Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

SEMINOMA TESTIS (TUMOR TESTIS)

1. Konsep Dasar
1.1 Definisi
Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis
(buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau
menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).
Tumor testis merupakan jenis tumor maligna yang paling sering
terjadi pada pria berusia 15-35 tahun (Brunicardi et al, 2015). Tumor
ini ditandai dengan massa padat asimtomatik tanpa nyeri pada testis.
Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2014) :dalam artian
umum, tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam
tubuh.Dalam artian khusus, tumor adalah benjolan yang disebabkan
oleh adanya neoplasma. Neoplasma adalah pertumbuhan sel-sel baru
yang tidak terbatas, tidak ada koordinasi dengan jaringan sekitarnya
dan tidak berfungsi fisiologis. Sel tumor adalah sel tubuh yang
mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali
pertumbuhan secara normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal
dalam bentuk dan strukturnya. Tumor testis adalah tumor yang berasal
dari sel germinal atau jaringan stroma testis.
1.2 Anatomi dan Fisiologi Testis
Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong
skrotum, sistem duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens,
duktus ejakulatorius, dan urethra; dan glandula asesoria yang terdiri
dari vesikula seminalis kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis
(Pichl, 2014).
Gambar Sistem Reproduksi Pria

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum.


Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan
volume 15 – 25 ml, berbentuk uvoid.
Gambar Anatomi Testis

Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea


yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta
tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis
memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen
untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Testis
bagian dalam terbagi atas lobulus yang berjumlah + 250 lobuli.
Tiap lobulus terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel sertoli dan sel-
sel leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada
tubulus seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogonia dan sel-sel sertoli, sedang diantara tubuli seminiferi
terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada prosis
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel ertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau
disebut sel-sel interstitial testis berfungsi dalam menghasilkan
hormon testosteron.
Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar
yang disebut epididimis. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di
tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau
maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah
bercampur dengan cairan-cairan epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang
membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian
bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius
selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran
keluar bersama baik untuk sperma maupun kemih.
Testis mendapatkan pasokan darah dari beberapa cabang arteri,
yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari
aorta, (2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior,
dan (3) arteri kremastika yang merupakan cabang dari arteri
epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul
membentuk pleksus pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa
orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.
1.3 Etiologi
Kebanyakan tumor Testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)

2. Perkembangan testis yang abnormal.

3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang


ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan,
pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
4. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker
testis tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan
kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada
riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari
semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis
merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia
15-40 tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi:

a. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya


ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada
testis.
b. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis.
Dibagi menjadi subkategori:
c. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi
pada usia 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat
cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.Tumor yolk sac:
sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
d. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan
40% pada anak laki-laki. - Koriokarsinoma.
e. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel
sertoli dan sel granu-losa. Tumor ini merupakan 3-4% dari
seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa me-nghasilkan hormon
estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker tes-
tis, yaitu ginekomastia.
1.4 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala pada pasien diawali dengan pembesaran testis yang tidak
nyeri. Teraba massa di skrotum unilateral dan tidak nyeri. Asal massa
skrotum harus segera ditentukan karena kebanyakan massa yang
tumbuh dalam atau berasal dari testis merupakan keganasan sedangkan
massa ekstratestikular biasanya jinak (Price dan Wilson, 2014). Massa
testikular juga sering menyebabkan bias yang disebabkan oleh
epididimitis atau orkitis, akan tetapi jika pemberian antibiotik tidak
mengurangi massa, dianjurkan untuk mengadakan USG. 20% dari
kasus menunjukkan gejala awal pasien adalah nyeri pada skrotum.
Ginekomastia muncul pada 7% pasien dan lebih sering terjadi pada
tumor testis non-seminoma (Albers, 2014).
Gejala tanda tanda lain seperti nyeri pinggang, dispnea atau
batuk, nyeri kepala, dan ginekomastia merupakan petunjuk adanya
metastasis yang luas (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2015). Nyeri
pinggang terjadi pada 11% pasien (Albers, 2014). Metastasis paraaorta
yang luas menyebabkan perut menjadi kembung, dengan atau tanpa
nyeri pinggang. Metastasis di paru kadang luas dan cepat sehingga
terjadinya sesak napas. Gonadotropin yang disekresi oleh sel tumor
menyebabkan ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari
beredarnya kadar β HCG di dalam sirkulasi sistemik yang terdapat
pada koriokarsinoma maupun tumor sel leydig. Tumor sel leydig dapat
mensekresi androgen atau estrogen yang menyebabkan timbulnya
ginekomastia pada anak laki-laki (Price dan Wilson, 2014). Kadang
keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras, tidak
nyeri saat palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transluminasi. Perlu
diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis,
massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, atau
ginekomasti.
1.5 Klasifikasi Ca Testis
Terdapat dua kelompok besar tumor testicular yaitu: tumor sel
germinal (GCT) yang berasal dari sel-sel yang memproduksi sperma
dan dibatasi oleh tubulus seminifurus dengan jumlah 95% dan dua sex
cord tumors yang berasal dari sel-sel penunjang testis spesialis maupun
yang nonspesialis dengan jumlah kurang dari 5%. GCT secara luas
dibagi dalam subtipe seminoma dan nonseinoma untuk rencana
pengobatan karena seminoma lebih sensitif terhadap terpi radiasi.
Seminoma adalah tipe GCT yang paling sering 50%, cenderung untuk
tumbuh lebih lambat dan timbul pada decade keempat kehidupan.
Secara umum nonseminoma lebih agresif dari pada seminoma dan
timbul lebih sering ketika pria berusia tiga puluhan. Kira-kira 75%
terbatas pada testis ketika pertama kali didiagnosis, sedangkan sekitar
75% nonseminoma telah menyebar kekelenjar limfe ketika
terdiagnosa. Terdapat empat subtipe nonseminoma: tertatoma yolk sac,
kariokarinoma, dan variasicampuran tipe-tipe ini. Teratoma memiliki
risiko metastasis yang paling rendah sedangkan koriokarsinoma
mempunyai resiko yang paling tinggi, tipe sel lain memiliki resiko
diantaranya. Sel-sel ini menghasilkan alfa fetoprotein (AFP) dan hCG
yang ber fungsi sebagai penanda tumor.
Pengobatan dan prognosis / laju
remisi(%)

Stadium Perluasan Seminoma nonseminoma


penyakit
I Terbatas pada Iradiasi (98%) RPLND atau
testis observasi
(>95%)

II Mengenai testis Iradiasi (90%) RPLND (>95%)


dan kelenjar
limfe
retroperitoneal
IIa Kelenjar getah Iradiasi RPLND atau
bening >2cm kemoterapi
sering kali oleh
RPLND

IIb Kelenjar getah Iradiasi RPLND ±


bening 2-5 cm kemoterapi atau
kemoterapi
dilanjutkan
dengan RPLND

IIc Kelenjar > 5cm Kemoterapi Kemoterapi

III Metastasis jauh Kemoterapi Kemoterapi


(80%) (70%)
1.6 Patofisiologi
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang menunjang terjadinya kanker testis. Testis undesensus (testis
yang tidak turun ke dalam skrotum) walaupun telah dikoreksi dengan
operasi. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang
ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan,
pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
Perkembangan testis yang abnormal. Testis desensus dan sindroma
klinefelter ini dapat menyebabkan diferensiasi dan proliferasi dari
testis yang terganggu sehingga sel leydig yang ada didalam testis
tersebut tidak mampu untuk menghasilkan hormone testosterone dalam
jumlah yang cukup, dimana hormone testosterone ini berfungsi dalam
proses diferensiasi dari vas deferen dan vesika seminalis. FSH dan
ICSH akan dilepaskan oleh kelenjar hipofisis berfungsi dalam
spermatogenesis. Karena ketidakseimbangan hormon ini kelenjar
hipofisis mengalami suatu mekanisme kompensasi untuk dapat
memenuhi ketidakseimbangan hormone FSH dan ICSH tersebut.
Mekanisme kompensasi tersebut menyebabkan ICSH tersebut
meningkat dalam jumlah yang banyak untuk merangsang sel leydig
untuk terus mengahasilkan hormone testosterone. Akibat sel leydig
tersebut terus dipacu, sel leydig tersebut bertambah banyak dan tidak
terkontrol yang dapat menjadi kaganasan sehingga testis terus
membesar.
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang
akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian
menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau
bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang
sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga
kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-
sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali kariokarsinoma, tumor
testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe
retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian menuju
ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma
menyebar secara hematogen ke paru-paru (Anonim, 2013).
WOC (Web Of Caution)

Kelainan Herediter Kelainan Paparan bahan kimia


Kromosom /
mutasi gen
penekanan/kerusak Adanya benjolan
an jaringan syaraf pada testis

MK : Nyeri Akut Tumor Testis

Sindroma Klinefelter
Penurunan hormon (suatu kelainan
testosteron kromosom seksual)

Hipogonadisme
(penurunan aktivitas
kelenjar gonad)
Diagnosi, prognosis
penurunan jangka panjang
fungsi/struktur tubuh
Testis tidak dapat
berkembang secara MK : Kecemasan
normal
Gangguan seksual

MK :Gangguan Testis Undesensus


(Testis yang tidak
fungsi seksual
turun ke skrotum)
1.7 Pemeriksaan fisik dan diagnostic
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan testis mandiri (PTM) harus dilakukan 1 kali
setiap bulan. Pemeriksaan ini tidak sulit juga tidak memerlukan
waktu yang lama. Paling sesuai dilakukan adalah setelah mandi
hangat atau mandi pancur ketika skrotum dalam keadaan lebih
rileks. Langkah – langkah pemeriksaan :
1. Gunakan kedua tangan untuk meraba testis. Testis yang normal
adalah berkonsistensi lembut dan kerasnya merata.
2. Dengan jari telunjuk dan jari tengah di bawah testis dan ibu jari
di atas, putar testis dengan perlahan dalam bidang horizontal
antara ibu jari dan jari – jari.
3. Rasakan terhadap adanya setiap bentuk benjolan kecil atau
abnormalitas.
4. Ikuti prosedur yang sama dan palpasi ke arah atas sepanjang
testis.
5. Temukan epididymis, struktur seperti tali pada bagian atas dan
belakang testis yang menyimpan dan mentranspor sperma.
6. Ulangi pemeriksaan untuk testis lainnya adalah normal untuk
menemukan bahwa testis yang satu lebih besar dari testis
lainnya.
7. Jika anda menemukan adanya benjolan kecil, sebesar kacang,
konsulkan dokter anda. Kemungkinan hal tersebut adalah suatu
infeksi atau pertumbuhan tumor. (smeltzer ; 2015)
b. Pemeriksaan diagnostik
1. Transiluminasi untuk membedakan massa yang berisi cairan
dari massa solid (tumor tidak menunjukkan transiluminasi).
2. USG skrotum untuk melihat testis dan menentukan
keberadaan tumor.
3. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (α fetoprotein),
HCG (human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic
dehydrogenase). Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan
peningkatan kadar AFP atau β-HCG.
4. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-
paru)
5. CT scan dada dan abdomen (untuk menentukan keluasan
penyakit dalam paru-paru dan retroperineum).
6. Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan α-fetoprotein adalah
penanda tumor yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis.
(Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor
dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal).
7. Teknik imunositokimia yang terbaru dapat membantu
mengidentifikasi sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda
ini. Kadar penanda tumor dalam darah digunakan untuk
mendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon terhadap
pengobatan.
8. Urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk
penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa tumor.
9. Limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor
ke sistem limfatik.
1.8 Penatalaksanaan

1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkidektomi) dan pengangkatan


kelenjar getah bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi
tinggi lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor
non-seminoma.Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma,
terutama pada stadiumawal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan
etoposid)untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan
angka harapanhidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah
menyebabkankerusakan pada sumsum tulang penderita.

 Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkdiektomi dan penyinaran kelenjar getah
bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkidektomi, penyinaran kelenjar getah
bening dan kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkidektomi dan kemoterapi multi-obat.
 Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkidektomi dan kemungkinan dilakukan
limfadenektomiperut.
2. Stadium II diobati dengan orkdiektomi dan limfadenektomi perut,
kemungkinandiikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkidektomi.Jika
kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikankemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid
atau vinblastin)
1.8 Komplikasi Ca testis
 Infertilitas
 Nyeri pinggang terus menerus
 Sesak nafas
 Nafas cepat
 Nyeri tulang
 Penurunan libido
 Impotensi
 Penurunan berat badan
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Aktivitas/istirahat Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan.


Perubahan pada pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada malam hari; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur,
misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby,
latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan
karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.

Sirkulasi Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan


kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah.

Integritas ego Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan,


perubahan peran) dan cara mengatasi stress
(misalnya merokok, minum alkohol,
menunda mencari pengobatan, keyakinan
religious/ spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam
penampilan, misalnya alopesia, lesi cacat,
pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak
berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan control,
depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.

Eliminasi Gejala: Perubahan pada pola defekasi,


misalnya darah pada feses, nyeri pada
defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri
atau rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi
abdomen.

Makanan/cairan Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya


rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan
pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat
badan, kakeksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor
kulit; edema.

Neurosensori Gejala: Pusing; sinkope.

Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat


bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan
Nyeri/kenyamanan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).

Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana,


Pernapasan hidup dengan seseorang yang merokok)
Pemajanan asbes

Gajala: Pemajanan pada kimia toksik,


karsinogen.
Keamanan
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.

Gejala: Masalah seksualitas, misalnya


Seksualitas
dampak pada hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple,
aktivitas seksual dini. Herpes genital.

Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem


pendukung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan
Interaksi social
kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab
peran.

Gejala: Riwayat kanker pada keluarga,


misalnya ibu atau bibi dengan kanker
payudara.
Sisi primer: penyakit primer dalam rumah
Penyuluhan/pembelajaran tangga ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang
terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari
primer akan memberikan informasi penting
untuk mencari metastatik.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan
jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf,
inflamasi), efek samping terapi kanker.
2. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan
kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan
kematian, pemisahan dengan keluarga.
3. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan defisit
pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi
kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.

3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan
jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf,
inflamasi), efek samping terapi kanker.
Tujuan Intervensi
Tujuan : Setelah diberikan NIC Label >> Pain
asuhan keperawatan selama …. Management
Diharapkan nyeri terkontrol 1. Observasi respon verbal
dengan kriteria hasil: dan nonverbal pasien
NOC Label >> Depression terhadap nyeri
Level 2. Monitor kepuasan pasien
1. Tidak ada mood depresi terhadap manajemen nyeri
2. Ketertarikan terhadap 3. Tingkatkan istirahat dan
aktivitas meningkat tidur yang adekuat
3. Tidak ada gangguan 4. Kelola analgetik
konsentrasi 5. Jelaskan pada pasien
4. Tidak ada keletihan penyebab nyeri
5. Tidak ada gangguan 6. Ajarkan teknik
tidur nonfarmakologis
NOC Label >> Pain Control (relaksasi, masase
1. Pasien melaporkan punggung)
nyeri terkontrol NIC Label >> Analgetic
2. Pasien menyadari onset Administration
nyeri  Tentukan lokasi,
3. Pasien mampu karakteristik, kualitas, dan
menentukan factor derajat nyeri sebelum
penyebab nyeri
NOC Label >> Pain Level pemberian obat
1. Tidak ada ekspresi  Cek instruksi dokter tentang
menahan nyeri dan jenis obat, dosis dan
ungkapan secara verbal frekuensi
2. Tidak ada tegangan otot  Cek riwayat alergi
3. Pasien tidak mengerang  Pilih analgetik yang
dan menangis diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
anlgetik pertama kali
 Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
 Mengvaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
(efek samping)
NIC Label >> Vital Sign
Monitoring
 Monitor tekanan darah,
denyut nadi, suhu tubuh,
dan status pernapasan
yang sesuai
 Monitor tekanan darah
pasien setelah minum obat
 Pantau dan laporkan tanda
dan gejala dari
hipothermia dan
hiperthermia
 Monitor kualitas denyut
nadi
 Monitor irama dan denyut
jantung
 Monitor irama pernapasan
 Monitor warna kulit, suhu
tubuh, dan kelembaban
Mengidentifikasi
kemungkinan penyebab dari
perubahan tanda-tanda vital

2. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan


kesehatan, sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan
kematian, pemisahan dengan keluarga.
Tujuan:
a. Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
b. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
c. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan.
Intervensi Rasional
1. Tentukan pengalaman klien 1. Data-data mengenai
sebelumnya terhadap penyakit pengalaman klien sebelumnya
yang dideritanya. akan memberikan dasar untuk
penyuluhan dan menghindari
adanya duplikasi.

2. Pemberian informasi dapat


2. Berikan informasi tentang membantu klien dalam
prognosis secara akurat. memahami proses penyakitnya.

3. Dapat menurunkan kecemasan


3. Beri kesempatan pada klien klien.
untuk mengekspresikan rasa
marah, takut, konfrontasi. Beri
informasi dengan emosi wajar
dan ekspresi yang sesuai. 4. Membantu klien dalam
memahami kebutuhan untuk
4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan pengobatan dan efek
efek samping. Bantu klien sampingnya.
mempersiapkan diri dalam
pengobatan. 5. Mengetahui dan menggali pola
koping klien serta
5. Catat koping yang tidak efektif mengatasinya/memberikan
seperti kurang interaksi sosial, solusi dalam upaya
ketidak berdayaan. meningkatkan kekuatan dalam
mengatasi kecemasan.

6. Agar klien memperoleh


dukungan dari orang yang
6. Anjurkan untuk
terdekat/keluarga.
mengembangkan interaksi
dengan support system.
7. Memberikan kesempatan pada
7. Berikan lingkungan yang tenang klien untuk berpikir/ merenung/
dan nyaman. istirahat.

8. Pertahankan kontak dengan 8. Klien mendapatkan kepercayaan


klien, bicara dan sentuhlah diri dan keyakinan bahwa dia
dengan wajar. benar-benar di tolong.

3. Resiko tinggi gangguan fungsi seksual berhubungan dengan defisit


pengetahuan/keterampilan tentang alternatif respon terhadap transisi
kesehatan, penurunan fungsi/struktur tubuh, dampak pengobatan.
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan <<NIC LABEL: Sexual
keperawatan selama … x 24 Counseling>>
jam, diharapkan disfungsi 1. Menentukan jumlah rasa
seksual klien dapat diatasi, bersalah seksual yang
dengan criteria hasil : berhubungan dengan persepsi
<<NOC LABEL : Sexual pasien tentang faktor-faktor
Functioning>> penyebab penyakit
 Klien mampu mencapai 2. Merujuk pasien ke ahli terapi
gairah seksual (Skala 5). seks
 Klien mampu ereksi (Skala 3. Membahas obat berpengaruh
5). pada seksualitas
 Klien mampu mencapai 4. Membahas pengetahuan pasien
gairah untuk orgasme(Skala tentang seksualitas secara
5). umum

 Klien mampu 5. Membahas modifikasi yang

mengekspresikan minat diperlukan dalam


seksual (skala 5) kegiatan seksual
 Klien mampu 6. Menggunakan humor dan
mengungkapkan kenyamanan mendorong pasien untuk
seksual. (skala 5). menggunak>> an humor untuk
<<NOC LABEL : Body Image meredakan kecemasan
 Klien merasakan kepuasan atau rasa malu
pada dirinya (Skala 5) 7. Menyertakan pasangan /
 Klien mampu menyesuaikan partner seksual dalam
diri terhadap perubahan konseling sebisa mungkin.
fungsi tubuh. (skala 5) <<NIC LABEL: Teaching

 Klien mampu menyesuaikan Sexuality>>


diri terhadap perubahan 1. Menjelaskan anatomi dan

status kesehatan (Skala 5) fisiologi manusia dari wanita


dan pria.
2. Menjelaskan anatomi fisiologi
dan anatomi reproduksi
manusia.
3. Orang tua mendukung peran
sebagai pendidik sexulity
utama anak-anak mereka.
<<NIC LABEL: Reproductive
Technology Management>>
1. Membantu pasien untuk fokus
pada bidang kehidupan
keberhasilan berhubungan
dengan status kesuburan
2. Membantu dengan prosedur
fertilisasi
3. Menjadwalkan tindak lanjut
tes
DAFTAR PUSTAKA

Albers, P., et al. 2014. Guidelines on Testicular Cancer from European


Association of Urology, diunduh dari
www.uroweb.org/gls/pdf/10_Testicular_Cancer.pdf

American Cancer Society. 2012. Testicular Cancer. Diunduh dari


www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003142-pdf.pdf

Brunicardi F.C., et al. 2015. Schwartz’s Principle of Surgery Ninth Edition. USA:
The McGraw Hill Companies.

Light D., et al. 2013. Malignant Testicular Tumor Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/381007-overview#a22

Price S.A dan Wilson L. M. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purnomo, B. 2015. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Sachdeva, K., et al. 2014. Testicular Cancer, diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/279007-overview#a0199

Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Management of Adult


Testicular Germ Cell Tumours. SIGN Publication 2014; 124: 1-70.

Sjamsuhidajat R., dan Jong W.D. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Anonim. 2013. Karsinoma Testis Online
http://www.scribd.com/doc/32055135/Ca-testis. (akses : 10 Desember
2018)
Corwin, Elizabeth J. 2016. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Dochterman, Joanne McCloskey. 2014. Nursing Interventions Classification


(NIC) Fourth Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

NANDA Internasional 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2017. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


vol 2; edisi 6. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai