Anda di halaman 1dari 169

1

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

DERMATITIS NUMULARIS (L30.0)


1. Pengertian (Definisi) Dermatitis numularis (DN) ialah dermatitis dengan penyebab
tidak diketahui, lesi berbentuk bulat seperti mata uang logam,
berbatas tegas dengan efloresensi berupa papul atau
papulovesikel yang bergabung, biasanya mudah pecah sehingga
basah (oozing) dengan penyulit.
Klasifikasi penyakit:
Dermatitis numularis
Dermatitis numularis dengan infeksi sekunder
Dermatitis numularis yang meluas (generalisata)
Varian:
Dermatitis likenoid dan diskoid eksudatif (Sulzberger-Garbe)
2. Kriteria Diagnostik  Riwayat perjalanan penyakit: didahului rasa gatal dengan
papul eritematosa mirip insect bites, kemudian melebar
sebesar koin (numular) atau seluas plakat, bagian tengah
resolusi membentuk lesi anular, dapat setempat atau meluas
(generalisata), sering kambuh (kronik-residif)
 Menyerang terutama orang dewasa (50-65 th), bayi dan
anak-anak (arang), pria lebih sering daripada wanita
 Predileksi ekstremitas bagian atas, tangan bagian dorsal
(wanita); ekstremitas bawah (pria)
3. Diagnosis banding Dermatitis kontak alergik
Dermatitis stasis
Dermatitis atopik
Tinea korporis

Selalu harus disingkirkan : Tinea korporis


4. Pemeriksaan Penunjang Tidak perlu pemeriksaan penunjang khusus
5. Penatalaksanaan Non Cegah garukan dan jaga hidrasi kulit agar tidak kering.
Medikamentosa Konsultasi : Bila ada stres konsul ke anti psikologi atau
psikiater
6. Penatalaksanaan Prinsip: mengurangi pruritus serta menekan inflamasi dan
Medikamentosa infeksi
1. Topikal:
- Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung
pada stadium dan berat penyakit.
- lnhibitor kalsineurin: takrolimus dan pimekrolimus
- Preparat tar
- Emolien untuk xerosis
- Bila akut dan eksudatif sebaiknya dikompres dulu
dengan larutan NaCl 0,9%.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


2

- Bila ada infeksi sekunder oleh bakteri: antibiotik


2. Sistemik:
- Antihistamin (bila pruritus hebat)
- Kortikosteroid jangka pendek: untuk kasus berat dan
luas
- Antibiotik yang sesuai bila disertai infeksi sekunder

Bila penyakit luas: Fototerapi broad/narrow band UVB


7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan 1. Susan Burgin. Nummular Eczema. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith
LA, Kazt Sl, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor.
Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012.h.182-4.
2. Paller AS, Mancini AJ. Nummular dermatitis. Hurwitz
Clinical Pediatric Dermatology. 4rh ed. Edinburgh:
Elsevier; 2O11. p.59-60.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


3

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

DERMATITIS POPOK (L.22)


1. Pengertian (Definisi) Dermatitis popok (napkin dermatitis, diaper dermatitis) : adalah
dermatitis di daerah genitokrural sesuai dengan tempat kontak
popok (bagian yang cembung) dengan kelainan kulit ini dijumpai
pada bayi dan orang dewasa yang memakai popok.
2. Kriteria Diagnostik  Klinis :
- Riwayat perjalanan penyakit: kontak lama dengan
popok basah (urin/feses)
. Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat
kontak popok
. Makula eritematosa, berbatas agak tegas, (bentuk mengikuti
bentuk popok yang oerkontak), disertai papul, vesikel, erosi,
dan ekskoriasi.
. Bila berat dapat menjadi infiltrat dan ulkus.
. Bila terinfeksi
jamur kandida tampak plak eritematosa (merah cerah), lebih
membasah disertai maserasi, kadang pustul, dan lesi satelit
 Diagnosis banding :
1. Penyakit Leterrer-Siwe
2. Akrodermatitis enteroPatika
3. Sebo-psoriasis
3. Pemeriksaan Tidak ada pemeriksaan khusus. Bila diduga terrnfeksi
Penunjang janrur kandlda, pemeriksaan KOH/Gram dari kerokan
kulit.
4. Penatalaksanaan Edukasi cara menghindari penyebab dan menjaga higiene, serta
Non Medikamentosa cara penggunaan popok dan mengganti secepatnya bila basah
(popok tradisional), mengganti popok sekali pakai bila
kapasitasnya telah penuh. Dianjurkan pakai popok sekali pakai
jenis highly absorbent.
5. Penatalaksanaan Medikamentosa:
Medikamentosa Prinsip: menekan inflamasi dan mengatasr infeksi kandida
l.Topikal:
- Bila ringan: krim/salap bersifat protektif (seng oksida, pantenol)
- Kortikosteroid potensi lemah (salap hidrokortison 1% / 2,5%)
waktu singkat (3 - 7 hari)
- Bila terinfeksi kandida: antifungal kandida, yaitu nistatin atau
derivat azol dikombinasi dengan seng oksida.
2.Sisiemik:
- Tidak perlu

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


4

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolffi K, Goldsmith LA, Kazt Sl, Gilchrest BA, Paller AS.
Leftell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's Dematology in General
Medlcine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012.

2. Reider N, Fritsch PO. Diaper dermatjtis. ln: Bolognia JL, Jorizzo


JL, Schaffer JV, editors. Textbook of Derimatology, 3rd ed. New
York: Elsevier 20l2. p.230-31.

3. Ravanfar P, Wallace JS, Pace NC. Diaper dermatitis: A review


and update. Curl Opin Pediatr 2012;24: 472-9.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

DERMATTTTS SEBOROIK (L21.9)


1. Pengertian (Definisi) Dermatitis seboroik (DS) ialah penyakit kulit yang didasari
oleh faktor konstitusi dengan predileksi di daerah seboroik
dengan penyulit.
2. Kriteria Diagnostik  Klinis :
- Riwayat perjalanan penyakit: dapat dimulai pada masa bayi
berusia 2 pekan, menyembuh sebelum usia 1 tahun.
Kelainan un'ium berupa eritema dan papuloskuama
rnembentuk plakat eritroskuamosa di tempat predileksi
(daerah sebore), yaitu wajah terutama di alis dan nasolabial,
skalp, retroaurikular, sternal terutama daerah V,
interskapula, aksila, umbilikus dan genito-krural
- Pada bayi dan anak: relatif tidak gatal, dapat menyerupai
dermatitis atopik atau dianggap sebagai awal dermatitis
atopik (sebo-atopik), skuama dan krusta lebih berminyak
(oleosa), Di skalp krusta dapat menebal dan menyerupai
topi (cradle cap). Bila meluas dapat menjadi eritroderma,
dapat merupakan bagian dari sindrom Leiner bila disertai
anemia, diare dan muntah, serta infeksi sekunder bakteri.
- Pada dewasa: kelainan kulit lebih kering, tempat
predileksi terutama daerah berambut atau kepala (pitiriasis
sikaldandruff). Gatal terutama bila berkeringat atau udara
panas.
- DS yang berat: kronik residif, meluas sehingga menjadi
eritroderma, atau bentuk psoriasiformis (skuama yang
tebal)
- Pada pasien defisiensi imun pertimbangkan
kemungkinan pengidap virus HIV/AIDS
3. Diagnosis Banding 1. Pada bayi: dermatitis atopic
2. Pada dewasa: psoriasis
3. Di lipatan: dermatitis intertriginosa, kandidosis kutis
Harus disingkirkan:
Histiositosis sel Langerhans (pada bayi)
4. Pemeriksaan Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis
Penunjang
5. Penatalaksanaan Hindari faktor pencetus dan faktor yang memperberat.
Non Medikamentosa
6. Penatalaksanaan Prinsip:
Medikamentosa Menghilangkan dan mengeluarkan skuama dan krusta,
menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi sekunder,
mengurangi eritema dan gatal.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


6

Topikal:
Bayi:
Skalp: untuk mengangkat krusta asam salisilat 3% dalam minyak
olive/kelapa atau vehikulum yang larut dalam air; kompres minyak
olive / kelapa hangat; aplikasi steroid potensi lemah (hidrokortison
1%) krim atau lotion selama beberapa hari; sampo imidazol, krim/
losio ketokonazol 2%, sampo ketokonazol 1%; sampo bayi;
perawatan kulit umum dengan emolien, krim, atau pasta lunak,

Daerah intertriginosa: kliokuinol 0,2 - 0,5% dalam lotion


atau minyak zink. Untuk kandidiasis, krim nistatin diikuti
pasta lunak.
Dermatitis basah: aplikasi gentian violet 0,1
0,25% atau ketokonazol 2% krim, lotion atau pasta lunak.

Dewasa:
Skalp:
Sampo selenium sulfida 1,0 2,5o/o, imidazol (ketokonazol 2o/o),
zinc pyrithione, benzoil peroksida, asam salisilat, tar.
Krusta atau skuama: aplikasi semalaman glukokortikosteroid atau
asam salisilat dalam vehikulum yang larut dalam air, atau secara
oklusif.
.
- Wajah dan badan
Hidrokortison 1% salap atau krim
- Otitis eksterna seboroik:
Glukokortikosteroid potensi lemah krim atau salep.
Untuk pemeliharaan solusio aluminium asetat 1 atau 2 kali
sehari. Pimekrolimus topikal juga efektif.
- Blefaritis seboroik:
Kompres hangat debridemen halus dengan aplikator
berujung kapas, dan sampo bayi satu atau beberapa kali
sehari. Antibiotik topikal berupa natrium sulfacetamide
ophthalmic ointmenf. Untuk penggunaan preparat mata
yang mengandung glukokortikosteroid dikonsulkan ke
spesialis mata. Jika Demodex folticutorum ditemukan
dalam jumlah banyak, dapat digunakan krotamiton,
permetrin, benzil benzoat.
- Dermatitis seboroik berat atau eritroderma :
Kortikosteroid sistemik

Pilihan terapi:
- Antijamur:
Topikal: imidazol. (ketokonazol 2%, itrakonazol, mikonazol,
flukonazol, ekonazol, bifonazol, klimbazol, siklopiroks,
siklopiroksolamin, butenafin 1% krim.
Oral: ketokonazol, itrakonazol, terbinafin.
Metronidazol:
Topikal: metronidazol 1-2% (gel, krim), O,75%(lotion), 1 atau 2
kali/hari

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


7

- lnhibitor kalsineurin:
Salap takrolimus atau krim pimekrolimus
- Analog vitamin D3:
Kalsipotriol (krim, lotion, salap), takalsitol salap
- lsotretinoin:
lsotretinoin oral 0,05 0,10 mg/kg BB/hari selama
beberapa bulan.untuk yang berat / rekalsitran
- Fototerapi
Narrow-band UVB
Psoralen dan UVA untuk yang luas (eritrbderma) dan
Rekalsitran
- Konsultasi:
Bila ada stres ke psikolog atau psikiater.
Bila ada kelainan sistemik ke dokter spesialis anak atau
penyakit dalam.

Tindak lanjut:
Bila menjadi eritroderma atau bagian dari penyakit Leiner:
perlu dirawat untuk pemantauan penggunaan antibiotik dan
kortikosteroid sistemik jangka panjang. Bila ada kecurigaan
penyakit Leterrer-Siwe perlu kerjasama dengan dokter spesialis
anak.
7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan 1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic dermatitis. Dalam: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz Sl, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ,editor : Fitzpatrick's Dematology in General Medicine.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


8

Edisi ke-8, New York : Mc Graw-Hill; 2012.h.259-66,


2. Paller AS, Mancini AJ. Seborrheic dermatitis. Hurwitz
Clinical Pediatric Dermatology. 4tn ed. Edinburgh:
Elsevier; 2011. p. 56-57.
3. Reider N, Fritsch PO. Seborrheic dermatitis. ln: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Textbook of
dermatology, 3rd ed. New York: Elsevier; 2012. p.219-21.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


9

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

LIKEN SIMPLEKS KRONlK ( L28.0)


1. Pengertian (Definisi) Liken simpleks kronikus (neurodermatitis sirkumskripta)
merupakan peradangan kulit kronik, sirkumskrip, sangat gatal,
ditandai kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol
akibat garukan atau gosokan berulang.
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Terutama menyerang dewasa, usia 30 - 50 tahun
- Perempuan lebih banyak daripada laki-laki
- Sangat gatal, sampai dapal mengganggu tidur, terutama
pada waktu tidak sibuk. Gatal dapat paroksismal, terus-
menerus, sporadik, menghebat bila ada Stres psikis.
- Garukan secara sadar merupakan cara untuk menggantikan
rasa gatal dengan nyeri.
- Lesibiasanya tunggal tetapi dapat lebih dari satu
- Ukuran lesi lentikular sampai plakat
- Bentuk umumnya lonjong
- Letak lesi dapat dimana saja, terutama mudah dijangkau
oleh tangan (skalp, tengkuk leher, ekstremitas ekslensor,
pergelangan tangan dan anogenital)
- Stadium awal berupa eriterna dan edema atau kelompokan
papul
- Stadium lanjut berupa kulit menebal dengan ekskoriasi,
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
- Karena garukan berulang, bagian tengah menebal, kering
dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi
3. Diagnosis Banding 1. Dermatitis atopik likenifikasi
2. Psoriasis likenifikasi
3. Liken planus hipertrofik
Selalu disingkirkan:
1. Liken sklerosus, infeksi human papiloma virus (HPV),
tinea kruris (vulva,perianal)
3. lnfeksi HPV, tinea kruris (skrotum)
4. Pemeriksaan Histopatologik.
Penunjang
5. Penatalaksanaan - Ditujukan untuk menghambat siklus gatal-garuk
Non Medikamentosa
6. Penatalaksanaan - Kelainan sistemik yang nrenyebabkan gatal harus disingkirkan
Medikamentosa terlebih dahulu
- Steroid topikal, biasanya potensi kuat, bila perlu diberi penutup
impermeable, dapat dikombinasi dengan preparat tar/emolien
- Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, fenol dan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


10

pramoxine
- KS intralesi (triamsinolon asetonid)
- Topikaltakrolimus
- Antihistaminsedatif(hidroksizin)
- lnhibitor reuptake serotonin selektif
- Antidepresan trisiklik (doksepin) malam hari
- Konsultasi psikiater bila diperlukan
7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan 1. Susan Burgin. Nummular Eczema. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith LA,
Kazt Sl, Gilchrest QA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Edisi ke-8.
New York : Mc Graw-Hill,2012. 184-7
2. Paller AS, Mancini AJ. Lichen simplex chronicus. Hurwitz
Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier;
2A1'1. p. 55-56,
3. Weisshaar E, Fleischer AB, Bernhard JD, Cropley Lichen
simplex chronicus. ln: Bolognia JL, Jorizzo Schaffer JV,
editors. Textbook of dermatology, 3rd New York: Elsevier;2012
p. 115-16.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


11

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

MILIARIA (L74.3)
1. Pengertian (Definisi) Miliaria adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai
dengan vesikel miliar disertai penyulit, tersebar di tempat
predileksi, dapat mengenai bayi, anak, dan dewasa.
Klasifikasi (berdasarkan gambaran klinis dan histopatologi):
- Miliaria kristalina (sudamina)
- Miliaria rubra (prickly heat)
- Miliaria pustulosa
- Miliaria profun
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Riwayat hiperhidrosis, berada di lingkungan
panas dan lembab, bayi yang dirawat dalam
inkubator

- Miliaria kristalina: terdiri atas vesikel miliar (1-2


mm) subkorneal, tanpa tanda inflamasi, mudah
pecah dengan garukan, dan deskuamasi dalam
beberapa hari.

- Miliaria rubra: jenis tersering, vesikel miliar atau


papulovesikel di atas dasar eritematosa sekitar
lubang keringat, tersebar diskret

- Miliaria pustulosa: berasal dari miliaria rubra


dimana vesikelnya berubah menjadi pustul

- Miliaria profunda: merupakan kelanjutan miliaria


rubra, berbentuk papul, mirip folikulitis, dapat
disertai pustul
3. Diagnosis Banding 1. Campak (morbili)
2. Erupsi obat morbiliformis
3. Eritema toksikum neonatorum
4, Folikulitis
4. Pemeriksaan Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis
Penunjang Histopatologi : menunjukkan obstruksi kelenjar keringat
parakeratotik sesuai dengan masing-masing tipe miliaria.
- Miliaria kristalina: di stratum korneum
- Miliariarubra / pustulosa: stratum spinosum / mid-epidermis
- Miliaria profunda: di dermo-epidermal junction.
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
Non Medikamentosa Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih
sejuk dan sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi air dingin dan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


12

nlemakai sabun. Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat.


6. Penatalaksanaan Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi, membuka retensi
Medikamentosa keringat
1. Topikal:
- Liquor Faberi
- Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambahkan
antipruritus (mentol, kamfer)
- Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah timbulnya
miliaria profunda
2. Sistemik:
- Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi dan anak)
atau nonsedatif

Tindak lanjut:
Pada umumnya tidak perlu, kecuali mencurigai erupsi morbiliformis
akibat alergi obat.
7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan Fealey RD, Hebert AA. Disorders of the eccrine sweat glands and
sweating. ln: Goldsmith l-A, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine. 8th New York Mc Graw Hill Companies lnc; 2012. p.946.

Goddard DS, Gilliam AE, Frieden IJ. Vesicobullous and erosive


diseases in newborn ln: Bolognia JL, JorizzoJL, Schaffer JV.
Dermatology.3rd ed. New York: Elsevier; 2013. p. 528-9.

Paller AS, Mancini AJ. Cutaneous disorders of newborn. Hurwitz

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


13

Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh: Elsevier: 2011


p.15.

Coulson IH. Disorders of sweat glands. ln: Burns T, Breathnach S,


Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook of Dermatology. 8th ed. United
Kingdom: Willey Blaclaffell; 2010. p.4415-6.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


14

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PITIRIASIS ALBA (L30.5)


1. Pengertian (Definisi) Pitiriasis alba adalah dermatitis tidak spesifik, sering dijumpai
pada anak dan'remaja, terutama mengenai daerah wajah dan leher.
Etiologi dan patogenesisnya diduga berhubungan langsung dengan
atopi, jumlah pajanan sinar matahari, dan tidak memakai tabir
surya. Kadar tembaga yang rendah dalam serum, sebagai kofaktor
tirosin, penting dalam patogenesis'penyakit ini.
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi sedikit
meninggi, yang memudar setelah beberapa pekan menjadi
makula/plak berurlarna merah muda/pucat dengan skuama
putih halus di atasnya (powdery white scale). Lesi kemudian
berkembang menjadi macula / patch hipopigmentasi tanpa
skuama yang menetap sampai beberapa bulan atau tahun.
- Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor, punggung,
badan.
- Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan skuama halus,
bentuk bulat-oval tak beraturan, batas agak tegas, ukuran
lentikular; nummular sampai plakat.
- Pitiriasis alba pigmented merupakan varian dari yang klasik
dengan infeksi dermatofit superfisial, hamper selalu mengenai
wajah. Secara klinis ditandai oleh hiperpigmentasi yang
dikelilingi daerah hipopigmentasi berskuama.
3. Diagnosis Banding 1. Hipopigmentasi pasca inflamasi
2. Pitiriasis versikolor
3. Nevus depigmentosus, nevus anemikus
4. Vitiligo
5. Mikosis fungoides
4. Pemeriksaan - Tidak ada yang khusus, kecuali ada keraguan
Penunjang - Bila sangat diperlukan, dilakukan biopsi kulit untuk
pemeriksaan histopatologi (pada pitiriasis alba gambaran
dermatopatologi tidak spesifik).
5. Penatalaksanaan Terapi suportif, yaitu menghindari/mengurangi pajanan sinar
Non Medikamentosa matahari, pemakaian tabir surya, mengurangi suhu air mandi
6. Penatalaksanaan Pitiriasis alba adalah penyakit yang swasirna Steroid
Medikamentosa topikal dan emolien sangat membantu
Tretinoin topikal dapat digunakan namun bersifat
iritasi
Pitiriasis alba yang luas dan yang berpigmen memberi respons
lebih baik terhadap terapi UV dan
antijamur oral.
7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


15

8. Kepustakaan 1. Ruiz-Maldonado R. Hypomelanotic conditions of the newborn


and infant. Dermatol Clin 2007; 25: 373-82.
2. Lin RL, Janniger CK, Pityriasis alba. Cutis 2005; 76:21-4.
3. Lapeere H, Boone B, De Schepper S, et al. Hypomelanoses and
hypermelanoses. Dalam: Fitzpatric’s Dermatology in General
Medicine Edisi ke-8. Editor: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Mc Grew Hill: New York,
2012 p. 807-8.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


16

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PITIRIASIS ROSEA (L.42)


1. Pengertian (Definisi) Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit yang akut dan sering
dijumpai, bersifat hilang sendiri, secara khas dimulai sebagai
plak oval dengafi skuama halus pada badan (“herald patch")
disertai penyulit. Lesi awal ini diikuti beberapa hari sampai
beberapa pekan kemudian oleh lesi-lesi serupa yang lebih kecil
di badan yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit (lines of
cleavage), Berhubungan dengan reaktivasi virus HHV 7 dan
HHV6 Biasa asimptomatik, kadang flu-like symptoms
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Dapat diawali dengan lesi pertama (herald patch) pada 50-90%
kasus. Lesi ini berbatas tegas, diameter 24 cm, bentuk oval atau
bulat, berwama salmon/eritematosa atau hiperpigmentasi
(terutama pada pasien dengan kulit gelap); dengan skuama halus
di bagian dalam tepi perifer plak. Lesi primer ini biasanya
terletak di bagian badan yang tertutup baju, tetapi kadang di leher
atau ekstremitas proksimal. Jarang diwajah atau penis.
- Timbulnya lesi sekunder bervariasi antara 2 hari sampai 2 bulan
setelah lesi awal, tetapi umumnya dalam 2 pekan setelah plak
primer. Erupsi simetris terutama pada badan, leher dan
ekstremitas proksimal. Terdapat 2 tipe utama lesi sekunder: (1)
plak kecil menyerupai plak primer tetapi berukuran lebih kecil,
sejajar dengan aksis panjang lines of cleavage dengan distribusi
seperti pola pohon cemara dan (2) papul kecil, kemerahan,
biasanya tanpa skuama, yang secara bedahap bertambah
jumlahnya dan menyebar ke perifer. Kedua tipe lesi ini dapat
terjadi bersamaan.
- Morfologi lesi sekunder dapat tidak khas, dapat berupa makula
tanpa skuama, papul folikuler, plak menyerupai psoriasis,
maupun plak tidak khas. Daerah palmar dan plantar dapat
terkena dengan gambaran klinis menyerupai erupsi eksematosa.
Pitiriasis rosea tipe vesikular jarang dijumpai, biasanya pada
anak dan dewasa muda. Dapat pula dijumpai varian pitiriasis
rosea bentuk urtikaria, pustular, purpurik,atau menyerupai
eritema multiformis.
3. Diagnosis Banding Pitiriasis rosea tipe papular tanpa plak primer menyerupai sifi lis
sekunder Pitiriasis rosea yang hanya berupa plak primer atau bila
letaknya di daerah inguinal dapat menyerupai tinea korporis
4. Pemeriksaan Tidak diperlukan
Penunjang
5. Penatalaksanaan - Fototerapi efektif pada pitiriasis rosea, namun dapat terjadi
Non Medikamentosa hiperpigmentasi pasca inflamasi.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


17

6. Penatalaksanaan - Pitiriasis rosea adalah penyakit yang hilang sendiri, tidak


Medikamentosa diperlukan terapi bila tanpa komplikasi.
- Kortikosteroid topikal potensi sedang dapat digunakan
sebagai terapi simtomatik untuk pruritus.

7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan 1. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. ln: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,editors.
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8th. New York:
Mc Graw nHill Companies lnc; 2012. p. 458-63.
2. Wood GS, Reizner GT. Other papulosquamous disorders. ln:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3'd ed.
New York Elsevier; 2013. p. 165-7.
3. Paller AS,'Mancini AJ. Papulosquamous and related disorders.
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed. Edinburgh:
Elsevier; 2011. P. 86-7.
4. Sterling JC. Virus infections. ln: Burns T, Breathnach S, Cox Nl
Griffiths C. Rook's Textbook of Dermatology. 8th ed. United
Kingdom: Willey Blaclcwell; 2010. p'33.78-81'

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


18

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PRURIGO AKTINIK (L57.0)


1. Pengertian (Definisi) Erupsi papular atau nodular disertai ekskoriasi dan gatal terutama
di area yang terpajan sinar matahari. Kelainan ini persisten dan
jarang.
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Gambaran klinis:- papul atau nodul disertai ekskoriasi dan
krusta dapat soliter atau berkelompok,gatal
- Tempat predileksi:area terpajan sinar matahari seperti dahi, pipi,
dagu, telinga, dan lengan
- Rasio perempuan:lelaki adalah 2:1
- Awitan pada anak terutama usia 10 tahun.
- Riwayat penyakit prurigo aktinik dalam keluarga
3. Diagnosis Banding Polymorphic light eruption, dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
insecft bites, prurigo nodularis
4. Pemeriksaan Histopatologi: akantosis, spongiosis, eksositosis di epidermis disertai
Penunjang infiltrat limfohistiositik
Cutaneous phototesting
5. Penatalaksanaan Menghindari pajanan sinar matahari
Non Medikamentosa
6. Penatalaksanaan Prinsip: fotoproteksl
Medikamentosa 1. Topikal:
- Tabir surya
- Kortikosteroid potensi kuat untuk mengatasi inflamasi dan gatal
- Fototerapi NB-UVB atau PUVA
- Takrolimus atau pimekrolimus
2. Sistemik:
- lmunosupresif seperti azatioprin dan siktosporin

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


19

7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan 1. Vandergriff TW, Bergstresser PR, Abnormal responses to
ultraviolet radiation: idiopathic, probabty immunologic and
photoexacerbated. ln: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA,Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine.8th New York Mc Graw Hill
Companies lnc; 2012. p.1053-5.
2. Lim HW, Hawk JL.Phorodermatologic disorders. ln: Bolognia
JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rded. New York
Elsevier; 2019. p.1470-1.
3. Paller AS, Mancini AJ. photosensitivity
andphotoreactions.Hunvitz Clinical pediatric Dermatology
4thed.Edinburgh: Etsevie;2011 p.440-1
4. Hawk JL,Young AR, ergusson J. Cutaneous photobiology.ln:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook's Textbook
Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Willey Btackwell; 2010.
p. 29.13-5

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


20

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PRURIGO NODULARIS (L28.1)


1. Pengertian (Definisi) Kelainan kronik ditandai nodul hiperkeratotik dan gatal akibat
tusukan dan garukan berulang.
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Lesi berupa nodul diameter 0,5-3 cm, permukaan
hiperkeratotik
- Sangat gatal
- Predileksi: ekstensor tungkai, abdomen, sakrum
- Dapat terjadi pada semua usla, terutama 20-60 tahun
- Berhubungan dengan dermatitis atopik
3. Diagnbsis banding Perforating disease, liken planus hipertrofik, pemfigoid nodularis,
prurigo aktinik, keratoakantoma multipel
4. Pemeriksaan - Pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, hati dan tiroid untuk
Penunjang mengetahui kelainan penyebab gatal
- Rontgen thorak
- Tes HIV
- Histopatologi: serupa dengan LSK
5. Penatalaksanaan Prinsip: menghambat siklus gatal-garuk
Medikamentosa l.Topikal:
- Kortikosteroid poten
- Antipruritus nonsteroid seperti mentol dan fenol
- Emolien
- Takrolimus
2.Sistemik:
- Antihistamin sedatif atau antidepresan trisiklik
- Sedating serotonin reuptahe inhibitors (SSRIs)
- Kalsipotrien
3. lntervensi
- Triamsinolon asetonid intralesi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


21

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Burgin S. Nummular eczema, lichen simplex chronicus,
and prurigo nodularis. ln: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick's
Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc
Graw Hill Companies lnc; 2012. p. 184-7.
2. Weisshar E, Fleischer AB, Bemhard JD, Croplay TG. Pruritus
and dysesthesia. ln: Bolognia JL, Jorlzzo JL, Schatfer JV.
Dermatology. 3d ed.New York: Elsevier; 2013, p. 114-5

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


22

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PRURITIC URTICARIA PAPULE AND PLAQUE IN PREGNANCY (O26.8)


1. Pengertian (Definisi) Dermatosis pruritus yang terjadi paling sering pada
primigravida pada kehamilan lanjut.
2. Kriteria Diagnostik Klinis:
- Terjadi pada primigravida selama kehamilan lanjut; namun
dapat terjadi lebih cepat
- Polimorfik, lesi dapat berupa urtikaria, vesikular, purpurik,
polisiklik, targetoid, atau ekzematosa.
- Lesi ukuran 1-Z mm plak urtikaria eritematosa dikelilingi halo
pucat yang sempit.
- Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik dalam striae
gravidarum, dan jarang pada periumbilikal.
- Pruritus biasanya pararel dengan erupsi dan terlokalisasi pada
kulit yang terliba
3. Diagnosis banding - Paling sering: pemfigoid gestasionis, atopic eruption of
pregnancy, dermatitis kontak
- Pikirkan: erupsi obat, viral eksantem, pitiriasis rosea, dermatitis
eksvoliativa atau ekzematosa
- Singkirkan: skabies
4. Pemeriksaan - Pemeriksaan laboratorium:tidak menunjukkan abnormalitas
Penunjang - Pemeriksaan histopatologi meliputi parakeratosis, spongiosis,
dan kadang-kadang eksositosis eosinofil
5. Penatalaksanaan Pruritus kadang-kadang sangat mengganggu. Terapi pruritus secara
Medikamentosa simtomatis.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


23

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Karen JK, Pomeranz MK.Skin changes and diseases in
pregnancy. Dalam:FitzpatricKs Dermatology in General
Medicine. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SL, et al. editor.
2. Mc Grew Hill: New York, 2012 p.1204-12 Shornick KJ.
Dermatosis in pregnancy, Dalam: Dermatology. Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rapini RP, editor. Mosby:London.2008 p.398-9.
3. Geraghty LN, Pomeranz MK.Physiologic changes and
dermatoses of pregnancy. lnt J Dermatol 2011; 50: 771-82
4. Bremmer M.The skin disorders of pregnancy: A family
physician's guide. JFP 2010 Feb; 59(2): 89-96

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


24

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
HERPES ZOSTER (B02)
1. Pengertian (Definisi) Herpes zoster (HZ) adalah penyakit yang disebabkan oleh
reaktivasi infeksi laten endogen virus varisela-zoster yang terjadi
setelah infeksi primer.
2. Kriteria Diagnostik  Masa tunas 7-12hari, lesi baru tetap timbul selama +/- 1
pekan, masa resolusi beRlangsung 1-2 pekan
 Gejala prodromal:
Sistemik: demam, pusing, malese
Lokal: nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dsb .
 Timbul eritema yang segera menjadi Vesikel berkelompok
dengan dasar kulit eritematosa dan edema. Vesikel berisi
cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul
dan krusta
 Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai tempat
persarafan
 Bentuk khusus:
 Herpes zoster oftalmikus: timbul kelainan pada mata dan kulit
di daerah persarafan cabang kesatu nervus trigeminus
 Sindrom Ramsay-Hunt timbul gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus dan nausea, juga gangguan pengecapan
 Neuralgia pasca herpes : Nyeri menetap di dermatom yang
terkena setelah erupsi HZ menghilang. Batasan waktunya adalah
nyeri yang masih timbul 3 bulan setelah erupsi kulit
menyembuh. Umumnya nyeri akan berkurang dan . spontan
menghilang setelah 1-6 bulan.
3. Diagnosis Banding 1. lnfeksi virus herpes simpleks
2. Bila terdapat di daerah setinggi jantung, dapat salah diagnosis
dengan angina pektoris pada fase prodromal
3. Dermatitis venenata
4. Pemeriksaan Tidak diperlukan
Penunjang
5. Penatalaksanaan 1. Topikal:
Medikamentosa  Stadium vesikular: bedak salisil 2% atau bedak kocok
kalamin untuk mencegah vesikel pecah.
 Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan kompres
terbuka dengan larutan antiseptik dan krim antiseptik/
antibiotik.
 Jika agak basah atau berkrusta dapat diberikan antibiotik
untuk mencegalr infeksi sekunder
2. Sistemik :

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


25

 Usia < 50 tahun


Umumnya ringan dan sembuh spontan.
Cukup diberikan terapi simtomatik analgetik : asam
mefenarnat 3-4 x 250 - 500 mg/hari , atau dipiron 3 x 500
mg/hari, atau parasetamol 3 x 500 mg/hari ditambah kodein
3 x 10 mg/hari
Bila lesi luas : asiklovir oral 5 x 800 mg/ hari, atau
valasiklovir 3 x 1000 mg/hari
 Usia > 50 tahun
Perjalanan penyakit serlngkali berat
Terapi simtomatik
asiklovir oral 5 x 800 mg/hari selama 7 - 10 hari, atau
valasiklovir 3 x 1000 mg/hari atau famsiklovir 3 x 500
mg/hari bila lesi luas diberikan asiklovir intravena 3 x 10
mg/kgBB/hari selama 5 harl
 Herpes zoster oftalmikus
Asiklovir / valasiklovir sampai 10 hari pada semua pasien
Rujuk ke dokter mata
 Herpes zoster otikus dengan paresis nervus fasialis
Asiklovir/valasiklovir oral 7-14 hari dan kortikosteroid 40-
60 mg/hari selama 1 pekan pada semua pasien
Rujuk THT
 Kemungklnan terjadl neuralgla pasca Herpes zoster
Selain diberi asiklovir pada fase akut, dapat diberikan
antidepresan trisiklik (amitriptilin 10 – 75 mg/hari) sampai
3 - 6 bulan setelah rasa sakit berkurang atau Gababentin
300 mg- dose/hari 4-6 pekan, atau Pregabalin 50-70 mg -
dose/hari 2-4 pekan.
 Vaksinasi
Dosis tunggal direkomendasikan kepada semua yang
berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah memiliki
riwayat terkena varisela ataupun belum. Tidak boleh
diberikan pada pasien imunokompromis

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


26

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolff K, Goldsmith l-A, Freedberg lM, Kazt Sl. Gilchrest BA.
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's Dematology
in general medicine. Edisi F.e-7. New York : Mc Graw-Hill,
2012;2383.
2. Maibach Hl & Grouhi F. Evidence Based Dermatology 2nd ed.
People's Meical Publishing House. USA. 2011;337-345
3. Tami Hendrikz, Philip Malouf, James E. Foy. Vaccines for
Measles, Mumps, Rubella, Varicella, and Herpes Zoster :
lmmunization Guidelines for Adults. J Am Osteopath
AssocOctober 1,2011 vol. 111 no. 10 suppl 6 S10-S12

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


27

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)


(B08.4)
1. Pengertian (Definisi) Penyakit yang disebabkan enterovirus nonpolio, yang paling sering
coxsackie A16 dan enterovirus 71, dan umumnya ditemukan pada
anak-anak.
2. Kriteria Diagnostik Masa inkubasi 3-6 hari. Gejala yang dlkeluhkan
adalah demam, malaise, nyeri perut, dan gejala ISPA.
Kelainan tersering berupa lesi oral multlpel disertai
nyeri di lidah, mukosa bukal, palatum durum, ataupun
orofarlng. Lesl oral diawali makula dan papul
berwarna merah muda yang berkembang mqnjadi
vesikel kecil dengan eritema di sekdlilingnya. Lesi
mudah terkikis, membentuk erosl berwama kunlng
keabuan dikelilingi lingkaran eritematosa. Lesl kulit
muncul setelah lesi oral, terutama dl telapak dan sisi
tangan dan kaki, bokong, dan terkadang genitalia
eksternal serta wajah. Lesi kullt berkembang mirlp
dengan lesi oral. Lesi yang sudah berkrusta akan
sembuh dalam waktu 7-10 hari.
.
3. Diagnosis banding  Herpangina
 Varisela
 Erupsi obat
 Eritema multiforme
 Herpes gingivostomatitis
4. Pemeriksaan Jika epidemik terjadi, dapat dilakukan kultur atau
Penunjang PCR untuk determinasl strain
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
Disarankan isolasi orang yang sedang sakit.
Medikamentosa:
Penyakit ini merupakan penyakit swasirna. Diberikan
pengobatan simptomatik bila perlu.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


28

6. Alur

7. Penelaah Kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolff K, Goldsmith lA, Freedberg lM, Kazt Sl, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology ln general medicine. Edisi ke-8. New York
: Mc Graw-Hill, 2012;2360-2562
2. Zhang Y, Zhu Z, Yang W et al. An emerging
recomblnant human enterovirus 71 responsible for the
2008 outbreak of Hand Foot and Mouth Disease in
Fuyang city of China. Vlrology Joumal2010, 7:94
3. Wong SS, Yip CC, Lau SK, Yuen lff. Human
enterovirus 71 and hand, foot and mouth disease.
Epidemiol lnfect 2010; 1 38: 1071-89.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


29

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

KANDIDIAStS / KANDIDOSIS
(B37)
1. Pengertian (Definisi) Kandidiasis (USA) atau kandidosis (Eropa) merupakan
kelompok penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Candida albicans atau oleh spesies lain genus
Candida. Organisme tersebut pada umumnya dapat menginfeksi
kulit, kuku, membran mukosa, dan saluran cerna, tetapi dapat
juga menyebabkan penyakit sistemik.
Klasifikasi:
 Kandidiasis kutis (lCD 10 : 837.2)
 Kandidiasis oral (lCD 10 : 837.0)
 Kandidiasis vulvovaginal (lCD 10 : 837.3)
 Kandida balanitis/ balanopostitis (lCD 10 : 837.4)
 Kandidiasis kuku (lCD 10 : 837.2)
 Kandidiasis mukokutan kr6nik (lCD 10 : P37.5)
 Kandidiasis diseminata (lCD 10 : 837.8)
2. Kriteria Diagnostik 1. Kandidiasis kutls
.
 Dapat ditemukan pada semua umur usia, mengenai
daerah intertrjginosa yang lembab dan mudah
mengalami maserasi, misalnya: sela paha, ketiak,
sela jari, infra mamae, atau sekitar kuku, dan juga
dapat meluas ke bagian tubuh lainnya,
 Kulit tampak bercak eritematosa berbatas tegas,
bersisik, basah, dikelilingi oleh lesi satelit berupa
papul, vesikel dan pustul kecil di sekitarnya.

2. Kandidiasis mukosa
Merupakan infeksi oportunis, dapat berupa:
Kandidiasls oral :
.
 Kandidiasis pseudomembran akut (thrush):
Bercak berwarna putih (pseudomemban) tebal, diskret
atau konfluen pada mukosa bukal, lidah, palatum,dan
gusi
 Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa): Bercak
halus (papila lidah menipis) tertutup oleh
pseudomembran tipis pada permukaan dorsal lidah
Dapat disertai rasa panas atau nyeri..
 Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis): Mukosa
palatum yang kontak dengan gigitarnpak edematosa dan
eritematosa, benifat kronik

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


30

Dapat dijumpai keilitis angularis.


 Keilosis kandidal (keilitis angularis/perleche):
Pada sudut mulut tampak erltema, fisura,
maserasi yang terasa nyeri.

Kandidiasis area genitalia:


- Kandidiasisvulvovaginal:
Keluhan: Duh vagina berwarna putih susu, disertai rasa
gatal dan panas, kadang disuria Pemeriksaan: tampak plak
berwarna putih, dasar eritematosa, pada dinding vagina
disertai edema di sekitarnya yang dapat meluas sampai
ke labia dan perineum

- Balanitis dan balanopostitis kandida:


Keluhan: kulit penis tampak eritematosa, panas transien,
muncul setelah hubungan seksual Pemeriksaan: Papul
atau paputopustul 'rapuh pada glans penis atau sulkus
koronarius penis

3. Kandidiasls kuku
Tampak perubahan kuku sekunder, tebal mengeras,
onikolisis, Beau's line dengan diskolorisasi kuku berwarna
coklat atau hijau sepanjang sisi lateral kuku, tidak rapuh,
tetap berkilat dan tidak terdapat debris di bawah kuku.
.
 Paronikia kandida: Tampak kemerahan, bengkak, dan
nyeri pada kuku disertai retraksi kutikula sampai lipat
kuku proksimal, dapat disertai pus.

4. Kandidiasls mukokutan kronik


Merupakan suatu sindrom kandidosis kronik rekuren pada
pasien yang ditandai dengan infeksi resisten terhadap
terapi. Onset sebelum usia 6 tahun.
Merupakan manifestasi akibat defek system imunologi,
umumnya defek imunitas selular. Berupa infeksi yang
luas, eritematosa atau granulomatosa, pada membran
mukosa, kulit dan kuku.
5. Kandidiasis disemlnata
lnfeksi kandida yang meluas secara hematogen dari
orofaring atau saluran cerna, dan melibatkan banyak
organ, kadang ke kulit.
Karakteristik lesi kulit papul-papul eritematosa ver-
diameter 0,5-1 cm, bagian tengah tampak hemoragik
atau pustular, kadang nekrotik. Lokasi lesi pada badan,
ekstremitas, Gejala sistemik: demam dan mialgia
3. Diagnosis Banding Kandidiasis kutis : eritrasma, dermatitis intertriginosa,
dermatofitosis, dermatitis seboroik
Kandidiasis kuku: tinea unguium, brittle nail, tra-chyonychia,
dermatitis kronis
Kandidiasis oral : difteri, leukoplakia, kheilitis, liken planus, infeksi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


31

herpes, eritenra multiforrne


Kandidiasis vulvovagina: trikomoniasis vaginalis, gonore akut.
infeksi genital. nonspesifik, vaginosis bakteri, vaginitis bakteri.
Kandida balanitis/balonopostitis : infeksi bakteri, herpes simplek,
psoriaris, liken planus
4. Pemeriksaan Diperlukan jika klinis tidak khas, dilakukan di tingkat
Penunjang pelayanan lanjut:
Kandidiasis superfisialis :
.
 Pewamaan sediaan langsung kerokan kulit dengan KOH
20% atau Gram : ditemukan pseudohifa
 Kultur dengan agar Saboraud: tampak koloni benwarna putih,
tumbuh dalam 2-5 hari
Kandidiasis sistemik :
.
 Jika ada lesi kulit; dari kerokan kulit dapat dilakukan
pemeriksan histopatologi dan kultur jaringan kulit.

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa
Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi

Medikamentosa
 Kandidiasis kutis
Topikal: Nistatin dan krim lmidazol (mikonazol)
Sistemik : Ketokonazol 1x 200 mg/hari selama 14 hari
Bedak mikonazol selanjutnya dapat untuk pencegahan
.
 Kandidiasis oral :
Nistatin 400.000-600,000 unit,4xlhari selama 14 hari
Solusio gentian violet 1-2% 2x|hari selama 3 hari
Sistemik : Ketokonazol 200400 mg/hari selama 2-5 pekan
atau Flukonazol 150-200 mg dosis tunggal
.
 Kandidiasisvulvovagina:
Topikal:
.
 lmidazol: klotrimazol 500 mg dosis tunggal
 Nystatin intravagina, 1x/hari, selama 10-14 hari. Aman
untuk wanita hamil
Sistemik:
.
 Ketokonazol 1x 200 mg selama S-7 hari
 Flukonazol 150 mg dosis tunggal
 ltrakonazol 2x100 mg, selama 3.hari
Untuk kandidiasis vulvovaginal rekuren ( kambuh >4xlth)
.
 Klotrimazol 500 mg intravagina 1x/pekan selama 3-6
bulan
 Flukonazol 150 mg per oral pada hari 1,4,7(3 hari)

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


32

dilanjutkan 150 mg per pekan selama 3-6 bulan


 Ketokonazol 2x 200 mg/hari selama 14 hari dilanjutkan
1 x 100 mg / hari selama 6 bulan
.
 Balanitis/Balanopostitis kandida :
Topikal : Krim mikonazol 2 x sehan24 pekan
Sistemik :
 Flukonazol l50 mg dosis tunggal
 Ketokon azol 1 x 200 mg /hari selama 7-14 hari

 Paronikia kandida :
Topikal: solusio imidazol : Timol 4% dlm alkohol absolut/
kloroform
Sistemik :
.
 Ketokonazol 1x 200 mg/hari sampai sembuh
 Flukonazol 150 mg/ pekan sampai sembuh

 Kandidiasis kuku
Lihat tinea unguium, tetapi terbinafin tidak efektif.
 Kandidiasls mukokutan kronik
o Flukonazol 100-400 mg/ hari sampai sembuh
o ltrakonazol 200-600 mg/ hari sarnpai sembuh
Dilanjutkan terapi maintenance dengan obat sama
selama hldup
 Kandidiasis diseminata
Sistemik: amfoterisin B deoksikolat: 0,7 mgikg BB/hari IV
Pengobatan bekerjasama dengan Spesialis Penyakit Dalam
Alternatif lain: Amfoterisin B liposomal, Flukonazol,
Vorikonazol dengan memperhatikan resistensi spesies
Candida.
6. Bagan Alur

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


33

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Bramono K, Suyoso S, lndriatmi W, Ramali LM, Widaty S,
Ervianty E, edilor. Dalam Dermatomikosis .Superfisialis
edisi ke 2. Jakarta : BP FKUI,2A13; 100-148
2. Wolff K, Goldsmith l-A, Freedberg lM, Kazt Sl, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York :
Mc Graw-Hill, 201 2;2298
3. Sexualty Transmitted lnfection. Management Guidelines
Department of STI Control.2007
4. Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, Filler SG, Dismukes WE,
Walsh TJ, et al . Guidelines for treatment of candidiasis.
Clin lnfect Dis 2004;38:161-89.
5. Roberts DT, Taylor WD, Boyle J. Guidelines for treatment
of onychomycosis. Br J Dermatol ?003;(148):402-410
6. Samaranayake LP, Cheung LK, Samaranayaka YH.
Candidiasis and other fungal diseases of the month
Dermatol Th e r 2002;1 5:25 1-269,

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


34

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

KUSTA (A30)
1. Pengertian (Definisi) Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
basil Mycobacterium leprae yang bersifat obligat intraselular.
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit, selanjutnya
dapat menyebar ke organ lain, kecuali susunan saraf pusat
2. Kriteria Diagnostik Diagnosis didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda
utama) menurut WHO, yaitu:
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula)
atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total
atau sebagian saja terhadap rasa raba, suhu, dan nyeri.
2. Penebalan saraf tepi
Dapat /tanpa disertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf
yang terkena, yaitu:.
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema,
pertumbuhan rambut yang terganggu
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga
dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang
bahan diperoleh dari biopsi saraf.

Diagnosis kusta ditegakkan bila ditemukan paling sedikit satu


tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka
kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu
diamati dan diperiksa ulang 3-6 bulan sampai diagnosis kusta
dapat ditegakkan atau disingkirkan.

Selain tanda kardinal di atas, dari anamnesis didapatkan riwayat


berikut:
 Riwayat kontak dengan pasien.
 Latar belakang keluarga dengan riwayat tinggal di daerah
endemis, dan keadaan sosial ekonomi
 Riwayat pengobatan

Pemeriksaan fisik meliputi:


.
 lnspeksi: Dengan pencahayaan yang cukup (sebaiknya
dengan sinar oblik), lesi kulit (lokasi, morfologi) harus
diperhatikan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


35

 Palpasi
- Kelainan kulit nodus, infiltrat, jaringan parut, ulkus,
khususnya pada tangan dan kaki.
- Kelainan saraf: pemeriksaan saraf tepi (pembesaran,
konsistensi, nyeri tekan, nyeri spontan)
.
 Tes fungsi saraf:
- Tes sensoris: rasa raba, nyeri, dan suhu
- Tes otonom
- Tes motoris; Voluntary muscle test (VMT)
3. Diagnosis Banding Lesi kulit
.
 Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea
versikolor,pitiriasis alba, morfea dan parut
 Plak eritema : tinea korporis, lupus vulgaris, lupus
eritematosus, granuloma anulare, sifilis sekunder,
sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis fungoides
 Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, penyakit
Raynaud & Buerger
Gangguan saraf
Neuropati perifer: neuropati diabetik, amiloidosis saraf trauma
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang .
 Bakterioskopik : sediaan kerokan jaringan kulit dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen
 Biopsi / PA
 Lain-lain: pemeriksaan serologi
5. Komplikasi  Komplikasi imunologis : reaksi reversal, reaksi eritema,
nodosum leprosum
 Komplikasi neurologis : ulkus, claw hand, drop hand, drop
foot, kontraktur, mutilasi, absorbsi
6. Penatalaksanaan 1. Medikamentosa
Pengobatan kusta adalah Multi Drug Treatmenf (MDT), standar
WHO (2012)

Lama pengobatan : diberikan sebanyak 6 dosis yang diselesaikan


dalam 6-9 bulan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


36

Lama pengobatan : diiberikan sebanyak 12 dosis yang diselesaikan


dalam 12-18 bulan

MDT alternatif
.
Bila pasien tidak dapat minum rifampisin karena efek samping dan
atau menderita penyakit penyerta seperti hepatitis kronis, diberikan
klofazimin 50 mg/hari bersama dengan 2 obat berikut ofloksasin
400 mg/hari, minosiklin 100 mg/hari atau klaritromisin 500 mg/hari
selama 6 bulan. Dilanjutkan dengan klofazimin 50mg/hari, ofloksasin
400 mg/hari atau minosiklin 100 mg/hari selama 18 bulan.
Bila terjadi toksisitas terhadap DDS, seperti sindrom dapson, pada
pasien MH tipe PB, DDS diganti klofazimin dengan dosis sama
dengan MDT tipe MB selama 6 bulan. Pada pasien MH tipe
MB, MDT tetap dilanjutkan tanpa DDS selama 12 bulan
Bila pasien menolak pemberian klofazimin, maka
klofazimin dalam MDT 12 bulan dapat diganti dengan ofloksasin
400 mg /hari atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan, atau
rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasin 400 mg/bulan dan minosiklin
100 mg/bulan (ROM) selama 24 bulan

2. Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk pasien kusta dengan:
.
 Efek samping obat berat
 Bila disertai reaksi reversal atau ENL berat
 Pasien dengan keadaan umum buruk (ulkus, gangren)
 Pasien dengan_rencana tindakan operatif

3. Nonmedikamentosa
 Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, tindakan bedah
penggunaan protese, dan terapi okupasi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


37

 Rehabilitasi nonmedik, meliputi: rehabititasi mental karya,


dan social
 Penyuluhan kepada pasien, keluarga dan masyarakat

REAKSI KUSTA
1. Pengertian (Definisi) Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit yang sebenernya sangat kronik. Reaksi kusta terdiri dari
tipe 1 (reaksi reversal) dan tipe 2 (eritema nodosum leprosum)
2. Klinis Perbedaan reaksi tipe 1 dan tipe 2 dapat dilihat pada tabel berikut :

Reaksi berat ditandai salah satu dari gejala berikut :


 Adanya lagoftalmos baru terjadi dalam 3 bulan terakhir
 Adanya nyeri raba saraf tepi
 Adanya kekuatan otot berkurang dalam 6 bulan terakhir
 Adanya makula pecah atau nodus pecah
 Adanya makula aktif (meradang) diatas lokasi saraf tepi
 Adanya gangguan pada organ lain
3. Penatalaksanaan 1. Penanganan Reaksi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


38

Prinsip pengobatan reaksi ringan


 Berobat jalan
 Pemberian analgetiUantipiretik, obat penenang bila perlu
 MDT diberikan terus dengan dosis yang sama*
 Menghindari / menghilangkan faktor pencetus
 lmbolisasi organ tubuh yang terkena neuritis
Prinsip pengobatan reaksi berat
 Pemberian analgeti/antipiretik, obat penenang bila perlu
 MDT tetap diberikan dengan dosis yang sama'
 Menghindari / menghilangkan faktor pencetus.
 Memberikan obat anti reaksi: Prednison, Lamprene,
talidomid (bilatersedia)
 Bila ada indikasi rawat inap pasien dikirim ke rumah
sakit

2. Obat anti reaksi terdiri dari :


 Prednison
Cara pemberiannya:
- 2 pekan pertama: 40 mg/hari (1x 8 tab) pagi hari sesudah
makan
- 2 pekan kedua: 30 mg/hari (1xn6 tab) pagi hari sesudah
makan
- 2 pekan ketiga: 20 mg/hari (1xn4 tab) pagi hari sesudah
makan
- 2 pekan keempat: 15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari sesudah
makan
- 2 pekan kelima: 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari sesudah
makan
- 2 pekan keenam: 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah
rnakan
Bila diperlukan dapat digunakan kortikosteroid jenis lain dengan
dosis yang setara dan penurunan dosis secara bertahap juga.

 Lampren
Obat dipergunakan untuk penanganan/pengobatan reaksi
ENL ygng berulang-ulang dan tergantung steroid.
Cara pemberian:
- 1 x 300 mg/hari selama 2 bulan, dilanjutkan
- 1x 200 mg/hari selama 2 bulan, dilanjutkan
- 1x100 mg/hari selama 2 bulan :
Bila terdapat keluhan keluhan gastrointestinal, dapat diberikan
dengan dosis terbagi
 Thalidomid, bila obat ini tersedia ( hanya untuk reaksi tipe 2)

RELAPS
1. Pengertian (Definisi) Relaps adalah timbulnya tanda dan gejala kusta pada pasien
yang telah menyelesaikan pengobatan yang adekuat, baik selama
masa pengawasan maupun setelahnya. Pengobatan harus sesuai

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


39

dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dan dihentikan oleh


petugas yang berwenang
2. Diagnosis  Anamnesis
1. Riwayat pengobatan MH sebelumnya: pernah mendapat terapi
MDT dan dinyatakan telah RFT yang ditentukan oleh wasor
atau dokter kusta yang berwenang
2. Terdapat lesi baru dan/atau gangguan sensibilitas baru
dan/atau perluasan gangguan yang sudah ada sebelumnya,
dan/atau pembesaran saraf baru.
3. Telaah hasil pemeriksaan lab sebelumnya (slit skin smear,
histopatologi, dan serologi)

 Pemeriksaan status dermatologikus:


1. Relaps pada kasus PB:
.
 Lesi kulit sebelumnya memperlihatkan tanda aktif
kembali, seperti adanya infiltrasl, eritema bertambah
luas, atau tampak adanya lesi satelit. Seringkali jumlah
lesi juga bertambah.
 Terdapat pembesaran saraf dan nyeri disertai dengan
bertambah luasnya daerah lesi yang mengalami anestesi
danlatau disertal deflsit motorik.
 Dapat ditemukan keluhan nyeri/sakit pada lokasi
sepanjang saraf perifer tanpa bukti-bukti kerusakan
saraf.
 Dapat terjadi neural rclapse yaitu terjadinya relaps yang
hanya mengenai saraf tanpa kelainan kulit.
 Spektrum klinis MH dapat berubah ketika relaps.
2. Relaps pada kasus MB:

 Lesi infiltrasl di dahi, punggung bawah, dorsum manus


/pedis dan bagian atas bokong. Dapat ditemukan papul dan
nodul kemerahan, mengkilap, lunak tanpa atau dengan
infiltrasl padalokasi-lokasi
 di atas. Dapat ditemukan nodul subkutan pada daerah
lengan bagian belakang dan paha bagian anterolateral.
 Pada saraf dapat ditemukan edema nodular sepanjang saraf
kutaneus dan perifer yang menyertai penebalan dan/atau
nyeri saraf baru dengan gangguan fungsi.
 Lesi pada relaps terbentuk dalam waktu berbulan-bulan.
Pada kasus MH yang sebelumnya melibatkan mata, dapat terjadi
relaps pada iris atau yang lebih jarang terbentuk lepromata.
Dapat pula ditemukan lesi pada daerah mukosa berupa papul atau
nodul di palatum durum, bagian dalam bibir, dan glans penis

3. Kriteria Diagnosis Kriterla diagnosis MH relaps:


1. Kriteria klinis (peningkatan ukuran dan perluasan lesi yang
sudah ada, timbul lesi baru, tirnbul eritema dan infiltrasi
kembali pada lesi yang sudah membaik, penebalan atau nyeri

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


40

saraf)
2. Kriteria bakteriologis: dua kali pemeriksaan BTA positif (selama
periode pengobatan) pada pasien yang sebelumnya BTA negatif
pada lokasi mana saja. Atau jika terdapat peningkatan Bl 2+
alau lebih dibandingkan dengan pemeriksaan Bl sebelumnya
pada 2 lokasi, dan tetap positif pada pemeriksaan ulang. Hal ini
dikatakan relaps jika pasien sudah menyelesaikan terapi MDT
sebelumnya (WHO)
3. Kriteria teurapetik: untuk membedakan dengan RR, dapat
dilakukan sbb: pasien diterapi dengan prednison/-prednisolon
(1kg/kgbb). Jika RR, maka akan terdapat perbaikan klinis
secara berangsur dalam 2 bulan. Jika tidak ada perbaikan gejala
atau hanya sebagian membaik atau justru lebih bertambah,
dapat dikatakan tersangka relaps.
4, Kriteria histopatologis: muncul kembali granuloma pada
kasus PB dan meningkatnya infiltrasi makrofag disertai
dengan ditemukannya basil solid serta peningkatan Bl pada
kasus MB.
5. Kriteria serologis: pada kasus LL, pengukuran antibody
PGL-1 lgM merupakan indikator yang bagus untuk
terjadinya relaps

Catatan : 3 kriteria pertama sudah cukup untuk menegakkan diagnosis


relaps
No Gejala Reaksi Tipe 1 Relaps
(Reaksi reversal)
1. Interval/onset Umumnya dalam 1 tahun atau
4 pekan – 6 bulan lebih setelah RFT:
pengobatan atau dalam PB: 3 tahun pada
6 bulan setelah RFT non lepromatosa
Pada reaksi berulang Borderline: 5 tahun
sampai 2 tahun setelah MB: 9 tahun
RFT
2. Timbulnya Mendadak, cepat Lambat bertahap
gejala
3. Tipe kusta BT, BB, BL Semua tipe
4. Lesi lama Beberapa atau seluruh Eritema dan
lesi menjadi berkilap, plak di tepi lesl.
eritematosa, dan Lesi bertambah
bengkak; nyeri tekan dan meluas.
(+); konsistensi lunak.
Terjadi perubahan tipe
ke arah yang lebih
baik; edema tangan dan
kaki
5. Lesi Baru Jumlah beberapa, Jumlah banyak
morfologi sama
6. Ulserasi (+) pada reaksi berat (-)
7. Keterlibatan Neuritis akut yang Terjadi
saraf nyeri; ada nyeri keterlibatan
spontan; abses saraf; saraf baru;
tiba-tiba ada paralisis tanpa nyeri

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


41

otot disertai meluasnya spontan; nyeri


gangguan sensoris tekan (+);
gangguan
motoris dan
sensoris terjadi
lambaUperlahan
8. Gangguan Mungkin (+) Mungkin (+)
sistemik
9. BTA Terjadi penurunan IB mungkin (+) pada
lB,peningkatan bentuk pasien dengan IB
granuler yang
sebelumnva (-)
10. Tes lepromin Reaksi Fernandez (+) Hasil tes tergantung
pada tipe BL dan BB tipe saat relaps
yang menjadi secara
berurutan menjadi BB
dan BT
11. Respons Excellent Lesi membaik Respons tidak
terhadap dalam 2-4 pekan; tetap ada atau
pemberian membaik dengan sedikit
steroid pengobalan 2 bulan.
4. Penatalaksanaan Pasien diobati MDT sesuai hasil pemeriksaan dan tipe relaps
yang ditemukan pada saat itu.
5. Alur

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


42

6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


7. Kepustakaan 1. Freedberg lM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmitn
tn, Kazt Sl, editor. Dalam : FitzpatricKs Dematclogy in
general medicine. Edisi ke-7 New York : Mc Graw-Hill,
2012.
2. Jopling WHJ., Mc Doughall AC. Handbook of Leprosy.
Edisi ke-S. New Delhi; CBS publishers & Distrubutors,1988.
3. Brycesson A., Pflalzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3.
London; Churchill Livingstone, 1990.
4. The lnternational Federation of Anti Leprosy Association
(ILEP), 2002. 234 Blythe Road London, W14 OHJ, Great
Britain. How to Diagnose and Treat Leprosy. Learning
Guide One.
5. The lntemational Federation of Anti Leprosy Association
(ILEP), 2002. How to recognize.and manage Leprosy
Reaction,234 Blythe Road London, W14 OHJ, Great Britain.
Learning Guide Two.
6. Daili ES, Menaldi SL, lsmiarto SP, Nilasari H, penyunting.
Kusta, edisl ke-2. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2003.
7. IAL Textbook of Leprosy. Kar and Kumar editors. 1't
edition. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd New
Delhi, St Louis 2010
8. WHO Expert Committee on leprosy, eighth report (WHO
Technical, Report Series ; no 369) ,2012
9. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta.
Direktorat Jenderal Pengandalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan 2013

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


43

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

MOLUSKUM KONTAGIOSUM (B08.1)


1. Pengertian (Definisi) Moluskum kontagiosum ( MK ) ialah penyakit infeksi kulit
yang disebabkan oleh Poxvirus.
2. Kriteria Diagnostik  Terutama menyerang anak usia sekolah, dewasa muda
yang aktif secara seksual, dan pasien imunokompromais.
 Masa inkubasi berlangsung satu beberapa pekan.
 Tidak ada keluhan.
 Kelainan kulit berupa papul khas berbentuk kubah, di
tengahnya terdapat lekukan (delle), Jika dipijat akan
tampak keluar massa berwarna putih seperti nasi yang
merupakan badan moluskurn. Kadang berbentuk
ientikular dan benruarna putih seperti lilin,
 Dapat terjadi infeksi sekunder sehingga timbul supurasi.
 Lokasi: muka, badan, dan ekstremitas
3. Diagnosis Banding Veruka, granuloma piogenik, melanoma amelanotik, karsinoma sel
basal, varisela, epitelioma, papiloma. Pada pasien
imunokompromais perlu dipikirkan infeksi jamur yaitu
kriptokokosis, histoplasmosis, dan penisilosis
4. Pemeriksaan Biasanya tidak diperlukan.
Penunjang Pemeriksaan Giemsa terhadap bahan massa putih dari bagian
tengah papul menunjukkan badan inklusi moluskum di dalam
sitoplasma.
Pemeriksaan histopatologik dilakukan apabila gambaran lesi tidak
khas MK. Tampak gambaran epidermis hipertrofi dan hiperplasia.
Di atas lapisan sel basal didapatkan sel membesar yang
mengandung partikel virus disebut badan moluskum atau Hen
derson-Paterson bodies
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
Penjelasan/penyuluhan pada orangtua pasien:
 Tanpa pengobatan, MK dapat sembuh sendiri dalam
beberapa bulan/tahun. Tetapi dalam kurun waktu tersebut
dapat meluas ke seluruh tubuh dan menularkan ke orang
lain, timbul infeksi sekunder, serta menimbulkan gangguan
kosmetis.
 Moluskum dapat diobati dengan obat topikal, tetapi
memerlukan ketekunan dan kesabaran serta memakan waktu
lama

Medikamentosa:
1. Tindakan bedah kuretase/enukleasi :
 Lesi kulit dibersihkan dengan alkohol 70 %

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


44

 Bila perlu diberi anestesi krim EMLA 5% dioleskan pada


tiap lesi, tutup plester dan dibiarkan 1-2 jam
 Dengan memakai pinset mata, lesi moluskum dijepit agar isi
keluar, atau dengan ujung scalpel no 11 untuk membuka
papul dan mengeluarkan isi papul.
 Luka diolesi dengan salep antibiotik
 Tindakan terapi beku/nitrogen cair diulang dengan interval 3
pekan
2. Terapi Topikal
 Kantaridin (0,7% atau 0,9%) dioleskan pada lesi dan
dibiarkan.selama 3-4 jam, setelah itu dicuci. Dalam 1-2 hari
timbul lepuh yang akan pecah menimbulkan
erosi/ekskoriasi. Dapat diberikan salap antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder. Dapat dilakukan sebulan sekali
sampai tidak ada lesi lagi.
 Podofilin (10%-25% dalam bentuk resin) atau
(0,3% atau 0,5% dalam bentuk krim).
Dioleskan pada tiap lesi sepekan sekali
 Krim imikuimod 5 % 3-5 kali/pekan
 Gel retinoid 0,1%
 Pasta perak nitrat
 Asam trikoloroasetat (25% - 35%)
 Sidovovir topikal (gel 1 %, 3% atau krirn 1%,3%)
 Kalium hidroksida (10%) 2 kali/hari selama 30 hari atau
sampai terjadi inflamasi dan ulserasi di permukaan papul
 Campuran asam salisilat dan asam laktat topikal
 Krim adapalen 1% selama 1 bulan
 Pulsed dye laser. pulsa ganda untuk tiap lesi menggunakan
sinar laser 585 nm lebar pulsa 450 usec dan 5 mm spot
size pada 6,8-7,2 J/cm2.
3. Terapi Sistemik :
Sirnetidin 2040 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis dengan dosis
maksimal 800 mg 3x/hari
Terapi sistemik yang hanya diberikan untuk pasien
imunokompromais:
sidovovir oral
interferon-q sub kutan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


45

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Lee R. Schwartz RA. Pediatric molluscum contagiosum:
Reflections on the last challenging pox virus infection.
Part1. Cutis 2010; 86: 230-6.
2. Lee R. Schwartz RA. Pediatric molluscum contagiosum:
Reflections on the last challenging pox virus infection.
Part2. Cutis 2010; 86:287-92.
3. An update on the clinical management of cutaneous
molluscum contagiosum. Skin Therapy Lett 2014; 19: 5-8.
4. Nguyen HP, Franz E, Stiegel KR, et al. Treatment of
molluscum contagiosum in adult, pediatric, and
immunodeficient populations. J Cutan Med Surg 2014;
18:1-8.
5. Olsen JR, Gallacher J, Piguet V, Francis NA.
Epidemiology of molluscum contagiosum in children: A
systematic review. Fam Pract 2A14;31: 130-6.
6. Chen X, Anstey AV, Bugert JJ. Molluscum contagiosum
virus infection. Lancet lnfect Dis 2013;13:877-88

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


46

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PIODERMA (L08.0)
1. Pengertian (Definisi) Pioderma adalah istilah yang digunakan untuk infeksi kulit dan
jaringan lunak yang disebabkan oleh bakterl piogenik, yang
paling sering adalah S. aureus dan Streptokokkus β-hemolitik
grup A antara lain S. pyogenes.
Terdapat 2 bentuk pioderma:
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada epidermis
 lmpetigo nonbulosa
 lmpetigo bulosa
 Ektima
 Folikulitis
 Furunkel
 Karbunkel

2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan dermis


 Erisipelas
 Selulitis
 Flegmon
 Abses multipel kelenjar keringat
 Hidradenitis
2. Kriteria Diagnostik Pioderma superfisialis
Gejala konstitusi tidak ada.
a. lmpetigo nonbulosa
Tempat predileksi: daerah wajah, terutama di sekitar nares dan
mulut
Lesi awal berupa vesikel atau pustul berdinding tipis yang
mudah pecah membentuk krusta tebal kekuningan (honey
colour). Lesi dapat melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit
disekitarnya.
Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi.
b. lmpetigo bulosa
Tempat predileksi: daerah intertriginosa (aksila, inguinal,
gluteal), dada dan punggung
Vesikel-bula kendor, berisi cairan jernih; dapat timbul bula
hipopion di atas kulit normal.
Tanda Nikolsky negatif.
Bula pecah meninggalkan skuama anular dengan bagian tengah
eritematosa (kolaret) dan cepat mengering
c. Ektima
Merupakan bentuk pioderma ulseratif yang disebabkan oleh
S. aureus dan atau Streptococcus grup A.
Predileksi: ekstremitas bawah atau daerah terbuka

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


47

Ulkus dangkal tertutup krusta tebal dan lengket, berwarna


kuning keabuan kotor.
Apabila krusta diangkat, tampak ulkus bentuk punched out,
tepi ulkus meninggi, indurasi, berwarna keunguan.
d. Folikulitis
Merupakan salah satu bentuk pioderma pada folikel rambut dan
jaringan sekitarnya.
Dibedakan menjadi 2 bentuk:
1. Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhar/ impetigo folikular
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila, ekstremitas
bawah, bokong (dewasa).
Terdapat rasa gatal dan panas. .
Kelainan berupa pustul kecil dome-shaped, mudah pecah,
pada folikel rambut, multipel.
2. Folikulitis profunda (sycosts barbae)
Predileksi: dagu, atas bibir.
Nodus eritematosa dengan perabaan hangat, nyeri
e. Furunkel/karbunkel
Merupakan peradangan pada folikel rambut dan jaringan
sekitarnya.
Predileksi: daerah berambut yang sering mengalami gesekan,
oklusif, berkeringat,
misalnya leher, wajah, aksila, dan bokong.
Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya keras, nyeri tekan,
dapat membesar 1-3 cm setelah beberapa hari terdapat fluktuasi,
bila pecah keluar pus.
Karbunkel timbul bila yang terkena beberapa folikel rambut.
Karbunkel lebih besar, diameter dapat mencapai 3-10 cm, dasar
lebih dalam..Nyeri, sering disertai gejala konstitusi. Pecahnya
lebih lambat, sembuh dengan skar.

Pioderma profunda
 Terdapat gejala konstitusi
 Erupsi kulit diikuti rasa nyeri:
1. Erisipelas: merah cerah, infiltrat di bagian pinggir,
edema, vesikel dan bula di atas lesi
2. Selulitis: infiltrat eritematosa difus
3. Flegmon: selulitis dengan supurasi
4. Abses kelenjar keringat: tidak nyeri, bersama miliaria,
nodus eritematosa bentuk kubah
5. Hidradenitis: nodus, abses, fistel di daerah ketiak atau
perineum
6. Ulkus piogenik: ulkus dengan pus
3. Diagnosis Banding 1. lmpetlgo nonbulosa: ektima
2. lmpetigo vesikobulosa:
 Dermatofitosis
 Pemfigus vulgaris
 Staphylococcal scalded skin syndrome
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis:

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


48

a) Pseudofolikulitis barbae
b) Folikulitis keloidal (acne keloidal nuchae)
c) Folikulitis pitirosporum
d) "Hot tub" folikulitis
5. Erisipelas: selulitis
6. Hidradenitis: skrofuloderma
7. Karbunkel
 Akne kistik
 Hidradenitis supurativa
4. Pemeriksaan Bila diperlukan:
Penunjang  Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram
 Kultur dan resistensi spesimen lesi
 Kultur dan resistensi darah bila diduga bakteremia
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
Membatasi penularan: edukasi terhadap pasien dan keluarganya
agar menjaga higiene perorangan yang baik.
Mengatasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid,
misalnya infestasi parasit atau dermatitis atopik
Medikamentosa:
Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan
flegmon dianjurkan rawat lnap.
1. Topikal:
 Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan
permanganas kalikus 1/5000, rivanol 1%o larutan povidon
iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari masing-masing 1 jam
selama keadaan akut
 Bila tidak tertutup pus atau krusta: *salap/krim asam
fusidal 2 %, mupirosin 2 %, neomisin, dan basitrasin.
 Dioleskan 2-3 x sehari, selama 7-10 hari.
2. Sistemik minimal selama 7 hari
First line:
 Kloksasilin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari per oral; anak-
anak 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7
hari.

Pada S.aureus resisten eritromisin


 Amoksisilin dan asam klavulanat dewasa 3 x 250-500
mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
selama 5-7 hari.
 Sefaleksin: 40-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis,
selama 5-7 hari.
 Trimetoprim-sulfometoxazol 160/800mg selama7 hari
 Tetrasiklin 3x250-500 mg terbagi selama 7 hari
 Doksisiklin, Minoksiklin 2x100 mg selama 7 hari

Secong line
 Azitromisin 1 x 500 mg/hari (hari l), dilanjutkan 1 x 250 mg
(hari ll-V)
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis, selama 10 hari

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


49

 Eritromisin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari; anak-anak 20-50


mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari
Kasus yang berat atau infeksi di daerah berbahaya (misalnya
maksila). antibiotik diberikan parenteral.
Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistent
Slaphylococcus auneus (MRSA) pada infeksi berat: vankomisin 1-
2 gram/hari dalam dosis terbagi, intravena, selama 7 hari
Apabila lesi besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan
insisi dan drainase
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil
kultur dan resistensi

Tindakan:
Bila ada abses, dapat dilakukan insisi
6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Gorwitz RJ. A review of community-associated methicillin-
resistant Staphylococcus aureus skin and soft tissue
infections. Pediatr lnfect Dis 2008; 275):1-7
2. Tschachler E, Brockmeyer N, Effendy l, Geiss HK, Harder
S, Hartmann M, et al. Streptococcal infections of lhe skin

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


50

and mucous membranes. JDDG 2007;6:527-532


3. Roberts S, Chambers S. Diagnosis and management of
Staphylococcus aureus infections of the skin and soft
tissue. lnt Med J 2005; 35: 597-105
4. Ki V, Rotstein C. Bacterial skin and soft tissue infections in
adults: A review of their epidemiology, pathogenesis,
diagnosis, treatment and site of care. Can J lnfect Dis Med
Microbiol 2008;19:173-84.
5. Maibach Hl & Grouhi F. Evidence Based Dermatology 2nd
ed. People's Meical Publishing House. USA. 2011;349-352
6. Wolff K, Ooldsmith LA, Freedberg lM, Kazt Sl, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in general medicine. Edisi ke-8.New York :Mc
Graw-Hill,2012;2128-2147

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


51

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PITIRIASIS VERSIKOLOR (B36.0)


1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi oportunistik kulit epidermomikosis, disebabkan
oleh jamur Malassezia sp. (Pitryrosporum orbicuiare / P.ovale)
yang drtandai dengan macula hipopigmentasi ata hiperpigmentasi
dan kadang eritematosa.
2. Kriteria Diagnostik  Penyakit ditemukan pada semua usia, terutama pada usia
20 40 tahun, lesi terutama pada daerah seboroik; tidak
menular, serta ada kecenderungan genetik .
 Keluhan umumnya tidak ada, kadang timbul rasa gatal
terutama bila berkeringat.
 Status dermatologi :
Predileksi lesi terutama di daerah seboroik, yaitu
tubuh bagian atas, leher, wajah dan lengan atas; berupa
bercak hipopigmentasi, eritema hingga kecoklatan,
konfluen dengan skuama halus
3. Diagnosis Banding Sering
 Pitiriasis alba
 Pitiriasis rosea
 Dermatitis seboroik
 Infeksi dermatomikosis
 Leukoderma

Jarang
 Vitiligo
 Psoriasis gutata
 Pitiriasis rubra pilaris
 Morbus Hansen

4. Pemerriksaan  Pemeriksaan dengan lampu Wood : terlihat fluoresensi


Penunjang benryana kuning keemasan.
 Pemeriksaan langsung dengan mikroskop dan
larutan KOH 20%: tampak spora berkelompok dan
hifa pendek.
Spora berkelompok merupakan tanda kolonisasi,
sedangkan hifa menunjukkan adanya infeksi.
 Kultur: tidak diperlukan
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
Hindari suasana lembab, panas, dan keringat berlebih.

Medikamentosa:
1. Topikal

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


52

Obat pilihan : Sampo selenium sulfida 2,5 % atau sampo zinc


pyrithione dioleskan di seluruh daerah yang terinfeksi/ seluruh
badan, 7-10 menit sebelum mandi, sekali/hari atau 3-4 kali
sepekan. Khusus untuk daerah wajah dan genital digunakan
vehikulum solutio atau golongan azol topikal (krim mikonazol
2x/hari).
Alternatif : sampo ketokonazole 2 % dioleskan pada daerah
yang terinfeksi/ seluruh badan, 5 menit sebelum mandi, selama
3 hari berturut-turut, atau terbinafin 1% dioleskan pada daerah
yang terinfeksi, 2x/hari selama 7 hari
2. Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat digunakan
ketokonazol oral 200 mg/hari selama 10 hari.
Alternatif: itrakonazol 200-400 mg/hari selarna 7 hari dan
flukonazol 400mg single dose
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu Wood, dan
pemeriksaan mikologis langsung berturut-turut selang sepekan
telah negatif.
3. Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan dengan topikal
tiap 1-2 pekan atau sistemik ketokonazol
2x200 mg/hari sekali sebulan.
6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Bramono K, Suyoso S, lndriatmi W, Ramali LM, Widaty S,
Ervianty E, editor. Dalam Dermatomikosis Superfisialis edisi
ke 2. Jakarta: BP FKUI,2013: 24-34
2. Wolff K, Goldsmith l-A, Freedberg lM, Kazt Sl, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in general medicine. Edisike-8. New York : Mc

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


53

Graw-Hill, 2012;XA7
3. Lange DS, et all/ Ketokonazol 2 % shampoo in the
treatment of tinea versicolor: A multicentre randomized,
double blind, placebo controlled trial. J A A D,1998; 39
(6):944-950

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


54

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

SKABIES (B86)
1. Pengertian (Definisi) Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoples scabiei var. hominis dan produknya.
Manifestasi klinis skabies meliputi :
.
 Lesi pada tempat infestasi
 Manifestasi kutan hipersensitif terhadap kutu
 Lesi sekunder olek karena garukan
 Lesi sekunder oleh karena infeksi
 Lesi varian : skabies pada bayi, skabies pada orang
bersih, skabies incognito, skabies nodularis, scabies yang
ditularkan hewan, skabies dengan HIV/AlDS, skabies
Norwegia (skabies berkrusta)
2. Kriteria Diagnostik Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok,
Keadaan umum pasien baik
Diagnosis perkiraan (presumtif)
apabila ditemukan trias:
1. Lesi kulit pada daerah predileksi.
 Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis
lurus atau berkelok, warna putih atau abu-abu dengan
ujung .papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi
sekunder timbul pustul atau nodul.
 Daerah predileksi pada tempat dengan stratum
korneum tipis, yaitu: sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak,
areola mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna,
dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
mengenai telapak tangan dan telapak kaki.
2. Gatal terutama pada malam hari (prurifus nocturnal).
3. Terdapat riwayat sakit serupa dalarn satu rumah/kontak.

Diagnosis pasti
Apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya melalui
pemeriksaan penunjang (mikroskopis)
3. Diagnosis Banding  Prurigo.
 Pedikulosis korporis
 Dermatitis atopik
 Papular urtikaria
 Insect bite
4. Pemeriksaan Beberapa cara untuk menemukan terowongan:
Penunjang  Kaca pembesar

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


55

 Tinta cina
 Uji tetrasiklin
 Epiluminescence microscopy (dermatoskopi).
Beberapa cara untuk menemukan tungau:
 Kerokan diambil dari beberapa lesi (papul baru, tidak
eksoriasi) pada tempat predileksi, kemudian diletakkan di
atas gelas obyek, ditetesi KOH/NaC|/ minyak' mineral,
ditutup dengan kaca penutup, lalu diperiksa di bawah
mikroskop.
 Membuat biopsi irisan kulit
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
Penyuluhan higiene perorangan dan lingkungan
Pengobatan secara tepat dan benar, serta seluruh orang yang
tinggal serumah harus serempak mendapat pengobatan.
Medikamentosa :
1. Topikal:
 Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan
selama 8 jam. Dapat diulang setelah satu pekan.
 Salap sulfur 5-10 % dioleskan 3 malarn berturut-turut.
 Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke
1,2,3, dan 8
 Emulsi benzil-benzoat (10%), dioleskan selama 24 jam
penuh
 Gama benzen heksaklorida (gameksan) 1% dalam krim
atau losio, cukup sekali pemakaian, dapat diulang bila
belum sembuh.
2. Sistemik :
 Antihistamin sedative (oral) untuk mengurangi gatal.
 Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotic sistemik.
 lvermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal, 2-3 dosis setiap
8 - 10 hari. Tidak boleh pada anak-anak dengan berat
kurang dari 15 kg, wanita hamil dan menyusui

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


56

6. Bagan Alur

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


57

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg lM, Kazt Sl, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York :
Mc Graw-H ill, 201 2;2569
2. Shimose L, Munoz-Price LS. Diagnosis, prevention, and
treatment of scabies. Curr lnfect Dis Rep. 2013;15'. 426-
31.
3. FitzGerald D, Grainger RJ, Reid A. lnterventions for
preventing the spread of infestation in close contacts of
people with scabies. Cochrane Database Syst Rev. 2014.
doi: 10.1002/14651858.CD009943.pub2.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


58

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

TUBERKULOSIS KUTIS (A18.4)


1. Pengertian (Definisi) lnfeksi pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium
luberculosis (ienis human) atau Mycobacterium atipik
2. Kriteria Diagnostik Gambaran klinis yang paling sering terjadi:
Skrofuloderma
Merupakan infeksi M. tuberculosis pada kulit akibat penjalaran
langsung organ di bawah kulit yang telah terkena tuberkulosis,
tersering berasal dari KGB,tulang atau sendi. '
 Predileksi adalah tempat yang banyak kelenjar getah
bening: leher, ketiak, paling jarang lipat paha, kadang
ketiganya diserang sekaligus.
 Mulai sebagai limfadenitis, mula-mula beberapa
kelenjar, kemudian makin banyak dan berkonfluensi.
 Terdapat periadenitis, menyebabkan perlekatan dengan
jaringan sekitarnya
 Kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak sehingga
konsistensi bermacam-macam: keras, kenyal, lunak (abses
dingin).
 Abses akan memecah membentuk fistel yang kemudian
menjadi ulkus khas: bentuk memanjang dan tidak
teratur, sekitarnya livid, dinding bergaung, jaringan
granulasi tertutup pus seropurulen atau kaseosa yang
mengandung M. tuberculosis.
 Ulkus dapat sembuh spontan menjadi sikatriks/parut
memanjang dan tidak teratur (cord like cicatrices),
dapat ditemukan jembatan kulit (skin bridge) di atas
sikatrik.

Tuberkulosis kutis verukosa


Merupakan kelainan reinfeksi M. tuberculosis, terjadi inokulasi
langsung ke kulit.
 Tempat predileksi: tungkai bawah dan kaki, bokong,
tempat yang sering terkena trauma.
 Lesi biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran
serpiginosa.
 Terdiri atas "wart like' papul / plak dengan halo
violaseous berukuran lentikular di atas kulit
eritemalosa. Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks.

Lupus vulgaris
Merupakan infeksi pada kulit yang disebabkan oleh
M. tuberculosis yang disebarkan secara hematogen

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


59

atau limfogen dari fokus tuberkulosis ekstrakutan (endogen atau


eksogen)
 Tempat predileksi : muka, badan, ekstremitas, bokong
 Kelompok papul / nodus merah yang berubah warna
menjadi kuning pada penekanan (apple jelly colour)
 Bila nodus berkonfluensi terbentuk plak, bersifat
destruktif, sering terjadi ulkus
 Pada involusi terjadi sikatriks

lnokulasi primer (tuberculosis chancre)


Merupakan inokulasi langsung M. tuberculosis pada kulit.
 Predileksi wajah, ekstremitas, daerah yang mudah terkena
trauma
 Dapat berupa papul, nodus, pustul, atau ulkus indolen,
indurasi positif, dan dinding bergaung.

Tuberkulosis miliar kutis


Merupakan infeksi M. tuberculosis pada kulit dengan rute
hematogen darifokus di badan.
 Fokus infeksi pada paru atau selaput otak.
 Pada individu imunosupresif.
 Lesi diseminata seluruh tubuh berupa papul, vesikel, pustul
hemoragik atau ulkus.
 Prognosis buruk.

Tuberkulosis kutis orifislalis


Merupakan infeksi M. tuberculosis yang terjadi secara
autoinokulasi pada periorifisial dan membrana mukosa.
 Terjadi pada pasien dengan tuberkulosis organ dalam.
 Predilkesi sekitar mulut, orifisium uretra eksternum,
perianal.
 Lesi berupa papulonodular yang membentuk ulkhemoragik/
purulen, dinding menggaung, dolen.
 Prognosis buruk.

3. Diagnosis banding Lupus vulgaris


 Morbus Hansen, granumolma fasiale
 Sarkoidosis
Tuberkulosls kutis verukosa
 Kromomikosis
 Veruka vulgaris
 Blastomikosis
Skrofuloderma
 Hidradenitis supurativa, limfogranulomavenereum
Tuberkulosis mllier kutis
 Reaksi obat papuler
Tuberkulosis kutis orifisialis
 KSS
 Stomatitis aphthosa

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


60

4. Pemeriksaan Prinsip: .
Penunjang  Pemeriksaan darah tepi dan LED.
 Tes tuberkulin: PPD-STU hasil positif > 10 mm.
 Pemeriksaan bakteriologik: sediaan apus ditemukan basil
tahan asam (hasil lebih kurang delapan pekan).
 Pemeriksaan histopatologik.

Skrofuloderma
 Pengecatan Ziehl Neelsen dari pus: tampak BTA.
 Kultur atau PCR untuk identifikasi M. tuberculosis.
 Histopatologis bagian tengah lesi tampak massif nekrosis
dan pembentukan abses/tepi abses/dermis terdiri atas
granuloma tuberkuloid

Tuberkulosls kutis verukosa


Tes tuberkulin, kultur, atau PCR untuk identifikasi M. tuberculosis.
Histopatologis: hiperplasia pseudoepiteliomatosa, dengan infiltrat
inflamasi neutrofil dan limfosit.

Lupus vulgaris
 Diaskopi: apple jelly
 Tes tuberkulin, kultur, atau PCR untuk identifikasi M.
tuberculosis.
 Histopatologis: granuloma tuberkel dengan sel epiteloid, sel
raksasa Langhans, dan infiltrat mononuclear

lnokulasl primer (tuberculosis chancre)


 Tes tuberkulin positif setelah afek primer beberapa pekan
 Kultur atau PCR untuk identifikasi M. tuberculosis

Tuberkulosis milier kutis


 Tes tuberkulin umumnya negatif
 Histopatologis: nekrosis jaringan dengan infiltrate
nonspesifik. Basil tuberkel banyak ditemukan

Tuberkulosis kutis orifisialis


 Tes tuberkulin positif kuat
 Histopatologis: bakteri tahan asam banyak ditemukan pada
tuberkel maupun dinding ulkus
5. Penatalaksanaan Medikamentosa
1. Topikal
- Pada bentuk ulkus: kompres kalium permanganas 1/5000
2. Sistemik
 Tahap intensif (dua bulan)
 INH dewasa : 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal
 Rifampisin 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada sat
labung kosong (sebelum makan pagi)
- Anak: 10-20m9/kgBB/hari. Maksimal : 600mg/hari
 Etambutol : 15-25 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


61

- Anak: Maksimal 1250mg/hari


 Pirazinamid: 20-30 mg/kgBB/hari, oral, dosis terbagi
- Anak : 30-40mg/kgBB/hari. Maksimal : 2000mg/hari

Tindak lanjut (empat bulan berikut)


o INH: dewasa 5 mg/kgBB/hari, anak 10 mg/kgBB/hari
(maksimal 300mg/hari), oral, dosis tunggal
o Rifampisin: 10 mg/kgBB/hari, anak 10-20mg/kgBB/hari
(maksimal 600mg/hari), oral, dosis tunggal pada saat
lambung kosong

Kriteria penyembuhan:
Skrofuloderma:
 Fistel dan ulkus menutup
 Kelenjar getah bening mengecil, berdiameter kurang dari 1
cm, dan konsistensi keras
 Sikatriks eritematosa menjadi tidak merah lagi
 Laju endap darah menurun dan normal kembali

Tuberkulosis verukosa
 Tidak dijumpai lesi serpiginosa
 Dijumpai sikatriks tidak eritematosa
 Laju endap darah menurun dan normal kembali.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


62

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Gupta KA, Tu LQ, Dermatophytosis: Diagnosis and
treatment. J Am Acad Dermatol 2006;54:1050-5.
2. Gupta KA, Cooper EA, Ryder JE, Nicol KA, Chow M,
Chaudhry MM. Optimal Management of Fungal lnfections
of the Skin, Hair, and Nails. Am J Clin Dermatol 2004; 5
(4): 225-37
3. Wolff K, Goldsmith 13, Freedberg lM, Kazt Sl, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick's
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York :
Mc Graw-Hill, 2012;2225

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


63

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

VARISELA (B01)
1. Pengertian (Definisi) Infeksi akut oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulitdan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Kelainan pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi
primer virus varisela-zoster dengan karakteristik demam, malese
dan vesikel yang tersebar generalisata.

2. Kriteria Diagnostik  Demam, nyeri kepala, dan lesu, sebelum timbul ruam kulit
 Lesi Berupa macula eritematosa yang dapat berubah menjadi
vesikel “ dewdrop on rose petal appearance”
 Dalam beberapa jam sampai 1-2 hari lesi membentuk krusta dan
mulai menyembuh
 Lesi biasanya mulai dari kepala atau badan berupa macula
eritematosa yang cepat berubah menjadi vesikel
 Lesi menyebar sentrifugal (dari sentral ke perifer) sehingga dapat
ditemukan test baru di ekstremitas, sedangkan di badan lesi sudah
berkrusta
 Pada anak-anak, erupsi kulit terutama berbentuk vesicular :
beberapa kelompok vesikel timbul 1-2 hari sebelum erupsi meluas.
 Jumlah lesi bervariasi, mulai dari beberapa sampai ratusan.
Umumnya pada anak-anak lesi lebih sedikit, biasanya lebih
banyak pada bayi (usia< 1 tahun), pubertas dan dewasa.
 Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bula atau hemoragik
 Selaput lender sering terkena, terutama mulut, dapat jua
konjungtiva palpebra dan vulva.
 Keadaan umum dan tanda-tanda vital ( tekanan darah, frekuensi
nadi, suhu, dsb) dapat memberikan petunjuk tentang berat
ringannya penyakit.
 Status imun pasien perlu diketahui untuk menentukan apakah obat
antivirus perlu diberikan. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa
hal yang dapat membantu menentukan status imun pasien, antara
lain :
Keadaan imunokompromis, misalnya keganasan , infeksi
HIV/AIDS, pengobatan dengan imunosupresan,
misalnyakortikosteroid jangka panjang atau sitostatik, kehamilan,
bayi berat badan rendah akan menyebabkan gejala dan klinik lebih
berat.
3. Diagnosis banding 1. Hand, food and mouth disease : pola penyebaran lebih akral,
mukosa lebih banyak terkena, sel Tzank tidak ditemukan
2. Reaksi vesikuler terhadap gigitan serangga : seringkali

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


64

berkelompok, pola penyebaran akral, berupa urtikaria popular


dengan titik di tengahnya berkelompok, pola penyebaran
akral, berupa urtikaria popular dengan titik di tengahnya.
3. Erupsi obat variseiformis. Sel Tzank tidak ditemukan sel
raksasa bertumpukan inti
4. Lain-lain : dermatitis herpetiformis, pitiriasis likenoides et
varioliformis akut, scabies impetigenisata, moluskum
kontagiosum, impetigo
4. Pemeriksaan  Jarang diperlukan pada varisela tanpa komplikasi
Penunjang  Pada pemeriksaan darah tepi : jumlah leukosit dapat sedikit
meningkat, normal, atau sedikit menurun beberapa hari
pertama
 Ensim hepatik : kadang meningkat
 Sel raksasa berinti banyak dengan pemeriksaan Tzank ;
biasanya positif, tetapi juga ditemukan pada infeksi HSV
 Kultur virus dari cairan vesikel : seringkali poditif pada 3 hari
pertama, tetapi tidak dilakukan karena sulit dan mahal.

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa
 Bila mandi, harus hati-hati agar vesikel tidak pecah
 Jangan menggaruk dan dijaga agar vesikel tidak pecah,
biarkan mongering dan lepas sendiri
 Istirahat pada masa aktif sampai semua lesi sudah mencapai
stadium krustasi
 Rawat bila berat, bayi, usia lanjut dan dengan komplikasi
 Makanan lunak , terutama bila terdapat banyak lesi di mulut.

Medikamentosa
1. Topikal
Lesi vesikuler : diberi bedak agar vesikel tidak pecah, dapat
ditambahkan mentol 2 % atau antipruritus lain Vesikel sudah pecah
/ krusta : antiseptic
2. Sistemik
 Antivirus
Dapat diberikan pada : usia pubertas, dewasa, pasien yang
tertular orang serumah, neonates dari ibu yang menderita
varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari sesudah melahirkan.
Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah timbulnya
erupsi kulit.
Dosis :
Asiklovir
 Bayi/anak : 4x 20-40 mg/kg (maks.800 mg/hr), selama 5-7
hari
 Dewasa : 5x800 mg/ hari selama 5-7 hari
 Valasiklovir, untuk dewasa 3x1 gram/hari selama 7 hari
 Simtomatik
Antipiretik : diberikan bila demam, hindari salisilat karena
dapat menimbulkan sindrom Reye
Antipruritus : antihistamin yang mempunyai efek sedative, atau

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


65

sedative
 Vaksinasi
Diindikasikan kepada semua dewasa yang tidak menunjukkan
adanya Imunitas terhadap varisela, kecuali mereka memiliki
kontraindikasi (alergi, imunodefisiensi parah, kehamilan).
Vaksin diberikan 2 dosis dengan jarak 4 pekan
6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam ; Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. Newyork;McGraw-Hill, 2012;2383.
2. KSHI. Penatalaksanaan Kelompok Penyakit herpes di Indonesia.
Edisi Revisi. Jakarta; 2002
3. Tami Hendrikz, Philip Malouf, james E.Foy Vaccines for Measles,
Mumps, Rubella, Varicella, and herpes Zoster : Immunization
Giudelines for Adults.J Am osteopath AssocOctober 1,2011
col.111 no 10 suppl 6 S19-S12

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


66

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

VERUKA VULGARIS (Common Warts) (B07)


1. Pengertian (Definisi) Penyakit disebabkan berbagai tipe papilomavirus ditandai proliferasi
jinak epitel kutan. Infeksi diawali inokulasi virus ke epidermis melalui
barier epidermal. Maserasi kulit merupakan faktor predisposisi utama.
Pada kasus imunokompromis lesi dapat luas dan rekalsitran.
2. Kriteria Diagnosis Veruka Vulgaris Kutan
Ditemukan lesi kulit tunggal atau berkelompok, bersisik, memiliki
permukaan kasar berupa papul atau nodul yang seperti duri. Lesi
muncul secara perlahan dan dapat bertahan dengan ukuran kecil, atau
membesar. Lesi dapat menyebar ke bagian tubuh lain.

Veruka Vulgaris Mukosa


Lesi umumnya kecil, lunak , berwarna merah muda atau putih.
Biasanya ditemukan di gusi, mukosa labial, lidah, atau palatum
durum. Terkadang dapat pula muncul di uretra dan dapat menyebar ke
kandung kemih. Dapat disebabkan karena kontak seksual.
3. Diagnosis Banding  Kalus dan klavus
 Kista epidermal inklusi
 Keratosis arsenik
 Granuloma Piogenik
 Psoriasis
 Sifilis sekunder
 Karsinoma kunikulatum
 Milkers nodules
 Orf
4. Pemeriksaan Pemeriksaan histopatologi
Penunjang
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
Penularan veruka vulgaris adalah nelalui paparan langsung pada lesi
yang mengandung virus. Hindari paparan langsung.

Medikamentosa :
Prinsip terapi : destruksi sel terinfeksi, dan rekurensi seringkali
terjadi, apapun modalitas yang dipakai
Pemilihan pengobatan bergantung dari lokasi, jumlah dan ukuran,
serta umur dan kooperasi dari pasien.
Pada pasien anak-anak, biasanya tidak diperlukan terapi, karena
biasanya akan regresi dengan sendirinya. Yang harus diperhatikan
adalah virus tersebut dapat menyebar ke orang lain.

Terapi :
1. Agen kaustik seperti : asam salisilat, asam laktik, asam

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


67

triklorasetat, asam retinoat


2. Podofilin (kontraindikasi pada wanita hamil)
3. 5-fluorouracil
4. Bleomisin intralesi
5. Isotretinoin oral
6. Cantharidin

Tindakan :
1. Cryotherapy menggunakan nitrogen cair yang dibubuhi pada
ujung kapas atau tabung semprot
2. Kuretase atau eksisi pada yang tidak respons pada pengobatan
topical
3. Laser
6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolff K, Goldsmith LA,Freedberg IM, Kazt SI,Gilchrest
BA,Pailer AS, Leffell DJ, editor. Dalam : Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8, New York : Mc
Graw-Hill, 2012;2421-2433
2. Chunjun Yang, Shengxiu Liu, Sen yang, Treatment of Facial
Recalcitrant verruca vulgaris with holmium: YAG laser : An
update. Journal of Cosmetic and Laser therapy.2013.15 (1).pp
39-41
3. Federica Dall”Oglio, Valentina D’Amico, Maria R. Nasca,
Giuseppe Micali. Treatment of Cutaneus Warts.Am J
Dermatol 2012 : 13 (2),pp73-96

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


68

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

CUTANEUS LUPUS ERITEMATOSUS SPESIFIK (L93)


1. Pengertian (Definisi) Cutaneus Lupus Eritematosus : merupakan satu bentuk penyakit
lupus eritematosus ringan, kelainan terbatas terutama dikulit,
perjalanan penyakit mulai akut, subakut dan menjadi kronis.
Penyakit ini dapat berkembang lebih lanjut,menyerang multiorgan,
menjadi lupus ertematosus sistemik. (SLE)
Klasifikasi :
LE spesifik : yang terdiri dari
a. LE kutan akut (ACLE)
Localized ACLE, generalized ACLE
b. LE kutan subakut (SCLE)
Annular SCLE, Papulosquamous SCLE
c. LE kutan krinik (CCLE)
Classic discoid LE/DLE (Localized DLE, Generalized DLE),
Hypertropic/verrucous DLE, Lupus profundus/lupus
panikulitis, Mucosal DLE (oral DLE, Conjunctival DLE),
Lupus lumidus, Childblain LE, Lichenoid DLE/ Lichen planus
overlap/ lupus planus

2. Kriteria Diagnosis LE-spesifik :


1. ACLE
 Lokalisata maupun generalisata, tergantung dari
distribusi lesi.
 Area kulit yang terpapar sinar UV
 Hiperpigmentasi paska inflamasi sangat sering terjadi
pada pasien berkulit gelap
 Tidak terjadi jaringan parut kecuali terjadi infeksi
bakteri sekunder
 Lokalisata : classic butterfly rash/ malar rash of SLE;
bisa meliputi daerah dahi, dagu dan daerah V pada
leher, bisa terjadi pembengkakan hebat pada wajah;
diawali dengan macula atau papula pada wajah yang
selanjuntnya saling menyatu dan hiperkeratotik.
 Generalisata serupsi eksantematosa atau morbiliformis
yang tersebar dan seringkali terpusat pada bagian
ekstensor dari lengan dan tangan yang ditandai dengan
ruas –ruas jari yagn terpisah. ACLE yang sangat akut
bisa mencetuskan timbulnya TEN (Toxic Epidermal
Necrolysis) namun sangat jarang terjadi.
2. SCLE
 Makula eritematosa dan atau papula yang kemudian

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


69

menjadi plak papuloskuamosa atau anulare yang


hiperkeratolitik
 Fotosensitif dan timbul pada area yang terpapar sinar
UV
 Biasanya sembuh berupa leukoderma yang mirip
vitiligo dan telangiektasia tanpa jaringan parut yang
bertahan lama bahkan permanen.
 Umumnya terdapat pada area leher, bahu, ekstremitas
superior dan batang tubuh
3. CCLE
 Riwayat perjalanan pernyakit ; kronik gejala
prodromal, gejala subjektif
 Gejala sistemik : demam, nyeri sendi, fotosensitivitas,
rambut rontok
 Tempat predileksi : wajah, scalp, area V pada leher,
bagian ekstensor lengan.
 Morfologi : plak eritematosa, berabatas tegas, uukuran
bervariasi lentikular-numular-sampai plak, skuama
melekat (adheren) bila diangkat tampak sumbatan
keratin folikular, dapat disertai atrofi dengan tepi yang
lebih kemerahan atau dengan zona hiperpigmentasi
4. Diagnosis Banding 1. Dermatitis numularis
2. Dermatitis atopic
3. Pemeriksaan  Pemeriksaan histopatologik (HE) : Penipisan epidermis
Penunjang disertai hyperkeratosis realtif dan sumbat keratin pada muara
folikel. Penebalan membrane basal epidermis, disertai
degenerasi mencair pada sel lapisan basal epidermis, infiltrate
limfositik berbentuk pita dengan sedikit sel plasma dan
histiosit, terutama di sekitar apendiks kulit yang atrofik.
Perubahan degenerasi jaringan ikat terdiri atas hialinisasi,
edema, perubahan fibrinoid, terutama di bawah epidermis,
degenerasi elastotik premature pada kulit yagn terpajan
matahari.
 Pemeriksaan direct immunifluorescence (DIF)/ lupus band test
; ditemukan endapan IgG, IgA, IgM dan komponen
komplemen (C3,C4,Ciq, properdin, factor B dan Membrane
attact complex C5b0C9) terdeposit pada taut dermo-epidermal
berupa pita yang tersusun lurus atau granular kontinyu.
 Pemeriksaan laboratoeium : urin rutin , darah dan sel LE serta
pungsi sumsum tulang.
 Pemeriksaan serologi : kadar ANA dalam serum, anti DsDNA,
anti Sm, C3, TSS (Tes serologi untuk sifilis)
4. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
Hindari pajanan matahari atau menggunakan pelindung matahari
secara fisik dan kimia.
Medikamentosa :
Prinsip :
 Mengendalikan penyakit
 Mencegah perluasaan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


70

 Deteksi dini penyakit menjadi sistemik


1. Topikal
 Kortikosteroid topikal potensi sedang misalnya
triamnisolon asetonid 0,1 % untuk area wajah topikal
steroid potensi superkuat misalnya clobetasol propionate
0,05 % atau bethamethasone propionate 0,05 %
 Kortikosteroid intralesi misalnya triamsinolon asetonid
suspense 2,5-5,0 mg/ml
 Kalsineurin inhibitor : pimecrolimus 1 % dan takrolimus
0,1 % ointment
 Penggunaan tabir surya spectrum luas dan kedap air
dengan SPF > 30
2. Sistemik :
- Klorokuin 2x250 mg/ hari dievaluasi setelah 6 minggu,
diturunkan sesuai dengan perbaikan klinis dan serologis
- Prednison : 20-40 mg/hari sebagai dosis tunggal pagi hari,
dievaluasi diturunkan sesaui dengan perbaikan
klinis/serologis.
- Terapi alternative : siklofosfamid, metotreksat ( pemebrian
harus berhati-hati).

Tindak lanjut :
 Pemeriksaan urin rutin, darah, dan serologi berkala
 Pemantauan efek samping pemakaian kortikosteroid topical
dan sistemik jangka panjang
 Pemantauan pemakaian obat golongan antimalaria (korokuin)
jkangka panjang, ( dapat terjadi efek samping pada mata ).
 Konsultasi ke dokter spesialis mata : pemantauan fotofobia
dan gangguang penglihatan, terutama buta warna
 Konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam konsultan
hematologi dan alergi-imunologi
 Pemantauan pasien menerapkan upaya pencegahan pajanan
sinar matahari.

Komplikasi :
 Ulserasi yang bisa berakibat pada sekunder infeksi
 SLE ( Systemic Lupus Erythematosus)
 TEN
 Post Inflamatory Hiperpigmenattion
 Scarring/ disfigurement
 Kalsifikasi Distrofik
 Hipotrofi kulit
 Lupus Mastitis

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


71

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Costner MI, Sontheimer RD. Lupus Erythematosus, In :
Goldsmith LA, Ktz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff
K, editors. Fitzpatrick,s : Dermatology in General medicine 8th
ed.New York : The mc Graw Hill company, 2012.
2. Winkelmann RR, Kim GK, Del Rosso JQ. Treatmenr of cutaneus
lupus erythematosus : Review and assessment of treatment
benefits based on Oxford Centre for Evidence-based Medicine
criteria. Clin Aesthetic Dermatol 2013:6:27-38

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


72

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

DERMATITIS KONTAK ALERGI (L23)


1. Pengertian (Definisi) Dermatitis kontak alergi (DKA ) ialah dermatitis yang terjadi akibat
pajanan dengan bahan allergen di luar tubuh
Klasifikasi :
 DKA lokalisata
 DKA Sistemik
2. Kriteria Diagnosis  Riwayat terpajan dengan bahan allergen
 Terjadi reaksi berupa dermatitis, setelah pajanan ulang dengan
allergen tersangka yang sama.
 Bila pajanan dihentikan, lesi membaik, sedangkan bila pajanan
berulang lesi memberat
 Gejala subyektif berupa rasa gatal.
 Terdapat tanda dermatitis (akut, subakut,kronik)
 Lesi berupa lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai dengan
bahan penyebab
 Pada DKA sistemik, lesi dapat tersebar luas/ generalisata
 Efloresensi polimorf
3. Diagnosis Banding 1. Dermatitis kontak iritan
2. Dermatitis Numularis (bila berbentuk bulat oval)
3. Dermatitis Seboroik (di kepala)
4. Dishidrosis (bila mengenai tealapak tangan dan kaki)
5. Pemeriksaan  Tes kulit ( tes temple) untuk mencari penyebab
Penunjang  Pada DKA kosmetika, apabila tes temple negative dapat
dilanjutkan dengan tes pakai (use test), tes pakai berulang
( repeated open application test-ROAT)
6. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
 Hentikan pajanan alergen tersangka
 Pada pasien usia produktif, anamnesa tentang kemungkinan
sumber allergen berasal dari tempat kerja. Penilaian
identifikasi allergen (tes temple lanjut dengan bahan-bahan
yang lebih spesifik)
 Penilaian identifikasi allergen (tes temple lanjut dengan
bahan-bahan yang lebih spesifik)
 Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai :
sarung tangan ,krim barier
Medikamentosa :
 Sistemik : simtomatik sesuai gejala dan gambaran klinis
 Gatal : beri antihistamin generasi kedua
 DKA akut derajat sedang-berat, refrakter : dapat ditambah
kortikosteroid oral setara dengan prednisone 20 mg/ hari
dalam jangka pendek (3 hari)

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


73

 Siklosporin oral
 Topikal : sesuai dengan sajian klinis
o Basah (madidans) : beri kompres terbuka (2-3 lapis
kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%.
o Vesikular akut : aluminium sulfat / kalsium asetat
topical
o Kering/kronik/likenifikasi : beri krim kortikosteroid
potensi kuat ( momethasone furoate). Emolien,
inhibitor kalsineurin : takrolimus, pimekrolimus
 Refrakter/ tidak dapat menghindari factor-faktor pencetus :
fototerapi shortwave UVB
Tindak lanjut :
Pada DKA yang mengenai telapak tangan ( hand dermatitis) dapat
sangat menyulitkan untuk melaksanakan tugas sehari-hari sehingga
dianjurkan pemakaian APD sesuai dan pemberian emolien

Komplikasi :
 Infeksi Sekunder (penatalaksanaan sesaui dengan lesi,
pemilihan jenis antibiotik sesuai kebijakan masing-masing
rumah sakit )
Patch test :
 Hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi paska inflamasi
 Hasil positif yang persisten
 Koebner Fenomena pada pasien yang memiliki psoriasis aktif
atau liken planus.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


74

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Castanedo-Tardan MP, Zug KA.Allergic contact dermatitis.In:
Wolff K, Goldsmith LA,Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leddell
DJ.editor.Dalam : Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
Edisi ke-7. New York : Mc-Graw-Hill, 2012.
2. Bourke J, Coulson I, English J.Guidelines for the management of
contact dermatitis : an update. British J Derm 2009.160:946-954.
3. English JCS, Current concept of irritant contact dermatitis. Occup
environ med 2004.61:722-726.
4. Smedley J. Concise guidance : diagnosis, management and
prevention of accuoational contact dermatitis. Clin Med 2010. 5
:487-90.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


75

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

DERMATITIS KONTAK IRITAN (L24)


1. Pengertian (Definisi) Dermatitis Kontak Iritan (DKI) ialah dermatitis yang terjadi sebagai
akibat pajanan dengan bahan iritan di luar tubuh, baik iritan lemah
maupun iritan kuat
Klasifikasi :
 DKI Akut
 DKI Kronik Kumulatif
2. Kriteria Diagnosis  Riwayat terpajan dengan bahan iritan
 Terjadi reaksi berupa dermatitis, pada iritan kuat akan terjadi
dermatitis akut pada pajanan pertama (satu kali), sedangkan
pada iritan lemah akan terjadi dermatitis kronis setelah
pajanan berulang
 Bila pajanan dihentikan, lesi membaik, bila pajanan berulang
lesi bertambah berat.
 Gejala subyektif berupa rasa gatal, terbakar/nyeri
 Teradapat tanda dermatitis (akut,subakut,kronik)
 Lesi lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai dengan luas
kontak bahan penyebab
 Efloresensi monomorf
3. Diagnosis Banding 1. Dermatitis kontak alergi
2. Dermatitis numularis ( bila berbentuk bulay)
3. Dermatitis seboroik ( bila dikepala)
Harus disingkirkan :
Lokalisata :
1. DKA
2. Penyakit Bowen
Diseminata :
1. DKA
2. Sifilis sekunder
3. Cutaneus T Cell Lymphoma
4. Pemeriksaan Tes kulit (tes temple) hanya diperlukan apabila tidak adapat
Penunjang dibedakan dengan dermatitis kontak alergi
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
 Identifikasi dan eliminasi bahan iritan tersangka. Pada pasien
usia produktif, anamnesa tentang kemungkinan sumber iritan
berasal dari tempat kerja.
 Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD) : sarung
tangan, krim barier.
Medikamentosa :
1. Sistemik : simtomatis sesaui dengan gejala dan dsajian klinis
Gatal : beri antihistamin generasi kedua

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


76

Derajat sakit berat : dapat ditambah kortikosteroid oral setara


dengan prednisone 20 mg/ hari dalam jangka pendek (3 hari)
2. Topikal : sesuai dengan sajian klinis
o Basah (madidans) : beri kompres terbuka (2-3 lapis
kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9 %
o Kering : beri krim kortikosteroid potensi sedang
(flusinolon asetonid)
o Emolien dengan bahan dasar petrolatum
o Pimekrolimus sebagai pengganti kortikosteroid topical
potensi lemah
Pada kasus yang berat dan kronis, bisa digunakan Psoralen
+UVA/UVB atau obat sistemik misalnya azathioprine dan siklosporin
Bila ada superinfeksi oleh bakteri : antibiotika topical/sistemik

Tindak lanjut :
Pada DKI Kumulatif yang mengenal telapak tangan (hand dermatitis)
dapat sangat menyulitkan untuk melaksanakan tugas sehari-hari,
sehingga dianjurkan pemkaian APD sesuai dan pemebrian emolien.

Komplikasi :
Infeksi sekunder (terapi infeksi sekunder sesaui dengan klinis dan
pemilihan jenis antibiotik sesauai dengan kebijakan masing-masing
rumah sakit)
6. Bagan Alur

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


77

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Amado A, Sood A, Taylor JS.Irritant contact dermatitis. In :
Wolff K, Goldsmith LA,Kazt SI, Gilchrest BA,Paller AS,
Leffell DJ,editor.Dalam : Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7, New York : Mc Graw-Hill,
2012.
2. Bourke J, Coulson I, English J.Guidelines for the management
of contact dermatitis : an update. British J Derm
2009.160:946-954
3. English JSC. Current concept of irritant contact dermatitis.
Occup environ med 2004.61:722-726.
4. Smedley J.Concise guidance: diagnosis, management and
prevention of occupational contact dermatitis. Clin Med 2010.
5:487-90.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


78

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

ERUPSI KULIT AKIBAT ALERGI OBAT (L27)


1. Pengertian (Definisi) Erupsi kulit akibat alergi obat atau allergic drug eruption adalah
reaksi alergi pada kulit atau mukokutan yang terjadi akibat pemberian
obat sistemik, baik yang masuk ke dalam tubuh secara peroral,
pervaginam, per-rektal, atau parenteral.
Yang dimaksud dengan obat ialah zat yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis, pengobatan, profilaksis. Termasuk dalam
pengertian obat ialah jamu. Perlu diingat bahwa obat topical dapat
pula menyebabkan gejala sistemik akibat penyerapan obat oleh kulit.
Klasifikasi :
a. Bentuk Ringan
1. Urtikaria dengan atau tanpa angioedema
2. Erupsi eksantematosa
3. Dermatitis medikamentosa
4. Purpura
5. Eksantema fikstum (fixed drug eruption/FDE)
6. Eritema Nodosum
7. Eritema multiforme
8. Lupus eritematosus
b. Bentuk berat
1. Pustular eksantema generalisata akut (PEGA)
2. Eritroderma
3. SIndroma Stevens-Johnson (SSJ)
4. Nekrolisis Epidermal Toksisk (NET) atau sindrom Lyell
5. Drug Rash with Eosinophilia and Systemic Symtomps
(DRESS)
2. Kriteria Diagnosis  Riwayat menggunakan obat secara sistemik (jumlah dan jenis
obat, dosis, cara pemberian, lama pemberian, runtutan
pemberian pengaruh paparan matahari) atau kontak obat pada
kulit yang terbuka (erosis, ekskoriasi, ulkus).
 Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu
pemberian obat, apakah timbul segera, beberapa saat atau jam
atau hari. Jenis kelainan kulit yang terjadi antara lain pruritus,
eritema, skuama, urtikaria, lepuh, erosi, ekskoriasi ulkus
maupun nodus.
 Keluhan sistemik
 Riwayat atopi diri dan keluarga, alergi terhadap allergen lain,
serta alergi obat sebelumnya.
 Kelainan kulit umumnya generalisata atau universal, dapat
setempat misalnya eksantema fikstum.
 Jenis kelainan kulit yang lazim pada erupsi yang ringan atau
berat.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


79

3. Diagnosis Banding Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi, misalnya :


1. Eritroderma : dapat disebabkan oleh perluasan penyakit
seboroik dan psoriasis, atau akibat keganasan;
2. Eritema nodosum (EN): EN akibat kusta, deamam rheuma dan
keganasan.
3. Eritema : morbili
4. Purpura : Idiopatik trombositopenik purpura, dengue
hemoragic fever.
5. FDE : eritema multiforme bulosum
6. PEGA : pustular psoriasis
7. SSJ : pemfigus vulgaris
8. NET : kombustio
4. Pemeriksaan Dilakukan secara bertahap setelah tidak ada erupsi kulit ( minimal 6
Penunjang minggu setelah lesi kulit hilang) dan memenuhi syarat uji kulit,
dilakukan di tahap lanjut :
1. Uji tempat tertutup
2. Uji tusuk bila uji temple negative
3. Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif
5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
 Penjelasan kondisi pasien, diminta menghentikan obat
tersangka penyebab.
 Bila pasien sembuh : berikan kartu alergi, berisi daftar obat
yang diduga menyebabkan alergi, kartu tersebut selalu
diperlihatkan kepada petugas kesehatan setiap kali berobat.
 Pasien diberi daftar jenis obat yang harus dihindarinya (obat
dengan rumus kimia yang sama).

Medikamentosa :
Prinsip :
1. Hentikan obat
2. Atasi keadaan umum, terutama pada yang berat untuk life
saving.
3. Berikan obat antialergi yang paling aman dan sesuai.

1. Topikal :
- Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (ikuti prinsip
dermatoterapi)
- Pada purpura dan eritema nodosum tidak perlu
- Eritroderma, SSJ, NET (lihat bab masing-masing)
- Atasi keadaan umum terutama kondisi vital.
- Pada yang ringan : prednisone 30 mg/hari
- Antihistamin : merupakan lini pertama, pada urtikaria dan
pruritus, atau EOA yang disertai rasa gatal. Dapat
digunakan antihistamin sedatif atau nonsedatif.
- Pada eritroderma dan PEGA : prednisone 40-60 mg/hari.
Bila berat : rawat inap (lihat PPM SSJ dan TEN)

Komplikasi :
 Infeksi Sekunder
 Eritrodermi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


80

 Sepsis
6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editor. Dalam : Fitzpatrick”s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke -8. New York : Mc Graw-
Hill,2013.
2. Stern RS, Exanthematosus Drug Eruptions, N Engl J Med
366;26,2012.
3. Joint Council of Allergy, Asthma&Immunology, Drug Allergy
: An Updated Practice Parameter. Annals of Allergy,Asthma
& Immunology vol.105,(10),2010.
4. Warrington R and Silviu-Dan F, Drug allergy.AACI 7(suppl1)
:510,2011.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


81

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

URTIKARIA ( L50)
1. Pengertian (Definisi) Urtikaria merupakan suatu kelompok penyakit/kelainan/kondisi yang
mempunyai kesamaan pola reaksi kulit yang khas yaitu
perkembangan lesi kulit urtikarial yang berakhir 1-24 jam dan/atau
angioedema yang berakhir sampai 72 jam.
Urtikaria diklasifikasikan menjadi 3 grup .
Angioedema merupakan pembengkakan mendadak yang non-pitting
pada kulit, membrane mukosa atau keduanya, termasuk traktus
respiratorius atas dan gastrointestinalis, yang biasanya bertahan
selama beberapa jam sampai 3 hari.

Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria


Grup Sub grup Keterangan
Urtikaria spontan  Urtikaria akut  Wheal spontan <
6 minggu
 Urtikaria kronik  Wheal spontan >
6 minggu
Urtikaria Fisik  Urtikaria kontak  Faktor pencetus :
dingin (cold udara/air/angin
contact urticaria) dingin
 Delayed pressure  Faktor pencetus :
urticaria tekanan vertical
(wheal arising
with a 3-8
latency)
 Urtikaria kontak  Faktor pencetus :
panas (hot contact panas yang
urticaria) terlokalisisr
 Urtikaria solaris  Faktor pencetus :
 Urtikaria factitial/ kekuatan mekanis
urtikaria (wheal muncul
demografik setelah 1-5 menit)
 Urtikaria/  Faktor pencetus :
angioedem misal pneumatic
fibratori hammer.
Kelainan Urtikaria lain  Urtikaria  Faktor pencetus :
angiogenik air
 Urtikaria  Dicetuskan oleh
kolinergik naiknya
temperature tubuh
 Urtikaria kontak  Dicetuskan oleh
kontak dengan
bahan yang

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


82

bersifat
urtikariogenik
 Urtikaria yang  Faktor pencetus :
diinduksi oleh latihan fisik
latihan fisik
(exercise)
2. Kriteria Diagnosis  Urtikaria ditandai secara khas oleh timbulnya wheals dan /
atau angioedema secara cepat . Wheal terdiri atas tiga
gambaran klinis khas yaitu (i) udem di bagian sentral dengan
ukuran bervariasi, hamper selalu dikelilingi oleh eritema, (ii)
disertai oleh gatal atau kadang-kadang sensasi seperti terbakar,
dan berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal biasanya
dalam waktu 1-24 jam.
 Pedoman untuk diagnosis diawali dengan evaluasi rutin
pasien, yang meliputi anamnesis lengkap dan pemeriksaan
fisik, dan menyingkirkan penyakit sistemik berat dengan
pemeriksaan laboratorium dasar. Tes provokasi dan
laboratorium spesifik sebaiknya dilakukan secara individual
dengan didasar penyebab yang dicurigai. Anamnesis
sebaiknya meliputi :
1. Waktu mulai munculnya urtikaria (onset)
2. Frekuensi dan durasi wheals
3. Variasi diurnal
4. Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals
5. Apakah disertai angioedema
6. Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal gatal, nyeri
7. Riwayat keluarga terkait urtikaria, atopi
8. Alergi yang dulu atau saat ini, infeksi, penyakit internal, atau
penyebab lain yang mungkin
9. Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise)
10. Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi, hormone, obat
pencahar (laxatives), suppositoria, tetes mata atau telinga, dan
obat-obat alternative)
11. Makanan
12. Kebiasaan merokok
13. Jenis pekerjaan
14. Hobi
15. Kejadian berkaitan dengan akhir pecan, liburan dan perjalanan ke
daerah lain
16. Implantasi bedah
17. Reaksi terhadap sengatan serangga
18. Hubungan dengan siklus menstruasi
19. Respon terhadap terapi
20. Stress
21. Kualitas hidup terkait urtikaria
 Langkah kedua adalah pemeriksaan fisik pasien, yang
sebaiknya juga meliputi tes dermografisme (terapi
antihistamin harus dihentikan setidaknya 2-3 hari dan terapi
immunosupresi untuk 1 minggu). Lagn
3. Diagnosis Banding Penyakit kulit yang dapat bermanifestasi sebagai lesi urtikaria

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


83

Biasa dijumpai Dermatitis urtikaria


Dermatitis kontak (iritan atau alergik)
Reaksi gigitan arthropoda
Erupsi obat eksantematosa
Mastositosis (anak-anak)
Penyakit bulosa autoimun
 Subepidermal : pemfigois bulosa,
pemfigoid gestasional,
dermatosis IgA linier, EB
akuisita, Dermtitis herpetiformis
Duhring
 Intraepidermal : Pemfigus
herpetiformis
PUPPP (Pruritic Urticarial Papules and
Plaques of Pregnancy)
Small-Vessel Vasculitis (Vaskulitis
Urtikarial)
Jarang Dermatitis progesterone/estrogen
Autoimun
Dermatitis granulomatosa interstisial
Seluliti eosinofilik (Sindrom Wells)
Hidradenitis ekrin neutofilik
Musinosis folikular urticarial-like
4. Pemeriksaan Gambaran histopatologi
Penunjang Pada Pemeriksaan histopatologi didapatkan udem pada dermis atas
dan tengah, disertai dilatasi venula postkapiler dan pembuluh dermis
atas

Tabel 2. Tes Diagnostik Urtikaria


Grup Subgrup Tes Program diagnostic
Diagnostik lanjutan (bergantung
Rutin pada penyebab yang
dicurigai)
Urtikaria Urtikaria akut Tidak ada Tidak ada (kecuali
spontan (kecuali sangat dicurigai pada
sangat riwayat pasien, misal
dicurigai alergi)
pada riwayat
pasien, misal
alergi)
Urtikaria kronik DL, Tes untuk (i)
erythrocyte penyakit infeksi
sedimentatio (misal Helicobacter
n rate pylori), (ii) alergi
(ESR)/C- tipe I, (iii)
reactive autoantibody, (iv)
protein hormone tiroid ,
(CRP), (iv)tes fisik, (v) diet
menyingkirka bebas –
n obat yang pseudoalergen untuk
dicurigai 3 minggu dan
(misal triptase, biopsi
NSAID)

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


84

Urtikaria Urtikaria kontak Tes DL, dan ESR/CRP,


fisik dingin (cold provokasi ( cryoproteins
contact urticaria) dan threshold menyingkirkan
test) dingin penyakit lain,
(balok es, air terutama infeksi
dingin , angin
dingin)
Delayed pressure Tes tekan Tidak ada
urticaria (0,2-1,5
kg/cm2
selama 10
dan 20 mrnit)
Urtikaria kontak Tes Tidak ada
panas ( hot contact provokasi
urticaria) panas dan
threshold test
( air hangat)
Urtikaria solaris UV dan sinar Singkirkan
tampak pada dermatoses lain yang
berbagai diinduksi cahaya
panjang
gelombang
Urtikaria Elisitasi DL, ESR/CRP
factitia/Utikaria dermografis
dermografik me
Kelainan Urtikaria Pakaian Tidak ada
urtikaria angiogenik basah pada
lain temperature
tubuh
diaplikasikan
selama 20
menit
Urtikaria Latihan fisik Tidak ada
kolinergik dan
provokasi
rendam/mand
i air panas
Urtikaria kontak Tes tusuk/ Tidka ada
temple
dibaca
setelah 20
menit
Urtikaria/ Bergantung Tidak ada
Anafilaksis yang pada riwyat
diinduksi oleh tes latihan
latihan fisik fisik dengan /
tanpa
makanan
5. Penatalaksanaan  Nonmedikamentosa : identifikasi dan menghindari
kemungkinan penyebab
 Medikamentosa :
 Prinsip : Atasi keadaan akut terutama pada angioedema
karena dapat terjadi obstruksi saluran napas. Dapat dilakukan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


85

di unit gawat darurat bersama-sama dengan atau dikonsulkan


ke spesialis THT
1. Topikal
 Bedak kocok dibubuhi antipruritus mentol dan kamfer
2. Sistemik
Urtikaria akut :
- Antihistamin (AH) nonsedatif
- Bila dengan AH nonsedatif tidak berhasil, dapat
digunakan hyfroxyzine atau dipenhydramine 25-50
mg qid.
- Angioedema disertai obstruksi saluran napas :
a. Epinefrin dapat mengatasi urtikaria berat atau
angioedema atau jika terdapat edema laring.
b. Kortikosteroid setara Prednison 60-80 mg/ hari
selama 3 hari, dosis diturunkan 5-10 mg/hari.
c. Konsul THT
Urtikaria kronik :
 Terapi lini pertana :
Antihistamin H1 generasi kedua non sedasi (non sedating
second generation H1-AH/nsAH)
 Terapi lini kedua :
Jika gejala menetap selama 2 minggu, antihistamin H1
generasi kedua non sedasi dapat dinaikkan dosisnya
sampai 4x
 Terapi lini ketiga :
Bila gejala masih menetap sampai 1-4 minggu, dosis
regimen terapi nsAH dapat diganti generasi pertama
antihistamin sedasi atau antihistamin non sedasi generas
kedua dengan pilihan menambahkan antagonis leukotrien.
Jika terjadi eksaserbasi gejalan dapat diberikan
kortikosteroid sistemik untuk 3-7 hari
 Terapi lini keempat
Jika gejala masih menetap sampai 1-4 minggu regimen
terapi nsAH dapat dilanjutkan dengan kombinasi
siklosporin, antihistamin H2 non sedasi generasi kedua,
dapson atau omalizumab. Apabila masih terjadi
eksaserbasi gejala, perlu ditambahkan kortikosteroid
sistemik selama 3-7 hari.

Komplikasi :
Kesulitan menelan
Edema laring  kesulitan bernafas kematian

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


86

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Zuberbier T, Bindslev-Jensen C, Canonica W, et
al.EAACI/GA2LEN/EDF guideline : definition, classification
and diagnosis of urticaria. Allergy 2006:61:316-320
2. Zuberbier T.A Summary of the new International
EAACI/GA2LEN/EDF/WAO Guidelines in Urticaria, WAO
Journal 2012:5:S1-S5
3. Kaplan AP, Angioedema, WAO Journal 2008;1;103-113
4. Peroni A, Colato C, Schena D, Girolomoni G, Urticarial
lesions : If not urticaria, what else ? The differential diagnosis
of urticaria. Part I Cutaneus disease.J Am Acad Dermatol
2010;62:541-55
5. Chow S.Management of chronic urticaria in Asia: 2010
AADV consensus guidelines. Asia Pac allergy 2012 : 2:149-
160
6. Kaplan AP, Urticariaand angioedema. Dalam : Wolff K,
Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke 8.
New York: McGraw-Hill 2012; 414-430

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


87

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

PSORIASIS
1. Pengertian (Definisi) Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik residif
ditandai oleh plak eritematosa diatasnya terdapat skuama kasar,
transparan, berlapis-lapis, disertai adanya fenomena tetesan lilin,
Auspitz, dan Koebner.
Psoriasis dapat timbul pada semua usia, tetapi jarang pada usia kurang
dari 10 tahun, sering muncul antara usia 15 dan 30 tahun.
2. Kriteria Diagnosis Tanda dan Gejala klinis
Psoriasis Tipe Plak
 Bentuk psoriasis yang paling banyak
 Plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama berwarna
keperakaan adalah karakteristik tetapi tidak harus ada
 Daerah yang terkena biasanya : siku, lutut, kepala, celah
intergluteal, palmar dan plantar . Kadang-kadang genitalia
juga terkena
Psoriasis gutata
 Onset mendadak dan biasanya terjadi setelah infeksi
streptokokal pada saluran pernafasan atas
 Bentuk seperti tetesan air, plak merah muda dengan skuama
 Biasanya ditemukan pada badan dan ekstremitas
Psoriasis pustularis generalisata dan lokalisata
Generalisata
 Jugaa disebut psoriasis von Zumbusch
 Secara khas ditandai oleh pustule steril yang mengenai
sebagian besar area tubuh dan ekstremitas
 Pada kasus yang berat pustule dapat bergabung dan
membentuk kumpulan pus (lake of pustules)
 Fungsi perlindungan kulit hilang dan pasien rentan terhadap
infeksi, hilangnya cairan dan nutrient
 Sering disertai dengan gejala sistemik misal demam dan
malaise
 Dapat membahayakan kehidupan
Lokalisata
 Pustul terlokalisasi pada palmar dan plantar
 Pustul dapat terletak di atas plak
 Sangat mengganggu karena kesulitan menggunakan tangan
atau kaki
Psoriasis Eritroderma
 Generalisata, berat , eritema yang luas dengan skuama yang
dapat mengenai sampai 100 % luas permukaan tubuh.
 Fungsi perlindungan kulit hilang dan pasien rentan terhadap

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


88

infeksi, temperature tubuh yan gtak dapat terkontrol,


hilangnya cairan dan nutrient
 Sering disertai dengan gejala sistemik yaitu demam dan
malaise.
 Dapat membahayakan kehidupan

Diagnosis
Riwayat penyakit dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat
 Usia awitan bimodal : 16-22 tahun dan 57-60 tahun
 Infeksi, terutama streptokokus dapat memicu atau
mengeksaserbasi penyakit.
 Obat ( misal litium, antimalaria, alcohol, B-blocker) dapat
memicu penyakit
 Riwayat pengobatan dan pembedahan
 Review riwayat keluarga, social dan gejala

Pemeriksaan Fisik
 Diagnosis biasanya dapat dibuat dari penampilan klinis plak
 Inspeksi semua area tubuh terutama permukaan ekstensor,
badan, perineum, kepala, kuku, sendi, serta daerah prominen
lain
Tes diagnosis
 Mungkin diperlukan untuk penyakit yang sulit atau atipik
 Tidak ada petanda serologis atau tes laboratorium yang
patognomonik untuk psoriasis
 Biopsi kulit, studi serologis sifilis, kultur bakteri, HLA typing,
pemeriksaan mikroskopis (KOH), dsb dapat digunakan untuk
membedakan psoriasis dari penyakit yang lain.

3. Diagnosis Banding 1. Sifilis psoriasiformis


2. Dermatitis seboroik
3. Parapsoriasis
4. Pemeriksaan  Bila sangat perlu : biopsy kulit
Penunjang  Pemeriksan ASTO
 Pemeriksaan factor rheumatoid
 Foto rontgen tulang sendi
5. Penatalaksanaan A. EDUKASI PASIEN
 Edukasi terhadap pasien dan keluarga merupakan
kunci penting untuk keberhasilan penatalaksanaan
 Pasien harus disadarkan bahwa terapi hanya akan
mengontrol psoriasis tetapi tidak menyembuhkannya
 Yakinkan pasien bahwa psoriasis banyak dijumpai dan
tidak menular
 Diskusikan berbagai pilihan terapi, efek samping dan
hasil yang diharapkan
 Diskusikan kemungkinan factor penyebab eksaserbasi

PRINSIP TERAPI

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


89

Pilihan terapi sangat individual


Sebagian besar pasien akan mendapat terapi multiple
simultan.
Dokter harus memahami semua pilihan terapi sehingga
terapi yang tepat dapat dipilih untuk masing-masing pasien

Pertimbangan berikut akan mempengaruhi pilihan dan


frekuensi terapi :
 Keparahan, luas permukaan tubuh yang terkena,
region tubuh yang terkena
 Pengaruh psoriasis pada kualitas hidup
 Derajat gangguan psikologis yang disebabkan oleh
penyakit
 Rasio resiko vs keuntungan harus dipertimbangkan
untuk masing-masing rejimen terapi
 Adanya komorbiditas misal penyakit hepar,
hipertensi dihubungkan dengan sindrom metabolic
 Kenyamanan pasien
 Biaya terapi
B. FOTOTERAPI/FOTOKEMOTERAPI
 Fototerapi biasanya digunakan pada pasien dengan
psoriasis gengeralisata sedang sampai berat dengan
luas permukaan tubuh yang terkena > 3 5 (termasuk
psoriasis gutaat) atau terdapat gejala mitigating lain.
 Kontraindikasi : pengobatan radiasi sinar pengion
penyakit denga fotosensitif misalnya lupus
eritematosus, xeroderma pigmentosus, porfiria,
penggunaan obat-obat bersifat fotosensitizer : antara
lain griseofulvin dan diuretika, pasien dengan riwayat
terapi arsenic, pasien melanoma, kanker kulit non
melanoma multipel. Kontraindikasi tambahan untuk
PUVA : penyakit hati, pemakai siklosporin atau
metroteksat, hamil dan menyusui.
 Perhatian khusus : pasien tipe kulit 1-2, atopic
eritroderma (vasodilatasi luas), mudah terbakar, pasien
tidak tahan panas atau tidak kuat berdiri.
 Toksisitas akut : eritema, pruritus, terbakar kulit;
kronis : photoaging, lentigen, telangiektasia, secara
teoritis mempunyai risiko tinggi terhadap keganasan.
Toksisitas tamabahan PUVA : akut : mual dan muntah,
pusing dan sakit kepala, bula, onikolisis akibat sinar,
melanokia; kronis ; fotokarsinogenesis untuk kaukasia
tipe kulit I-III setelah 200 penyinaran
 Lubrikan dan emolien diperlukan untuk meningkatkan
dayaguna fototerapi
 Jika memungkinkan, kulit yang tidak disinar harus
dilindungi dengan tabir surya
 Lindungi daerah payudara, ocular, dan genital selama
sesi fototerapi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


90

 Monitoring : sebelum terapi : penapisan kanker kulit,


katarak, dan pada masa terapi evaluasi kulit
keseluruhan, awasi efek samping
Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)
 Efek :: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu terapi,
kulit bersih (clearance ) dapat tercapai setelah 20-30 terapi,
terapi pemeliharaan (maintenance) dapat memperpanjang
masa remisi. Laju remisi5 % setahun
 Dosis awal : menurut tipe kulit 20-60 mJ.cm2 atau 50 %
minimal erythemal dose (MED) , dosis dinaikkan 5-30
mJ/cm2 atau < 25 % MED awal, penyinaran 3-5 kali/ minggu
Ultraviolet B (UVB) narrowband (NB)
 Efek : penyembuhan awal terlihat setelah 8-10 terapi, kulit
bersih dapat tercapai setelah 15-20 terapi, terapi pemeliharaan
dapat memperpanjang masa remisi. Laju remisi 38 % setahun
 Dosis awal : menurut tipe kulit 130-400 mJ.cm2 atau 50 %
minimal erythemal dose (MED), dosis dinaikkan 15-65
mJ/cm2 atau <10 % MED awal, penyinaran 3-5 kali/ minhhu
 UVB dapat dikombinasikan dengan :
o Analog Vit D topical
o Coal tar topical
o PUVA
o Retinoid ( dosis fototerapi harus direndahkan )
o Metotrksat ( dapat digunakan dosis kumulatif rendah)

PUVA
 Efek : penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan terapi, 89
% pasine mendapatkan perbaikan plak dalam satu bulan terapi,
89 % pasien mendapatkan perbaukan plak dalam 20-25 kali
terapi selama5,3-11,6 minggu. Terapi pemeliharaan tidak
ditetapkan, masa remisi3-12 bulan.
 Dosis : 8-metoksi psoralen, 0,4-0,6 mg/kgBB diminum peroral
60-120 mrnitsebelum disinat UVA. Kacamata bertabir ultra
violet diperlukan untuk perlindungan diluar rumah 12 jam,
setelah minum psoralen. Dosis UVA menurut tipe kulit 0,5-3,0
J/cm2, dosis dinaikkan 0,5-1,5 J/cm2 penyinaran 2-3
kali/minggu.
 PUVA dapat dikombinasikan dengan :
o Retinoid oral ( mempunyai efek sinergis, dapat
digunakan dosis rendah)
o Metotreksat ( hanya dapat digunakan untuk psoriasis
berat)
o Analog vit D
o Steroid topical
o UVB

Soak/bath PUVA
 Dapat digunakan pada pasien dengan psoriasis lokalisata,
terutama palmar dan plantar

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


91

 Merupakan alternative pad apsien dengan psoriasis


generalisata yang tidak dapat mentoleransi psoralen oral
 Efek : penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan terapi, 89
% pasien mendapatkan perbaikan plak dalam 30 kali terapi
selama 5-12 minggu, Terapi pemeliharaan tidak ditetapkam,
masa remisi 3-12 bulan
 Dosis : 0,1 % 8-metosipsoralen dalam emolien, dioles 30
menit sebelum sinar ; 50 mg 8-metoksi psoralen dalam 100 L
air, dioles 20-30 menit sebelum. Dosis UVA menurut tipe
kulit 0,5-3,0 J/cm2, dosis dinaikkan 0,5-1,5 J/cm2, penyinaran
2-3 kali/minggu.

C. TERAPI TOPIKAL
Emolien :
 Bagian penting dari terapi psoriasis, terutama pada fase nin
akut
 Efek : melembutkan dan menghaluskan stratum korneum (
soften& smoothen), dengan cara mekanisme trapping
sehingga menurunkan kecepatan hilangnya air
transepidermal
o Petrolatum, minyak mineral meningkatkan efikasi
fototerapi
o Beberapa emolien (misal yang mengandung asam)
mungkin mengiritasi kulit yang inflamasi
 Pilihan pasien dan daerah lesi menentukan formula yang
akan digunakan , misalnya petrolatum, paraffin cair,
minyak mineral, gliserin, dsb
Kortikosteroid
 Pilihan terapi untuk psoriasis pada wajah, hairline, daerah
postaurikular dan lipatan
 Efek : anti inflamasi, vasokontriksi dan menurunkan turnover
sel (sitostatik), sehingga kortikosterois potensi sedang dan
kuat lebih sesuai untuk psoriasis oleh karena sitostatikanya
 Dosis : dapat diapakai 1-2 kali sehari, dapat dikombinasi obat
topikal lain, fototerapi, obat sistemik
 Takifilaksis (toleransi yang cepat) dan efek samping pada
terapi jangka lama membatasi pemakaian kortikosteroid.
Gunakan secara bijaksana untuk mencapai keuntungan
maksimal dengan efek samping minimal
 Pilihan sediaan bergantung pada lokasi lesi yang akan diterapi,
usia pasien, keparahan lesi, potensi (Stoughton-Cornell)
Skalp : lotion, spray, solusio dan gel lebih dipilih karena dapat
digosokkan pada scalp
Wajah : potensi rendah, hindari poten-superpoten
Lipatan tubuh : potensi rendah bentuk krim atau gel
Palmar dan plantar : steroid potensi sangat poten, hanya
sedikit efektif
 Flare up psoriasis dpat terjadi setelah steroid dihentikan :
terapi kortikosteroid harus diturunkan perlahan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


92

 Digunakan sebagai kombinasi dengan bahan yang ditoleransi


lebih baik ; tingkatkan potensi kortikosteroid saat flare-up dan
tapering jika dalam remisi
Biasanya digunakan kombinasi dengan : analog vit D dan
retinoid topical
Ditranol (Antralin)
 Terapi efektif untuk psoriasis plak, memperlambat kecepatan
proliferasi populasi sel stem sehingga jadi keratinisasi normal
 Efek : efikasi rendah bila merupakan monoterpai
dibandingkan dengan kortikosteroid atau kalsipotriol
 Dosing : kontak cepat diawali dengan konsentrasi 1 %
 Pewarnaan dan iritasi
 Tidak sesuai untuk daerah yang luas dari lesi kecil, daerah
lipatan atau wajah
 Kehamilan kategori C : anakdapat dipakai dengan perhatian
intensif

Keratolitik
 Asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering digunakan
 Efek : tidak ada data bila dipakai secara tunggal dengan
kombinasi tacrolimus atau mometason furoate mempunyai
potensi perbaikan alebih tinggi dibandingkan dengan
pemberian tacrolimus atau mometason tunggal.
 Efek samping/kontraindikasi : bila pemakaian lebih dari 20 %
permukaan tubuh, penyerapan sistemik dapat terjadi, terutama
pada bagian yang mengalami gangguan fungsi hati ataupun
fungsi ginjal. Asam salisilat dapat mengurangi efikasi UVB,
karena asam salisilat mempunyai efek tabir.
 Kehamilan : asam salisilat dapat dipakai pada kehamilan,
hindari pemakian pada anak-anak, akrena efek penyerapan
oleh kulit yang besar.
Retinoid
 Tazaroten merupakan retinoid topical yang efektif untuk
psoriasis
 Dapat digunakan untuk terapi psoriasis tipe ringan-sedang
yangmelibatkan < 20 % luas permukaan tubuh.
 Efek dan dosis : memperantai diferensiasi dan proliferasi sel.
Lebih dari 50 % perbaikan terlihat pada 63 % dan 50 % pasien
yang diobati Tazarotene masing-masing 0,1 % gel dan 0,05 %
gel. Sekali sehari selama 12 minggu, dibandingkan dengan
315 pasien yang diobati dengan vehikulum. Dalam 12 minggu
lesi menghilang pada 50-51 % pasien yang diterapi. Tazaroten
dengan konsentrasi masing-masing 0,1 % dan 0,05 %.
 Paling baik dikombinasi dengan topical kortikosteroid
 Efek samping dan kontraindikasi iritasi pada lesi atau
sekitarnya, bersifat fotosensitizer.
 Kehamilan dan menyusui : kategori X, anak-anak tidak ada
data < 18 tahun
 Awitan lambat dan jika digunakan sebagai terapi tunggal dapat

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


93

menimbulkan iritasi kulit (dermatitis retinoid) sehingga


biasanya digunakan dalam kortikosteroid topikal
 Dapat dikombinasikan dengan : steroid topical
Analog VIt D
 Preparat yang tersedia adalah kalsipotriol dan kalsitriol
 Dapat digunakan untuk jangka lama
 Efektif untuk psoriasis plak kronik ringan-sedang; mungkin
tidak sesuai dengan psoriasis inflamasi
 Efek : 70-74 % pasien diobati dengan salep kalsipotril atau
kalsipotrien menghasilkan 75 % perbaikan atau bahkan sangat
baik dibandingkan dengan placebo yang hanya 18-19 %.
Untuk pemakaian pada scalp kalsipotriol atau kalsipotrien
memperbaiki psoriasis scalp 60 % pasien dibandingkan
dengan placebo yang hanya 17 %. Bila dikombinasi dengan
betametason dalam empat minggu berhasil membersihkan
psoriasis 48 % pasien plak psoriasis sedang dan berat, 16,5 %
bila hanya kalsipotiol, 26,3 % bila hanya betametason, dan 7,6
% dengan placebo. Kombinasi kalsipotriol dan betametason
sekali sehari dalam 52 minggu berhasil membersihkan
psoriasis 70-80 % tanpa efek samping.
 Dosis : kalipotriol 2 kali sehari, kalsipotriol kombinasi dengan
betametason sekali sehari
 Aksi onset lambat, efek mungkin tak tampak dalam 6-8
minggu
 Reaksi simpang/komtraindikasi : iritasi , peningkatan kadar
kaslsium serum terutama bila diberikan 100 gram/ hari,
fotosensitif tetapi bisa dikombinasi dengan fototerapi UVB,
efek samping kortikosterois topical bila dikombinasi dengan
betametason
 Kehamilan ; kategori C, anak-anak; aman
 Dpaat dikombinasikan dengan terapi lain
o Kortikosteroid topical
o UVB
o PUVA (Kalsipotriol harus diaplikasikan setelah
paparan UVA karena UVA menginaktifasi
kalsipotriol)
o Siklosporin –A
o Metotreksat
o Retinoid Oral
Tar
 Efektif digunakan untuk plak kronik pada psoriasis ringan-
sedang
 Efek : menekan sintesis DNA pada epifermis, dapat
menyebabkan folikulitis steril. Pengobatan dengan 1 % losio
coal tar lebih baik dibandingkan dengan ekstrak 5 % coal tar.
 Kurang disenangi pasien karena berbau/ masalah pruritus
 Dapat digunakan tunggal atau sebagai tar bath , atau
diaplikasikan langsung pada plak psoriasis ( hindari wajah dan
fleksural/lipatan)

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


94

 Lebih sering digunakan sebagai terapi untuk kulit kepala


dengan kortikosteroid atau kombinasi dengan UVB ( terapi
Goeckerman)
D. TERAPI SISTEMIK
Metotreksat
 Antimetabolit yang dapat digunakan pada pasien yang
gagal dengan terapi topical dan fotokemoterapi
 Obat yang paling sering digunakan pada psoriasis sedang-
berat (psoriasis yang mengenai > 10 % luas permukaan
tubuh)
 Sangat efektif terutama untuk terapi jangka lama psoriasis
berat termasuk psoriasis eritroderma dan psoriasis
pustularis
 Efek : 36 % pasien terkendali dengan 7,5 mg/.minggu
secara oral, dosis dinaikkan bila perlu, PASI 75 dicapai
setelah 16 minggu
 Dosis : diberikan sebagai dosis oral tunggal mingguan.
Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai
menghasilkan respons pengobatan yang optimal ; dosis
maksimal tidak boleh melebihi 30 mg/minggu. Dosis harus
diturunkan serendah mungkin sampai jumlah yang
dibutuhkan secara memadai dapat mengendalikan psoriasis
dengan penambahan obat topical. Dianjurkan untuk
melakukan dosis uji 2,5-5 mg/minggu. Pemakaian dapat
berlangsung sepanjang tidak memberikan tanda toksisitas
hati dan sumsum tulang dengan pemantauan yang
memadai. Pemberian asam folat 1-5 mg perhari secara
oral, kecuali pada hari pemberian metotreksat, akan
mengurangi efek samping.
 Toksisitas : peningkatan nilai fungsi hati (bila 2 kali lipat
pantau lebih sering: 3 kali lipat turunkan dosis dan bila
lebih dari 5 kali lipat hentikan pemberian ). Anemia
aplastik, leucopenia, trombositopenia, pneumonitis
interstitial, stomatitis ulerativa, mual,muntah, diare, lemah,
cepat lelah, menggigil, demam, pusing,menurunnya
ketahanan terhadap infeksi, ulserasi dan perdarahan
lambung, fotosensitif dan alopesia.
 Interaksi obat : obat hepatotoksik misalnya barbiturate,
sulfametoksazol, NSAID, penisilin, trimetoprim.
 Biopsi hati dilakukan setelah pemberian metotreksat 3,5-4
gram diikuti setiap 1,5 gram. Pasien dengan resiko
kerusakan hati, biopsy hati dipertimbangkan setelah 1-1,5
gram
 Kontraindikasi absolut : hamil, menyusui,alkohoisme,
penyakit hati kronis, sindroma imunodefisiensi, hipoplasia
sumsum tulang belakang, lekopenia, trombositopenia,
anemia yang bermakna, hipersensitivitas terhadap
metotreksat. Kontraindikasi relatif : abnormalitas fungsi
renal, hepar, infeksi aktif, obesitas, diabetes mellitus.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


95

 Pemantauan : riwayat penyakit, pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, fungsi hati dan
renal, biopsy sesuai anjuran, pemeriksaan kehamilan, uji
HIV, PPD, foto toraks.
 Dapat dikombinasikan dengan :
 UVB
 PUVA
 Retinoid
 Siklosporin
Siklosporin
 Efektif untuk psoriasis tipe plak sedang sampai berat,
psoriasis pustulosa generalisata, dewasa,
nonimunocompromissed, psoriasis palmoplantar.
 Efek : 36 % dan 65 % pasien berhasil dengan dosis
masing-masing 3 dan 5 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
Keberhasilan meningkat 50-70 % pasien dengan dosis
yang sama hanya waktu yan glebih panjang 8-16 minggu
dan dapat mencapai melenyapkan lesi psoriasis 75 % (
PASI (75)
 Dosis : 2,5-5 mg/kgBB/hari bila sudah berhasil, atau
mengalami efek samping. Pengobatan dapat diulang
setelah masa istirahat tertentu, dan dapat berjalan selama
1-2 tahun, selama tidak ada efek samping.
 Pemakaian jangka lama (>2 tahun) tidak dianjurkan karena
dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan kemungkinan
keganasan.
 Kontraindikasi : bersamaan dengan pemberian
imunosupresan lain (metotreksat, PUVA, UVB, tar
batubara, radioterapi), fungsi renal terganggu, keganasan,
hipersensitif terhadap siklosporin, hindari vaksin, perhatian
seksama bila diberikan pada pasien dengan infeksi berat
juga diabetes mellitus tidak terkontrol.
 Toksisitas : gangguan fungsi ginjal,hipertensi, keganasan,
nyeri kepala, hipertrikosis, hyperplasia ginggiva, akne
memburuk,mual,muntah, diare,mialgia,flulike syndrome,
letagia, hipertrigliserida, hipomagneisum, hiperkalemia,
hiperbilirubinemia, meningkatnya resiko infeksi dan
keganasan.
 Jika memungkinkan rotasi penggunaanya dengan terapi
lain atau gunakan pada periode kambuh yang berat.
 Interaksi obat : mengunduksi/menghambat sitokrom P450
3A4. Menurunkan pembuangan (clearance) digoksin,
prednisolon, statin, diuretic (potassium sparing), tiazid,
vaksin hidup, NSAID, Grapefruit.
 Monitoring : pemeriksaan fisik, tensi, ureum, kreatinin,
urinalisis PPD, fungsi hati, pola lipid,magnesium, asam
urat, dan potassium, uji kehamilan.
 Kehamilan kategori C, menyusul : kontraindikasi, anak-
anak hanya bila psoriasis berat

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


96

 Pernah digunakan dengan kombinasi :


 Analog Vit D topical
 Metotreksat (menurunkan dosis efektif lebih rendah
pada ke 2 obat)
Retinoid
 Asitretin oral pilihan pada psoriasis dapat digunakan
sebagai monoterapi untuk psoriasis pustular dan psoriasis
eritroderma. Efek menguntungkan terjadi jauh lebih lambat
jika digunakan untuk psoriasis tipe plak dan guttatae tetapi
sangat baik jika dikombinasikan dengan PUVA dan UVB
(diperlukan dalam dosis rendah)
 Dosis : 10-50 mg/hari, untuk mengurangi efek samping
lebih baik digunakan dalam dosis rendah dengan
kombinasi misalnya UV dengan radiasi rendah.
 Kontraindikasi : perempuan reproduksi, gangguan fungsi
hati dan ginjal.
 Toksisitas : kheilitis, alopesia, xerotic, pruritus, mulut
kering, paronikia, parestesia, sakit kepala, pseudomotor
serebri, nausea, nyeri perut,nyeri sendi, mialgia,
hipertrigliserida, fungsi hati abnormal.
 Interaksi obat : meningkatkan efek hipoglikemik
glibenklamid,mengganggu pil kontrasepsi :microdosed
progestin, hepatotoksik, reduksi ikatan protein dari
fenitoin, dengan tetrasiklin meningkatkan tekanan
intracranial.
 Monitoring : riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
kombinasi dengan turunan vitamin A lainnya.
 Retinoid sangat teratogenik dan cenderung untuk menetap
pada jaringan tubuh.
 Dapat dikombinasikan dengan UVB, PUVA, metotreksat,
siklosporin.

Hidroksiurea
 Antimetabolit yang dapat efektif sebagai monoterapi,
meskipun kurang efektif daripada obat sistemik lain
 Diindikasikan untuk pasien yang gagal terhadap terapi
topikal, UVB, tidak dapat mentoleransi PUVA,
metotreksat, atau terapi sistemik lain.
 Hampir separuh dari pasien yang mempunyai perbaikan
penyakit dengan terapi hidroksiurea menunjukkan
toksisitas sumsum tulang dengan leucopenia atau
trombositopenia

Mikrofenolat mofetil
 Banyak pasien mencapai remisi jangka lama tetapi
mungkin perlu 12 minggu untuk melihat efek maksimal
 Karena obat ini adalah imunosupresan, terdapat risiko kecil
untuk terjadinya penyakit limfoproliferatif dan keganasan
nonkutaneus.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


97

 Dapat digunakan dalam kombinasi dengan Siklosporin


sehingga dosis Siklosporin dapat di taper off selama remisi
penyakit.

Sulfasalazin
 Efek : berguna pada psoriasis tipe plak sedang-berat
Keefektifan cenderung lebih rendah daripada obat sistemik
lain
 Efek samping biasa dijumpai tetapi cenderung tidak terlalu
berat dan reversible.

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. Dalam: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, et al. editor. Mc Graw Hill: New York, 2012 p. 197-
242.
2. Lebwohl M, Menter A, Koo J, Feldman SR. Combination therapy
to treat moderate to severe psoriasis. J Am Acad Dermatol 2004;
50: 416-430.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


98

3. Lebwohl M.Advances in psoriasis therapy. Dermatol Clin 2000; 18:


13-19.
4. Lebwohl M,Ali S. Treatment of psoriasis. Part 2. Systemic
therapies. J Am Acad Dermatol 2001;45:649-661.
5. Lebwohl M,Ali S. Treatment of psoriasis. Part 1. Topical Therapy
and phototherapy. J Am Acad Dermatol 2001; 45:487-498.
6. Feldman SR, Koo JYM, Menter A, Bagel J. Decision points for the
initiation of systemic treatment for psoriasis. J Am Acad Dermatol
2005; 53: 101-107.
7. Lebwohl M.A clinicians paradigm in the treatment of psoriasis. J
Am Acad Dermatol 2005;53 (Suppl 1): S59-69.
8. Menter A, chair, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfan JM,
Gordon KB et al. Guidelines of care for management of psoriasis
and psoriatic arthritis. Section 4. Guidelines With traditional
systemic agents. J Am Acad Dermatol 2009;61:451-85.
9. Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM,
Gordon KB et al. Guidelines of care for management of psoriasis
and psoriatic arthritis. Section 5. Guidelines of care for the
treatment of psoriasis with phototherapy and photochemotherapy. J
Am Acad Dermatol 2010; 62: 114-35.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


99

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

AKNE VULGARIS
(L.70.0)
2. Pengertian (Definisi) Akne vulgaris yaitu peradangan kronis pada folikel pilosebaseus,
secara klinis ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodul, kista
dengan berbagai macam tingkat dan keparahan yang sering dijumpai
pada usia remaja. Terkadang akne dapat sembuh sendiri,
meninggalkan sekuele berupa bintik atau akar hipertropik
6. Kriteria Diagnosis Terutama menyerang usia remaja
 Predileksi pada bagian wajah, punggung, dada atas, bahu dan
lengan atas
 Efloresensi : komedo hitam dan putih, papul, pustul nodul,
kista, jaringan parut, hiperpigmentasi pasca inflamasi
 Kriteria diagnosis : gradasi ringan, sedang, dan berat sesuai
klasifikasi Lehman et al, 2002
o Akne gradasi ringan : komedo < 20 atau lesi inflamasi
< 15, total lesi < 30
o Akne gradasi sedang : komedo 20-100 atau lesi
inflamasi 15-50atau total lesi 30-125
o Akne gradasi berat : kista> 5 atau komedo > 100 atau
lesi inflamasi > 50 atau total lesi > 125
7. Diagnosis Banding 1. Rosasea
2. Dermatitis perioral
3. Erupsi akneiformis
4. Lupus miliaris diseminatus fasiei
5. Folikulitis Gram negatif
6. Pioderma fasiale
7. Akne venenata
8. Tumor kulit di wajah
8. Pemeriksaan Ekskohleasi komedo
Penunjang
9. Penatalaksanaan 1. Umum
 Hindari pemencetan lesi dengan cara nonhigienis
 Pilih kosmetik nonkomedogenik
 Lakukan perawatan kulit wajah
2. Medikamentosa
a. Derajat Ringan
Topikal retinoid atau agen keratolitik +/- Benzoil
peroksida (BPO) atau antibiotik topikal (klindamisin
gel 1,2 dan sol 1,2 % atau eritromisin sol 1 %)
b. Derajat sedang
Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topikal, +/-
Antibiotik oral , pilihan :

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


100

o Tetrasiklin 500 mg 2x/hari


o Doksisiklin 50-100 mg/2x/ hari
o Minosiklin 50-100 mg 2x/ hari
o Klindamisin 150-300 mg 2-3x/ hari
Catatan : Antibiotika oral selama minimal 6-8 pekan,
maksimal 12-18 pekan
c. Derajat berat
BPO+retinoid topikal+ antibiotika oral, bila tidak
berhasil isotretinoin oral : 0,1-2,0 mg/kgBB
Catatan :
o Antibiotik oral selama minimal 6-8 pekan,
maksimal 12-18 pekan
o Pemberian isotretinoin oral dengan persyaratan
ketat
o Untuk wanita dengan akne derajat sedang dan
berat dan ada indikasi faktor hormonal sebagai
penyebab dapat diberikan antiandrogen oral.
Terapi pemeliharaan
Retinois topikal : tretinoin krim (0,0gel (0,025 %;0,05%
dan 0,1%),gel (0,025 %) atau keratolitik +/- BPO
Tindakan khusus :
 Ekstraksi komedo
 Injeksi kortikosteroid intralesi
 Peeling kimiawi (as.glikolat, as.trikloroasetat)
 Dermabrasi
 Punch graft
 Colagen implant
 Laser

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


101

9. Bagan Alur

10. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


11. Kepustakaan 1. Zaenglain AL, Graber EM, Thibouttot DM, Acne Vulgaris and
acneiform Eruptions : Disorders of the Sebaceus Gland : Acne
Vulgaris and Acneiform Eruptions. In : Goldsmith LA, Kats
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolf K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th ed. United
State;McGraw-Hill Companies ; 2012.p.897-917
2. Layton AM.Acne Vulgaris : Disorders of Sebaceus Glands. In;
Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s
Textbook of Dermatology Volume 2.8th ed.Massachussets :
Blackwell Publishing; 2010,p.42,17-27.
3. Zaenglein AL, Thiboutot DM, Acne Vulgaris ; Adnexal
Disease. In ; Bolognia JL,Jorizzo JL, Rappini RP, editors,
Dermatology 2nd ed. United Kingdom : Mosby Elsevier;
2008.p.495-508
4. Gollnick, Cunliffe W, Berson D, Dreno B,Finlay A, Leyden

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


102

JJ,dkk.Management of acne.J Am Acad Dermatol.2003;49:S2-


4
5. Hasil Asean Meeting Saigon 2003

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


103

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

MELASMA
(L.81.1)
1. Pengertian(Definisi) Hipermelanosis didapat terutama di wajah dan leher berwarna coklat
muda atau tua, dipengaruhi oleh faktor hormonal, pajanan sinar
matahari, kehamilan genetik, pemakaian kontrasepsi oral, obat-obatan
dan kosmetik
2. Kriteria Diagnosis  Bercak kecokelatan, hiperpigmentasi, simetris, ireguler, batas
tegas
 Terdapat 3 pola utama distribusi lesi :
1. Pola sentrofasial : hipermelanosis meliputi pipi, dahi,
bibir atas, hidung dan dagu (63 %)
2. Pola malar : meliputi pipi dan hidung (21 %)
3. Pola mandibular : meliputi ramus mandibula (16 %)
Faktor pencetus :
 Genetik
 Pajanan sinar ultraviolet
 Hormon seks perempuan (estrogen dan progesteron)
 Kontrasepsi (dietil stilbestrol)
 Terapi sulih hormon pada perempuan postmenopause
 Kehamilan
 Kosmetik
 Disfungsi sedang tiroid dan ovarium
 Nutrisi
 Obat epilepsi
3. Diagnosis Banding 1. Hiperpigmentasi pasca inflamasi
2. Freckles
3. Lentigo senilis
4. Okronosis eksogen
5. Drug-induced hyperpigmentation
6. Lichen planus pigmentosus
7. Dermatitis kontak pimentid
4. Pemeriksaan Sinar Wood
Penunjang Pemeriksaan dengan sinar Wood dapat membedakan hiperpigmentasi
epidermal dengan dermal. Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar
Wood melasma dibagi atas :
o Melasma tipe epidermal : warna lesi tampak lebi kontras dan
jelas dibandingkan dengan kulit sekitarnya
o Melasma tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras
o Melasma tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada
yang tidak
Biopsi untuk DD/ okronosis eksogen

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


104

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
 Hindari pajanan langsung sinar matahari terutama antara pukul
09.00 s/d 15.00 WIB
 Gunakan tabir surya berspektrum luas dengan SPF minimal 30
bila keluar rumah pada pukul 07.00 s/d 16.00 WIB
 Menghilangkan faktor etiologi atau predisposisi, antara lain
menghentikan pemakaian obat kontrasepsi oral, menghindari
obat atau bahan yang menimbulkan iritasi, menyarankan
penghentian pemakaian kosmetika sedang dipakai, mencegah
pemberian obat yang dapat merangsang hiperpigmentasi,
emmeriksa kemungkinan adanya penyakit kulit lain atau
penyakit sistemik, dan memberikan pertimbangan alernatif
kegiatan sehari-hari/olahraga kepada pasien, baik mengenai
waktu maupun kondisi lingkungan.
Medikamentosa:
Karena waktu pengobatan panjang amak diperlukan pertimbangan
serius terhadap efektifitas dan efek samping setiap pengobatan
terhadap melasma.
Pengobatan topikal :
A. Hidroquinon 2-5 % (krim, gel, losio)
B. Asam retinoat 0,05 %-0,1 % (krim dan gel)
C. Asam azeleat 20 % (krim)
D. Asam glikolat 8-15 % (krim, gel ,losio)
E. Asam kojik 4 %

Pengobatan oral :
Dianjurkan bila pigmentasi meliputi daerah yang lebih luas dan
sampai ke dermis :
1. Asam askorbat
2. Glutation
3. Pycnogenol
4. Proanthocyanidin-rich
Bedah kimia
 Asam glikolat 20-70 %
 Asam trikloroasetat 10-30 %
 Jessner
Dermabrasi
Kamuflase kosmetik
Bedah laser : Q switched Nd: Yag dengan panjang gelombang
532 nm  epidermal
1064 nm  dermal

Cara lain : HF, LED,Mesoterapi,Skin Needling.


Pengobata dilakukan secara kombinasi dan simultan.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


105

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Hilde Lapeere, Barbara Boone, Sofie De Schepper, Evelien
Verhaeghe et al. Hypomelanoses and Hypermelanoses, In :
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Pailer AS,
Leffel DJ, et al, editors. Fitzpatrick”s Dermatology in General
Medicine 8th ed. New York : Mc Graw-Hill; 2012.p.1492-
2. Mary Wu Chang. Disorders of Hyperpogmentation. In :
Bolognia JL.MD, Lorzzo JL, Raini RP, Shaffer JV, editors.
Dermatology, 3nd ed. Edinburgh:Mosby : 2012.p1049-74
3. Aditya K.Gupta, Melissa D. Gover, et al. The treatment of
melasma : A review .J Am Acad Dermatol 2006 ; 55 : 1048-65
4. Micheal et al. Open Label Treatment of Moderate or Marked
Melasma with a 4 % Hydroquinone Skin Care System Plus

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


106

0,05 % Tretinoin Cream.J Clin Aesthet Dermatol.2013;6


(11):32-38.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


107

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

FRECKLES (L.81.2)
1. Pengertian (Definisi) Merupakan salah satu jenis hipermelanosis berupa bercak miliar
sampai lentikular, tersebar di wajah. Penyebab pasti tidak diketahui
kemungkinan berhubungan dengan pajanan sinar matahari dan
genetik
3. Kriteria Diagnosis Bercak kecokelatan miliar sampai lentikular batas tegas, ireguler,
tersebar, predileksi di wajah.
4. Diagnosis Banding 1. Hiperpigmentasi pasca inflamasi
2. Melasma
3. Lentigo senilis
5. Pemeriksaan Sinar Wood
Penunjang Biopsi / PA
6. Penatalaksanaan Non medikamentosa :
- Hindari sinar matahari dengan selalu memakai tabir surya /
pelindung fisik
- Pengobatan saat kehamilan dan menyusui tidak dianjurkan
Medikamentosa :
Topikal :
- Hidroquionon 2-5 %
- Tretinoin 0,025-0,1 %
- Asam Azeleat 20 %
- Asam kojik 4 %
- Tabir Surya : SPF minimal 15
Tindakan :
- Bedah listrik
- Bedah kimia : Peeling ; AHA, Jessner, TCA
- Bedah Laser : Q Switched Nd : Yag dengan panjang
gelombang 532 nm.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


108

7. Bagan Alur

8. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


9. Kepustakaan 1. Park HY, Yaar M. Disorder of Melanocytes : Biology of
Melanocytes, In : Lowell AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy
SP, David JL, Klaus W, editors.Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine 8th ed. United State : McGraw-Hill
Companies ;2012,p.847-9
2. Bishop JAN, Lentigos, Melanocytes Naevi and Melanoma
:The freckle or ephelis, In : Tony B, Stephen B,Neil C,
Christopher G, editots.Rook”s Textbook of Dermatology 8th
ed.Massachusetts : Blackwell Publishing;2010.p.54.1-3

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


109

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

ALOPESIA ANDROGENIK (L.64)


1. Pengertian Alopesia terpola akibat faktor hormon androgen dan genetik. Sifat
(Definisi) fisik yang diwariskan secara herediter, tergantung androgen,
menyebabkan konversi rambut terminal menjadi rambut velus dalam
pola karakteristik.

2. Kriteria Diagnosis Klinis : Kebotakan rambut kepala terpola :


 Pada pria penipisan rambut di temporal, frontal/parietal, verteks ,
oksipital
 Pada wanita penipisan rambut difus terutama di daerah
frontal/parietal.

3. Diagnosis Banding  Telogen efluvium


 Alopesia areata difus
 Trikotilomania
 Sifilis sekunder.

4. Pemeriksaan  Feritin
Penunjang  Thyrotrophin-stimulating hormone (TSH)
 Biopsi scalp

5. Penatalaksanaan Medikamentosa:
1. Finasteride 1 mg/hari.
2. Dutasteride 0.5 mg/hari.
3. Cyproteron acetat (CAP) 100 mg/hari (hari 5-15 siklus
menstruasi),ethinyl estradiol 50 ug/hari (hari 25) atau 50 mg (hari
1-10 siklus menstruasi) dan ethinyl estradiol 35 ug/hari (hari 1-
21).
4. Spironolakton 200 mg/hari.

Pengobatan Topikal:
1. Minoksidil 2-5 %, 2x sehari (1 ml atau 25 tetes)
2. 17a-dan 17β-estradiol

Non Medikamentosa :
1. Rambut palsu
2. Pembedahan
3. Laser

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


110

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Otberg N, Shapiro J. Hair Growth Disorders. In: Wolff K,
Goldsmith La, Katz Si, Gilchrest Ba, Paller As, Leffel DJ, editors,
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York:
McGraw Hill; 2012: p. 1818-77.
2. Sperling LC, Sinclair RD, EL Shabrawi-Cablen L. Alopecias. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rappini RP, Schaver JV. Dermatology.
3rd ed. Madrid: Mosby; 2012. p. 1136-56.
3. Rogere NE, Burom MR, Medical Treatment for male and Female
Pattern Hair Loss. J Am Acad Dermatol 2008; 59; 547-66
4. Vogt A, McElwee K.J, Blume-Peytavi U. Biology of Hair Follicle.
In: Blume-Peytavi, Tosti A, Whiting DA, Trueb RM.Hair Growth
and Disorders. 1st ed. Berlin: Springer-Verlag; 2008. p. 1-22

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


111

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

KERATOSIS SEBOROIK (L82)


1. Pengertian Tumor jinak epidermal yang paling sering ditemukan
(Definisi)
2. Kriteria Diagnosis Kelainan bersifat herediter. Muncul diatas usia 30 tahun. Lesi
bervariasi dari papul kecil hingga plak, hiperpigmentasi, dengan
permukan verukosus. Lesi dapat bertambah banyak seiring dengan
bertambahnya usia. Lesi dapat muncul pada wajah, batang tubuh, dan
ekstremitas. Pada wanita sering kali ditemukan pada lipatan payudara.
3. Diagnosis Banding  Nevus melanositik
 Karsinoma sel basal
 Karsinoma sel skuamosa
 Melanoma maligna
Histopatologi :
Terdapat 6 tipe gambaran histopatologi :
 Irritated
 Adenoid or reticulated
 Plane
 Clonal
 Melanoachantoma
 Inverted follicular keratosis
 Benign squamous keratosis
Ditemukan hiperkeratosis, akantosis, dan papilomatosis. Pada
epidermis yang akantotik, ditemukan 2 tipe sel, yaitu sel
skuamosa dan sel basaloid. Sel basaloid berukuran kecil,
berpenampilan sama dengan nukleus yang berukuran relatif
besar.
4. Pemeriksaan Pemeriksaan dermoskopis :
Penunjang Ditemukan girus dan sulkus, millia-like cyst, comedo-like openings,
fat fingers, hairpin vessels, gambaran mouth-eaten pada tepi lesi
5. Penatalaksanaan Tindakan :
 Bedah listrik
 Bedah beku
 Bedah laser
 Dermabrasi
 Topikal 5 FU
6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin
7. Kepustakaan 1. Kirkham N. Tumor and cyst of the epidermis. Dalam
Elder D, Eletrisitas, Jaworsky C, John B Jr, editor,
Lever’s Histopathology of the skin. Edisi ke -10.
Philadelphia: Lippincott-William&Willkins, 2009

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


112

.h.7910850
2. Thomas VD, Snavelly NR, Lee KK, Swanson NA,
Benign epithelial tumors, hamartomas and hyperplasia
in : Wolff K, Goldsmith LA, katz SI, Gilchrest BA,
paller AS, leffel DJ. Dalam Fitzpatrick’s Dermatology
in General medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-
Hill, 2012,h.1319-1336.
3. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C,Mc Carthy WH.
Dermoscopy an atlas. Edisi ke-3.Mc Graw Hill
Australia, 2009.189-191

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


113

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

NEVUS VERUKOSUS (Q82.5)


1. Pengertian Tumor jinak epidermal.
(Definisi)
2. Kriteria Diagnosis Klinis : Dapat ditemukan saat lahir atau usia anak-anak, jarang
ditemukan pada usia remaja. Lesi berupa papul verukosus, warna
bervariasi: sewarna kulit, coklat, keabuan. Berbatas tegas, dapat
tersusun linier atau mengikuti blaschko line.

3. Diagnosis Banding Nevus sebaseus


Liken planus
Parakeratosis
Psoriasis
4. Pemeriksaan Histopatologi :
Penunjang Ditemukan gambaran hyperkeratosis, papilomatosis, dan akantosis
dengan elongasi rete ridges.

5. Penatalaksanaan Tindakan :
Bedah listrik
Bedah laser
Bedah pisau
6. Penelaah Kritis KSM Kulit dan Kelamin
7. Kepustakaan 1. Kirkham N. Tumor and cyst of the eoidermis. Lever’s
Histopathology of the Skin. Dalam: Elder D, Eletritsas R,
Jaworsky C, john B Jr, editor . edisi ke-10. Philadelphia:
Lippincott- William & Willkins, 2009.h. 791-850.
2. Thomas VD, Snavelly NR, Lee KK, Swanson NA. Benign
epithelial tumors, hamartomaas and hyperplasia. Dalam: Wolff
K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel
DJ.Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. Edisi ke-8..
New York: Mc Graw-Hill,2012. h. 1319-1336 .

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


114

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

KELOID
1. Pengertian (Definisi) Tumor jinak jaringan ikat yang didahului trauma.
Tumbuh melebihi batas luka
2. Kriteria Diagnosis Tumbuh paling sering saat usia 30 tahun. Pada kulit berwarna. Lesi
berupa papul atau nodul, warna bervariasi: sewarna kulit, eriterna,
hiperpigmentasi. Lesi dapat berbentuk linier, oval, bulat atau clawlike.
Permukaan licin, pada prabaan kenyal himgga keras dan kadang di
sertai nyeri. Predileksi lesi di daun telinga, bahu, punggung, dan dada.

3. Diagnosis Banding  Dermatofibroma


 Skar Hipertrofi
 Flbromatosis.

4. Pemeriksaan  Histopatologi :
Penunjang Serabut kolagen eosinofilik tebal, homogen, tersusun secara acak.

5. Penatalaksanaan Medikamentosa :
Topikal :
- Ekstrak cephae
- Ekstrak centella asiatica
- Kortikosteroid
- Silikon gel
Tindakan :
- Injeksi intralesi: Kortikosterois, 5FU
- Bedah beku
- Bedah laser
- Rediasi
6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin
7. Kepustakaan 1. Kirkham N. Tumor and cyst of the epidermis. Dalam: Elder D,
Eletritsas R, Jaworsky C, John B Jr, editor. Lever’s
Histopathology of the skin. Edisi ke- 10. Philadelphia: Lippincott-
William & Willkins, 2009. h. 791-850.
2. Ko CJ. Dermal hypertrophies and benign fibroblastic
myofibroblastic tumors. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
Sl, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s dermatology
in general medicine. Edisi ke- 8. New York: Mc Graw-Hill, 2008.
h. 707-717

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


115

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

LIMFANGIOMA (D18.1)
1. Pengertian (Definisi) Hiperplasia dan dilatasi pembulu limfe
2. Kriteria Diagnosis Lesi berupa vesikel multipel berkelompok, berisi cairan jernih atau
serosanguinosa, menyerupai gambaran telur kodok (frog-spawn).

3. Diagnosis Banding  Angiokeratoma

4. Pemeriksaan Histopatologi : Ditemukan dilatasi pembulu limfe pada dermis


Penunjang superficial, dilapisi oleh hyperplasia epidermis dan hyperkeratosis
padat.

5. Penatalaksanaan Tindakan :
- Bedah listrik
- Bedah pisau
- Bedah beku

6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


7. Kepustakaan 1. Calonie E. Vascular tumors, tumors and tumor like condition of
blood vessels and lymphatics. Dalam: Elder D, Eletritsas R,
Jaworsky C, john B Jr, editor. Lever’s Histopathology of the skin.
Edisi Ke-10. Philadelphia: Lippincott- William & Willkins, 2009.
h. 1009. h. 1007-1056.
2. Boon LM, Vikkula M. Vascular Malformations. Dalam: wolff
K.Goldsmith LA, Katz Sl, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. Edisi Ke-8. New
York: Mc Graw-Hill, 2012. h. 2076-2093.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


116

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

KARSINOMA SEL BASAL (C44)


1. Pengertian (Definisi) Karsinoma sel basal (KSB) adalah tumor ganas yang berasal dari sel
non-keratinisasi yang membentuk lapisan basal epidermis. Umumnya
timbul di bagian tubuh yang terpajan sinar matahari. Berukuran
beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter. Jika tidak di obati,
dapat menginvesi jaringan di sekitarnya, sehingga menimbulkan
gangguan fungsi dan kosmetik. KSB sangat jarang bermetastasis.

2. Kriteria Diagnosis 1. KSB noduloulseratif.


2. KSB berpigmen.
3. KSB superfisial.
4. KSB morfeaformis
5. Fibroepitelioma Pinkus

3. Diagnosis Banding  KSB nodular


- Nevus melanositik dermal
- KSS
- Tumor adneksa
- Dermatofibroma
 KSB berpigmen
- Melanoma nodular
- Superficial spreading melanoma
- Tumar adneksa
- Nevus compound
- Nevus biru
 KSB superfisial.
- Penyakit bowen
- Mammary atau extramammary paget’s disease
- Superficial spreading melanoma
- Plak psoriasis soliter
- Plat dermatitis soliter
 KSB morfeaformis
- Skar
- Morfea
- Trikoepitelioma

 Fibroepitelioma Pinkus
- Skin tag
- Fibroma
- Nevus dermapapilomatosa

4. Pemeriksaan Dermoskopi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


117

Penunjang KSB berpigmen


- Negative feature: pigment network
- Positive feature (paling sedikit satu gambaran di temukan)
 Ulceration
 Large blue-gray ovoid nests
 Multiple blue gray globules
 Leaf like areas
 Spoke wheel areas
 Arborizing (tree like) telangiektasia
Histopatologi
 Pembagian menurut lever
- Tidak berdiferensiasi, tipe solid, dibagi atas circumscribe dan
infilltratif
- Berdiferensiasi : keratotik, sebasea dan adenoid.
 Pembagian menurut prognosis
- Tipe agresif: infiltrative, morfeaformis dan basoskuamosa
- Tipe nonagresif : Nodular dan superficial.
Radiodiagnostik
Karena KSB jarang bermetastasis, pemeriksaan ini bukan merupakan
suatu keharusan.
Pentahapan (penentuan stadium)
Sama dengan karsinoma sel skuamosa (lihat PLK KSS)

5. Penatalaksanaan  Tindakan bedah


1. Eksisi dengan evaluasi tepi. Dapat dikerjakan dengan potong
beku atau langsung.
2. Mohs micrographic surgery
3. Radioterapi
4. Bedah beku
5. Elekteodesikasi dan kuret
6. Bedah laser CO2
7. Terapi fotodinamik (PDT)
8. Terapi target (misalnya inhibitor gli1 dan gli2)*

 Topical*
1. 5-Fluorourasil (5-Fu)
2. Imiquimod

Sistemik*

Tindak lanjut
Setiap 6 bulan dalam 5 tahun pertama. Kemudian setiap tahun
seumur hidup.

6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


7. Kepustakaan 1. Carucci JA, leffell DJ, Pettersen JS. Basal cell carcinoma. Dalam:
Goldsmith LA, katz Sl. Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


118

K editor. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. Edisi ke-


8. New York: McGraw-Hill; 2012.h.1294-303.
2. Cockerel CJ, Tran TK, Carucci J, Tierney E, Lang PL, Maize JC
Sr, dkk.. Basal cell carcinoma. Dalam: Rigel DS, robinson JK,
Ross M, Friedman RJ, Cockerell CJ, Lim HW dkk. Cancer of the
skin. Edisi ke-2. New York: Elsevier-saunders;2011.h.99-123.
3. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy WH. Dermoscopy
an atlas. Edisi ke 3. Mc Graw-hill Australia,2009.
4. Kirkham N. Tumors and cysts of Epidermis. Dalam: Elder D,
Eletritsas R, Jaworsky C, John B Jr, editor. Lever’s
Histopathology og The Skin. Edisi ke-10. Philadelphia:
Lippincott-Williams and Wilkins, 2009.h.791-849.
5. NCCN.org. Basal cells and squamous cells skin cancers. NCCN
clinical practice guidelines in oncology(NCCN Guidelines®).
Version 2.2014.
6. National Cancer Institute (US). Cancer.gov. skin
cancer.(PDQ®):Basal cell carcinoma of the skin. Treatment.
Health professional version. Tersedia di: http://www.
Cancer.gov/templates/page_print.aspx. Modifikasi terakhir 25 okt
2014. Diunduh tgl 27-07-2014.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


119

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

KARSINOMA SEL SKUAMOSA (C44)


1. Pengertian (Definisi) Karsinoma sel skuamosa (KKS) adalah tumor ganas yang berasal dari
keratinosit epidermis suprabasal. Umumnya pajanan ultraviolet
merupakan bagian tubuh yang terpajan sinar matahari. Sebagaian
besar muncul dari lesi precursor. Jika ditemukan dan di terapi sedini
mungkin cure rate dapat mencapai 95%, tapi KSS dapat tumbuh
agresif dengan destruksi local dan bermetastasis.

2. Kriteria Diagnosis Factor predisposisi


 Lesi precursor (keratosis aktinik, penyakit bowen)
 Pajanan ultraviolet
 Pajanan radiasi ionsasi
 Pajanan terhadap karsinogen lingkungan
 Imunosupresi
 Luka bakar atau dermatosis inflamasi
 Infeksi hukum papilloma virus
 Genodermatosis(albinism, xeroderma pigmentosum, porokerosis,
epidermolisis bulosa)
 Mutasi P53,Bcl2,dll

Gambaran klinis
 Plak atau papul keratitik sewarna kulit atau eritematosa, kenyal
keras tetapi kadang-kadang perpigmen
 Nodus yang berulserasi

3. Diagnosis Banding 1. Veruka vulgaris


2. Keratosis seboroik
3. Keratosis aktinik
4. Nevus melanositik
5. Granuloma piogenikum
6. Poroma ekrin
7. Infeksi jamur dalam(mis. Kromomilosis)
8. Penyakit bowen
9. Karsinoma sel basah
10. Keratoakantoma
11. Tumor ganas kulit lainnya

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


120

4. Pemeriksaan Dermoskopi
Penunjang - Glomerular (colled) vessels
- Dotted vessels
- Scales
Histopatologi
- Keratinosit atipik, hom pearls
- Derajat di ferensiasi menurun broder

Radiodiagnostik
- Foto thorax
- USG/CT Scan Abdomen
- Bone scan
- CT scan lesi

Gambaran risiko tinggi tumor primer


Kedalaman/ invasi >2 mm (ketebalan Breslow)
Clark level ≥ 4
Invasi perineural
Anatomi Lesi primer di kuping
Lokasi Lokasi primer bibir
Deferensiasi Buruk atau tidak berdiferensiasi

Pertahapan
Tumor primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat ditenyukan
T0 Tumer primer tidak ada
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor berukuran kurang dari 2 cm dengan kurang dari 2
gambaran risiko tinggi
T3 Tumor dengan invasi ke maksila, mandibula, orbita, atau tulang
tempotal.
T4 Tumor dengan invasi skeleton (aksial atau apendikular) atau invasi
perineural ke dasar tengkorak.

Kelenjar limfe regional (N)


Nx Kelenjar limfe tidak dapat ditentukan
No Tidak ada metastasis kelenjar limfe
N1 Metastasis pada KGB ipsilateral soliter,≤3 cm (diameter terbesar)
N2 Metastasis pada KGB ipsilateral soliter,> 3 cm tetapi ≤ 6cm; atau
KGB ipsilateral multiple, ≤ 6cm; atau KGB bilateral atau
kontralateral, ≤ 6cm
N2a Metastasis KGB ipsilateral soliter, >3 cm tetapi ≤ 6cm
N2b Metastasis KGB ipsilateral multiple≤ 6cm
N2c Metastasis pada KGB kontralateral, atau bilateral, ≤ 6cm
N3 Metastasis KGB >6 cm

Metastasis jauh (M)


Mx Metastasis tidak dapat ditentukan
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


121

Tahap 0 Tis N0 M0
IT1 N0 M0
IIT2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
IV T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T berapa saja N3 M0
T4 N berapa saja M0
T berapa saja N berapa saja M1

5. Penatalaksanaan  Tindakan bedah


- Mohs micrographic surgery
- Eksisi dengan evaluasi tepi. Dapat dikerjakan dengan potong
beku atau langsung.

 Non eksisi ablative (KSS insitu atau keadaan khusus)


- Elektrodisikasi dan kuret
- Bedah beku
- Bedah laser CO2

 Radioterapi

 Topikal : imiquimod, 5 fluorourasil*

 Sistemik**

Tindak lanjut
Setiap 3-6 bulan dalam 2 tahun pertama. Selanjutnya setiap 6-12
bulan seumur hidup.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


122

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Grossman D, Leffell DJ. Squamous cell carcinoma. Dalam:
Goldsmith LA, Katz Sl, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K editor. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine.
Edisi Ke-8 New York: Mcgraw-Hill;2012.H.1283-94.
2. Bhambri S, Dinehart S, Bhambri A. Squamous cell carcinoma.
Dalam: Rigel DS. Robinson Jk, Ross M, Friedman RJ, Cockerel
CJ, Lim HW dkk. Cancer of the skin. Edisi ke-2. New York:
Elsevier saunders;2011.h.124-39.
3. Kirkham N. Tumors and cysts of Epidermis. Dalam: Elder D,
Eletritsas R, Jaworsky C, John B JR, editor. Lever’s
Histopathology of The Skin. Edisi ke-10. Philadelphia: Lippincott
Williams and wilkins,2009.h.791-849.
4. Cutaneus squamous cell carcinoma and other cutaneous
carcinoma. Dalam: Edge Sb, Bryd DR, Compton CC, dkk.
Penyunting: AJCC Cancer Staging Manual. Edisi ke-7. New tork:
Springer, 2010.h.301-14.
5. NCCN.org.Basal cells and squamous cells skin cancers. NCCN
clinicak practice guidelines in oncology (NCCN Guidelines®).
Version2.2014.
6. National Cancer Institute(US). Cancer.gov. Skin cancer(pdq®):
Squamous cell carcinoma of the skin Treatment. Health
professional version. Tersedia di:

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


123

http://www.cancer.gov/templates/page_print.aspx. modifikasi
terakhir 25 okt 2013. Diunduh tgl 27-07-2014.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


124

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

MELANOMA MALIGNA (C.43)


1. Pengertian (Definisi) Melanoma maligna (MM) adalah tumor ganas melanosit yaitu sel
yang menghsilkan melanin, berasal dari neural crest. Walaupun
sebagian besar MM muncul pada kulit tapi dapat juga timbul di
permukaan mukosa, misalnya uvea. Apabila ditemukan dan diterapi
sedini mungkin, ketahanan hidup 5 tahun masih di atas 90%, tapi
berpotensi letal dengan resiko yang meningkat bila terlambat
didiagnosis dan diterapi.

2. Kriteria Diagnosis Faktor risiko


 Pajanan sinar ultraviolet
o Lepuh terbakar surya setiap saat; pajanan sinar UV high
levels intermiten atau sporadic
o Pajanan kronik berlebihan
 Karakteristik fenotipe
o Kulit terang, ketidakmampuan menjadi kecoklatan (tan),
kecendrungan terbakar surya atau freckles (skin phototype I
dan II)
o Mata biru atau hijau
o Rambut merah atau pirang
o Mempunyai nevus melanositik (NM) yang banyak, dan atau
lebih dari satu NM atipik
o Nm kongenital besar
 Riwayat melanoma sebelumnya
 Riwayat melanoma dalam keluarga
 Mutasi p16, BRAF atau MC1R
 Xeroderma pigmentaosum
 Suupresi imun(kontroversi)

Gambaran klinis
 Superficial spreading melanoma(SSM)
 Nodular melanoma (NM)
 Lentigo malignant melanoma (LLM)
 Acral lentigo melanoma (ALM)

Gambaran MM dini/ABCD
 A= asimetris
 B= border/tepi yang tidak teratur
 C= color/warna yang bermacam-macam
 D=diameter sama atau lebih dari 6 mm, atau terdapat perbedaan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


125

penampilan, missal “ugly duckling”


 E= elevasi

Tidak berlaku untuk NM


i. SSm
1. Nevus atipik
2. Nevus melanositik
3. Keratosis seboroik
4. KSb

ii. Nm
Berpigman
1. Nevus melanositik
2. Nevus biru
3. Nevus spitz berpigman
4. KSB berpigmen

Amelanotik
1. KSB
2. Hermangioma
3. Granuloma piogenik
4. Karsinoma sel markel

iii. LLM
1. Lenyigo solaris
2. Keratosis aktinik berpigmen
3. Keratosis seboroik datar
4. KSB superfisialis berpigmen

iv. ALM termasuk ALM subungual


1. Veruka plantaris
2. Hematoma
3. Nevus palmoplantar
4. Melanokhia longitudinal
5. Onikomikosis
6. Granuloma piogenil

Dermoskopi
- Negative feature (tidak ditemukan)
 Symmetrical pigmentation pattern
 Presence of only a single color
- Positive feature (paling sedikit satu gambaran ditemukan)
 Blue white viel
 Multiple brown dots
 Pseudopods
 Radial streaming
 Scar like depigmentation
 Peripheral black dots/globules
 Multiple (5-6) colors

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


126

 multiple blue gray dots


 Broadened network

3. Pemeriksaan Histopatologi
Penunjang  Radial(horizontal) growth phase
 Vertical grownt phase

Klasifikasi Tumor Nodes metastasize (TNM) melanoma


T Ketbalan Ulserasi
(mm)
T1 ≤1,0 a. Tanpa ulserasi & mitosis ≤1/mm.
b. Dengan ulserasi atau mitosis ≥1mm2\
T2 1,01-2,0 a. Tanpa ulserasi
b. Dengan ulserasi
T3 2.01-4.0 a. Tanpa ulserasi
b. Dengan ulserasi
T4 >4.0 a. Tanpa ulserasi
b. Dengan ulserasi

N Jumlah
KGB
metastasis
N1 1 a. mikrometastasis
b. makrometastasis
N2 2-3 a. makrometastasis
b. makrometastasis
N3 4 atau c. in- transite metastasis atau satelit
lebih tanpa KGB metastasis
KGb, atau
KGB
kusut
(matted
nodus)
Atau in-
transite/K
GB satelit

M Lokasi Serum Lactate dehydrognase (LDH)

M1a Kulit jauh, Normal


subkutan
atau
metastasis
KGb.
M1b Metastasis Normal
paru .
M1c Metastasis Normal
visceral

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


127

yang lain
metastasis Meningkat
jauh
lainnya.

Pulasan(pewarnaan) khusus untuk diagnostic


- S 100
- HMB 45
- Melan-A (apabila fasilitas tersedia)

Pulusan(pewarnaan) khusus untuk prognostic apabila fasilitas


tersedia
- BRAF
- P16

Pemeriksaan radiodiagnostik
- foto thorax
- USG/CT scan abdomen
- Bone scan
- CT scan kepal (bila ada indikasi)
- CT scan lesi (bila ada indikasi)

Sentinel lymph node biopsy


(bergabung pada adanya indikasi/fasilitas)

Pertahapan(penentuan stadium)
American joint committee on cancer (AJCC) tahun 2010
berdasarkan TNM (Tumor, Node, Metastasis)
pentahapan klinis Pentahapan patologi
T N M T N M
0 T1s N0 M0 T1s N0 M0
IA T1a N0 M0 T1a N0 M0
IB T1b N0 M0 T1b N0 M0
T2a N0 M0 T2a N0 M0
IIA T2b N0 M0 T2b N0 M0
T3a N0 M0 T3a N0 M0
IIB T3b N0 M0 T3b N0 M0
T4a N0 M0 T4a N0 M0
IIC T4b N0 Mo T4b N0 Mo
III T apa N1 M0
saja N2
N2
IIIA T1-4a M0
T1-4a M0
IIIB T1-4b N1a M0
T1-4b N2a M0
T1-4a N1b M0
T1-4a N2b M 0
T1-4a/b N2c M0

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


128

IIIC T1-4b N1b M0


T1-4b N2b M0
T apa saja N3 M0
IV T apa N M1 T apa saja N M1 apa
saja apa apa apa saja
saja saja saja

Ketahanan hidup untuk melanoma TNM Tahap I-III


American joint committee on cancer (AJCC) tahun 2010

Tahap Tumor KGB Beban KGB Ketahanan


tumor hidup 5
tahun (%)
IA T1a N0 - 97
IB T1b N0 - 94
IB T2a N0 - 91
IIA T2b N0 - 82
IIA T3a N0 - 79
IIB T3b N0 - 68
IIB T4a N0 - 71
IIC T4b N0 - 53
IIIA T1-T4a makroskopik 78
IIIB T1-T4b makroskopik 55
IIIB T1-T4a makroskopik 48
IIIC T1-T4b N1b/N2b/ Makroskopik 38
N3 atau 4+ KGB
apa saja
IIIC T1-T4a N3 47

4. Penatalaksanaan Sesuai dengan stadium


 Tindakan bedah:
- Eksisi dengan evaluasi tepi lesi

 Ajuvan
- Interferin-a 2b
- BCG

 Sistemik:**
1. Kemoterapi
2. Imunoterapi
3. Terapi target

 Radioterapi

Tindak lanjut
IA-IIA :setiap 6-12 bulan selama 5 tahun. Kemudian setiap
tahun bila ada indikasi klinis
IIB-IV: setiap 3-6 bulan selama 2 tahun. Sesudah itu setiap tahun

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


129

bila ada indikasi klinis.

6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


7. Kepustakaan 1. Bailey EC, Sober AJ, Tsao H, Mihm MC, Jr., Johnsin TM.
Cutaneous Melanoma. Dalam goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, Editor. Fitzpartrick’s
Dermatology in general medicine. Edidi ke- 8 new York:
McGraw-Hill;2012.h.1417-44.
2. Goulard JM, Halpern AC. Management of the patient with
melanoma. Dalam: Rigel DS. Robinson JK, Ross M, Friedman
RJ, Cockerell CJ, Lim HW dkk, Cancer of thr skin. Edisi ke-2.
New York: Elsevier-Saunders;2011.h.318-26.
3. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy Wh.
Deemoscopy an atlas. Edisi ke-3. Mc Graw-Hill Australia,
2009
4. Elder DE, Eletritsas R, Murphy GF, Xu X. Benign Pigmented
lesion and malignant melanoma. Dalam : elder D, Eletritsas R,
Jaworsky C, John B Jr, Editor. Lever’s Histopathology og The
Skin. Edisi Ke-10. Philadelphia: Lippincott-Williams and
Wilkins, 2009.h.699-789.
5. Balch CM, dkk. Malanoma of the skin. Dalam: Edge SE, Byrd
DR, Carducci MA, Compton CC. AJCC cancer staging
manual. Edisi ke-7. New York: springer,2010.
6. NCCN.org. Malanoma. NCCN clinical practice guidelines in
oncology (NCCn Guidelines®). Version 4.2014.
7. National cancer Institute (US). Cance.gov. melanoma treatment
(PDQ®): Health professional version. Tersedia
di:http://www.cancer.gov/templates/page_print.aspx.modifikasi
terakhir 11 juli 2014. Diunduh tgl 27-07-2014.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


130

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

BEDAH LISTRIK
1. Pengertian (Definisi) Penggunaan arus listrik frekuensi tinggi pada jaringan biologis dengan
tujuan memotong, melakukan koagulasi, desikasi, dan fulgurasi
jaringan. Sebutan tindakan bedah listik mencakup elektrofulgurasi,
elektrodesikasi, elektoagulasi, elektroseksi, elektrokauter, dan
elektrolisis.

Indikasi tindakan medik :


1. Elektrofulgurasi : penggunaan elektroda tunggal yang mampu
menghasilkan bunga api tanpa menyentuh jaringan. Indikasi:
veruka. Skin tag, keratosis seboroik
2. Elektrodesikasi :pada prinsipnya sama dengan elektrofulguras
kecuali elektrodanya kontak dengan jaringan dan tidak
menghasilkan bunga api. Idikasi: keratosis, veruka
3. Elektoagulasi :tehnik yang di gunakan untuk mencapai hemostatis
dan modalitas terapi beberapa lesi kulit. Indikasi : hemostasis.
4. Elektroseksi : untuk memotong jaringan dengan perdarahan yang
minimal.
5. Elektrokauterisasi : menggunakan energy panas dengan viltase
yang rendah.
6. Elektrolisis : hanya di gunakan untuk system biterminal.

2. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medic


2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi local
5. Tindakan: lesi patologis didestruksi atau dipotong dengan jarum
elektroda bedah listrik. Persarahan dihentikan denganpenekanan,
fulgurasi, atau bedah listrik bipolar
6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca tindakan.
7. Pasien dengan IECD (implantable electronic cardiac deivice)
yang mendapatkan tindakan bedah listrik sebaiknya diawasi oleh
supervisor dan ahli anestesi. Hasil EKG paling tidak 1 lead
dimana spike dan atau komlpeks QRS dapat terlihat dan
teridentifikasi.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


131

3. Bagan Alur

4. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


5. Kepustakaan 1. Choudry S, Mcleod MP, Leal-Khouri S, Elctrosurgery. Dalam :
Nouri K (ed). Dermatologic surgery by step. West Sussex: weley-
blackwell,2013:77-95.
2. Vujevich J.J, Goldberg L.H.: Cryosurgery and electrosugery.
Dalam:Wolff K, Goldsmith LA, Katz A.I, Gilchrest B.A, Paller
A.S, Leffel D.J [Ed]. Fitzpartrick’s Dermatology in General
Medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-hill, 2012: 2968-2976.
3. Leal-khouri S, Lodha R, Nouri K. Electrosurgery.. Dalam: Nouri
K, leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery.
Edinburgh;Mosby, 2003 :81-31
4. Bisaccia E, Scarborough D.A The Columbian Manual Of
Dermatologic Cosmetic Surgery. New York : McGraw-Hill, 2002.
5. Bracamonte B.G, Rodriguez J, Casado R, Vanaclocha F.
Electrosurgery in patients with implantable electronic cardiac
devices (pacemakers and defibrillators). Acta Dermo Syph 2012:
128-132.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


132

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

BEDAH BEKU (CRYOSURGERY)


1. Pengertian (Definisi) Tindakan bedah menggunakan bahan kriogen/pembuku dengan tujuan
menghancurkan sel dari jaringan patologis

2. Kriteria Diagnosis Lesi jinak: keratosis seboroik, veruka, lentigo solaris, keloid dan skar
hipertrofi, dermatofibroma, hyperplasia sebaseus, skin tag, molluskum
kontangiosum, milia. Lesi preganas/premalignant : keratosis aktinik,
penyakit bowel (karsinoma intra- epithelial).
Lesi ganas/ malignant : karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa,
lentigo maligna.

3. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medic


2. Persiapan pasien, alat, petugas’pencegahan infeksi sebelum
tindakan
3. Anastesi local atau topical
4. Tindakan: tehnik spray atau teknik kapas lidi
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pascatindakan.

4. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


5. Kepustakaan 1. Pasquali P. Cryosugery. Dalam: nouri K (ed) Dermatologic
surgery step by step. West Sussex: wiley Blackwell, 2013:51-57
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf
K, editor. Dalam: fitzpatrick’s dermatology in general medicine,
edisi ke- 8. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Zimmerman E, Crawford P. Cutaneous cryosurgery American
Family Physician,2012; 86 (12):1118-1124

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


133

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

BEDAH KIMIA
1. Pengertian (Definisi) Pembedahan menggunakan bahan kimia yang diaplikasikan pada
permukaan kulit
2. Kriteria Diagnosis Indikasi sesuai tipe kedalaman peel
Superficial : keruasakn kuilit akibat matahari (kulit kusan, kerutan,
keratosis), gangguan pigmentasi (melasma, PIH, solar lentigen), akne
yang menetap (+/-), ekstraksi komedo.
Medium: photoaging (kerutan/keriput), gangguan pigmentasi, skar
atrofi superficial
Dalam : photoaging berat, gangguan pigmentasi dan skar/parut

3. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medic


2. Persiapan pasien (evaluasi priming), alat, Petugas
3. Pencegah infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi dan tindakan
5. Siapkan peel di tempat yang sesuai; kepala pasien dielevasikan 45
derajat. Kulit di bersihkan dari lemak yang mengganggu absorbsi
dengan alkohol/aseton. Oleskan petrolatum gel di ujung mata dan
bibir. Bahan kimia di oleskan dengan kapas lidi atau karet busa
dengan lama kontak 2-3 menit. Bahan AHA perlu di netralisasi
dengan larutan natrium bikarbonat, bahan laint tidak perlu.
6. Dekontaminasi, cici tangan, dan perawantan pascatindakan.
4. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin
5. Kepustakaan 1. Hexsel DM, Fernandes JD, Hexsel Cl. Chemical peeling. Dala:
nouri K (ed). Dermatologic surgery step by step.west Sussex:
wiley- Blackwell,2013:217-222
2. Rubin MG. Chernical Peels. In: procedures in cosmetic
dermatology. Elsevier, 2006
3. Tanzi EL, Alster TS. Ablative lasers, chemical peels, and
dermabrasion. Dalam goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolf K (eds).Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine, edisi ke-8. New York: Mc Graw-hill,2012

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


134

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

SKIN NEEDLING
1. Pengertian (Definisi) Tindakan rejuvenasi kulit dengan proses inflammatory healing dan
platelet dereived growth factor

2. Kriteria Diagnosis 1. Skar atrofi/ hipertrofi


2. Wrinkle
3. Stretchmarks
4. Skin laxity

3. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medik


2. Persiapan pasien. Alat. Petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Tindakan skin healing pada daerah yang akan diterapi
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pascatindakan

4. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


5. Kepustakaan 1. Orentreich DS, Orentreich N. Subcutanous incisonless
(subcision) surgery for the correction of depresented scars and
wrinkles. Dermatol Surg 1995;21 (6): 543-9
2. Fernandes D, Upper lip treatment. Paper presented at the ISAPS
conference. Taipei, Taiwan, october 1996
3. Falabell AF, Falangan V.Wound haealing. Dalam: Fremkel FK,
Woodley DY (ed). The biology of the skin. New York: Pathenon
Publ Group, 2001
4. Kim SE, Koe DS, Lee AY, Moon HS. Medical conference
presentation. Medical science lab of the Dept of dermatology at
Eulji University School of Medicine And the Dept. of
Dermatology, School of Medicine at Dongguk university
Dongguk university, 2005
5. Schwatz et al. http://www.dermaroller.de.CIT-findings.htm.
Abstract. Reflections about collagen induction therapy (CIT). A
hypothesis for the mechanism of action of collagen induction
therapy (CIT) using microneedles.1st. Ed. February 2006, 2nd
Rev. January 2007

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


135

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
DERMABRASI dan MIKRODERMABRASI
1. Pengertian (Definisi) Tindakan meratakan kulit secara mekanis, dalam hal mikrodermabrasi
menggunakan silika
2. Kriteria Diagnosis Kerusakan kulit akibat matahari, penuaan dini kulit, kalainan
pigmentasi, parut superfisila, parut akne vulgaris tumor jinak kulit.

3. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medik


2. Persiapan pasien, alat, Petugas
3. Pencegah infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi lokal/umum
5. Tindakan : aseptic kulit, pada dermabrasi dilakukan dengan
diamond fraise puteran tinggi. Bila perlu kulit “dikeraskan”
dahulu dengan kriogen supaya lebih mudah dikikis.
6. Pada mikrodermabrasi menggunakan Kristal
7. Dekontanminasi, cuci tangan dan perawatan pasca tindakan
4. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin
5. Kepustakaan 1. Alleman IB, H afber J. Dermabrasion. Dalam: nouri K. (ed).
Dermatologic surgery step by step. West Sussex: wiley-blackwell,
2013: 207-211
2. Kaminer MS, Dover JS, Arndt KA. Atlas of cosmetic surgery.
Philadelphia : WB saunders company, 2009.
3. Tanzi EL, Alster TS. Ablative lasers, chemical peels, and
dermabrasion. Dalam Goldsmith LA, Katz Si, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolf K (eds). Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine, edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill, 2012.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


136

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

INJEKSI BAHAN PENGISI (FILLER)


1. Pengertian (Definisi) Pengunaan bahan pengisi untuk perbaikan contour kulit

2. Kriteria Diagnosis Kelaian kulit akibat penuan dini dan revisi skar
3. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Injeksi bahan pengisi sesuai teknik masing-masing bahan (linear
threading, fanning, cross-hatching, serial puncturedan
volumizing)
5. Dekontaminasi, cuci tangan,dan perawatan pasca tindakan

4. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


5. Kepustakaan 1. Donofrio LM. Soft tissue augmentation. Dalam: wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ [ed].
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine, edisi ke-8. New
York, McGraw-hill, 2012:3044-3052
2. Vujevick J, Baumann L.Permanent fillers. Dalam: Nouri K, leal-
Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh:
Mosby;2003:259-80
3. Bisaccia E, Scarborough DA. The Columbia Manual OF
Dermatologic Cosmetik Surgery. New York:McGraw-Hill,2002
4. Mariwalla K.temporary fillers. Dalam: Nouri K (ed). dermatologic
surgery step by step. West Sussex: weley Blackwell, 2013:259-
285

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


137

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
BEDAH KUKU
1. Pengertian (Definisi) Tindakan bedah untuk kelainan pada kuku, yang bertujuan untuk
menegakkan diagnose dengan biopsy, untuk menyembuhkan infeksi,
untuk mengurangi nyeri, menghilangkan tumor, dan untuk
memastikan hasil kosmetik terbaik pada kelaina kuku yang congenital
ataupun didapat.

2. Kriteria Diagnosis 1. Kelainan congenital


2. Infeksi
3. Proses peradangan
4. Tumor
5. Trauma kuku
6. Medikasi

3. Penatalaksanaan 1. Persetujuan tindak medik


2. Persiapan pasien, alat, petugas
1) Alat yang di butuhkan sama seperti peralatan bedah kulit
lainnya, namun ditambah nail elevator, single-or-double
pronged skin hooks, double-action nail splinter, clippers,
splitting scissor, English nail splitter,pointed scissors, curved
iris scissors, small nosed hemostat, disposable biopsy punches,
penrose drains, Luer-lok syringe, jarum 30-gauge
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Drapping(menutup tangan yang akan dilakukan tindakan dengan
handscoen steril, yang ujung handscoennya telah digunting pada
jari yang akan dilakukan tindakan, sedangkan pada kaki, hanya
ditutup kain steril yang difiksasi dengan clamps).
5. Anastesi local
2) Proximal digital block*
3) Distal digital block*
4) Transthechal block*
5) Wrist block*
6. Pemasangan Tourniquet
7. Tindakan bedah kuku
6) Nail avulsion*
7) Biopsi matriks kuku*
8) Matricectomy
8. Dekontaminasi, cuci tangan,dan perawat pasca tindakan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


138

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Baran R. Nail surgery. Dalam: wolff K, Goldsmith LA, Katz AI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York,
McGraw-Hill; 2012:2956-67
2. MacRarlane DF, Scher RK. Nailsurgery. Dalam: Nouri K, Leal
Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh,
Mosby; 2013:195-201

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


139

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
INFEKSI GONORE (A54)
1. Pengertian (Definisi) Gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonnorrhoeae suatu kuman gram negative, berbentuk biji
kopi, letaknya intra atau ekstra seluler.

2. Kriteria Diagnosis Anamnesis adanya coitus suspectus


Anamnesis Gonoroe pada pria :
1. Gatal pada ujung kemaluan
2. Nyeri saat kencing
3. Keluar duh tubuh purulen dari uretra
Anamnesis Gonoroe pada wanita:
1. Keputihan
2. Kadang asimptomatik
Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak seksual
sebelumnya, dan atau gejala komplikasih lainnya

Pemeriksaan klinik:
Gonore pda pria:
1. Edema dan eritematus pada orificium uretradisertai disuria
2. Duh tubuh uretra mukopurulen dengan atau tanpa massase
3. Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat menimbulkan duh
tubuh anal aau nyeri/rasa tidak enak di anus / perianal
4. Infeksi pada farings biasanya asimtomatik

Gonore pada wanita:


1. Seringkali asimtomatik
2. Cerviks eritem, edem, kadang ektropion
3. Duh tubuh endoserviks mukopurulen
4. Kadang dijumpai swab bleeding
5. Dapat disertai nyeri pelvis/perut bagian bawah
6. Infeksi pada uretra dapat menyebabkan disuria

3. Diagnosis Banding Pria :


1. Ureteritis Non Gonoroe
2. Infeksi Saluran Kencing

Wanita :
1. Bacterial Vaginosis
2. Kandidiasis Vulvovaginal
3. Trikomoniasis
4.
4. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan gram dari sekret uretra atau serviks ditemukan
Penunjang diplokokus Gram negative di dalam leukosit polimorfonuclear

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


140

(DGNI)
2. Kultur menggunakan media selektif Thayer-Martin dan agar coklat
Mcleod (jika tersedia)
3. Tes Thomson( percobaan dua gelas) (jika tersedia)
4. Tes Definitif ( dari hasil kultur yang posotif ) (jika tersedia)
- Tes Oksidasi
- Tes Fermentasi
- Tes Beta-Laktamase
5. Tes resistensi/sensitivitas: kerjasam dengan bagian Mikrobiologi.
Bagian Mikrobiologi.
Untuk kecurigaan infeksi pada faring dan anal dapat dilakukan
pemerikasaan dari bahan duh dengan kultur Thayer Martin atau PCR
terhadap N.gonorrhoeae dan C.Trachomatis

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
 Bila memungkinkan, periksa dan obati pasangan seksual tetapnya.
 Anjurkan abstinensia sampai terbukti sembuh secara laboratories,
dan bila tidak dapat menahan diri supaya memakai kondom.
 Kunjungan ulang pada hari ke-3 dan hari ke-8.
 Konseling: jelaskan mengenai penyakit gonore, kemungkinan
komplikasi, cara penularan, serta pentingnya pengobatan
pasangannya.
 Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular HIV, hepatitis B,
hepatitis C, dan penyakit infeksi menular seksual (IMS) lainnya.
Medikamentosa :
 Obat pilihan : sefiksim 400 mg per oral
 Obat alternative :
Levifloksasin# 500 mg per oral dosis tunggal atau Tiamfenikol 3,5
gram per oral dosis tunggal atau kanamisin 2 gram injeksi IM,
dosis tunggal atau Seftriakson 250 mg injeksi intramuscular dosis
tunggal
#
tidak boleh diberika oleh ibu hamil, menyusui, atau anak di
bawah 12 tahun
Bila sudah terjadi komplikasi seperti bartolinitis, prostatitis
 Obat pilihan : Sefiksim 400 mg peroral selama 5 hari
 Obat alternatif : Levofloksasin 500 mg per oral 5 hari atau
Tiamfenikol 3,5 gram peroral 5 hari atau Kanamisin 2 gram
injeksi intramuscular 3 hari atau Seftriakson 250 mg injeksi
intramuscular 3 hari
Komplikasi pada pria : Epididymitis, orchitis, dan infertilitas.
Komplikasi pada wanita :pelvic inflammatory disease (PID),
bartholinitis, infertilitas

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


141

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Piot Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam : Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill.29008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
kazt SI, editor. Dalam : Fitzpayrick’s Dermatology in General
Medicine, Edisi ke-6. New York: Mc Graw-hill, 2012
3. Handsfield HH.color atlas nd synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-2. New York, Mc Graw Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on
sexually transmitted diseases and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention.2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penangan infeksi Menular Seksual 2011

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


142

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
HERPES SIMPLEKS GENITAL (HG) (A60)
1. Pengertian (Definisi) Penyakit infeksi genital yang disebabkan oleh virus herpes simplex
(VHS) tipe 2 atau kadang tipe 1, bersifat rekurens. Infeksi akibat
kedua tipe VHS bersifat seumur hidup; virus berdiam di jaringan
saraf, tepatnya di ganglia dorsalis.
Perjalanan infeksi:
- HG episode pertama lesi primer
- HG episode pertama lesi non-primer
- HG rekuren
- HG asimtomatik
- HG atipikal

2. Kriteria Diagnosis Diagnosis umumnya cukup secara klinis


HBG episode pertama primer
 Vesikel/erosi/ulkus dangkal berkelompok, dengan dasar
eritmatosa, disertai rasa nyeri.
 Pasien lebih sering dating dalam keadaan lesi berupa ulkus atau
berkrusta
 Dapat disertai disuria
 Dapat disertai duh tubuh vagina atau utera
 Dapa disertai keluhan sistemik, demam, sakit kepala, nyeri otot,
nyeri dan pembengkakan inguinal
 Keluhan neuropati (retensi urin, konstipati, parestia)
 Pembentukan lesi baru masih berlangsung selama 10 hari
 Berakhir dalam eaktu 12-21 hari

HG episode pertama lesi non primer


 Umumnya lesi lebih sedikit dan lebih ringan dibandingkan infeksi
primer
 Lesi yang tidak diobati dapt berlangsung 10-14 hari
 Jarang disertai duh tubuh genital atau disuria, keluahn
sistemik,dan neuropati.

HG rekuren
 Lesi lebih sedikit dan lebih ringan
 Bersifat lokal, inilateral
 Berlangsung lebih singkat, dapat menghilang dalam waktu 5 hari
 Dapat didahului oleh keluhan parestesia 1-2nhari sebelum timbul
lesi
 Umumnya mengenai daerahyang sama di penis, vulva, anus, atau
bokong.
 Riwayat perna berulang

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


143

 Terdapa factor pencetus :


- Stres fisik / psikis
- Senggama berlebihan
- Minuman beralkohol
- Menstruasi
- Kadang- kadang sukar di tentukan
HG atipikal menyerang kulit seperti H. Whitlow daerah jari, putting
susu bokong dlsbnya.
HG subklinik hanya berupa lesi kemerahan atau erosi yan ringan
kadang2 ada vesiker. Keluhan nyeri radikulopathi.
HG asimtomatik. Tidak ada gejala klinis, reaksi serologis antibodi
herpes positif
HG superklinik dengan gejala ulkus yang luas dan berlangsung lama
banyak pada penderitaan imunokompromis

3. Diagnosis Banding 1. Infeksi Streptococcus


2. Sifilis
3. Chancroid
4. Lymfogranuloma Venereum
5. Granuloma Inguinale

4. Pemeriksaan  Tzanck test ditemukan multinucleated giant cells


Penunjang Jika tersedia sarana:
 Pemeriksaan miroskop electron
 Kultur jaringan
 ELISA
 IgM HSV1& HSV2
 IgM HSV1 & HSV2

5. Penatalaksanaan HG lesi inisial (primer dan nonprime)


Nonmedikamentosa :
 Abstinensia
 Konseling
- Kecendrungan berulang
- Seringnya pelepasan virus subklinis (terutama 6-12 bulan pertama
setelah infeksi primer), serta potensi menularkan kepada pasngan
seksualnya.
- Kemungkinan risiko terulang HIV
 Pemeriksaan terhadap pasngan seksual tetapnya, bila
memungkinkan

Medikamentosa :
1. Simtomatik
- Analgesik
- Kompres
2. Antivirus :
- Asiklovir : 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau
- Asiklovir : 3x400 mg/hari selama 7-10 hariatau

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


144

- Valasiklovir : 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari, atau


- Famsiklovir : 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
3. Kasus berat perlu rawat inap di RS :
- Asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap8 jamselama7-10 hari

HG rekuren
Medikamentosa :
1. Lesi ringan : terapi simtomatik
2. Lesi berat :
Asiklovir 5 x 200 mg/hari, per oral selam 5 hari ataua Valasiklovir 2 x
500 mg/hari per oral, selama 5 hari
o Asiklovir : 5x200 mg selama 5 hari atau
o Asiklovir : 3x400 mg selama 5 hari atau
o Valasiklovir : 2x500-mg selama 5 hari, atau
o Famsiklovir : 3x250 mg selama 5 hari
3. Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
- Asiklovir 2 x 400mg/hari atau
- Valasiklovir 1x 500 mg/hari atau
- Famsiklovir2 x 250 mg/hari
4. Abstinensia
5. Konseling :
- Kecenderungan berulang
- Seringnya pelepasan virus subklinis(terutama 6-12 bulan pertama
setelah infeksi inisial), serta potensi menularkan kepada pasangan
seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
6. Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya, bila
memungkinkan

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Holmes king K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Plot Peter, Wasserheit JW, editor .Dalam: sexually Transmitted

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


145

Diseases. Eidisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill.2008


2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Kazt SI, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Meidicine. Edisi ke-6. New York , Mc Graw-hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw hill,2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 Uk National Guidelines in
sexually transmitted diseases control and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention, 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases.MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Deirektorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


146

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
INFEKSI GENITAL NONSPESIFIK (IGNS)
1. Pengertian (Definisi) Infeksi saluran genital yang di sebabkan oleh penyebab nonspesifik.
Istila ini meliputi berbagia keadaan, yaitu uretritis nonspesifik (UNS),
uretritis genital nonspesifik pada wanita

2. Kriteria Diagnosis Pria:


 Duh tubuh uretra spontan, atau diperoleh dengan pengurutan /
massage uretra
 Disuria
 Bisa asimtomatik

Wanita :
 Duh tubuh vagina
 Duh tubuh endoserviks mukopurulen
 Ektopia service disertai edema, service rapuh, mudah berdarah
 Perdarahan antara dua siklus menstruasi
 Perdarahan pascakoitus
 Disuria, bila mengenai uretra
 Sebagai besar asimtomatik

3. Diagnosis Banding Uretritis/servisitis Gonore, Trikomoniasis, kandidosis Vulvo-


Vaginalis, Vaginosis bakterrial

4. Pemeriksaan Bahan dari duh tubuh genital


Penunjang Sediaan apus Gram :
 Tidak terdapat diplokokus Gram negative intra selukar dan
ekstraselular,
 Tidak ditemukan blastospora, pseudohifa, dan clue cell
 Jumlah leukosit PMN >5/LPB (pria) atau >30/LPB (wanita)

Sediaan basah :
 Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis untuk menentukan infeksi
Chlamydia trachomatis: bila memungkinkan, dilakukan
pemeriksaan cara EIA (enzyme immunoassay): kerjasama dengan
bagian Mikrobiologidan Bagian Parasitologi.

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
 Abstinensia sampai terbukti sembuh secara laboratories, dan bila
tidak dapat menahan diri anjurkan memakai kondom.
 Kunjungi ulang pada hari ke-8
 Konseling: jelaskan mengenai IGNS dan penyebanya, kemungkinan
komplikasi jangka panjang, cara penularan, pentingnya mematuhi

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


147

pengobatan, serta pentingnya penanganan pasagan seksual tetapnya.


 Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular HIV
 Bila memungkinkan, periksa dan obati pasangannya.

Medikamentosa :
Obat pilihan :
Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal

Obat alternative :
Doksisiklin# 2 X 100 mg/hari, peroral selama 7 hari, atau Eritromisin
4 X 500 mg/hari per oral selama 7 hari
#
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil,menyusui, anak di bawah
12 tahun.

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Holmes king K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Plot Peter, Wasserheit JW, editor .Dalam: sexually Transmitted
Diseases. Eidisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill.2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Kazt SI, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Meidicine. Edisi ke-6. New York , Mc Graw-hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw hill,2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 Uk National Guidelines in

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


148

sexually transmitted diseases control and related conditions.


5. Centers for Diseases Control and Prevention, 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases.MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Deirektorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


149

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
KANDIDOSIS VULVOVAGINAL (KVV) (B37.3)
1. Pengertian (Definisi) Infeksi pada vulva dan vagina yang disebabkan oleh Candida
albicans, atau kadang oleh candida sp. Torulopsis sp, atau ragi
lainnya.

2. Kriteria Diagnosis Keluhan :


 Gatal pada vulva
 Vulva lecat, dapat timbul fisura
 Dapat terjadi dispareunia
Pada vulva dan vagina tampak:
 Eritema
 Dapat timbul fisura
 Edema jika berat
 Duh tubuh vagina, putih seperti susu, mungkin bergumpal, tidak
berbau
 Jika mengenai genitalia luar dapat dijumpai patch eritem dg lesi
satelit

3. Diagnosis Banding Gonore, Infeksi genital nonspesifik, Trikomoniasis, Vaginosis


bacterial

4. Pemeriksaan Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina
Penunjang dilakukan pemeriksaan :
 Sediaan apus dengan pewarnaan Gram: ditemukan blastospora dan
pseudohifa
 Sediaan basah dengan larutan KOH 10%: ditemukan Pseudohifa
dan atau blastospora
 Kultur jamur

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
 Hindari bahan iritan local, misalnya produk berparfum
 Hindari pakaian ketat atau dari bahan sintesis
 Hilangkan factor predisposisi : hormonal, pemakaian
kortikosteroid dan antibiotic yang terlalu lama, kegemukan, dll
Medikamentosa :
Obat pilihan :
Klotrimazol kapsul vagina 500 mg dosis tunggal atau
Klotrimazol kapsul vagina 200 mg selama 3 hari atau
Klotrimazol kapsul vagina 100 mg selama 6 hari atau
Flukonazol kapsul 150 mg per oral dosis tunggal atau
Itrakonazol kapsul 2 x 200 mg per oral selama 1 hari atau
Itrakonazol kapsul 1 x 200 mg/hari per oral selama 3 hari atau

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


150

Ketokonazol kapsul 2 x 200 mg/hari per oral selama 7 hari


Catatan : Wanita hamil sebaikanya tidak diberikan obat sistemik.
Pada penderita dengan imunokompeten jarang terjadi komplikasi,
sedangkan penderita dengan status imun rendah infeksi jamur dapat
bersifat sistemik.

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Holmes king K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Plot Peter, Wasserheit JW, editor .Dalam: sexually Transmitted
Diseases. Eidisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill.2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Kazt SI, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Meidicine. Edisi ke-6. New York , Mc Graw-hill, 2012

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


151

3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted


diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw hill,2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 Uk National Guidelines in
sexually transmitted diseases control and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention, 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases.MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Deirektorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


152

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
KONDILOMA AKUMINATA (KA) (A63.0)
1. Pengertian (Definisi) Infeksi menular seksula yang disebabkan oleh virus papiloma
humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma
pada kulit dan mukosa

2. Kriteria Diagnosis Umumnya cukuo secara klinis : terdapat vegetasi atau papul soliter
dapat juga multipel. (bentuk ; akuminata, papul, datar, dan Giant
condyloma Buschke-Lowenstein)

3. Diagnosis Banding Pearly penile papules, Kondiloma lata, karsinoma sel skuamosa

4. Pemeriksaan Pada sel yang meragukan dapat dilakukan tes asam asetat. Kolposkopi
Penunjang serta pemeriksaan histopatologi

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa
 Sedapat mungkin lakukan penanganan terhadap pasangan
seksualnya
 Koseling, kemungkinan risiko tertular HIV
 Kunjungi ulang: dilakuakn 3-7 hari setelah terapi dimulai.

Medikamentosa :
Obat pilihan :
1. Tinktura podofilin 10-25%, lindungi kulit sekitar lesi dengan
vaselin agar tidak terjadi iritasi, biarkan selama 1-4 jam, kemudian
cuci. Pemberian obat dilakukan seminggu dua kali, sampai lesi
hilang.
2. Asa trikloroasetat 50-90%, aplikasikan seminggu sekali. Respon
baik terutama pada wanita hamil.
3. Tindakan bedah: bedah scalpel, listrik, beku dan laser.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


153

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Holmes king K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Plot Peter, Wasserheit JW, editor .Dalam: sexually Transmitted
Diseases. Eidisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill.2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Kazt SI, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Meidicine. Edisi ke-6. New York , Mc Graw-hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw hill,2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 Uk National Guidelines in
sexually transmitted diseases control and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention, 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases.MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Deirektorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


154

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
SIFILIS (A53)
1. Pengertian Penyakit sitemik yang disesbkan oleh Treponema pallidum. Sifikis
(Definisi) dapat diklasifikasikan atas sifilis didapat dan sifilis congenital. Sifilis
di dapat terdiri atas stadium primer, skunder, dan tersier, dan periode
laten di antara stadium sekunder dan tersier.

2. Kriteria Diagnosis Stadium I :


Klinis : ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat indurasi,
tidak nyeri, terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Stadium II :
Klinis : terdapat lesi kulit yang polimorfi, tidak gatal dan lesi di
mukosa, disertai pembesaran kelenjar gatah bening generalisata
Stadium II laten:
Klinik : tidak didapatkan lesi di genital atau kulit, hanya ditemukan
tes serologi sifilis (TSS) yang reaktif
Stadium III:
Klinis : didapatkan gumma , yaitu infiltrat sirkumskrip kronis yang
cenderung mengalami perlunakan dan bersifat destruktif. Dapat
mengenai kulit, mukosa dan tulang.

3. Diagnosis Banding 1. S I: herpes simpleks, ulkus piogenik, scabies, balanitis, LGV,


karsinoma sel skuamosa, penyakit Behcet, ulkus mole
2. S II: erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, psoriasis,
dermatitis seboroik, kondilomata akuminata, alopesia areta
3. S III: sporotrikosis, aktinomikosis, tuberculosis kutis gumosa,
keganasan

4. Pemeriksaan STADIUM I :
Penunjang Laboratorium
 Tes serologi sifilis : dapat (+) atau (-)
 Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan burri (+) atau (-)

STADIUM II :
Laboratorium
 Pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap dan burry (+) / (-)
 Tes serologi sifili : RPR (++); VDRL (+); TPHA (+) titer tinggi

STADIUM II LATEN :
Laboratorium : TSS (+), tetapi tidak ada gejala klinis

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa:
 Penanganan pasangan seksual sedapat mungkin dilakukan
 Koseling :

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


155

- Tentang penyakit sifilis dan penularannya, cara pencegahan,


pengobatan
- Kemungkinan risiko tertular HIV
Medikamentosa :
1. Obat pilihan
Benzatin penisilin G dengan dosis bergantung pada stadium,
Stadium dini: stadium I,II & laten < 2 tahun : 2,4 juta unit
Stadium lanjut : stadium laten >2 tahun & III : 7,2 juta
unit (injeksi intramuskuler, 2,4 juta unit/ kali dengan interval 1
minggu)

2. Obat alternatife :
Terasiklin 4 x 500 mg/hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg/hari atau
Doksisiklin 2 x 100 mg/hari
Lama pengobatan 30hari (stadium dini) atau >30 hari (stadium lanjut)
Evaluasi TSS (VDRL) :
1. Bulan sesudah pengobatan selesai, ulangi TSS :
a. titer ↓ : tidak diberi pengobatan lagi
b. titer ↑ : pengobatan ulang
c. titer tetap : tunggu 1 bulan lagi
2. bulan sesudah c :
a. titer ↓ : tidak di beri pengobatan
b. titer ↑ : atau tetap : pengobatan ulang

pemantauan TSS : pada bulan ke I, II, III, IV dan XII dan setiap 6
bulan pada tahun ke- 12

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


156

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Holmes king K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Plot Peter, Wasserheit JW, editor .Dalam: sexually Transmitted
Diseases. Eidisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill.2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
Kazt SI, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General
Meidicine. Edisi ke-6. New York , Mc Graw-hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw hill,2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 Uk National Guidelines in
sexually transmitted diseases control and related conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention, 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases.MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Deirektorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


157

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
ANGIOEDEMA (T78.3)
1. Pengertian (Definisi) Kondisi ditandai edema mandadak pada dermis bagian dalam dan
jaringan subkutan atau membrane mukosa, disertai nyeri atau rasa
terbakar(bukan gatal), menyerang hamper sekuruh bagian tunuh dapat
terlibat. Lokasi yang sering terkena adalah kelopak mata, bibir, lidah,
laring, faring traktus gastrointestinal, dan genitalia

Pathogenesis dan klasifikasi


Angioedema disebabkan peningkatan cepat permeabilitas kapiler
submukosa atau subkutan dan venula postcapillary disertai
ekstravasasi plasma likalisata. Klasifikasi:
1. Alergik
2. Terkait oabat (ACE inhibitor, NSAID, salisilat)
3. C1 inhibitory deficiency (HAE, AAE)
4. Idiopatik
5. Penyebab lain
Factor penyebab angioedema harus selalu dicari, meskipun pada
sebagian besar pasien adalah idiopatik.

Patofisiologi
 Angioedema yang diperantarai histamine
 Histamine yang berlebihan menyebabkan peningkatan aliran
darah, permeabilitas endothelial dan edema yang bermanifes
sebagai angioederma, urtikaria, dan pada kasus berat: anafilaksis.
Pada reaksi yang diperantarai lgE, ikatan alergen menghasilkan
cross-lingking lgE-sel mast yang menyebabkan degradasi sel mast
pelepasan histamine dan mediator lain, misalnya triptase.
 Angioedema yang diperantarai bradikinin
 Bradikinin (BK) memainkan peranan fisiologis pada control tonus
vascular. BK terikat pada reseptor pada endothelium vascular.
Reseptor BK- 1 dapat diinduksi oleh perlukaan jaringan dan
reseptor BK-2 kemudian diekspresikan. Ikatan pada reseptor BK-2
diikuti pelepasan substansi P dari serabut saraf yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas vascular , dan kebocoran plasma ke
dalam ruang interstisial.
 Mekanisme lain
Produksi prostaglandin (terutama PGE) oleh salisilat atau obat
NSAID dapat menyebabkan angioedema. Penyebab jarang
misalnya komponen kompemen vasoaktif, misalnya pada
vaskulitis urtikarial hipokomplemen.

2. Kriteria Diagnosis Edema non-pitting, eritematosa atau sewarna kulit dengan batas tidak

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


158

tegas.
Anamnesis detil untuk menemukan kausa yang mendasari/dicurigai.
 Gejala yang dirasakan: kesulitan menelan atau bernafas, gejala
sistemik, dan kemungkinan factor yang memicu dan
memperparah.
 Kecepatan onset
 Kaitan dengan adat/ tidaknya urtikaria
 Tempat angiodema: fasial/perifer/nyeri abdominal
 Factor pencetus
o Obar(missal ACE inhibitor, aspirin, NSAID lain)
o Paparan pekerjaan (sensitifitas lateks)
o Penyakit hipersensitifitas fisik (urtikaria dingin yang dapat
bermanifes sebagai angioedema regional atau generalisata
setela paparan dingin)
o Angioederma yang diinduksi oleh exercise, dengan atau tanpa
anafilaksis
o Sensitifitas yang diperantarai tekanan (pressure-mediated
sensitifity ) yang dapat menyebabkan angioedema pada telapak
kaki setelah berjalan atau berlari,
o Hipersensitifitas terahadap makanan.
 Riwayat serangan
 Usia pertama kali menderita
 Respon terhadap terapi (antihistamin/ steroid/ epinefrin)
 Riwayat obat
 Riwayat keluarga
Gambaran lain untuk dugaan angioedema yang jarang: penyakit
jaringan konektif atau gejala penyakit limfoproliferatif

3. Diagnosis Banding  Selulitis fasial


 Penyakit sistemik: overload cairan, sindrom permeabilitas
sistemik kapiler
 Obstruksi venosa (missal edema fasial yang disebabkan oleh
sindrom vena cava superior)
 Dermatitis kontak
 Serum sickness
 Obstruksi kelenjar parotid
 Infeksi (viral, parasit)
 Myxederma
 Penyakit inflamatori kronik yang disebabkan autoimun seperti
dermatomiositis, keganasan, limfedema, granulomatosis kronik
dan atau penyakit infiltrative seperti sarkoidosis, amiloidosis, dan
angioedema granulomatosa pada bibir dan area perioral (misalnya
sindrom Melkersson- Rosenthal)

4. Pemeriksaan Tes laboratorium yang relevan bergantung pada penyebab yang


Penunjang mendasari/dicurigai berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik.
 Tes skrining yang terdiri dari hitung darah lengkap, analisis KED,
urinalisis, uji fungsi hati.
 Bila dicurigai anafilaksis sel mast (Triptase mempunyai waktu

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


159

paruh 4 jam, peningkatan kadar pada 1 dan 4 jam setelah reaksi,


dan kembali ke normal setelah 24 jam, akan mendukung diagnosis
anafilaksis).
 Tes tusuk atau IgE spesifik antibody apabila diindikasikan.
5. Penatalaksanaan Prinsip:
1. Atasi keadaan akut terutama pada angioedema karena
dapat terjadi obstruksi saluran napas. Dapat dilakukan
bersama-sama dengan / atau dikonsulkan spesialis THT
2. Mencari kemungkinan penyebab urtikaria.

 Eliminasi/hindari faktor penyebab yang dicurigai (missal obat,


lateks, makanan, dingin, dll), namun apabila penyebab yang
mendasari tidak diketahui, terapi dilakukan berdasarkan gejala.
 Angioedema disertai obstruksi saluran napas segera dikonsulkan
ke spesialis THT, dengan terlebih dahulu diatasi keadaan darurat
di unit Gawat Darurat
 Epinefrin atau adrenalin dosis 0,01 ml/ kgBB/ kali subkutan
(maksimal 0,3 ml)
 Angioedema pada wajah atau lidah dapat diterapi dengan 60 mgg
prednisone, dan 40 mg diberikan pada hari berikutnya; terapi
kemudian dapat dihentikan atau skedul dosis selang sehari.
 Untuk pasien dengan angioedema berat (melibatkan edema wajah,
lidah, dan faring), diphenhydramine efektif diberikan.
 Pada pasien dengan angioedema berulang yang bermanifes
sebagai anafilaksis sebaikanya selalu membawa kit epinefrin
emergensi.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


160

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Kanokvalai K, Jiamton S, Boochangkool K, et al. Angioederma:
Clinical and etiological aspects. Clin Dev Immunol 2007:26438.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


161

doi:10.1155/2007/26438
2. Kaplan A. Angioedema. WAO journal 2008; 103:103-13.
3. Kaplan A. Chronic Urticaria and angioedema. N Engl J Med.
2002; 346: 175-9. Zuberbier T, Asero R, Bindslev-Jaensen C,
Canonica GW, Church MK, et al; Dermatology Section of the
European academy of allergology and Clinical Immunology;
Global Allergy and Asthma European Net- Work; European
Dermatology Forum; Word Allergy Organization.
EAACI/GA(2)LEN/EDF/WAO guideline: definition,
classification and fiagnosis of urticaria. Allery. 2009;64:1417-
1426

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


162

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG
NEKROLISIS EPIDERMAL (L51.1-L51.3)
1. Pengertian (Definisi) Nekrolisis efidermal, mencakup Sindrom Stevens- Johnson (SSJ) dan
Epidermal Nekrolisis toksik (NET), adalah dengan nekrosis dan
pelepasan epidermis ekstensif. SSJ dan NET di tandai dengan
ketelibatan kulit dan membrane mukosa, dank arena kesamaan
temuan klinis dan histopatologi, kedua kondisi hal digolongkan
sebagai varian keparahan dari proses yang serupa, yang hanya
berbeda pada keparahan area permukaan kulit yang terkena.

2. Kriteria Diagnosis  Faktor etiologi terpenting adalah penggunaan obat. Anamnesa


riwayat menggunakan obat secara sistemik (jumlah dan jenis obat,
dosis, cara pemberian, lama pemberian, runtutan pemberian obat,
pengaruh pajanan matahari) atau kontak obat pada kulit yang
terbuka (erosi, ekskorasi, ulkus)
 Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu peberian
obat, apakah timbul segera, beberapa saat atau jam atau hari.
 Beberapa faktor pencetus lain adalah infeksi (mycoplasma
pneumonia, virus, imunisasi), dan telah dilaporkan kejadian
nekrolisis epidermal stelah transplantasi sumsum tulang belakang.
 Kelainan kulit antara lain: eritema, vesikel, papul, erosi,
ekskoriasi, krusta kehitaman, kadang purpura, menurut total area
lepasnya epidermis, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: SSJ
(<10%), tumpukan tindih SSJ/ NET (10-30%), dan NET (>30%
area tubuh).
 Kelainan mukosa (hamper selalu, setidaknya pada dua situs):
dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata
dan genital. Kelainan mata seperti konjungtivitis kataralis,
purulenta, atau dapat menjadi ulkus. Kelainan mukosa oral seperti
erosi hemoragis nyeri yang tertutup pseudomembran putih
keabuhan dan krusta. Kelainan genital seperti erosi, dapat
menyebabkan sinekia (perlekatan).
 Gejala ekstrakutaneus : deman, nyeri dan kelemahan, keterlibatan
organ dalam seperti komplikasi pulmonary yang bermanifestasi
sebaigai peningkatan kecepatan nafas dan batuk, komplikasi
digestif seperti diare profus, malabsorbsi, melena, perforasi kolon.

3. Diagnosis Banding 1. Eritema multiforme minor (EEM)


2. Varisela
3. Pustulosis Exanthematus Generalisata Akuta
4. Generalized Bullous Fixed Drug Eruption
5. Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
6. Purpura fulminans

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


163

4. Pemeriksaan 1. Biopsy kulit untuk pemeriksaan histopatologik:


Penunjang 2. Perhatikan letak lepuh : degenerasi hidropik di lapisan basal celah
di subepidermal, infiltrat mononuclear di sekitar pembuluh darah.
3. Periksa keseimbangan caiaran dan elektrolit (K+,Na+, CL*)
Diagnosis kausatif dilakukan setelah sembuh minimal 6 pekan setelah
lesi kulit hilang dengan:
A. Uji kulit;
Uji temple tertutup,
Uji tusuk bila uji temple negative
B. Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif

5. Penatalaksanaan Medikamentosa:
Prinsip:
 Hentikan obat
 Atasi keadaan umum, terutama pada yang berat untuk life saving.
Terapi cairan dan elektrolit bila diperlukan.
 Barikan obat antialergi yang paling aman dan sesuai (contoh:
kortikosteroid , siklosporin A).
 Penatalaksanaan sesuai SCORTEN (paling baik dilakukan pada
hari ke-3)

1. Topika :
- Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (ikuti prinsip
dermatoterapi)
- Pada mata sesuai anjuran konsultan dokter spesialis mata.
- Lesi di mulut dan bibir: steroid dalam vaselin atau boraks-
gliserin.
2. Sistemik:
- Hentikan obat yang dicurigai.
- Atasi keadaan umum terutama kondisi vital: berikan infuse
sesuia kondisi.
- Deksameteson intravena 0,15-0,2 mg/kgBB/hari dapat sampai
4-6 x 5 mg/hari, setelah masa kritis diatasi (2-3 hari) dosis
segera diturunan cepat (5 mg/hari), stelah dosis rendah, bisa
diganti peroral (prednisone 2x20 mg/hari).
- Antibiotik (yang jarang menyebabkan alergi), spectrum luas,
tidak nefrotoksis, dan bersifat bakterisidal: gentamisin 2x80
mg atau klindamisin 2 x 600 mg intravena.
- Diet rendah garam dan tinggi protein
- Bila kalium turun, berikan KCL 3 X 500 MG/HARI.
- Bila ada ketidakseimbangan cairan, berikan infuse larutan
Darrow dan glukosa 5% atau sesuai anjuran Dokter Spesialis
Penyakit Dalam.
- Bila ada pneumonia atau bronkopneumonia terapi antibiotic
sesuai anjuran Dokter Spesialis Paru.
Nonmedikamentosa :
 Penjelasan mengenai kondisi pasien dan diminta
menghentikan obat tersangka penyebab.
 Bila pasien sembuh: berikan kartu alergi, yang berisi daftar
obat yang diduga menyebabkan alergi, kartu tersebut selalu

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


164

diperlihatkan kepada petugas kesehatan setiapkali berobat.


 Pasien diberi daftar jenis obat yang harus dihindari (obat
dengan rumus kimia yang sama).

Tindak lanjut:
 Pasien rawat inap: control setiap hari, pantau keadaan umum,
kelainan kulit, orifisium, dan mata.
 Setelah rawat inap, kontorol setiap pecan : perhatikan kemajuan
penyakit dan penurunan dosis obat, sampai obat dihentikan.
 Kartu alergi selalu dibawa.

Komplikasi :
 Sepsis
 Kegagalan organ dalam
 Kematian.

6. Bagan Alur

7. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin


8. Kepustakaan 1. Allanora LV, Roujeau JC. Epidermal necroysis (steven-johnson
syndrome and toxic epidermal necrolysis). Dalam : Wolff K,
Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller. A, Leffel D, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke 8. New

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


165

York: McGraw-Hill 2012; 439-448.


2. Harr T, French LE. Toxic epidermal necrolysis and Steven-
Johnson syndrome. Orphanet J rare Dis. 2010; 5:39.
3. Magana BRD, Langner AL, et al. A systematic review of
treatment of drug-induced Steven-Johnson syndrome and toxic
epidermal necrolysis in children. J Popul Ther Clin Pharmacol.
2011; 18(1): e121-e133.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


166

PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM


(PPK) KULIT
DAN KELAMIN

RS RK CHARITAS PALEMBANG

SINDROM DRESS (Drug rash with Eosinophilia and systemic symptoms)


(T88.7)
1. Pengertian (Definisi) Sindrom DRESS merupakan kumpulan gejala dan tanda reaksi obat
idiosinkratik berat pada pemberian obat dalam dosis terapi, yang
secara khas ditandai oleh :
1. Demam
2. Erupsi kulit
3. Abnormalitas hermatologi (eosinofilia ≥1500/uL, atau kelaianan
hermatologi lain missal lekositosis, limfositosis, atau limfosit
atipik
4. Keterlibatan sistemik (limfadenopati ≥ 2cm, hepatitis sitolitik
dengan AST ≥ 2X normal, nefritis interstitial, pneumonia
insterstitial, atau miokarditis)

Sindrom ini terjadi secara akut dalam 2-8 pekan pemakaian obat
penyebab. Obat yang perna dilaporkan sebagai penyebab adalah: anti-
konvulsan (karbamazapin, fenobarbital, fenitoin, primidon,
lamotrigin, asam valproat, etoksuksimid), antiretroviral (indinavir,
nevirapin), alopurino, siklosporin, kaptopril, diltiazem, preparat emas,
meskiletin, sorbinil, terbinafin, zalcitabin, minisklin, nitrofurantoin,
golongan sulfon dan sulfonamide.

2. Kriteria Diagnosis  Keadaan umum buruk


 Demam dapat terjadi 2-3 hari sebelum atau bersamaan dengan
munculnya erupsi kulit. Demam berkisar antara 38-39ºC,sering
disertai mialgia, arthralgia, faringitis, dan limfadenopati.
 Erupsi kulit bervariasi dapat berupa erupsi obat makulopapular,
vesikobulosa, eritroderma, maupun dermatitis eksfoliatifa.
 Sering dijumoai edema pada wajah
 Keterlibatan mukosa jarang terjadi, biasanya berupa stomatitis
atau faringitis ringan.

3. Diagnosis Banding 1. Sindrom Stevens-Johnson


2. Dermatitis eksfoliatifa

4. Pemeriksaan  Pemeriksaan darah dan urin rutin: SGOT, SGPT, eosinofil darah
Penunjang tepi.
 Pemeriksaan HbSAg, antibody anti virus hepatitis- A serta anti
Hepatitis- C untuk menyingkirkan infeksi virus sebagai penyebab
hepatitis.
 Pemeriksaan serum AFP dan CEA yang di konfirmasi pemeriksaan

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


167

UGS abdomen untuk menyingkirkan hepatitis akibat keganasan


primer atau metastatic.
 Tes temple untuk penegakan diagnosis kausatif obat penyebab,
sebaikanya dilakukan dalam waktu 6 pekan – 6 bulan sesudah
pasien sembuh, atau satu bilan bebas glukokortikod sistemik kerja
lama atau obat imunosupresif lain, atau satu pecan bebas
glukokotikoid kerja singkat, atau dua pecan bebas steroid topical
pada tempat yang akan diperiksa.

5. Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
 Mengentiakan segera obat yang dicuragai sebagai penyebab
 Penjelasn kepada pasien dan/atau keluarga mengenai penyakit,
terapi, serta prognosis

Medikamentosa :
Prinsip :
 Mengatasi keadaan umum yang buruk
 Penatalaksanaan multidisiplin
 Balans cairan dan elektrolit

Terapi sitemik:
 Prednison 0,5 – 2 mg/kgBB selama 1-8 pekan dan diturunkan
berkala selama 6-8 pekan atau steroid sistemik setara prednisone
1-2 mg/kgbb
 Bila keadaan klinis berat, steroid sistemik dapat diberikan dalam
dosis denyut yang besar kemudian dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan (1,5gr MP i.v. selama kondisi pasien membaik)
 Pada pemerian prednisone > 40 mg/hari sebaiknya diberikan
antibiotic profilaksis mencegah infeksi sekunder.
 Bila demam dpat diberikan antipiretik, namun harus hati-hati
tentang kemungkinan obat penyebab

Komplikasi
 Dehidrasi
 Sepsis
6. Penelaah kritis KSM Kulit dan Kelamin
7. Kepustakaan 1. Nam YH, Park MR, Nam HJ, et al. Drug reaction with
eosinophilia and systemic symptoms syndrome is not uncommon
and shows better clinical outcome than generally recognized.
Allergol immunopathol (madr). 2014 doi:
10.1016/j.aller.2013.08.003.[epub ahead pf print].
2. Criado PR, Avancini J, Santi CG, et al. Drug reaction with
eosinophilia and systemic symptoms (dress): A complex
interaction of drugs, viruses and the immune system. Isr Med
Assoc J.2012; 14: 577-82.
3. Sullivan JR, Shear NH. The drug hypersensitivity syndrome: What
is the pathogenesis ? Arch Dermatol 2001; 137:357-64.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


168

4. Brockow K, Romano A, Bianca M, et al. General considerations


for skin test procedures in the diagnosis of druh hypersensitivity.
Allergy 2002;57:45-51.

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang


169

Panduan Praktik Kliniks Jilid 4 – RS RK Charitas Palembang

Anda mungkin juga menyukai