Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi pada
triwulan ke-3 kehamilan (sekitar 20 minggu), tetapi dapat terjadi sebelumnya,
misalnya pada molahidatidosa (Mitayani, 2013).
Preeklampsia adalah peningkatan tekanan darah yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsia
yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma (Prawirorahardjo, 2002).
Preeklamsia dan eklamsia merupakan masalah kesehatan yang memerlukan
perhatian khusus karena preeklamsia adalah penyebab kematian ibu hamil dan
perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang. Sampai saat ini preeklamsia
dan eklamsia masih merupakan ”the disease of theories”, karena angka kejadian
preeklampsia-eklampsia tetap tinggi dan mengakibatkan angka morbiditas dan
mortilitas maternal yang tinggi (Manuaba, 2010). Prevalensi preeklamsia dan
eklamsia adalah 2,8% dari kehamilan di negara berkembang, dan 0,6% dari
kehamilan di negara maju (WHO, 2007). Insiden hipertensi saat kehamilan pada
populasi ibu hamil dari tahun 1997 hingga 2007 di Australia, Kanada, Denmark,
Norwegia, Skotlandia, Swedia dan Amerika berkisar antara 3,6% hingga 9,1%,
preeklamsia 1,4% hingga 4,0%, dan tanda awal preeklamsia sebanyak 0,3%
hingga 0,7%. Selain itu insiden kejadian preeklamsia di dunia meningkat
sebanyak 25% dari tahun 1987-1988 hingga 2003-2004 9IM, 2009). Penelitian
yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mendapatkan hasil
bahwa prevalensi preeklamsia pada tahun 2007–2009 adalah 118 kasus (3,9%)
dari total persalinan (3036 persalinan) (Djannah, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk membahas lebih rinci dan
mendalam mengenai preeklamsia dan eklamsia.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada preeklamsia dan eklamsia
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian preeklamsia dan eklamsia.
b. Mengetahui etiologi peeklamsia dan eklamsia.
c. Mengetahui tanda dan gejala preeklamsia dan eklamsia.
d. Mengetahui klasifikasi preeklamsia dan eklamsia.
e. Mengetahui patofiologi preeklamsia dan eklamsia.
f. Mengetahui pathway preeklamsia dan eklamsia.
g. Mengetahui penatalaksanaan preeklamsia dan eklamsia.

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. Preeklamsia
1. Pengertian
Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi
sebelumnya, gejala biasanya muncul setelah kehamilan 28 minggu atau lebih
(Padila, 2015).
Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi
pada triwulan ke-3 kehamilan (sekitar 20 minggu), tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa (Mitayani, 2013).
Preeklamsia adalah suatu kondisi yang dialami wanita pada separuh
kehamilan. Ini adalah hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan dan lebih
sering terjadi pada kehamilan pertama. Jika preeklamsia dibiarkan tidak
ditangani, terjadi eklamsia (yang parah) (Mary, dkk 2007).

2. Etiologi
Adapun penyebab dari preeklamsia yang sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas, tetapi beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang
preeklamsia dan eklamsia yaitu (Prawirohardjo, 2002):
a. Iskemia uterus
b. Peningkatan sensitivitas sistem saraf pusat
c. Penurunan volume intravaskuler
d. Disfungsi sel endotel
e. Reaksi antigen-antibodi
f. Perfusi plasenta yang tidak adekuat

3
g. Ketidakseimbangan antara protasiklin dan tromboksan
h. Penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi air dan garam
i. Sering terjadi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
mola hidatidosa.
j. Bertambahnya usia kehamilan.
k. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
l. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

3. Faktor Risiko
Pada preeklamsia ada beberapa faktor risiko, antara lain:
a. Usia
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan seseorang. Usia yang baik untuk hamil
adalah 20-35 tahun (Depkes, 2000). Usia <20 tahun berhubungan
dengan kehamilan yang terlalu muda dan keterkaitan dengan status
nulipara. Sedangkan usia >35 tahun meningkatkan risiko preeklamsia
dan eklamsia berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh
darah yang progresif seiring dengan penuaan ibu dan obstruksi lumen
arteri spiralis ibu oleh aterosis (Luealon & Phupong, 2010)
b. Obesitas dan IMT lebih
Obesitas merupakan faktor risiko preeklamsia dan eklamsia, risiko
semakin besar dengan besarnya IMT. Obesitas meningkatkan risiko
preeklamsia sebanyak 2,47 kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT
sebelum hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko
preeklamsia dan eklamsia empat kali lipat. Kejadian preeklamsia dan
eklamsia meningkat (dari seluruh kehamilan) 4,3% untuk wanita

4
dengan IMT <20, dan meningkat 13,3% untuk wanita dengan IMT >35
(Cunningham, dkk, 2010).
c. Primigravida
Preeklamsia dan eklamsia merupakan gangguan yang terutama terjadi
pada primigravida. Hal ini disebabkan pada primigravida pembentukan
antibodi belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya
preeklamsia. (Robert & Catov, 2005).
d. Riwayat penyakit sebelumnya
1) Preeklamsia dan eklamsia sebelumnya
Riwayat preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan sebelumnya
merupakam faktor risiko meningkat hingga tujuh kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklamsia dan eklamsia
sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklamsia berat,
preeklamsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk (Duckitt
& Harrington, 2005).
2) Hipertensi kronik
Cunningham (2010) meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik,
didapatkan insiden preeklamsia sebesar 22% dan hampir
setengahnya adalah preeklamsia onset dini (<34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk.
3) Diabetes Melitus
Wanita dengan diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali
lipat mengalami preeklamsia, juga berasosiasi kuat dengan indeks
massa tubuh dan kenaikannya secara relevan sebagai faktor risiko
eklamsia ((Duckitt & Harrington, 2005).
e. Kehamilan kembar
Wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklamsia
dan eklamsia dengan insidensi wanita hamil kembar dan wanita hamil

5
tunggal yaitu 13% banding 5% (dari seluruh kehamilan) (Cunningham,
dkk, 2010).
f. Riwayat keluarga preeklamsia dan eklamsia
Adanya riwayat preeklamsia dan eklamsia pada ibu meningkatkan risiko
hampir tiga kali lipat. Riwayat preeklamsia dan eklamsia dapat
diturunkan kepada anak perempuan dengan sifat bawaan yang resesif
(Manuaba, dkk, 2007).

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala preeklampsia menurut Mitayani (2013) adalah sebagai
berikut:
a. Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah merupakan tanda peningkatan awal yang
penting pada preeklamsia. Tekanan diastolik merupakan tanda
prognostik yang lebih andal dibandinngkan tekanan sistolik. Tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih yang terus-menerus menunjukkan
keadaan abnormal.
b. Kenaikan berat badan
Peningkatan berat badan yang berlebihan secara tiba-tiba merupakan
tanda pertama preeklamsi. Peningkatan BB 0,5 kg per minggu. Bila 1 kg
dalam seminggu, maka kemungkinan terjadinya preeklamsia harus
dicurigai. Peningkatan BB terutama disebabkan karena retensi cairan
dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema yang terlihat
jelas seperti kelopak mata yang bengkak atau jaringan tangan yang
membesar.
c. Proteinuria
Pada preeklamsia ringan, proteinuria hanya minimal positif satu, positif
dua, atau tidak sama sekali. Pada kasus berat, proteinuria dapat
ditemukan dan dapat mencapa 10 mg/dl. Pada preeklamsia dan

6
eklamsia, proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan
hipertensi dan kenaikan berat badan.
d. Nyeri kepala
Terjadi pada kasus-kasus yang berat. Nyeri kepala sering terjadi pada
daerah frontal dan oksipital, serta tidak sembuh dengan pemberian
analgetik biasa.
e. Nyeri epigastrium
Merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklamsia berat.
Keluhan ini disebabkan karena tekanan pada kapsula hepar akibat
edema atau perdarahan.

5. Klasifikasi
Penggolongan preeklampsia menurut Manuaba (2010) adalah sebagai
berikut:
a) Preeklampsia Ringan
1) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg di
atas tekanan biasa. Dilakukan dua kali pemeriksaan dengan selisih
waktu 6 jam.
2) Proteinuria ≥ 0,3 gr per liter atau kualititatif 1+ atau 2+ pada urine.
3) Edema dependen, bengkak di mata, wajah, jari. Edema timbul
diketahui dengan kenaikan BB yang disebabkan oleh retensi air
dalam jaringan. Edema ini tidak hilang dengan istirahat.
b) Preeklampsia Berat
1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110
mmHg atau lebih. Dilakukan dua kali pemeriksaan dengan selisih
waktu 6 jam.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada
pemeriksaan kualitatif.
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam.

7
4) Gangguan otak atau gangguan penglihatan
5) Nyeri di daerah epigastrium.
6) Edema paru atau sianosis.

6. Patofisiologi
Perubahan pokok yang terjadi pada preeklamsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh salah satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,
maka tekanan darah naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan proteinuria
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus
(Mitayani, 2013).

8
7. Pathway
Faktor predisposisi: primigravida, hidramnion, gemelli, molahidatidosa, usia
lebih dari 35 tahun, obesitas

Preeklamsia

Vasospasme Penurunan tekanan Kerusakan vaskuler


osmotik koloid

Hipertensi Edema

Gangguan perfusi
Kelebihan volume cairan

Nyeri kepala Syok Proteinuria Risiko


ketidakefekti
an perfusi
Risiko cedera ginjal
Gangguan rasa
aman nyaman :
nyeri akut

Sumber: (Mitayani, 2013)

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada preeklamsia menurut Cunningham (2006), yaitu :
a. Preeklamsia ringan

9
Penderita preeklampsia ringan biasanya tidak dirawat dan harus lebih
sering melakukan pemeriksaan antenatal. Pasien diminta untuk istirahat
dan diberi obat penenang fenobarbital 3x30 mg, obat anti hipertensi dan
diuretika belum direkomendasikan untuk digunakan pada penderita
preeklampsia ringan.
b. Preeklamsia berat
1) Penanganan umum
a) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
sampai tekanan diastolik di antara 90-110 mmHg
b) Pasang infus Ringer Laktat
c) Ukur keseimbangan cairan
d) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
e) Jika jumlah urin < 30 ml per jam :
(1) Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam
(2) Pantau kemungkinan edema paru
f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi
dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
g) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap
jam
h) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi
merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru,
stoppemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide
40 mg intravena
i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan darah bedside.
Jika pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan
terdapat koagulopati
2) Antikonvulsan
Pada kasus preeklampsia berat dan eklampsia, magnesium sulfat
yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif

10
tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu
maupun janinnya. Obat ini dpat diberikan secara intravena melalui
infus kontinu atau intramuskuler dengan injeksi intermitten.
3) Antihipertensi
a) Obat pilihan adalah hidralazin yang diberikan 5 mg intravena
pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun.
b) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam atau
12,5 mg intramuskular setiap 2 jam
c) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :
(1) Nifedipin dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit
(2) Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan
darah tidak membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat
ditingkatkan sampai 20 mg intravena.
4) Persalinan
Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
Jika sectio caesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat
koagulopati. Anestesi yang aman/terpilih adalah anestesi umum.
Jangan lakukan anestesi lokal, sedangkan anestesi spinal
berhubungan dengan hipotensi.

B. Eklamsia
1. Pengertian
Eklamsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti halilintar. Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa diketahui tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklamsia pada
umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda
preeklamsia disertai kejang dan diikuti koma (Prawirohardjo, 2002).
Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-
tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau

11
masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini
bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis (Padila, 2015).

2. Etiologi
Adapun penyebab dari preeklamsia dan eklamsia yang sampai saat ini
belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa teori yang dapat menjelaskan
tentang preeklamsia dan eklamsia yaitu (Prawirohardjo, 2002):
a. Iskemia uterus
b. Peningkatan sensitivitas sistem saraf pusat
c. Penurunan volume intravaskuler
d. Disfungsi sel endotel
e. Reaksi antigen-antibodi
f. Perfusi plasenta yang tidak adekuat
g. Ketidakseimbangan antara protasiklin dan tromboksan
h. Penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi air dan garam
i. Sering terjadi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
mola hidatidosa.
j. Bertambahnya usia kehamilan.
k. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin
dalam uterus.
l. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.

3. Faktor Risiko
Pada eklamsia ada beberapa faktor risiko, antara lain:
a. Usia
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Usia
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan seseorang. Usia yang baik untuk hamil
adalah 20-35 tahun (Depkes, 2000). Usia <20 tahun berhubungan

12
dengan kehamilan yang terlalu muda dan keterkaitan dengan status
nulipara. Sedangkan usia >35 tahun meningkatkan risiko preeklamsia
dan eklamsia berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh
darah yang progresif seiring dengan penuaan ibu dan obstruksi lumen
arteri spiralis ibu oleh aterosis (Luealon & Phupong, 2010)
b. Obesitas dan IMT lebih
Obesitas merupakan faktor risiko preeklamsia dan eklamsia, risiko
semakin besar dengan besarnya IMT. Obesitas meningkatkan risiko
preeklamsia sebanyak 2,47 kali lipat, sedangkan wanita dengan IMT
sebelum hamil >35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko
preeklamsia dan eklamsia empat kali lipat. Kejadian preeklamsia dan
eklamsia meningkat (dari seluruh kehamilan) 4,3% untuk wanita
dengan IMT <20, dan meningkat 13,3% untuk wanita dengan IMT >35
(Cunningham, dkk, 2010).
c. Primigravida
Preeklamsia dan eklamsia merupakan gangguan yang terutama terjadi
pada primigravida. Hal ini disebabkan pada primigravida pembentukan
antibodi belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya
preeklamsia. (Robert & Catov, 2005).
d. Riwayat penyakit sebelumnya
1) Preeklamsia dan eklamsia sebelumnya
Riwayat preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan sebelumnya
merupakam faktor risiko meningkat hingga tujuh kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklamsia dan eklamsia
sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklamsia berat,
preeklamsia onset dini, dan dampak perinatal yang buruk (Duckitt
& Harrington, 2005).
2) Hipertensi kronik

13
Cunningham (2010) meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik,
didapatkan insiden preeklamsia sebesar 22% dan hamper
setengahnya adalah preeklamsia onset dini (<34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk.
3) Diabetes Melitus
Wanita dengan diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat kali
lipat mengalami preeklamsia, juga berasosiasi kuat dengan indeks
massa tubuh dan kenaikannya secara relevan sebagai faktor risiko
eklamsia ((Duckitt & Harrington, 2005).
e. Kehamilan kembar
Wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklamsia
dan eklamsia dengan insidensi wanita hamil kembar dan wanita hamil
tunggal yaitu 13% banding 5% (dari seluruh kehamilan) (Cunningham,
dkk, 2010).
f. Riwayat keluarga preeklamsia dan eklamsia
Adanya riwayat preeklamsia dan eklamsia pada ibu meningkatkan risiko
hampir tiga kali lipat. Riwayat preeklamsia dan eklamsia dapat
diturunkan kepada anak perempuan dengan sifat bawaan yang resesif
(Manuaba, dkk, 2007).

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala eklampsia menurut Padila (2015) adalah sebagai
berikut:
a. Tanda-tanda preeklamsia semakin memburuk (hipertensi, edema,
proteinuria).
b. Mual muntah.
c. Kejang dan koma.
d. Terkadang disertai dengan gangguan fungsi organ.

14
5. Klasifikasi
Penggolongan eklampsia menurut Manuaba (2010) adalah sebagai
berikut:
a. Eklampsia gravidarum, yaitu serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum, yaitu saat sedang inpartu (batas dengan
eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai inpartu)
c. Eklampsia puerperium, yaitu terjadi serangan kejang atau koma setelah
persalinan berakhir.

6. Patofisiologi
Pada eklampsia dapat terjadi perburukan patologis dari tanda gejala
preeklamsia sebelumnya, pada sejumlah organ dan sistem yang
kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita dengan
hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan
pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan
sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan
hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi
penurunan volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan
peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis
microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark plasenta
dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan
kematian janin dalam rahim (Mitayani, 2013).

15
7. Pathway
Peredaran darah dinding Rahim berkurang (ischaemia rahim)

Plasenta mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme

Eklamsia

TD , proteinuria

Kejang, penurunan kesadaran

Terminasi kehamilan

Sistem urologi SC (Sectio Caesaria)

Oliguria Sistem kardiovaskuler Sistem saraf

Edema Perubahan permea- Kehilangan darah Luka operasi


bilitas pembuluh dan cairan
darah Hambatan
mobilitas
Risiko Cedera
Retensi garam dan air perdarahan eksterna/ fisik
Interna
Gangguan Nyeri akut
Edema
keseimbangan cairan
kelebihan volume Ansietas
cairan

16
Sumber: (Padila, 2015)

8. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada eklampsia adalah menghentikan kejang
dan mencegah berulangnya kejang. Pada penatalaksanaannya eklamsia ada
beberapa cara, menurut Angsar (2010):
a. Tindakan suportif
Tindakan suportif ditujukan untuk gangguan organ-organ vital. Nursing
care sangat penting pada penderita yang mengalami kejang dan koma,
cara-caranya meliputi: perawatan penderita dalam suatu kamar terisolasi,
mencegah aspirasi, mengatur infus, dan monitoring produsi urin.
b. Terapi medis
1) MgSO4
a) Dosis loading: 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)
b) Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan
sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila
setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat
diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-
lahan.
c) Dosis tetap: MgSO4 1 g / jam IV
2) Antihipertensi
Diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg. Dapat diberikan
nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih
tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral
dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan
tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik
jangan kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal
30%. Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya

17
murah, mudah didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan
efektifitas yang cukup baik.
3) Infus
Infus yang diberikan yaitu Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah
cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis,
insensible water loss dan CVP.
4) Terminasi
Sikap kehamilan dengan eklamsia harus diterminasi tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Kehamilan
diterminasi setelah tercapai stabilisasi kondisi ibu.

18
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan terhadap ibu preeklampsia antara lain sebagai
berikut.
1. Identitas umum ibu
2. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dulu
1) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil.
2) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan
terdahulu.
3) Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
4) Ibu mungkin pernah menderita penyakit ginjal kronis.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.
2) Terasa sakit di ulu hati/nyeri epigastrium.
3) Gangguan virus: penglihatan kabur, skotoma, dan diplopia.
4) Mual dan muntah, tidak ada nafsu makan.
5) Gangguan serebral lainnya: terhuyung-huyung, reflex tinggi, dan tidak
tenang.
6) Edema pada ekstremitas.
7) Tengkuk terasa berat.
8) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeclampsia dan eklampsia dalam
keluarga.

19
d. Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau di
atas 35 tanhun.
3. Pemeriksaan fisik biologis
Keadaan umum : lemah.
Kepala : sakit kepala, wajah edema.
Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada
retina.
Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual,
dan muntah.
Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari.
Sistem pernafasan : hiper refleksia, klonus pada kaki.
Genitourinaria : oliguria, proteinuria.
Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan
Janin melemah.
4. Pemeriksaaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah.
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).
2) Urinalisis.
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan fungsi hati.
a) Bilirubin meningkat (N = <1 mg/dl).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtranferase (AST) > 60 ul.

20
d) Serum glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N = 15-
45 u/ml).
e) Serum glutamat oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N =
<31 u/l).
f) Total protein serum menurun (N = 6,7-8,7 g/dl).
4) Tes kimia darah.
Asam urat meningkat (N = 2,4-2,7 mg/dl).
b. Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukannya retardasi pertumbuhan janin intrauterus.
Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung bayi lemah.
c. Data sosial ekonomi
Preeklampsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dengan golongan
ekonomi rendah, kaena mereka kurang mengonsumsi makanan yang
mengandung protein dan juga kurang melakukan perawatan antenatal
yang teratur.
d. Data psikologis
Biasanya ibu preeklampsia ini berada dalam kondisi yang labil dan mudah
marah, ibu merasa khawatir akan keadaan dirinya dan kedaan janin dalam
kandungannya, dia tahut anaknya kelak lahir cacat atau meninggal dunia,
sehingga ia takut untuk melahirkan.

B. Diagnosis keperawatan
Setelah data terkumpul dan kemudian dianalisis, sehingga diagnosis yang
mungkin ditemukan pada ibu preeklampsia berat dan eklampsia menurut
Mitayani (2013) adalah sebagai berikut:

21
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur bedah (sectio cesaria).
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
5. Risiko ketidakefektifan perfui ginjal.
6. Risiko cedera.

C. Perencanaan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharakan
masalah keperawatan dapat terarasi dengan kriteria hasil; nyeri
berkurang/menghilang dan klien menunjukkan wajah rileks.
Rencana tindakan:
a. Kaji nyeri secara komperehensif.
Rasional: mengetahui nyeri secara menyeluruh.
b. Pertahankan tirah baring.
Rasional: meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi.
c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
misalnya mengejan, batuk panjang.
Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi memperberat
penyakit.
d. Ajarkan teknik mengurangi nyeri nonfarmakologi teknik napas dalam dan
distraksi.
Rasional: membantu meringankan/menghilangkan rasa nyeri.
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: dibutuhkan untuk menghilangkan spasme atau nyeri dan untuk
meningkatkan istirahat.

22
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil; volume cairan
kembali seimbang.
Rencana tindakan:
a. Pantau dan catat intake dan output setiap hari.
Rasional: dengan memantau intake dan ouput diharapkan dapat diketahui
adanya keseimbangan cairan dan dapat diramalkan keadaan dan kerusakan
glomerulus.
b. Pantau tanda-tanda vital, catat waktu pengisian kapiler (capillary refill
time-CRT).
Rasional: dengan memantau tanda-tanda vital dan pengisian kapiler dapat
dijadikan pedoman untuk penggantian cairan atau menilai respons dari
kardiovaskuler.
c. Pantau dan timbang berat badan ibu.
Rasional: dengan memantau berat badan ibu dapat diketahui berat badan
yang merupakan indikator yang tepat utnuk menentukan keseimbangan
cairan.
d. Observasi keadaan edema.
Rasional: keadaan edema merupakan indikator keadaan cairan dalam
tubuh.
e. Berikan diet rendah garam sesuai hasil kolaborasi dengan alhi gizi.
Rasional: diet rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretik.
Rasional: diuretik dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan
menghambat penyerapan sodium dan air dalam tubulus ginjal.

23
3. Ansietas berhubungan dengan prosedur bedah (sectio cesaria)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah keperawatan klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Klien tidak cemas lagi
b. Klien tampak tenang
Rencana Tindakan
a. Beritahu klien tentang prosedur pembedahan
Rasional: klien dapat mengetahui tentang prosedur pembedahan
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya
Rasional: dapat meringankan beban pikiran klien
c. Ciptakan suasana tenang dan nyaman
Rasional: lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mengurangi rasa
cemas klien

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah keperawatan klien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Rencana Tindakan
a. Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
Rasional: mengetahui sejauh mana klien akan diberikan latihan mobilisasi
b. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
Rasional: untuk membantu klien dalam mobilisasi
c. Ajarkan klien bagaimana cara merubah posisi
Rasional: klien mengetahui dengan benar cara mobilisasi apa saja yang
diperlukan

24
5. Risiko ketidakefetifan perfusi ginjal.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah keperawatan klien dapat teratasi dengan kriteri hasil; tidak terjadi
ketidakefektifan perfusi ginjal.
Rencana tindakan:
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: mengetahui keadaan secara umum
b. Observasi status hidrasi (kelembaban membran mukosa)
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya dehidrasi
c. Observasi tanda-tanda cairan berlebih/retensi
Rasional: mengetahui jika ada retensi cairan
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan
Rasional: peningkatan pemasukan cairan dapat membantu kelancaran
pengeluaran urin

6. Risiko cedera.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah keperawatan klien dapat teratasi dengan kriteri hasil; tidak terjadi
cedera pada ibu dan janin.
Rencana tindakan:
a. Istirahatkan ibu
Rasional: dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolisme tubuh
menurun dan peredaran darah ke plasenta menjadi adekuat, sehingga
kebutuhan oksigen untuk janin dapat dipenuhi.
b. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
Rasional: dengan tidur miring kiri diharapkan vena kava di bagian kanan
tidak tertekan oleh uterus yang membesar, sehingga aliran darah ke
plasenta menjadi lancer.
c. Pantau tekanan darah ibu

25
Rasional: dengan memantau tekanan darah ibu dapat diketahui keadaan
aliran darah ke plasenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke
plasenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.
d. Memantau bunyi jantung ibu
Rasional: dengan memantau bunyi jantung janin dapat diketahui keadaan
jantung janin lemah atau menurun menandakan suplai oksigen ke plasenta
berkurang, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya.
e. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
Rasional: dengan obat antihipertensi akan menurunkan tonus arteri dan
menyebabkan penurunan afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh
darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan darah,
maka aliran darah ke plasenta menjadi adekuat.

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
trisemster ke-3 kehamilan. Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan
yang akut dan dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi pada masa ante,
intra dan post partum. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan
dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah normal.
Preeklampsia adalah penyakit multisistem, yang bisa melibatkan otak,
hati, ginjal, dan plasenta. Komplikasi-komplikasi maternal mencakup eklampsia,
stroke, gagal hati dan gagal ginjal, dan koagulopati.
Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan
8-9 bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya keracunan
pada saat mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi yang diderita
oleh ibu hamil. Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa disebabkan juga oleh
faktor psikis dari sang ibu yaitu, faktor trauma atau ketakutan saat kehamilan
sebelumnya.

B. Saran
Sebaiknya lebih digiatkan lagi pendidikan kesehatan tentang preeklamsia
maupun eklamsia khususnya oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat luas,
dengan demikian diharapkan angka kejadian ibu hamil yang menderita
preeklamsia maupun eklamsia dapat dicegah dan dikurangi dan juga diharapkan
dapat menambah pengetahuan agar masyarakat khususnya para ibu hamil
menjadi lebih waspada.

27

Anda mungkin juga menyukai