TUMOR BULI-BULI
RUANG PERAWATAN L2BD (BEDAH UROLOGI)
RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
SAKINA
R014191049
(…………………………………..) (………………………………………)
Tumor buli-buli atau biasa juga disebut tumor vesica urinaria (kandung kemih)
merupakan keganasan kedua setelah karsinoma prostat. Tumor ganas buli sering diketahui
pada fase awal dan masih terlokalisir tanpa metastasis, namun rekurensinya cukup tinggi.
Secara histologis, tumor ganas buli-buli terdapat dalam bentuk karsinoma sel transisional
(paling banyak), adenokarsinoma dan karsinoma sel skuamosa (Tanto, Liwang, Hanifati,
& Pradipta, 2014).
Tumor buli-buli adalah tumor yang didapatkan dalam kandung kemih sebagian
besar tumbuh dalam lumen kandung kemih (Aspiani, 2015). Karsinoma buli-buli
merupakan penyakit yang lebih sering pada pasien usia 60-70 tahun dengan resiko
tertinggi pada pria dibandingkan wanita (3:1) (Prabowo, 2014)
B. Etiologi
Keganasan buli-buli ini terjadi karena induksi bahan karsinogen yang banyak
terdapat disekitar kita. Beberapa faktor risiko yang yang mempengaruhi seseorang
menderita tumor buli-buli menurut Farling (2017), antara lain :
1. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko yang paling utama terjadinya tumor buli-buli. Di
dalam rokok terdapat banyak zat karsinogenik. Jumlah rokok yang dihisap per hari,
lama merokok, dan usia ketika pertama kali merokok meningkatkan risiko seseorang
terkena tumor buli-buli.
2. Pekerjaan yang melibatkan bahan kimia
Faktor risiko kedua terbanyak yaitu terpajan anilinedyes, aromatic amines, dan
polycyclic aromatic hydrocarbon. Bahan kimia tersebut sering terdapat pada kain, cat,
plastik, dan industri lainnya.
3. Inflamasi
Pasien dengan chronic urinary tract infections (UTIs), menggunakan kateter dalam
waktu lama, dan batu kandung kemih meningkatkan risiko terjadinya tumor buli-buli.
Pasien terinfeksi parasit Schistosoma haematobium yang meningkatkan risiko
perkembangan sel kanker.
4. Radiasi
Pasien dengan penanganan radiasi panggul untuk kanker genitourinari dan ginekologi
seperti kanker prostat dan kanker serviks memiliki risiko tinggi terkena tumor buli-buli.
5. Kemoterapi
Penggunaan cyclophosphamide pada pasien kanker dan penyakit imun meningkatkan
risiko terkena tumor buli-buli. Apalagi jika dosisnya tinggi dan pemakainya sudah
lama.
C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis seseorang yang menderita tumor buli-buli yang paling sering
dijumpai yakni mengalami hematuria tanpa rasa nyeri. Apabila muncul gejala tersebut,
harus segera dievaluasi untuk kemungkinan adanya kanker buli-buli. Manifestasi klinis
lainnya yaitu adanya:
1. Darah pada urin (hematuria makroskopis) yang bersifat tanpa disertai nyeri (painless),
(intermitten), terjadi pada seluruh proses miksi (hematuria total).
2. Nyeri saat proses mengeluaran urin (disuria), meskipun seringkali karsinoma buli-buli
tanpa disertai gejala disuria, tetapi pada karsinoma in situ atau karsinoma yang sudah
infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala iritasi buli-buli.
3. Nyeri pada pelvis atau pinggang.
4. Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien biasanya datang
dengan keluhan tidak dapat miksi.
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tumor buli-buli menurut Muttaqin (2008), antara
lain:
1. Apabila terjadi penyumbatan atau obstruksi,maka akan menyebabkan terjadinya refluks
vesiko-ureter dan hidronefrosis.
2. Jika terjadi infeksi, akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada ginjal, yang lama
kelamaan mengakibatkan gagal ginjal.
3. Hematuria yang terus menerus akan menyebabkan terjadinya anemia pada pasien.
4. Infeksi sekunder bila tumor mengalami ulserasi.
5. Retensi urine bila tumor mengadakan invasi ke bladder neck.
6. Hydronefrosis oleh karena ureter mengalami oklusi.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada seseorang yang mengalami
tumor buli-buli antara lain (Umbas et al., 2014) :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan colok dubur, palpasi bimanual ginjal, dan
palpasi kandung kemih. Pemeriksaan palpasi bimanual kandung kemih dilakukan saat
pasien dalam narkose sebelum dan sesudah reseksi transuretra dari tumor.
2. Pemeriksaan sitologi/penanda molekuler
Pasien dengan keluhan utama hematuria tanpa nyeri perlu dilakukan pemeriksaan
sitologi urin untuk mencari adanya sel ganas pada urin. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas yang tinggi pada kanker kandung kemih derajat tinggi. Untuk meningkatkan
sensitivitas diagnostik dapat dilakukan pemeriksaan penanda molekuler seperti Bladder
Tumor Antigen (BTA) stat, Nuclear Matrix Protein (NMP) 22, sitokeratin, dan lain-lain.
3. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat massa intravesika, mendeteksi adanya
bekuan darah, dan melihat adanya obstruksi pada traktus urinarius bagian atas.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dilakukan bergantung pada derajat tumornya (yang didasarkan
pada derajar diferensiasi sel), stadium pertumbuhan tumor (derajat invasi lokal serta ada
tidaknya metastase) dan multisentrilitas tumor tersebut (apakah tumor tersebut memiliki
banyak pusat). Usia pasien dan status fisik, mental serta emosional harus dipertimbangkan
dalam menentukan bentuk terapinya.
1. Operasi
a. TUR BT (Trans Urethral Resection of Bladder Tumor)
Tindakan ini tidak membutuhkan insisi jadi sangat efisien untuk meminimalisir
infeksi. Kelebihan dari tindakan ini adalah tidak terganggunya fungsi vesika urinaria
dan seksual klien. Tindakan ini memungkinkan jika insisi tumor sederhana (non
radical)
Dilakukan pada tumor yang posisinya superfisial, tumor papiler, inoperable tumor
sebagai tindakan palliatif.
Bladder diakses melalui cystoscope yang dimasukkan melalui urethra.
Hematuria, keluhan yang umum timbul setelah prosedur reseksi trans urethra,
dikontrol dengan kateter tiga cabang dan irigasi kandung kemih
b. Cystectomy dan urine diversion
Prosedur pilihan untuk tumor stage B yang tidak bisa diatasi melalui tindakan
reseksi transurethra atau kemoterapi intravesika
Prosedur dilakukan jika tumor menginvasi dinding vesika, termasuk trigone, atau
saat tumor tidak dapat diatasi dengan metode pembedahan yang lebih sederhana
Radical cystectomy, pengangkatan kandung kemih, urethra, uterus, tuba falopii,
ovarium, segmen anterior vagina(wanita); kandung kemih, urethra, dan prostat
(pria). hingga lemak perivesikal dan nodus limfe pelvis.
c. Cystectomy partial
Dilakukan jika klien tidak dapat mentoleransi prosedur cystectomy radical atau
jika ada tumor yang tidak dapat diangkat melalui transurethral cystectomy
Hingga setengah bagian dari kandung kemih diangkat
Kemungkinan sel kanker tumbuh kembali sangat tinggi
Setelah prosedur pembedahan kapasitas kandung kemih berkurang hingga > 60
ml dan bertambah hingga 400 ml pada beberapa bulan post pembedahan.
2. Radioterapi
a. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV
dan stage B2-C.
b. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu , dosis 3000-4000 Rads.
Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu dengan interval cystoscopy, foto toraks, dan
IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Post operasi radiasi
tambahan 2000-3000 Rads selama 2-3 minggu.
3. Kemoterapi
Obat-obat anti kanker
a. Citral, 5 fluoro urasil
b. Topical chemotherapy yaitu thic-TEPA, chemoteraphy merupakan paliatif. 5-
fluorouracil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling
sering dipakai. Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam buli-buli sebagai pengobatan
topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8-12 jam sebelum pengobatan dengan
theotipa dan obat dibiarkan dalam buli-buli selama 2 jam.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, dan status perkawinan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian. Keluhan utama
membantu menyusun prioritas untuk intervensi medis maupun keperawatan.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat penyakit terdahulu
3) Riwayat sosial
4) Riwayat alergi
5) Riwayat keluarga
6) Riwayat pengobatan
7) Riwayat pembedahan
3. Status aktivitas
a. Kaji mengenai perasaan pasien ketika beraktivitas maupun beristirahat. Tanyakan
apakah pasien merasa sesak atau tidak.
4. Status pernafasan
a. Pantau batuk apakah pasien mengalami batuk persisten atau hemoptisis (batuk
berdarah), produksi sputum (warna dan apakah bercampur dengan darah), adanya
nyeri dada, serta perubahan pola pernafasan seperti dispnea dan adanya wheezing.
b. Kaji hasil pemeriksaan diagnostik yang terkait dengan sistem pernafasan
5. Status Sirkulasi
a. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
6. Status eliminasi
a. Kaji mengenai perasaan pasien ketika melakukan BAB dan BAK
b. Kaji mengenai warna feses dan urine pasien
7. Status nutrisi
a. Dapatkan riwayat diet
b. Identifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebiasaan makan pasien seperti
disfagia, anoreksia, dan mual muntah
c. Kaji kemampuan pasien untuk mempersiapkan atau membeli makanan
d. Ukur status nutrisi pasien
8. Status neurosensorik
a. Kaji apakah pasien mengalami pusing, sakit kepala, photofobia
b. Kaji mengenai kekuatan otot pasien, begitu pula dengan ekstremitasnya
c. Kaji adanya perubahan status mental, kerusakan mental, dan perubahan sensori
9. Tingkat pengetahuan
a. Evaluasi pengetahuan pasien mengenai penyakit dan penyebarannya.
b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga dan teman.
c. Gali bagaimana pasien menghadapi penyakit dan stressor kehidupan mayor di masa
lalu dan identifikasi sumber-sumber dukungan pasien.
10. Penggunaan terapi alternative
a. Tanyakan pasien mengenai penggunaan terapi alternative.
b. Anjurkan pasien untuk melaporkan setiap penggunaan terapi alternative ke penyedia
layanan kesehatan primer.
c. Kenali kemungkinan efek samping dari terapi alternatif jika efek samping diduga
terjadi akibat terapi alternatif, diskusikan bersama pasien dan penyedia layanan
kesehatan primer dan alternatif.
d. Pandang terapi alternative dengan pikiran terbuka, dan coba pahami pentingnya terapi
tersebut bagi pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat di angkat berdasarkan NANDA 2018-2020 (Herdman &
Kamitsuru, 2018) adalah :
1. Pre operasi
a. Hambatan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomi
b. Nyeri akut berhubungan dengan age cedera bilogis
c. Mual
2. Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif
b. Risiko infeksi
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan dan kriteria hasil berdasarkan Moorhead, Johnson,
Maas, & Swanson (2016) dan Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner (2016) adalah
sebagai berikut:
Diagnosa : Hambatan eliminasi urin b.d obstruksi anatomi
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan retensi urin
selama …x 24 jam, diharapkan pola Lakukan penilaian kemih yang
eliminasi urine dengan kriteria hasil : komprehensif berfokus pada
inkontinensia (misalnya, output urin,
Eliminasi urin: pola berkemih kemih, fungsi kognitif,
Pola eliminais tidak terganggu dan masalah kencing praeksisten)
Intake cairan tidak terganggu Memantau penggunaan obat dengan sifat
Dapat mengososngka kandung kemih antikolinergik atau properti alpha agonis
Memonitor efek dari obat-obatan yang
sepenuhnya
diresepkan, seperti calcium channel
Tidak ada darah yang terlihat dalam
blockers dan antikolinergik
urin Merangsang refleks kandung kemih
Tidak nyeri saat berkemih dengan menerapkan dingin untuk perut
Tidak ada retensi urin Sediakan waktu yang cukup untuk
pengosongan kandung kemih (10 menit)
Gunakan spirit wintergreen di pispot
atau urinal.
Memantau asupan dan keluaran.
Memantau tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi.
Menerapkan kateterisasi intermiten.
Diagnosa : Mual
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen mual:
selama …x 24 jam, diharapkan mual Dorong pasien untuk memantau mual
teratasi dengan kriteria hasil: secara mandiri.
Dorong pasien untuk mempelajari
Kontrol mual dan muntah : strategi mengelola mual sendiri
Mengenali onset mual Lakukan penilaian lengkap mual,
Menegenali pencetus stimulus termasuk frekuensi, durasi, tingkat
(mutah) keparahan, dengan menggunakan
Dapat menggunakan langkah-langkah instrument skala analog visual, skala
deskriptif duke dan indeks rhode mual
pencegahan
dan muntah (INV).
Menghindari bau yang tidak
Identifikasi pengobatan awal yang
menyenangkan pernah dilakukan.
Menggunakan obat antiemetik seperti Evaluasi dampak mual pada kualitas
yang direkomendasikan hidup
Identifikasi strategi yang berhasil
menghilangkan mual
Manajemen muntah :
Posisikan klien untuk mencegah aspirasi.
Beri dukungan fisik selama muntah.
Beri kenyamanan selama muntah.
Tunjukkan penerimaan muntah dan
berkolaborasi ketika memilih strategi
pengendalian muntah.
Bersihkan area yang terkena muntah
sebelum menawarkan lebih banyak
cairan.
Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi.
Kaji emesis untuk warna, konsistensi,
darah dan waktu.
Kolaborasi pemberian obat anti emetic.
Diagnosa : Risiko infeksi
NOC NIC
Setelah dilakukan perawatan tindakan Kontrol infeksi :
keperawatan selama …x 24 jam, Alokasikan keseuaian luas ruang per
diharapkan tidak terjadi infeksi dengan pasien seperti yang diindikasikan oleh
kriteria hasil: pedoman pusat pengendalian dan
pencegahan penyakit
Penyembuhan luka primer : Ganti peralatan perawatan per pasien
Drainase purulen tidak ada sesuai protokol institusi
Drainase serosa tidak ada Batasi jumlah pengunjung
Drainase sannguinis tidak ada Ajarkan cara cuci tangan yang tepat
Draniase serosanguinis tidak ada kepada Pasien maupun keluarga Pasien
Eritema kulit disekitarnya tidak ada Anjurkan pengunjung untuk mencuci
Lebam di kulit sekitarnya tidak ada tangan sebelum dan sesudah
Periwound edema tidak ada mengunjungi Pasien
Peningkatan suhu kulit tidak ada Cuci tangan sebelum dan sesudah
Bau luka busuk tidak ada kegiatan perawatan Pasien
Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
Kontrol risiko: proses infeksi : yang bersifat universal
Pasien mampu mencari informasi Gunakan sarung tangan sesuai dengan
terkait control risiko kebijakan universal
Pasien mampu menindetifikasi faktor Gunakan sarung tangan steril dengan
risiko infeksi tepat
Pasien mampu mengenali perilaku Bersihkan kulit Pasien dengan agen
yang berhubungan dengan risiko antibakteri yang sesuai
infeksi Pastikan teknik perawatan luka yang
Pasien mampu mnegenali tanda dan tepat
gejala infeksi Dorong batuk dan bernafas dalam yang
Pasien mampu memonitor perilaku tepat
diri yang berkaitan dengan risiko Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
infeksi Kolaborasi pemberian terapi antibiotik
Pasien mampu memonitor lingkungan yang sesuai
yang berkaitan dengan risiko infeksi Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
Pasien mampu mempraktikan strategi tanda dan gejala infeksi dan kapan harus
untuk mengontrol infeksi melaporkannya pada tim kesehatan
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
tindakan menghindari infeksi
TUMOR BULI-BULI
Efek
samping
Diskontinuitas Perubahan kemoterapi
jaringan status
kesehatan
RISIKO
INFEKSI
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R.Y. (2015). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan aplikasi Nanda, Nic dan Noc. Jakarta Timur : Trans Info Media
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) (Keenam). Philadelphia: Elsevier.
Farling, K. B. (2017). Bladder Cancer: Risk Factors, Diagnosis, and Management. The Nurse
Practitioner, 42(3), 26–33.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification
(NOC) (Kelima). Philadelphia: Elsevier.
Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan
Keperawatan. Yogyakarta: Budi Utama.
Prabowo, E., & Pranata, A.E. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Purnomo, B. B. (2016). Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran (4th
ed.). Jakarta: Media Aesculapius.
Umbas, R., Hardjowijoto, S., Mochtar, C. A., Safriadi, F., Djatisoesanto, W., Agung, A., …
Hendri, A. Z. (2014). Panduan penanganan kanker kandung kemih tipe urotelial. Ikatan
Ahli Urologi Indonesia (IAUI).