
• Antibiotika oral sistemik selama minimal 7 hari:
• Lini pertama:
• Kloksasilin/dkloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari, anak 25-50
mg/kgBB/hari bagi 4 dosis
• Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500 mg/hari, anak 25
mg/kgbb/hari bagi 3 dosis
• Sefaleksin 25-50 mg/kgBB/hari bagi 4 dosis
• Lini kedua: Azitromisin, Klindamisin, Eritromisin
• Penyebab MRSA: TMP-SMX, klindamisin
PPK Perdoski 2017
2. Dermatitis: Umum
• Kumpulan gejala inflamasi/peradangan pada kulit seperti
gatal, eritema, vesikel, mengelupas, dan plak krusta
• Dermatitis kontak (dermatitis akibat respon terhadap
pajanan bahan tertentu)
• Dermatitis Kontak Alergi (DKA): pajanan allergen luar tubuh,
diperantarai reaksi hipersensitivitas tipe 4 (allergen-specific T
lymphocytes)  20% dermatitis kontak
• Dermatitis Kontak Iritan (DKI): pajanan bahan iritan fisik atau
biologis yang kontak dengan kulit, TANPA dimediasi respon
imunologis, tidak perlu sensitisasi sebelumnya  80%
dermatitis kontak
• Terapi umum
– Pelembab, krim steroid, krim dengan inhibitor calcineurin
PPK Perdoski 2017
DKI vs DKA: Perbedaan

• Terapi Terapi
– Topikal • Sistemik: Kortikosteroid
• Prednison 5-10 mg/ dosis,
• Akut & eksudatif: kompres
NaCl 0.9% 2-3x/hari
• Deksametason 0.5-1 mg, 2-
• Kronik & kering: krim
hidrokortison 3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test
• Untuk metode diagnostik delayed contact
hypersensitivity  DKA
• DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan
dengan menyingkirkan DKA (hasil Patch Test
negatif)
• Patch test:
– Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam
– Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-
30 menit setelah dilepas; kedua dilakukan 72-96
jam setelah dilepas
– Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua
pembacaan, cenderung ke respons alergi.
Disesuaikan juga dengan keadaan klinis.
Contoh berbagai pajanan iritan dan
allergen pada dermatitis kontak
Terapi dermatitis kontak alergi dan iritan
• Non medikamentosa
– Identifikasi allergen tersangka dan hindari, anjurkan pakai APD
• Medikamentosa
– Sistemik: simtomatis, derajat berat dapat diberikan kortikosteroid
(KS) oral setara prednidon 20 mg/hari janka pendek (3 hari)
– Topikal:
• pelembab kaya kandungan lipid (vaslein/petrolatum)
• Klinis basah (madidans)  kompres terbuka 2-3 lapis kain kassa dengan
NaCl 0.9%
• Klinis kering  krim KS potensi sedang-tinggi misalnya mometason furoate,
flutikason propionate
• Kasus berat dan kronik tidak respon dengan steroid: immunosupresi
sistemik azatioprin atau siklosporin

PPK Perdoski 2017


3. Moluskum
Kontagiosum
• Disebabkan oleh poxvirus, transmisi kontak langsung, autoinokulasi
• Gejala
– Masa inkubasi: satu hingga beberapa minggu. Predileks: wajah, badan,
ekstremitas, pubis (hanya pada dewasa)
– Papul berbentuk kubah, berwarna putih seperti lilin, yang ditengahnya
terdapat lekukan (delle), jika dipijat keluar massa yang berwarna putih
seperti nasi (badan moluskum)
• Pemeriksaan
– Sebagian besar berdasarkan klinis. Dermoskopi: gambaran orifisium dengan
gambaran pembuluh darah crown, punctiform, radial, dan flower pattern
– Pemeriksaan mikroskopik badan moluskum (Henderson-Paterson bodies) –
menggunakan pewarnaan Giemsa atau gram, didapatkan sel membesar
mengandug partakil virus diatas lapisan sel basal
– Diagnosis pasti: biopsi kulit menggunakan pewarnaan HE
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview
PPK Perdoski 2017
Tatalaksana moluskum kontagiosum
• Tata laksana:
– Prinsip: mengeluarkan badan moluskum
– Tindakan: manual bedah kuretase/enukleasi, elektrokauterisasi,
bedah beku
– Topikal:
• podofilin 10-25% bentuk resin atau 0.3-0.5% krim oleh 2x.hari selama 3
hari
• Kalium hidroksida 10% sx/hari selama 30 hari atau sampai ada inflamasi
dan ulserasi dipermukaan papul
• Gel asam salisilat 12%
– Sistemik
• hanya untuk immunokompromais dengan interferon alfa subkutan

PPK Perdoski 2017


4. Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
• Rasa tidak enak pada perut (gangguan
lambung); kejang perut, diselingi diare;
kehilangan berat badan; dan demam; ileus
obstruktif
• Telur
– Fertilized: bulat, bile stained (coklat),
dilapisi vitelin dan unstructured
albuminoid (tidak teratur), ukuran
diameter 50 dan 75 mcm
– Unfertilized: lonjong, permukaan bisa
tidak teratur atau teratur (dekortikated),
dinding lebih tipis, ukuran diameter 43
dan 95 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3
hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Nekatoriasis (Cacing Tambang)
Gejala
• Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah;
anemia

Telur
• Dinding tipis & transparan,
berisi 4-8 sel embrio atau
embrio cacing
• Diameter 40 dan 55 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3 hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB selama 3 hari
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
• nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
• Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
• Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg selama 3 hari
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
– Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB
2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama
Taeniasis & Sistiserkosis (Cacing Pita)
Gejala
• mual, konstipasi, diare; sakit perut;
lemah; kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan turun,
benjolan pada jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Telur
• Bulat dengan embrio berstria
radier tebal
• Berisi onkosfer dengan 6 kait
• Ukuran 31-34 mcm

DOC: Prazikuantel 5-10 mg/kgBB SD


(untuk anak ≤ 4 tahun safety dan
efficacy belum jelas)
Alternatif: Albendazole 15
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis
selama 15 hari
Schistosomiasis
Schistosomiasis
• Etiologi: Schistosoma japonicum (Danau Lindu),
Schistosoma haematobium (Afrika dan timur
tengah)
• Stadium infektif  serkaria (melalui kulit)
• Stadium diagnostik  telur pada feses/urin
– berbentuk oval
– Transparan atau kuning pucat
– Tanpa operculum
– Terdapat spina
(kecil pada S. japonicum)
Schistosomiasis
• Gejala
– Sindrom disentri
– Demam katamaya (fever, an urticarial rash,
enlarged liver and spleen, and bronchospasm)
– Fibrosis periportal, hipertensi portal, hipertensi
portal, granuloma pada otak
• Tatalaksana  Prazikuantel
– S. japonicum  3 x 20 mg/kg selama 1 hari
– S. haematobium  2 x 20 mg/kg selama 1 hari
Fascioliasis (Liver Flukes)
• Biasanya menginfeksi duktus biliaris dan hati,
namun dapat mengenai bagian tubuh yang
lain

• Fase Akut: gejala muncul akibat migrasi parasit


dari intestinal ke dan melewati hati

• Gejala dan Tanda


– Masalah GI seperti mual, muntah, nyeri perut,
– Demam, ruam, dan sulit bernapas dapat terjadi
Fasciola Hepatica
Fase Infeksi
• Acute Phase
– Rarely seen in humans
– Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once.
– After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent
symptoms
– vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present.
– Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae
penetrate the liver capsule
– Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.
• Chronic Phase
– Much more common in human populations
– Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children)
– These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large
adult worms and their metabolic waste in the bile ducts.
– Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a
term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.
• Halzoun
– a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx
– This occurs when an individual consumes infected raw liver.
– The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable
pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration
– The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.
• Ectopic Infection
– Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity,
intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.
http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm
Fasciola Hepatica: Telur pada Mikroskopik

A, B, C: Telur Fasciola hepatica. Pengecatan: iodine.


A,B bentuk membulat; C. Terlihat operculum pada terminal
Fasciola Hepatica: Tatalaksana
• DOC: Triclabendazole
– Dosis: 10 mg/kg/dosis, 1-2 hari

• Alternatif: Nitazoxanide
– Untuk fase kronik
– 2x500 mg/hari selama 7 hari

• Praziquantel: poorly response


• Mebendazol, albendazol
– Tidak efektif untuk mengobati fasciola

http://emedicine.medscape.com/article/997890-treatment
http://reference.medscape.com/drug/biltricide-praziquantel-342666
https://www.cdc.gov/parasites/
fasciolopsis/biology.html

Fasciolopsiasis
(Fasciolopsis
Buski)

1. Site of inhabitation: small intestine 4. Medium of water plants: chestnut, water


2. Infective stage: metacercaria bamboo and caltrop
5. Intermediate hosts: Planorbis snail
3. Infective mode: eating raw water 6. Reservoir host: pig
plants with metacercariae 7. Life span: 1-4 years
• Egg is oval in shape,
slight yellow in color,
130-140×80-85µ(the
largest helminth egg)
• Thinner shell with an
operculum encloses an
ovum and 20-40 yolk
cells
• Endemic at:
• Southeast asia
• China
• India
• Korea
Fasciolopsiasis (Fasciolopsis
https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment
Buski)
Fasciolopsis Buski
(Intestinal Fluke)
• Also called asia giant intestinal • Symptoms
fluke – Many people do not have
• Prevalent in southeast asia symptoms
and lives in humans and pigs’ – Symptoms are due to
inflammation, ulceration, and
intestines microabscesses
• Related to growing water – abdominal pain and diarrhea
plants and feeding pigs on can occur 1 or 2 months after
water plants infection.
• Treatment: – heavy infections:
• intestinal obstruction,
– Praziquantel as a single dose 25
mg/kg (10-20 mg/kg may be • abdominal pain,
sufficient) • nausea, vomiting,
• Fever
– Albendazole (400 mg orally on • Allergic reactions and swelling of
empty stomach twice daily for the face and legs can also occur -
three days) may also be used - and anemia may be present

https://www.uptodate.com/contents/intestinal-
https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment flukes?source=search_result&search=fasciolopsis%20buski&selecte
dTitle=1~5#H3
Nama cacing Gejala Klinis Morfologi Bentuk

Fasciola Gangguan GIT • Cacing pipih spt daun


hepatika mual, muntah, nyeri • Cacing dewasa memiliki
abdomen, demam batil isap kepala dan
Peradangan, perut
penebalan,sumbatan • Telursulit dibedakan
sal.empedusiroris dengan F.buski, sdkt
periporta melebar pada
abopercular
• Telur dikeluarkan belum
matang, matang dalam
air berisi mirasidium
Fasciolopsis Sebagian besar • Cacing dewasa memiliki
buski asimptomatik. batil isap kepala dan
Nyeri perut perut
(epigastrium),diare kronik • Telurelips,dinding
diselingi konstipasi,tinja transparan,operkulum
berisi makanan yang tidak kecil nyaris tidak
tercerna,anemia akibat terlihat,imatur(tidak
perdarahan ada embrio)
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

Dinding tebal 2-3 lapis,


Ascaris bergerigi, berisi unsegmented Mebendazole,
lumbricoides ovum pirantel pamoat

kulit radial dan mempunyai 6 Albendazole,


Taenia solium kait didalamnya, berisi onkosfer prazikuantel,
dan embriofor bedah

Pirantel pamoat,
Enterobius ovale biconcave dengan dinding
mebendazole,
vermicularis asimetris berisi larva cacing
albendazole
Ancylostoma
ovale dengan sitoplasma jernih Mebendazole,
duodenale
berisi segmented ovum/ lobus 4- pirantel pamoat,
Necator
8 mengandung larva albendazole
americanus

coklat kekuningan, duri terminal,


Schistosoma
transparan, ukuran 112-170 x Prazikuantel
haematobium
40-70 µm

Tempayan dengan 2 operkulum


Trichuris Mebendazole,
atas-bawah
trichiura Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
albendazole
KEY POINTS
KEY POINTS
KEY POINTS
KEY POINTS
Albendazole
• Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing  produksi ATP
sebagai sumber energi <<  kematian cacing

• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

• Dosis sediaan : 400 mg per tablet.


– Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan

• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Mebendazole
• Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing  produksi ATP
sebagai sumber energi <<  kematian cacing

• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

• Dosis sediaan : 100 mg atau 500 mg per tablet


– Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan

• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Prazikuantel
• Indikasi: Cacing pita, kista hidatid

• Cara Kerja: Meningkatkan permeabilitas membrane sel


trematoda dan cestoda terhadap kalsium, yang
menyebabkan paralisis, pelepasan, dan kematian (Katzung,
2010).

• Dosis: Dosis tunggal prazikuantel sebesar 5 – 10 mg/ kg

• Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mengantuk dan


kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri
abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria, artalgia,
myalgia, dan demam berderajat rendah
PirantelPamoate
Pirantel Pamoat

• Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi

• Cara kerja: Melumpuhkan cacing  mudah keluar bersama tinja


• Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum
bersama makanan, susu, atau jus

• Dosis: 10 mg/kg BB, tidak boleh melebihi 1 gram


– Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg.
– Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per
tablet, dan 250 mg per ml sirup
5. Melasma
Melanosis
• Kelainan pada proses pembentukan pigmen melanin
kulit  hipomelanosis atau hipermelanosis.

Melasma
– Peningkatan produksi dan transfer melanosom ke
keratinosit sehingga tampak bercak hiperpigmentasi
lokal pada kulit.
Melasma: Klasifikasi

• Secara klinis, dibagi menjadi


tiga kelompok yaitu: sentro-
fasial (meliputi daerah dahi,
hidung, pipi medial, bawah
hidung dan dagu), malar
(hidung dan pipi lateral), dan
mandibular.
Melasma: Klasifikasi
Histopatologi
1. Epidermal: Coklat, melanin terutama terdapat pada lapisan
basal dan suprabasal, kadang di seluruh stratum korneum dan
spinosum.
2. Dermal: Coklat kebiruan, makrofag bermelanin berada disekitar
pembuluh darah dermis & terdapat fokus-fokus infiltrat
Pemeriksaan Sinar Wood
1. Epidermal: lebih jelas terlihat dibandingkan dengan sinar biasa
2. Dermal: tak tampak warna kontras dibanding sinar biasa
3. Campuran: beberapa lokasi tampak lebih jelas sedangkan yang
lainnya tidak
4. Sukar dinilai: dikarenakan warna kulit gelap, dengan sinar
Wood lesi menjadi tidak jelas
Melasma: Etiopatogenesis
Faktor Kausatif
1. Sinar UV: Melanin menyerap radiasi UV  spektrum matahari
merusak gugus sulfihidril di epidermis  enzim tirosinase tidak
terhambat  memicu proses melanogenesis.
2. Hormon: Estrogen, progesteron dan MSH (termasuk pemakaian
kontrasepsi oral)  meningkatkan aktivitas tirosinase dan
jumlah melanosit in vitro.
3. Obat-obatan: Difenil hidantoin, mesantoin, CPZ, sitostatik, dan
minoskilin  obat ini ditimbun di lapisan dermis atas.
4. Genetik: Terbanyak terjadi pada individu dengan tipe kulit
Fitzpatrick IV-V
5. Ras: Hispanik dan kulit gelap
• Melanin menyerap radiasi UV  spektrum matahari
merusak gugus sulfihidril di epidermis  enzim
Sinar UV tirosinase tidak terhambat  memicu proses
melanogenesis

• Estrogen, progesteron dan MSH (termasuk pemakaian


Hormon kontrasepsi oral)  meningkatkan aktivitas tirosinase
dan jumlah melanosit in vitro

Obat- • Difenil hidantoin, mesantoin, CPZ, sitostatik, dan


obatan minoskilin  obat ini ditimbun di lapisan dermis atas

• Terbanyak terjadi pada individu dengan tipe kulit


Genetik Fitzpatrick IV-V

Ras • Sering terjadi pada ras Hispanik dan kulit gelap


Melasma: Tatalaksana
Medikamentosa
• Topikal
– Hidrokinon: dipakai dengan konsentrasi 2-5%, dipakai di malam
hari + tabir surya di siang hari  menghambat aktivitas enzim
tirosinase
– Asam retinoat: 0.1%, sebagai terapi tambahan atau kombinasi
– Asam azeleat: 20%, pengobatan dianjurkan selama 6 bulan
• Sistemik
– Vitamin C: Merubah melanin bentuk oksidasi menjadi melanin
bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah
– Glutation: Menghambat pembentukan melanin dengan jalan
bergabung dengan Cuprum dan tirosinase
Melasma: Diagnosis Banding

MELASMA SUN-DAMAGE PIGMENTATION


• Melanosit merespon perubahan • Lentigo, keratosis seboroik,
hormonal  kronik dan sulit freckles, sun spots, liver spots)
sembuh • Hanya dipermukaan kulit
• Dapat mengenai dermis • Muncul acak di semua area
wajah
• Plak coklat muda-tua di dahi,
pipi, dagu, atas bibir • Tidak simetris
• Berhubungan dengan perubahan
• Simetris tekstur kulit (keriput, garis)
• Diskolorisasi pekat dan • Tidak berhubungan dengan
mengenai epidermis-dermis hormon namun paparan
• Berhubungan dengan hormonal matahari
• Paparan matahari, panas, dan • Respon baik terhadap terapi
kelembaban dapat laser
memperparah • Tidak termasuk kondisi kronik

http://www.celibre.com/difference-between-melasma-and-sun-damage.aspx
Lentigo
• A lentigo is a small, sharply circumscribed, pigmented macule
surrounded by normal-appearing skin.
• Lentigines may evolve slowly over years, or they may be
eruptive and appear rather suddenly.
• Pigmentation may be homogeneous or variegated, with a color
ranging from brown to black.
• There are several types of lentigo, such as lentigo simplex, solar
lentigo, ink spot lentigo, PUVA lentigo, generalised lentigo
• Freckles will increase in number and darkness with sunlight
exposure, whereas lentigo will stay stable in their color
regardless of sunlight exposure
Histology
• Histologic findings may include hyperplasia of the
epidermis and increased pigmentation of the basal layer.
• A variable number of melanocytes are present; these
melanocytes may be increased in number, but they do not
form nests.
• Lentigo simplex is characterized by a slight-to-moderate
elongation of the rete ridges with melanocyte proliferation
in the basal layer, increased melanin in both the
melanocytes and the basal keratinocytes, and the presence
of melanophages in the upper dermis.
• Ephelides (freckles) have an increase in pigment content in
the basal cell layer, with neither elongated rete ridges nor
increased number of melanocytes.
Ephelides/ Freckles
• Ephelides (freckles) are tanned macules found on the skin.
• Ephelides are associated with fair skin and red or blonde hair.
• In contrast to solar lentigines, ephelides are not strongly associated with age.
• Commonly, ephelides first appear at age 2 years and increase in number into
young adulthood. In older ages, the number usually decreases.
• Simple ephelides are multiple, small, tanned macules, ranging from 1-5 mm in
diameter, with uniform pigmentation.
• They are most commonly found on sun-exposed areas, such as the nose, the
cheeks, the shoulders, and the upper part of the back.
• The macules may be discrete or confluent.
• Histopathologically in ephelides, the epidermis is unchanged. Specifically, the
number of melanocytes is not increased. However, the melanosomes are larger
than those in the surrounding skin. Cellular atypia of melanocytes have been
noticed in some freckles.
• In contrast, solar lentigines have an increased number of melanocytes in the
basal cell layer.
Keratosis seborrhoic
• Merupakan tumor jinak
• Disebabkan oleh peningkatan proliferasi epidermal keratosit
• Asimptomatik namun terkadang terasa gatal
• Keluhan utama lebih karena masalah kosmetik/penampilan
TO 2
6. Ulkus Tropikum
• Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
bawah, lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di
daerah tropik
• Etiologi
– Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis
yang biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii

• Klinis
– Dimulai dengan luka kecil  papula 
meluas menjadi vesikel  pecah  ulkus kecil
 terinfeksi kuman  meluas ke
samping dan dalam
Ulkus Tropikum/ Tropical Phagedenic Ulcer
• Predileksi terutama di tungkai bawah

• Efloresensi:
– Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat autoinokulasi,
nyeri, tanpa gejala konstitusi
– Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung
berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta kehijauan),
berbau

• Tatalaksana
– Perbaikan gizi dan higiene
– Pengobatan Topikal: kompres dengan larutan antiseptik ringan seperti
KMnO4 (kalium permanganas) 1:5.000/ solusio asam salisilat 1:1000
(0,1%); dilanjutkan dengan pemberian salep salisilat 2% (untuk
membantu keratoplasti)
– Pengobatan sistemik:
• Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
• Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari
Asam salisilat topikal
• Cara kerja : menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen intraseluler,
dan melonggarkan serta mendisintegrasikan korneosit dengan memecah
struktur desmosome
• Efek asam salisilat:
– Efek bakteriostatik dan desinfektan  solusio 1:1000 untuk kompres luka,
bakteriostatik lemah terhadap Streptococcus, Staphylococcus, E.coli
– Efek fungistatic  konsentrasi <1% terhadap Trycophyton dan Candida
– Efek antipruritus  konsentrasi 1-2%, anti pruritus ringan
– Efek keratoplastik  0.5-2%, bisa stabilisasi stratum korneum dengan
mekanisme belum diketahui pasti (diduga asam salisilat sebabkan rangsangan
keratolitik lemah sebabkan peningkatan keratinisasi)
– Efek antiinflamasi  hambat biosintesis prostaglandin, konsentrasi 0.5-5%
– Konsentrasi 3-6% bersifat keratolitik
– Konsentrasi >6% bersifat destruktif (6-60% biasa digunakan untuk tatalaksana
corn atau warts dan pada kondisi psoriasis
Ulkus pada daerah kaki (diagnosis banding)
Penyakit Keterangan

Ektima •infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk


krusta disertai ulserasi
•ulkus superfisial dengan gambaran “punched out
appearance” atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan
tepi meninggi
Ulkus tropikum •Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan
nyeri, biasanya pada tungkai bawah, dan lebih sering
ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
•Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan
nekrotik dan secret serosanguinolen yang banyak dan
meleleh
Ulkus Varikosum/stasis • dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa.
vena Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya
tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
• Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan
fibrotik
•Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis,
tetapi cenderungtimbul di sekitar maleolus medialis
Ulkus varikosum

Ectima

Ulkus tropikum
7. Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus
• 3 macam infeksi pada manusia
– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis


Pubis
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Prinsip Tatalaksana
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
8. Malaria
• Penyebab: oleh infeksi parasit
Plasmodium
• Transmisi: gigitan nyamuk Anopheles
• Gejala: demam, menggigil, nyeri kepala,
nyeri sendi, gejala GI tract (mual, muntah,
etc.)
• Jenis plasmodium:
– Plasmodium vivax  malaria tertiana
benigna/malaria vivax
– Plasmodium falciparum malaria
tertiana maligna/ malaria Tropicana
– Plasmodium malariae  malaria
kuartana
– Plasmodium ovale  malaria tertiana
benigna ovale
– Plasmodium knowlesi
Malaria
Malaria: Plasmodium falciparum
Malaria: Plasmodium vivax
Malaria: Plasmodium ovale
Malaria: Plasmodium malariae
• Sel darah merah ukuran
normal/lebih kecil (3/4 ukuran
normal)
• Trofozoit: ada band forms atau
basket form
• Schizonts: 6-12 merozoite
dengan nucleus yang besar,
merozoite dapat tersusun
dengan pola rosette
• Gametosit: bentuk bulat atau
oval, dapat mengisi hamper
keseluruhan sel darah merah

https://www.cdc.gov/dpdx/resources/pdf/benchAids/malaria/Pmalariae_benchaidV2.pdf
Malaria: Plasmodium knowlesi
• Endemis di Asia Tenggara, transmisi dari kera ekor
Panjang (Macaca fasicularis)
• Morfologi trofozoit band-shaped dan schizont
berpigmen dalam sel darah merah mirip P. malariae
(sering mis-identifikasi). Beberapa gambaran ring
mirip P. falciparum
• “Commercially available rapid diagnostic tests do
not distinguish P. knowlesi from other forms of
human malaria parasites. Lactate dehydrogenase
produced by the 4 other Plasmodium spp. (pLDH)
that cause human malaria is also present in P.
knowlesi. Antibodies specific for pLDH of P.
falciparum and P. vivax cross-react with pLDH of P.
knowlesi and therefore cannot be used to reliably
distinguish P. knowlesi from mixed infections”
• P. knowlesi bermultiplikasi setiap hari dan
menyebabkan high parasitemia  dapat bersifat
fatal, komplikasi distress napas (paling sering)
• Konfirmasi: PCR
• Terapi: Rekomendasi sama dengan malaria akibat P.
falciparum

https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/15/9/pdfs/09-0358.pdf
https://wwwnc.cdc.gov/eid/article/16/4/pdfs/09-1624.pdf
Malaria the disease

• Malaria tertiana: 48h


between fevers (P. vivax
and ovale)

• Malaria quartana: 72h


between fevers (P.
malariae)

• Malaria tropica: irregular


high fever (P. falciparum)
Pengobatan Malaria
• Pengobatan malaria falsiparum, knowlesi dan vivaks saat ini
menggunakan DHP ditambah primakuin.
• Dosis DHP untuk malaria falsiparum, malaria knowlesi, malaria vivaks
adalah sama
• Primakuin untuk malaria falsiparum dan malaria knowlesi hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB
• Primakuin untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg
/kgBB.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan dan ibu
hamil.
Pengobatan Malaria
• Lini kedua Malaria Falciparum
– Kina + doksisiklin/tetrasiklin + primakuin
• Doksisiklin (untuk anak < 8 tahun dan ibu hamil kontraindikasi sehingga diberi
klindamisin).
• Primakuin kontraindikasi pada ibu hamil dan bayi <6 bulan
• Lini kedua Malaria Vivaks
– Kina + primakuin
• Dosis:
– Kina: 3x10 mg/kgBB/kali PO, selama 7 hari
– Tetrasiklin : 4 mg/kgBB diberikan 4 kali sehari selama 7 hari
– Primakuin: 0.25 mg/kgBB/hari (0.5 mg bila relaps) (Lama pemberian
primakuin sesuai dengan jenis infeksi malarianya)
– Doksisiklin (diberikan selama 7 hari):
• Usia > 15 tahun : 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
• Usia 8-14 tahun : 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
– Klindamisin : 10 mg/kg BB/kali diberikan 2 kali sehari selama 7 hari.
Pengobatan Malaria dengan DHP
dan Primakuin

1 atau
14
hari*

* Jika infeksi malaria falciparum maka primakuin hanya diberikan sekali dosis
tunggal, sedangkan jika infeksi malaria vivaks atau campuran falsiparum dan vivaks,
maka primakuin diberikan selama 14 hari
Catatan
• Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
• Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
• Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan
selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan
malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah
sakit.
Malaria Berat pada P. falciparum
• Malaria berat adalah ditemukannya Plasmodium falciparum
stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau
didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO, 2015):
– Perubahan kesadaran (GCS<11, Blantyre <3)
– Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
– Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
– Distres pernafasan
– Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan
sistolik <80 mm Hg (pada anak: <70 mmHg) 6. Jaundice
(bilirubin>3mg/dL dan kepadatan parasit >100.000)
– Hemoglobinuria
– Perdarahan spontan abnormal
– Edema paru (radiologi, saturasi Oksigen <92%
Cerebral Malaria

• Possible cause:
• Binding of
parasitized red cells
in cerebral capillaries
→ sekuestrasi →
severe malaria
•  permeability of the
blood brain barrier
• Excessive induction
ofcytokines

http://www.microbiol.unimelb.edu.au
Malaria Berat
Kriteria laboratorium malaria berat:
• Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
• Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
• Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7gr% untuk endemis
sedang-rendah), pada dewasa, Hb<7gr% atau hematokrit
<15%)
• Hiperparasitemia (parasit >2 % eritrosit atau 100.000 parasit /μL di
daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit
/μl di daerah endemis tinggi) 5
• Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
• Hemoglobinuria
• Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Tatalaksana malaria berat di faskes
primer nonperawatan
• Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat
inap langsung dirujuk
• Sebelum dirujuk berikan terapi awal artesunat
intramuskular (dosis 2,4mg/kgbb).
Tatalaksana malaria berat di Faskes Rawat
• Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika
tidak tersedia dapat diberikan kina drip.
• Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60
mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam
ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
• Keduanya dicampur kemudian diencerkan dengan
Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat
diberikan secara bolus perlahan-lahan.
• Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb
intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya
diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari
sampai penderita mampu minum obat.
Alternatif Malaria Berat: Kina
• Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi
500 mg / 2 ml.
• Dosis dan cara pemberian Kina pada orang dewasa termasuk ibu hamil:
• Loading dose, Kina Hidrochloride 20 mg/kg BB diberikan per infus selama 4 jam,
diikuti selanjutnya dengan dosis rumatan10 mg/kg BB dengan interval 8 jam,
dihitung mulai dari pemberian pertama; diberikan selama 4 jam.
• Kecepatan infus tidak boleh melebihi 5 mg/kg BB/jam.
• Apabila dalam 48 jam tidak ada perbaikan, dosis diturunkan sepertiganya, misalnya
pemberiannya menjadi 10 mg/kg BB selama 4 jam dengan interval tiap 12 jam.
• Pemberian infus kina dengan tetesan lebih cepat berbahaya.
• Cairan infus yang dipakai dianjurkan 5% dekstrose untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia.
• Karena pada malaria berat ada kecenderungan terjadinya kelebihan cairan yang
menyebabkan terjadinya edema paru, maka pemberian infus kina sebaiknya
menggunakan pompa infus atau cairan kemasan kecil (50 ml) sehingga total cairan
per hari berkisar 1500-2000 ml.
• Pemberian kina pada anak :
• Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb)
diencerkan dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 % sebanyak 5 - 10 cc/kgbb
diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
9. Paronikia
• Merupakan inflamasi mengenai lipatan kulit atau jaringan lunak
sekitar kuku yang dimulai dari selulitis dan dapat berkembang
menjadi abses
• Jenis
– Paronikia akut oleh Staphylococcus aureus, ditandai timbulnya
nyeri atau eritema diposterior atau lateral lipatan kuku, diikuti
oleh pembentukan abses superfisial
– Paronikia kronik oleh Candida albicans, sering oleh pemisahan
abnormal lipatan kuku proximal dari lempeng kuku yang
memungkinkan kolonisasi
• Gejala dan Tanda
– Eritema, bengkak, pus terbentuk di bawah kulit
– Eponikia dan kuku berubah warna
Paronikia
Akut
• Dapat disertai demam dan
nyeri kelenjar di bawah
tangan, biasanya ada nanah Kronik
berwarna kuning di bawah • Lempeng kuku kelihatan lebih
kutikula gelap, cembung, kadang – kadang
lebih tipis
• kutikula biasanya terlepas dari
lempeng kuku.
• Tidak ada pus atau nanah dan pada
perabaan kurang hangat dibanding
paronikia akut.
• Perlangsungannya 6 minggu atau
lebih.
PEMERIKSAAN PENCEGAHAN
PENUNJANG • Cegah trauma dengan
• Pewarnaan Gram  untuk menjaga agar kulit yang
mengetahui adanya kena tetap kering
staphylococcus atau • Jika akan mencuci
streptococcus sebaiknya memakai
• Apusan potassium sarung tangan karet
hidroksida  untuk
menemukan hifa yg
menunjukkan adanya jamur
• Tapi tidak menutup
kemungkinan ditemukan
jamur dan bakteri pada satu
kasus paronikia
TERAPI PARONIKIA
• Terapi sistemik pilihan paronikia • Terapi topikal
akut • Miconazole krim 2 kali sehari selama 2-
6 minggu.
– clindamycin 150-450 mg, 3-4 kali
• Losion atau krim Amfoterisin B  tidak
sehari
dapat digunakan bersamaan dengan
– amoxicillin-asam klavulanat 250-500 imidazole, terdapat efek menetralkan
mg 3 kali sehari efektif untuk antara satu sama lain.
bakteri yang resisten terhadap beta
laktamase • Pembedahan dilakukan atas dasar
– Dicloxacillin maupun cephalexin juga indikasi, jika infeksi akut sudah
efektif teratasi
• Paronikia kronik biasanya • Irisan (Insisi) dapat dilakukan jika
diberikan antimikotik seperti ada abses.
ketokonazole 200 mg per hari • Jika upaya di atas tidak berhasil
dan kuku menancap ke dalam kulit
maka dapat dilakukan
pengangkatan kuku. (Roserplasty)
• Insisi paronikia dengan mata pisau langsung
pada kuku
Komplikasi dan Prognosis
• Komplikasi jarang terjadi, tapi jika terjadi dapat
menyebabkan :
– Abses
– Infeksi Menyebar ke tendo, tulang ( osteomyelitis ) atau
pembuluh darah. .
• Prognosis sangat baik dengan pengobatan yang tepat.
• Paronikia akut sembuh dalam 5 sampai 10 hari dengan
kerusakan kuku yang tidak permanen.
• Paronikia kronik butuh waktu berminggu – minggu untuk
sembuh, kulit & kuku akhirnya akan kembali normal.
• Harus diingat untuk mengobati jika berulang, dan tetap
menjaga agar daerah tersebut tetap kering
10. Skabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes
scabiei var. hominis
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Diagnosis perkiraan (presumtif)apabila ditemukan trias:
 Lesi kulit pada daerah predileksi.
• Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna
putih atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi
sekunder timbul pustul atau nodul.
• Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola
mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada
bayi dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
 Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau
kotorannya melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian)
Scabies PERDOSKI 2017
Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei
Crusted (Norwegian) Scabies
• Merupakan salah satu bentuk berat dari scabies
• Banyak terjadi pada penderita
immunocompromised
• Tampilan klinis: ada krusta tebal dan tidak segatal
skabies yang biasa
• Tipe skabies yang ini sangat menular
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa
mendeteksi area kulit yang luas
PPK PERDOSKI 2017
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
PPK PERDOSKI 2017
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan
pada kulit dan didiamkan selama 8 jam.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak
boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan derajat
keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
PPK PERDOSKI 2017
Antiskabies
Drugs Possible adverse Effect Efektif

Benzyl benzoat 25% Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular All stadium
irritation, rash, pregnancy category B

Permethrine 5% Mild &transient burning & stinging, pruritus, All stadium


pregnancy category B, not recomended for
children under 2 months

Gameksan 1% Toksis to SSP for pregnancy and children under 6 All stadium
years old, pregnancy category C

Krotamiton 10% Allergic contact dermatitis/primary irritation, All stadium


pregnancy category C

Sulfur precipitate 6% Erythema, desquamation, irritation, pregnancy Not efective for


category C egg state
Algoritma Skabies
(PERDOSKI 2017)
11. Skrofuloderma
• Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)

• Lokasi
– Leher: dari tonsil atau paru
– Ketiak: dari apeks pleura
– Lipat paha: dari ekstrimitas bawa  KGB inguinal lateral

• Perjalanan Penyakit
– Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut)
– Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar
– Perlunakan tidak serentak  cold abses  pecah
– Fistel  memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus
seropurulen  sikatrik  skin bridge

• Diagnosis Banding
– Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV
Gambaran klinis:
Skrofuloderma
• Akibat penjalaran langsung organ di
bawah kulit yang terkena TB (dar KGB,
tulang, sendi)
• Predileksi: tempat banyak KGB (leher,
ketiak, lipat paha)
• Awal limfadenitis yang makin banyak dan
berkonfluensi, disertai periadenitis
• Kelenjar bisa alami perlunakan tidak
serentak sehingga konsistensi beragam
(abses dingin), kemudian abses pecah
bentuk fistel membentuk ulkus khas
memanjang tidak teratur, livid, dinding
bergaung, terdapat jaringan granulasi
tertutup pus seropurulent atau kaseosa
• Ulkus sembuh spontan jadi sikatriks tidak
teratur (cord like cicatrices) dan terdapat
jembatan kulit diatas sikatriks
• DD: hidradenitis supurativa,
limfogranuloma venereum, limfadenitis
Skrofuloderma: Diagnosis Banding
KELAINAN KARAKTERISTIK
Hidradenitis Supurativa Infeksi piokokus pada kelenjar apokrin.
Tanda radang akut (+), terdapat gejala
konstitusi. Predileksi: Kelenjar apokrin
daerah ketiak

Limfogranuloma Venerum Coitus suspectus, gejala konstitusi (+),


tanda radang akut (+). Predileksi: KGB
inguinal medial. Stadium lanjut  bubo
bertingkat  pembesaran KGB di inguinal
medial dan fossa iliaka

Dermatitis Kontak Riwayat kontak dengan bahan/benda


tertentu, edema, eritema, papul, vesikel,
ulkus (-)
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan histopatologik jaringan kulit (biopsy)
– Skrofuloderma: bagian tengah lesi tampak nekrosis masif
dan gambaran tepi abses/dermis terdiri atas granuloma
tuberkuloid
• Pemeriksaan bakterologik
– Identifikasi mikobakterium melalui pewarnaan Ziehl Nielsen
– Kultur
– PCR dari dasar ulkus atau jaringan kulit
• Tambahan:
– Pemeriksaan darah tepi dan LED meningkat
– Tes tuberculin: PPD-5TU positif >10 mm
Tatalaksana
• Topikal untuk ulkus: kompres larutan antiseptic povidone
iodine 1%
• DOTS strategy
– Tahap intensif 2 bulan
• INH: dewasa 5 mg/kgBB/hari oral dosis tunggal, anak <10 tahun 10
m/kgBB/hari
• Rifampisin: dewasa 10 mg/kgBB/hari oral dosis tunggal, anak 10-20
mg/kgBB/hari maksimal 600 mg/hari
• Etambutol: dewasa 15-25 mg/kgBB/hari oral dosis tunggal, anak maksimal
1250 mg/hari
• Pirazinamid: dewasa 20-30 mg/kgBB/hari oral dosis terbagi, anak 30-40
mg/kgBB/hari, maksimal 2000 mg/hari
• FDC R150 mg, H75mg, Z400 mg, E275 mg (dosis berdasarkan berat badan)
– Tahap lanjut hingga 2 bulan setelah lesi kulit sembuh, durasi
minimal total pengobatan intensif dan lanjutan minimal 1 tahun
• INH dan Rifampisin
• FDC R150 mg, H150 mg (dosis berdasarkan berat badan)
12. Kandidiosis
• Kandidiosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut disebabkan
oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis,
mukokutan kronik, bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,
granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM,
penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam kaki,
kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidiosis Kutis
• Bentuk klinis:
- Kandidiosis intertriginosa:
- Kandidiosis perianal
- Kandidiosis kutis generalisata

• Pemeriksaan diagnostik: KOH (ditemukan sel ragi, blastospora,


atau hifa semu), kultur agar Saboraud
• Tatalaksana:
– Topikal
• Krim imidazol (mikonazol 2%, klotrimazol 1%) selama 14-28 hari (A,1)
• Bedak nistatin atau mikonazol selanjutnya dapat untuk pencegahan.1
– Sistemik
• Flukonazol 50 mg/hari atau 150 mg/minggu. (A,1)
• Itrakonazol 100-200 mg/hari.(B,4)
Buku Ajar Kulit dan Kelamin FKUI 2015 | PPK Perdoski. 2017
Candida albicans: pemeriksaan KOH
Candida albicans: pemeriksaan kultur agar
Sabouraud
• Morfologi koloni C.
albicans pada medium
padat agar Sabouraud
Dekstrosa
• Bulat dengan permukaan
sedikit cembung, halus,
licin
• Warna koloni putih
kekuningan dan berbau
asam seperti aroma tape.
13. Balantidiasis
• Etiologi: Balantidium coli
• Gejala dan tanda:
• Kebanyakan asimptomatik meskipun terdapat kista atau trofozoit
dalam feses
• Diare kronik, disentri sesekali, mual, napas bau, kolitis, nyeri perut
• Morfologi:
- Bentuk oval, ukuran panjang 50-80µ, lebar 60 µ
- Dua nukleus (makro dan mikro)
- Cillia, vakuol
- Bentuk kista: oval atau bulat

~70 x 45 m
~55 m
(up to 200 m)
Balantidiasis: Terapi
• Tetracycline
– Dewasa: 500 mg, PO, 4x/hari selama 10 hari
– Anak ≥ 8 tahun: 40 mg/kg/hari (max. 2 gram), PO, 4x/hari
selama 10 hari
– Note: kontraindikasi pada wanita hamil dan anak < 8 tahun

• Metronidazole
– Dewasa: 500-750 mg, PO, 3x/hari selama 5 hari
– Anak: 35-50 mg/kg/hari, PO, 3x/hari selama 5 hari

• Iodoquinol
– Dewasa: 650 mg, PO, 3x/hari selama 20 hari
– Anak: 30-40 mg/kg/hari (max 2 g), PO, 3x/hari selama 20 hari

http://www.cdc.gov/dpdx/balantidiasis/tx.html
14. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-
lapis dan transparan
• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku &
lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign
• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen
dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan
metabolisme, obat, alkohol, dan merokok
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis

http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan

Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada


Fenomena
goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya
tetesan lilin
indeks bias.

Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat


Fenomena
papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang
Auspitz
berlapis-lapis hingga habis.

Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang


Fenomena
timbul akibat trauma pada kulit sehat penderita
Kobner
psoriasis, kira-kira muncul setelah 3 minggu.
Tipe Psoriasis
Tipe
Plak • Bentuk paling umum
Psoriasis • Lesi meninggi dasar kemerahan dan tertutup sisik putih (sel kulit mati)
• Predileksi: kulit kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering terkena
trauma
• Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah
Psoriasis • Tersering kedua
Gutata • Lesi berbentuk titik/ plak kecil
• Dimulai pada masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan dari
infeksi streptokokus.
Inverse • Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit
Psoriasis • Tampak licin dan mengkilat
• Dapat muncul bersama tipe lain

Psoriasis • Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan


Pustular • Isi pus adalah sel darah putih
• Tidak menular
• Paling sering muncul di tangan dan kaki
Nail • Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan, permukaan menjadi
Psoriasis tidak rata (sering berbentuk pit kecil multipel)
Tatalaksana
Langkah pengobatan psoriasis:
 Langkah 1: Pengobatan topikal
(obat luar) untuk psoriasis
ringan, luas kelainan kulit
kurang dari 3%.
 Langkah 2:
Fototerapi/fotokemoterapi
untuk mengobati psoriasis
sedang sampai berat, selain itu
juga dipakai untuk mengobati
psoriasis yang tidak berhasil
dengan pengobatan topikal.
 Langkah 3: Pengobatan
sistemik (obat makan atau obat
suntik) khusus untuk psoriasis
sedang sampai parah (lebih
dari 10% permukaan tubuh)
atau psoriatic arthritis berat
(disertai dengan cacat tubuh).
Juga dipakai untuk psoriatic Keterangan:
Ultraviolet B (UVB)
eritroderma atau psoriasis Broadband (BB)
Narrowband (NB)
pustulosa PPK PERDOSKI 2017 Phototherapy ultraviolet A (PUVA)
15. Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae

• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi

• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit


atau sekret mukosa hidung
• Lokasi pengambilan: cuping telinga
kiri dan kanan, dan bercak paling aktif

Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)

Lesi

Bentuk Makula Makula Plakat


Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat

Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas

Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas

BTA

Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif


Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart of Diagnosis & Classification
Pengobatan Kusta
Efek Samping Terapi
• Dapson
– Erupsi obat, anemia hemofilik, leukopenia, insomnia, neuropati

• Rifampisin
– Pemberian seminggu sekali dengan jumlah besar  flu like
syndrome
– Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi
kulit (Soebono, 1997)

• Klofazimin (Lamprene)
– Terjadi dalam dosis tinggi
– Gangguan GI (Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan
Vomitus), penurunan BB, hiperpigmentasi pada kulit

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31135/4/Chapter%20II.pdf
16. Limfogranuloma Venerum
• Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3
intraselular obligat
• Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh
limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri
– Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan
cepat sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa
secara serologis
– Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul
setelah 2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat
pecah), groove sign (pada pria)
– Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal
(sering pada wanita atau gay)
Limfogranuloma Venerum
Diagnosis
• Klinis
• Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme
– Tes Frei
Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest.
The Frei test would become positive 2-8 weeks after infection.
Unfortunately, the Frei antigen is common to all chlamydial
species and is not specific to LGV. Commercial manufacturing
of Frei antigen was discontinued in 1974.
– Complement fixation (CF)
– The microimmunofluorescence test
• Gambaran badan inklusi
• Definitive diagnosis may be made by aspiration of
the bubo and growth of the aspirated material in
cell culture. C trachomatis can be cultured in as
many as 30% of cases.

• Tatalaksana
– DOC CDC 2015: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari
selama 21 hari atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
17. Cutaneus larva Etiologi: Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum
migrans

Dalam 5-10 hari jadi


filariform
Ke manusia hanya bisa
menginfeksi kulit

Berkembangbiaknya di hewan

Menetas dalam 1-2 hari

Telur di tanah

Faktor resiko: TIDAK MEMAKAI ALAS KAKI, atau


berhubungan dengan tanah dan pasir (tentara,
petani, anak-anak bermain tanpa alas kaki)
A. caninum dan A. braziliense
• Kedua cacing ini termasuk dalam hookworm, satu keluarga dengan
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
• Akan tetapi, A. caninum dan A. braziliense tidak menimbulkan gejala seberat
A. duodenale maupun necator.
• Kedua cacing ini mempenetrasi kulit dan biasanya hanya menyebabkan lesi
kulit serpiginosa.
• Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi, sedangkan Ancylostoma
braziliense kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral
• A. caninum dapat menyebabkan manifestasi lebih jauh berupa infeksi pada
saluran cerna yang menimbulkan suatu enteritis eosinofilik dan dapat
menginvasi mata sehingga menimbulkan diffuse unilateral subacute
neuroretinitis.
• Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing
– sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara,
Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik
Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia
Gejala dan temuan klinis
Larva masuk ke kulit

Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole  sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
18. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin

• Etiologi : Staphylococcus aureus


• Didahului oleh trauma, ex: keringat
berlebih, pemakaian deodorant, dll

• Gejala konstitusi : demam, malaise

• Ruam berupa nodus dan tanda


inflamasi (+) lalu melunak menjadi
abses, pecah membentuk fistel dan
sinus yang multiple

• Lokasi: ketiak, perineum


• Lab: leukositosis
• Terapi: antibiotik sistemik

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
Hidradenitis supurativa : grading severity

Hurley staging PGA scale


Tatalaksana Hidradenitis Supurativa
• Bila tidak ada lesi inflamatorik dalam misalnya abses atau hidradenitis
supurativa ringan (Hurley stage I)
– Clindamycin 1% solution/gel 2x/hari selama 12 minggu dan/atau
– Tetracycline 2x500 mg p.o untuk 4 bulan
• Bila tidak respon dengan penanganan awal atau kondisi sedang-berat
(Hurley stage II atau III)
– Clindamycin 2x300 mg p.o dengan Rifampin 2x600 mg p.o selama 10 minggu
• Bila tidak ada perbaikan pada kondisi sedang-berat (Hurley stage II atau III)
– Adalimumab 160 mg minggu ke-0, 80 mg minggu ke-2, 40 mg subkutan
perminggu
• Terapi lini ke-2
– Zinc gluconate
– Kortikosteroid intralesi
– Ifliximab 5 mg/kgBB pada minggu ke 0,2,6. Lalu setiap 2 bulan sekali untuk 12
minggu (bila gagal adalimumab)
• Pertimbangkan intervensi surgical
– Electrosurgery, atau eksisi radikal, atau unroofing abscess dan sinus tracts

Medscape hidradenitis supurativa


European guideline for hidradenitis suppurativa (evidence based approach). 2015. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5156664/
19. Herpes Simpleks
DEFINISI MANIFESTASI KLINIS
• Infeksi virus herpes simpleks • Infeksi primer  Vesikel
(HSV) pada kulit yang berkelompok yang terasa perih
dan panas, bisa dengan gejala
bermanifestasikan erupsi dan sistemik
vesikel berkelompok pada kulit • Fase laten  setelah sembuh
• Jenis-jenis HSV : gejala mereda (tidak
ditemukan gejala klinis)
1. HSV tipe 1 • Infeksi rekuren  kejadian 30-
(keratokonjungtivitis, herpes 40%. keluhan tiba-tiba
labialis dan gingivostomatitis) kambuh, kulit terasa terbakar
2. HSV tipe 2 (Genitalis dan dan nyeri 1-2 hari sebelum
muncul lesi
neonatal)
• Memiliki faktor pencetus
(stres, menstruasi, alkohol,
senggama berlebihan)

PPKPERDOSKI2017
Herpes Simpleks
DIAGNOSIS TATALAKSANA
1. Dilakukan pemeriksaan Tzanck tes 1. Lesi episode pertama primer
untuk mencari sel datia berinti banyak • Asiklovir: 5x200 mg/hari selama 7-10 hari
dan badan inklusi intranuklea • asiklovir: 3x400 mg/hari selama 7-10 hari
• Valasiklovir: 2x500-1000 mg/hari selama 7-
2. Kultur virus. Sensitivitas kultur sebesar 10 hari
67-70% bila sediaan diambil dari • Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
vesikel, 32% bila sediaan pustul, dan 2. Lesi rekuren :
hanya positif sebesar 17% bila sediaan  Lesi ringan: terapi simtomatik
diambil dari krusta  Lesi berat:
– asiklovir 5x200 mg/hari, per oral selama 5 hari
3. Deteksi antigen (dengan enzyme – asiklovir: 3x400 mg/hari selama 5 hari
immunoassay atau fluorescent – asiklovir 3x800 mg/hari selama 2 hari
antibody), atau PCR DNA HSV – Valasiklovir 2x500 mg selama 5 hari
– Famsiklovir 2x125 mg/hari selama 5 hari
4. Serologi IgM da nIgG anti-HSV 1
 Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi
terapi supresif
– Asiklovir 2x400 mg/hari
PPKPERDOSKI2017 – Valasiklovir 1x500 mg/hari
https://www.thelancet.com/pdfs/journals/lanc – Famsiklovir 2x250 mg/hari
et/PIIS0140673600046389.pdf
TO 3
20. Miliaria
• Miliaria adalah kelainan
umum pada kelenjar
keringat ekrin yang
muncul saat peningkatan
suhu dan kelembaban
• Miliaria disebabkan dari
obstruksi kelenjar keringat
dan menyebabkan
ekstravasasi keringat dari
kelenjar ekrin ke
epidermis atau dermis
• Pada miliaria yang
mengalami sumbatan
adalah kelenjar Ekrin
(Eccrine)

Textbook of Dermatology. 6th ed.

Yawen H. Neural control of sweat secretion: A review. 2017


Tipe Miliaria
• Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban dan panas
serta oklusi kulit
MILIARIA PATOFISIOLOGI KLINIS
Miliaria • penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial)
kristalina • vesikel miliar (1-2 mm) subkorneal, tanpa tanda radang,
(sudamina) mudah pecah dan deskuamasi dalam beberapa hari.
• Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam
Miliaria • penyumbatan di epidermis (stratum spinosum/mid-
rubra epidermis)  papul eritematosa yang gatal
(prickly • merupakan jenis tersering, vesikel miliar atau papulovesikel
heat) di atas dasar eritematosa, tersebar diskret.
• Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa
• Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan lembab
Miliaria • Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction 
profunda papul sewarna kulit
• merupakan kelanjutan miliaria rubra, berbentuk papul
putih, tanpa tanda radang
• Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang
Miliaria • Di Stratum spinosum/mid-epidermis
pustulosa • Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul
Miliaria Kristalina
• Pada miliaria kristallina, obstruksi bersifat sangat superfisial di
stratum korneum, menghasilkan vesikel jernih kecil yang mudah
pecah. Biasa tidak gatal. Lebih sering pada bayi

Textbook of Dermatology. 6th ed | Medline.Gov


Miliaria Rubra
• Pada miliaria rubra, terjadi obstruksi epidermis bagian
dalam dan menghasilkan papul eritematosa yang sangat
gatal. Miliaria Rubra dapat menjadi Miliaria Pustulosa

Miliaria Rubra Miliaria Pustulosa


Textbook of Dermatology. 6th ed
Medline.Gov
Miliaria Profunda
• Pada miliaria profunda, obstruksi ductus terjadi pada perbatasan
dermis dan epidermis. Keringat masuk ke dermis papiler dan
menghasilkan papul sewarna kulit dan dapat bersifat asimptomatik.

Textbook of Dermatology. 6th ed


Medline.Gov
Algoritma Diagnosis dan Terapi

Perdoski 2017
Tatalaksana
• Terapi bersifat suportif dan menghindari pencetus
• Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai dengan
indikasi sebagai berikut:
– Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambahkan
antipruritus (mentol)
– Miliaria rubra dengan inflamasi berat dapat diberikan
kortikosteroid topikal, bila terdapat infeksi sekunder: antibiotik
topikal.
– Miliria profunda diberikan lanolin anhidrous, bila luas dapat
diberikan isotretinoin.
• Edukasi:
– Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih
sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi memakai
sabun. Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat.

Perdoski 2017
21. Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
• nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
• Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
• Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg selama 3 hari
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Nama cacing Cacing dewasa Telur

Dinding tebal 2-3 lapis, bergerigi, berisi


Ascaris lumbricoides unsegmented ovum

kulit radial dan mempunyai 6 kait


Taenia solium
didalamnya, berisi onkosfer dan embriofor

Enterobius ovale biconcave dengan dinding asimetris


vermicularis berisi larva cacing

Ancylostoma ovale dengan sitoplasma jernih berisi


duodenale segmented ovum/ lobus 4-8 mengandung
Necator americanus larva

Schistosoma coklat kekuningan, duri terminal,


haematobium transparan, ukuran 112-170 x 40-70 µm

Tempayan dengan 2 operkulum atas-bawah


Trichuris trichiura
Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
KEY POINTS
22. Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi


terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi)
sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada
pasien kusta

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat


pengobatan, pada saat pengobatan, maupun
sesudah pengobatanpaling sering terjadi pada 6
bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya
pengobatan.
Reaksi Kusta: Klasifikasi
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Respon Imun humoral • Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll)
• Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
ISTILAH LESI
• Pada tipe MB (BL,LL)
Eritema nodosum • Nodus eritema dan nyeri
leprosum (reaksi • Predileksi : lengan dan tungkai
kusta tipe 2) • Tidak terjadi perubahan tipe
• Hipersensitivitas tipe 3
• Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
Reaksi • Terjadi perubahan tipe
reversal/borderline/ • Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
upgrading (reaksi • Peradangan pada saraf dan kulit
kusta tipe 1) • Pada pengobatan 6 bulan pertama
• Hipersensitivitas tipe 4
• Reaksi kusta yang sangat berat
• Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
Fenomena lucio • Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri
(+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
• Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
Morbus Hansen: Istilah
Reaksi Deskripsi

Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih


Lepra Tuberkuloid ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti (
Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)

Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama


Reaksi Reversal menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada
tipe PB

Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan


Leprosum tungkai, umum pada MB
Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
Fenomena Lucio serta ulserasi yg nyeri
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV


(Delayed Type Hypersensitivity Reaction)

• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat


pengobatan

• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2

• Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III

• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL)

• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL

• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)

• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada


pembuluh darah.
Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Tatalaksana Reaksi Tipe 1 Tatalaksana Reaksi Tipe 2
MDT harus segera dimulai (bila pasien belum mendapat terapi kusta) atau tetap dilanjutkan (bila pasien sedang
dalam terapi kusta).
Reaksi Ringan  Aspirin atau Parcetamol Reaksi ringan  Aspirin atau OAINS

Reaksi sedang  antimalaria (klorokuin), antimonial


(stibophen), dan kolkisin
Reaksi Berat dan Neuritis Akut  kortikosteroid Reaksi berat:
(Prednisolon) • ENL episode pertama (3 pilihan):
Minggu Pemberian Dosis Harian yang • Prednisolon jangka pendek 40-60 mg hingga
Prednison Dianjurkan perbaikan klinis lalu di tapering off. Lanjut dosis
• Minggu 1-2 40 mg rumatan 5-10 mg beberapa minggu.
• Minggu 3-4 30 mg • Kombinasi prednisolon dan klofazimin (300 mg/hari
• Minggu 5-6 20 mg selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6 bulan, dan
• Minggu 7-8 15 mg 100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg • Talidomid 4x100 mg selama 3-7 hari atau hingga
reaksi terkontrol  obat pilihan terakhir

Alternatif: • ENL ulangan atau kronik:


• Azatioprin • Kombinasi prednisolon (30 mg/hari selama 2
• Siklosporin minggu) dan klofazimin klofazimin (300 mg/hari
• Metotreksat selama 3 bulan, 200 mg/hari selama 3 bulan, dan
100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Talidomid 2x200 mg selama 3-7 hari lalu tapering
off.

• Alternatif: pentoksifilin, siklosporin, metotreksat


23. Iktiosis
Definisi
• Gangguan pembentukan keratin sehingga sekresi keringat
dan sebum berkurang
JENIS
• Iktiosis vulgaris
– Kelainan genetik pada kulit yang diturunkan
sebagai autosom dominan
– sering disertai dengan eczema atopik
– Mild skin scaling and dryness

• Jenis X-linked Recessive


– hanya menyerang pria
– Secara klinik berbeda dari jenis yang lain, timbul
segera setelah lahir
– mengenal semua bagian tubuh
– sisik besar dan gelap
Iktiosis: Jenis
• Xeroderma
– bentuk ringan iktiosis
– tidak bersifat kongenital
– terjadi pada penderita usia pertengahan atau lebih
tua

• Iktiosis terdapat pada sindrom Refsum (ataksia


herediter dengan polincuritis dan tuli) dan sindrom
Sjogren-Larssen (defisiensi mental herediter dan
paralisis spastik)
– Kedua sindrom tersebut autosom-resesif

• Iktiosis yang didapat


– pada lepra, hipotiroid, limfoma, sarkoidosis dan
penyakit Hodgkin

• Iktiosis lamelar (autosom resesif)


– dijumpai pada neonatus yang terlihat seperti
terbungkus kertas perkamen
Iktiosis: Jenis
• Iktiosis Harlequin
– Merupakan bentuk terberat dari iktiosis autosomal resesif.
– Temuan klinisnya berupa mengerasnya kulit dan keratin
menjadi sangat tebal.
– Neonatus akan tampak seperti memiliki cangkang yang massif
dan terdapat kontraksi abnormal dari mata, mulut, dan telinga.

• Congenital ichthyosiform erythroderma


– Characterized by red skin and fine scales
Iktiosis: Jenis
• Hiperkeratosis epidermoli
– mempunyai vesikel superfisial dan bersisik dengan erosi
– penyakit autosom dominan
– Sisik tebal, seringkali tajam/spiny, kulit mudah lecet saat
trauma
• Localized ichthyosis
– Characterized by thick or scaly skin that is localized to
particular regions such as the palms of the hands and soles of
the feet
• Iktiosis kongenital bulosa/Epidermolytic Icthyosis
– Merupakan bentuk iktiosis kongenital yang diturunkan secara
autosomal dominan
– Temuan klinisnya berupa eritroderma, blister, dan erosi yang
disertai dengan hiperkeratosis progresif
Iktiosis Vulgaris
• Tersering muncul pada usia 2 bulan (sebelum 5 tahun)

• Dermatitis atopik: muncul pada 50% penderita

• Dapat akibat keturunan atau didapat


– Keturunan: mutasi pada gen filaggrin (FLG)  kegagalan sel kulit
untuk mempertahankan kelembaban  hiperkeratosis debagai
kompensasi kerusakan sel penumpukan sel kulit mati  sisik

• Jenis Iktiosis tersering (95%)

• Permukaan ekstensor anggota gerak tertutup sisik yang kering;


lipat ketiak dan siku biasanya tidak terkena

http://www.dermnetnz.org/topics/ichthyosis-vulgaris/
Iktiosis Vulgaris: Tanda dan Gejala
• Gejala yang timbul
• Kulit kering
• Kulit bersisik
• Gatal
• Perubahan warna kulit
• Kulit retak yang terasa nyeri pada telapak
tangan dan kaki

• Symmetrical scaling of the skin, which


varies from barely visible roughness and
dryness to strong horny plates
• Scales are small, fine, irregular, and
polygonal in shape, often curling up at the
edges to give the skin a rough feel. Scales
vary in size from 1 mm to 1 cm in diameter
and range from white to dirty gray to
brown
Iktiosis Vulgaris vs X-Linked Ichthyosis
Iktiosis Vulgaris: Terapi
• Paliatif: Krim pelunak (lanolin, petrolatum)
– Pengobatan harus dilakukan setelah hidrasi dengan
larutan propyrene glycol 60%

• Terapi oklusif
– Menggunakan pelembab pada kulit lembab (< 3
menit setelah mandi)
– Oklusi menggunakan cling wrap selama 1-2 jam

http://www.dermnetnz.org/topics/ichthyosis-vulgaris/
24. Pitiriasis Rosea
• Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting
• Gejala klinis:
1. Gatal ringan
2. Pitiriasis (skuama halus)
3. Lesi khas
Lesi yang pertama muncul:
Herald Patch
• Lokasi di badan
• Soliter
• Oval dan annular
• Diameter ± 3 cm
• Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya

• Gambaran lesi seperti lesi pertama


hanya lebih kecil dan semakin banyak
• Susunan sejajar costae seperti pohon
cemara terbalik
• Timbul serentak atau dalam beberapa
hari 4-10 hari setelah lesi pertama:
• Predileksi: badan, lengan atas
proksimal, dan paha atasseperti
Pohon cemara terbalik
pakaian renang wanita jaman dahulu Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Tatalaksana Pitiriasis rosea (Perdoski)

• Umumnya dapat sembuh spontan


• Topikal (bila gatal mengganggu):
– Laritan anti pruritus seperti calamine lotion
– Kortikosteroid topikal
• Sistemik:
– Apabila gatal mengganggu: antihistamin misalnya setirizin
1x10 mg p.o
– Kortikosteroid sistemik
– Eritromisin oral 4x250 mg selama 14 hari
– Asiklovir 3x400 mg p.o selama 7 hari (indikasi bila awal
perjalanan penyakit disertai flu-like symptoms atau
keterlibatan kulit yang luas)
– Fototerapi: narrowband UV-B dengan dosis tetap sebesar
250 mJ/cm3
25. Giardiasis
Anerior membulat

Trofozoit
Kista

Trofozoit:
- Pear shaped
Flagel Inti - Sepasang
nukleusseperti mata
- Pada bagian ventral
Posterior tajam terdapat alat
isapuntuk menempel
di mukosa usus
Giardiasis
• Etiologi: protozoa  Giardia lamblia
• Gejala klinis
– Dapat asimtomatik
– Diare dengan gambaran ekskresi lemak meningkat (steatorrhea)
• Akut  berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah
dalam tinja
• Kronis  nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, penurunan
berat badan
• Diagnosis:
– Pemeriksaan feses untuk memeriksa stadium kista atau trofozoit
apabila sampel segar
– Bila sulit dilakukan, dapat menggunakan pemeriksaan imuno-
enzim feses untuk mendeteksi Antigen Giardia
• Terapi:
– DOC: Metronidazole 3x250 mg atau 2x500 selama 5-7 hari (anak
3x15 mg/kgBB selama 5 hari)
– Alternatif: Tinidazole 2 g PO SD (anak 50 mg/kgBB PO SD)
26. Erupsi Obat Alergi: Klasifikasi
• EOA ringan • EOAberat
– Urtikaria dengan atau – Pustular eksantema
tanpa angioedema generalisata akut (PEGA)
– Erupsi eksantematosa – Eritroderma
– Dermatitis medikamentosa – Sindrom Stevens-Johnson
– Erupsi purpurik (SSJ)
– Eksantema fikstum (fixed – Nekrolisis epidermal
drug eruption/FDE) toksik (NET) atau sindrom
– Eritema nodosum Lyell
– Eritema multiforme – Drug Reaction with
Eosinophilia and Systemic
– Lupus eritematosus Symptoms (DRESS)
– Erupsi likenoid
PPK PERDOSKI 2017
SSJ dan NET
• Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
• Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host
disease, neoplasma, radiasi
• Reaksi hipersensitivitas tipe 4
• Trias kelainan
– Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
– Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada mukosa
mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta kehitaman
– Kelainan mata: konjungtivitis
• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
SSJ dan NET
Definition Physical Findings & Clinical Presentation
• Stevens-Johnson syndrome (SJS) is a • The cutaneous eruption generally occurs
rare, severe vesiculobullous form of within 8 wk of drug initiation and is
erythema multiforme (EM) affecting generally preceded by vague, nonspecific
the skin, mouth, eyes, and genitalia. symptoms of low-grade fever and fatigue
• SJS  <10% of body surface area (influenza-like symptoms).
(BSA). • Enlarging red-purple macules or papules
• SJS–toxic epidermal necrolysis (TEN) and bullae generally occur on the
overlap syndrome  10% to 30% of conjunctiva, mucous membranes of the
BSA, it is known as. mouth nares, and genital regions.
• TEN affects  >30% of BSA. • Corneal ulcerations may result in
blindness.
Etiology • Ulcerative stomatitis results in
hemorrhagic crusting.
• Drugs
• Upper respiratory tract infections
(e.g., Mycoplasma pneumoniae) and
HSV infections have also been Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic
implicated imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Manifestasi Klinis

A. Early eruption. Erythematous


dusky red macules (flat atypical
target lesions) that progressively
coalesce and show epidermal
detachment.

B. Early presentation with


vesicles and blisters, note the
dusky color of blister roofs,
strongly suggesting necrosis of
the epidermis.

C. Advanced eruption. Blisters


and epidermal detachment have
led to large confluent erosions.

D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid NSAIDs • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole (e.g., diclofenac) (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine • Aminopenicillins • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Cephalosporins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Quinolones • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Cyclins • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Macrolide (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Clinical entitiy SJS SJS-TEN overlap TEN


Primary lesions • Dusky red • Dusky red • Poorly
lesion lesions delineated
• Flat • Flat atypical erythematous
atypical targets plaques
targets • Epidermal
detachment
• Dusky red
lesions
• Flat atypical
targets
Distribution • Isolated • Isolated lesions • Isolated
lesions • Confluence (++) lesions (rare)
• Confluenc on face and • Confluence
e (+) on trunk (+++) on face,
face and trunk, and
trunk elsewhere
Mucosal Yes Yes Yes
involvement
Systemic Usually Always Always
symptoms
Detachment (% < 10 10-30 >30
body surface
Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson area)
Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.
Tatalaksana

• Topikal
– mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi
mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi:
• Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel
petroleum dengan 50% cairan parafin.

PPK Perdoski 2017


Tatalaksana
• Sistemik:
- Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan
dosis setara prednisone
1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.
3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET
4-6 mg/kgBB/hari untuk NET.
- Analgesik
• Pilihan lain:
- Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat
diberikan segera setelah pasien didiagnosis NET dengan
dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari
• Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat
mempersingkat waktu penyembuhan, tetapi tidak
menurunkan angka mortalitas.
• Antibiotik sistemik sesuai indikasi PPK Perdoski 2017
Tatalaksana

PPK Perdoski 2017


27. Tinea Kapitis
• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
jamur dermatofita
• 3 genus dermatofita:
1. Microsporum
2. Tricophyton
3. Epidermophyton
• Tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis tinea kapitis:
1. Populasi risiko tinggi
2. Terdapat kerion atau gejala klinis yang khas berupa
skuama tipikal, alopesia dan pembesaran kelenjar getah
bening.
• Gejala klinis: gatal, kulit kepala berisisik, alopesia
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tinea Kapitis
• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
dermatofit

• Bentuk klinis:
– Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)
• Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat, bersisik.
Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah patah dan tercabut.
Lampu Wood: hijau kekuningan.
– Kerion (Microsporum atau Tricophyton)
• Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang. Dapat
menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap. Fluoresensi (+/-)
– Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans
dan Trycophyton violaceum)
• Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora (black dot).
Fluoresensi (-)
– Favus (Trichophyton Schoenleinii)
• Bentuk yang berat dan kronis berupa plak eritematosa perifolikular
dengan skuama. Awalnya berbentuk papul kuning kemerahan yang
kemudian membentuk krusta tebal berwarna kekuningan (skutula).
Skutula dapat berkonfluens membentuk plak besar dengan mousy
odor. Plak dapat meluas dan meninggalkan area sentral yang atrofi dan
alopesia

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis
ECTOTHRIX ENDOTHRIX
• Outside of hair • Tanpa fluoresen • Inside of hair • Tanpa fluoresen
• Kerion – M. fulvum • Black dot, bald patch
• Grey patch – T. gourvillii
– M. Gypseum • Fluoresen abu
• Fluoresen kuningkehijauan – T. Soudanense
– T. Megninii kehijauan kusam
terang – T. tonsurans
– Microsporum – T. Mentagrophytes – Trichophyton
– T. Violaceum
audouinii – T. Rubrum schoenleinii
– T. Yaoundei
– M. canis – T. verrucosum
– M. Ferrugineum Anthropophilic
Pemeriksaan Penunjang
• Pengambilan spesimen pada tinea kapitis dapat dilakukan dengan:
- Mencabut rambut.
- Menggunakan skalpel untuk mengambil rambut dan skuama.
- Menggunakan swab (untuk kerion) atau menggunakan cytobrush.
- Pengambilan sampel terbaik di bagian tepi lesi.
• Lampu Wood hanya berfluoresensi kuning kehijauan pada tinea kapitis
yang disebabkan oleh Microsposrum spp. (kecuali M.gypsium).
Organisme endotriks tidak menunjukkan fluoresensi.
• Pemeriksaan KOH: rambut dicabut, ditambahkan larutan KOH 10-20%
dan dievaluasi dengan mikroskop:
– Ektotriks:arthroconidiakecil/besar membentuk lapisan di sekitar batang
rambut, atau
– Endotriks: arthroconidia di dalam batang rambut.

PPK Perdoski 2017


Pemeriksaan Lampu Wood
WARNA ETIOLOGI
Kuning Emas Tinea versicolor – M. furfur

Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
(terang) Canis
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink – Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
Putih Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
Tatalaksana Tinea Kapitis (PERDOSKI 2017)
• Topikal: tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja kombinasi dengan sistemik
 Rambut dicuci dengan sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2-4
kali/minggu atau sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu
• Sistemik
 Spesies Microsporum
• DOC: griseofulvin fine particle/microsize 20-25 mg/kgBB/hari dan
ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
• Alternatif:
• Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu.
• Terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40 kg
dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4 minggu.
 Spesies Trichophyton:
• DOC: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg untuk BB 20-40
kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4 minggu
• Alternatif :
• Griseofulvin 8 minggu9-10
• Itrakonazol 2 minggu11-12
• Flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
PPK Perdoski 2017
28. Liken Simpleks Kronikus
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis
sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit) 
garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Daerah: daerah yang mudah dijangkau oleh tangan
seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor,
pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun
dapat timbul di area tubuh manapun.
• Etiologi
– Rangsangan pruritogenik dari alergi atau stress

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis

• Lesi likenifikasi umumnya tunggal tetapi dapat lebih dari satu dengan ukuran
lentikular hingga plakat.
• Stadium awal berupa eritema dan edema atau papul berkelompok.
• Akibat garukan terus menerus timbul plak likenifikasi dengan skuama dan
eskoriasi, serta hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
• Bagian tengah lesi menebal, kering dan berskuama, sedangkan bagian tepi
hiperpigmentasi.

PPK Perdoski. 2017


Diagnosis banding neurodermatitis
DISORDE
L O C AT I O N LESION F E AT U R E
R
Neurodermatiti Scalp, Extensor forearms and Intermittent pruritus,
s elbows, Vulva and scrotum, hyperpigmentation, erythematous,
Upper medial thighs, knees, scaly, well-demarcated, lichenified
lower legs, and ankles plaques with exaggerated skin lines

Dermatitis scalp, face, and trunk A papulosquamous disorder


seborrheic patterned on the sebum-rich,
branny or greasy scaling over red,
inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and
adult (sebacea gland activity)
Contact – Hypersensitivity History of contact with the
allergic substances which can cause the
lesion
Dermatitis Flexural creases, particularly the xerosis, lichenification, and
atopic antecubital and popliteal fossae, eczematous lesions
and buttock-thigh

Numularis Unknown Coin lesion, erythematous


Tatalaksana
• Topikal
– Emolien dapat diberikan sebagai kombinasi dengan kortikosteroid
topikal atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim
emolien (C,4)
– Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat
seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari
(C,4)
– Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu (C,4) Preparat
antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine (C,4)
• Sistemik
– Antihistamin sedatif (A,1) efek sedatif agar mengurangi sifat
menggaruk
– Antidepresan trisiklik (A,1)
• Tindakan: Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid) (C,4)
• Menghindari menggaruk lesi

PPK Perdoski. 2017


29. Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat
mukokutan
• Predileksi:
• HSV tipe I di daerah pinggang ke atas
• HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital, transmisi
kontak seksual
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes Simpleks
• Pemeriksaan
– Ditemukan pada sel dan
dibiak, antibodi, percobaan
Tzanck (ditemukan sel Tipe II
datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear,
glass cell)

• Komplikasi
– Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada
janin dengan ibu herpes
genitalis
Multinucleate giant cells
Regimen terapi (PPK Perdoski)
Untuk yang baru pertama kali menderita
• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x1 gram/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
• Kasus berat perlu rawat inap: asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7-10 hari

Untuk yang rekuren


• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 3x800 mg/hari selama 2 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x500 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Famcyclovir 2x125 mg/hari selama 5 hari, ATAU
Herpes Simpleks: Tatalaksana
• Pasien imunokompromais
– Pengobatan lebih lama dan diberikan hingga gejala klinis
menghilang
– Asklovir oral dapat diberikan dengan dosis 5x400 mg/hari
selama 5-10 hari atau hingga tidak muncul lesi baru
– Valasiklovir 2x1000 mg/hari
– Famsiklovir 2x500 mg/hari
• Wanita hamil
– Wanita hamil yang menderita herpes genitalis primes
dalam 6 minggu menjelang persalinan dianjurkan untuk
dilakukan seksio sesarea sebelum atau dalam 4 jam
sesudah pecahnya ketuban
– Asiklovir dosis supresi 3x400 mg/hari mulai dari usia 36
minggu dapat mencegah lesi HSV pada aterm. Pemberian
dapat oral atau intravena (bila manifestasi berat)
30. Pioderma
Pioderma adalah infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan
oleh bakteri piogenik, yang tersering adalah S. aureus dan
Streptokokus β-hemolitik grup A antara lain S. Pyogenes.

• Pioderma superfisialis, lesi • Pioderma profunda,


terbatas pada epidermis mengenai epidermis dan
– Impetigo nonbulosa dermis
– Impetigo bulosa – Erisipelas
– Ektima – Selulitis
– Folikulitis – Flegmon
– Furunkel – Abses multiplel kelenjar
– Karbunkel keringat
– Hidradenitis
Pioderma: Erisipelas
• Penyakit infeksi akut oleh Streptococcus
beta hemolyticus, menyerang epidermis dan
dermis

• Gejala: eritema berwarna merah cerah,


berbatas tegas. Predileksi: tungkai bawah
• Gejala konstitusi: demam, malaise

• Terdapat keterlibatan limfatik dan juga


limfadenopati, jika sering residif dapat
menjadi elefantiasis

• Pengobatan
• Elevasi tungkai
• Antibiotik sistemik
• Diuretik (bila edema)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin,


5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Patogenesis Erisipelas

Abrasi, infeksi herpes


simpleks, tinea pedis ,
gigitan serangga, ulkus,
luka tusuk, luka vaksin, tali
pusat neonatus yang Disrupsi Kulit
terkena eksposur

Agen infektif masuk,


inokuasi di kulit

Manifestasi Klinis
Infeksi tersebar cepat
sampai ke sistem
limfatik
Pioderma: Selulitis
• Etiologi
• Staphylococcus, streptococcus, atau infeksi
jamur (jarang)
• Gejala dan Tanda
– Infiltrat difus kemerahan dengan batas tidak
tegas
• Cellulitis and erysipelas are nearly always
unilateral, and the lower extremities are
the most common site of involvement.
• Cellulitis involves the deeper dermis and
subcutaneous fat
• Cellulitis may present with or without
purulence
• Pasien dengan selulitis cenderung
memiliki perjalanan yang lebih lamban
dengan perkembangan gejala lokal
selama beberapa hari..
Erisipelas vs Selulitis

ERISIPELAS SELULITIS
• Infeksi akut oleh Streptococcus • Infeksi akut terutama oleh
• Menyerang lapisan kulit atas (superfisial): Staphylococcus
dermis atas dan limfatik superfisial
• Tanpa purulensi
• Menyerang lapisan kulit yang lebih
dalam deeper dermis dan lapisan
• cenderung memiliki onset akut gejala dengan
manifestasi sistemik termasuk demam dan subkutan
menggigil • Bisa dengan atau tanpa purulensi
• Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya • cenderung memiliki perjalanan yang
meninggi, tanda inflamasi (+) lebih lamban dengan perkembangan
• Predileksi: tungkai bawah gejala lokal selama beberapa hari.
• Lab: leukositosis • Infiltrat difus (batas tidak tegas) di
• Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis subkutan, tanda inflamasi (+)
• Predileksi: tungkai bawah
• Lab: leukositosis
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
https://www.icgp.ie/assets/75/73F75322-D310-AFE8-B27BF2BFD39E293F_document/derma.pdf
Selulitis

Erisipelas
Erysipelas
Tatalaksana erysipelas (uptodate)
• Terapi empiris untuk infeksi akibat Streptokokus beta hemolitikus
• Bila ada manifestasi sistemik  terapi parenteral
– Cefazoline (melawan streptococcus dan MSSA, sehingga berguna bila
sulit bedakan erysipelas dengan selulitis) : dosis 1-2 gram IV tiap 8 jam
– Ceftriaxone : dosis 1-2 gram IV tiap 24 jam
– Flucloxacilin : dosis 2 gram IV tiap 6 jam
– Clindamycin 600 to 900 mg IV every 8 hours.
• Bila infeksi ringan atau merespon dengan baik menggunakan terapi
parenteral  per oral
– Penisilin V 4x500 mg, atau amoksisilin 2x875 mg
– Alergi beta lactam  cephalexin 4x500 mg, Cefadroxil 1 g orally daily,
atau clindamycin 4x300-450 mg, atau TMP-SMX 2x960 mg
31. Dermatitis stasis
• Kondisi inflamasi kulit pada ekstermitas bawah,
biasanya merupakan sekuel dari kondisi Chronic
Venous Insufficiency, berhubungan dengan varicose
veins, dependent chronic edema, hiperpigmentasi,
lipodermatosklerosis, dan ulserasi
• Etiologi: adanya venous hypertension karena aliran
retrograde akibat katup vena yang tidak berfungsi
dengan baik/rusak/ada obstruksi vena  backflow
darah dari system vena dalam ke superfisial disertai
venous hypertension  ekstravasasi sel darah merah
 proses inflamasi dimediasi metalloproteinase
• Predileksi: ekstremitas bawah
• Komplikasi: selulitis, ulkus, lipodermatosklerosis
medscape
Dermatitis stasis
Dermatitis stasis
Tanda dan gejala Pemeriksaan penunjang
• Eritematosa, skuama, plak
eksematosa di ekstremitas bawah • Pemeriksaan hematologic
(sering di medial ankle)  kondisi
• Pruritus  bisa jadi likenifikasi hiperkoagulabilitas
karena garukan berulang • Pemeriksaan doppler 
• Discoloration  sebabkan merah evaluasi DVT
kecoklatan pada kulit akibat deposit
hemosiderin akibat ekstravasasi
eritrosit  bercak hiperpigmentasi
• Dapat timbul ulkus
• Edema
• Tanda CVI:
– Varises, lymphedema sekunder,
atrophie blanche, selulitis sekunder,
ulserasi
Medscape, uptodate
Lipodermatosklerosis
• Bentuk kronik panniculitis
karena inflamasi kronik,
degenerasi lemak, dan fibrosis
• Pada fase akut: eritema, nyeri,
mirip selulitis (bedanya
lipodermatosklerosis
berkembang lambat dalam
minggu-bulan, melibatkan
kedua tungkai)
• Pada fase kronik:
hiperpigmentasi dan indurasi
kulit  gambaran inverted
champagne bottle
Tatalaksana dermatitis stasis
• Elevasi tungkai
• Kompresi  bisa pakai stocking dengan
controlled pressure gradient
• Lesi eksudatif  kompres lembab
• Lesi kering  untuk kurangi inflamasi akut dan
gatal bisa gunakan kortikosteroid seperti
triamsinolon oint 0.1%
• Infeksi sekunder  antibiotic
– Superfisial  mupirocin topical atau antibiotic
sistemik ntuk infeksi staphylococcus atau
streptococcus  dicloxacillin, cephalexin, penicilli

medscape
32. Taenia Saginata
• Etiologi:
– Taenia saginata
• Morfologi
– Cacing dewasa4-12 m
• Skoleks
• Leher
• Strobilaproglotid
– Proglotid gravid15-30
cabang
– TelurTelur bulat
berdinding tebal, memiliki
stria radial

Gandahusada S, et al. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2004


http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/gen_info/faqs.html
Taeniasis (Cacing Pita)
Gejala
• mual, konstipasi, diare; sakit perut;
lemah; kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan turun,
benjolan pada jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Telur
• Bulat dengan embrio berstria
radier tebal
• Berisi onkosfer dengan 6 kait
• Ukuran 31-34 mcm

DOC: Prazikuantel 5-10 mg/kgBB SD


(untuk anak ≤ 4 tahun safety dan
efficacy belum jelas)
Alternatif: Albendazole 15
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis
selama 15 hari
Proglotid Gravid T. Solium vs T. Saginata

Taenia Saginata Taenia Solium


• Folikel testis yang berjumlah 300-400 • Serupa dengan proglotid T. Saginata
namun jumlah folikel testisnya lebih
buah, tersebar di bidang dorsal sedikit, yaitu 150-200 buah

• Uterus tumbuh dari bagian anterior • Proglotid gravid mempunyai ukuran


ootip dan menjulur kebagian anterior panjang hampir sama dengan lebarnya
proglotid
• Jumlah cabang uterus: 7-12 buah pada
satu sisi
• Jumlah cabang uterus: 15-30 buah pada
satu sisinya dan tidak memiliki lubang • Lubang kelamin letaknya bergantian
uterus (porus uterinus) selang-seling pada sisi kanan atau kiri
strobila secara tidak beraturan
• Proglotid yang sudah gravid letaknya • Berisi kira-kira 30.000-50.000 buah
terminal dan sering terlepas dari telur.
strobila
PERBEDAAN KARAKTERISTIK
T. s a g i n a t a T. s o l i u m
Penyakit Taeniasis Taeniasis dan sistiserkosis
Panjang cacing dws 4-12 m 2-4 m & 8 m
∑ proglotid 1000-2000 800-1000
Skolek Tanpa rostelum/kait-kait Punya rostelum + kait-kait

Proglotid Keluar sendiri scr aktif Keluar bersama tinja 2-3 progl.
satu-satu
Matang Ovarium 2 lobus Ovarium trilobus
Gravid 15-30 cabang lateral 7-12 cabang lateral
∑ telur/proglotid 100.000 30.000-50.000
Larva Cystisercus bovis Cystisercus cellulose
Hospes perantara Sapi Babi dan manusia
Cara infeksi Makan daging sapi yg Makan daging babi yg mengandung
mengandung cystisercus cystisercus cellulose (mjd taeniasis)
bovis dan tertelan telur (mjd sistiserkosis)
KEY POINTS
33. Tuberkulosis Kutis

• Daerah tropis tersering: skrofuloderma dan


tuberkulosis kutis verukosa
• Penularan: inhalasi, inokulasi langsung pada
kulit
• Etiologi: Mycobacterium tuberculosis :
91,5%, M. Atipikal 8,5%
Tuberkulosis Kutis: Klasifikasi

1. Tuberkulosis Kulit sejati


• Tuberkulosis Kutis Primer
– Inokulasi TB primer / TB chancre
– TB kutis miliaris
• Tuberkulosis Kutis Sekunder
– Skrofuloderma
– TB kutis verukosa
– TB kutis gumosa
– TB kutis orifisialis
– Lupus vulgaris
Tuberkulosis Kutis: Klasifikasi

2. Tuberkulid
• Pada kelainan kulit tidak ditemukan kuman
penyebab, kuman terdapat di tempat lain
dalam tubuh (paru)
• Bentuk papul
– TB papulonekrotika
– Liken sklofulosorum
• Betuk granuloma dan ulseronodulus
– Eritema nodusum
– Eritema induratum bazin
Tuberkulosis Kutis: Patogenesis

• Penjalaran langsung ke kulit dari organ dibawah kulit


yang telah terinfeksi tuberkulosis (skrofuloderma)
• Inokulasi langsung pada kulit sekitar orifisium
(tuberculosis kutis orifisialis)
• Penjalaran secara hematogen (TB kutis miliaris)
• Penjalaran secara limfogen (Lupus vulgaris)
• Penjalaran langsung dari selaput lendir yang sudah
diserang penyakit TB (Lupus vulgaris)
• Kuman langsung masuk ke kulit yang resistensi
lokalnya telah menurun (TB kutis verukosa)
Tuberkulosis Kutis Verukosa
• Secara eksogen
• Predileksi: punggung tangan, tungkai bawah dan kaki
• Penjalaran serpiginosa  bentuk bulan sabit
• Papul lentikuler di atas makula eritematosa

Gambaran klinis TB kutis verukosa


Gambaran klinis:
TB kutis verukosa
• Infeksi M tuberculosis
• Akibat inokulasi langsung ke
kulit
• Predileksi: tungkai bawah dan
kaki, bokong, tempat sering
terkena trauma
• Lesi berbentuk bulan sabit
akibat penjalaran serpiginosa
• Terdiri dari wart like papul/plak,
dengan halo violaseous diatas
kulit eritematosa, pada bagian
cekung terdapat sikatriks
• DD: mikosis profunda, veruka
vulgaris, karsinoma sel
skuamosa, liken planus
hipertrofik
Skrofuloderma
• Penjalaran perkontinuitatum dari
organ di bawah kulit yang diserang
penyakit TB (kelenjar getah
bening, sendi, tulang)
• Lokasi: leher, ketiak, lipat paha
• Awal: limfadenitis TB
• Perlekatan kelenjar dengan
jaringan sehingga timbul cold
abscess  pecah  fistel 
memanjang, tidak teratur,
sekitarnya livide, menggaung,
tertutup pus seropurulen 
sikatriks  skin bridge
TATALAKSANA

Kriteria Penyembuhan:
• Semua fistel dan ulkus sudah menutup
• Seluruh KGB mengecil (<1 cm dan konsistensi keras)
• Sikatriks tdk eritematous
• LED menurun
Skrofuloderma
• Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)
• Lokasi
– Leher: dari tonsil atau paru
– Ketiak: dari apeks pleura
– Lipat paha: dari ekstrimitas bawa  KGB inguinal lateral
• Perjalanan Penyakit
– Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut)
– Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar
– Perlunakan tidak serentak  cold abses  pecah
– Fistel  memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus
seropurulen  sikatrik  skin bridge
• Diagnosis Banding
– Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV
Skrofuloderma
Histopatologi
Skrofuloderma
Perjalanan Penyakit
Gambaran klinis:
Lupus vulgaris
• Infeksi M tuberculosis
• Penyebaran secara hematogen,
limfogen, atau langsung dari focus
tuberculosis ekstrakutan
• Predileksi: wajah, badan,
ekstremitas, bokong
• Papul/nodus berkelompok yang
berubah warna jadi kuning pada
penekanan (apple jelly colour)
• Nodus berkonfluensi bentuk plak,
destruktif, bisa bentuk ulkus
• Involusi bentuk sikatriks
• DD: MH, granuloma fasiale,
sarcoidosis, kromomikosis

• normal epidermis with focal parakeratosis and


noncaseating granulomas consisting of epithelioid
histiocytes, plasmocytes, and Langhans giant cells in the
dermis suggestive of lupus vulgaris
Gambaran Klinis:
Tuberculosis chancre
• Inokulasi langsung
mikobakterium pada kulit
• Predileksi: wajah,
ekstremitas, daerah mudah
trauma
• Lesi berupa papul, nodus,
pustule, ulkus indolen,
indurasi positif dengan
dinding bergaung
Gambaran klinis:
TB miliar kutis
• Infeksi M tuberculosis
• Penyebaran secara hematogen,
umumnya dari fokus infeksi di
paru atau selaput otak
• Predileksi: wajah, badan,
ekstremitas, bokong
• Biasa terjadi pada individu
alami imunosupresif
• Lesi diseminata seluruh tubuh
berubah papul, vesikel, pustule
hemoragik, atau ulkus
• DD: acne korporis, erupsi obat
tipe papuler
Gambaran klinis:
TB kutis orifisialis
• Infeksi mikobakteium
• Autoinokulasi pada periorifisial
dan membrane mukosa
• Pada pasien TB organ dalam
yang progresif misalnya paru,
genitalia, kandung kemih, usus
• Predileksi: mulut, orifisium
uretra eksternum, perianal
• Lesi papulonodular membentuk
ulkus hemoragik/purulent,
dinding bergaung, nyeri
• Prognosis buruk
• DD: stomatitis aphthosa, noma
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan histopatologik jaringan kulit (biopsy)
– Skrofuloderma: bagian tengah lesi tampak nekrosis masif dan gambaran tepi
abses/dermis terdiri atas granuloma tuberkuloid
– TB kutis verukosa: hiperplasia pseudoepiteliomatosa, dengan infiltrat inflamasi
neutrofil dan limfosit serta sel datia Langhans
– Lupus vulgaris: granuloma tuberkuloid berupa sel epiteloid, sel datia
Langhans, dan sebukan limfosit.
– TB chancre: reaksi inflamasi neutrofilik akut dan area nekrosis. Setelah 3-6
minggu ditemukan gambaran granuloma dengan giant cells danpenurunan
jumlah BTA.
– TB milier kutis: granuloma tuberkuloid dengan nekrosis dan ulserasi dengan
banyak ditemukan basil BTA
– TB kutis orifisialis: granuloma tuberkuloid dengan nekrosis dan ulserasi dengan
banyak ditemukan BTA
• Pemeriksaan bakterologik (identifikasi mikobakterium melalui pewarnaan
Ziehl Nielsen, kultur, PCR dari dasar ulkus atau jaringan kulit)
• Tambahan:
– pemeriksaan darah tepi dan LED meningkat
– Tes tuberculin: PPD-5TU positif >10 mm
Tatalaksana
• Topikal untuk ulkus: kompres larutan antiseptic povidone
iodine 1%
• DOTS strategy
– Tahap intensif 2 bulan
• INH: dewasa 5 mg/kgBB/hari oral dosis tunggal, anak <10 tahun 10
m/kgBB/hari
• Rifampisin: dewasa 10 mg/kgBB/hari oral dosis tunggal, anak 10-20
mg/kgBB/hari maksimal 600 mg/hari
• Etambutol: dewasa 15-25 mg/kgBB/hari oral dosis tunggal, anak maksimal
1250 mg/hari
• Pirazinamid: dewasa 20-30 mg/kgBB/hari oral dosis terbagi, anak 30-40
mg/kgBB/hari, maksimal 2000 mg/hari
• FDC R150 mg, H75mg, Z400 mg, E275 mg (dosis berdasarkan berat badan)
– Tahap lanjut hingga 2 bulan setelah lesi kulit sembuh, durasi
minimal total pengobatan intensif dan lanjutan minimal 1 tahun
• INH dan Rifampisin
• FDC R150 mg, H150 mg (dosis berdasarkan berat badan)
TO 4
34. Leukoderma dan Vitiligo
• Bercak putih pada kulit akibat hilangnya sebagian/ seluruh
pigmen kulit
• ETIOLOGI
– Kongenital
• Tuberous sclerosis, partial albinism, piebaldism dan Waardenburg syndrome
– Imunologis
• Vitiligo, halo mole
– Post inflamasi
• Luka bakar, dermatitis, psoriasis, cuteneous lupus erythematosus, lichen sclerosus
– Infeksi
• Ptiriasis versicolor, lichen planus, sifilis
– Obat
• EGFR inhibitor, injeksi steroid intralesi
– Okupasi/bahan kimia

http://www.dermnetnz.org/colour/leukoderma.html
Vitiligo
• Definisi: Hipomelanosis idiopatik ditandai dengan makula putih yang dapat
meluasmengenai bagian tubuh yang memiliki melanosit (kulit, rambut,
mata)

• Etiologi
– Belum diketahui, diduga karena autoimun, neurohumoral, autositotoksik, atau
karena bahan kimiawi

• Gejala
– Makula berwarna putih (apigmentasi) berukuran mm-cm, bulat, lonjong, berbatas
tegas
– Bisa juga makula hipomelanotik (tidak putih sekali)
– Tepi lesi bisa meninggi, eritema dan gataldisebut inflamatoar
– Bisa terdapat fenomena koebner  trauma mekanis  lesi vitiligo

• Predileksi
– Area ekstensor tulang (jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis
anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor)
– Lesi bilateral bisa simetris atau asimetris
– Area traumatik
Klasifikasi Vitiligo
• Vitiligo nonsegmental (VNS)/generalisata/vulgaris
– bentuk paling umum.
– makula berwarna putih susu yang berbatas jelas, asimtomatik,
melibatkan beberapa regio tubuh, biasanya simetris.
– VNS terdiri dari vitiligo akrofasial, vitiligo mukosal, vitiligo universalis,
dan vitiligo tipe campuran yang berhubungan dengan vitiligo segmental.
• Vitiligo segmental (VS)
– biasanya muncul pada anak-anak, berkembang dengan cepat (dalam
minggu atau bulan), kemudian menjadi stabil dan biasanya lebih resisten
terhadap terapi.
• Undetermined/unclassified
– Vitiligo fokal:
• patch yang tidak memenuhi kriteria ditribusi segmental, dan tidak
meluas/berkembang dalam waktu 2 tahun.
• dapat berkembang menjadi tipe VS maupun VNS.
– Mukosal: hanya lesi di mukosa tanpa lesi di kulit.
Vitiligo: Gambaran Klinis

http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html
Diagnosis
• Gejala dan temuan klinis: makula depigmentasi
berbatas tegas dengan distribusi VNS/VS/undetermined
• Lampu wood: area yg mengalami depigmentasi
berpendar bright blue-white fluorescence dan berbatas
tegas
• Pemeriksaan histopatologi
- Pemeriksaan Hematoksilin Eosin (HE)  tidak ditemukan sel
melanosit
- Reaksi DOPAmelanosit negatif pada daerah apigmentasi, tapi
positif pada daerah hiperpigmentasi
• Pemeriksaan biokimia
- Histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa tidak ada
tirosinase, namun tirosin plasma dan kulit normal
35 dan 36. KEGANASAN PADA KULIT
KARSINOMA SEL BASAL KARSINOMA SEL SKUAMOSA
• Jenis kanker kulit tersering (80%) • Jenis kanker tersering kedua
• Berasal dari sel epidermal pluripoten • Berasal dari sel epidermis
• Faktor predisposisi: lingkungan (radiasi, • Etiologi: sinar matahari, genetik,
arsen, paparan sinar matahari, trauma, herediter, arsen, radiasi, hidrokarbon,
ulkus sikatriks), genetik ulkus sikatrik
• Usia di atas 40 tahun • Usia tersering 40-50 tahun
• Biasanya di daerah berambut, invasif • Morfologi:
• Bentuk paling sering adalah nodulus: • Dapat berbentuk intraepidermal
• Adanya pinggiran seperti mutiara atau luka • Dapat berbentuk invasif: mula-mula
tidak menyembuh berbentuk nodus keras, licin, kemudian
• Menyerupai kutil, tidak berambut, berwarna berkembang menjadi verukosa/papiloma.
coklat/hitam, berkilat (pearly), bila melebar Fase lanjut tumor menjadi keras, bertambah
pinggirannya meninggi di tengah menjadi besar, invasif, dapat terjadi ulserasi.
ulkus (ulcus rodent) kadang disertai Metastasis biasanya melalui KGB
talangiektasis, teraba keras • Berkembang agresif dan cepat,
• Berkembang lambat, jarang bermetastasis ke organ jauh
bermetastasis, hanya merusak jaringan
sekitar
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
http://www.livestrong.com/article/153891-differences-in-squamous-cell-carcinoma-vs-basal-cell-carcinoma/
MELANOMA MALIGNA SCC

• Etiologi
• Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
• Usia 30-60 tahun
• Bentuk: BCC
• Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
• Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
• Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
• Prognosis buruk MM
Hystology Basal Cell Carcinoma

Palisade = “pagar”
Dermoscopy basal Spoke wheels

cell carnicoma
• Gambaran blue-black globules, leaf
like structures, spoke wheels,
ulcers, dan arborizing vessel
Blue Gray Ovoid
nests/ Blue black Shiny white blotches
globules

Arborizing vessels
https://dermoscopedia.org/Basal_cell_carcinoma
Squamous Cell Carcinoma

• Proliferation of anastomosing
nests, sheets and strands of
atypical keratinocytes
• originating in the epidermis
and infiltrating into the
dermis
• pleomorphism of the tumour
cells
• at high power view:
– intercellular bridges are
commonly seen (black arrow)
Shave biopsy reveals…

Scanning
magnification:
Normal epidermis

Dermal extension of
well-differentiated
(“keratinizing”)
keratinocytes

245
Shave biopsy reveals…

High power view:


• Presence of
keratinization
within the cells
which give the cells
abundant pink
cytoplasm
• Intraepithelial
keratin in the shape
of a whorl is
termed squamous
eddy or pearl.
• Variably-sized
keratin “pearls”

246
Dermoscopy Squamous Cell Carcinoma
• Struktur vaskular polimorfik
berupa linear
ireguler/serpentine,
hairpin/looped,
glomerular/coiled dan dotted. The hallmark of SCC is keratinisation, so white
Sedangkan struktur keratin structureless areas are prevalent. Irregular
berupa white circle, white groups of white perifollicular circles are typical
pearl/clod central keratin, dan of SCC.
central keratin with blood spot
Malignant melanoma
• Predominance of single cell
melanocytes over nests of
• melanocytes along the
dermoepidermal junction
• Pagetoid (upward)
migration of single cell
melanocytes
• Confluent spread of
melanocytes
• Cellular dyscohesion
• Lack of uniform melanin
distribution
Dermoscopy Malignant
Melanoma
Pola asimetris dengan warna yang bermacam-
macam. Dicurigai melanoma bila didapatkan paling
sedikit satu gambaran sebagai berikut: blue white
veil, broadened network, irregular streaks/radial
streaming, pseudopods, scar like
depigmentation/regression structures, peripheral asymmetry, multicomponent structure, atypical
black, dots and globules, multiple brown dots, pigment network, atypical dots and globules,
multiple blue gray dots dan atypical vessels. blue-gray veil, blotch, regression structures
Blue nevi
• Benign proliferations of dendritic dermal
melanocytes that actively produce melanin.
• The blue color (ceruloderma) is due to the
preferential scattering of shorter wavelengths of
light by the dermal melanin, a phenomenon
known as the Tyndall effect.
• Predileksi: head and neck, dorsal aspect of the
distal extremities, and sacral area
• Several variants of blue nevi have been described
– The common blue nevus typically presents as a
solitary, uniformly blue to blue-black, dome-shaped
papule with preserved skin markings that measures
<1 cm in diameter. These nevi often arise in
adolescence, and are most often found on the
dorsal surface of the hands and feet
– The cellular blue nevus tends to be a larger and
more elevated nodule or plaque, measuring at
least 1 cm in diameter, with a smooth or slightly
irregular surface. Cellular blue nevi may be
congenital or acquired, and are most often located
on the scalp, buttocks, sacrum, or face.
37. Psoriasis Vulgaris

• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama


kasar berlapis-lapis dan transparan
• Predileksi  Skalp, perbatasan skalp-muka,
ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Patofisiologi:
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji
antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin,
gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai
Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala:
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
• dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit
FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas

Tanda Penjelasan

Fenomena Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada


tetesan lilin goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks
bias.

Fenomena Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat


Auspitz papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang
berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul


Kobner akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Tipe Psoriasis
Tipe
Plak • Bentuk paling umum
Psoriasis • Lesi meninggi dasar kemerahan dan tertutup sisik putih (sel kulit mati)
• Predileksi: kulit kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering
terkena trauma
• Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah
Psoriasis • Tersering kedua
Gutata • Lesi berbentuk titik/ plak kecil
• Dimulai pada masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan
dari infeksi streptokokus.
Inverse • Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit
Psoriasis • Tampak licin dan mengkilat
• Dapat muncul bersama tipe lain
Psoriasis • Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan
Pustular • Isi pus adalah sel darah putih
• Tidak menular
• Paling sering muncul di tangan dan kaki
Nail • Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan, permukaan menjadi
Psoriasis tidak rata (sering berbentuk pit kecil multipel)
Tatalaksana
Langkah pengobatan psoriasis:
 Langkah 1: Pengobatan topikal
(obat luar) untuk psoriasis
ringan, luas kelainan kulit kurang
dari 3%.
 Langkah 2:
Fototerapi/fotokemoterapi untuk
mengobati psoriasis sedang
sampai berat, selain itu juga
dipakai untuk mengobati
psoriasis yang tidak berhasil
dengan pengobatan topikal.
 Langkah 3: Pengobatan sistemik
(obat makan atau obat suntik)
khusus untuk psoriasis sedang
sampai parah (lebih dari 10%
permukaan tubuh) atau psoriatic
arthritis berat (disertai dengan
cacat tubuh). Juga dipakai untuk
psoriatic eritroderma atau
psoriasis pustulosa
Keterangan:
Ultraviolet B (UVB)
Broadband (BB)
Narrowband (NB)
PPK PERDOSKI 2017 Phototherapy ultraviolet A (PUVA)
38. Nekatoriasis (Cacing Tambang)
Gejala
• Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah;
anemia

Telur
• Dinding tipis & transparan,
berisi 4-8 sel embrio atau
embrio cacing
• Diameter 40 dan 55 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3 hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB selama 3 hari
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
• Rasa tidak enak pada perut (gangguan
lambung); kejang perut, diselingi diare;
kehilangan berat badan; dan demam; ileus
obstruktif
• Telur
– Fertilized: bulat, bile stained (coklat),
dilapisi vitelin dan unstructured
albuminoid (tidak teratur), ukuran
diameter 50 dan 75 mcm
– Unfertilized: lonjong, permukaan bisa
tidak teratur atau teratur (dekortikated),
dinding lebih tipis, ukuran diameter 43
dan 95 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3
hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
• nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
• Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
• Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg selama 3 hari
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
– Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB
2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama
Taeniasis & Sistiserkosis (Cacing Pita)
Gejala
• mual, konstipasi, diare; sakit perut;
lemah; kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan turun,
benjolan pada jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Telur
• Bulat dengan embrio berstria
radier tebal
• Berisi onkosfer dengan 6 kait
• Ukuran 31-34 mcm

DOC: Prazikuantel 5-10 mg/kgBB SD


(untuk anak ≤ 4 tahun safety dan
efficacy belum jelas)
Alternatif: Albendazole 15
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis
selama 15 hari
KEY POINTS
39. Skisostomiasis
• Penyakit : skistosomiasis=
bilharziasis

• Etiologi: Schistosoma japonicum


(Danau Lindu), Schistosoma
haematobium (Afrika dan timur
tengah)

• Stadium infektif  serkaria (melalui kulit)


• Stadium diagnostik  telur pada feses/urin
– berbentuk oval
– Transparan atau kuning pucat
– Tanpa operculum
– Terdapat spina
(kecil pada S. japonicum)
Daur Hidup Schistosoma sp.
•Daur Hidup
–Hidup in copula di dalam
pembuluh darah vena-vena
usus, vesikalis dan prostatika
–Di bagian ventral cacing
jantan terdapat canalis
gynaecophorus, tempat
cacing betina
–Telur tidak mempunyai
operkulum dan berisi
mirasidium, mempunyai duri
dan letaknya tergantung
spesies
–Telur dapat menembus
keluar dari pembuluh darah,
bermigrasi di jaringan dan
akhirnya masuk ke lumen
usus atau kandung kencing
–Telur menetas di dalam air
mengeluarkan mirasidium
Schistosoma Haematobium
• Tersebar terutama di Afrika dan Timur Tengah
• Ukuran telur: panjang 110-170 µm dan lebar 40-70
µm, memiliki tonjolan spinal
• Telur mengandung mirasidium matur yang tersebar
di urin
Schistosoma japonicum
TELUR
BENTUK : BULAT AGAK LONJONG DNG
TONJOLAN DI BAGIAN
LATERAL DEKAT KUTUB
UKURAN : 100 x 65 µm
TELUR BERISI EMBRIO
TANPA OPERKULUM
Tersebar di daerah Timur (termasuk
Indonesia)

SERKARIA
Schistosoma sp
EKOR BERCABANG
Gejala Klinis & Pemeriksaan Penunjang
– Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan
dan jumlah cacing
– Keluhan
• S. mansoni & japonicum: demam Katamaya (fever, an urticarial
rash, enlarged liver and spleen, and bronchospasm), fibrosis
periportal, hipertensi portal, granuloma pada otak & spinal
• S. haematobium: hematuria, skar, kalsifikasi, karsinoma sel
skuamosa, granuloma pada otak dan spinal
– Pada infeksi berat → Sindroma disentri
– Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali;
terjadi 6-8 bulan setelah infeksi

– Pemeriksaan Penunjang
• Mikroskopik feses: semua spesies
• Mikroskopik urin: spesies haematobium
Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
KEY POINTS
40. Seabather’s Eruption
• Ruam yang muncul saat berenang di laut  akibat tersengat larva makhluk
laut
• Reported in Florida, the Caribbean, Bermuda, and Long Island, New York

• Etiologi
– Linuche unguiculata, Edwardsiella lineata, and probably other larvae of the phylum
Cnidaria, which are found in oceans (salt water)
– tiny jellyfish larvae release nematocysts and inject toxin

• Gejala dan Tanda


– Ruam (muncul beberapa menit-12 jam setelah berenang di laut)
– Ruam berupa papul dengan inflamasi, bisa berubah menjadi vesikel berbagai
ukuran atau ruam dengan tepi meninggi, teraba keras/lunak, sangat merah dan
gatal
– Dapat timbul mual, muntah, sakit kepala, malaise, konjungtivitis, urethritis, demam
– The distribution of the lesions matches areas covered by a bathing suit, wet suit, or
points of pressure (eg, wristbands of diving suits, flexural areas). Skin lesions are
inflammatory papules, often becoming vesicular or pustular

Uptodate
Seabather’s Eruption
• Terapi Non medikamentosa:
– Hindari menggosok kulit  larva yang tertinggal di kulit dapat
menyengat
– Segera ganti pakaian  larva dapat tinggal di pakaian renang
– Mandi dengan air bersih  gosok dengan sabun kuat-kuat
• Medical Treatment of seabather's eruption is symptomatic
and typically consists of oral antihistamines (eg,
diphenhydramine, hydroxyzine, or loratadine), topical
antipruritic agents (eg, calamine lotion), and low (genital)
or medium potency (trunk or limbs) topical corticosteroid
preparations
– Oral corticosteroids (eg, prednisone, prednisolone) may be
necessary in severe cases.
– The skin lesions typically resolve spontaneously in one to two
weeks.
Seabather’s
Eruption
41. Chancroid
Ulkus Durum Ulkus Mole (Chancroid)
• Treponema pallidum (spiral) • Haemophilus ducreyi
• Dasar bersih (kokobasil, gram negatif)
• Tidak nyeri (indolen) • Dasar kotor, mudah berdarah
• Sekitar ulkus keras (indurasi) • Nyeri tekan
• Soliter • Lunak
• Multipel
• Tepi ulkus menggaung
Ulkus Mole (Chancroid)
Ulkus Mole: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang
akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi.
Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor
(tertutup jaringan nekrotik dan granulasi)

PATOGENESIS :
• Masa inkubasi : 1-3 hari
• Port d’entrée  merah  papul  pustula  pecah  ulkus
• Ulkus :
 Multiple
 Tidak teratur
 Dinding bergaung
 Indurasi +
 Nyeri (dolen)
 Kotor
2015 STD Treatment Guideline CDC
Prinsip diagnosis
• Diagnosis definitif adalah menemukan H. ducrei
dengan medium kultur spesifikTidak tersedia di
semua negara, sensitivitas <80%kurang efisien
• Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
1. Adanya 1 atau lebih ulkus genital yang nyeri
2. Limfadenopati regional tidak wajib ada
3. Terbukti tidak ada syphilis melalui
pemeriksaan lapang pandang gelap
4. HSV negatif

2015 STD Treatment Guideline CDC


Ulkus Mole
Gambaran mikroskopis

2015 STD Treatment Guideline CDC


Ulkus Mole
Gambaran mikroskopis
• Kokobasil gram negatif
• School of fish

Seperti sekelompok ikan berenang


Tatalaksana Chancroid
PERDOSKI 2017

• Pilihan DOC (rekomendasi A):


Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal, atau
Eritromisin 4x500 mg per oral selama 7 hari, atau
Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis
tunggal, atau
• Alternatif (rekomendasi B):
Siprofloksasin 2x500 mg per oral selama 3 hari
PPK PERDOSKI 2017
42. Skabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.
hominis
• Termasuk dalam infeksi menular seksual
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias:
 Lesi kulit pada daerah predileksi.
• Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau
abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul
atau nodul.
• Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus,
bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai wajah,
skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
 Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies

PERDOSKI 2017
Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei
Crusted (Norwegian) Scabies
• Merupakan salah satu bentuk berat dari scabies
• Banyak terjadi pada penderita
immunocompromised
• Tampilan klinis: ada krusta tebal dan tidak segatal
skabies yang biasa
• Tipe skabies yang ini sangat menular
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa
mendeteksi area kulit yang luas
PPK PERDOSKI 2017
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
PPK PERDOSKI 2017
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan
pada kulit dan didiamkan selama 8 jam.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak
boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan derajat
keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
PPK PERDOSKI 2017
Antiskabies
Drugs Possible adverse Effect Efektif

Benzyl benzoat 25% Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular All stadium
irritation, rash, pregnancy category B

Permethrine 5% Mild &transient burning & stinging, pruritus, All stadium


pregnancy category B, not recomended for
children under 2 months

Gameksan 1% Toksis to SSP for pregnancy and children under 6 All stadium
years old, pregnancy category C

Krotamiton 10% Allergic contact dermatitis/primary irritation, All stadium


pregnancy category C

Sulfur precipitate 6% Erythema, desquamation, irritation, pregnancy Not efective for


category C egg state
Algoritma Skabies
(PERDOSKI 2017)
43. Dermatitis Seboroik/ Pitiriasis sika
• Kelainan kulit papuloskuamosa kronis yang umum dijumpai
pada anak dan dewasa, ditemukan pada area kulit yang
memiliki banyak kelenjar sebasea
• Etiologi: belum diketahui pasti
– Kelainan konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan
– Pertumbuhan Pityrosporum ovale yang berlebihan
– Proliferasi epidermis yang meningkat
– Faktor predisposisi: kelelahan, stres emosional, infeksi, defisiensi imun
• Gejala: eritema, skuama agak kekuningan yang berminyak
• Predileksi: kepala, scalp, dahi, postaurikular, leher, lipat
nasolabial, liang telinga luar, dada, areola mammae, lipatan
mammae, interskapular, umbilikus, lipat paha, anogenital

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Dermatitis Seboroik
Fakto Risiko
• Genetik.
• Faktor kelelahan.
• Stres emosional.
• Infeksi.
• Defisiensi imun.
• Pria > wanita
• Usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun.
• Kurang tidur.
Gejala klinis
• Pada bayi biasanya terjadi pada 3 bulan pertama kehidupan.
– Sering disebut cradle cap.
– Keluhan utama biasanya berupa sisik kekuningan yang berminyak dan
umumnya tidak gatal.
• Pada anak dan dewasa, biasanya yang menjadi keluhan utama
adalah kemerahan dan sisik di kulit kepala, lipatan nasolabial, alis
mata, area post aurikula, dahi dan dada.
– Lesi lebih jarang ditemukan di area umbilikus, interskapula, perineum
dan anogenital.
– Area kulit yang kemerahan biasanya gatal.
– Pasien juga dapat mengeluhkan ketombe (Pitiriasis sika).
– Keluhan dapat memburuk jika terdapat stressor atau cuaca dingin.
• Pada bayi umumnya bersifat swasirna sementara cenderung
menjadi kronis pada dewasa.

PPK PERDOSKI 2017


Gejala klinis

• Pada bayi, dapat ditemukan skuama kekuningan atau putih yang


berminyak dan tidak gatal.
• Skuama biasanya terbatas pada batas kulit kepala (skalp) dan dapat
pula ditemukan di belakang telinga dan area alis mata.
• Lesi lebih jarang ditemukan di lipatan fleksura, area popok dan
wajah.
• Pada anak dan dewasa dapat bervariasi mulai dari:
 Ketombe dengan skuama halus atau difus, tebal dan menempel
pada kulit kepala
 Lesi eksematoid berupa plak eritematosa superfisial dengan
skuama terutama di kulit kepala, wajah dan tubuh
 Di dada dapat pula menunjukkan lesi petaloid atau pitiriasiformis.
• Apabila terdapat di kelopak mata, dapat disertai dengan blefaritis.
• Dapat meluas hingga menjadi eritroderma

PPK PERDOSKI 2017


Dermatitis
DISORDER L O C AT I O N LESION F E AT U R E

Neurodermatitis Scalp, Extensor forearms and Intermittent pruritus,


elbows, Vulva and scrotum, hyperpigmentation, erythematous,
Upper medial thighs, knees, scaly, well-demarcated, lichenified
lower legs, and ankles plaques with exaggerated skin lines

Dermatitis scalp, face, and trunk A papulosquamous disorder


seborrheic patterned on the sebum-rich,
branny or greasy scaling over red,
inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and
adult (sebacea gland activity)
Contact – allergic Hypersensitivity History of contact with the
substances which can cause the
lesion
Dermatitis atopic Flexural creases, particularly xerosis, lichenification, and
the antecubital and popliteal eczematous lesions
fossae, and buttock-thigh

Numularis Unknown Coin lesion, erythematous


Dermatitis Seboroik: Terapi
• Daerah non scalp • Daerah scalp
– Ringan – Ringan
• Antijamur topical” ketoconazole
• Antijamur topical : Ketokonazole krim sampo 1-2% 2-3 kali per mingu
2% 2x/hari selama 4 minggu • AIAFp: sampo piroctone olamine
• AIAFp: krim piroctone • Keratolitik: sampo asam salisilat 3%,
olamine/algylcera Kortikosteroid topical sampo tar 1-2%
kelas 1: krim/salep hidrokortison 1% • Lainnya: Selenium sulphide 2.5%,
sampo zinc pyrithione 1-2%
Inhibitor kalsineurin topical: krim
• Kortikosteroid topical kelas 1:
pimekrolimus 1% linimentum dan solusio hidrokortison
– Sedang berat 1%
• Kortikosteroid topical kelas 2: krim – Sedang berat
desonide 0.05% • Kortikosteroid topical kelas 3: salep
fluocinlon acetonide 0.01% 2 kali
• Antijamur sistemik: itraconazole 200 seminggu, didiamkan selama 5 menit
mg/hari selama 1 minggu lalu 200 selama 2 minggu
mg/hari selama 2 haru/bulan selama 11 • Kortikosteroid topikal kelas IV: sampo
bulan atau terbinafine 250 mg/hari klobetasol propionat 0,05%
selama 4-6 minggu • Antijamur sistemik: Itrakonazol atau
Terbinafin atau Flukonazol

Perdoski 2017
Dermatitis
Seboroik:
Terapi
Perdoski 2017
*AIAFp: non steroid anti-inflammatory
agent with antifungal properties
Contoh krim piroctone
olamine/alglycera/bisabolol
Dermatitis
Seboroik: Terapi
Perdoski 2017

*AIAFp: non steroid anti-inflammatory


agent with antifungal properties
Contoh krim piroctone
olamine/alglycera/bisabolol
44. Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae • Pemeriksaan fisik:
• Gejala klinis: 5A - Sensibilitas kulit: hypoesthesia
– Anestesi
– Alopesia - Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
– Akromia/apigmentasi
radialis, N. medianus, N. peroneus
– Anhidrosis
communis, N. ulnaris, N. tibialis posterior
– Atrofi otot
• Klasifikasi gejala klinis - Foot drop atau clawed hands
– Klasifikasi WHO (MB, PB) - Wasting dan kelemahan otot
– Klasifikasi Joppling (TT, LL, BL)
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi

• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit


atau sekret mukosa hidung
• Pemeriksaan kerokan kuliit pada 4-6
tempat, yaitu kedua cuping telinga dan
4 tempat dengan lesi paling aktif
• Pemeriksaan BTA dihitung indeks
Imunologi
bakteri dan indeks morfologi • Immunoglobulin: IgM
dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Negative
Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart of Diagnosis & Classification
Pengobatan Kusta
Efek Samping Terapi
• Dapson
– Erupsi obat, anemia hemofilik, leukopenia, insomnia, neuropati

• Rifampisin
– Pemberian seminggu sekali dengan jumlah besar  flu like
syndrome
– Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi
kulit (Soebono, 1997)

• Klofazimin (Lamprene)
– Terjadi dalam dosis tinggi
– Gangguan GI (Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan
Vomitus), penurunan BB, hiperpigmentasi pada kulit

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31135/4/Chapter%20II.pdf
Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama


gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat
menimbulkan kecacatan pada pasien kusta

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat


pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah
pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan sampai
satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.
Morbus Hansen: Reaksi Kusta
REAKSI LESI
• Pada tipe MB (BL,LL)
Eritema nodosum • Nodus eritema dan nyeri
leprosum (reaksi • Predileksi : lengan dan tungkai
kusta tipe 2) • Tidak terjadi perubahan tipe
• Hipersensitivitas tipe 3
• Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
Reaksi • Terjadi perubahan tipe
reversal/borderline/ • Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
upgrading (reaksi • Peradangan pada saraf dan kulit
kusta tipe 1) • Pada pengobatan 6 bulan pertama
• Hipersensitivitas tipe 4
• Reaksi kusta yang sangat berat
• Pada tipe lepromatosa non-nodular difus
Fenomena lucio • Plak/infiltrat difus, merah muda, bentuk tidak teratur, nyeri
(+). Jika lebih berat dapat disertai purpura dan bula
• Dimulai dari ekstremitas lalu menyebar ke seluruh tubuh
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
E.N.L

Lucio’s phenomenone
Reversal reaction of leprosy
Reaksi Kusta: Klasifikasi
ERITEMA NODOSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
LEPROSUM (ENL) (Reaksi UPGRADING (Reaksi Kusta
• ResponKusta Tipe 2)
Imun humoral tipe 1)
• Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll)
• Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Morbus Hansen: Istilah
Reaksi Deskripsi

Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih


Lepra Tuberkuloid ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar), Ti (
Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline Tuberkuloid)

Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama


Reaksi Reversal menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum pada
tipe PB

Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan dan


Leprosum tungkai, Umum pada MB
Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
Fenomena Lucio serta ulserasi yg nyeri
Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV


(Delayed Type Hypersensitivity Reaction)

• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang


mendapat pengobatan

• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap
kuman kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya
M.leprae yang mati akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2

• Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III

• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL)



• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL

• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)

• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada


pembuluh darah.
Tatalaksana Reaksi Tipe 1 Tatalaksana Reaksi Tipe 2
MDT harus segera dimulai (bila pasien belum mendapat terapi kusta) atau tetap dilanjutkan (bila pasien sedang
dalam terapi kusta).
Reaksi Ringan  Aspirin atau Parcetamol Reaksi ringan  Aspirin atau OAINS

Reaksi sedang  antimalaria (klorokuin), antimonial


(stibophen), dan kolkisin
Reaksi Berat dan Neuritis Akut  kortikosteroid Reaksi berat:
(Prednisolon) • ENL episode pertama (3 pilihan):
Minggu Pemberian Dosis Harian yang • Prednisolon jangka pendek 40-60 mg hingga
Prednison Dianjurkan perbaikan klinis lalu di tapering off. Lanjut dosis
• Minggu 1-2 40 mg rumatan 5-10 mg beberapa minggu.
• Minggu 3-4 30 mg • Kombinasi prednisolon dan klofazimin (300 mg/hari
• Minggu 5-6 20 mg selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6 bulan, dan
• Minggu 7-8 15 mg 100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg • Talidomid 4x100 mg selama 3-7 hari atau hingga
reaksi terkontrol  obat pilihan terakhir

Alternatif: • ENL ulangan atau kronik:


• Azatioprin • Kombinasi prednisolon (30 mg/hari selama 2
• Siklosporin minggu) dan klofazimin klofazimin (300 mg/hari
• Metotreksat selama 3 bulan, 200 mg/hari selama 3 bulan, dan
100 mg/hari selama gejala masih ada)
• Talidomid 2x200 mg selama 3-7 hari lalu tapering
off.

• Alternatif: pentoksifilin, siklosporin, metotreksat


45. Eritrasma
• Etiologi
– Corynebacterium minutissimum (coral red pada lampu Wood)

• Predileksi dan Faktor Risiko


– Pada daerah lipatan kulit, lipatan paha (pria) dan antar jari kaki
(wanita)
– Suhu lembab, keringat, DM, obesitas, higienitas buruk, usia tua,
imunokompromais

• Klasifikasi Berdasarkan Lokasi


– Eritrasma interdigitalis: Diantara jari kaki 3,4, dan 5
– Eritrasma intertriginosa: Di ketiak, selangkangan, bawah payudara,
umbilikus
– Eritrasma generalisata: Pada tubuh
https://www.dermnetnz.org/topics/erythrasma
Eritrasma
• Efloresensi
– Plak berwarna pink kemerahan dengan skuama halus
 berubah menjadi coklat dan bersisik

• Histopatologi Jaringan
– Hipergranulosis, dilatasi vaskular, dan infiltrat limfosit
perivaskular ringan

• Mikroskopik
– Bakteri batang dengan filamen (bersegmen) dan
bentuk coccoid

• Terapi
– Topikal
• Krim eritromisin, larutan klindamisin HCl, mikonazol, krim
asam fusidat, salep Whitfield
– Oral Antibiotik
• Eritromisin (DOC)
• Tetrasiklin
https://books.google.co.id/books?id=wrX8CAAAQBAJ&pg=PA376&lpg=PA376&dq=eritrasma+coccoid+filament&source=bl&ots=Z95YYYOG3y&sig=XXV_bB2zzXVXel4ikqQXBRYpbNA&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=eritrasma%20coccoid%20filament&f=false
https://www.dermnetnz.org/topics/erythromycin/
Pemeriksaan Lampu Wood
WARNA ETIOLOGI
Kuning Emas Tinea versicolor – M. furfur

Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
(terang) Canis
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink – Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
Putih Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
46. Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

• Fase gejala filariasis limfatik:


– Mikrofilaremia asimtomatik
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde,
demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
– Limfedema ireversibel kronik

• Grading limfedema (WHO, 1992):


– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Distribusi Cacing Filaria Limfatik di Indonesia

Subdit Fiariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
• Panjang: lebar kepala
sama
WUCHERERIA
• Inti teratur
BANCROFTII
• Tidak terdapat inti di
ekor

• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala
M A L AY I 2:1
• Inti tidak teratur
• Inti di ekor 2-5 buah

• Perbandingan
panjang:lebar kepala
BRUGIA
3:1
TIMORI
• Inti tidak teratur
• Inti di ekor 5-8 buah
Filaria Limfatik (B. Malayi)
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari (DOC)
– Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 150 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun bila dikombinasi
dengan DEC SD
– Suportif
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
• Pengobatan massal :
- Di Indonesia: DEC (6 mg/kgBB) + Albendazole 400 mg  1x/tahun selama min. 5 tahun
berturut-turut
- Albendazole bertujuan untuk meningkatkan efek dari DEC
- Dipersiapkan juga obat-obatan untuk efek samping seperti parasetamol, antasida, CTM,
atau kortikosteroid
Parasitologi Kedokteran, FKUI
Pedoman tatalaksana filaria kemenkes
47. Bakterial Vaginosis
Definisi :
• Sindroma klinis akibat
tergantinya flora normal vagina
menjadi bakteri anaerob batang
gram negatif:
1. Gardnerella vaginalis
2. Mycoplasma horminis
3. Mobiluncus sp
• Gejala yang dirasakan terutama
duh tubuh vagina berbau amis
• PF  duh tubuh putih homogen,
melekat, berbau amis, gatal
PPK PERDOSKI 2017
Bakterial Vaginosis

Pemeriksaan Penunjang :
Memenuhi kriteria Amsel (3 dari 4) yaitu :
1. Duh vagina sesuai klinis
2. Tes amin/Whiff test, hasil positif (tercium bau
amis seperti ikan pada duh tubuh vagina
yang ditetesi dengan larutan KOH 10%)
3. pH cairan vagina >4,5
4. Sediaan basah dengan larutan NaCI fisiologis
atau sediaan apus dengan pewarnaan Gram
ditemukan clue cells
PPK PERDOSKI 2017
Bakterial Vaginosis

Tatalaksana
• Obat pilihan:
o Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari atau
o Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal atau
• Obat alternatif: Klindamisin 2x300 mg/hari
per oral selama 7 hari
• Edukasi hygiene, penggunaan antiseptik
vagina, celana dalam longga

PPK PERDOSKI 2017


TO 5
48. Nevus Pigmentosus (Melanocytic Nevi)
• Etiologi melanocytic nevi:
– Sel-sel nevus kulit yang berasal dari neural crest membentuk sarang-sarang
kecil pada lapisan sel basal epidermis (dermoepidermal junction) dan/atau
dermis
• Perbedaan antara melanosit biasa dengan sel nevus:
– Nevus cells cluster as nests within the lower epidermis and/or dermis,
whereas epidermal melanocytes are evenly dispersed as single units.
– Nevus cells do not have dendritic processes, except for those within blue nevi.
• Melanocytic nevi:
– Congenital melanocytic nevi
– Acquired melanocytic nevi
• Common acquired nevi
• Atypical nevi
– Additional variants, including halo nevi, blue nevi, and Spitz nevi
Common Acquired Nevus Pigmentosus
• ≤6 mm in diameter and symmetric with a homogeneous surface,
even pigmentation, round or oval shape, regular outline, and
sharply demarcated border
• Begin to appear after the first six months of life, increase in number
during childhood and adolescence, reach a peak count in the third
decade, and then slowly regress with age
• Based on location of the nest:
– Junctional nevi, the nests of melanocytes are at the dermal-epidermal
junction.
– Compound nevi, the nests of melanocytes are at the dermal-epidermal
junction and in the dermis.
– Intradermal nevi, the nests of melanocytes are in the dermis.
• Pengobatan
• Umumnya tidak diperlukan pengobatan
• Bila menimbulkan masalah secara kosmetik, atau sering terjadi iritasi karena
gesekan pakaian, dapat dilakukan bedah eksisi
• Bila ada kecurigaan ke arah keganasan dapat dilakukan eksisi dengan pemeriksaan
histopatologi
Common Acquired Nevus Pigmentosus

Intradermal
nevus
Atypical Acquired Nevus Pigmentosus
• Benign acquired melanocytic nevi that share, usually to a lesser
degree, some of the clinical features of melanoma such as
asymmetry, border irregularities, color variability, and diameter
>6 mm
Additional Nevi Variants
Additional Nevi Variants
Additional Nevi Variants
Congenital Melanocytic Nevi

• Congenital melanocytic nevi (CMN) are


classically defined as melanocytic nevi present
at birth or within the first few months of life.
• In contrast to acquired melanocytic nevi, CMN
tend to extend deeper into the dermis and
subcutaneous tissues
Nevus Pigmentosus Kongenital
Melanoma Maligna
• Etiologi
• Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
• Usia 30-60 tahun
• Bentuk:
• Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
• Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
• Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
• Prognosis buruk MM
49. Sifilis

• Infeksi sistemik Treponema pallidum


bakteri berbentuk spiral
• Klasifikasi
– Kongenital
– Akuisata  Primer, Sekunder, Tersier
• Manifestasi:
– Sifilis Primer  genitalia eksterna (laki-laki: sulkus
koronarius, perempuan: labia, serviks)
• Papul lentikuler, erosi, ulkus durum (bulat, soliter, dasar
jaringan granulasi bersih dengan serum), dinding tak
bergaung, teraba keras, tanpa radang akut
• Indolen dan indurasi
• Disertai limfadenopati regio inguinalis
Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate.
2018.
Sifilis
Sifilis Sekunder  great imitator
– +/- gejala konstitusi
– Kulit:
• lesi polimorfik, tidak gatal
• Lesi eksudatif sangat menular  kondiloma lata
• Lesi kering kurang menular
• Tahap Dini  lesi kulit generalisata, simetris, cepat hilang
• Tahap Lanjut  lesi kulit regional, asimetris, lama hilang
• Bentuk: Roseola sifilitika, leukoderma sifilitikum,
papuloskuamosa, psoriaformis, kondiloma lata (papul-papul
lentikuler datar dan sebagian berkonfluensi pada daerah
lipatan kulit lembab ex: inguinal, skrotum, vulva, perianal,
bawah payudara, antar jari kaki), sifilis variselaformis
Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.
Sifilis cont.
– Mukosa: Enantema mulut & tenggorokan, mucous patch
– Rambut: alopesia difusa
– Kuku: inikia sifilitika
– Limfadenopati
– Mata: Uveitis, koroidoretinitis
– Hepatitis
• Sifilis tersier
– Kulit: Gumma  infiltrat soliter/multipel, asimetrik,
destruktif, kronis  nekrosis koagulatif
– Mukosa
– Tulang
– Hepar
– Kardiovaskular
– neurosifilis
Hicks CB, Clement M. Syphilis. Uptodate. 2018.
Sifilis Stadium Dini I (SI)
• Stadium dini (menular)
• Antara 10 – 90 hari (2 – 4 mgg) sth kuman msk  lesi – kulit
tempat msk kuman
• Umumnya lesi hanya 1 – AFEK PRIMER : papul yg kemudian
menjadi erosi / ulkus : ULKUS DURUM
• Umumnya lokasi afek primer – genital, jg dpt ekstra genital
• Dpt sembuh sendiri tanpa pengobatan dlm 3 – 10 mgg
• 1 mgg sth afek primer (+)  penjalaran infeksi ke kelenjar gth
bening (KGB) regional : regio inguinal medial – KGB
membesar, soliter, padat kenyal, indolen, tidak supuratif,
periadenitis (-) & dpr digerak scr bebas dr jaringan sekitarnya
 KOMPLEKS PRIMER
Sifilis Stadium I (SI)

DIAGNOSIS
• Mikroskop lapangan gelap (dark field microscope)  melihat
pergerakkan Treponema
• Pewarnaan Burri (tinta hitam)  tidak adanya pergerakan Treponema (T.
pallidum telah mati)  kuman berwarna jernih dikelilingi oleh lapangan
yang berwarna hitam.
• Serologi: VDRL, TPHA, fluorescent treponemal antibody-absorption (FTA-
ABS), Rapid plasma reagin (RPR) test, Treponemal enzyme immune assay
(EIA), T pallidum particle agglutination assay (TPPA)
• Bahan pemeriksaan diambil dari dasar ulkus atau pungsi kelenjar getah
bening
• Secara akademik : Bila hasil (-), pemeriksaan diulang 3 hari berturut-turut
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Umumnya Std II (+) sth 6 – 8 mgg
• S II srg disebut : the Greatest Imitator of all the skin
diseases. Penting – tanpa rasa gatal
• Kelainan – sistemik, didahului gejala prodromal :
– Nyeri otot, sendi, suhu subfebril, sukar menelan (angina
sifilitika), malaise, anoreksi & sefalgia
– Kelainan  kulit, selaput lendir, kelenjar & organ tubuh
lain
Sifilis Stadium Dini II (SII)
Kelainan kulit
• Makula eritem, bulat lonjong (roseola sifilitika) t u  dada,
perut, punggung, lengan, tangan  ke seluruh tubuh
• Transien dan berakhir  hipopigmentasi (leukoderma
sifilitika)
• Papel - batas kulit rambut kepala (korona veneris)
– Papula arsiner, sirsiner dan polisiklik
– Papula diskret - telapak tangan dan telapak kaki
– Papula korimbiformis
– Kondiloma lata - kulit lipatan-lipatan yang lembab & hangat
dapat  alopesia sifilitika
– Papula + folikulitis yang
• Papuloskuamosa - mirip psoriasis (psoriasis sifilitika),
papulokrustosa - mirip frambusia (sifilis frambusiformis)
• Pustula, - bersifat destruktif  pd KU buruk (rupia sifilitika =
lues maligna)
Roseola sifilitika
Papul
Roseola sifilitika
Pilihan lain Papul (sebaran)

Arsinar
Sinsiner

Linear

Herpetiformis

Polisiklik
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Kelainan selaput lendir
• Kelainan tubuh lain
– Mucous patch - banyak mengandung T
– Kuku : onikia, rapuh dan
pallidum, kabur
– Bentuk bulat, kemerahan  ulkus – Mata : uveitis anterior,
– Kelainan  mukosa bibir, pipi, laring, tonsil korioretinitis
dan genital. – Tulang : periostitis
• Kelainan kelenjar – Hepar : hepatomegali,
hepatitis
– Pembesaran kelenjar  seluruh tubuh
– Ginjal, meningen
(limfadenopati generalisata) - sifat = S I
– Kelenjar - kelenjar getah bening superfisialis • Diagnosis : STS – selalu
 t u suboksipital, sulkus bisipitalis & (+)
inguinal. Pada aspirasi kelenjar akan
ditemukan T. pallidum.
Sifilis Std II, makulopustula

Sifilis Std II, Papuloskuama

MDL/S/Peb/2006
Sifilis std II, Mucous patch - tongue

Sifilis II, Interstitial glossitis

MDL/S/Peb/2006
Sifilis II, Palmar

Sifilis II, Lesi Psoriasiformis

MDL/S/Peb/2006
Kondiloma lata, perianal

Kondilomata lata, perivulva / perianal

MDL/S/Peb/2006
Sifilis Stadium Laten Dini Sifilis Stadium Rekuren

• Stadium ini (+) < dari 2 • Kelainan klinis seperti


tahun setelah infeksi. kelainan stadium II,
• Tanda-tanda klinis (-), namun kelainan bersifat
bersifat menular. setempat.
• Penegakkan diagnosis  • Kadang-kadang dapat juga
STS yang positif. timbul kelainan seperti
stadium I.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)

STADIUM LATEN LANJUT


• Disebut laten lanjut > 2 tahun setelah infeksi.
• Kelainan klinis (-) dan hanya dapat diketahui
berdasarkan hasil pemeriksaan STS yang
positif.
• Lamanya masa laten ini dapat berlangsung
bertahun-tahun, bahkan dapat berlangsung
seumur hidup.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)

STADIUM III
• Kelainan timbul 3 – 10 tahun sesudah stadium I
• Kelainan khas – guma : infiltrat berbatas tegas,
bersifat kronis, cenderung mengalami perkejuan
(perlunakan) & pecah  ulkus
• Ulkus : dinding curam, dasar : jaringan nekrotik
berwarna kuning keputihan (ulkus gumosum) &
bersifat destruktif & serpiginosa.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)

STADIUM III
• Guma soliter - dapat multipel
• Ukuran: milier - beberapa cm.
• Guma  di semua jaringan &  merusak
semua jenis jaringan : tulang rawan hidung,
palatum atau organ dalam tubuh (lambung,
hepar, lien, paru-paru, testis, dll)
• Diagnosis pasti hasil STS.
Sifilis: Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
• Obat pilihan:
Benzil benzatin penisilin G (BBPG), dengan dosis:
– Stadium primer dan sekunder:
• 2,4 juta Unit, injeksi intramuskular, dosis tunggal
• Cara: satu injeksi 2,4 juta Unit IM pada 1 bokong, atau 1,2
juta Unit pada setiap bokong.
– Stadium laten:
• 2,4 juta Unit injeksi intramuskular, setiap minggu, pada
hari ke- 1, 8 dan 15
• Sesudah diinjeksi, pasien diminta menunggu selama 30
menit.
Sifilis: Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
• Obat alternatif:
– bila alergi terhadap penisilin atau pasien menolak injeksi atau tidak
tersedia BBPG:
– Doksisiklin 2x100 mg oral
• Stadium primer dan sekunderselama 14 hari (B recommendation, LOE 3)
• Stadium laten  selama 28 hari (B recommendation, LOE 3)
– Eritromisin4x500mgoraluntuk ibu hamil
• Stadium primer dan sekunder selama 30 hari (D recommendation, LOE 5)
• Stadium laten lebih dari 30 hari (D recommendation, LOE 5)
• Evaluasi terapi:
– evaluasi secara klinis dan serologi dilakukan pada bulan ke-1, 3, 6, dan
12.
• Kriteria sembuh:
– titer VDRL atau RPR menurun 4 kali lipat dalam 6 bulan setelah
pengobatan.
50. Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
• Rasa tidak enak pada perut (gangguan
lambung); kejang perut, diselingi diare;
kehilangan berat badan; dan demam; ileus
obstruktif
• Telur
– Fertilized: bulat, bile stained (coklat),
dilapisi vitelin dan unstructured
albuminoid (tidak teratur), ukuran
diameter 50 dan 75 mcm
– Unfertilized: lonjong, permukaan bisa
tidak teratur atau teratur (dekortikated),
dinding lebih tipis, ukuran diameter 43
dan 95 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3
hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Nama cacing Cacing dewasa Telur

Dinding tebal 2-3 lapis,


Ascaris bergerigi, berisi unsegmented
lumbricoides ovum

kulit radial dan mempunyai 6


Taenia solium kait didalamnya, berisi onkosfer
dan embriofor

Enterobius ovale biconcave dengan dinding


vermicularis asimetris berisi larva cacing

Ancylostoma
ovale dengan sitoplasma jernih
duodenale
berisi segmented ovum/ lobus 4-
Necator
8 mengandung larva
americanus

coklat kekuningan, duri terminal,


Schistosoma
transparan, ukuran 112-170 x
haematobium
40-70 µm

Tempayan dengan 2 operkulum


Trichuris
atas-bawah
trichiura Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
KEY POINTS
51. Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
• Peradangan kronik folikel Predileksi
pilosebasea.
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’) Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’). • Tak beradang : komedo putih,
• Papules komedo hitam, papul
• Pustules
• Beradang : pustul, nodus, kista
• Nodules
beradang
• Cysts
• Scars

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Faktor Predisposisi

Weller C, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology.5th edition. New York : Willey : 2015
Patogenesis

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Manifestasi Klinis

Acne Vulgaris derajat ringan Acne Vulgaris derajat sedang Acne Vulgaris derajat berat
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Derajat akne menurut Lehmann, 2002

Klasifikasi Lehmann Ringan Sedang Berat


(2002)
Comedo < 20 20-100 > 100
or or or
Papul/pustul < 15 15-50 > 50
or or or
Nodul/kista >5
or or or
Total < 30 30-125 > 125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Acne Conglobata
The Main Features of Acne Conglobata
Sex Males affected more frequently than females

Age 18–30 years

Pathogenesis Unclear

Onset May be an insidious onset with a chronic course


on the background of previous acne or an acute
deterioration of existing inflammatory acne
Localisation Face, trunk and limbs extending to the buttocks

Clinical Picture Deep‐seated inflammatory lesions, abscesses and


cysts, causing interconnecting sinus tracts.
Laboratory Gram‐positive bacteria producing secondary infection
findings
Response to Poor
conventional
antibiotic therapy
Treatments of • Oral isotretinoin alongside systemic corticosteroids
choice to reduce inflammation.
• Systemic antibiotics to treat secondary infection
and reduce inflammation.

Griffihs CE, Beker J, Bleiker T. Rook's Textbook of Dermatology.9th edition.New York : Willey ; 2016
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)

Derajat ringan
• Hanya obat topikal tanpa obat oral.
– Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau
kombinasi.
• Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida
– Lini 2: asam azelaik 20%
– Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat +
antibiotik topikal
• Evaluasi: setiap 6-8 minggu
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat sedang
• Obat topikal dan oral.
– Lini 1:
 Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
 Oral: doksisiklin 50-100 mg
 Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
– Lini 2/3:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL),
dapson gel
 Oral: antibiotik lainnya
 Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

• Evaluasi setiap 6-8 minggu


• Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk
perempuan) atau oral isotretinoin
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat berat
 Oral pada Laki-laki: isotretinoin oral
• Lini 1:
(Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari
Topikal: antibiotik.
 Oral utk Ibu hamil: eritromisin 500-
Topikal pd Ibu hamil/menyusui tetap 1000 mg/hari
benzoil peroksida
• Lini 3:
Oral : azitromisin pulse dose (hari
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat,
pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4
kortikosteroid intralesi.
250 mg
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil
Ibu hamil: eritromisin 500-1000
peroksida.
mg/hari
 Oral utk Wanita: isotretinoin oral
• Lini 2:
 Oral utk Ibu hamil/menyusui:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat,
eritromisin 500-1000 mg/hari
kortikosteroid intralesi
 Pemberian asam azelaik dan
 Topikal utk Ibu hamil/menyusui tetap
Isotretinoin oral harus mengikuti
benzoil peroksida
standar operasional prosedur (SOP)
 Oral pada Wanita: anti androgen masing-masing
Diagnosis Banding

Kelainan Karakteristik
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
Erupsi
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
Akneiformis
obat (cth kortikosteroid) .
Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
Akne Venenata
predileksi di tempat kontak.
Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
Akne Rosasea eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
52. Dermatofita

• Penyakit jamur di kulit oleh jamur dermatofita


• Klasifikasi menurut lokasi:
1. Tinea kapitis
2. Tinea korporis
3. Tinea kruris
4. Tinea pedis
5. Tinea manum
6. Tinea unguium
7. Tinea imbrikata
Dermatofita: Tinea Fasialis

• Gejala: ruam yang gatal


di area wajah
• Pemeriksaan fisik:
– Mengenai kulit berambut
halus
– Gatal >> bila berkeringat
– Klinis tampak lesi berbatas
tegas, polisiklik, tepi aktif
karena tanda radang lebih
jelas, dan polimorfi yang
terdiri atas eritema,
skuama, dan kadang papul
dan vesikel di tepi, normal
di tengah (central healing)
Dermatofita: Tinea Fasialis

Superfisial
• Topikal
• Golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama
1-2 minggu  DOC
• Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2
kali sehari selama 4-6 minggu  alternatif

Lesi luas/kronik
• Sistemik
• Terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil
pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu  DOC
• Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4
minggu.
• Ketokonazol 200 mg/hari
• Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu.
TO 6
53. Gambar di Soal
53. Schistosoma
• Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis

• Spesies tersering: S. japonicum dan


S. haematobium

• Morfologi dan Daur Hidup


– Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena-vena usus, vesikalis dan
prostatika
– Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis gynaecophorus, tempat
cacing betina
– Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi mirasidium, mempunyai
duri dan letaknya tergantung spesies
– Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di
jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kencing
– Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium
Daur Hidup Schistosoma sp.
Schistosoma Haematobium
• Tersebar terutama di Afrika dan Timur Tengah
• Ukuran telur: panjang 110-170 µm dan lebar 40-70
µm, memiliki tonjolan spinal
• Telur mengandung mirasidium matur yang tersebar
di urin
Schistosoma japonicum
TELUR
BENTUK : BULAT AGAK LONJONG DNG
TONJOLAN DI BAGIAN
LATERAL DEKAT KUTUB
UKURAN : 100 x 65 µm
TELUR BERISI EMBRIO
TANPA OPERKULUM
Tersebar di daerah Timur (termasuk
Indonesia)

SERKARIA
Schistosoma sp
EKOR BERCABANG
Gejala Klinis & Pemeriksaan Penunjang
– Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan
dan jumlah cacing
– Keluhan
• S. mansoni & japonicum: demam Katamaya, fibrosis periportal,
hipertensi portal, granuloma pada otak & spinal
• S. haematobium: hematuria, skar, kalsifikasi, karsinoma sel
skuamosa, granuloma pada otak dan spinal
– Pada infeksi berat → Sindroma disentri
– Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali;
terjadi 6-8 bulan setelah infeksi

– Pemeriksaan Penunjang
• Mikroskopik feses: semua spesies
• Mikroskopik urin: spesies haematobium

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
Terapi Schistosomiasis

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan

1. Mebendazol 2x100 mg selama 3 hari


Pada infeksi gabungan
atau 500 mg PO SD
Ascaris lumbricoides askaris dan cacing tambang
2. Albendazol 400 mg PO SD
 DOC: Albendazol
3. Pyrantel Pamoat 10 mg/kg PO
Cacing Tambang (ancylostoma • Mebendazole 2x 100 mg selama 3 hari atau 500 mg SD PO
Duodenale & Necator Americanus) • Albendazol 400 mg PO SD
• Mebendazol 500 mg PO SD atau 2x100 selama 3 hari
Trichuris Trichiura
• Albendazole 400 mg PO qDay x 3 days
Schistosoma japonicum, S. mekongi • Prazikuantel 60 mg/kg PO dibagi 3 dosis selama satu hari
Schistosoma mansoni, S. • Prazikuantel 40 mg/kg PO dibagi 2 dosis selama satu hari
hematobium, S intercalatum

Semua rejimen diulang dalam waktu 2 minggu


• Mebendazol 100 mg PO SD
Enterobius vermicularis
• Albendazol 400 mg PO SD
• Pyrantel Pamoat 11 mg/kg PO

Prazikuantel 5-10 mg/kg SD


Taeniasis (T. Solium & Saginata)
Niclosamide 2 g PO SD (adults) and 50 mg/kg orally PO SD (children).

Cysticercosis (T. Solium) Prazikuantel 50-100 mg/kg/d divided q8hr PO for 14 days
54. Gambar di Soal
54. Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis


Pubis
Nits
Nits

• Merupakan telur dari


parasite
• Lebih banyak ditaruh
oleh ibu kutu di
basis/pangkal rambut
sehingga sering sulit
dibedakan dengan
ketombe
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Prinsip Tatalaksana
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena
garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-
abu/mengkilat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis

• First line: Permethrin lotion atau shampoo 1%


• Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu
dengan sempurna.
• Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4%
shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5%
lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo
1% (not recommended as a first–line treatment)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang
mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk
menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• DOC: Permetrin 1%,
• Gameksan 1%,
• benzil benzoat 25%
• Malathion 0,5%
• pakaian direbus/setrika

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot
cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
55. Pemeriksaan Penunjang Lesi Kulit
• Lampu Wood
– Sumber sinar UV yang difilter nikel oksida
– Untuk memperjelas 3 gambaran penyakit kulit
• Organisme tertentu penyebab jamur
• Organisme penyebab eritrasma (coral red)
• Beberapa kelainan pigmen
• Kerokan
– Bila dicurigai ada infeksi janur atau skabies
• Biopsi Kulit
– Biopsi insisi/eksisi
– Punch biopsy
• Tes Tempel: untuk dermatitis kontak
• Mikroskopik
– Pewarnaan gram untuk bakteri
– Pewarnaan Tzank (Giemsa)  untuk lesi akibat virus: didapatkan sel
datia berinti banyak

Brown, RG dan Tony Burns. 2005. Dermatologi ed 8. Jakarta : EMS


Pemeriksaan Penunjang untuk
Lesi Kulit

Pemeriksaan Diagnosis
Biopsi Kulit Leprae, pathologic diagnostic; skin cancer
Kultur kerokan Jamur dan infeksi bakteri
KOH Infeksi Jamur Kulit
Giemsa Infeksi Chylamdial atau virus
Lampu Wood Jamur pada kulit dan rambut
Pemeriksaan Lampu Wood
Warna Etiologi
Kuning Emas Tinea versicolor – M. fufur

Hijau Pucat Trichophyton schoenleini


Hijau Kekuningan Microsporum audouini or M.
(terang) Canis
Tosca - Biru Pseudomonas aeruginosa
Pink – Coral Porphyria Cutanea Tarda

Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis


Putih Pucat Hypopigmentation
Coklat-Ungu Hyperpigmentation
Putih terang, Depigmentation, Vitiligo
Putih Kebiruan
Putih terang Albinism
Bluewhite Leprosy
Tzank Test

• Sel Tzanck: sel-sel epitel


raksasa berinti banyak atau
• Sel Tzanck biasa ditemukan di
herpes simpleks, varicella dan
herpes zoster, dan
Cytomegalovirus.
• Terkadang tes ini disebut
Chikenpox skin test atau
herpes skin test karena sering
digunakan pada virus-virus
tersebut.
TZANCK SMEAR
• Kegunaan untuk:
o Immunobullous disorders: pemphigus vulgaris, SSSS, TEN
o Cutaneous infections:
• herpers simplex, herpes zoster, varricella, CMV  multinucleated
giant cells
• Moluscum contagiosum
o Genodermatoses (inherited genetic skin conditions
example: ichthyosis; often grouped into three categories:
chromosomal, single gene, and polygenetic)
o Suspected tumors: basal cell epitelioma, paget’s disease,
squamous cell carcinoma
Cytodiagnosis of cutaneous infections
with Tzanck Test
• Herpes simplex, varicella, herpes zoster
– The typical features include characteristic multinucleated
syncytial giant cells and acantholytic cells. The cells appear as if
they have been inflated ("ballooning degeneration")
– Eosinophilic Intranuclear inclusion bodies
• Molluscum contagiosum
– Intracytoplasmic molluscum bodies (Henderson-Patterson
bodies)
• Viral warts:
– koilocytes
• Hand foot and mouth disease
– syncytial nuclei, absence of acantholytic cells
Multinucleate giant cells

Multinucleate giant cells The yellow arrow points to a


single acantholytic cell
Varicella (Chicken Pox)
• Infeksi akut oleh virus varicella zoster • Terapi Antivirus sistemik:
yang menyerang kulit dan mukosa – Antivirus dapat diberikan pada: anak,
• Transmisi secara aerogen dewasa, pasien yang tertular orang
• Gejala serumah, neonatus dari ibu yang menderita
varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari
– Masa inkubasi 14-21 hari sesudah melahirkan.
– Gejala prodromal: demam subfebris, – Bermanfaat terutama bila diberikan <24
malaise, nyeri kepala jam setelah timbulnya erupsi kulit.
– Disusul erupsi berupa papul – Asiklovir: dosis bayi/anak 4x10-20 mg/kg
eritematosa  vesikel tetesan air (tear (maksimal 800 mg/hari) selama 7 hari,
drops)  pustul  krusta
dewasa: 5x800 mg/hari selama 7 hari5 (A,1),
– Predileksi: badan  menyebar secara atau
sentrifugal
– Valasiklovir: untuk dewasa 3x1 gram/hari
• Pemeriksaan selama 7 hari.
– Percobaan Tzanck ditemukan sel • Simtomatik: Antipiretik bila demam dan
• Terapi Topikal Antipruritus: antihistamin yang
– Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel mempunyai efek sedatif9
tidak pecah, dapat ditambahkan
mentol 2% atau antipruritus lain4
– Vesikel yang sudah pecah/krusta: salep
antibiotik

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
56. Pemfigoid Bullosa
• Penyakit autoimun berlepuh kronik dengan bula
subepidermal dan biasanya terjadi pada usia tua
• Pada kulit ditemukan bula tegang dengan dasar
kulit normal atau eritematosa. Tempat predileksi
pada perut bawah, paha bagian dalam dan
anterior, lengan bawah bagian fleksor. Tidak
terjadi jaringan parut, tanda nikolsky (-), lesi
urtika kadang ditemukan.
• Pemeriksaan histopatologi dari biopsi lesi yang
baru timbul memperlihatkan lepuh
subepidermal dengan infiltrate pada dermis
superficial, terdiri atas limfosit, histiosit dan
yang khas adalah disertai eosinofil.
KELAINAN PENJELASAN

Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan membran


mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal
akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi
PEMFIGUS VULGARIS
terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG,
baik terikat maupun beredar dalam darah. Khas: bula kendur, bila pecah
menjadi krusta yang bertahan lama, nikolsky sign (+)

Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum baik, dinding bula


PEMFIGOID BULOSA tegang , bula subepidermal, terdapat IgG linear, nikolsky sign (-)
Area Pembentukan Bula
Pemfigoid Bullosa

Multiple tense bullae on inflamed skin.


56. Pemfigoid Bullosa
Pemfigoid Bullosa

Direct immunofluorescence microscopy of perilesional skin


from a patient with bullous pemphigoid reveals characteristic
linear IgG basement membrane zone staining.
Bullous Pemphigoid
Treatments:
• Corticosteroid topical (high potency)
• Immunosuppresive agents:
– Azathioprine, mycophenolate mofetil
• Antibody levels modulator
– Intravenous gammaglobulin, plasmapheresis
• Others:
– Tetracycline/erythromycin
Diagnosis Banding
Pemphigus vulgaris Painful flaccid blister, Nikolsky sign (+). Tends to occur more in
intertriginous areas, scalp, or face. Painful mucous membrane
erosion 5 months before skin lesions develop.
Pemphigus foliaceus Scaly, crusted erosions often on an erythematous base.
Scattered in seborrheic distibution.
Paraneoplastic Linked to underlying lymphoproliferative disorder. Painful
pemphigus stomatitis, polymorphous cutaneous eruption: blistering,
lichenoid, or resembling erythema multiforme.
Cicatricial relapsing and remitting mucosal inflammation and erosions.
pemphigoid/ mucous Rare chronic autoimmune subepithelial blistering disease:
membrane erosive lesion of mucous membranes and skin  scarring
pemphigoid (distinguishes this variant from mucosal involvement in
bullous pemphigoid, which typically does not scar.)
Oral mucosa (85%), Ocular conjunctiva (64%), Skin (24%),
Pharynx (19%), External genitalia (17%), Nasal mucosa (15%),
Anus (4%), Esophagus (4%)
Pemphigus Key Features
• Pemphigus vulgaris
– Key features – Mucosal or mucosal and cutaneous involvement, suprabasal
acantholytic blisters, "row of tombstones" pattern of basal keratinocytes,
autoantibodies against desmoglein 3 or both desmoglein 1 and desmoglein 3
• Pemphigus foliaceus
– Key features – Cutaneous involvement only, subcorneal acantholytic blisters,
autoantibodies against desmoglein 1
• Immunoglobulin A (IgA) pemphigus
– Key features – Grouped vesicles or pustules and erythematous plaques with crusts,
subcorneal or intraepidermal acantholytic blisters, autoantibodies against
desmocollin 1 in subcorneal pustular dermatosis-type IgA pemphigus
• Paraneoplastic pemphigus
– Key features – Extensive, intractable stomatitis and variable cutaneous findings
with multiform exanthems, associated neoplastic disease, suprabasal acantholytic
blisters, autoantibodies against desmoplakins or other desmosomal antigens
Pemphigus Vulgaris

• Suprabasal bullae
• Acantholysis
• Dermal papillae
project into cavity like
villi
• ‘Tombstone’ pattern –
layer of basal cells
remain attached to
dermis
Direct immunofluorescence microscopy in
Pemphigus vulgaris

An intercellular pattern of IgG antibody binding


Deposition of immunoglobulin and complement along
keratinocyte membranes giving a “fish net” appearance
Herpes gestasionis
• Lebih tepat disebut sebagai pemphigoid
gestasionis
• Merupakan kelianan autoimun yang langka
berupa dermatosis bulosa pada kehamilan
• Dahulu disebut herpes gestasionis oleh
karena lesinya yang memiliki morfologi
herpetiformis
• Lesi dapat muncul pada usia gestasi
berapapun dan akan hilang setelah
beberapa minggu hingga bulan setelah
melahirkan, dan dapat lebih cepat jika
menyusui
• Lesi berawal dari plak urtikaria eritematosa dan sebagian besar
kasus berkembang menjadi vesikel dan bula yang tegang, namun
sebagian lain tidak
• Predileksinya lebih banyak terjadi pada daerah perifer tubuh, dan
tidak mengenai wajah, telapak tangan, telapak kaki, dan umbilikus
Pemphigus vulgaris Pemphigus vulgaris Pemphigus foliaceus

Paraneoplastic Cicatricial pemphigus Cicatricial pemphigus


pemphigus
57. Pioderma
Pioderma adalah infeksi kulit dan
jaringan lunak yang disebabkan oleh
bakteri piogenik, yang tersering
adalah S. aureus dan Streptokokus
β-hemolitik grup A antara lain S.
Pyogenes.
• Pioderma
superfisialis, lesi
terbatas pada
epidermis
• Pioderma profunda, mengenai
– Impetigo nonbulosa epidermis dan dermis
– Impetigo bulosa – Erisipelas
– Ektima – Selulitis
– Folikulitis – Flegmon
– Furunkel – Abses multiplel kelenjar keringat
– Karbunkel – Hidradenitis
Pioderma
• Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.

• Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan


jaringan sekitarnya berupa papul, vesikel atau pustul
perifolikuler dengan eritema di sekitarnya dan disertai rasa
nyeri.

• Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.

• Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel,


ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak.
• Impetigo krustosa/vulgaris/ kontagiosa/
Tillbury Fox (Strep. Beta hemolyticus) :
peradangan  vesikel yang dengan cepat
berubah menjadi pustul  pecah krusta
kering kekuningan seperti madu. Predileksi
spesifik lesi terdapat di sekitar lubang
hidung, mulut, telinga atau anus.

• Impetigo bulosa/ cacar monyet (Staph.


Aureus): peradangan yang memberikan
gambaran vesikobulosa dengan lesi bula
hipopion (bula berisi pus)

• Ektima (Strep. Beta hemolyticus):


peradangan yang menimbulkan kehilangan
jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Histopatologi Impetigo Krustosa dan Bulosa
• Patogen memiliki toksin A dan B yang bisa
mengeksfoliasi  target: desmoglein 1 
pemisahan dan pembentukan bula tepat
dibawah stratum granulosum
58. Fascioliasis
• Biasanya menginfeksi duktus biliaris dan hati,
namun dapat mengenai bagian tubuh yang
lain

• Fase Akut: gejala muncul akibat migrasi parasit


dari intestinal ke dan melewati hati

• Gejala dan Tanda


– Masalah GI seperti mual, muntah, nyeri perut,
– Demam, ruam, dan sulit bernapas dapat terjadi
Fase Infeksi
• Acute Phase
– Rarely seen in humans
– Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once.
– After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent
symptoms
– vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present.
– Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae
penetrate the liver capsule
– Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.
• Chronic Phase
– Much more common in human populations
– Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children)
– These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large
adult worms and their metabolic waste in the bile ducts.
– Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a
term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.
• Halzoun (pharyngeal fasciolasiasis)
– a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx
– This occurs when an individual consumes infected raw liver.
– The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable
pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration
– The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.
• Ectopic Infection
– Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity,
intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.
http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm
Fasciola Hepatica: Siklus Hidup
Fasciola Hepatica: Telur pada Mikroskopik

A, B, C: Telur Fasciola hepatica. Pengecatan: iodine.


A,B bentuk membulat; C. Terlihat operculum pada terminal
Fasciola Hepatica: Tatalaksana
• DOC: Triclabendazole
– Dosis: 10 mg/kg/dosis, dalam 2 dosis terpisah 12-24 jam

• Alternatif: Nitazoxanide
– Untuk fase kronik
– 2x500 mg/hari selama 7 hari

• Bithionol: no longer available

http://emedicine.medscape.com/article/997890-treatment
http://reference.medscape.com/drug/biltricide-praziquantel-342666
Nama cacing Gejala Klinis Morfologi Bentuk

Fasciola Gangguan GIT • Cacing pipih spt daun


hepatika mual, muntah, nyeri • Cacing dewasa memiliki
abdomen, demam batil isap kepala dan
Peradangan, perut
penebalan,sumbatan • Telursulit dibedakan
sal.empedusiroris dengan F.buski, sdkt
periporta melebar pada
abopercular
• Telur dikeluarkan belum
matang, matang dalam
air berisi mirasidium
Fasciolopsis Sebagian besar • Cacing dewasa memiliki
buski asimptomatik. batil isap kepala dan
Nyeri perut perut
(epigastrium),diare kronik • Telurelips,dinding
diselingi konstipasi,tinja transparan,operkulum
berisi makanan yang tidak kecil nyaris tidak
tercerna,anemia akibat terlihat,imatur(tidak
perdarahan ada embrio)
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus
59. Fixed Drug Eruption
• Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)
• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema warna kemerahan hingga cokelat gelap, bisa dengan atau
tanpa vesikel/bula
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya, terutama
pada lesi berulang
– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah
penis atau vulva
Tatalaksana
• Drug withdrawal and avoidance — Discontinuation of the offending drug
is the most important aspect of management of FDE. After drug
discontinuation, lesions resolve without treatment in a few days leaving
postinflammatory hyperpigmentation.
• Symptomatic treatment — The treatment of FDE is largely symptomatic
and aimed at the relief of pruritus.
• For patients with single or a small number of lesions, we suggest medium
to high potency topical corticosteroids and systemic antihistamines.
Topical corticosteroids are applied two times per day for 7 to 10 days. Oral
H1 antihistamines are generally used, including:
– Diphenhydramine – 25 to 50 mg orally every four to six hours for adults and
children ≥12 years; 12.5 to 25 mg orally every four to six hours for children 6 to
11 years; and 6.25 mg orally every four to six hours for children 2 to 5 years.
Diphenhydramine is continued until pruritus subsides.
• For patients with generalized FDE or generalized bullous FDE, particularly
if systemic symptoms are present, a short course of moderate dose
systemic corticosteroids (eg, prednisone 0.5 to 1 mg/kg per day for three
to five days) may be beneficial.
60. Melasma
• Hipermelanosis didapat terutama di wajah dan leher
berwarna coklat muda sampai dengan coklat tua,
dipengaruhi oleh faktor hormonal, pajanan sinar matahari,
kehamilan, genetik, pemakaian kontrasepsi oral, obat-
obatan dan kosmetik.
• Eflorosensi: Bercak numular/plakat kecoklatan,
hiperpigmentasi, simetris, ireguler, batas tegas.
• 3 Pola distribusi lesi:
– Pola sentro fasial: meliputi pipi, dahi, bibir atas, hidung, dan
dagu (63%)
– Pola malar: meliputi pipi dan hidung 21%)
– Pola mandibular: meliputi ramus mandibula (16%)
Melasma

• more common in light brown skin types, especially Latinos and


Asians, from areas of the world with intense sun exposure.
• Commonly among :
– Constitutive brown skin.
– Whose taking contraceptive pills.
– Living in sunny climates.
• 90% are women
• Tipe letak pigmen (dengan menggunakan lampu Wood):
– Melasma tipe epidermal: warna lesi tampak lebih kontras dan jelas
dibandingkan dengan kulit sekitarnya.
– Melasma tipe dermal: warna lesi tidak bertambah kontras.
– Melasma tipe campuran: lesi ada yang bertambah kontras ada yang
tidak.
Klasifikasi Melasma

Epidermal Dermal Mixed Indetermined


Comments melanin is many melanin is Seen with
increased in the melanophages increased in the people with
epidermis, with throughout the epidermis, Fitzpatrick type
only a few entire dermis many V or VI skin
melanocytes in melanophages
the upper throughout the
dermis dermis

Wood lamp Enhanced does not spotty Not helpful


examination enhance enhancement
MSH: Reseptor Estrogen
• Melanosit mengandung
reseptor estrogen

• Bereaksi terhadap
peningkatan estrogen selama
kehamilan

• Daerah hiperpigmentasi pada


kehamilan: tidak ada
peningkatan jumlah melanosit,
namun melanosit menjadi
lebih besar, lebih dendritik,
dan terjadi peningkatan
melanogenesis (terutama
eumelanin)
Histologi Melasma

• Melanin is increased in the epidermis, in the dermis, or


(most commonly) in both locations in melasma
patients.
• Epidermal melanin is found in keratinocytes in the
basal and suprabasal area.
• In most cases, the number of melanocytes is not
increased, yet the melanocytes that are present are
larger, more dendritic, and more active.
• Dermal melanin is found in the superficial and mid
dermis within macrophages, which often congregate
around small, dilated vessels.
Melasma
• Pengobatan topikal:
• Bedah kimia
– Hidroquinon 2-5% (krim, gel, losio)
– Larutan asam glikolat 20-
– Asam retinoat 0,05%-0,1% (krim dan gel) 70%
– Asam azelaik 20% (krim) – Larutan asam
– Asam glikolat 8-15% (krim, gel, losio) trikloroasetat 10-30%
• Pengobatan oral Dianjurkan bila pigmentasi • Dermabrasi
meliputi daerah yang lebih luas dan sampai • Kamuflase kosmetik
ke dermis:
• Bedah laser
– Asam askorbat (A,1)
– Glutation (D,5)

Perdoski 2017
61. Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae

• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi

• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit


atau sekret mukosa hidung
• Lokasi pengambilan: cuping telinga
kiri dan kanan, dan bercak paling aktif

Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Negative
Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Tipe Kusta Menurut WHO
Pengobatan Kusta
62. Dermatitis Numularis
• Dermatitis dengan lesi berbentuk mata uang (coin) atau agak lonjong, berbatas
tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, plak eritematosa
• Etiologi: berbagai faktor spt xerosis and decreased cutaneous lipid production,
Staphylococcus aureus colonization, contact allergy to metals, and sensitization to
environmental aeroallergens such as Candida albicans or house dust mites
• Nummular eczema is regarded as a distinctive form of endogenous (idiopathic)
eczema.
• Paling sering ditemukan pada lengan dan kaki
• Perjalanan:
• Nummular eczema typically presents with highly pruritic,
round, coin-shaped patches of eczematous dermatitis
ranging in diameter from 1 to 10 cm.
• In the acute phase, lesions are dull red, exudative, and
crusted.
• Over time, they become more dry and scaly, occasionally
A plaque of nummular eczema with
with central clearing leading to annular lesions. erythema, vesiculation, and crusting.

https://allergycliniconline.com/2012/05/06/penanganan-terkini-dermatitis-numularisis/
Tatalaksana Dermatitis
Numular
• Mengurai kekeringan pada kulit dan pajanan iritan:
– Batasi mandi 1x/ hari dengan air suam-suam kuku
– Pelembab 2x sehari dan stlh mandi
– Oral supplementation with L-histidine.
– Room humidifier for the bedroom.
• Steroid potensi kuat 2-4 x/hari (triamcinolone
acetonide, clobetasol propionate, betametason
valerat)
• For isolated recalcitrant lesions, intralesional Nummular eczema on the arm, characterized
triamcinolone may be a treatment option by the presence of multiple coin-shaped
lesions.
• Patients with extensive disease not responding to
topical corticosteroids may be treated with
narrowband ultraviolet B (NBUVB) therapy or a
short course of systemic corticosteroids if
phototherapy is not available
• Antibiotik topikal bila ada infeksi sekunder Erythematous, scaly, crusted, round-
shaped plaque in the ankle area.
• Antihistamin untuk pruritus
63. Limfogranuloma Venerum
• Etiologi: Chlamydia trachomatis serovar L1,L2,L3
intraselular obligat

• Papul & ulkus genital self-limited, yang diikuti oleh


limfadenopati inguinal dan/ femoral yang nyeri
– Tahap pertama: papul/pustul genital yang tidak nyeri dan
cepat sembuh, sulit dibedakan dengan sifilis  periksa
secara serologis
– Tahap kedua: limfadenopati inguinal yang nyeri muncul
setelah 2-6 minggu dari tahap pertama  bubo (dapat
pecah), groove sign (pada pria)
– Tahap ketiga: proktokolitis, sindrom genitoanorektal
(sering pada wanita atau gay)
Limfogranuloma Venerum
Diagnosis
• Klinis
• Tes serologis  sulit untuk mengkultur organisme
– Tes Frei
Currently, the Frei intradermal test is only of historical interest. The Frei
test would become positive 2-8 weeks after infection. Unfortunately,
the Frei antigen is common to all chlamydial species and is not specific
to LGV. Commercial manufacturing of Frei antigen was discontinued in
1974.
– Complement fixation (CF)
– The microimmunofluorescence test
• Gambaran badan inklusi intrasitoplasmik basofilik
dengan pewarnaan giemsa
• Definitive diagnosis may be made by aspiration of the
bubo and growth of the aspirated material in cell
culture. C trachomatis can be cultured in as many as
30% of cases.

• Tatalaksana
– DOC: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari

http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
64. Phemphigus vulgaris
DISEASES SIGN AND SYMPTOMS

Paraneoplastic
linked to an underlying lymphoproliferative disorder
pemphigus

Phemphigus foliceus scaly, crusted erosions, often on an erythematous base

• chronic skin disease


• Flat bullae
Pemphigus vulgaris • Nikolsky’s sign (+)
• transudative fluid accumulates in between the keratinocytes and basement
membrane (suprabasal split)

• Nikolsky’s sign (+)


Cicatricial • common : mouth
pemphigoid • erosive skin lesion of the mucous membranes and skin that results in scarring of
at least some sites of involvement

• acute/chronic skin disease


• common : inner thighs and upper arms
Bullous pemphigoid • ring-like configuration, with a central depression or centrally collapsed bullae
• Nikolsky’s sign (-)
• detachment occurs between the epidermis and dermis (subepidermal bullae)
KELAINAN PENJELASAN

Penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang kulit dan membran


mukosa yang secara histologik ditandai dengan bula intraepidermal
akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi
PEMFIGUS VULGARIS
terhadap komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG,
baik terikat maupun beredar dalam darah. Khas: bula kendur, bila pecah
menjadi krusta yang bertahan lama, nikolsky sign (+)

Perbedaan dengan pemfigus vulgaris: keadaan umum baik, dinding bula


PEMFIGOID BULOSA tegang , bula subepidermal, terdapat IgG linear, nikolsky sign (-)
Diagnosis Banding
Pemphigus vulgaris Painful flaccid blister, Nikolsky sign (+). Tends to occur more in
intertriginous areas, scalp, or face. Painful mucous membrane
erosion 5 months before skin lesions develop.
Pemphigus foliaceus Scaly, crusted erosions often on an erythematous base.
Scattered in seborrheic distibution.
Paraneoplastic Linked to underlying lymphoproliferative disorder. Painful
pemphigus stomatitis, polymorphous cutaneous eruption: blistering,
lichenoid, or resembling erythema multiforme.
Cicatricial relapsing and remitting mucosal inflammation and erosions.
pemphigoid/ mucous Rare chronic autoimmune subepithelial blistering disease:
membrane erosive lesion of mucous membranes and skin  scarring
pemphigoid (distinguishes this variant from mucosal involvement in
bullous pemphigoid, which typically does not scar.)
Oral mucosa (85%), Ocular conjunctiva (64%), Skin (24%),
Pharynx (19%), External genitalia (17%), Nasal mucosa (15%),
Anus (4%), Esophagus (4%)
Area Pembentukan Bula
Pemphigus Key Features
• Pemphigus vulgaris
– Key features – Mucosal or mucosal and cutaneous involvement, suprabasal
acantholytic blisters, "row of tombstones" pattern of basal keratinocytes,
autoantibodies against desmoglein 3 or both desmoglein 1 and desmoglein 3
• Pemphigus foliaceus
– Key features – Cutaneous involvement only, subcorneal acantholytic blisters,
autoantibodies against desmoglein 1
• Immunoglobulin A (IgA) pemphigus
– Key features – Grouped vesicles or pustules and erythematous plaques with crusts,
subcorneal or intraepidermal acantholytic blisters, autoantibodies against
desmocollin 1 in subcorneal pustular dermatosis-type IgA pemphigus
• Paraneoplastic pemphigus
– Key features – Extensive, intractable stomatitis and variable cutaneous findings
with multiform exanthems, associated neoplastic disease, suprabasal acantholytic
blisters, autoantibodies against desmoplakins or other desmosomal antigens
Direct immunofluorescence microscopy in
Pemphigus vulgaris

An intercellular pattern of IgG antibody binding


Deposition of immunoglobulin and complement along
keratinocyte membranes giving a “fish net” appearance
Pemphigus Vulgaris

• Suprabasal bullae
• Acantholysis
• Dermal papillae
project into cavity like
villi
• ‘Tombstone’ pattern –
layer of basal cells
remain attached to
dermis
65. Prurigo Hebra

• Erupsi papular kronik


dan rekurens
• Terdapat beberapa
macam, namun yang
paling sering adalah
prurigo hebra
• Etiologi prurigo hebra
belum diketahui secara
pasti

Principles of pediatric dermatology


http://www.drmhijazy.com/english/chapters/chapter36.htm
Gejala klinis
- Sering pada anak usia >1 tahun
- Pada sosio ekonomi dan higiene yang rendah
- Papul-papul milier tidak berwarna, berbentuk
kubah, lebih mudah diraba daripada dilihat
- Sangat gatal
- Garukanerosi, eskoriasi, krusta, hiperpigmentasi,
dan likenifikasi
- Predileksi: ekstremitas bagian ekstensor dan
simetris, bisa meluas ke bokong dan perut, serta
muka. Bagian distal lengan dan tungkai biasanya
lebih parah dari pada proksimal
Tatalaksana

• AvoidancePaling efektif
• Tatalaksana lain bersifat simptomatik
• Sulfur 5-10% dalam bentuk bedak kocok atau
salep
• Untuk mengurangi gatal bisa diberikan mentol
0,25%-1% atau kamper 2-3%
66. DKI vs DKA

Allergic contact dermatitis Irritant contact dermatitis (ICD) (80%)


(ACD) (20%) • Develop following prolonged and repeated
exposure to irritants
• Inflammation caused by allergen-
• Inflammatory cells have role in development of
specific T lymphocytes. dermatitis
• Rapid development of dermatitis • Allergen-specific lymphocytes not involved in
occurs following re-exposure to pathogenesis
low concentrations of allergen, • Prior sensitization is not necessary
not cause lesions in non- • Nonimmunologic, multifactorial, direct tissue
sensitized individuals reaction
• Prototype of type IV cell- • T cells activated by nonimmune, irritant, or
mediated hypersensitivity innate mechanisms release proinflammatory
reactioN cytokines
• Dose-dependent inflammation

www.worldallergy.org
Contoh berbagai pajanan iritan dan
allergen pada dermatitis kontak

Nickel, cobalt, gold, and chromium are the most prevalent metal allergens, since they are used
in a wide range of everyday items, medical devices, and industrial applications  Nickel is the
leading cause of allergic contact dermatitis in the world.
DKI vs DKA: Patch Test
• Untuk metode diagnostik delayed contact hypersensitivity  DKA
• DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan dengan menyingkirkan
DKA (hasil Patch Test negatif)
• Patch test:
– Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam
– Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-30 menit setelah
dilepas; kedua dilakukan 72-96 jam setelah dilepas
– Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua pembacaan,
cenderung ke respons alergi. Disesuaikan juga dengan keadaan klinis.

The eczematous area at the wrist is due to sensitivity to nickel in the watch-strap buckle. (2) The suspected allergy may be
confirmed by applying potential allergens, in the relevant concentrations and vehicles, to the patient’s upper back (patch testing).
A positive reaction causes a localized area of eczema at the site of the offending allergen 2–4 days after application.
Terapi dermatitis kontak alergi dan iritan
• Non medikamentosa
– Identifikasi allergen tersangka dan hindari, anjurkan pakai APD
• Medikamentosa
– Sistemik: simtomatis, derajat berat dapat diberikan kortikosteroid
(KS) oral setara prednidon 20 mg/hari janka pendek (3 hari)
– Topikal:
• pelembab kaya kandungan lipid (vaslein/petrolatum)
• Klinis basah (madidans)  kompres terbuka 2-3 lapis kain kassa dengan
NaCl 0.9%
• Klinis kering  krim KS potensi sedang-tinggi misalnya mometason furoate,
flutikason propionate
• Kasus berat dan kronik tidak respon dengan steroid: immunosupresi
sistemik azatioprin atau siklosporin

PPK Perdoski 2017

Anda mungkin juga menyukai