Anda di halaman 1dari 8

Latar Belakang

Tumor adalah sekumpulan sel (massa) abnormal dari jaringan yang terjadi ketika sel-sel
membelah lebih dari yang seharusnya atau tidak mati ketika mereka seharusnya mati,
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinir dengan pertumbuhan jaringan normal, dan
tidak berguna bagi tubuh.
Tumor juga dikenal dengan istilah neoplasma berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua yaitu
tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak dengan nama lain benigna bersifat ekspansif,
sedangkan tumor ganas yang sering disebut kanker atau karsinoma terjadi secara infiltratif dan
destruktif (Prince dan Wilson, 2006; Sjamsjulhidayat dan De Jong, 2005).
Neoplasma berperilaku seperti parasit dan bersaing dengan sel dan jaringan normal untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya. Tumor mungkin tumbuh subur pada pasien yang kurus
kering. Sampai tahap tertentu, neoplasma memiliki otonomi dan sedikit banyak terus membesar
tanpa bergantung pada lingkugan lokal dan status gizi pejamu. Namun, otonomi tersebut tidak
sempurna. Beberapa neoplasma membutuhkan dukungan endokrin, dan ketergantungan
semacam ini kadang-kadang dapat dieksploitasi untuk merugikan neoplasma tersebut. Semua
neoplasma bergantung pada pejamu untuk memenuhi kebutuhan gizi dan aliran darah.
Sifat tumor yaitu tumbuh aktif, kemudian otonom, menjadi parasit dan tidak berguna (bagi
tubuh).
Tumor testis merupakan penyakit ganas terbanyak pada pria berusia diantara 15-50 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia
harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang
lalu,karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan petanda tumor, diketemukan regimenkemo
terapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari
50% menjadi 5%.
Dari semua tumor ganas pada laki-laki 1-2% terlokalisasi di dalam testis. Kira-kira 90% dari
semua tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat dijumpai tumor sel
Sertoli-Leydig dan limfoma maligna. Insidensi tumor sel embrional maligna di Nederland
adalah kira-kira 4 per 100.000 laki-laki tiap tahun. Ini berarti bahwa tiap tahun kira-kira 300
penderita baru didiagnosis dengan kelainan ganas ini. Tumor-tumor sel embrional maligna testis
merupakan tumor ganas yang paling sering terdapat pada laki-laki usia 20-40 tahun
meskipun pada penderita kurang dari 5 tahun dan lebih dari 70 tahun juga dapat dijumpai tumor
testis.
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat
kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis, trauma
testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormone.

Anatomi Testis
Testis merupakan organ reproduksi pria yang berperan dalam menghasilkan sperma. Testis
terdiri dari 900 lilitan tubulus seminiferus yang didalamnya terdapat epitel berfungsi sebagai
tempat pembentukan sperma. Dari tubulus seminiferus, sperma kemudian dialirkan ke dalam
epididimis. Saluran epididimis bermuara ke dalam vas deferens yang mengalami pembesaran
pada bagian ujungnya sebelum memasuki korpus kelenjar prostat. Pembesaran ini disebut
ampula vas deferens (Guyton dan Hall, 2007).
Ujung saluran dari vesikula seminalis yang terletak di samping dari kelenjar prostat bergabung
dengan ampula vas deferens membentuk duktus ejakulatorius. Duktus prostatikus juga bermuara
pada duktus ejakulatorius, yang kemudian lanjut bersambung dengan uretra pars prostatika.
Uretra merupakan ujung yang menghubungkan testis dengan dunia luar. Pada saluran uretra
terdapat mukus yang berperan sebagai lubrikator yang dihasilkan oleh kelenjar burbouretralis
(kelenjar Cowper). Kelenjar Cowper berada tepat di bawah kelenjar prostat (Guyton dan Hall,
2007).

TUMOR TESTIS
Definisi
Tumor testis yaitu suatu pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis yang bisa menyebabkan
testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum. Sebagian besar (±95%)
tumor testis primer berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Tumor germinal testis
terdiri atas seminoma dan non seminoma.
Epidemiologi
Insiden kanker testis di eropa meningkat, dengan dua kali lipat setiap 20 tahun. Insiden saat ini
adalah 63/100000/tahun dengan tingkat tertinggi di negara-negara eropa utara
(68/100000/tahun). Angka kematian sangat rendah (3,8 cases/100000/tahun). Tumor testis, 40%
adalah seminoma dan 60% non-seminoma. Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada
pria yang berusia diantara 15 - 35 tahun, dan merupakan 1-2% semua neoplasma pada pria.
Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan hidup pasien yang mendapatkan terapi jika
dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana diagnosis lebih baik, diketemukan
penanda tumor, diketemukan regimen kemoterapi dan radiasi, serta teknik pembedahan yang
lebih baik. Angka mortalitas munurun dari 50% (1970) menjadi 5% (1997).
Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang erat
kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain: (1) maldesensus testis, (2)
trauma testis, (3) atrofi atau infeksi testis, dan (4) pengaruh hormon. Penderita kriptorkismus
atau bekas kriptorkismus mempunyai risiko lebih tinggi untuk tumor testis ganas. Walaupun
pembedahan usia muda mengurangi insidens tumor testis sedikit, resiko tumor tetap tinggi.
Rupanya kriptokismus merupakan suatu ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan
transformasi ganas. Dikatakan bahwa 7- 10% pasien karsinoma testis, menderita kriptorkismus.
Proses tumorigenesis pasien maldesensus 48 kali lebih banyak daripada testis normal. Meskipun
sudah dilakukan orkidopeksi, resiko timbulnya degenasi maligna masih tetap ada. Penggunaan
hormone dietilstilbestrol, yang terkenal sebagai DES, oleh ibu pada kehamilan dini
meningkatkan risiko tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda, yang berarti
karsinoma untuk janin lelaki.
Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhirnya mengenai seluruh parenkim
testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus, atau
bahkan ke kulit skrotum. Tunika albuginea merupakan barier yang sangat kuat bagi penjalaran
tumor testis ke organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albuginea oleh invasi tumor
membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis. Kecuali korio karsinoma, tumor
testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta)
sebagai stasiun pertama, kemudian menuju ke kelenjar limfe mediastinal dan supraklavikula
(Gambar 11-9), sedangkan korio karsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan
otak.

Faktor resiko
1. Testis undesensus ( testis yang tidak turun ke dalam skrotum ) atau kriptokismus.
2. Trauma testis.
3. Infeksi testis
4. Pengaruh hormonal.
5. Atrofi testis.
6. Terpapar dengan bahan kimia dan polutan.
7. Pemaparan dietilstilbesterol (DES).
8. Sindroma Klinefelter.
9. Riwayat kanker testis dalam keluarga.
Klasifikasi
Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal sedangkan sisanya berasal
dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma. Seminoma
berbeda sifat-sifatnya dengan non seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap
radioterapi, dan prognosis tumor.
Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non germinal diantaranya adalah tumor sel
Leydig, sel sertoli, dan gonadoblastoma. Pembagian tumor testis dapat dilihat pada gambar 11-
7. Selain berada di dalam testis, tumor sel germinal juga bisa berada di luar testis sebagai
extragonadal germ cell tumor antara lain dapat berada di mediastinum, retroperitoneum, daerah
sakrokoksigeus, dan glandula pineal.

Stadium tumor
Berdasarkan sistem klasifikasi TNM (Tumor, Node, dan Metastasis), penentuan T dilakukan
setelah orkidektomi berdasarkan atas pemeriksaan histopatologik seperti pada gambar 11-8.
Beberapa cara penetuan stadium klinis yang lebih sederhana dikemukakan oleh Boden dan
Gibb, yaitu stadium A atau I untuk tumor testis yang masih terbatas pada testis, stadium B atau
II untuk tumor yang telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta) dan stadium
C atau III untuk tumor yang telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah
mengadakan metastasis supradiafragma. Stadium II dibedakan menjadi stadium IIA untuk
pembesaran limfonudi para aorta yang belum teraba, dan stadium IIB untuk pembesaran
limfonudi yang telah teraba (>10 cm).
Gambaran Klinis
Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis tanpa disertai rasa nyeri, sedangkan bila
terjadi perdarahan akut dalam tumor mungkin disertai rasa nyeri. Namun 30% mengeluh nyeri
dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut pada skrotum. Tidak
jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%) karena
pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher, dan 5% pasien mengeluh adanya
ginekomastia. Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada
palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada
funikulus atau epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan
kelenjar supraklavikuler, ataupun ginekomasti yang menunjukkan metastasis yang luas.
Metastasis para aorta sering luas dan besar sekali, menyebabkan perut menjadi kembung dan
besar sekali, kadang tanpa nyeri pinggang. Metastasis di paru kadang tertabur luas dan cepat
menjadi besar, menyebabkan sesak napas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor
dapat menyebabkan ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar β
HCG di dalam sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma. Kadang keadaan
umum merosot cepat dengan penurunan berat badan.
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi setiap benjolan didalam skrotum yang berhubungan dengan testis,
seperti hidrokel,epididymitis, orkitis, infark testis, atau cedera. Tansiluminasi, ultrasonografi,
dan pemeriksaan endapan urin sangat berguna untuk membedakan tumor dari kelainan lain.
Kanan tumor testis disertai hidrokel oleh sebab itu, ultrasonografi sangat berguna. Pemeriksaan
petanda tumor sangat berguna, yaitu beta human chrionic gonadotropin (beta HCG), alfa
fetoprotein (AFP) dan laktat dehydrogenase (LDH), foto paru dibuat untuk diagnosis metastasis
paru.
Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan testis yang
tidak menyurut dan tidak hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus
dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari testis yang didekati melalui sayatan inguinal.
Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk
mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Sekali-kali tidak boleh diadakan biopsi
langsung melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan
implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas, dilakukan orkidektomi
yang disusul dengan pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan, dan
luasnya penyebaran. Untuk menentukan luas penyebaran limfogen biasanya dilakukan diseksi
kelenjar limfe retroperitoneum secara transabdomen, suatu operasi yang menuntut pengalaman
khusus.
Penanda tumor
Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan, dan sebagai indikator prognosis
tumor testis. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah:
1. αFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional,
teratokarsinoma, atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan
seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.
2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal
diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien
koriokarsinoma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma
murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
Pencitraan
Pemeriksa ulltrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra atau
ekstratestikuler dan massa padat atau kistik. Namun ultrasonografi tidak dapat mempelihatkan
tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis.
Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci
sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan
berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya
pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.
Penatalaksanaan
Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.
Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus
spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak
diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran
(gambar 11-9). Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non
seminoma. Seminoma merupakan tumor ganas yang cukup sensitif terhadap penyinaran dan
kemoterapi. Pemilihan terapi didasarkan derajat penyebaran setelah orkidektomi dan
pemeriksaan lengkap, termasuk keterangan histologik kelenjar limfe retroperitoneum (lihat
Tabel 40.31).
Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio paraaorta dan
regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan stadium IIC mendapat
kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan kemoterapi. Kepada
penderita stadium III diberikan skema kemoterapi dengan skema yang berlaku untuk penderita
nonseminoma. Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran dilakukan
lengkap, prognosis baik sekali.
Penderita tumor nonseminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan setelah
pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan kemoterapi dua
seri. Pada stadium IIB biasanya diberikan tiga seri kemoterapi BEP (Bleomycin, etoposide, dan
cisplatin) atau empat seri kemoterapi. Pada non seminoma yang belum melewat stadium III
dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lymphnode disection
(RPLND). Tindakan diseksi kelenjar pada pembesaran aorta yang sangat besar didahului
dengan pemberian sitostatika terlebih dahulu dengan harapan akan terjadi downstaging dan
ukuran tumor akan mengecil.. Penderita stadium IIC dan III diberikan kemoterapi yang terdiri
atas kombinasi regimen PVB (Sisplatinum, Vinblastin, dan Bleomisin). Bila respons tidak
sempurna, diberikan seri tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa
jaringan di regio retroperitoneum, dilakukan laparotomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita
ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur merupakan
jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi prognosis umumnya
memuaskan, kecuali bila terjadi banyak metastasis ke paru-paru atau bila terdapat kekambuhan
disertai tingginya kader marker tumor. Dianjurkan pemeriksaan lanjutan secara berkala.
Prognosis
Saat ini tumor testis mempunyai prognosis terbaik diantara tumor tumor ganas urologi. Secara
umum, harapan hidup (30 bulan) pada penderita tumor seminoma mencapai 92% dan 79%
sampai 91% untuk penderita dengan tumor non – seminoma.
Bila penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran dilakukan lengkap,
prognosis baik sekali dan dianjurkan untuk pemeriksaan lanjutan berkala. Pasien seminoma
stadium I setelah orkidektomi radikal dan radioterapi kelenjar limfe regional memiliki survival
5 tahun sebesar 95-100%, pasien stadium II sekitar 80%. Setelah kemoterapi PVB (sisplatin,
vinblastin, dan bleomisin), angka survival meningkat, meskipun stadium lanjut namun survival
jangka panjang masih dapat mencapai 90%. NSCGT (non seminoma germ cell tumor) secara
keseluruhan memiliki prognosis lebih buruk daripada seminoma. Pasien NSGCT stadium I
pasca orkidektomi murni memiliki rekurensi sebesar 30%. Oleh karena itu pasien pasca terapi
tumor testis harus diperiksa ulang reguler seumur hidup. Periksa ulang mencakup pemeriksaan
fisik (terutama pemeriksaan kelenjar limfe superfisial dan testis kontralateral), petanda tumor
serum (AFP, beta- hCG, dan LDH), ronsen toraks dan USG atau CT abdomen. Karena sebagian
rekurensi terjadi dalam 2 tahun pasca terapi, maka periksa ulang harus dilakukan tiap 1-2 bulan
sekali, setelah 2 tahun diperiksa ulang tiap 3-6 bulan sekali.

Kesimpulan
Tumor testis adalah penyakit yang hanya terdapat pada pria. Penyakit ini merupakan penyakit
ganas pada pria berusia sekitar 15-50 tahun . Tumor testis itu sendiri merupakan suatu
pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis yang bisa menyebabkan testis membesar atau
menyebabkan adanya benjolan tidak terkendali pertumbuhannya di dalam skrotum. Sifat tumor
ini yaitu tumbuh aktif, kemudian otonom, menjadi parasit dan tidak berguna (bagi tubuh).

Anda mungkin juga menyukai