Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang
biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan
mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena
berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong
sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di samping itu, sebagian lansia
masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia sangat bergantung
pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong aktif
biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat
berpengaruh terhadap kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga.
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi telah membunuh 9,4 juta
warga dunia setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) Angka
memperkirakan, jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan
jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29
% warga dunia terkena hipertensi. Presentasependerita hipertensi saat ini paling
banyak terdapat di negara berkembang. Data Global Status Report on
Noncommunicable Disesases 2010 dari WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi
berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 %.
Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46%.
Sementara kawasan Amerika menempati posisi buncit dengan 35 %, Untuk
kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Hal ini
menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi (Kompas.com,
2017).
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak
7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa
sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa bahwa mereka menderita
hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan jantung,
77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita
hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan
kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita
penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular lainnya pada rumah sakit di Daerah
Istimewa Yogyakarta merupakan penyebab kematian tertinggi (Dinkes DIY, 2013).
Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menempatkan D.I Yogyakarta sebagai
urutan ketiga jumlah kasus hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis 3 dan/atau
riwayat minum obat. Hal ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dari hasil riset
kesehatan dasar pada tahun 2007, dimana D.I Yogyakarta menempati urutan
kesepuluh dalam jumlah kasus hipertensi berdasarkan diagnosis dan/atau riwayat
minum obat (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami hipertensi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran
terhadap aplikasi asuhan keperawatan gerontik dengan masalah hipertensi pada
Tn. S di Dusun Karang, Banyurejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan yaitu penulis mampu menggambarkan,
mengetahui, menentukan, memahami, menjelaskan, dan mendiskripsikan :
a. Pengkajian pada Tn. S dengan Hipertensi
b. Penentuan diagnosa atau masalah keperawatan yang muncul pada Tn. S
dengan Hipertensi
c. Penyusunan intervensi keperawatan secara tepat pada Tn. S dengan
Hipertensi
d. Implementasi keperawatan pada Tn. S dengan Hipertensi
e. Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada Tn. S dengan Hipertensi
f. Pendokumentasian tindakan yang telah dilakukan pada Tn. S dengan
Hipertensi
C. Manfaat Penelitian
1. Penulis
Laporan kasus ini dapat diaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperwatan gerontik dengan
masalah hipertensi pada lansia di Dusun Karang, Banyurejo, Tempel, Sleman,
Yogyakarta
2. Bagi Keluarga
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
menerapkan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, menetukan masalah
keperawatan, mampu mengintervensi dan mengimplementasi serta mengevaluasi
tindakan yang telah dilakukan pada keluarga dengan masalah hipertensi pada lansia
tahap awal di Dusun Karang, Banyurejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta
3. Bagi Institusi
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan digunakan
sebagai referensi sehingga dapat meningkatkan keilmuan dalam bidang
keperawatan gerontik khususnya pada klien dengan hipertensi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Lanjut Usia
1. Pengertian lansia

Menurut (Maryam dkk, 2008) Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia. Usia lanjut adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun Berdasarkan defenisi secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan
yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini
berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).

2. Batasan Lansia

WHO menggolongkan lanjut usia menjadi: Usia pertengahan (middle age) 45-
59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, usia
sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan
(2015), lanjut usia dibagi dalam tiga kelompok: Kelompok lanjut usia dini (55 – 64
tahun) merupakan kelompok yang baru memasuki lanjut usia, kelompok lanjut usia
(65 tahun ke atas), kelompok lanjut usia risiko tinggi, yaitu lanjut usia yang berusia
lebih dari 70 tahun.

Terdapat lima klasifikasi pada lanjut usia menurut (Siti, Mia, Rosidawati, Jubaedi,
Batubara, 2012) :

a. Pralansia (prasenilis) adalah seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.


b. Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lanjut usia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
d. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
e. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga bergantung kepada kehidupan orang lain.

3. Perubahan fisiologis pada lansia


Perubahan pada suatu sistem fisiologik akan mempengaruhi dan memberikan
konsekuensi pada proses penuaan yaitu pada struktur dan fungsi fisiologis (Mauk,
2010) Perubahan fisik pada lansia yaitu :
a. Sistem Sensori
Menurut Ebersol (2010) perubahan pada sistem pendengaran terjadi penurunan
pada membrane timpani ( atropi ) sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang – tulang pendengaran mengalami kekakuan.
b. Sistem Muskulosekeletal
Perubahan normal sistem muskuloskeletal terkait usia pada lansia, termasuk
penurunan tinggi badan, redistribusi masa otot dan lemak sub kutan, peningkatan
porositas tulang, atropi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan dan
kekakuan sendi-sendi, Perubahan pada otot, tulang dan sendi mengakibatkan
terjadinya perubahan penampilan, kelemahan dan lambatnya pergerakan yang
menyertai penuaan (Stanley & Beare, 2007). Kekuatan motorik lansia cenderung
kaku sehingga menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya akan
menjadi tumpah atau jatuh (Stuart, 2009).
c. Sistem Integumen
Menurut Watson (2003 dalam Stanley & Beare 2007) penuaan terajadi
perubahan khususnya perubahan yang terlihat pada kulit seperti atropi, keriput
dan kulit yang kendur dan kulit mudah rusak. Perubahan yang terlihat sangat
bervariasi, tetapi pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara penuaan
intrinsik atau secara alami dan penuaan ektrinsik atau karena lingkungan.
Sedangkan menurut Stuart (2009) perubahan yang tampak pada kulit, dimana
kulit menjadi kehilangan kekenyalan dan elastisitasnya.
d. Sistem Kardiovaskuler
Penurunan yang terjadi di tandai dengan penurunan tingkat aktivitas yang
mengakibatkan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan penurunan
kebutuhan darah yang terorganisasi (Stanley & Beare, 2007).
e. Sistem Pernafasan
Impliksi klinis menyebabkan kerentanan lansia untuk mengalami kegagalan
respirasi, kanker paru, emboli pulmonal dan penyakit kronis seperti asma dan
penyakit obstruksi menahun Stanley & Beare (2007). Sedangkan menurut
Ebersol (2010) penambahan usia kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan
otot pernafasan akan menurun, sendi – sendi tulang iga akan menjadi kaku dan
akan mengakibatkan penurunan laju ekspirasi paksa satu detik sebesar 0,2 liter /
dekade serta berkurang kapasitas vital.
f. Sistem Perkemihan
Pada lansia yang mengalami stress atau saat kebutuhan fisiologik meningkat atau
terserang penyakit, penuaan pada saat sistem renal akan sangat mempengaruhi
Stanley & Beare (2007). Proses penuaan tidak langsung menyebabkam masalah
kontinensia, kondisi yang sering terjadi pada lansia yang dikombinasikan dengan
perubahan terkait usia dapat memicu inkontinensia karena kehilangan irama di
urnal pada produksi urine dan penurunan filtrasi ginjal Watson, (2003 dalam
Stanley & Beare 2007). Sedangkan menurut Stuart (2009) berkurangnya
kemampuan ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme melalui urine serta
penurunan kontrol untuk berkemih sehingga terjadi kontinensia urine pada
lansia.
g. Sistem Pencernaan
Hilangnya sokongan tulang turut berperan terhadap kesulitan – kesulitan yang
berkaitan dengan penyediaan sokongan gigi yang adekuat dan stabil pada usia
lebih lanjut Stanley & Beare (2007). Perubahan fungsi gastrointestinal meliputi
perlambatan peristaltik dan sekresi, mengakibatkan lansia mengalami intoleransi
pada makanan tertentu dan gangguan pengosongan lambung dan perubahan pada
gastrointestinal bawah dapat menyebabkan konstipasi, distensi lambung dan
intestinal atau diare Potter & Perry (2009).
h. Sistem Persyarafan
Perubahan sistem persyarafan menurut Stanley & Beare (2007) terdapat
beberapa efek penuaan pada sistem persyarafan, banyak perubahan dapat
diperlambat dengan gaya hidup sehat. Sedangkan menurut Potter & Perry (2009)
lansia akan mengalami gangguan persarafan terutama lansia akan mengalami
keluhan seperti perubahan kualitas dan kuantitas tidur. Lansia akan mengalami
kesulitan,kesulitan untuk tetap terjaga, kesulitan untuk kembali tidur setelah
terbangun di malam hari.

B. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam
arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak
pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson,dkk,2012).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit
kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri.
Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik baik diastolik
maupun sistolik atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto,2010).
2. Klasifikasi Hipertensi
WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH
Kategori Tekanan darah Tekanan darah
sistol (mmHg) diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Grade 1 (hipertensi 140-149 90-99
ringan)
Sub group 150-159 90-94
(perbatasan)
Grade 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Grade 3 (hipertensi >180 >110
berat)
Hipertensi sistolik ≥140 <90
terisolasi
Sub-group 140-149 <90
(perbatasan)
Sumber: (Suparto, 2010)
3. Jenis Hipertensi
Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi
yang tidak jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi.
Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.
Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik, gaya
hidup, dan lingkungan.
b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lain yaitu, seperti renal arteri stenosis,
hyperldosteronism, hyperthyroidism, pheochromocytoma, gangguan
hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert Benson, dkk, 2012).
4. Gejala Hipertensi
Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-
debar, sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah,
wajah memerah, telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang
yang mempunyai riwayat hipertensi kontrol tekanan darah melalui
barorefleks tidak adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan
terjadi vasokonstriksi perifer yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi
temporer (Kaplan N.M, 2010).
5. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, stress,


kurang olahraga, genetik, konsentrasi garam.

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak

Resistensi pembuluh darah otak

Nyeri tengkuk/kepala

Gangguan pola tidur

Sumber : Huda Nurarif & Kusuma H., (2015)


6. Komplikasi Hipertensi
a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena
tekanan darah.
b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang
aterosklerotik tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut.
c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya
glomelurus, darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian.
d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna. Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
interstisium di seluruh susunan saraf pusat (Huda Nurarif & Kusuma
H, 2015).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko
seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di
akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi
ginjal dan adanya DM.
b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal,
perbaikan ginjal.
e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Penanganan secara farmakologi
Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan
penghambat konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H,
2015).
b. Penanganan secara non-farmakologi
1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan
sirkulasi darah, dan inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot
tegang akan meningkatkan keseimbangan dan
koordinasisehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai
pengobat nyeri secara non-farmakologi.
2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).
3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.
4) Mengurangi asupan natrium.
5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).

Anda mungkin juga menyukai