Anda di halaman 1dari 8

A.

Konsep Dasar Medis

1. Definisi Kanker Prostat

Carsinoma prostat atau kanker prostat adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya sel pada
jaringan prostat yang tidak normal/abnormal yang merupakan kelainan atau suatu keganasan pada
saluran perkemihan khususnya prostat pada bagian lobus perifer sehingga timbul nodul-nodul yang
dapat diraba (Barbara C. Long, 2009).

Kanker Prostat adalah pertumbuhan tumor ganas dari jaringan parenchym kelenjar prostat (M.
Thompson & Mc Farland, 2012).

Kanker prostat adalah tumor ganas yang tumbuh pada organ prostat pria, hasil dari pertumbuhan sel
acinic prostat yang tidak normal dan tidak teratur.

Kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di prostat, sebuah kelenjar dalam sistem
reproduksi laki-laki. Hal ini terjadi ketika sel prostat mengalami mutasi dan mulai berkembang di luar
kendali. Sel ini dapat menyebar secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh lainnya, terutama tulang
dan lymph node. Kanker prostat dapat menimbulkan rasa sakit, kesulitan buang air kecil, disfungsi erektil
dan gejala lainnya.

Kanker prostat merupakan kanker kedua yang paling umum didiagnosis pada laki-laki (setelah kanker
kulit) dan baru-baru ini timbul menjadi penyebab utama kematian terkait kanker pada pria di Amerika.
Pada tahun 2007, kira-kira 219.000 laki-laki di Amerika Serikat terdiagnosis kanker prostat dan sekitar
27.000 meninggal karena keganasan inti (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014).

2. Etiologi

Penyebab kanker prostat belum diketahui dengan pasti, Ada yang menghubungkan dengan radang atau
hormon. Hampir 75 % kanker prostat ditemukan pada bagian posterior dari pada lobus medius, dan
hampir seluruhnya mulai dari bagian yang dekat. Ada pendapat tercatat bahwa terdapat 3 kali lebih
besar kasusnya karena ada riwayat ayah atau kakek menderita kanker prostat. Karsinoma prostat ini
merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria dewasa ( 50% dari seluruh tumor ganas pria )
usia diatas 50 tahun dan akan meningkat tajam pada usia di atas 80 tahun (Barbara C. Long, 2009).

Tetapi ada beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena kanker prostat,
diantaranya faktor usia dan riwayat keluarga. Faktor hormonal, diet tinggi lemak, dan toksin juga disebut-
sebut sebagai faktor risiko kanker prostat walaupun kaitannya belum jelas (Notrou P, 2007).

3. Manifestasi Klinis

Timbulnya tanda dan gejala biasanya setelah stadium lanjut yaitu adanya pembesaran prostat, karena
pada permulaan sulit diraba dalam pemeriksaan rektal touche. Masalah kelenjar prostat,baik karena
membesar atau karena mengalami peradangan, boleh dikatakan menimbulkan gejala yang serupa, yaitu :
(Barbara C. Long, 2009).
a. Gangguan saluran kencing :

1) Retensi urine

2) Nokturia

3) Hematuri

4) Disuria

5) Kencing menetes

b. Gangguan sistem lain :

1) Nyeri di daerah rektum ( metastasi ke rektum / perineum ).

2) Anemia.

3) Penurunan berat badan.

4) Perasaan nyeri pada daerah bawah pinggang.

5) Mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan ereksi penis.

6) Keluhan nyeri pada pangkal paha dan daerah tulang pinggul.

7) Air seni berdarah.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada kanker prostat adalah : (Barbara C. Long, 2009).

a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis.

b. Gagal ginjal, proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.

c. Hernia / hemoroid, karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu,
Hematuriaf, Sistitis dan Pielonefritis.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien kanker prostat adalah sebagai berikut : (Joyce M. Black
& Jane Hokanson Hawks, 2014).

a. Pemeriksaan laboratorium

Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita . Gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-
buli (buli-buli nerogen). Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna
dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.

b. Flowmetri

Flowmetri adalah alat khusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan
sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.

c. Radiologi

1) Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau
buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.

2) Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal


ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor
dan batu. Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan
besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.

3) Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini
untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas
bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi
keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat
penonjolan prostat kedalam uretra.

d. Kateterisasi

Mengukur “rest urine“ yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara
kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan
intervensi pada kanker prostat.

e. CT Scan

Scan diperiksa jika dicurigai adanya metastasis pada limfonudi (N), yaitu pada pasien yang menunjukan
skor Gleason tinggi (>3) atau kadar PSA tinggi.

7. Penatalaksanaan

Hanya dengan dilakukan prostatektomi yang merupakan reseksi bedah bagian prostat yang memotong
uretra untuk memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut, ada beberapa alternatif
pembedahan meliputi : (Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks, 2014).

a. Transsurethral resection of prostate (TURP)


Dimana jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengana
sistoskop/resektoskop dimasukkan melalui uretra.

b. Suprapubic /open prostatektomi

Dengan diindikasikan untuk massa lebih dari 60 g/60 cc. penghambat jaringan prostat diangkat melalui
insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung kemih, pendekatan ini lebih ditujukan bila ada batu
kandung kemih. Pedekatan ini lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.

c. Retropubic prostatektomi

Massa jaringan prostat hipertropi (lokasi tinggi dibagian pelvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah
tanpa pembukaan kandung kemih.

d. Perineal prosteatektomi.

Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara skrotum dan rektum, prosedur
radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.

e. Terapi hormonal

Tumor stadium D diterapi dengan pemberian hormone untuk memperlambat penyebaran penyakit dan
tindakan-tindakan paliatif untuk mengurangi nyeri. Terapi hormone antara lain adalah obat-obat anti
androgen, terapi estrogen dan obat-obat ayng menghambat pelepasaan Gonadotropin-releasing
hormone hipotalamus (leuprolide) dapat dilakukan orkitektomi (pengangkatan testis) bersamaan dengan
terapi hormon.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien kanker prostat adalah sebagai berikut : (Amin
dan Hardhi, 2015).

a. Nyeri.

b. Gangguan eliminasi urine.

c. Retensi urine.

d. Intoleransi aktivitas.

e. Ansietas.

f. Defisiensi pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan
hasil yang dipikirkan ditetapkan dan intervensi atau perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai
tujuan tersebut (Nursalam, 2008).
Adapun intervensi / perencanaan keperawatan yang dilakukan pada klien kanker prostat adalah sebagai
berikut : (Amin & Hardhi, 2015)

a. Nyeri.

Kriteria hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologik
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.

3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi :

1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, dan faktor presipitasi.

2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

3) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.

4) Beri analgetik untuk mengurangi nyeri.

5) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik.

6) Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala.

7) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.

b. Gangguan eliminasi urine.

Kriteria Hasil :

1) Kandung kemih kosong secara penuh.

2) Tidak ada residu urine >100-200 cc.

3) Intake urine dalam rentang normal.

4) Bebas ISK.

5) Tidak ada spasme bladder.

6) Balance cairan seimbang.

Intervensi :
1) Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia (misalnya output urine,
pola berkemih, fungsi kognitif, dan masalah kencing praeksisten).

2) Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit).

3) Masukkan kateter kemih sesuai dengan anjuran dokter.

4) Anjurkan klien / keluarga untuk merekam output urine.

5) Intruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja.

6) Pantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

7) Masukkan pipa ke dalam lubang tubuh untuk sisa.

c. Retensi urine.

Kriteria hasil :

1) Kandung kemih kosong secara penuh.

2) Tidak ada residu urin >100-200 cc.

3) Bebas dari ISK.

4) Tidak ada spasme bladder.

5) Balance cairan seimbang.

Intervensi :

1) Monitor intake dan output.

2) Monitor penggunaan obat antikolionergik.

3) Intruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine.

4) Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan baudan konsistensi urine).

5) Kateterisasi jika perlu.

6) Stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada abdomen.

d. Intoleransi aktivitas.

Kriteria Hasil :

1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang diinginkan.

2) Mampu melaksanakan aktivitas sehari hari secara mandiri.


3) Tanda-tanda vital normal.

4) Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.

Intervensi :

1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya perubahan dan keluhan kelemahan,
keletiahan, dan dispnea berkenaan dengan aktivitas.

2) Pantau frekuensi/irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan sebelum dan setelah aktivitas dan
selama diperlukan.

3) Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.

4) Rencanakan perawatan dengan periode istirahat/tidur tanpa gangguan.

5) Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap segera mungkin untuk turun dari tempat
tidur, mencatat respons tanda vital dan toleransi pasien pada peningkatan aktivitas.

e. Ansietas.

Kriteria Hasil :

1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.

2) Vital sign dalam batas normal.

3) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya
kecemasan.

Intervensi :

1) Lakukan pendekatan yang menenangkan.

2) Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

3) Pahami perspektif klien terhadap situasi stress.

4) Temani klien untuk memberikan keamanan dan rasa takut.

5) Dengarkan dengan penuh perhatian.

6) Bantu klien untuk mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.

7) Beri obat untuk mengurangi kecemasan.

f. Defisiensi pengetahuan.
Kriteria Hasil :

1) Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program
pengobatan.

2) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat.

Intervensi :

1) Beri penilaian tentang tingkat pengetahuan klien tentang proses penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi dengan cara yang tepat.

3) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi dimasa
depan dan proses pengontrolan penyakit.

4) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Indonesia: CV Pentasada Media
Edikusi.

Kusuma, H., & Nurarif, A.H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC –NOC (jilid 1). Yogyakarta: MediAction Publishing.

Long, B.C. (2009). Perawatan Medikal Bedah 3 : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai