Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CA TESTIS

DI RUANG 17 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Di susun oleh:

ELY WIJAYANTI
NIM: 201710300511040

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2020
LAPORANG PENDAHULUAN CA TESTIS

1. DEFINISI
CA testis/ tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah
zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di
dalam skrotum (kantung zakar). Tumor testis merupakan jenis tumor maligna yang paling
sering terjadi pada pria berusia 15-35 tahun (Brunicardi et al, 2015). Tumor ini ditandai
dengan massa padat asimtomatik tanpa nyeri pada testis. Menurut Sjamsuhidajat dan
Wim de Jong (2014): dalam artian umum, tumor adalah benjolan atau pembengkakan
abnormal dalam tubuh. Dalam artian khusus, tumor adalah benjolan yang disebabkan
oleh adanya neoplasma. Neoplasma adalah pertumbuhan sel-sel baru yang tidak terbatas,
tidak ada koordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Sel tumor
adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari
kendali pertumbuhan secara normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam
bentuk dan strukturnya. Tumor testis adalah tumor yang berasal dari sel germinal atau
jaringan stroma testis.
2. ETIOLOGI
Kebanyakan tumor testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang
pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal.
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yangditandai dengan
rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara (ginekomastia) dan
testis yang kecil.
4. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi masih
dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV.
Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan meningkat. 1%
dari semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker testis merupakan
kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia15-40 tahun. Kanker testis
dikelompokkan menjadi:
a. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria
berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
b. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi
subkategori:
1) Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30
tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-
paru dan hati.
2) Tumor yolk sac:sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.
3) Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan40% pada anak
laki-laki. - Koriokarsinoma.
4) Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, selsertoli dan sel
granu-losa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor
bisa menghasilkan hormonestradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala
kanker testis, yaitu ginekomastia.
3. MANIFESTASI KLINIS
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testi
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah – Ginekomastia).
4. Rasa tidak nyaman/ rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.

Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan sangat
bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien dapat mengeluh
rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam. Sakit pinggang (akibat
perluasan nodusretroperineal), nyeri pada abdomen, penurunan berat badan, dan
kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastasis. Pembesaran testis tanpa nyeri
adalah temuan diagnostik yang signifikan.

Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis mandiri.
Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup pameriksaan
mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi penting untuk deteksi
dini penyakit ini.

Gejala pada pasien diawali dengan pembesaran testis yang tidak nyeri. Teraba massa
di skrotum unilateral dan tidak nyeri. Asal massa skrotum harus segera ditentukan karena
kebanyakan massa yang tumbuh dalam atau berasal dari testis merupakan keganasan
sedangkan massa ekstratestikular biasanya jinak (Price dan Wilson, 2014). Massa
testikular juga sering menyebabkan bias yang disebabkan oleh epididimitis atau orkitis,
akan tetapi jika pemberian antibiotik tidak mengurangi massa, dianjurkan untuk
mengadakan USG. 20% dari kasus menunjukkan gejala awal pasien adalah nyeri pada
skrotum. Ginekomastia muncul pada 7% pasien dan lebih sering terjadi pada tumor testis
non-seminoma (Albers, 2014). Gejala tanda tanda lain seperti nyeri pinggang, dispnea
atau batuk, nyeri kepala, dan ginekomastia merupakan petunjuk adanya metastasis yang
luas (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2015). Nyeri pinggang terjadi pada 11% pasien (Albers,
2014).
Metastasis para aorta yang luas menyebabkan perut menjadi kembung, dengan atau
tanpa nyeri pinggang. Metastasis di paru kadang luas dan cepat sehingga terjadinya sesak
napas. Gonadotropin yang disekresi oleh sel tumor menyebabkan ginekomastia.
Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar β HCG di dalam sirkulasi
sistemik yang terdapat pada koriokarsinoma maupun tumor sel leydig. Tumor sel leydig
dapat mensekresi androgen atau estrogen yang menyebabkan timbulnya ginekomastia
pada anak laki-laki (Price dan Wilson, 2014). Kadang keadaan umum merosot cepat
dengan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat
keras, tidak nyeri saat palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transluminasi. Perlu
diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis, massa di abdomen,
benjolan kelenjar supraklavikuler, atau ginekomasti.
4. KLASIFIKASI
Terdapat dua kelompok besar tumor testicular yaitu: tumor selgerminal (GCT)
yang berasal dari sel-sel yang memproduksi sperma dan dibatasi oleh tubulus seminifurus
dengan jumlah 95% dan dua sexcord tumors yang berasal dari sel-sel penunjang testis
spesialis maupun yang nonspesialis dengan jumlah kurang dari 5%. GCT secara luasdi
bagi dalam subtipe seminoma dan nonseinoma untuk rencana pengobatan karena
seminoma lebih sensitif terhadap terpi radiasi. Seminoma adalah tipe GCT yang paling
sering 50%, cenderung untuk tumbuh lebih lambat dan timbul pada decade keempat
kehidupan.
Secara umum nonseminoma lebih agresif dari pada seminoma dan timbul lebih
sering ketika pria berusia tiga puluhan. Kira-kira 75% terbatas pada testis ketika pertama
kali didiagnosis, sedangkan sekitar75% nonseminoma telah menyebar kekelenjar limfe
ketika terdiagnosa. Terdapat empat subtipe nonseminoma: tertatoma yolk sac,
kariokarinoma, dan variasi campuran tipe-tipe ini. Teratoma memiliki risiko metastasis
yang paling rendah sedangkan koriokarsinoma mempunyai resiko yang paling tinggi, tipe
sel lain memiliki resikodiantaranya. Sel-sel ini menghasilkan alfa fetoprotein (AFP) dan
hCG yang ber fungsi sebagai penanda tumor.
5. PATOFISIOLOGI
Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
menunjang terjadinya kanker testis. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam
skrotum) walaupun telah dikoreksi dengan operasi. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan
kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya kadar hormon pria, kemandulan,
pembesaran payudara (ginekomastia) dan testis yang kecil). Perkembangan testis yang
abnormal. Testis desensus dan sindroma klinefelter ini dapat menyebabkan diferensiasi
dan proliferasi daritestis yang terganggu sehingga sel leydig yang ada didalam testis
tersebut tidak mampu untuk menghasilkan hormone testosterone dalam jumlah yang
cukup, dimana hormone testosterone ini berfungsi dalam proses diferensiasi dari vas
deferen dan vesika seminalis. FSH dan ICSH akan dilepaskan oleh kelenjar hipofisis
berfungsi dalam spermatogenesis. Karena ketidakseimbangan hormon ini kelenjar
hipofisis mengalami suatu mekanisme kompensasi untuk dapat memenuhi
ketidakseimbangan hormone FSH dan ICSH tersebut. Mekanisme kompensasi tersebut
menyebabkan ICSH tersebut meningkat dalam jumlah yang banyak untuk merangsang sel
leydig untuk terus mengahasilkan hormone testosterone. Akibat sel leydig tersebut terus
dipacu, sel leydig tersebut bertambah banyak dan tidak terkontrol yang dapat menjadi
kaganasan sehingga testis terus membesar.
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai
seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis,
funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika albugenia merupakan barrier
yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan
tunika albugenia oleh invasi tumor membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar
keluar testis. Kecuali kariokarsinoma, tumortestis menyebar melalui pembuluh limfe
menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian
menujuke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma menyebar
secara hematogen ke paru-paru (Anonim, 2013).
Pathway :

Kelainan
Kelainan kromosom/ Paparan bahan
Hereditar mutasi gen kimia

Adanya
benjolan
pada testis

Tumor testis

Tindakan Terputusnya
pembedahan kontinuitas
jaringan

Suhu
Gangguan Adanya luka Post Merangsang
ruangan
psikologi Op sensori

Luka Paparan Nyeri


Perubahan terbuka tubuh akut
status

Penurunan
Terpapar dengan suhu tubuh
Ansietas
mikroorganisme

Resiko
hipotermi
Resiko
infeksi
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan testis mandiri (PTM) harus dilakukan 1 kali setiap bulan.
Pemeriksaan ini tidak sulit juga tidak memerlukan waktu yang lama. Paling sesuai
dilakukan adalah setelah mandi hangat atau mandi pancur ketika skrotum dalam
keadaan lebih rileks. Langkah – langkah pemeriksaan :
1. Gunakan kedua tangan untuk meraba testis. Testis yang normal adalah
berkonsistensi lembut dan kerasnya merata.
2. Dengan jari telunjuk dan jari tengah di bawah testis dan ibu jari di atas, putar
testis dengan perlahan dalam bidang horizontal antara ibu jari dan jari – jari.
3. Rasakan terhadap adanya setiap bentuk benjolan kecil atau abnormalitas.
4. Ikuti prosedur yang sama dan palpasi ke arah atas sepanjang testis.
5. Temukan epididymis, struktur seperti tali pada bagian atas dan belakang testis
yang menyimpan dan mentranspor sperma.
6. Ulangi pemeriksaan untuk testis lainnya adalah normal untuk menemukan bahwa
testis yang satu lebih besar dari testis lainnya.
7. Jika anda menemukan adanya benjolan kecil, sebesar kacang, konsulkan dokter
anda. Kemungkinan hal tersebut adalah suatu infeksi atau pertumbuhan tumor.
(smeltzer ; 2015).
b. Pemeriksaan diagnostik
1. Transiluminasi untuk membedakan massa yang berisi cairandari massa solid
(tumor tidak menunjukkan transiluminasi).
2. USG skrotum untuk melihat testis dan menentukankeberadaan tumor.
3. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (α fetoprotein),HCG (human
chorionic gonadotrophin) dan LDH (lacticdehydrogenase). Hampir 85% kanker
non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau β-HCG.
4. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru- paru).
5. CT scan dada dan abdomen (untuk menentukan keluasan penyakit dalam paru-
paru dan retroperineum).
6. Biopsi jaringan
Human chorionic gonadotropin dan α-fetoprotein adalah penanda tumor
yang mungkin meningkat pada pasien kanker testis.(Penanda tumor adalah
substansi yang disintesis oleh sel-sel tumordan dilepaskan ke dalam sirkulasi
dalam jumlah yang abnormal).
7. Teknik imunositokimia yang terbaru dapat membantumengidentifikasi sel-sel
yang tampaknya menghasilkan penandaini. Kadar penanda tumor dalam darah
digunakan untukmendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon terhadap
pengobatan.
8. Urografi intravena untuk mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang
disebabkan oleh massa tumor.
9. Limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumorke sistem limfatik
7. PENATALAKSAAN
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkidektomi) dan pengangkatan kelenjar getah
bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energitinggi lainnya,
seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumornon-seminoma.Juga
digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma,terutama pada stadium awal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin danetoposid)
untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan
hidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi
telahmenyebabkankerusakan pada sumsum tulang penderita.

 Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkdiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut.
2. Stadium II diobati dengan orkidektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan
kemoterapi dengan sisplastin.
3. Stadium III diobati dengan orkidektomi dan kemoterapi multi-obat.
 Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkidektomi dan kemungkinan dilakukan
limfadenektomiperut.
2. Stadium II diobati dengan orkdiektomi dan limfadenektomi perut,kemungkinandiikuti
dengan kemoterapi.
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkidektomi.Jikakankernya merupakan
kekambuhan dari kanker testis sebelumnya,diberikankemoterapi beberapa obat
(ifosfamide, cisplastin dan etoposidatau vinblastin).
8. KOMPLIKASI
a. Infertilitas
b. Nyeri pinggang terus menerus
c. Sesak nafas
d. Nafas cepat
e. Nyeri tulang
f. Penurunan libido
g. Impotensi
h. Penurunan berat badan
9. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan. Perubahan pada pola
istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas,
berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan,
tingkat stress tinggi.
Sirkulasi Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah
Integritas ego Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan
cara mengatasi stress (misalnya merokok, minum alkohol,
menunda mencari pengobatan, keyakinan religious/spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya alopesia,
lesi cacat, pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak
mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control,
depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah
Eliminasi Gejala: Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses,
nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar
pada saat berkemih, hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
Makanan/cairan Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak,
adiktif, bahan pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan, kakeksia,
berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
Neurosensori Gejala: pusing; sinkope
Nyeri/kenyamanan Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (dihubungkan dengan
proses penyakit).
Pernapasan Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang
yang merokok)
Pemajanan asbes
Keamanan Gajala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.
Seksualitas Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan,
perubahan pada tingkat kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini.
Herpes genital.
Interaksi sosial Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah,
dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi
dengan kanker payudara.
Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga
ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada,
riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting
untuk mencari metastatik.
2) DIGNOSA KEPERAWATAN
1. Cemas/takut b.d kurang pengetahuan
2. Nyeri akut b.d proses penyakit
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipermetabolik
4. Resiko tinggi kerusakan mukosa mulut b.d efek samping kemoterapi dan
radiasi/radiotherapi.
5. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan sistem
imun (efek kemoterapi/ radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
3) INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Cemas/takut berhubungan dengan kurang pengetahuan
Tujuan Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Tentukan pengalaman klien 1. Data-data mengenai
1. Klien dapat sebelumnya terhadap penyakit yang pengalaman klien
mengurangi rasa dideritanya. sebelumnya akan
cemasnya 2. Berikan informasi tentang memberikan dasar
2. Rileks dan dapat prognosis secara akurat. untuk penyuluhan dan
melihat dirinya secara 3. Beri kesempatan pada klien untuk menghindari adanya
obyektif. mengekspresikan rasa marah, takut, duplikasi.
3. Menunjukkan koping konfrontasi. Beri informasi dengan 2. Pemberian informasi
yang efektif serta emosi wajar dan ekspresi yang dapat membantu klien
mampu berpartisipasi sesuai. dalam memahami
dalam pengobatan. 4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan proses penyakitnya.
efek samping. Bantu klien 3. Dapat menurunkan
mempersiapkan diri dalam kecemasan klien.
pengobatan. 4. Membantu klien dalam
5. Catat koping yang tidak efektif memahami kebutuhan
seperti kurang interaksi sosial, untuk pengobatan dan
ketidak berdayaan. efek sampingnya.
6. Anjurkan untuk mengembangkan 5. Mengetahui dan
interaksi dengan support system. menggali pola koping
7. Berikan lingkungan yang tenang klien serta
dan nyaman. mengatasinya/memberi
8. Pertahankan kontak dengan klien, kan solusi dalam upaya
bicara dan sentuhlah dengan wajar. meningkatkan kekuatan
dalam mengatasi
kecemasan.
6. Agar klien memperoleh
dukungan dari orang
yang terdekat/keluarga.
7. Memberikan
kesempatan pada klien
untuk
berpikir/merenung/istir
ahat.
8. Klien mendapatkan
kepercayaan diri dan
keyakinan bahwa dia
benar-benar di tolong.

b. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan


syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping terapi kanker.
Tujuan Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, 1. Memberikan
1. Klien mampu durasi dan intensitas informasi yang diperlukan
mengontrol rasa nyeri 2. Evaluasi therapi: pembedahan, untuk merencanakan
melalui aktivitas. radiasi, khemotherapi, biotherapi, asuhan.
2. Melaporkan nyeri ajarkan klien dan keluarga tentang 2. Untuk mengetahui
yang dialaminya cara menghadapinya terapi yang dilakukan
3. Mengikuti program 3. Berikan pengalihan seperti sesuai atau tidak, atau
pengobatan. reposisi dan aktivitas menyenangkan malah menyebabkan
4. Mendemontrasikan seperti mendengarkan musik atau komplikasi.
tehnik relaksasi dan nonton TV 3. Untuk meningkatkan
pengalihan rasa nyeri 4. Menganjurkan tehnik kenyamanan dengan
melalui aktivitas yang penanganan stress (tehnik relaksasi, mengalihkan perhatian
mungkin. visualisasi, bimbingan), gembira, dan klien dari rasa nyeri.
berikan sentuhan therapeutik. 4. Meningkatkan
5. Evaluasi nyeri, berikan kontrol diri atas efek
pengobatan bila perlu. samping dengan
menurunkan stress dan
Kolaboratif: ansietas.
6. Disusikan penanganan nyeri 5. Untuk mengetahui
dengan dokter dan juga dengan klien. efektifitas penanganan
7. Berikan analgetik sesuai indikasi nyeri, tingkat nyeri dan
seperti morfin, methadone, narcotik dll sampai sejauhmana klien
mampu menahannya serta
untuk mengetahui
kebutuhan klien akan
obat-obatan anti nyeri.
6. Agar terapi yang
diberikan tepat sasaran.
7. Untuk mengatasi
nyeri.
c. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi,
radiasi, pembedahan (anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea),
emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol nyeri.
Tujuan Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Monitor intake makanan setiap 1. Memberikan
1. Klien menunjukkan hari, apakah klien makan sesuai informasi tentang status
berat badan yang stabil, dengan kebutuhannya. gizi klien.
hasil lab normal dan 2. Timbang dan ukur berat badan, 2. Memberikan
tidak ada tanda ukuran triceps serta amati penurunan informasi tentang
malnutrisi berat badan. penambahan dan
2. Menyatakan 3. Kaji pucat, penyembuhan luka penurunan berat badan
pengertiannya terhadap yang lambat dan pembesaran kelenjar klien.
perlunya intake yang parotis. 3. Menunjukkan
adekuat 4. Anjurkan klien untuk keadaan gizi klien sangat
3. Berpartisipasi mengkonsumsi makanan tinggi kalori buruk.
dalam penatalaksanaan dengan intake cairan yang adekuat. 4. Kalori merupakan
diet yang berhubungan Anjurkan pula makanan kecil untuk sumber energi.
dengan penyakitnya klien. 5. Mencegah mual
5. Kontrol faktor lingkungan muntah, distensi
seperti bau busuk atau bising. berlebihan, dispepsia yang
Hindarkan makanan yang terlalu menyebabkan penurunan
manis, berlemak dan pedas. nafsu makan serta
6. Ciptakan suasana makan yang mengurangi stimulus
menyenangkan misalnya makan berbahaya yang dapat
bersama teman atau keluarga. meningkatkan ansietas.
7. Anjurkan tehnik relaksasi, 6. Agar klien merasa
visualisasi, latihan moderate sebelum seperti berada dirumah
makan. sendiri.
8. Anjurkan komunikasi terbuka 7. Untuk menimbulkan
tentang problem anoreksia yang perasaan ingin
dialami klien. makan/membangkitkan
Kolaboratif: selera makan.
9. Amati studi laboraturium seperti 8. Agar dapat diatasi
total limposit, serum transferin dan secara bersama-sama
albumin (dengan ahli gizi, perawat
10. Berikan pengobatan sesuai dan klien).
indikasiPhenotiazine, 9. Untuk
antidopaminergik, corticosteroids, mengetahui/menegakkan
vitamin khususnya A, D, E dan B6, terjadinya gangguan
antacida nutrisi sebagi akibat
11. Pasang pipa nasogastrik untuk perjalanan penyakit,
memberikan makanan secara enteral, pengobatan dan perawatan
imbangi dengan infus. terhadap klien.
10. Membantu
menghilangkan gejala
penyakit, efek samping,
meningkatkan status
kesehatan klien.
11. Mempermudah intake
makanan/minuman
dengan hasil yang
maksimal dan sesuai
kebutuhan.

d. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek


samping kemoterapi dan radiasi/radiotherapi.
Tujuan Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Kaji kesehatan gigi dan mulut 1. Mengkaji
1. Membran mukosa pada saat pertemuan dengan klien dan perkembangan proses
tidak menunjukkan secara periodik. penyembuhan dan tanda-
kerusakan, terbebas dari 2. Kaji rongga mulut setiap hari, tanda infeksi memberikan
inflamasi dan ulcerasi amati perubahan mukosa membran. informasi penting untuk
2. Klien Amati tanda terbakar di mulut, mengembangkan rencana
mengungkapkan faktor perubahan suara, rasa kecap, keperawatan.
penyebab secara verbal. kekentalan ludah. 2. Masalah dengan
3. Klien mampu 3. Diskusikan dengan klien tentang kesehatan mulut dapat
mendemontrasikan tehnik metode pemeliharan oral hygiene. mempengaruhi
mempertahankan/menjaga 4. Intruksikan perubahan pola diet pemasukan makanan dan
kebersihan rongga mulut. misalnya hindari makanan panas, minuman.
pedas, asam, makanan keras. 3. Mencari alternatif
5. Amati dan jelaskan pada klien lain mengenai
tentang tanda superinfeksi oral. pemeliharaan mulut dan
gigi.
Kolaboratif: 4. Mencegah rasa tidak
6. Konsultasi dengan dokter gigi nyaman dan iritasi lanjut
sebelum kemotherapi pada membran mukosa.
7. Berikan obat sesuai indikasi, 5. Agar klien
analgetik, topikal lidocaine, mengetahui dan segera
antimikrobial mouthwash preparation. memberitahu bila ada
8. Kultur lesi oral. tanda-tanda tersebut.
6. Meningkatkan
kebersihan dan kesehatan
gigi dan gusi.
7. Tindakan/terapi
yang dapat
menghilangkan nyeri,
menangani infeksi dalam
rongga mulut/infeksi
sistemik.
8. Untuk mengetahui
jenis kuman sehingga
dapat diberikan terapi
antibiotik yang tepat.

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh


sekunder dan sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur
invasif.
Tujuan Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Cuci tangan sebelum dan 1. Mencegah terjadinya
1. Klien mampu sesudah melakukan tindakan. Batasi infeksi silang.
mengidentifikasi dan pengunjung. 2. Menurunkan/mengurangi
berpartisipasi dalam 2. Jaga personal hygine klien adanya organisme hidup.
tindakan pencegahan dengan baik. 3. Peningkatan suhu
infeksi. 3. Monitor temperatur. merupakan tanda terjadinya
2. Tidak 4. Kaji semua sistem untuk infeksi.
menunjukkan tanda- melihat tanda-tanda infeksi. 4. Mencegah/mengurangi
tanda infeksi dan 5. Hindarkan/batasi prosedur terjadinya resiko infeksi.
penyembuhan luka invasif dan jaga aseptik prosedur. 5. Mencegah terjadinya
berlangsung normal. infeksi.
Kolaboratif: 6. Segera dapat diketahui
6. Monitor CBC, WBC, apabila terjadi infeksi.
granulosit, platelets. 7. Adanya indikasi yang
7. Berikan antibiotik bila jelas sehingga antibiotik yang
diindikasikan. diberikan dapat mengatasi
organisme penyebab infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi F.C., et al. 2015. Schwartz’s Principle of Surgery Ninth Edition. USA:The McGraw
Hill Companies.

Price S.A dan Wilson L. M. 2016. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses PenyakitEd. 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Purnomo, B. 2015. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Management of AdultTesticular Germ Cell


Tumours. SIGN Publication 2014; 124: 1-70.

Sjamsuhidajat R., dan Jong W.D. 2014. Buku Ajar Ilmu BedahEd. 2. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2016. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Dochterman, Joanne McCloskey. 2014. Nursing Interventions Classification(NIC) Fourth


Edition.

St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier NANDA Internasional 2017. Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi2012-2017.Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson. 2014. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakitvol 2; edisi 6.
Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &Suddarth.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai