Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

Pada Ny.M dengan “ Post Sectio Caesar (SC) dengan kehamilan lewat waktu (postdate)”
Di Poli Kebidanan RSUD WONOSARI

Disusun oleh :
Purwaningrum Ryan Yuni Anggraini
(2620152748/3C)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN Pada Ny M dengan “Post Sectio Caesar” Di Poliklinik


Kebidanan RSUD Wonosari. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas individu PKK
MATERNITAS II Semester V, Pada:
Hari :
Tanggal :
Tempat :

Pratikan,

(Purwaningrum Ryan Yuni Anggraini)

Mengetahui,

CI Lahan CI Akademik,

(........................................) (........................................)
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK

A. Kehamilan lewat bulan (postdate)


a. Definisi
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu
lengkap. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan
usia kehamilan, seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus uteri serial.
Kehamilan lewat waktu atau post date adalah kehamilan berlangsung sampai 42
minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terkhir menurut Naegele
dengan siklus rata-rata 28 hari
b. Etiologi
Seperrti halnya bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya
kehamilan post term belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya
menyatakan menyatakan bahwa terjadinya post term sebagai akibat gangguan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut:
1. Pengaruh progesteron
Kejadian endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada
persalinan dan meningkatkan snsitivitas uterus terhadap oksitosin. Sehingga
menduga bahwa terjadinya kehamilan krena berlangsungnya pengaruh
progesteron
2. Teori oksitoksin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan post term memberi
kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peran penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan dari neurohipofisisibu hamil yang kuran
pada usia kehamilan lanjut
3. Teori kortisol/ ACTH janin
Mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekesi estrogen selanjutnya berpengaruh pada meningkatnya
produksi protaglandin. Kadar kortisol rendah merupakan tidak munculnya HIS
4. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion serviks dari fleksus frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak terjadi tekanan pada fleksus ini
seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian bawah masih tinggi
diduga sebagai penyebab kehamilan posterm
5. Heriditer
6. Seorang ibu mengalami kehamilan post term saat melahirkan anak perempuan
makan besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami kehamilan post term
(sarwono, 2008)
7. Kurangnya air ketuban
8. Insufisiensi plasenta
c. Tanda dan gejala
1. Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali per 30 menit
atau secara obyektif dengan KTG kuran dari 10 kali per 30 menit
2. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
a) Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas
b) Stadium II, seperti stadium I pewarna mekonium (kehijauan) di kulit
c) Stadium III
Seperti stadium I disertai warna kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
d. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggi dan kemuudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu.hal ini dibuktikan dengan penurunan estrisol
dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasentta berkaitan dengan peningkatan
gawat janindengan resiko 3 kali . permasalahan kehamilan lewat waktu adalah
plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran Co2/ o2 akibat tidak timbul
HIS sehingga permasakan nutrisi dan o2 menurun menuju janin di samping adanya
spasme arteri spiralis menyebabkan janin disamping adanya spasme arteri spiralis
menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasentta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin semakin melambat dan penurunan berat disebut dismatur,
sebagian janin bertmbah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan,
terjadi perubahan metabolisme jani, jumlah air ketuban berkurang, dan makin kental
menyebabkan perubahan abnorml jantung janin.
e. Penatalaksanaan
1. Setelh usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat
3. Kehamilan lewat waktu memerlukan perolongan, induksi persalinan atau
persalinan anjuran. Persalinan induksi tidak banyak menimbulkan penyulit bayi,
asalkan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang cukup.
Dalam persalinan lewat waktu, pengawasan saat persalinan induksi sangat penting
karena setiap saat dapat terancam gawat janin, yang memerlukan pertolongan
segera.
Persaliann anjuran/induksi dapat dilakukan segera dengan metode
a) Persalian anjuran dengan infus pitiutrin (sintosinon) 5 unit dalam 500 cc
glikosa 5%
b) Amniotomi(pemecahan ketuban)
c) Menggunakan prostaglandin
d) Pemeberian misoprostol
e) Kateter foley

B. Sectio Caesaria
a. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi pada abdomen
dan uterus. (Joy, 2009).
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah
suatu histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1999 : 117).
”Sectio Sesarea adalah pembedahan melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus” (Depkes RI. 1997)
“Sectio Sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas
500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intac)” (Wiknjosastro,
2005).
b. Indikasi/ kontraindikasi
Indikasi dilakukan tindakan Sectio Sesarea. (Mochtar, 1998:118) yaitu:
1. Plasenta Previa Totalis (Sentralis) dan Lateralis.
2. Panggul Sempit
3. Disporporsi Sefalo Pelvik (ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul)
4. Ruptura Uteri Mengancam
5. Partus Lama (Prolonged Labor)
6. Partus tak maju (Obstructed Labor)
7. Distosia servik
8. Preelkmpsia dan hipertensi
9. Malpresentasi janin
C. Masa Nifas
a. Definisi
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang terpenting
dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin, 2006 ).
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali
pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga
baru (Mitayani, 2009).
b. Klasifikasi
Nifas dibagi menjadi 3 periode
1. Peurperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan
2. Peurperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu
3. Remote peurperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
4. mempunyai komplikasi ( bisa dalam berminggu-minggu, berbulan-bulan dan
bertahun-tahun ).
c. Perubahan fisiologis masa nifas
1. Uterus
Secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil. Pada waktu bayi lahir tinggi fundus uteri setinggi pusat
dan berat uterus 1000 gram, waktu uri lahir
tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat dengan berat uterus 750 gram. 1 jam
setelah lahir tinggi fundus uteri setinggi umbilikus dengan konsistensi lembut
dan kontraski masih ada. Setelah 12 jam tinggi fundus uteri 1 cm di atas
umbilikus setelah 2 hari tinggi fundus uteri turun 1 cm. Satu minggu setelah
persalinan tinggi fundus uteri pertengahan pusat simfisis dengan berat uterus 500
gram, dua minggu setelah persalinan tinggi fundus uteri tidak teraba di atas
simfisis dengan berat uterus 350 gram. 6 minggu setelah persalinan tinggi fundus
uteri bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram, dan 8 minggu setelah
persalinan tinggi fundus uteri kembali normal dengan berat 30 gram. (Mochtar,
1998)
2. Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
a. Locea Rubra (Cruenta)
Berasal dari kavum uteri dan berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, vernik kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2
hari pasca persalinan.
b. Lochea Sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Hari ke 3 – 7 pasca
pesalinan.
c. Lochea Serosa
Berwarna pink (merah muda) kecoklatan. Cairan tidak berdarah lagi. Pada
hari ke 7 – 14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba
Berwarna kuning putih. Setelah 2 minggu. Tanda bahaya jika setelah lochea
rubra berhenti warna darah tidak muda, bau seperti menstruasi. Lochea
Purulenta jika terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk,
Locheostiasis Lochea tidak lancar keluarnya. Pengeluran rata-rata lochea
240 – 270 ml. (Mochtar, 1998).
3. Servik dan Vagina
Segera setelah melahirkan servik lunak dan dapat dilalui oleh 2 jari, sisinya tidak
rata karena robekan saat melahirkan. Bagaimanapun juga servik tidak dapat
kembali secara sempurna ke masa sebelum hamil. Osteum externum akan
menjadi lebih besar karena adanya. Dalam beberapa hari bentuk servik
mengalami distersi, struktur internal kembali dalam 2 minggu. Struktur eksternal
melebar dan tampak bercelah. Sedangkan vagina akan menjadi lebih lunak
dengan sedikit rugae dan akan kembali mengecil tetapi akan kembali ke ukuran
semula seperti sebelum hamil dalam 6 – 8 minggu meskipun bentuknya tidak
akan sama persis hanya mendekati bentuk awalnya saja.
4. Perineum
Selama persalinan Perinum mendapatkan tekanan yang besar, yang kemudian
setelah persalinan menjadi edema. Perawat perlu mengkaji tingkat kenyamanan
sehubungan dengan adanya luka episiotomi, laserasi dan hemoroid. Perawat
perlu melaporkan adanya edema, khimosis, kemerahan dan pengeluaran (darah,
pus, serosa). Dan apabila ada luka episiotomy kaji tanda-tanda infeksi dan luka
episiotomy ini akan sembuh dalam 2 minggu. (Pillitteri, 1999).
5. Proses Laktasi
Di awal kehamilan, peningkatan estrogen yang diproduksi oleh placenta
menstimulasi perkembangan kelenjar susu. Pada hari pertama post partum
terdapat perubahan pada mammae ibu post partum. Semenjak masa kehamilan
kolostrum telah disekresi. Pada 3 hari pertama post partum mammae terasa
penuh atau membesar oleh karena kelahiran plasenta diikuti dengan
meningkatnya kadar prolaktin menstimulasi produksi susu. (Pillitteri, 1999).
6. Tanda-tanda Vital
Jumlah denyut nadi normal antara 50 – 70 x/menit. Takikardi mengidentifikasi
perdarahan penyakit jantung infeksi dan kecemasan. Tekanan darah terus selalu
konsisten dengan keadaan sebelum melahirkan. Penurunan tekanan darah secara
drastis dicurigai adanya peradarahan. Kenaikan tekanan darah sistole 30 mmHg
dan distol 15 mmHg atau keduanya dicuriagi kehamilan dengan hipertensi atau
eklamsi. Kenaikan suhu tubuh hingga 38o C pada 24 jam pertama atau lebih
diduga terjadi infeksi atau karena dehidrasi. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda
vital, karena sebagai petunjuk adanya peradarahan, infeksi atau komplikasi post
partum lainnya. (Sherwen, 1999).
7. Sistem Pernafasan
Diafragma turun dan paru kembali ke tingkat sebelum melahirkan dalam 6 – 8
minggu post partum. Respiratory rate 16 – 24 kali per menit. Keseimbangan
asam basa akan kembali normal dalam 3 minggu post partum. Dan metabolisme
basal akan meningkat selama 14 hari post partum. Pada umumnya tidak ada
tanda-tanda infeksi pernafasan atau distress pernafasan pada beberapa wanita
mempunyai faktor predisposisi penyakit emboli paru. Secara tiba-tiba terjadi
dyspneu. Emboli paru dapat terjadi dengan gejala sesak nafas disertai hemoptoe
dan nyeri pleura. (Sherwen, 1999).
8. Sistem Muskuloskeletal
Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau
perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema
dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting udema, kanaikan suhu,
pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai tanda dari
tromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk
meningkatkan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi. (Sherwen,
1999).
9. Sistem Persyarafan
Ibu post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi.
Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan
tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastritik dan sakit kepala. (Sherwen,
1999).
10. Sistem Perkemihan
Untuk mengkaji sistem perkemihan pada masa post partum secara akurat harus
meliputi riwayat : kebiasaan berkemih, infeksi saluran kemih, distensi kandung
kemih, retensi urine. Kemampuan untuk berkemih, frekuensi, jumlah, warna,
konsistensi, rasa lampias. Kemampuan untuk merasakan penuhnya kandung
kemih dan pengetahuan tentang personal hygiene. Pada umumnya dalam 4 – 8
jam setelah melahirkan ibu post partum, mempunyai dorongan untuk
mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum
akan sering berkemih tiap 3 – 4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung
kemih. (Pillitteri, 1999).
11. Sistem Pencernaan
Karakteristik dari fungsi normal usus adalah adanya bising usu 5 – 35 /menit.
Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama post partum adalah hal yang biasa
terjadi. Sebagai akibat terjadinya udema saat kelahiran, kurang asupan makan
(puasa) sesaat sebelum melahirkan selanjutnya pada beberapa hari pertama post
partum. Khususnya saat berada di rumah sakit. Beberapa ibu tidak mendapatkan
kembali kebiasaan makannya. Jika terjadi konstipasi, abdomen akan mengalami
distensi, maka feses akan terpalpasi. (Sherwen, 1999).
d. Perubahan psikologis masa nifas
1. Taking in Phase
Timbul pada jam pertama kelahiran 1 – 2 hari selama masa ini ibu cenderung
pasif, ibu cenderung dilayani dalam memenuhi cenderung sendiri. Hal ini
disebabkan rasa tidak nyaman pada perineal, nyeri setelah melahirkan.
2. Taking Hold Phase
Ibu post partum mulai berinisiatif untuk melakukan tindakan sendiri, telah suka
membuat keputusan sendiri. Ibu mulai mempunyai ketertarikan yang kuat pada
bayinya pada hari 4 – 7 hari post partum.
3. Letting Go Phase
Ibu post partum dapat menerima keadaan dirinya apa adanya. Proses ini perlu
menyesuaikan diri terjadi pada hari terakhir minggu pertama.
e. Data focus masa nifas
1. Identitas pasien (Nama, alamat dan usia pasien dan suami pasien, Pendidikan dan
pekerjaan pasien dan suami pasien, Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien.
2. Anamnesa obstetri (Kehamilan yang ke, Hari pertama haid terakhir-HPHT (last
menstrual periode-LMP)
3. Riwayat obstetri:
a. Usia kehamilan: (abortus, preterm, aterm, postterm).
b. Proses persalinan (spontan, tindakan, penolong persalinan).
c. Keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi.
d. Keadaan bayi (jenis kelamin, berat badan lahir, usia anak saat ini).
4. Pada primigravida :
a. Lama kawin, pernikahan yang ke
b. Perkawinan terakhir ini sudah berlangsung berapa Tahun.
c. Anamnesa tambahan:
Anamnesa mengenai keluhan utama yang dikembangkan sesuai dengan hal-
hal yang berkaitan dengan kehamilan (kebiasaan buang air kecil / buang air
besar, kebiasaan merokok, hewan piaraan, konsumsi obat-obat tertentu
sebelum dan selama kehamilan.
5. Pemeriksaan fisik umum
a. Kesan umum (nampak sakit berat, sedang), anemia konjungtiva, ikterus,
kesadaran, komunikasi personal.
b. Tinggi dan berat badan.
c. Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh.
d. Pemeriksaan fisik lain yang dipandang perlu.
6. Pemeriksaan khusus obstetric
f. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma jalan lahir, epiostomi)
2. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
3. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang; trauma persalinan.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi;
involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara.
5. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum.
6. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan;
diuresis; keringat berlebihan.
7. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
8. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara
merawat bayi.
9. Resiko infeksi b.d. episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan

g. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Rencana Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Nyeri akut b/d NOC : Pain Management
agen injuri Pain Level, 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui tingkat
fisik Pain control, nyeri secara pengalaman nyeri klien dan
(peregangan Comfort level komprehensif termasuk tindakan keperawatan yang
perineum; luka Setelah dilakukan lokasi, karakteristik, akan dilakukan untuk
episiotomi; askep selama x 24 durasi, frekuensi, mengurangi nyeri
involusi uteri; jam, diharapkan kualitas dan faktor 2. Reaksi terhadap nyeri biasanya
hemoroid; nyeri berkurang presipitasi ditunjukkan dengan reaksi non
pembengkakan Kriteria Hasil : (PQRST)Observasi verbal tanpa disengaja.
payudara). Mampu reaksi nonverbal dari 3. Mengetahui pengalaman nyeri
mengontrol nyeri ketidaknyamanan 4. Penanganan nyeri tidak
(tahu penyebab 2. Gunakan teknik selamanya diberikan obat.
nyeri, mampu komunikasi terapeutik Nafas dalam dapat membantu
menggunakan untuk mengetahui mengurangi tingkat nyeri
tehnik pengalaman nyeri pasien 5. Mengetahui keefektifan
nonfarmakologi 3. Ajarkan tentang teknik control nyeri
untuk mengurangi non farmakologi 6. Mengurangi rasa nyeri
nyeri, mencari 4. Evaluasi keefektifan Menentukan intervensi
bantuan) kontrol nyeri keperawatan sesuai skala nyeri
Melaporkan bahwa 5. Motivasi untuk 7. Mengidentifikasi
nyeri berkurang meningkatkan asupan penyimpangan dan kemajuan
dengan nutrisi yang bergizi. berdasarkan involusi uteri
menggunakan 6. Tingkatkan istirahat 8. Mengurangi ketegangan pada
manajemen nyeri 7. Latih mobilisasi miring luka perineum.
Mampu mengenali kanan miring kiri jika 9. Melatih ibu mengurangi
nyeri (skala, kondisi klien mulai bendungan ASI dan
intensitas, membaik memperlancar pengeluaran
frekuensi dan 8. Anjurkan pasien untuk ASI.
tanda nyeri) membasahi perineum 10. Mencegah infeksi dan kontrol
Menyatakan rasa dengan air hangat nyeri pada luka perineum.
nyaman setelah sebelum berkemih. 11. Mengurangi intensitas nyeri
nyeri berkurang 9. Anjurkan dan latih denagn menekan rangsnag
Tanda vital dalam pasien cara merawat nyeri pada nosiseptor.
rentang normal payudara secara teratur.
TD : 120-140 /80 10. Jelaskan pada ibu tetang
– 90 mmHg teknik merawat luka
RR : 16 – 24 perineum dan mengganti
x/mnt PAD secara teratur
N : 80- 100 x setiap 3 kali sehari atau
mnt setiap kali lochea keluar
S : 36,5o C – 37,5 banyak.
o
C 11. Kolaborasi dokter
tentang pemberian
analgesik
Resiko defisit Fluid balance Fluid management a. Mengidentifikasi
volume cairan Hydration 1. Observasi Tanda-tanda penyimpangan indikasi
b/d Setelah dilakukan vital setiap 4 jam. kemajuan atau
pengeluaran askep selama …x 2. Observasi Warna urin penyimpangan dari hasil
yang 24 jam, Pasien 3. Pertahankan catatan yang diharapkan.
berlebihan; dapat intake dan output yang b. Memenuhi kebutuhan cairan
perdarahan; mendemostrasikan akurat tubuh klien
diuresis; status cairan 4. Monitor status hidrasi c. Menjaga status balance
keringat membaik. (kelembaban membran cairan klien
berlebihan. Kriteria evaluasi: mukosa, nadi adekuat, d. Memenuhi kebutuhan cairan
tak ada tekanan darah ortostatik), tubuh klien
manifestasi jika diperlukan. e. Memenuhi kebutuhan cairan
dehidrasi, resolusi 5. Monitor masukan tubuh klien
oedema, haluaran makanan / cairan dan f. Temuan-temuan ini
urine di atas 30 hitung intake kalori menandakan hipovolemia
ml/jam, kulit harian dan perlunya peningkatan
kenyal/turgor kulit 6. Lakukan terapi IV cairan.
baik. 7. Berikan cairan g. Mencegah pasien jatuh ke
8. Dorong masukan oral dalam kondisi kelebihan
9. Beritahu dokter bila: cairan yang beresiko
haluaran urine < 30 terjadinya oedem paru.
ml/jam, haus, takikardia, h. Mengidentifikasi
gelisah, TD di bawah keseimbangan cairan pasien
rentang normal, urine secara adekuat dan teratur.
gelap atau encer gelap.
10. Konsultasi dokter bila
manifestasi kelebihan
cairan terjadi.
11. Pantau: cairan masuk dan
cairan keluar setiap 8
jam.
Perubahan Setelah dilakukan a. Kaji haluaran urine, a. Mengidentifikasi
pola eleminasi askep selama …x keluhan serta keteraturan penyimpangan dalam pola
BAK (disuria) 24 jam, Pola pola berkemih. berkemih pasien.
b/d trauma eleminasi (BAK) b. Anjurkan pasien b. Ambulasi dini memberikan
perineum dan pasien teratur. melakukan ambulasi rangsangan untuk pengeluaran
saluran kemih. Kriteria hasil: dini. urine dan pengosongan
eleminasi BAK c. Anjurkan pasien untuk bladder.
lancar, disuria membasahi perineum c. Membasahi bladder dengan
tidak ada, bladder dengan air hangat air hangat dapat mengurangi
kosong, keluhan sebelum berkemih. ketegangan akibat adanya
kencing tidak ada. d. Anjurkan pasien untuk luka pada bladder.
berkemih secara teratur. d. Menerapkan pola berkemih
e. Anjurkan pasien untuk secara teratur akan melatih
minum 2500-3000 ml/24 pengosongan bladder secara
jam. teratur.
f. Kolaborasi untuk e. Minum banyak mempercepat
melakukan kateterisasi filtrasi pada glomerolus dan
bila pasien kesulitan mempercepat pengeluaran
berkemih. urine.
f. Kateterisasi memabnatu
pengeluaran urine untuk
mencegah stasis urine.
Perubahan Setelah dilakukan a. Kaji pola BAB, a. Mengidentifikasi
pola eleminasi askep selama …x kesulitan BAB, penyimpangan serta
BAB 24 jam, Pola warna, bau, kemajuan dalam pola
(konstipasi) eleminasi (BAB) konsistensi dan eleminasi (BAB).
b/d kurangnya teratur. jumlah. b. Ambulasi dini merangsang
mobilisasi; diet Kriteria hasil: pola b. Anjurkan ambulasi pengosongan rektum secara
yang tidak eleminasi teratur, dini. lebih cepat.
seimbang; feses lunak dan c. Anjurkan pasien c. Cairan dalam jumlah cukup
trauma warna khas feses, untuk minum banyak mencegah terjadinya
persalinan. bau khas feses, 2500-3000 ml/24 penyerapan cairan dalam
tidak ada kesulitan jam. rektum yang dapat
BAB, tidak ada d. Kaji bising usus menyebabkan feses menjadi
feses bercampur setiap 8 jam. keras.
darah dan lendir, e. Pantau berat badan d. Bising usus
konstipasi tidak setiap hari. mengidentifikasikan
ada. f. Anjurkan pasien pencernaan dalam kondisi
makan banyak serat baik.
seperti buah-buahan e. Mengidentifiakis adanya
dan sayur-sayuran penurunan BB secara dini.
hijau. f. Meningkatkan pengosongan
feses dalam rektum
Gangguan Setelah dilakukan a. Kaji toleransi pasien a. Parameter menunjukkan
pemenuhan askep selama x 24 terhadap aktifitas respon fisiologis pasien
ADL b/d jam, ADL dan menggunakan parameter terhadap stres aktifitas dan
immobilisasi; kebutuhan berikut: nadi 20/mnt di atas indikator derajat penagruh
kelemahan. beraktifitas pasien frek nadi istirahat, catat kelebihan kerja jantung.
terpenuhi secara peningaktan TD, dispnea, b. Menurunkan kerja
adekuat. nyeri dada, kelelahan berat, miokard/komsumsi oksigen ,
Kriteria hasil: kelemahan, berkeringat, menurunkan resiko
- Menunjukkan pusing atau pinsan. komplikasi.
peningkatan dalam b. Tingkatkan istirahat, batasi c. Stabilitas fisiologis pada
beraktifitas. aktifitas pada dasar istirahat penting untuk
- Kelemahan dan nyeri/respon hemodinamik, menunjukkan tingkat
kelelahan berikan aktifitas senggang aktifitas individu.
berkurang. yang tidak berat. d. Komsumsi oksigen
- Kebutuhan ADL c. Kaji kesiapan untuk miokardia selama berbagai
terpenuhi secara meningkatkan aktifitas aktifitas dapat meningkatkan
mandiri atau contoh: penurunan jumlah oksigen yang ada.
dengan bantuan. kelemahan/kelelahan, TD Kemajuan aktifitas bertahap
- frekuensi stabil/frek nadi, mencegah peningkatan tiba-
jantung/irama dan peningaktan perhatian pada tiba pada kerja jantung.
Td dalam batas aktifitas dan perawatan e. Teknik penghematan energi
normal. diri. menurunkan penggunaan
- kulit hangat, d. Dorong memajukan energi dan membantu
merah muda dan aktifitas/toleransi keseimbangan suplai dan
kering perawatan diri. kebutuhan oksigen.
e. Anjurkan keluarga untuk f. Aktifitas yang maju
membantu pemenuhan memberikan kontrol jantung,
kebutuhan ADL pasien. meningaktkan regangan dan
f. Jelaskan pola peningkatan mencegah aktifitas
bertahap dari aktifitas, berlebihan.
contoh: posisi duduk
ditempat tidur bila tidak
pusing dan tidak ada nyeri,
bangun dari tempat tidur,
belajar berdiri dst.
Resiko infeksi Setelah dilakukan a. Pantau: vital sign, tanda a. Mengidentifikasi
b/d trauma askep selama x 24 infeksi. penyimpangan dan kemajuan
jalan lahir. jam, Infeksi tidak b. Kaji pengeluaran lochea, sesuai intervensi yang
terjadi. warna, bau dan jumlah. dilakukan.
Kriteria hasil: c. Kaji luka perineum, b. Mengidentifikasi kelainan
tanda infeksi tidak keadaan jahitan pengeluaran lochea secara
ada, luka d. Anjurkan pasien dini.
episiotomi kering membasuh vulva setiap c. Keadaan luka perineum
dan bersih, takut habis berkemih dengan berdekatan dengan daerah
berkemih dan cara yang benar dan basah mengakibatkan
BAB tidak ada. mengganti PAD setiap 3 kecenderunagn luka untuk
kali perhari atau setiap selalu kotor dan mudah
kali pengeluaran lochea terkena infeksi.
banyak. d. Mencegah infeksi secara dini.
e. Pertahnakan teknik septik e. Mencegah kontaminasi silang
aseptik dalam merawat terhadap infeksi.
pasien (merawat luka
perineum, merawat
payudara, merawat bayi).
Resiko Setelah dilakukan a. Beri kesempatan ibu untuk a. Meningkatkan kemandirian
gangguan askep selama …x melakuakn perawatan bayi ibu dalam perawatan bayi.
proses 24 jam, Gangguan secara mandiri. b. Keterlibatan bapak/suami
parenting b/d proses parenting b.Libatkan suami dalam dalam perawatan bayi akan
kurangnya tidak ada. perawatan bayi. membantu meningkatkan
pengetahuan Kriteria hasil: ibu c. Latih ibu untuk perawatan keterikatan batih ibu dengan
tentang cara dapat merawat payudara secara mandiri bayi.
merawat bayi. bayi secara dan teratur. c. Perawatan payudara secara
mandiri d.Motivasi ibu untuk teratur akan mempertahankan
(memandikan, meningkatkan intake cairan produksi ASI secara kontinyu
menyusui). dan diet TKTP. sehingga kebutuhan bayi akan
e. Lakukan rawat gabung ASI tercukupi.
sesegera mungkin bila tidak d. Mneingkatkan produksi ASI.
terdapat komplikasi pada e. Meningkatkan hubungan ibu
ibu atau bayi. dan bayi sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta
: EGC
Doengoes, Marillyn, E. 2000. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Alih
Bahasa : Yasmin Asih. Jakarta : EGC
Gulardi Hanifa Wiknjosastro. 2000. Ilmu Kebidanan. Edisi 6. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Handayani dan Lubis. 2013. Konsep Dasar sistem Reproduksi. Yogyakarta :
samodra ilmu
Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta: EGC
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Nanda International. DIAGNOSIS KEPERAWATAN Definisi dan Klasifikasi.
2012-2014. Jakarta : EGC.
Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition
Nursing Interventions Classification (NIC). Fourth Edition
Farrer, H. 2009. Perawatan Maternitas, Edisi II. Jakarta : EGC.
Gant, M. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
Hamilton, PM. 2003. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Long, BC. 2006. Perawatan Medikal Bedah, Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Volume 2. Bandung : Yayasan IAPK Padjdjaran.
Mansjoer, A. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta : Media
Aescilapius.
Prawiroharjo, sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT bina pustaka
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, edisi ketiga,Jakarta: YBP –SP

Anda mungkin juga menyukai