Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

TINEA CRURIS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Lisa Agustina Br. Sembiring
Pendamping :
dr. Haposan MS Silalahi
 
 
 
UPTD PUSKESMAS PARAPAT
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE FEBRUARI 2022-2023
PENDAHULUAN

 Dermatofitosis adalah penyakit jaringan yang mengandung zat tanduk,


misalnya startum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan
oleh jamur dermatofita.

 Tinea cruris merupakan dermatofitosis yang sering ditemukan pada kulit lipat
paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal.

 Faktor penting yang berperan dalam penyebaran dermatofita ini adalah


kondisi kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat, dan
kebiasaan mengguakan pakaian yang ketat dan lembab.
Tujuan Penulisan

1. 2. 3.
Mengetahui
pengertian, etiologi, Memenuhi Tugas Meningkatkan
epidemiologi, faktor-
faktor yang Pelayanan pemahaman
mepengaruhi tinea Kesehatan penulis maupun
cruris, patogenesis, Masyarakat Primer pembaca
gambaran klinis,
diagnosis dan Program Internsip mengenai Tinea
penatalaksanaan Tinea Dokter Indonesia Cruris.
cruris.
Manfaat Penulisan

Untuk meningkatkan pemahaman mengenai


Tinea Cruris sehingga dapat diterapkan dalam
menangani kasus-kasus Tinea Cruris di
lingkungan puskesmas secara tuntas.
 
Defenisi Tinea Curis

 Tinea cruris, juga dikenal sebagai jock itch, adalah infeksi yang melibatkan
kulit genital, kemaluan, perineum, dan perianal yang disebabkan oleh jamur
patogen yang dikenal sebagai dermatofita. Dermatofita ini mempengaruhi
struktur keratin seperti rambut dan stratum korneum epidermis yang
mengakibatkan ruam yang khas. Daerah intertriginosa adalah lingkungan
yang ramah untuk jamur, dengan keringat, maserasi, dan pH basa yang
bertanggung jawab atas kecenderungan selangkangan untuk infeksi.
predileksi Tinea Cruris
ETIOLOGI

Tinea cruris disebabkan oleh dermatofita yang termasuk dalam tiga genus
1. Trichophyton
2. Epidermophyton, dan
3. Microsporum

 Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi yang menjadi predisposisi individu untuk tinea
cruris, termasuk keringat berlebihan, pakaian tertutup, kebersihan yang tidak tepat,
diabetes mellitus, immunocompromise, dan status sosial ekonomi yang lebih rendah. Dari
semua faktor ini, keringat tampaknya menjadi variabel yang paling berpengaruh dalam
perkembangan infeksi.
EPIDEMIOLO
GI
Di indonesia, Insidensi dermatomikosis di Laki-laki pasca pubertas
dermatofitosis berbagai rumah sakit pada
lebih banyak terkena
merupakan 52% dari pendidikan dokter di indonesia
yang menunjuka angka dibandingkan wanita,
seluruh dermatomikosis
persentase terhadap seluruh biasanya mengenai usia
dan tinea kruris dan kasus dermatofitosis bervariasi 18-25 tahun 40-50
tinea korporis dari 2,93% (semarang) yang
tahun.
merupakan terendah mencapai 27,6%
(padang) yang tertinggi
dermatofitosis terbanyak
PATOGENESIS
Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara:

Atropofilik zoofilik Geofilik


Transmisi dari manusia ke Transmisi dari hewan ke Transmisi dari tanah ke
manusia manusia manusia
Perlekatan dermatofit pada
keratinosit

Penetrasi dermatofit melewati dan


diantara sel

Respon Imun Pejamu


Gambaran Klinis

lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan
vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di
tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing.
Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :


1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan Penunjang :
KOH 10%-20%, Kultur Jamur
Gambar Hifa dan Spora pada pemeriksaan KOH
Penatalaksaanaan

Penatalaksanaan tinea kruris dapat dibedakan menjadi dua yaitu higienis sanitasi dan terapi farmakologi.
Melalui higienis sanitasi, tinea kruris dapat dihindari dengan mencegah faktor risiko seperti:
• celana dalam yang digunakan, hendaknya dapat menyerap keringat dan diganti setiap hari
• Selangkangan atau daerah lipat paha harus bersih dan kering.
• Hindari memakai celana sempit dan ketat, terutama yang digunakan dalam waktu yang lama
• Menjaga agar daerah selangkangan atau lipat paha tetap kering dan tidak lembab
• Tinea kruris biasanya dapat disembuhkan dengan obat anti jamur topikal. Umumnya, anti jamur topikal membutuhkan
dosis satu atau dua kali sehari selama 2 minggu. Pengobatan sistemik merupakan alternatif untuk pasien yang tidak
berespon atau resisten terhadap pengobatan topikal dan pada pasien dengan lesi yang luas. Anti jamur yang dapat
digunakan adalah golongan azole dan allylamine. Pengobatan dengan azole yang direkomendasikan adalah ketoconazole,
econazole, oxiconazole, clotrimazole, dan miconazole.
• Terbinafine dan natrifine merupakan allylamine yang dapat digunakan. Pengobatan allylamine membutuhkan durasi yang
lebih singkat dibandingkan azole tapi biaya pengobatan dengan allylamine lebih besar. Untuk kasus resisten atau penyakit
yang luas, oral itraconazole, terbinafine, dan fluconazole dapat digunakan. Efek samping untuk pengobatan topikal sangat
minimal dibandingkan dengan pengobatan sistemik seperti itraconazole, ketoconazole dan griseofulvin yang
menyebabkan sakit kepala dan muntah.
LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN

Nama : Ny. K, Sinambela


Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Gotong Royong
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Batak/Indonesia
ANAMNESIS

• Keluhan Utama :
Gatal didaerah pantat dan selangkangan
• Riwayat Perjalanan Penyakit
• Pasien mengeluhkan adanya gatal di daerah pantat dan selangkangan. Hal ini dirasakan sejak kurang
lebih 1 bulan yang lalu, gatal dirasakan terus menerus,tidak memberat pada malam hari.
• Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
• Riwayat pemakaian Obat
Pasien mendapat pengobatan dari bidan desa setempat berupa salep, tetapi pasien tidak tahu
namanya. Setelah menggunakan salep tersebut, pasien tidak merasa membaik, dan pasien merasakan
gatalnya bertambah.
• Riwayat keluarga Keluhan yang sama:
Tidak ada anggota keluarga keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
• Riwayat Alergi :
Tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/78 mmHg
Nadi : 80 x/i
Respirasi : 18x/i
Suhu : 36,1 °C
Berat badan : 63 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 23,161 kg/m2 (Normal)
Kepala :
Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), Hiperemis (-/-)
Telinga : Sekret (-/-)
Mulut : Karies (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Cor : Bunyi Jantung Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo :
nspeksi : simetris, sela iga melebar (-/-), retraksi otot nafas (+)
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : wheezing (+/+)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, luka (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : SD (-)
Auskultasi : BU (+) N
Status Dermatologi

1. Lokasi : pantat dan paha


2. Distribusi: Terlokalisir
3. Ruam: Plak eritematosa, berskuama, batas tegas, ukuran diameter lebih dari10 cm, tepian polisiklik dan central healing.
 PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Tidak dilakukan.
 DIAGNOSIS:
Tinea Cruris
 TATALAKSANA:
Medikamentosa:
Sistemik: ketoconazole tablet 200 mg/hari
Cetirizine tablet 1x10 mg/hari
Topical : Miconazole 2% cream dipakai 2 kali sehari setelah mandi
Non Medikamentosa:
- menghindari penggunaan celana yang ketat dan tetap menjaga agar lesi
tetap kering
- Menjaga kebersihan badan
- Kontrol 2 minggu kemudian
Kesimpulan

Ny.S, wanita , 45 tahun, datang dengan keluhan utama Gatal didaerah pantat dan selangkangan.
Pasien mengeluhkan adanya gatal di daerah pantat dan selangkangan. Hal ini dirasakan sejak
kurang lebih 1 bulan yang lalu, gatal dirasakan terus menerus,tidak memberat pada malam hari.
Pasien sudah pernah berobat tetapi keluhan tidak membaik, anggota keluarga tidak ada yang
menderita keluhan seperti pasien, riwayat alergi tidak ada. Pasien didiagnosis dengan Tinea
Cruris berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Untuk kasus tinea kruris pada pasien ini diberikan tatalaksana Ketoconazole tablet 3x200
mg/hari, Cetirizine tablet 1x10 mg/hari. Topical: Miconazole 2% cream dipakai 2 kali sehari
setelah mandi.
Selain itu pasien juga diedukasi untuk menghindari progresifitas penyakit yaitu menghindari
penggunaan celana yang ketat dan tetap menjaga agar lesi tetap kering dan menjaga higienitas
pasien. Umumnya pasien dengan tinea kruris dapat sembuh secara total tapi dapat juga
kambuh kembali dan tergantung pada faktor predisposisi.
TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; 2009
2. Hainer BL. Dermatophyte Infection. American Family Physician. South Carolina. 2003; Vol 67. 3. Vander SMR et al.
Cutaneus infections Dermatophytosis, onchomycosis and tinea versicolor. Infectius Disease Clinics of North America.
3. Cleveland.2003. 4. Patel GA, Wiederkehr M. Schwartz RA. Tinea Kruris in Children. Pediatric Dermatology. New jersey.
2009.
4. Mcphee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis & Treatment. Mc Graw Hill. 2008. 6. Weitzman I, Summerbell RC.
The Dermatophytes. American Society for Microbiology. New York. 1995, 8(2):240
5. Micah M. Pippin; Michael L. Madden; Moushumi Das.Tinea
Cruris.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554602/#_article-30207_s18 (diakses 06 September 2022)
6. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea corporis, tinea cruris, tinea nigra, and piedra. Dermatol Clin. 2003 Jul;21(8):395-
400, v. [PubMed]
7. Ely JW, Rosenfeld S, Seabury Stone M. Diagnosis and management of tinea infections. Am Fam Physician. 2014 Nov
15;90(10):702-10. [PubMed]

Anda mungkin juga menyukai