PENDAHULUAN
testis tersebut. Sangat penting bagi anak apabila masa tersebut diketahui pada
stadium awal, sehingga dapat dilakukan tindakan dengan secepat mungkin.
Beberapa anak dapat terjadi gangguan fertilitas setelah dilakukan kemoterapi
dan radiasi. (Baskin LS, et all 2013)
Dengan kita dapat mengetahui gejala dan tanda dari tumor testis secara
dini, maka kita dapat mencegah tumor tersebut agar tidak berkembang ke
stadium lanjut. Maka dari itu, kita harus mengetahui bagaimana faktor resiko,
diagnosis, pengobatan serta bagaimana prognosis dari tumor testis tersebut.
1.2 Tujuan
1) Mengetahui apa saja yang menjadi faktor resiko tumor testis
2) Mengetahui gejala klinis dan cara mendiagnosis tumor testis
3) Mengetahui penanganan dan prognosis dari tumor testis
1.3 Manfaat
1) Dapat mendiagnosis secara dini tumor testis
2) Dapat menjelaskan pada pasien penanganan selanjutnya dan prognosisnya
serta merujuk kepada dokter spesialis yang lebih ahli
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tumor testis sel germinal lebih banyak terjadi pada penduduk asli Asia
dan Kepulauan Pasifik dengan insiden 1,4 lebih besar dari yang lain baik pada
anak berkulit putih atau berkulit hitam. Tidak ada perbedaan insiden pada anak
berkulit putih dan hitam pada usia 0-14 tahun (Walsh et al, 2010). Pada kasus
tumor testis pada anak, sekitar 38% kasus merupakan tumor jinak. Metastasis
terjadi pada < 15% kasus, dimana rinciannya adalah 28% metastasis secara
limfogen, 40% bermetastasis secara hematogen, dan 20% merupakan
keduannya (Williams dan Welser, 2014).
Gambar 2.2.1 Insiden Tumor Testis Menurut Usia (Williams dan Welser, 2014).
Gambar 2.2.2 Insiden tipe patologi tumor testis prepubertal (Pohl dkk, 2014)
2.3 Etiologi
2.3.1 Undesendensus Testis
Satu dari faktor resiko dari tumor testis adalah kondisi yang disebut
cryptorchidism atau undesendensus testis. Kondisi tersebut adalah satu atau
kedua testis gagal berpindah dari abdomen ke skrotum sebelum kelahiran. Laki-
laki dengan cryptorchidism lebih beresiko terjadi tumor testis dibandingkan pada
laki-laki dengan turunnya testis secara normal.
Normalnya, testis berkembang didalam abdomen saat fetus dan turun ke
skrotum pada saat kelahiran. Namun pada 3% laki-laki, testis tidak turun ke
scrotum pada saat kelahiran. Terkadang, testis menetap diabdomen, pada kasus
yang berbeda testis tetap turun namun berada pada lipatan paha. (ACS,2015)
2.3.2 Riwayat keluarga
Beberapa literatur menyebutkan bahwa laki-laki yang terinfeksi HIV, dapat
meningkatkan resiko terjadinya tumor testis. Tidak ada infeksi lainnya yang
terbukti meningkatkan resiko terjadinya tumor testis. (ACS,2015)
2.3.3 Riwayat menderita kanker testis sebelumnya
Seseorang dengan riwayat kanker testis sebelumnya maerupakan faktor
resiko lainnya terjadi tumor testis. Pada 3-4% pria yang menderita kanker pada
salah satu testisnya, kanker dapat berkembang pada ke testis lainnya.
(ACS,2015)
2.3.4 Usia
Usia terbanyak terdapat pada usia antara 15-35 tahun, tapi kanker dapat
menyerang semua usia, baik pada anak-anak dan orang tua. (ACS,2015)
2.3.5 Ras dan Etnik
Alasan
perbedaan
tersebut
tidak
diketahui.
Namun
resiko
berkembangnya tumor lebih sering pada orang yang tinggal di Amerika dan
Eropa dibandingkan dengan Afrika dan Asia. (ACS,2015)
2.4 Klasifikasi Tumor Testis
Sebagian besar ( 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal,
sedangkan isinya berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas
seminoma dan non seminoma. Seminoma berbeda sifatnya dengan nonseminoma, antara lain sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi dan
prognosis tumor. Tumor yang bukan berasal dari sel-sel germinal atau non
germinal diantaranya adalah tumor sel leydig, sel sertoli, dan gonadoblastoma.
Selain berada di dalam testis, tumor sel germinal juga bisa berada di luar testis
sebagai extragonadal germ cell tumor antara lain dapat berada di mediastinum,
retroperitoneum, daerah sakrokoksigeus, dan glandula pineal (Purnomo, 2011).
Pembagian tumor testis dapat dilihat pada diagram 2.4.1 dan tabel 2.4.1
Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang
heterogen. Dari berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi
Sel Germinal
Stromal Gonadal
Para-Testicular
Kista Epidermoid
Sel Leydig
Sel Juvenile Granulosa
Lipoma
Leiomyoma
GANAS
Yolk Sac
Sel Sertoli
Rhabdomyosarcoma
P
A
K
N
T
G
S
L
r
p
n
l
a
u
o
i
e
o
e
u
i
e
a
r
n
k
m
u
r
m
m
i
r
p
s
o
a
u
f
k
i
a
o
e
m
l
S
G
r
d
n
o
i
a
k
n
t
r
e
o
d
m
T
t
m
o
r
s
b
e
a
a
o
t
i
m
e
l
r
k
m
y
s
n
l
a
i
t
i
k
a
o
s
n
f
i
m
r
a
l
s
t
s
a
l
e
o
i
s
k
k
y
r
m
l
i
d
a
t
n
s
e
i
o
r
m
o
g
l
a
b
m
c
i
t
r
i
a
i
f
o
n
a
l
dikenal
dengan
baik,
dan
jika
diferensiasinya
tidak
seluruhnya
A(I)
TNM
T
Tis
T1
T2
T3
T4
B(II)
B1
B2
B3
N
N1
N2
N3
KETERANGAN
Terbatas testis
Intratubuler
Testis dan rete testis
Menembus tunika albuginea/epididimis
Funikulus spermatikus
Skrotum
Penyebaran ke kelenjar limfe regional
(retroperitoneal)
Tunggal
Tunggal
2 cm
2 cm 5 cm
> 5 cm
> 10 cm
Penyebaran di atas kelenjar retroperitoneal /
metastasis hematogen
2.6 Diagnosis
Dasar diagnosis tumor testis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan serangkaian pemeriksaan penunjang yang terdiri dari
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan histologi
sebagai berikut (Purnomo, 2011):
2.6.1 Manifestasi klinis
Gambaran khas tumor testis ialah adanya benjolan di dalam skrotum
yang tidak nyeri. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, perut kembung,
sesak nafas, batuk, dan ginekomastia menunjukkan adanya metastatis yang
luas. Metastatis pada kelenjar paraaorta sering menyebabkan perut menjadi
kembung dan pasien mengeluh adanya massa di perut bagian atas. Metastatis di
paru dapat menyebar dengan cepat sehingga menimbulkan sesak nafas dan
juga batuk. Sedangkan ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar
bHCG di dalam sirkulasi sistematik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.
Tidak jarang penurunan berat badan secara drastis dapat terjadi pada pasien
dengan tumor testis.
2.6.2
Pemeriksaan fisik
7%
Non Seminoma
Non Chorio Ca
Chorio Ca
40-70%
25-60%
100%
Pemeriksa
an
Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakan dengan jelas lesi
intratestikuler atau ekstratestikuler pada massa padat atau kistik. Namun
ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat
digunakan untuk menentukan staging tumor testis. Berbeda halnya dengan
ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci sehingga
dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT Scan
berguna untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum.
Namun, pemeriksaan CT tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada
kelenjar limfe retroperitoneal.
C. Pemeriksaan Histologi
Setiap benjolan pada testis yang tidak hilang atau mengecil setelah
pengobatan yang adekuat dalam waktu dua minggu harus dicurigai dan
dilakukan pemeriksaan biopsi. Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah
funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk mencegah penyebaran limfogen atau
hematogen. Melakukan biopsi langsung melalui kulit skrotum berbahaya karena
dapat menyebabkan pencemaran luka bedah dengan sel tumor melalui
implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal. Bila hasil biopsi menunjukkan
sel-sel ganas, dilakukan orkiektomi yang diikuti dengan pemeriksaan luas untuk
menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran. Untuk
menentukan luas penyebaran limfogen biasanya dilakukan diseksi kelenjar limfe
retroperitoneal
secara
trans
abdomen.
Diagnosis
ditentukan
dengan
dilakukan
dengan
pengangkatan
testis
(orkiektomi).
diobati
dengan
orkiektomi
dan
kemungkinan
dilakukan
limfadenektomi
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi, kemungkinan
diikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
2.8 Prognosis
Prognosis pasien dengan tumor testis yang jinak sangat baik yaitu sekitar
99%. Bahkan pasien tumor yolk-sac dengan metastasis, memiliki angka harapan
hidup sekitar 90% dengan kemoterapi. Anak-anak yang berusia kurang dari 10
tahun memiliki angka harapan hidup sekitar 95%. Sementara anak-anak yang
berusia diatas 10 tahun terutama yang memiliki rhabdomyosarcoma memiliki
prognosis yang lebih buruk dan resiko mengenai limfo nodus retroperitoneal
yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diseksi limfo nodus retroperitonel
direkomendasikan. Pasien dengan rhabdomyosarcoma memiliki angka harapan
hidup lebih dari 70% ketika ditangani dengan terapi multimodal. Indikator dari
prognosis yang buruk meliputi histologi alveolar, usia di atas 7 tahun, metastasis
pada retroperitoneal yang tidak direseksi, dan metastasis jauh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumor merupakan sel neoplastik yang otonom dalam arti tumbuh dengan
kecepatan yang tidak terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang
sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostasis sebagian besar sel
tubuh lainnya. Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang
berusia antara 15-35 tahun dan sekitar 1-2% dari semua neoplasma pada pria.
Sementara pada anak-anak, sebagian besar tumor testis terjadi pada usia
dibawah 2 tahun. Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma
testis. Lebih dari 90% tumor testis primer berasal dari sel germinal. Saat ini jenis
tumor testis yang paling sering terjadi pada anak adalah teratoma.
Diagnosis tumor testis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium (alfafeto
protein dan HCG), pemeriksaan radiologi (USG, MRI, dan CT scan), dan
pemeriksaan histologi (biopsy). Manajemen tumor testis yang utama adalah
pengambilan jaringan testis atau orchiectomy, kemoterapi, dan radiasi. Prognosis
tumor testis dapat ditentukan oleh jenis tumor (jinak atau ganas), usia, dan ada
tidaknya metastasis.
3.2 Saran
Dibutuhkan penegakan diagnosis yang tepat dan cepat sehingga
penanganan tumor testis dapat segera dilakukan dan prognosisnya menjadi lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2015. Testicular Cancer.
Baskin LS, Copp H, Disandro M, Arnhym A, Champeau A, Kennedy C. 2013.
Testicular Tumors. UCSF Pediatric Urology.
Jemal A, Sieger R, Xu J, and Ward E. 2010. Cancer Statistic. J Clin: Ca Cancer.
60: pp.277-300.
Kumar, Vinay. 2015. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Neoplasia.
Elsevier. Chapter 7.
Pohl, Hans G; Shukla, Aseem R; Metcalf, Peter D; Cilento, Bartley G; Hetik, Alan
B; Bagil, Darius J; Huff, Dale S; dan Rushton, H Gil. 2004. Prepubertal
Testis Tumors: Actual Prevalence Rate of Histological Types. Journal of
Urology. USA: American Urological Association. Vol 172, 2370-2372.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung
Seto. 15: 270-5.
Thedore, Schrock R. 2004. Handbook of Surgery, Urologi, Edisi 7, Jakarta: EGC,
Hlm 324-341.
Velde, Van de C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J. 2000. Onkologi, Tumor Testis,
Edisi Revisi, Panitia Kanker RSUP Sardjito Yogyakarta, Alih Bahasa :
Arjono, 556-563.
Walsh TJ, Davies BJ, Croughan MS, Carroll PR, Turek PJ. 2008. Racial
differences among boys with testicular germ cell tumors in the United
States. J Urol. May. 179(5):1961-5.
Williams, Mark A dan Welser, Joe. 2014. Pediatric Testicular Tumor. Presentasi
Ilmiah. Toronto, Canada.