Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE DI

RUANGAN CVCU DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

Oleh :

NURUL AWALIAH
NIM:70900120027

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2021
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Congestive Heart Failure atau biasa yang dikenal
dengan gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana
jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya
dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan
tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi
(Azkalika, 2017)
Gagal jantung adalah sindrom klinis kompleks yang
diakibatkan oleh gangguan jantung fungsional atau struktural,
yang mengganggu pengisian ventrikel atau pengeluaran darah
ke sirkulasi sistemik untuk memenuhi kebutuhan sistemik.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit endokardium,
miokardium, perikardium, katup jantung, pembuluh darah,
atau gangguan metabolisme. Kebanyakan pasien gagal
jantung memiliki gejala akibat gangguan fungsi miokard
ventrikel kiri. Pasien biasanya datang dengan gejala dispnea,
penurunan toleransi olahraga dan retensi cairan, ditandai
dengan edema paru dan perifer (Malik & Brito, 2021)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi
dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat
untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup.
Gagal jantung juga adalah sindrom klinis, pasien dengan gagal
jantung memiliki tanda dan gejala sesak nafas yang spesifik
pada saat istirahat atau saat melakukan aktivitas, rasa lemah,
tidak bertenaga, retensi air seperti kongestif paru, edema
tungkai, dan terjadi abnormalitas dari struktur jantung dan
fungsi jantung (Narolita, 2018)
B. Etiologi
Penyebab gagal jantung kongestif (Kasron, 2017):
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degenerative atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadinya
hipoksia atau asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Peningkatan afterload afterload akibat hipertensi sistemik
maupun pulmonal mengakibatkan beban kerja jantung meningkat
dan hipertrofi otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard)
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi pada akhirnya
hipertropi otot jantung tadi lama kelamaan tidak dapat berfungsi
secara normal dan akan terjadi gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya tidak mempengaruhi jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah melalui jantung (stenosis katup semilunar),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade,pericardium, pericarditis konstriktif), pengosongan
jantung abnormal (inefisiensi katup atrioventrikular/AV),
peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor sistemik yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

C. Klasifikasi
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau
beratnya gejala seperti klasifikasi menurut New York Heart
Association (NYHA). Klasifikasi tersebut digunakan secara luas di
dunia internasional untuk mengelompokkan gagal jantung. Gagal
jantung ringan, sedang, dan berat ditentukan berdasarkan beratnya
gejala, khususnya sesak napas (dipsnea). Meskipun klasifikasi ini
berguna untuk menentukan tingkat kemampuan fisik dan beratnya
gejala, namun pembagian tersebut tidak dapat digunakan untuk
keperluan lain.
Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA
a. Kelas I klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa
pembatasan aktivitas fisik, dengan istilah disfungsi
ventrikel kiri yang asimtomatik.
b. Kelas II klien dengan kelainan jantung yang
menyebabkan sedikit pembatasan aktivitas fisik,
dengan istilah gagal jantung ringan.
c. Kelas III klien dengan kelainan jantung yang
menyebabkan banyak pembatasan aktivitas fisik,
dengan istilah gagal jantung sedang.
d. Kelas IV klien dengan kelainan jantung yang segala
bentuk aktivitas fisiknya akan menyebabkan keluhan
dengan istilah gagal jantung berat.
Klasifikasi NYHA tidak dapat digunakan untuk menilai
beratnya penyakit jantung yang menjadi penyebab, misalnya pada
gagal jantung ringan belum tentu disebabkan oleh penyakit jantung
yang ringan. Beratnya gejala tidak menunjukkan atau sebanding
dengan beratnya disfunsi ventrikel kiri yang ada. Justru sebaliknya,
fraksi ejeksi ventrikel kiri terbukti paling menentukan mortalitas
gagal jantung. Adanya bendungan paru yang ditemukan pada
pemeriksaan klinis atau radiologis pada klien infark miokardium
menunjukkan prognosis yang buruk.
Klasifikasi Gagal Jantung ACC (Malik & Brito, 2021):
1. Stadium A: Pasien dengan risiko tinggi gagal jantung
tetapi tidak memiliki gejala atau penyakit jantung
structural
2. Stadium B: Pasien memiliki penyakit jantung struktural
tetapi asimtomatik
3. Stadium C: Pasien memiliki penyakit jantung struktural
plus gejala
4. Stadium D: Pasien mengalami gagal jantung kronis yang
membutuhkan intervensi yang dimodifikasi

D. Patofisiologi
1. Patofisiologi Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri terjadi karena fungsi kontraksi ventrikel
kiri tidak efektif. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung,
sehingga darah tidak dapat dipompa secara efektif keseluruh
tubuh. Kondisi ini biasa disebut sebagai disfungsi sistolik.
Efek sistemik adalah menurunnya perfusi jaringan, sehingga
mengakibatkan kurangnya oksigen dan energi pada jaringan.
Ketidakefektifan venterikel kiri memompa darah
mengakibatkan terjadi bendungan volume darah di atrium kiri,
kemudian vena pulmonalis, dan ke dalam paru-paru sehingga
terjadi kongesti paru. Jika kondisi seperti ini berlangsung terus
menerus maka dapat terjadi edema paru dan gagal jantung
kanan (Timby & Smith, 2018)
2. Patofisologi Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kanan dapat terjadi karena fungsi
kontraksi ventrikel kanan tidak efektif. Akibatnya, darah yang
di pompa kedalam paru paru juga tidak efektif sehingga
terjadi bendungan volume darah di atrium kanan, vena, dan
sirkulasi perifer. Akan terjadi peningkatan berat badan dan
edema perifer serta kongesti hepar dan organ lain pada
penderita. Keadaan dimana ventrikel kanan gagal memompa
darah yang adekuat ke arteri pulmonalis, paru-paru, vena
pulmonalis, dan jantung kiri, mengakibatkan terjadinya
penurunan pengisian ventrikel kiri (preload), sehingga gagal
jantung kanan menyebabkan disfungsi diastolik ventrikel kiri
(Timby & Smith, 2018)

E. Manifestasi Klinis
Menurut (Azkalika, 2017) manifestasi klinis dari gagal
jantung kongestif adalah sebagai berikut :
1) Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru
sehingga peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan
cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi pada
gagal jantung kiri yaitu :
(a) Dispnea
(b) Batuk
(c) Mudah lelah
(d) Insomnia
(e) Kegelisahan dan kecemasan
2) Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi
kananjantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan
adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang
secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang
terjadi yaitu :
(a) Edema ekstremitas bawah
(b) Distensi vena leher dan escites
(c) Hepatomegali dan nyeritekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
F. Penatalaksanaan
Terapi medis Diuretik, pen ghambat beta, penghambat enzim
pengubah angiotensin, penghambat reseptor angiotensin, penghambat
reseptor neprilysin angiotensin, hidralazin plus nitrat, digoksin, dan
antagonis aldosteron dapat memperbaiki gejala.(Malik & Brito, 2021)

Implan cardioverter-defibrillator (ICD) digunakan untuk


pencegahan primer atau sekunder kematian jantung mendadak. Terapi
resinkronisasi jantung dengan pacu jantung biventrikel dapat
memperbaiki gejala dan kelangsungan hidup pada pasien tertentu
yang berada dalam ritme sinus dan memiliki penurunan fraksi ejeksi
ventrikel kiri dan durasi QRS yang berkepanjangan (Malik & Brito,
2021)

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Majid, 2018) Ada beberapa pemeriksaan penunjang
diantaranya:
a. Elektrokardiogram (EKG)
Elektrokardiogram untuk mengukur kecepatan dan keteraturan
denyut jantung, untuk mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola mungkin terlihat.
Disritmia, misalnya: takhikardi, fibrilasi atrial, kenaikan segmen ST/T
persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
b. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk
mengetahui ukuran dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang
jantung dan fungsi katup jantung. Sangat bermanfaat untuk
menegakkan diagnosis agal jantung.
c. Foto rontgen dada
Foto rontgen dada digunakan untuk mengetahui adanya
pembesaran jantung, penimbunan cairan di paru-paru, atau penyakit
paru lainnya.
d. Tes darah BNP (B-type natriuretic peptide)
Tes darah BNP untuk mengukur kadar hormon BNP yang
pada gagal jantung akan meningkat.
e. Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas
ventrikular.
f. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
g. Kateterisasi jantung
Tekanan normal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis
katub atau insufiensi. Selain itu, juga mengkaji potensi arteri koroner.
Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel, menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi atau perubahan kontraktilitas.
h. Tes laboratorim darah
-Enzim hepar: meningkat dalam gagal jantung/kongestif
-Elektrolit: kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,
penurunan
-fungsi ginjal.
-Oksimetri nadi: kemungkinan situasi oksigen rendah.
-Analisa gas darah (AGD): gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2.
-Albumin: mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein.

H. Komplikasi
Menurut (Zahrotin, 2019) komplikasi pada gagal jantung yaitu :

1) Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri

2) Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif


akibat penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak
adekuat ke organ vital (jantung dan otak)

3) Episode trombolitik : trombus terbentuk karena imobilitas


pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat
menyumbat pembuluh darah.

4) Efusi perikardial dan tamponade jantung : masuknya cairan


kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan pericardium
sampai ukuran maksimal. CPO menurun dan aliran balik vena
kejantung menuju tomponade jantung.
BAB II

TINJAUAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi
pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
dan diagnosis medis.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau
orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk
(hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua
buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
b. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
c. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan,
alkohol.
d. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan
fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi
terhadap obat tertentu.
e. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
f. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka
waktu
g. Postur, kegelisahan, kecemasan
h. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau
COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja
jantung dan mempercepat perkembangan CH
3. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari,
Insomia, Nyeri dada dengan aktivitas,Dispnea pada saat
istirahat atau pada pengerahan tenaga .
Tanda : Gelisah, perubahna status mental : letargi, TTV
perubahan pada aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung
kanan sebelunya
2) Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis,
SLE, anemia, syok septik, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen sabuk terlalu kuat (pada gagal jantung
kanan)
Tanda :
1) TD mungkin menurun (gagal pemompaan), normal
GJK ringan/ kronis atau tinggi (kelebihan volume
cairan / peningkatan TD).
2) Tekanan nadi menunjukan peningkatan colume
sekuncup.
3) Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri)
4) Irama jantung : sistemik, misalnya : fibrilasi atrium,
kontraksi ventrikel prematur/ takikardi blok jantung.
5) Nadi apikal disritmia, misalnya : PMI mungkin
menyebar dan berubah posisi secara inferior kiri.
6) Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi S1 dan S2 mungkin lemah.
7) Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan
adanya katup atau insufisien.
8) Nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam
kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral
mungkin kuat, misalnya : nadi jugularis coatis
abdominal terlihat .
9) Warna kulit : kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik
10) Punggung kuku : pucat atau sianosik dengan
pengisian kapiler lambat.
11) Hepar : pembesaran/ dapat teraba, reflek hepato
jugularis.
12) Bunyi nafas : krekels ronchi
13) Edema : mungkin dependen, umum atau pitting,
khususnya pada ekstremitas.

c. Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi klien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang
d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia,
kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan abdomen, diare)
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat
berkembang oligouria/ anuria jika terjadi hipovolemia
berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras,
adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/
diare)
e. Makanan/cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
beberapa hari atau minggu
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek,
kekakuan dan distensi abdomen, muntah, pembesaran
tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau
buah (nafas aseton)
f. Neurosensori
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma
(tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau
mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang
(tahap lanjut dari ketoasidosis)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri
abdomen kanan atas.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik
diri), perilaku melindungi diri
h. Pernafasan
Gejala :
1) Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bantal
2) Batuk dengan/tanpa sputum
3) Riwayat penyakit paru kronis
4) Menggunakan bantuan pernafasan, misal : oksigen
atau medikasi
Tanda :

1) Pernafasan takipnea, nafas dangkal, pernafasan


laboral, penggunaan otot aksesori
2) Pernafasan nasal faring
3) Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin
batuk terus menerus dengan/ tanpa sputum
4. Tes Diagnostik
a. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen dada : pembesaran jantung, distensi vena
pulmonaris dan redistrinya ke apeks paru (opasifikasi
hilus paru bisa sampai ke apeks),peningkatan tekanan
vaskular pulmonal, kadang-kadang ditemukan efusi
pleura.
2) Elektrokardiografi : membantu menunjukan etiologi
gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofi, dab lain-lain)
dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, depresi
ST, dan lain-lain.
b. Laboratorium
1) Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa,
elektrolit), hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati
dan lipid darah
2) Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria dan glukosaria
c. Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci
tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.
Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah <35-40%
atau normal, kelainan katup (stenosis mitral, regurgitasi
mitral, stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid),
hipertrofi ventrikel kiri, kadang-kadang ditemukan
dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi
perikard, temponade, atau perikarditis.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai
respon pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI
DPP, 2017). Diagnosa berdasrkan SDKI adalah
1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan
kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
membran kapiler-alveolus
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
volume paru, hepatomegali, splenomegali
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya
laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
5) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan suplai
miokard menurun
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan :
Ketidakseimbangan antar suplai okigen, kelemahan umum,
Tirah baring lama/immobilisasi.
7) Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi
jaringan.
8) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi
dan program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung ataupun penyakit yang diderita.

C. Intervensi

Intervensi adalah segala bentuk tindakan yang


dilaksanakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan
dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang
diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP, 2018).

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan


kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan
frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural,
ditandai dengan ;
a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia,
perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c. Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan keluaran urine
e. Nadi perifer tidak teraba
f. Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri
dada.
Tujuan

Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang


dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas
gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea,
angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban
kerja jantung.

Intervensi

a. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, irama jantung


Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat
istirahat) untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.

b. Catat bunyi jantung


Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya
kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur
dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.

c. Palpasi nadi perifer


Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.

d. Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah
dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu
lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml
lagi.

e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis


Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi
perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu
belang karena peningkatan kongesti vena.

f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker


dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan


membran kapiler-alveolus
Tujuan /kriteria evaluasi,

Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi


dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan.,
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi.

Intervensi :

a. Pantau bunyi nafas, catat krekles


Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan
secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan
aliran oksigen.

c. Dorong perubahan posisi.


Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan
pneumonia.

d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi


oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema
paru.

e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi


3. Pola napas tidak efektifb.d penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh :
perubahan kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan
pengembangan dada, GDA tidak normal.
Tujuan/ Kriteria Evaluasi:Pola nafas efektif setelah dilakukan
tindakan keperawatab selama di RS, RR normal, tidak ada
bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan
dan GDA normal.
Intervensi :
a. Monitor rata-rata irama, suara
napaas,kedalamandanusahauntukbernafas
Rasional: Mengetahui keefektifan pernafasan
b. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot
bantu dan retraksi dinding dada.
Rasional : Untuk mengetahui penggunaan otot bantu
pernafasan
c. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah,
RR dan respon pasien).
Rasinal : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan
indikasi adanya penurunan fungsi paru.
d. Berikan klien posisi nyaman semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler merupakan posisi yang
dapat memaksimalkan ekspansi paru
e. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian
O2 dan obat-obatan
Rasional: Pemberian oksigen dan obat-obatan dapat
menurunkan beban pernafasan, meningkatkan daya
ekspansi paru dan mencegah terjadinya sianosis akibat
hipoksia.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya


laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,
Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,
Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi,

Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan


keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas
bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima,
berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat


dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat
karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang
membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.

b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran


selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia)
meskipun edema/asites masih ada.

c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi


semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan
diuresis.

d. Pantau TD dan CVP (bila ada)


Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan
terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi


abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut)
dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)


g. Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima
klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.

5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan


menurunnya suplay Oksigen ke miokardium yang ditandai
dengan peningkatan skala nyeri, perubahan tekanan darah,
dan ekspresi wajah meringis
Tujuan /kriteria evaluasi :

Klien melaporkan nyeri yang dirasakan berkurang atau


bahkkan hilang. Ekspresi wajah rileks dan TTV dalam batas
normal.
Intervensi :

a. Pantau karakteristik, skala nyeri, lokasi, kualitas dan


waktu nyeri Rasional : Mengetahui tingkat nyeri sehingga
memudahkan intervensi selanjutnya.
b. Pantau Tanda tanda vital
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau tekanan
darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri
c. Atur posisi dan berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Memberi rasa nyaman terhadap klien sehingga
nyeri mungkin berkurang
d. Berikan/ ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi napas
dalam menguragi nyeri
Rasional : Tehknik relaksasi dan distraksi dapat
mengalihkan fokus perhatian klien dari nyeri sehingga
dapat menurunkan kualitas nyeri
e. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi
Rasional : Analgetik dapat menekan pusat nyeri di otak.

6. Intoleransiaktivitas berhubungan dengan :


Ketidakseimbangan antara suplai okigen, kelemahan umum,
Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan :
Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya
disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :

Klien dapat berpartisipasi pada ktivitas yang diinginkan,


memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi
a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic
dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan
aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat


takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas
dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung
dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.

c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.


Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.

d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas


(kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress,
bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,

7. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit


berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi

Klien akan : Mempertahankan integritas kulit,


Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan
kulit.

Intervensi
a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area
sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau
kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi
perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.

b. Pijat area kemerahan atau yang memutih


Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan
hipoksia jaringan.

c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan


rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang
mengganggu aliran darah.

d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan


kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak
kulit/mempercepat kerusakan.

e. Hindari obat intramuskuler


Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi
memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk
kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi


dan program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi
jantung ataupun penyakit yang diderita. Ditandai dengan :
Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode
GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi

Klien akan :
a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan
episode berulang dan mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan
beberapa teknik untuk menangani.
c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi

a. Diskusikan fungsi jantung normal


Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan
dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.

b. Kuatkan rasional pengobatan.


Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program
pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas
gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan
resiko eksaserbasi gejala.

c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.


Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat
sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi
menghentikan tidur.

d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung


suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan
pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Azkalika, A. (2017). Asuhan Keperawatan Pasien Yang Mengalami Gagal


Jantung Kongestif Dengan Ketidakefektifan Pola Nafas Di Ruang
Aster 5 Rsud Dr. Moewardi’. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada.
Kasron. (2017). Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. (2nd ed.).
Nuha Medika.
Majid, A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Pustaka Baru Press.
Malik, A., & Brito, D. (2021). Congestive Heart Failure. StatPearls
Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430873/
Narolita, Y. (2018). KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
( GJK ) DENGAN MASALAH HIPERVOLEMIA (Di Ruang Cardio
Vaskular Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan).
Tim Pokja SDKI DPP, P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP, P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI.
Timby, B. K., & Smith, N. E. (2018). Introductory medical-surgical
nursing.
Zahrotin, S. (2019). ANALYSIS OF NURSING CLINICAL PRAKTICES IN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) PATIENTS WITH
INTERVENTION OF INNOVATION OF BACK MASSAGE TO WEAK
WITH USE OF VCO OIL IN THE ICCU ROOM RSUD ABDUL
WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA. Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur.
SUDAH DI SAMPAIKAN DI AWAL
PERTEMUAN, JANGAN MENGAMBIL
GAMBAR YG SDH JADI…. TAPI BUAT,
PLAGIAT…… GANTI DAN BUAT SENDIRI

Anda mungkin juga menyukai