Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut survei kesehatan Republik Indonesia (SKRT) 1995, jantung
sudah menggeser kedudukan penyakit sebagai penyebab kematian
tertinggi. Namun hasil SKRT 2001 dan 2006 menunjukkan peningkatan
proporsi kematian karena penyakit ini makin jelas. Penyakit jantung mulai
meningkat nyata pada usia 35 tahun keatas, dimana preposisi kematian
akan tinggi semakin bertambahnya usia (Afriansyah,2008).
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak
menular. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak
menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian tersebut
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global
penyakit tidak menular penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya
adalah penyakit kardioaskuler (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696
orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter (gejala) sebesar 0,3% atau
diperkirakan 530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi
jumlah penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi
Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0,19%), sedangkan Provinsi Maluku
Utara memiliki jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 144 orang
(0,02%) (Kemenkes RI, 2014).
Di pulau jawa, penyakit CHF atau gagal jantung kongestif ini semakin
lama semakin banyak. Dilihat dari banyaknya kasus gagal jantung
kongestif ini, karena faktor pola hidup yang tidak sehat, seperti merokok,
diit yang tidak sehat, jarang olahraga, kebiasaan mengkonsumsi alkohol,
dan sebagainya.
Di Yogyakarta, penyakit CHF ini, lebih sering menyerang penduduk yang
berusia 50 tahun keatas. Terutama pada penduduk yang sering
mengkonsumsi alkohol, dan merokok.
Gagal jantung dapat dialami oleh setiap orang, Penyakit gagal jantung
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, diusia 50 tahun ke atas
prevalensi gagal jantung semakin meningkat. Penyakit gagal jantung
sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekambuhan bisa
menerapkan pola hidup sehat dan berolahraga ringan secara teratur.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini akan
melakukan dokumentasi keperawatan pada kasus yang telah tersedia.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada
klien, dengan Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif
dengan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian klien dengan Congestive Heart
Failure.
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Congestive
Heart Failure.
c. Untuk menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
Congestive Heart Failure.
d. Untuk melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan
Congestive Heart Failure.
e. Mampu membuat evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada klien
dengan Congestive Heart Failure.
f. Mampu membuat catatan perkembangan keperawatan pada klien
dengan Congestive Heart Failure.
BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya
kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Smeltzer & Bare, 2001).

2. Etiologi
a. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,


disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi

b. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena


terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi
yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.

c. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan


beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.

e. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load

f. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan


beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung

3. Manifestasi Klinis
a. Sesak napas, yang awalnya terjadi jika melakukan kegiatan fisik.
Jika penyakit semakin berat, esak nafas bisa muncul saat istirahat.
b. Terbangun dari tidur, karena sesak nafas
c. Pembengkakan dilengan dan kaki, serta BB naik karena cairan
tubuh meningkat atau retansi (edema).
d. Anorexsia
e. Mual
f. Nukturia dan kelemahan
g. Oliguria
h. Mudah lelah
4. Klarifikasi/ Stadium

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4
kelainan fungsional :

I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat

II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang

III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan

IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

5. Pemeriksaan penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG)
b. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas
ventrikular. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif
yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat
menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi
jantung.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh
darah abnormal.
6. Patofisiologi
a. Gagal jantung kanan
Fungsi ventrikel kanan tidak dapat memompa darah ke dalam
arteri pulmonalis, sehingga kurang darah kedalam arteri
pulmonalis dan meningkatkan tekanan di atrium kanan,
mengakibatkan edema perifer dan pembesaran ginjal dan organ
lain (Miati, 2015).
b. Gagal jantung kiri
Ventrikel kiri tidak stabil untuk memompa darah ke sirkulasi
sistemik, sehingga terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri dan
pembuluh darah paru. Paru-paru menjadi sesak dengan darah,
menyebabkan tekanan paru relevated dan edema paru.
Pathway

Gagal Jantung

Gagal Jantung Kanan Gagal Jantung Kiri

Gagal ventrikel kanan Gagal ventrikel kiri

Darah kekurangan O2 Peningktan atrium kiri dan


pembuluh darah paru

Peningkatan tekanan atrium Edema paru


kanan

Pola nafas tidak efektif

Penurunan curah jantung

7. Penatalaksanaan: Medik dan Prinsip Perawatan


a. Medik
1) Diuretik
Darah terdiri dari 92% air, jika ginjal tidak dapat membuang
kelebihan air, volume darah akan meningkat. Kondisi ini
menyebabkan retensi caian, yang kemudian menyebabkan
sesak nafas dan edema. Sasaran diuretik adalah ginjal.
Obat ini membantu mengeluarkan kelebihan air dan
menurunkan volume darah, serta mengurangi sesak nafas dan
edema (Douglas dan Kerelakes, 2001).
2) Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat.
3) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosidadigitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan
penurunan volume distribusi.
5) Vasodilator(Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi
pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya preload
jantung dengan meningkatkan kapasitas vena (Kumalasari,
2013).

b. Prinsip keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan menurut Ati
(2014) adalah mengistirahatkan pasien untuk mengurangi
konsumsi oksigen, memantau tanda-tanda vital, memberikan
edukasi tentang keadaan yang terjadi pada pasien agar tidak timbul
kecemasan, memberikan posisi semifowler.

8. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai


darah ke jaringan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak, udema pada
paru
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi
secret, penurunan refleks batuk
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan udem anasarka
(NANDA, 2013)
8. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan suplai darah ke jaringan
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang setelah dilakukan tindakan
perawatan.
Kriteria Hasil :
a) Daerah perifer hangat
b) Tidak sianosis
c) Gambaran EKG tak menunjukkan perluasan infark
d) RR 16-24 X/mnt
e) Kapiler refill 3 detik
f) Nadi 60-100X/mnt
g) TD 120/80 mmHg.
Intervensi :
a. Monitor frekuensi dan irama jantung
R/ untuk mengidentifikasi fungsi jantung
b. Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
R/ mengidentifikasi terjadinya hipoksia
c. Ukur haluaran urin
R/ mengetahui cairan yang keluar
d. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
R/ membantu pemasukan nutrisi

2) Pola nafas tidak efektif b.d sesak, udema paru


Tujuan : Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
a) RR normal
b) Tidak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu
pernafasan
c) Suara nafas norrmal
Intervensi :
a. Monitor kedalaman pernafasan, frekuensi
R/ mengetahui pola klien
b. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu nafas
R/ untuk mengetahui penggunaan otot bantu pernafasan
c. Auskultasi bunyi nafas dan catat bila ada bunyi nafas tambahan
R/ mengetahui daerah yang mengalami obstruksi
d. Tinggikan kepala dan Bantu untuk mencapai posisi yang senyaman
mungkin.
R/ meningkatkan relaksasi pada klien
e. Kolaborasi pemberian oksigen
R/ untuk mengurangi sesak

3) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d akuumulasi sekret, penurunan refleks
batuk
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a) Klien mampu untuk mengeluarkan secret tanpa bantuan
b) RR normal (16-24 X/menit)
c) Suara nafas normal
Intervensi :
a. Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu
pernafasan.
R/ untuk mengetahui tingkat keparahan gagal jantung
b. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan/tidak adanya bunyi nafas
dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronchi, wheezing
R/ mengetahui jenis obstruksi pada paru
c. Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas misal
batuk, penghisapan lendir
R/ untuk membantu pengeluaran secret
d. Tinggikan kepala/tempat tidur sesuai kebutuhan/semi fowler
R/ melonggarkan jalan nafas agar tidak terjadi penekanan pada diafragma
e. Kaji toleransi aktifitas misal keluhan kelemahan/kelelahan selama kerja
R/ menetukan tingkat kegagalan jantung

4. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik


Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan
tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
a) Klien mampu untuk melakukan aktivitas secara perlahan
b) TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Tingkatkan istirahat (ditempat tidur)
R/ untuk mempercepat pproses penyembuhan
b. Batasi aktifitas pada fase akut
R/ untuk mengurangi resiko injuri
c. Berikan lingkungan yang aman dan nyaman
R/ untuk menurunkan stress dan meningkatkan istirahat kllien
d. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya
keseimbangan antara anktivitas dan istirahat.
R/ tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolik, menghemat energi untuk proses penyembuhan
e.Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan klien
R/ untuk membantu kebutuhan dasar klien dan mengurangi kelelahan

5. Kelebihan volume cairan b/d udema anasarka


Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a) TTV dalam batas normal
b) Tidak ada udem anasarka
Intervensi :
a. Ukur masukan/haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung
keseimbangan cairan setiap pergantian shift jaga
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan pada klien
b. Pertahankan intake dan output yang akurat
R/ untuk memantau terjadinya kelebihan volume cairan yang lebih parah
c. Pasang urin kateter
R/ untuk mempermudah menghitung output dan mengurangi resiko jatuh.
d. Kolaborasi dalam pemberian diuretik
R/ meningkatkan laju urinen dan dapat menghambat reabsorbsi natrium atau
klorida pada tubulus ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

Afriansyah Nurfi. 2008. Rahasia Jantung Sehat: PT.Kompas Media


Nusantara, hal: 11
Ati Lawa Lingga. 2014. Pengaturan Sudut Posisi Tidur 45 Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur pada Asuhan Keperawatan Tn.P dengan
Congestive Heart Failure diruang Aster No 2 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/diskl/17/01-gdl-
linggaliwa-847-1-ktiling-4.pdf. Diakses pada 05 Juni 2017, 10.30 WIB
Douglas Wethell MS, Kerelakes J. Dean. 2001. Kegagalan Jantung
Kongestive. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi Kesehatan Jantung.
http://www.depkes.go.id/article/view/15021800003/situasi-kesehatan-
jantung.html. Diakses pada 05 Juni 2017
Kumalasari Yosy Etha. 2013. Angka Kematian Pasien Gagal Jantung
Kongestif Di HCU Dan ICU RSUP dr.Kariadi Semarang.Universitas
Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/43854/9/Etha_Yosy_K_Lap.KTI_Bab2.pdf
Miati luji. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn.M dengan Congestive
Heart Failure (CHF) Di Ruang Flamboyan RSUD dr.R Goeeng Taronadibrata.
http://repository.ump.ac.id/1411/3/LUJI%20MIATI%20BAB%20II.pdf.
(diakses pada 6 Juni 2017, 07.00 WIB)
Robbins, Cotran. 2009. Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai