Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

CONGESTIVE HEART FAILURE

dr. Lisa Agustina Br. Sembiring

Pembimbing

dr. CHAIRUN ARRASYID, M.Ked(PD) Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TUAN RONDAHAIM
KABUPATEN SIMALUNGUN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
CONGESTIVE HEART FAILURE ET CAUSA HYPERTENSIVE HEART
DISEASE

dr. Lisa Agustina Br. Sembiring

Wahana:
RSUD Tuan Rondahaim Batu 20

Telah diperiksa dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti program
internship di RSUD dokter Indonesia

Batu 20, 13 Juli 2022

Pembimbing Pendamping

dr. CHAIRUN ARRASYID, M.Ked(PD) Sp.PD dr. RUTH IMELDA

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TUAN RONDAHAIM
KABUPATEN SIMALUNGUN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal jantung kronis merupakan sindrom progresif yang membuat perburukan
kualitas hidup pasien dan menempatkan beban ekonomi pada sistem perawatan kesehatan.
Meskipun kemajuan dalam pengendalian penyakit kardiovaskular seperti infark miokard
(MI), insidensi dan prevalensi CHF terus meningkat. [1] Gagal jantung/Heart Failure (HF)
ditandai oleh serangkaian gejala (dyspnoea, orthopnoea, pembengkakan anggota badan
bagian bawah) dan tanda gagal jantung (tekanan vena jugularis meningkat, kongesti paru)
yang disebabkan karena kelainan struktural dan/atau fungsional jantung yang
mengakibatkan berkurangnya cardiac output dan/atau meningkatnya tekanan intra cardiac.
 
[2]

Angka kematian kasus HF sekitar 50% dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis.
Penelitian ARIC, angka kematian 30 hari, 1 tahun, dan 5 tahun setelah rawat inap untuk
HF masing-masing adalah 10,4%, 22%, dan 42,3%. [3]
Prevalensi gagal jantung
berdasarkan tertinggi DI Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa
Tengah (0,18%). Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di
Nusa Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi
Selatan dan Papua sebesar 0,5 persen. [4]
Seorang pasien gagal jantung memiliki gejala peningkatan tekanan vena jugular,
edema perifer karena abnormalitas dari struktur dan fungsi jantung, menyebabkan
penurunan cardiac output serta peningkatan tekanan intracardiac saat istirahat atau
beraktivitas [5]
Beberapa mekanisme patogenik utama yang menyebabkan HF meningkat
kelebihan muatan emodinamik, disfungsi terkait iskemia, remodeling ventrikel, stimulasi
neurohumoral yang berlebihan, siklus kalsium myocyte yang abnormal, proliferasi matriks
ekstraselular yang berlebihan atau tidak memadai, apoptosis yang dipercepat dan mutasi
genetik. [6]
Prognosa dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Mortalitas tahun pertama pada pasien gagal jantung cukup tinggi 20-60%
berkaitan dengan deraajat keparahannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gagal jantung kronis adalah sindrom progresif yang membuat perburukan kualitas
hidup pasien dan menempatkan beban ekonomi pada sistem perawatan kesehatan.
Meskipun kemajuan dalam pengendalian penyakit kardiovaskular seperti infark miokard
(MI), insidensi dan prevalensi CHF terus meningkat. Perkiraan beban penyakit sulit untuk
dikumpulkan karena sejumlah besar pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (ventrikel kiri)
yang asimptomatik. Ketika populasi menua, ada pergeseran epidemiologis menuju
prevalensi lebih besar dari gagal jantung klinis dengan fungsi LV yang tetap, yang disebut
sindrom kaku-jantung. Faktanya, gagal jantung dengan fungsi sistolik yang dipertahankan
dapat menyebabkan hingga dua pertiga kasus pada pasien yang lebih tua dari 70 tahun [1].

Gambar 1. Klasifikasi NYHA pada pasien gagal jantung17

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindrom klinis di mana jantung gagal
memompa darah pada tingkat yang dibutuhkan oleh jaringan metabolisme atau di mana
jantung dapat melakukannya hanya dengan meningkatkan tekanan pengisian.
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan tubuh dapat disebabkan dari pengisian jantung yang tidak
memadai dan/atau gangguan kontraksi serta pengosongan. Mekanisme kompensasi
meningkatkan volume darah, serta tekanan pengisian jantung, denyut jantung, dan massa
otot jantung untuk mempertahankan fungsi pemompaan jantung dan menyebabkan
redistribusi aliran darah. Kemampuan jantung untuk berkontraksi dan bersantai menurun
secara progresif walaupun ada upaya kompensasi dan gagal jantung (HF) memburuk [8].

Gagal jantung/Heart Failure (HF) adalah sindroma klinis yang ditandai oleh serangkaian
gejala (dyspnoea, orthopnoea, pembengkakan anggota badan bagian bawah) dan tanda
gagal jantung (tekanan vena jugularis meningkat, kongesti paru) yang disebabkan karena
kelainan struktural dan/atau fungsional jantung yang mengakibatkan berkurangnya cardiac
output dan/atau meningkatnya tekanan intra cardiac. [2]

2.2 Faktor Risiko Dan Etiologi


Faktor risiko HF antara lain: hipertensi, DM, metabolik sindrom dan aterosklerosis.
Penyebab HF menurt AHA (2013) antara lain: Kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati
kongenital, kardiomiopati endokrin metabolik (hipertiroid, diabetes melitus), toksik,
kardiomiopati yang diinduksi takikardi, kardiomiopati yang disebabkan oleh miokarditis
atau infeksi katup jantung, dan stres/psikologis. [3]
Penyebab gagal jantung antara lain:
meningkatnya preload (regurgitasi aorta, VSD), meningkatnya afterload (stenosis aorta,
hipertensi sitemik), menurunnya kontraktilitas ventrikel (IMA, kardiomiopati), gangguan
pengisian ventrikel (stenosis katup Atrio-ventrikular, perikarditif konstriktif, tamponade
jantung), gangguan sirkulasi, infeksi sistemik dan emboli (secara mendadak akan
meningkakan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan). [9]
Gagal jantung kronis dapat diakibatkan oleb berbagai gangguan kardiovaskuler.
Secara etiologis hal ini dapat dikelompokkan sebagai factor: menghambat kontraktilitas
ventrikel, meningkatkan afterload atau menghambat relaksasi dan pengisian ventrikel.
Gagal jantung yang disebakan oleh kelainan pada pengosongan ventrikel karena gangguan
kontraktilitas dan afterload yang berlebihan disebut disfungsi sitolik, sedangkan gagal
jantung yang disebabkan oleh kelainan relaksasi diastolic atau pengisian ventrikel disebut
disfungsi diastolic.17
Pasien gagal jantung pada umumnya akan dibagi menjadi 2 kategori didasarkan
fraksi ejeksi (ejection fraction), ukuran kinerja jantung dari ventrikel kiri yaitu gagal
jantung dengan ejeksi fraction yang menurun misalnya disfungsi sistolik primer dan gagal
jantung dengan ejeksi fraction yang normal misalnya disfungsi diastolic primer. Di
Amerika Serikat, sekitar setengah dari jumlah pasien dengan gagal jantung jatuh ke dalam
salah satu kategori di atas17
Kondisi penyebab gagal Jantung kanan adalah :17
Faktor Jantung :
 Gagal Jantung kiri
 Stenosis katup pulmonal
 Infark ventrikel
Penyakit Parenkim Paru :
 Penyakit paru obstruktif kronis
 Penyakit intertisial paru misalnya sarkoidosis
 Infeksi paru kronis atau bronkiektasis
Penyakit Vaskuler Paru :
 Emboli paru
 Hipertensi arteriolar paru

Faktor-faktor yang dapat memicu gejala pada pasien dengan gagal jantung kronik
yang terkompensasi :17
Peningkatan kebutuhan metabolic :
 Demam
 Infeksi
 Anemia
 Tatikardia
 Hipertiroid
 Kehamilan
Peningkatan volume sirkulasi (peningkatan
preload) :
 Konsumsi natrium berlebihan
 Konsumsi cairan berlebihan
 Gagal ginjal
Kondisi yang meningkatkan afterload :
 Hipertensi yang tidak terkontrol
 Emboli paru (peningkatan afterload ventrikel
kanan0
Kondisi yang menganggu kontraktilitas :
 Terapi inotropic negative
 Iskemia atau infark miokard
 Konsumsi etanol berlebihan
Tidak mengonsumsi obat gagal jantung
Denyut jantung yang terlalu rendah

2.3 Epidemiologi
Menurut data American Heart Association (AHA) 2017, gagal jantung terjadi pada
6,5 juta orang Amerika yang berusia diatas 20 tahun. Dengan peningkatan kelangsungan
hidup pasien dengan infark miokard akut dan populasi tua, gagal jantung akan terus
meningkat sebagai masalah kesehatan utama di Amerika Serikat. AHA memproyeksikan
peningkatan prevalensi gagal jantung sebesar 46% dari tahun 2012 ke tahun 2030,
menghasilkan 8 juta atau lebih orang Amerika berusia diatas 18 tahun dengan gagal
jantung [10].
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Salah satu
penelitian menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia 50 tahun,
sekitar 5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85
tahun atau lebih. Karena jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orang yang didiagnosis
dengan kondisi ini akan terus meningkat [2].
Angka kematian kasus HF sekitar 50% dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis.
Penelitian ARIC, angka kematian 30 hari, 1 tahun, dan 5 tahun setelah rawat inap untuk
HF masing-masing adalah 10,4%, 22%, dan 42,3%. [3]
  Perkiraan prevalensi dan biaya
perawatan untuk HF akan meningkat. Strategi untuk mencegah HF dan meningkatkan
efisiensi perawatan sangat dibutuhkan. [11]

2.1 Patofisiologi
Gagal jantung adalah kelainan multisistem yang ditandai dengan kelainan pada otot
jantung, skeletal, dan fungsi ginjal; stimulasi sistem saraf simpatis; dan pola kompleks
perubahan neurohormonal. [12] Kelainan utama pada gagal jantung adalah penurunan fungsi
ventrikel kiri, yang menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung
menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme kompensasi neurohormonal yang ditujukan
untuk memperbaiki lingkungan mekanis jantung. Aktivasi sistem simpatis, misalnya
mencoba mempertahankan curah jantung dengan peningkatan denyut jantung,
meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi perifer (meningkatkan
katekolamin). Aktivasi renin-angiotensinaldosterone sistem (RAAS) juga menyebabkan
vasokonstriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah, dengan retensi garam dan air
(aldosteron). Konsentrasi vasopressin dan peptida natriuretik meningkat. Selanjutnya,
mungkin ada dilatasi jantung progresif atau perubahan struktur jantung (remodeling), atau
keduanya. [12]
Disfungsi diastolik akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan yang
meningkat pada dinding ventrikel dan penurunan fungsi ventrikel kiri, yang menyebabkan
penurunan pengisian ventrikel diastolik. Infiltrasi seperti penyakit jantung amyloid,
walaupun penyakit arteri koroner, hipertensi (dengan hipertrofi ventrikel kiri), dan
kardiomiopati hipertrofik lebih sering terjadi. Kejadian dan kontribusi disfungsi diastolik
tetap kontroversial, walaupun diperkirakan 30-40% pasien gagal jantung mengalami
kontraksi sistolik ventrikel normal. Indeks disfungsi diastolik dapat diperoleh secara non-
invasif dengan ekokardiografi doppler atau secara invasif dengan kateterisasi jantung dan
pengukuran perubahan tekanan ventrikel kiri. [6]
Setelah infark miokard yang luas, kontraktilitas jantung sering terganggu dan
aktivasi neurohormonal menyebabkan hipertrofi eksentrik dan konsentris regional dari
segmen yang tidak infark, dengan perluasan pada zona infark. Ini dikenal sebagai
remodeling. [12] Faktor risiko khusus untuk pengembangan dilatasi ventrikel progresif ini
setelah infark miokard termasuk infark besar, infark anterior, oklusi (atau non-reperfusi)
arteri yang berhubungan dengan infark dan hipertensi. Disfungsi miokard juga dapat
terjadi sebagai respons (disfungsi postischaemik), yang menggambarkan pemulihan fungsi
miokard yang tertunda, jika tidak ada kerusakan ireversibel. [6]
Hal ini berbeda dengan
miokardium "hibernasi", yang menggambarkan disfungsi miokard yang persisten saat
istirahat, akibat perfusi miokard berkurang, walaupun miosit jantung tetap bertahan dan
kontraksi miokard dapat membaik dengan revaskularisasi. Revaskularisasi dapat
memperbaiki keseluruhan fungsi ventrikel kiri dengan efek yang menguntungkan pada
gejala dan prognosis. [13]
Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan peningkatan
konsentrasi renin, angiotensin II, dan aldosteron. Angiotensin II adalah vasokonstriktor
kuat dari ginjal (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik, di mana ia merangsang pelepasan
noradrenalin dari terminal saraf simpatis, menghambat irama vagal, dan mendorong
pelepasan aldosteron. Hal ini menyebabkan retensi natrium dan air dan peningkatan
ekskresi potassium. Selain itu, angiotensin II memiliki efek penting pada miosit jantung
dan dapat menyebabkan disfungsi endotel yang diamati pada gagal jantung kronis.
Konsentrasi hormon antidiuretik juga meningkat pada gagal jantung kronis berat.
Konsentrasi hormon yang tinggi sangat umum pada pasien yang mendapat pengobatan
diuretik, dan ini dapat menyebabkan hiponatremia. [12] Peningkatan aktivitas system saraf
simpatis, system renin angiotensin aldosterone dan hormone antidiuretic berfungsi untuk
mendukung curah jantung dan tekanan darah. Namun, konsekuensi yang merugikan dari
pengaktifan ini adalah peningkatan afterload akibat vasokontriksi berlebihan yang
kemudian dapat mempengaruhi curah jantung dan kelebihan retensi cairan, yang
memberikan kontribusi untuk edema perifer dan kongesti paru.17
Mekanisme kompensasi pada gagal jantung yang disebabkan oleh gangguan fungsi
kontraksi ventrikel kiri menyebabkan pergeseran ke bawah pada kurva kinerja ventrikel,
akibatnya pada setiap preload, volume sekuncup akan menurun dibandingkan dengan
normal. Penurunan volume sekuncup menyebabkan pengosongan ruangan yang tidak
sempurna, sehingga volume darah yang terakumulasi dalam ventrikel selama diastole
menjadi lebih besar dari normal. Meningkatnya regangan pada serat miokard ini kemudian
bertindak sesuai mekanisme Frank-Starling dan menginduksi volume sekuncup yang lebih
besar pada kontraksi berikutnya, yang akan membantu pengosongan ventrikel kiri dan
menjaga aliran jantung.  Kenaikan kronis volume di akhir diastole dan hipertrofi miokard
akan secara pasif meningkatkan tekanan atrium yang nantinya akan berkontribusi terhadap
gejala gagal jantung misalnya kongesti paru dalam kasus gagal jantung kiri.

2.2 Tanda Dan Gejala


Beberapa kriteria telah diusulkan untuk mendiagnosis HF (Tabel 1) seperti kriteria
Framingham, kriteria Boston, kriteria Gothenburg, dan kriteria European Society of
Cardiology. Semua mengandalkan indikator gejala dan menggabungkan data dari riwayat
medis, pemeriksaan fisik, dan radiografi dada.
Tabel 1.  Kriteria Framingham
Kriteria Framingham

Kriteria Mayor

 Paroxysmal nocturnal dyspnea


 Distensi vena di leher
 Rales (ronkhi kering)
 Acute pulmonary edema
 Hepatojugular Reflux
 S3 Gallop
 Radiographic cardiomegaly
 Pulmonary edema, visceral congestion, atau cardiomegaly pada saat autopsy (untuk
kepentingan diagnosis visum)
Kriteria Minor

 Batuk malam hari


 Efusi pleura
 Takikardi (hingga >120 kali per menit)
 Edema pada kedua pergelangan kaki (angkle edema)
 Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari nilai maksimum (menggunakan
spirometri)
 Kriteria Minor tidak bisa digunakan jika ada penyakit penyerta lain seperti pulmonary
hypertension, chronic lung disease, cirrhosis, ascites, dan/atau nephrotic syndrome.
Diagnosis ditegakkan jika 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor

Tabel 2. Gejala umum dan pemeriksaan fisik pada gagal jantung :


Gejala Penemuan pada
pemeriksaan fisik
Sisi Kiri
 Dyspnea  Diaforesis (berkeringat)
 Ortopnea  Tatikardia, takipnea
 Paroxymal nocturnal dyspnea  Ronkhi basah halus
 Kelelahan  Bunyi P2 keras
   Gallop S3 (pada disfungsi
sistolik)
   Gallop S4 (pada disfungsi
diastolic)
Sisi Kanan
 Edema perifer  Distensi vena jugularis
 Nyeri di kuadran kanan atas (disebabkan  Hepatomegali
pembesaran hati)     Edema perifer
2.3 Penegakkan Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian klinis, serta
pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium, dan
ekokardiografi Doppler. Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung
dapat ditegakkan bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor dari Kriteria Framingham [11].
 Tanda dan Gejala [11]
Gejala khas gagal jantung: sesak nafas saat istirahat atau aktivitas,kelelahan, edema
tungkai Tanda khas gagal jantung: takikardia, takipnea, ronkhi paru, efusi pleura,
peningkatan tekana vena jugular, edema perifer, hepatomegaly. Tanda objektif gangguan
struktur atau fungsional jantung saat istirahat: kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur
jantung, abnirmalitas dalam gambaran EKG, kenaikan konsentrasi peptide natriuretic.
 Manifestasi klinis gagal jantung
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian
klinis, serta pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium,
dan ekokardiografi Doppler [3].

Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung Kronis  menurut AHA Guideline For The
Management Of Heart Failure
Tahap Deskripsi
A Pasien berisiko mengalami gagal jantung namun belum terjadi disfungsi
structural jantung (misalnya penyakit coroner, hipertensi, atau riwayat
kardiomiopati dalam keluarga).
B Pasien mengalami gagal jantung dan sudah terjadi perubahan structural jantung
yang terkait, namun belum menunjukkan gejala
C Pasien dengan gejala gagal jantung saat ini atau pernah sebelumnya, dan
berhubungan dengan gangguan structural jantung
D Pasien dengan gangguan structural jantung dan mengalami gejala gagal jantung
refrakter meski dengan pemberian terapi medis maksimal, dan memerlukan
intervensi medis lanjutan misalnya tranplantasi jantung

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG harus dilakukan untuk semua pasien diduga gagal jantung.
Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai
prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal
jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10). Pembesaran atrium kiri
dan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) sensitif (meskipun tidak spesifik) untuk disfungsi LV
kronis [10].
Elektrokardiografi menunjukkan takiaritmia akut atau bradiaritmia sebagai
penyebab gagal jantung. Ini juga dapat membantu dalam diagnosis iskemia miokard akut
atau infark sebagai penyebab gagal jantung, atau mungkin menunjukkan kemungkinan
infark miokardial sebelumnya atau adanya penyakit arteri koroner sebagai penyebab gagal
jantung [1], munculnya blok cabang berkas kiri (LBBB) pada EKG adalah penanda yang
kuat untuk fungsi sistolik LV yang berkurang.
a. Foto Thorax
Komponen penting dalam diagnosis gagal jantung, rontgen toraks dapat mendeteksi
kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru
yang dapat menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Meskipun 50% pasien gagal
jantung dan peningkatan tekanan tekanan kapiler pulmonal yang tidak menunjukkan
temuan radiografi khas dari kongesti paru [12].
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit (Na & K), kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan ini mutlak
harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut: (1)
untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik). 
d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat  dalam 
membantu  menilai struktur  dan  fungsi  jantung. Istilah ekokardiograf digunakan untuk
semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave
Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik
normal adala fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal>45-50%). Pemeriksaan ini merupakan
baku utama (gold standard)untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan
membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal jantung dengan fraksi
ejeksi normal.
Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria [15]:
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu (fraksi ejeksi > 45 -
50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal / kekakuan
diastolik)
 Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak adekuat
(obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien endokardits,
penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada
pasien fibrilasi atrial.
 Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi
disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard pada
keadaan hipokinesis atau akinesis berat.

2.8 Tatalaksana
Pasien gagal jantung memperoleh manfaat dari olahraga, diet, dan nutrisi. Sebagian
besar pasien tidak boleh melakukan pekerjaan berat atau olahraga yang melelahkan [1]. Tata
laksana Non Farmakologi pada pasien dengan gagal jantung antara lain [14]
 Manajemen perawatan mandiri: tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, menghindari prilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi
gejala awal dari perburukan gagal jantung.
 Ketaatan pasien berobat. Menurut literatur hanya 20-60% pasien yang taat terapi
farmakologi maupun non farmakologi.
 Pemantauan berat badan mandiri, harus rutin setiap hari. Jika terdapat kenaikan berat
badan >2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikkan diuretik atas pertimbangan dokter.
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 gr pada gagal jantung ringan dan 1 gr
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada
gagal jantung ringan.
 Hentikan meroko, alkohol pada kardiomiopati dengan batasi 20-30 gr/hari.
 Latihan jasmani dengan jalan 3-5 x/minguu dengan beban 70-80 % denyut jantung
maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang.
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
Tujuan utama pengobatan gagal jantung adalah memperbaiki prognosis dan
mengurangi angka kematian, meringankan gejala dan mengurangi morbiditas dengan cara
mengembalikan atau memperlambat disfungsi jantung dan perifer. Untuk pasien di rumah
sakit. Tujuan terapi lainnya adalah mengurangi lama tinggal dan selanjutnya masuk
kembali dari RS,  untuk mencegah kerusakan sistem organ, dan  untuk mengelola secara
tepat morbiditas pada pasien dengan prognosis yang buruk. [16]
Penatalaksanaan HF:
Disarankan untuk menerima pasien di tempat tidur telemetri atau di ICU dan perawatannya
berdasarkan pada poin berikut: [6]
a. Monitor oksigen, pantau PaO2 dan SaO2.
b.  Berikan ventilasi tekanan positif noninvasif (NIPPV) pada beberapa kasus.
c. Dalam kasus HF refraktori, terapi ultrafiltrasi digunakan untuk pengurangan
cairan untuk pasien yang tidak responsif terhadap terapi medis.
d. Gunakan agen farmakologis berikut tergantung pada faktor dan gejala yang
memicunya/tanda kongesti [17]:
i. Diuretik (thiazides, diuretik loop dan hemat potasium) untuk
mengurangi edema dengan pengurangan volume darah dan tekanan
vena dan pembatasan garam (untuk mengurangi retensi cairan) pada
pasien dengan gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya dan
mengurangi fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF) untuk menghilangkan
gejala.
ii. Penghambat enzim pengubah angiotensin (ACEI) atau angiotensin
receptor blocker (ARBs) untuk modifikasi neuro-hormonal, vasodilatasi
dan perbaikan LVEF (gantikan mereka dengan hydralazine dan/atau
nitrat pada pasien yang tidak responsif terhadap ACEI dan ARB).
iii. Beta blocker untuk modifikasi neuro-hormonal, perbaikan gejala dan
LVEF, manfaat bertahan hidup, pencegahan aritmia dan pengendalian
laju ventrikel.
iv. Antagonis alergenosteron, sebagai tambahan obat lain untuk diuresis
tambahan, kontrol gejala gagal jantung, peningkatan variabilitas denyut
jantung, penurunan aritmia ventrikel, penurunan beban kerja jantung,
peningkatan LVEF dan peningkatan kelangsungan hidup.
v. Digoksin, yang dapat menyebabkan peningkatan curah jantung yang
kecil, perbaikan gejala gagal jantung dan penurunan tingkat kegagalan
rawat inap di rumah sakit.
vi. Antikoagulan (jika ada) untuk mengurangi risiko tromboembolisme.
vii. Agen inotropik mengembalikan perfusi organ dan mengurangi kongesti
pada pasien dengan gagal jantung dengan fraksi ejeksi berkurang,
sehingga terjadi peningkatan curah jantung dan mengurangi aktivasi
neuro-humoral.
viii. Beberapa agen lain telah dijelaskan dalam uji klinis

 Diuretik 
Diuretik loop yang paling sering digunakan untuk pengobatan HF adalah
furosemid. Terapi diuretik biasanya dimulai dengan dosis rendah, dan dosisnya meningkat
sampai output urin meningkat dan penurunan BB, umumnya 0,5- 1,0 kg/hari. Peningkatan
dosis atau frekuensi lebih lanjut pemberian diuretik mungkin diperlukan untuk
mempertahankan diuresis aktif dan mempertahankan penurunan BB. Tujuan akhir
pengobatan diuretik adalah menghilangkan retensi cairan. [3] 
Spironolakton dimulai pada dosis 12,5-25 mg/hari dan meningkat menjadi 50 mg
setiap hari. Pasien hiperkalemia atau gangguan fungsi ginjal. Setelah inisiasi antagonis
reseptor aldosteron, pelepasan kalium harus dihentikan atau dikurangi dan dipantau
dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat hipokalemia, dan pasien harus diberi
konseling untuk menghindari makanan yang mengandung potasium dan NSAID yang
tinggi. Tingkat potasium dan fungsi ginjal harus diperiksa ulang dalam waktu 2 sampai 3
hari dan sekali lagi pada 7 hari setelah inisiasi antagonis reseptor aldosteron. [3]
Inisiasi pemberian spironolakton: periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit; naikan
dosis secara titrasi; pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4-8 minggu
(jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia);  Periksa
kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah menaikan dosis; Jika
tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis maksimal yang
dapat di toleransi. [17] 

 Penyekat Beta 
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup. Secara historis, penyekat beta dianggap
sebagai kontraindikasi pada pasien dengan disfungsi sistolik karena efek inotropic negative
, diperkirakan akan memperburuk gejala-gejala. Secara uji klinis menunjukkan bahwa
terapi jangka Panjang penyekat beta memiliki manfaat penting pada pasien gagal jantung
kronis yang stabil dan dengan ejeksi fraction yang menurun yaitu dengan meningkatkan
curah jantung, perbaikan hemodinamik , kebutuhan rawat inap yang lebih sedikit dan
memperpanjang kelangsungan hidup. Salah satu penemuan yang paling penting di akhir
abad ke-20 adalah pengenalan terapi vasodilator untuk pengobatan gagal jantung terutama
ACE inhibitor.Mekanisme kompensasi neurohormonal pada gagal jantung sering
menyebabkan vasokontriksi berlebihan, retensi volume dan remodeling ventrikel yang
akan menyebabkan penurunan fungsi jantung secara progresif. Obat vasodilator ini
membantu memperbaiki konsekuensi yang merugikan.17
Tiga penyekat beta yang telah terbukti bermanfaat dalam uji klinis acak pada gagal
jantung termasuk carvedilol (penyekat beta non selektif dengan sifat penyekat alpha yang
lemah dan metoprolol suksinat serta bisoprolol (keduanya penyekat β1 selektif). Jenis obat
ini ditolerasi dengan baik pada pasien yang stabil yaitu pasien dengan gejala gagal jantung
yang baru muncul atau beban volume berlebihan. Obat penyekat beta harus selalu
digunakan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan akut yang disebabkan efek
inotropic negative. Terapi harus dimulai dengan dosis rendah dan ditambah secara
bertahap.17
Indikasi pemberian penyekat β 
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β: Asma, Blok AV (atrioventrikular) derajat 2
dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50
x/menit).17

 Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)


Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis
adalah:
 Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
 Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi.
 Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika.
 Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat
(pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).2,17

 Glikosida Jantung (Digoxin)


Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
 Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi   
ventrikel kiri.
 Menstimulasi baroreseptor jantung
 Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan
penekanan sekresi renin dari ginjal.
 Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal
tone.
 Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan
saat aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
 Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%)
yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan
antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat
dipertimbangkan.17
 Pemakaian alat dan tindakan bedah :30
 Revaskularisasi
 Operasi katup mitral
 Aneurismektomi
 Kardiomioplasti
 External cardiac support
 Pacu jantung konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular
 Implantable carioverter defibrilator (ICD)
 Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
 Ultrafiltrasi, hemodialisis
Terapi gagal jantung dengan ejection fraction  yang menurun17 
Ada 5 tujuan utama terapi pada pasien dengan gagal jantung kronis dan ejection fraction
yang menurun :
1. Identifikasi dan koreksi dari kondisi dasar yang menyebabkan gagal jantung. Pada
beberapa pasien, mungkin diperlukan operasi perbaikan atau penggantian katup
jantung disfungsional, revaskularisasi arteri koroner, terapi hipertensi yang agresif,
atau penghentian konsumsi alkohol.
2. Eliminasi faktor penyebab gejala akut pada pasien dengan gagal jantung yang
sebelumnya terkompensasi. Contohnya mengobati infeksi akut atau aritmia,
mengurangi sumber asupan garam berlebihan atau menghentikan konsumsi obat yang
dapat memperburuk gejala penyakit misalnya penghambat kanal calsium tertentu yang
memiliki efek inotropik negatif atau obat antiinflamasi yang dapat berkontribusi untuk
retensi volume.
3. Manajemen gejala gagal jantung :
a. Terapi kongesti pembuluh darah paru dan sistemik. Hal ini paling mudah dilakukan
dengan pembatasan diet garam dan obat diuretik
b. Meningkatkan curah jantung dan perfusi organ vital melalui penggunanan vaso
4. Modulasi respon neuro hormonal untuk mencegah remodelling ventrikel yang
merugikan untuk memperlambat perkembangan disfungsi LV.
5. Memperpanjang kelangsungan hidup jangka panjang.

Terapi gagal jantung dengan ejection fraction  yang normal

Tujuan terapi pada gagal jantung dengan EF normal mencakup :

1. Perbaikan kongesti paru dan sistemik


2. Mengatasi penyebab gangguan fungsi diastolic misalnya hipertensi, penyakit arteri
coroner.

Diuretik mengurangi kongesti paru dan edema perifer tetapi harus digunakan
dengan hati-hati untuk menghindari berkurangnya pengisian ventrikel kiri. Ventrikel kiri
yang kaku akan bergantung pada tekanan yang lebih tinggi dari normal untuk mencapai
pengisian diastolic yang memadai dan diuresis berlebihan dapat mengurangi pengisian dan
oleh karena itu menyebabkan gangguan pada volume sekuncup dan curah jantung.17  

Tidak seperti pasien dengan gangguan fungsi sistolik, penyekat beta, inhibitor
ACE, dan ARB belum menunjukkan manfaat dalam kelangsungan hidup pasien dengan
gagal jantung dengan ejection fraction yang normal. Antagonis aldosterone spironolakton
terbukti dapat mengurangi frekuensi rawat inap untuk gagal jantung pada populasi ini, tapi
tidak meningkatkan angka kelangsungan hidup. Karena fungsi kontraktil normal, maka
obat inotropic tidak memiliki peran terapi sindrom ini.

2.1 Edema Paru Akut


Sebuah manifestasi umum dari kegagalan jantung akut sisi kiri (profil hangat-basah
dan dingin-kering) adalah edema paru kardiogenik, dimana peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler menyebabkan akumulasi cairan dalam intertisial dan ruang alveolar
paru-paru secara cepat. Pada tekanan onkotik plasma normal, edema paru terjadi ketika
tekanan kapiler pulmonal yang mencerminkan tekanan diastolic LV melebihi sekitar 25
mmHg. Kondisi ini sering disertai dengan hipoksemia karena pirau aliran darah paru
melalui daerah alveoli dengan hipoventilasi. Sebagai manifestasi lainnya dari gagal
jantung akut, edema paru dapat mucul tiba-tiba pada orang yang sebelumnya tanpa gejala
misal nya infark miokard akut atau pasien gagal jantung congestive kronis yang
terkonpensasi, mengakibatkan dyspnea berat dan anxiets saat berjuang untuk bernapas.17,31
Pemeriksaan fisik didapatkan kulit yang lembab dan dingin karena vasokontriksi
perifer untuk merespon peningkatan aliran simpatis. Takipneu dan batuk dengan sputum
yang berbusa menandakan transudasi cairan ke dalam alveoli. Ronkhi basah halus dapat
terdengar pada awalnya di bagian dasar paru dan kemudian diseluruh bidang paru-paru,
kadang disertai mengi karena mengi di saluran udara.31,32
Edema paru merupakan keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa dan
membutuhkan perbaikan oksigenasi sistemik dengan segera serta eliminasi factor
penyebabnya.
1. Pasien harus duduk tegak untuk memungkinkan pengumpulan darah dalam pembuluh
darah sistemik di tubuh bagian bawah sehingga mengurangi kembalinya darah vena ke
jantung.
2. Oksigen diberikan dengan menggunakan masker wajah.
3. Morfin sulfat intravena untuk mengurangi kecemasan dan bertindak sebagai dilator
vena untuk menfasilitasi pengumpulan darah di perifer.
4. Jenis diuretic yang bekerja cepat : furosemide iv diberikan untuk mengurangi preload
LV dan tekanan hidrostatik kapiler paru. Cara lain untuk kurangi preload dengan
memberikan nitrat secara iv.
5. Obat inotropic iv seperti dopamine dapat meningkatkan curah jantung  dengan profil
dingin dan basah. Selama perbaikan kongesti paru dan hipoksemia, perhatikan harus
ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebabnya.30

2.2 Komplikasi
Syok kardiogenik, infeksi paru dan gangguan keseimbangan elektrolit.3

2.3 Prognosis
Tanpa adanya penyebab dasar yang dapat diperbaiki maka prognosis gagal jantung
sangat buruk. Tingkat kematian 5 tahun setelah didiagnosis berkisar 45 % dan 60 %
dengan laki-laki memiliki prognosis yang lebih buruk daripada wanita. Pasien dengan
gejala berat misalnya NYHA kelas III atau IV  memiliki prognosis terburuk dengan
kemungkinan hidup 1 tahun hanya 40 %. Mortalitas terbesar adalah karena gagal jantung
refrakter, tetapi banyak pasien meninggal mendadak yang kemungkinan terkait dengan
aritmia ventrikel. Pasien gagal jantung dengan ejeksi fraksi yang normal memiliki angka
kejadian rawat inap, komplikasi saat perawatan di rumah sakit, dan tingkat kematian yang
sama seperti pada pasien dengan ejeksi fraction yang menurun. Berdasarkan klasifikasi,
NYHA kelas IV mempunyai angka kematian 30-70 % sedangkan NYHA kelas II 5-10 %.
BAB IV
KESIMPULAN
Gagal jantung merupakan sindroma klinis di mana curah jantung (cardiac output),
gagal memenuhi kebutuhan metabolism tubuh atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jika
tekanan pengisian jantung meninggi secara abnormal. Gagal jantung kronis dapat
diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu gagal jantung dengan ejeksi fraction yang
menurun karena gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung dengan ejeksi
fraction yang normal misalnya disfungsi sistolik. Mekanisme kompensasi pada gagal
jantung pada awalnya bersifat mempertahankan fungsi sirkulasi darah yaitu peningkatan
preload dengan cara menaikan volume sekuncup melalui mekanime Frank-Starling,
peningkatan system neurohormonal dan hipertrofi ventrikel. Namun, kompensasi ini
akhirnya akan berefek negatif karena kontribusi dalam remodeling ventrikel yang
merugikan dan kerusakan progresif fungsi ventrikel.17
Gejala gagal jantung dapat diperburuk oleh factor yang meningkatkan kebutuhan
metabolic misalnya takikardia, factor yang meningkatkan volume sirkulasi , yang
meningkatkan afterload atau menurunkan kontraktilitas. Pengobatan gagal jantung
termasuk mengatasi penyebab yang mendasari kondisi tersebut, menghilangkan factor-
faktor yang memperberat, dan memodifikasi pengaktifan neurohormonal yang merugikan.
17

Terapi standar gagal jantung dengan ejeksi fraction yang menurun adalah dengan
pemakaian ACE inhibitor, penyekat beta dan kadang dengan antagonis aldosterone. Untuk
pasien yang tidak mentoleransi inhibitor ACE, penyekat reseptor AII atau kombinasi
nitrat-hidralazin dapat dipakai sebagai pengganti. Untuk pasien dengan gagal jantung
dengan ejeksi fraction yang menurun yang memenuhi kriteria tertentu, implantasi
kardioverter – defribilator dan atau terapi resinkronisasi jantung (biventricular pacing)
dapat dipertimbangkan. Pada gagal jantung stadium akhir, transplantasi jantung dan atau
dukungan sirkulasi mekanis harus dipertimbangkan pada pasien yang telah diseleksi secara
seksama.17,30
Terapi untuk gagal jantung dengan ejection fraction yang normal terutama bergantung
pada diuretic untuk mengurangi kongesti paru, tetapi terapi tersebut harus diberikan
dengan hati-hati untuk menghindari pengurangan preload yang berlebihan dan hipotensi.
Gagal jantung akut dapat dikategorikan dengan dan juga pengobatan didasarkan pada
adanya peningkatan tekanan pengisian jantung kiri (basah dan kering). Dan penurunan
perfusi jaringan sistemik dengan peninggian resistensi vaskuler sistemuk (dingin dan
hangat).17

BAB IV

STATUS PASIEN

Identitas Pasien:

Nama : Tn. D
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 59 Tahun
Pekerjaan : Petani
Suku : Batak
Agama : Kristen
Status : Kawin
Alamat : Merek Raya

Keluhan Utama : Sesak napas

Pasien datang dan dirawat di RS dengan keluhan sesak napas disertai dengan jantung
berdebar-debar, sebelumnya os mengeluh dada terasa berat dan nyeri pada disebelah kiri.
Hal ini sudah dialami os lebih kurang seminggu ini, dan memberat dalam 2 hari ini. Sesak
napas yang dialami semakin berat dirasakan saat os tidur dan saat beraktivitas. Pasien juga
mengeluhkan pandangan berkunang-kunang. Pasien mengeluh mudah lelah. BAB dan
BAK dalam batas normal. Pasien juga mengeluhkan lemas (+)
 Riwayat penyakit terdahulu : Hipertensi
 Riwayat Obat-obatan : Bisoprolol, Furosemide, Candesartan, Nitroglicerin,
Mecobalamin
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : Tampak Baik
Sensorium         : Compos Mentis (E4V5M6) 
    Vital sign : 

 TD = 100/70mmHg
 HR = 68x/i
 RR = 24 x/i
 T    = 36,5 ºC
 SPO2 = 91 %

Status Generalisata
Kepala : Normocephali

   Mata : Konjungtiva Anemis (-/-). Sclera ikterik (-), pupil : isokor (3/3 mm) ,
eksoftalmus (-/-), palpebra edema (-/-), ptosis (-/-),  Respon cahaya (+/+),
bitot spot (-/-).

Leher : Bentuk simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tyroid(-),


peningkatan JVP (-) R+2 cmH20, deviasi trakea (-)

THT : Tidak ada kelainan

Mulut : Tidak ada kelainan

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan=kiri, ketinggalan pernafasan (-)

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler (+/+), ronkhi -/-,


wheezing(-/-),                          

suara tambahan (-/-)

Jantung

        Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

        Palpasi :  Iktus cordis teraba


        Perkusi : Pekak, batas jantung kesan melebar

        Auskultasi : Bising jantung S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut simetris (+), Ascites (-)

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), soepel, hepar dan lien tidak teraba, 

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik usus (+), kesan normal, tidak ada bising aorta abdominalis

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-), deformitas (-)

Ekstremitas bawah : akral hangat, edema pada kedua kaki,

deformitas (-)

Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan Unit Hasil Normal

HB gr /dL 8,8 13-18

Leukosit mmH3 9.600 4000-11.000

Hematokrit % 23,5 39-54

Trombosit /uL 56.000 150.000-450.000

MCV Fl 83,9 79 – 96 fL

MCH Pg 31,5 27 – 33 pg

MCHC gr/dL 31,4 30 – 35 gr/dL

RDW % 13,3 11,6-14,4

Kimia Darah

Glukosa Darah mg/dL 107 <200


sewaktu

Fungsi Ginjal

Ureum mg/dL 166 5-50

Kreatinin mg/dL 4,1 0,6-1,5

Asam Urat mg/dL 5,00 3,40-7,00

Foto Thoraks

Kesan:
Cardiomegali
OedemaPulmonun
Tulang Intak

EKG
Diagnosis:
Congestive Heart Failure

Penatalaksanaan
 Terapi
 IVFD Ringer Laktat 10 gtt/i mikro
 O2 2-4lpm
 Pemasangan Kateter
 Inj. Ketorolac 1amp/12jam
 Inj.Omz 1amp/12jam
 Inj. Ondansentron 1amp/8jam
 Inj. Furosemid 1 amp/24 jam
 ISDN Sublingual extra IGD
 Hitroz 1x1 extra IGD
 Nitrogliserin 2x25mg
Pasien dirujuk ke RS Vita Insani Siantar pukul 20.15
WIB

DAFTAR PUSTAKA
[1] American Heart Association. Classes of heart failure. Available at
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/
Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp#.WUcGf-vyuHs. Updated: May
8, 2017; Accessed: June 18, 2017.

[2] Kurmani, S., Squire, I., "Acute Heart Failure: Definition, Classification and
Epudemiology," Curr Heart Fail Rep, vol. 14, pp. 385-392, 2017.

[3] Yancy, C. W., et. al., "2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart
Failure," ACCF/AHA, New York, 2013.

[4] Shah, A.M., Claggett, B., Sweitzer, N.K., Shah, S.J., et. al., "The Prognostoc
Importance of Changes in Cardiac Structure and Function in Hearth Failure with
Preserved Ejection Fraction and the Impact of Spironolactone," vol. 10, no. 11, 2015.

[5] Edelmann, F., Wachter, R., Schmidt, A. G.. et .al., "Effect of Spironolactone on
Diastolic Functional and Exercise Capacity in Patient with Heart Failure with
Preserved Ejection Fraction," vol. 309, no. 8, 2013.

[6] Inamdar, A. A., Inamdar, A. C., "Heart Failure: Diagnosis, Management and
Utilization," vol. 62, no. 5, 2016.

[7] Ferrario, C. M., Schiffrin, E. L., "Role of Mineralocorticoid Receptor Antagonis in


Cardiovascular Disase," vol. 116, no. 1, 2015.

[8] Plein S, Knuuti J, Edvardsen T, Saraste A, Piérard LA, Maurer G, et al. The year
2012 in the European Heart Journal - Cardiovascular Imaging. Part II. Eur Heart J
Cardiovasc Imaging. 2013 Jul. 14(7):613-7.

[9] Widya, H., Putri, R., Faktor-faktor penyebab gagal jantung pada pasien gagal jantung
di RSUD Bogor tahun 2013, Jakarta: Skripsi UIN Jakarta, 2013.

[10] Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, et al,, "for the American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease and stroke
statistics-2017 update: a report from the American Heart Association. Circulation.
2017 Mar 7. 135 (10):e146-e603".

[11] Heidenreich, P. A., Albert, N. M., Allen, L. A., Bleumke, D. A., et. al;,, "Forecasting
the Impact of Hearth Failure in the United States," vol. 6, no. 3, 2013.

[12] Jackson, G., Gibbs, c. R., Davies, M. K, Lip, G. Y. H., "ABD of Hearth Failure:
Pathophysiology," vol. 320, 2000.

[13] Katz, A. M., Konstam, M. A., Heart Failure, Dartmouth: Wolter Kluwer, 2009.

[14] Roger, V. L., "Epidemiology of Heart Failure," vol. 113, no. 6, 2013.

[15] PERKI, Pedoman tatalaksana gagal jantung, Jakarta: PERKI, 2015.

[16] Tamarago, J., Sendon, L.,"Novel theraupetic target for the threatment of hearth
failure.," vol. 10, 2011.

[17] Lilly LS. (2019). Patofisiologi Penyakit Jantung Kolaborasi Mahasiswa dan Dosen.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran MEDIK. Hal : 227-256.

[18] Sabatine, Marc S, Buku saku klinis. The Massachusets General Hospital Handbook of
Internal Medicine cetakan I, 2004.

[19] Alwi, Idrus, Infark Mikard Akut dengan elevasi ST. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III, Ed.IV, Jakarta: Interna, 2011.

[20] Price & Wilson, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC,
2010.

[21] Mancini, G. B., et al., "Diagnosis, Prevention, and Management of Statin Adverse
Effects and Intolerance: Canadian Consensus Working Group Update (2016)," vol.
32, no. 7, 2016.

[22] Solomon, S. D., Claggett, B., Lewis, E. F., et. al., "HFpEF patients with EF at lower
and of spectrum may benefit from MRA," vol. 37, 2016.

[23] Owan TE, Hodge DO, Herges RM, Jacobsen SJ, Roger VL, Redfield MM. Secular
trends in renal dysfunction and outcomes in hospitalized heart failure patients. J Card
Fail 2006;12:257-62.

[24] Manolis AS, Papadimitriou P, Manolis TA, Apostolou T. Cardiorenal Syndrome: A


Glimpse Into Some Intricate Interactions. Hospital Chronicles 2013, 8(1): 3-15.

[25] Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and improving
outcomes. Circulation. 2008 Feb 5. 117(5):686-97.

[26] Friedman, E. A., Peter, K., et. al., "Diuretics and Hearth Failure," 2015.

[27] Stubnova, V. Os, I., Grundtvig, M. Waldum-Grevbo, B., "Spironolactone threatment


and effect on survival in chronic heart failure patients with reduced renal function: a
propensity-matched study," vol. 7, no. 2, 2017.

[28] Chami, T., Kim, C. H., tafera, L., Ben, A., et. al., "Spironolaction and incidence of
atrial fibliration in heart wailure with reduced ejection fraction," vol. 23, no. 8, 2017.

[29] Dolley, D., Lam, P., Bayoumi, E., et. al., "Clinical effectiveness of spironolactone in
hospitalized older eligible (EF less than or equal 35% and EGFR greater than or equal
to 30 mL/min/1,73 M2) patients with heart failure," vol. 69, no. 11, 2017.

[30] Ebrahim S, Taylor FC, Brindle P., "Statin for the primary prevention of
cardiovascular disease," 2014.

Anda mungkin juga menyukai