Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SEMINOMA TESTIS (TUMOR TESTIS)

1. Konsep Dasar
1.1 Definisi
Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis
(buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau
menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).
Tumor testis merupakan jenis tumor maligna yang paling sering
terjadi pada pria berusia 15-35 tahun (Brunicardi et al, 2015). Tumor
ini ditandai dengan massa padat asimtomatik tanpa nyeri pada testis.
Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2014) :dalam artian
umum, tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam
tubuh.Dalam artian khusus, tumor adalah benjolan yang disebabkan
oleh adanya neoplasma. Neoplasma adalah pertumbuhan sel-sel baru
yang tidak terbatas, tidak ada koordinasi dengan jaringan sekitarnya
dan tidak berfungsi fisiologis. Sel tumor adalah sel tubuh yang
mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali
pertumbuhan secara normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal
dalam bentuk dan strukturnya. Tumor testis adalah tumor yang berasal
dari sel germinal atau jaringan stroma testis.
1.2 Anatomi dan Fisiologi Testis
Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong
skrotum, sistem duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens,
duktus ejakulatorius, dan urethra; dan glandula asesoria yang terdiri
dari vesikula seminalis kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis
(Pichl, 2014).
Gambar Sistem Reproduksi Pria

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum.


Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan
volume 15 – 25 ml, berbentuk uvoid.
Gambar Anatomi Testis

Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea


yang melekat pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika
vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika
dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan
testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk
mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. Testis bagian
dalam terbagi atas lobulus yang berjumlah + 250 lobuli. Tiap lobulus
terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel sertoli dan sel-sel leydig.
Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada tubulus
seminiferus. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogonia dan sel-sel sertoli, sedang diantara tubuli seminiferi
terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada prosis
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel ertoli berfungsi
memberi makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau
disebut sel-sel interstitial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon
testosteron.
Pada bagian posterior tiap-tiap testis, terdapat duktus melingkar
yang disebut epididimis. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di
tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau
maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens
disalurkan menuju ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur
dengan cairan-cairan epididimis, vas deferens, vesikula seminalis,
serta cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.
Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang
membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian
bergabung membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius
selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran keluar
bersama baik untuk sperma maupun kemih.
Testis mendapatkan pasokan darah dari beberapa cabang arteri,
yaitu (1) arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta,
(2) arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3)
arteri kremastika yang merupakan cabang dari arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk
pleksus pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami
dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.
1.3 Etiologi
Kebanyakan tumor Testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun.
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal.
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang
ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan,
pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil).
4. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker
testis tetapi masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan
kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada
riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1% dari
semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis
merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia
15-40 tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi:

a. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya


ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada
testis.
b. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis.
Dibagi menjadi subkategori:
c. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi
pada usia 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat
cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.Tumor yolk sac:
sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
d. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan
40% pada anak laki-laki. - Koriokarsinoma.
e. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel
sertoli dan sel granu-losa. Tumor ini merupakan 3-4% dari
seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa me-nghasilkan hormon
estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker tes-
tis, yaitu ginekomastia.
1.4 Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala pada pasien diawali dengan pembesaran testis yang tidak
nyeri. Teraba massa di skrotum unilateral dan tidak nyeri. Asal massa
skrotum harus segera ditentukan karena kebanyakan massa yang
tumbuh dalam atau berasal dari testis merupakan keganasan
sedangkan massa ekstratestikular biasanya jinak (Price dan Wilson,
2014). Massa testikular juga sering menyebabkan bias yang
disebabkan oleh epididimitis atau orkitis, akan tetapi jika pemberian
antibiotik tidak mengurangi massa, dianjurkan untuk mengadakan
USG. 20% dari kasus menunjukkan gejala awal pasien adalah nyeri
pada skrotum. Ginekomastia muncul pada 7% pasien dan lebih sering
terjadi pada tumor testis non-seminoma (Albers, 2014).
Gejala tanda tanda lain seperti nyeri pinggang, dispnea atau
batuk, nyeri kepala, dan ginekomastia merupakan petunjuk adanya
metastasis yang luas (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2015). Nyeri
pinggang terjadi pada 11% pasien (Albers, 2014). Metastasis
paraaorta yang luas menyebabkan perut menjadi kembung, dengan
atau tanpa nyeri pinggang. Metastasis di paru kadang luas dan cepat
sehingga terjadinya sesak napas. Gonadotropin yang disekresi oleh sel
tumor menyebabkan ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi
dari beredarnya kadar β HCG di dalam sirkulasi sistemik yang
terdapat pada koriokarsinoma maupun tumor sel leydig. Tumor sel
leydig dapat mensekresi androgen atau estrogen yang menyebabkan
timbulnya ginekomastia pada anak laki-laki (Price dan Wilson, 2014).
Kadang keadaan umum merosot cepat dengan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras,
tidak nyeri saat palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transluminasi.
Perlu diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau
epididimis, massa di abdomen, benjolan kelenjar supraklavikuler, atau
ginekomasti.
1.5 Klasifikasi Ca Testis
Sebagian besar tumor testis primer, berasal dari sel germinal
sedangkan sisanya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis
terdiri atas seminoma (SGCT = seminoma germ cell tumor) dan non
seminoma (NSGCT = non seminoma germ cell tumor). Seminoma
paling sering dijumpai (sekitar 40%), disusul karsinoma sel embrional
dan teratoma. Sekitar 25% tumor testis berupa tumor campuran,
mengandung berbagai jenis sel, diantaranya yang tersering adalah
karsinoma sel embrional dan teratoma. Seminoma berbeda sifat-
sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon
terhadap radioterapi, dan prognosis tumor (Chung PW et al, 2010).
Selain berada di dalam testis, tumor sel germinal juga bisa berada di
luar testis sebagai extragonadal germ cell tumor antara lain dapat
berada di mediastinum, retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan
glandula pineal. Pembagian tumor testis dapat dilihat pada gambar 1
(Purnomo BB, 2003).

Stadium Tumor

Tumor sel germinal testis dalam penentuan stadium


menggunakan sistem klasifikasi TNM menurut AJCC (American Joint
Comitte of Cancer) tahun 2002 modifikasi 2008, penentuan T
dilakukan setelah orkidektomi berdasarkan atas pemeriksaan
histopatologik. Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih
sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb, yaitu stadium A atau I
untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis, stadium B atau II
untuk tumor yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional
(para aorta) dan stadium C atau III untuk tumor yang telah menyebar
keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah mengadakan metastasis
supradiafragma. Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk
pembesaran limfonodi para aorta yang belum teraba, dan stadium IIB
untuk pembesaran limfonodi yang telah teraba (>10 cm) (Purnomo
BB, 2003).
1.6 Patofisiologi
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa
faktor yang menunjang terjadinya kanker testis. Testis undesensus
(testis yang tidak turun ke dalam skrotum) walaupun telah dikoreksi
dengan operasi. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom
seksual yang ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria,
kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang
kecil). Perkembangan testis yang abnormal. Testis desensus dan
sindroma klinefelter ini dapat menyebabkan diferensiasi dan proliferasi
dari testis yang terganggu sehingga sel leydig yang ada didalam testis
tersebut tidak mampu untuk menghasilkan hormone testosterone dalam
jumlah yang cukup, dimana hormone testosterone ini berfungsi dalam
proses diferensiasi dari vas deferen dan vesika seminalis. FSH dan
ICSH akan dilepaskan oleh kelenjar hipofisis berfungsi dalam
spermatogenesis. Karena ketidakseimbangan hormon ini kelenjar
hipofisis mengalami suatu mekanisme kompensasi untuk dapat
memenuhi ketidakseimbangan hormone FSH dan ICSH tersebut.
Mekanisme kompensasi tersebut menyebabkan ICSH tersebut
meningkat dalam jumlah yang banyak untuk merangsang sel leydig
untuk terus mengahasilkan hormone testosterone. Akibat sel leydig
tersebut terus dipacu, sel leydig tersebut bertambah banyak dan tidak
terkontrol yang dapat menjadi kaganasan sehingga testis terus
membesar.
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang
akhinya mengenai seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian
menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau
bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier yang
sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga
kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-
sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali kariokarsinoma,
tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar
limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian
menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan
kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru-paru (Anonim,
2013).
WOC (Web Of Caution)

Kelainan Herediter Kelainan Paparan bahan kimia


Kromosom /
mutasi gen

penekanan/kerusak Adanya benjolan


an jaringan syaraf pada testis

MK : Nyeri Akut Tumor Testis

Sindroma Klinefelter
Penurunan hormon (suatu kelainan
testosteron kromosom seksual)

Hipogonadisme
(penurunan aktivitas
kelenjar gonad)
Diagnosi, prognosis
penurunan jangka panjang
fungsi/struktur tubuh
Testis tidak dapat
berkembang secara MK : Kecemasan
normal
Gangguan seksual

MK :Gangguan Testis Undesensus


fungsi seksual (Testis yang tidak
turun ke skrotum)
1.7 Pemeriksaan fisik dan diagnostic
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan testis mandiri (PTM) harus dilakukan 1 kali setiap bulan.
Pemeriksaan ini tidak sulit juga tidak memerlukan waktu yang lama. Paling
sesuai dilakukan adalah setelah mandi hangat atau mandi pancur ketika skrotum
dalam keadaan lebih rileks. Langkah – langkah pemeriksaan :
1. Gunakan kedua tangan untuk meraba testis. Testis yang normal adalah
berkonsistensi lembut dan kerasnya merata.
2. Dengan jari telunjuk dan jari tengah di bawah testis dan ibu jari di atas,
putar testis dengan perlahan dalam bidang horizontal antara ibu jari dan
jari – jari.
3. Rasakan terhadap adanya setiap bentuk benjolan kecil atau abnormalitas.
4. Ikuti prosedur yang sama dan palpasi ke arah atas sepanjang testis.
5. Temukan epididymis, struktur seperti tali pada bagian atas dan belakang
testis yang menyimpan dan mentranspor sperma.
6. Ulangi pemeriksaan untuk testis lainnya adalah normal untuk menemukan
bahwa testis yang satu lebih besar dari testis lainnya.
7. Jika anda menemukan adanya benjolan kecil, sebesar kacang, konsulkan
dokter anda. Kemungkinan hal tersebut adalah suatu infeksi atau
pertumbuhan tumor. (smeltzer ; 2015)
b. Pemeriksaan diagnostik
1. Transiluminasi untuk membedakan massa yang berisi cairan dari massa
solid (tumor tidak menunjukkan transiluminasi).
2. USG skrotum untuk melihat testis dan menentukan keberadaan tumor.
3. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (α fetoprotein), HCG
(human chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP
atau β-HCG.
4. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
5. CT scan dada dan abdomen  (untuk menentukan keluasan penyakit dalam
paru-paru dan retroperineum).
6. Biopsi jaringan. Human chorionic gonadotropin dan α-fetoprotein adalah
penanda tumor yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis.
(Penanda tumor adalah substansi yang disintesis oleh sel-sel tumor dan
dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah yang abnormal).
7. Teknik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi
sel-sel yang tampaknya menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor
dalam darah digunakan untuk mendiagnosis, menggolongkan, dan
memantau respon terhadap pengobatan.
8. Urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral
yang disebabkan oleh massa tumor.
9. Limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem
limfatik.
1.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkidektomi) dan pengangkatan kelenjar
getah bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-
seminoma.Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma,
terutama pada stadiumawal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan
etoposid)untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan
angka harapanhidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah
menyebabkankerusakan pada sumsum tulang penderita.

Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkdiektomi dan penyinaran kelenjar getah
bening perut
2. Stadium II diobati dengan orkidektomi, penyinaran kelenjar getah bening
dan kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkidektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkidektomi dan kemungkinan dilakukan
limfadenektomiperut.
2. Stadium II diobati dengan orkdiektomi dan limfadenektomi perut,
kemungkinandiikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkidektomi.Jika kankernya
merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,
diberikankemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid
atau vinblastin)
1.9 Komplikasi Ca testis
 Infertilitas
 Nyeri pinggang terus menerus
 Sesak nafas
 Nafas cepat
 Nyeri tulang
 Penurunan libido
 Impotensi
 Penurunan berat badan
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Aktivitas/istirahat Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan.
Perubahan pada pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada malam hari; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur,
misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan
karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
Sirkulasi Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan
kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah.
Integritas ego Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan,
perubahan peran) dan cara mengatasi stress
(misalnya merokok, minum alkohol, menunda
mencari pengobatan, keyakinan religious/
spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam
penampilan, misalnya alopesia, lesi cacat,
pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak
berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak
bermakna, rasa bersalah, kehilangan control,
depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
Eliminasi Gejala: Perubahan pada pola defekasi,
misalnya darah pada feses, nyeri pada
defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri
atau rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi
abdomen.
Makanan/cairan Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya
rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan
pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat
badan, kakeksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor
kulit; edema.
Neurosensori Gejala: Pusing; sinkope.
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat
bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan
Nyeri/kenyamanan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup
Pernapasan dengan seseorang yang merokok)
Pemajanan asbes
Gajala: Pemajanan pada kimia toksik,
karsinogen.
Keamanan
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.
Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak
pada hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan.
Seksualitas
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple,
aktivitas seksual dini. Herpes genital.
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem
pendukung.
Interaksi social Riwayat perkawinan (berkenaan dengan
kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Riwayat kanker pada keluarga,
misalnya ibu atau bibi dengan kanker
payudara.
Sisi primer: penyakit primer dalam rumah
tangga ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang
terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari
primer akan memberikan informasi penting
untuk mencari metastatik.

DAFTAR PUSTAKA

Albers, P., et al. 2014. Guidelines on Testicular Cancer from European Association of
Urology, diunduh dari www.uroweb.org/gls/pdf/10_Testicular_Cancer.pdf

American Cancer Society. 2012. Testicular Cancer. Diunduh dari


www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003142-pdf.pdf
Brunicardi F.C., et al. 2015. Schwartz’s Principle of Surgery Ninth Edition. USA: The
McGraw Hill Companies.

Light D., et al. 2013. Malignant Testicular Tumor Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/381007-overview#a22

Price S.A dan Wilson L. M. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purnomo, B. 2015. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Sachdeva, K., et al. 2014. Testicular Cancer, diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/279007-overview#a0199

Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Management of Adult Testicular Germ


Cell Tumours. SIGN Publication 2014; 124: 1-70.

Sjamsuhidajat R., dan Jong W.D. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Anonim. 2013. Karsinoma Testis Online http://www.scribd.com/doc/32055135/Ca-testis.
(akses : 10 Desember 2018)

Corwin, Elizabeth J. 2016. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Dochterman, Joanne McCloskey. 2014. Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth


Edition. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

NANDA Internasional 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2017.


Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol 2;
edisi 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai