Anda di halaman 1dari 13

Dermatitis Stasis: Perbedaan Dari Penyebab Umum Lainnya Pada

Peradangan Kaki Bagian Bawah Dan Strategi Manajemen

Alexandra K. Rzepecki dan Rachel Blasiak

Abstrak

Tinjauan

Dermatitis stasis adalah kelainan kulit oleh karena inflamasi ekstremitas


bawah yang paling sering terjadi pada pasien lansia dengan insufisiensi vena
kronis.

Dalam artikel ini, kita meninjau patogenesis, presentasi klinis, pendekatan


diagnostik, diagnosa banding, dan strategi manajemen dermatitis stasis.

Temuan terbaru

Dermatitis stasis dapat keliru dengan berbagai kelainan kulit, seperti


selulitis, kontak alergi, pigmented purpuric dermatoses,dan limfedema; oleh
karena itu, konsultasi dermatologi pasien dengan ruam ekstremitas bawah dapat
membantu meningkatkan hasil dan mengurangi biaya.Pengobatan dermatitis stasis
berfokus pada koreksi insufisiensi vena dengan kompresi atau prosedur minimal
invasif vena dan manajemen gejala dan perubahan kulit dengan emolien
dansteroid topikal.

Ringkasan

Dermatitis stasis merupakan penyakit penting yang seharusnyadikenali


secara baik oleh klinisi.Pengenalan dan pengobatan segera pada dermatitis stasis
penting dalam pencegahan komplikasi, seperti ulserasi vena.

Kata kunci. Stasis dermatitis. Dermatitis ekstremitas bawah. Insufisiensi vena


kronis. Selulitis bilateral.Autoeczematization. Terapi kompresi

1
Pendahuluan

Dermatitis Stasis (DS) juga dikenal sebagaivenous eczema, eksim stasis


dermatitis stasis vena, atau dermatitis gravitasional adalah kelainan kulit oleh
karena inflamasi yang umum dari ekstremitas bawah yang terjadi pada individu
dengan insufisiensi vena kronis [1, 2]. Karena SD mungkin kedua indikasi dari
patologi dasar vaskular dan prekursor ulserasi vena, dimana merupakan penyakit
penting yang harus familiar bagi klinisi; Hal ini terutama harus relevan terhadap
gambaran pertumbuhan populasi geriatri dengan SD pada umumnya [3 •].

Identifikasi dan pengelolaan kondisi ini penting; kesalahan diagnosa dan


pengobatan yang tidak tepat berikutnya dapat menyebabkan komplikasi yang
mungkin seharusnya telah dihindari, yang mana dapat berdampak terhadap
ekonomi yang cukup besar pada sumber daya kesehatan [4]. Dalam artikel ulasan
ini, kami meninjau patogenesis, presentasi klinis, pendekatan diagnostik, diagnosa
banding, dan strategi manajemen dermatitis stasis.

Patogenesis

Dermatitis stasis adalah manifestasi kulit dari hipertensi vena yang


disebabkan oleh surutnya aliran darah vena[3 •].Dalam kebanyakan kasus,
mekanisme patologis yang mendasari adalah refluks vena yang disebabkan oleh
melemahnya katup vena, obstruksi untuk aliran vena, atau gagalnya pompa otot
ekstremitas bawah [5]. Ketika katup vena melemah, tekanan yang meningkat yang
dihasilkan ketika berdiri atau kontraksi otot betis menyebabkan darah masuk ke
vena superfisial, mengakibatkan terbentuknya sistem bertekanan tinggi. Karena
vena bagian dalam dan superfisial menjadi distensi akan volume berlebih, distorsi
anatomis dinding pembuluh darah menyebabkan melemahnya katup dan
memperberat hipertensi vena.Proses ini dapat menjadi suatu siklus, yang
berkontribusi terhadap presentasi kronis dan memburuknya gejala dari waktu ke
waktu.

Selain itu, diperkirakan bahwa pelepasan mediator inflamasi lokal pada


dasarnya bertanggung jawab terhadap sebagian besar perubahan karakteristik
trofik kulit insufisiensi vena kronis [3 •]. Secara khusus, peningkatan ekspresi

2
dari matriks metalloproteinase dan proteinase lainnya oleh dinding pembuluh
darah yang merusak vaskular ekstraseluler matriks dan menyebabkan
abnormalnya permeabilitas pembuluh darah dan edema [6].Pelepasan feritin dan
ferioksida dari eritrosit dapat mengakibatkan stres oksidatif dan aktivasi
Metalloproteinase tambahan, memicu kerusakan jaringan lebih lanjut dan
pembentukan ulkus nantinya [7].Hiperpigmentasi pada kulit merupakan hasil dari
deposisi hemosiderin dari ekstravasasi eritrosit, mediator inflamasi, dan aktivasi
Metalloproteinase [5]. Faktor risiko lain yang tidak bisa dipungkiri pada DS
termasuk usia tua, riwayat keluarga penyakit vena,jenis kelamin perempuan,
kehamilan, pekerjaan yang banyak berdiri, obesitas, gagal jantung, edema kronis,
dan riwayat Deep Vein trombosis (DVT) [8 – 10].

Gambaran Klinis

Dermatitis stasis ditandai dengan bercak eritema tidak berbatas tegas dan
plak pada ekstremitas bawah baik pada gambaran bilateral maupun unilateral [3
•].Maleolus medial merupakan yang paling sering dan terkena secara parah,
meskipun perubahan kulit dapat meluas ke bagian lutut dan kaki. dapat disertai
sisik dan gatal secara bervariasi, namun bila muncul, nantinya dapat
mengakibatkan penebalan kulit dan likenifikasi akibat dari proses garukan terus-
menerus. Karakteristik hiperpigmentasi coklat dapat terlihat pada permukaan
kulit.

Dermatitis stasis dapat terjadi bersamaan dengan gambaran lain dari


penyakit vena kronis, seperti sakit pada tungkai, kram, restless legs, gatal,
kesemutan, atau bengkak [11]. Beberapa komplikasi dapat timbul akibat DS,
termasuk ulkus vena, dermatitis kontak alergi , dan autoeczematization [12].
Lipodermatosklerosis, yang merupakan fibrosis panniculitis berat pada jaringan
subkutan yang menyebabkan penyempitan di daerah pergelangan kaki, dapat
memberikan gambaran kaki seperti botol sampanye yang terbalik sebagai
gambaran kronisnya [13].Dalam keadaan yang lebih akut, lipodermatosklerosis
juga dapat timbul dengan nyeri nodul subkutan atau plak.Infeksi sekunder oleh
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dapat terjadi karena
penghalang epidermal terganggu, yang menyebabkan infeksi superfisial, seperti

3
impetiginisasi, atau secara kurang umumnya, selulitis dan eritsipelas [13].Sebagai
catatan, penting untuk membedakan antara gambaran kronisnya dengan dermatitis
stasis akut (Tabel 1). Dermatitis stasis akut biasanya tampak dengan edema akut
atau memburuknya edema sering pada pasien rawat inap ditandai dengan eritema
yang signifikan, vesikel, bullae, dan weeping skin; (Gbr. 1a) bentuk akut dari
dermatitis stasis umumnya sering disalah artikan sebagai selulitis,yang akan
dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya dari artikel ini. Variasi kronis dari
dermatitis stasis muncul dengan hiperpigmentasi tidak berbatas tegas dan eritema
disertai dengan edema ekstremitas bawah kronis (Gbr. 1b). Biasanya tidak tampak
dengan kerusakan kulit yang signifikan.

(Gbr. 1a dermatitis stasis akut. 1b dermatitis stasis kronis)

Pendekatan Diagnostik

Dermatitis stasis biasanya didiagnosis berdasarkan temuan klinisnya.


Meskipun boleh, biopsi idealnya dihindari karena gangguan aliran darah di
wilayah tersebut dan dikhawatirkan bahwa nonhealing ulkus dapat muncul di
lokasi bekas biopsi.Selain itu, temuan Histopatologi sering tidak spesifik. Namun,
biopsi mungkin bermanfaat untuk membantu menyingkirkan gangguan kulit
serupa lainnya seperti dermatitis kontak alergi atau keganasan kulit, dan

4
mempersempit diagnose bandingnya [3 •]. Jika biopsi diteruskan, perubahan
karakteristik kulit termasuk ekstravasasi eritrosit, makrofag sarat hemosiderin,
infiltrasi limfositik perivaskular, fibrosis kulit, dan proliferasi dilatasi pembuluh
darah kecil di papila dermis [7]. Menariknya, USG Duplex, alat skrining yang
dapat dimanfaatkan untuk mengenali insufisiensi vena, saat ini merupakan teknik
yang paling umum digunakan untuk situasi di mana diagnosis kurang jelas berkat
akurasinya, efektivitas biaya, dan non-invasif dalam mengenali refluk vena secara
mendasar[14].

Diagnosa Banding

Berbagai gangguan kulit dapat muncul mirip dengan dermatitis stasis,


yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesalahan diagnosis dan manajemen.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, selulitis umumnya dapat keliru dengan
gambaran akut dermatitis stasis.

Tabel 1 Diagnosa banding dari dermatitis stasis akut dan dermatitis stasis kronik
[3, 13]
Dermatitis Stasis Akut Dermatitis Stasis Kronik
Selulitis Dermatitis kontak alergi
Erisipelas Asteatotic eksim
Dermatitis kontak alergi Pigmented purpuric dermatosis
Pigmented purpuric dermatosis Pretibial myxedema
Deep vein thrombosis Necrobiosis-lipoidica
Inflammatory edema of the ICU Dermatophyte infeksi
Limfedema Psoriasis
Liken simpleks kronik
Acroangio-dermatitis
Kaposi sarcoma
Limfedema
Nonmelanoma skin cancers (basal cell,
squamous cell)
Lipodermatosclerosis

5
Pada kenyataannya, lebih dari 10% diagnosa selulitis tidak tepat, dengan
dermatitis stasis umumnya menjadi mirip [3•,15]. Berbeda dengan dermatitis
stasis, riwayat trauma atau terganggunya dinding epidermal di daerah yang
terkena ditandai dengan plak eritematous unilateral dengan pembengkakan, nyeri
tekan, dan batas tidak jelas lebih selaras dengan selulitis [16]. Selain itu, pasien
dengan selulitis sering memiliki gejala sistemik seperti demam dan leukositosis
ringan, mungkin memiliki riwayat imunosupresi, dan dalam kasus yang parah,
mungkin menjalar menjadi lymphangitis dan limfadenopati regional [17].
Dermatitis stasis, di sisi lain, lebih mungkin untuk menjadi bilateral, meskipun
gambaran unilateral juga dapat terjadi jika insufisiensi vena terbatas pada satu
ekstremitas bawah, dan lebih sering terlihat pada kronik, gambaran non-tender.
Kalor bukanlah tanda klinis yang selalu membantu seperti yang ditemukan dalam
setiap penyebab peradangan akut. Karena kemiripan antara dermatitis stasis dan
selulitis, banyak pasien diperlakukan dengan "selulitis berulang," padahal
sebenarnya mereka mengalami dermatitis stasis dengan eksaserbasi akut . Dalam
situasi di mana ada ketidakpastian diagnostik dan gambaran klinis dan riwayat
tidak berhubungan, keterlibatan dokter kulit dapat meningkatkan akurasi
diagnostik dan mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu [18].
Sebenarnya, penelitian telah menunjukkan bahwa nasihat dermatologi pada pasien
rawat inap disertai dengan peningkatan hasil dengan cara biaya yang efektif
berkat kemampuan diagnostik dermatologi yang lebih baik dan menghindari
perawatan untuk kondisi salah diagnosis [19 •, 20].

Gangguan kulit lain yang sering keliru dengan dermatitis stasis yakni
dermatitis kontak alergi. Berbeda dengan dermatitis stasis, dermatitis kontak
alergi memiliki gambaran seperti berbatas tegas, terkadang geometris, makula
eritematosa, papula, dan plak yang mungkin mengeluarkan cairan atau
terbentuknya vesikel dalam menanggapi alergen [21]. Tidak seperti dermatitis
stasis, dermatitis kontak alergi tidak terbatas pada daerah di ekstremitas bawah
sekitar malleolus medial, tetapi dapat terjadi di mana saja pada kulit yang
merespon alergen. Penyebab umum dermatitis kontak alergi pada ekstremitas
bawah dan kaki termasuk antibiotik topikal, pewarna tekstil, logam, atau
dermatitis sepatu berbahan karet, kulit, ataupun lem. Namun, penting untuk

6
dicatat bahwa baik dermatitis stasis dan dermatitis kontak dapat muncul secara
bersamaan, berakibat pada kekeliruan diagnostik [22, 23]. Dermatitis kontak lebih
sering terjadi pada pasien dengan dermatitis stasis, yang mungkin dikarenakan
penetrasi alergen yang tinggi melalui batas dinding epidermal yang memunculkan
dermatitis stasis, serta kontak berulang-ulang dengan potensi alergen yang
mengenai kulit dalam upaya untuk mengobati dermatitis stasis [17]. Perlu diingat,
bahwa pentingnya untuk menyadari penggunaan antibiotik topikal yang
merupakan kontraindikasi dalam penanganan dermatitis kontak karena sensitisasi
tingkat tinggi, kecuali terdapat kecurigaan adanya infeksi sekunder. Pasien dengan
dermatitis stasis juga dapat disertai dengan autoeczematization, yang juga disebut
"id reaction." Autoeczematization adalah onset akut dengan rasa gatal yang luar
biasa, eritema, morbilliformis atau erupsi papulovesikuler karena respon terhadap
adanya pemicu. Erupsi berkembang di lokasi yang jauh dari pemicu. Faktor
pemicu dapat berupa peradangan kronis dari dermatitis stasis, dermatitis kontak
alergi, atau jamur, bakteri, atau infeksi virus [24]. Id reactions dilaporkan terdapat
pada 37% pasien dengan dermatitis stasis, dan diperkirakan dua pertiga pasien
dengan dermatitis kontak dibarengi dengan dermatitis stasis berkembang menjadi
id reactions [25]. Selain adanya riwayat rinci sebagaimana penggunaan beberapa
produk atau antibiotik topikal, uji patch test dapat dilakukan untuk menentukan
apakah diagnosis dermatitis kontak dibarengi dengan dermatitis stasis.

Pigmented purpuric dermatoses (PPDs) dan limfedema secara umum juga


mirip dengan dermatitis stasis. Pertama, PPDs, merupakan gambaran kondisi
kronis yang tidak berbahaya ditandai oleh makula asimtomatik purpura, petechiae,
dan pigmentasi kulit oranye-kecoklatan kuning [26]. Mirip dengan dermatitis
stasis, PPDs lebih mempengaruhi bagian bawah anggota badan secara bilateral
dan biasanya berjalan kronis dengan eksaserbasi berulang. Sebaliknya, limfedema
dapat menyebabkan edema unilateral atau bilateral setelah kerusakan pada sistem
limfatik, seperti setelah pembedahan kelenjar getah bening [27 •]. Limfedema
biasanya memiliki gambaran tanpa adanya nyeri, pembengkakan yang meluas ke
dorsal kaki dan ujung jari kaki, tidak seperti dermatitis stasis, tidak membaik
sehari dengan elevasi. Permukaan kulit sering disertai peau D'orange, verrucous,
atau gambaran penebalan kasar. Kemiripan lain dari dermatitis stasis termasuk

7
myxedema pretibial, eksim asteatotik, nekrobiosis lipoidica, infeksi dermatofit,
psoriasis, Liken simpleks kronis, dermatitis acroangio (pseudokaposi sarkoma),
Kaposi sarkoma, Deep Vein thrombosis, dan kanker kulit seperti karsinoma sel
skuamosa, basal cell carcinoma, dan Actinic keratosis. Mengetahui dengan baik
terhadap gambaran masing-masing kondisi ini serta diagnostik yang tepat,
terutama dalam situasi di mana riwayat tidak sejalan dengan gambaran klinis,
adalah yang paling penting dalam mendiagnosa gangguan kulit secara akurat
yang ditandai dengan peradangan ekstremitas bawah.

Penatalaksanaan

Pengobatan dermatitis stasis adalah multifokal. Pertama dan terpenting,


fokus harus diarahkan ke mengatasi insufisiensi vena kronis. Pendekatan
terapeutik mungkin non-invasif dan termasuk terapi kompresi, elevasi kaki, dan
berjalan kaki -yang terakhir menyebabkan kontraksi otot betis untuk dan
membantu kembalinya vena. Terapi kompresi, dalam bentuk kompresi stoking
atau perban, dapat mengurangi pembengkakan dan membantu meringankan
hipertensi vena dengan meminimalkan penumpukan darah pada ekstremitas
bawah yang terakumulasi sepanjang hari [28]. Namun, pasien perlu diingatkan
bahwa elastisitas kompresi stoking hilang setelah penggunaan berulang dan akan
perlu diganti dari waktu ke waktu[29]. Terakhir, penting untuk mengoptimalkan
tatalaksana medis dari setiap kondisi yang mendasarinya, seperti memanfaatkan
diuretik pada pasien dengan edema kaki kronis akibat gagal jantung kongestif atau
kondisi serupa dengan overload cairan.

Jika manajemen konservatif tidak menimbulkan hasil yang memuaskan,


pilihan intervensi juga tersedia, yang mencakup prosedur vena invasif minimal
menangani insufisiensi vena superfisial, seperti ablasi termal endovena,
ambulatory phlebectomy, dan ultrasound-guided foam sclerotherapy [30].
Ambulatory phlebectomy melibatkan pengangkatan varises, dan ultrasound-
guided foam sclerotherapy telah menunjukkan efektivitas dalam penutupan vena
saphenous [32, 33]. Prosedur invasif minimal ini lebih disarankan bila
dibandingkan dengan teknik bedah terbuka yang sebelumnya digunakan karena

8
nyeri pasca operasi yang minim, insiden komplikasi lebih rendah, waktu
pemulihan lebih cepat, dan biaya lebih efektif [3 •].

Selain memperlakukan refluks vena bawah, pengobatan simtomatik untuk


meringankan perubahan kulit sekunder juga merupakan ciri khas dari manajemen
[34]. Sebagai contohnya, membersihkan kulit secara lembut dan sering
menggunakan emolien lembut dianjurkan untuk mengurangi kulit kering dan
gatal. Kortikosteroid topikal, paling sering digunakan steroid topikal potensi
sedang seperti triamcinolone acetonide 0,1% salep, juga dapat dimanfaatkan,
terutama untuk kasus dermatitis stasis akut ditandai dengan eritema lebih parah,
gatal, vesikulasi, dan oozing. Namun, dalam kasus dermatitis stasis kronis,
penting untuk menghindari penggunaan steroid potensi tinggi berkepanjangan
karena dapat menyebabkan atrofi kulit dan meningkatkan risiko ulserasi.

Selain itu, balutan topikal, seperti Unna boot yang merupakan perban yang
lembab yang mengandung zinc oksida yang menyajikan kompresi non-elastis
dan pengobatan topikal, juga dapat meringankan gejala dermatitis stasis [35].
Secara khusus, penggunaan terapi ini mungkin bermanfaat dalam mengurangi
peradangan kulit, meningkatkan hidrasi, mengurangi gatal, meningkatkan
impetignized eczema dan mencegah manipulasi, terutama ketika ulkus vena yang
muncul. Unna boot juga dapat digunakan dengan steroid topikal, yang
memerlukan aplikasi triamcinolone asetonide salep di bawah Unna boot, dan
kemudian diganti 1 – 2 kali seminggu; metode ini memberikan kompresi dan
pengobatan steroid bersamaan secara efisien, praktis, dan lebih baik pada pasien
dengan edema yang signifikan dan ruam yang parah.

Terdapat juga terapi lain dan juga dapat digunakan dengan berbagai
efikasi. Diantaranya termasuk antihistamin untuk meringankan gatal, venoaktif
drugs yang dapat meringankan edema dengan meningkatkan tekanan vena, dan
Escin, yang merupakan ekstrak biji kastanye yang merangsang prostaglandin seri
F dan mungkin berkhasiat dalam mengatasi gejala kronis insufisiensi vena [3 •,
36]. Selain itu, suatu studi belakangan ini menggambarkan efikasi doksisiklin oral
dengan tacrolimus topikal dalam mengendalikan tanda dan gejala dermatitis stasis
[37]. Terlepas dari rencana pengobatan tertentu yang ditempuh, pendekatan harus

9
difokuskan pada mengobati insufisiensi vena yang mendasari serta mengurangi
perubahan kulit sekunder untuk mencegah komplikasi, yang paling ditakuti yakni
ulkus vena.

Kesimpulan

Dermatitis stasis adalah manifestasi kulit dari hipertensi vena yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut dengan insufisiensi vena yang mendasarinya.
Gambaran klinis dermatitis stasis-paling sering non-diskrit, plak eritematosa pada
dasar edema dan hiperpigmentasi-membawa perbedaan yang luas dan mungkin
sering keliru dengan kebanyakan gangguan kulit, termasuk selulitis , dermatitis
kontak alergi, dan pigmented purpuric dermatoses. Pengenalan dari entitas ini
adalah sangat penting, terutama dengan populasi geriatri tumbuh di mana
dermatitis stasis paling umum. Konsultasi dengan dokter kulit dapat membantu
dalam ketidakpastian diagnostik. Terapi dari dermatitis stasis berfokus pada
pengendalian insufisiensi vena yang mendasari, pengelolaan perubahan kulit
sekunder, dan pencegahan komplikasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Stasis dermatitis | American Academy of Dermatology [Internet]. [cited 2018


May 15]. Available from: https://www.aad.org/public/
diseases/eczema/stasis-dermatitis.
2. Chadachan V, Dean SM, Eberhardt RT. Cutaneous changes in peripheral
arterial vascular disease. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine [Internet]. 8th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2012.
[cited 2018 May 15]. Available from: accessmedicine.mhmedical.com/
content.aspx?aid=56080898.
3. Sundaresan S, Migden MR, Silapunt S. Stasis dermatitis: pathophysiology,
evaluation, and management. Am J Clin Dermatol. 2017;18(3):383–90. This
review article provided a great overview of stasis dermatitis and touched
upon the prevalence and economic impact, pathogenesis, clinical features,
and management options.
4. McGuckin M, Waterman R, Brooks J, Cherry G, Porten L, Hurley S, et al.
Validation of venous leg ulcer guidelines in the United States and United
Kingdom. Am J Surg. 2002;183(2):132–7.
5. Bergan JJ, Schmid-Schönbein GW, Smith PDC, Nicolaides AN, Boisseau
MR, Eklof B. Chronic venous disease. N Engl J Med. 2006;355(5):488–98.
6. Herouy Y, Mellios P, Bandemir E, Dichmann S, Nockowski P, Schöpf E, et
al. Inflammation in stasis dermatitis upregulates MMP-1, MMP-2 and MMP-
13 expression. J Dermatol Sci. 2001;25(3):198–205.
7. Wenk J, Foitzik A, Achterberg V, Sabiwalsky A, Dissemond J, Meewes C, et
al. Selective pick-up of increased iron by deferoxamine-coupled cellulose
abrogates the iron-driven induction of matrix-degrading metalloproteinase 1
and lipidperoxidation in human dermal fibroblasts in vitro: a new dressing
concept. J Invest Dermatol. 2001;116(6):833–9.
8. Gosnell AL, Nedorost ST. Stasis dermatitis as a complication of amlodipine
therapy. J Drugs Dermatol. 2009;8(2):135–7.

11
9. Beebe-Dimmer JL, Pfeifer JR, Engle JS, Schottenfeld D. The epidemiology of
chronic venous insufficiency and varicose veins.Ann Epidemiol.
2005;15(3):175–84.
10. Fiebig A, Krusche P, Wolf A, Krawczak M, Timm B, Nikolaus S, et al.
Heritability of chronic venous disease. Hum Genet. 2010;127(6):669–74.
11. Ruckley CV, Evans CJ, Allan PL, Lee AJ, Fowkes FGR. Chronic venous
insufficiency: clinical and duplex correlations. The Edinburgh Vein Study of
venous disorders in the general population. J Vasc Surg. 2002;36(3):520–5.
12. Hogan DJ.Widespread dermatitis after topical treatment of chronic leg ulcers
and stasis dermatitis. CMAJ Can Med Assoc J. 1988;138(4):336–8.
13. Hirschmann JV, Raugi GJ. Lower limb cellulitis and its mimics: part II.
Conditions that simulate lower limb cellulitis. J Am Acad Dermatol.
2012;67(2):177.e1–9. quiz 185–6
14. Zygmunt J A. Duplex ultrasound for chronic venous insufficiency. J Invasive
Cardiol. 2014;26(11):E149–55.
15. Hepburn M, Dooley D P, Ellis M W. Alternative diagnoses that often mimic
cellulitis. Am Fam Physician. 2003;67(12):2471.
16. Oh C, Pang S, Chlebicki M, Ho Z, Thirumoorthy T. Cellulitis: making the
right diagnosis and its management: a Singapore experience. Hong Kong
Journal of Dermatology and Venerology. 2012;20(1):13–19.
17. Keller EC, Tomecki KJ, Chadi AM. Distinguishing cellulitis from its mimics.
Cleve Clin J Med. 2012;79(8):547–52.
18. StrazzulaL, Cotliar J,FoxLP, HugheyL,Shinkai K, GeeSN,etal. Inpatient
dermatology consultation aids diagnosis of cellulitis among hospitalized
patients: a multi-institutional analysis. J Am Acad Dermatol. 2015;73(1):70
19. Milani-Nejad N, Zhang M, Kaffenberger BH. Association of dermatology
consultations with patient care outcomes in hospitalized patients with
inflammatory skin diseases. JAMA Dermatol. 2017;153(6):523.15 This article
discussed the importance of early identification and management of lower
extremity inflammatory skin diseases which can improve outcomes among
hospitalized patients.

12
20. Ko L N, Garza-Mayers A C, St John J, Strazzula L, Vedak P, Shah R, et al.
Effect of dermatology consultation on outcomes for patients with presumed
cellulitis: a randomized clinical trial. JAMA Dermatol. 2018;154(5):529–36.
21. Contact dermatitis-Symptoms and causes-Mayo Clinic [Internet]. [cited 2018
May 18]. Available from: https://www.mayoclinic.org/ diseases-
conditions/contact-dermatitis/symptoms-causes/syc20352742.
22. Landeck L, Uter W, John SM. Patch test characteristics of patients referred
for suspected contact allergy of the feet–retrospective 10year cross-sectional
study of the IVDK data. Contact Dermatitis. 2012;66(5):271–8.
23. Opie J, Lee A, Frowen K, Fewings J, Nixon R. Foot dermatitis caused by the
textile dye Basic Red 46 in acrylic blend socks. Contact Dermatitis.
2003;49(6):297–303.
24. Bolognia J, Jorizzo J, Schaffer J. Dermatology. 3rd ed; 2012. 25.
25. Idreaction (autoeczematization): background, pathophysiology,
epidemiology. 2018 Mar 23 [cited 2018 May 16]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1049760-overview#a6.
26. K-M, Florou V, Georgiou S. Therapeutic strategies for pigmented purpuric
dermatoses: a systematic literature review. J Dermatol Treat. 2018;0(0):1–5
27. Ratchford EV, Evans NS. Approach to Lower Extremity Edema. Curr Treat
Options Cardiovasc Med. 2017;19(3).16 This article provided a great
overview of lower extremity edema, which is in the differential diagnosis for
stasis dermatitis, helping to differentiate between the two.

13

Anda mungkin juga menyukai