Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker testis meskipun kasus yang relatif jarang, merupakan
keganasan tersering pada pria kelompok usia 15 – 35 tahun. Penyakit ini
jarang terjadi pada ras Afrika asli daripada kulit putih atau Afrika Amerika di
Amerika. Rata rata terdapat 5,500 kasus baru di Amerika dengan 350
kematian tiap tahunnya. Perbandingan rasio kematian akibat kanker testis
menjadi 1 banding 500.
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses
reproduksi dan hormonal. Fungsi u t a m a dari testis adalah
memproduksi sperma dan hormon androgen terutama
t e s t o s t e r o n . Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus yang memiliki
2 jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus
seminiferus inilah terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.
Kejadian kanker testis berbeda beda pada tiap negara. Orang dengan
sosioekonomi tinggi cenderung dua kali lebih berisiko terhadap yang
sosioekonomi rendah. Kanker testis mempunyai kecenderungan berasal dari
sisi kanan dari kedua testis, hanya 1-2% yang bilateral. 95% dari semua
kanker testis adalah tumor sel germinal (GCT), dengan pembagian kira-kira
sama antara seminoma dan nonseminoma GCT (NSGCT). Usia puncak pria
dengan bawaan seminoma adalah 30-40 tahun, dibandingkan dengan 20-30
tahun untuk NSGCT.
Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis,
perkembangan pemeriksaan penanda tumor, pengobatan dengan regimen
kemoterapi dan modifikasi tehnik operasi, berakibat pada penurunan angka
mortalitas penderita kanker testis dari 50% pada 1970 menjadi kurang dari
5% pada 1997. Dengan mulai berkembangnya pengobatan yang
efektif bahkan untuk pasien-pasien dengan keadaan lanjut, perhatian pada

1
tumor testis telah beralih pada penurunan morbiditas dengan menentukan
protokol pengobatan selektif pada setiap pasien.
Perubahan pada filosofi penatalaksanaan tumor testis ini
didasarkan pada penegetahuan mengenai perlunya membuat metoda
terapi lapis kedua setelah metode terapi pilihan pertama gagal.

1.1 Rumusan masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan kanker testis?
2. Apakah yang dimaksud dengan kanker uterus?
3. Apakah yang dimaksud dengan kanker ovarium?
4. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kanker testis?

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami keseluruhan isi materi
tentang konsep dasar penyakit maupun konsep dasar asuhan keperawatan pada
kanker Testis, kanker uterus, dan kanker ovarium.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi dan etiologi kista atau kanker testis.
b. Menjelaskan definisi dan etiologi kista atau kanker uterus.
c. Menjelaskan definisi dan etiologi kista atau kanker ovarium.
d. Menjelaskan manifestasi klinis, klasifikasi, patofisiologi dan deteksi dini
kanker testis.
e. Menjelaskan manifestasi klinis, klasifikasi, patofisiologi dan deteksi dini
kanker uterus.
f. Menjelaskan manifestasi klinis, klasifikasi, patofisiologi dan deteksi dini
kanker ovarium.
g. Mengkaji bagaimana asuhan keperawatan dari kanker testis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Testis

2.1.1 Definisi

Kanker testis adalah keganasan padat paling umum yang mempengaruhi laki-laki
antara usia 15 dan 35, dan menyumbang sekitar 1% dari semua kanker pada pria.
Tumor testis digolongkan ke dalam tumor sel germinal (seminoma dan nonseminoma)
dan sel nongerm tumor, seperti tumor sel Leydig, sarkoma, dan limfoma.

2.1.2 Etiologi

Etiologi kanker testis dianggap multifaktorial termasuk beberapa faktor risiko yang
diketahui. Kriptokidisme adalah faktor risiko yang paling jelas untuk kanker testis,
memberikan risiko yang cukup tinggi di antara anak-anak yang menjalani orchiopexy
(operasi untuk memindahkan testis (cryptorchid) yang tidak turun ke dalam skrotum
dan memperbaikinya secara permanen ) sebelum 13 tahun, dan di antara mereka yang
menjalani orchiopexy setelah 13 tahun. faktor resiko lainnya yaitu paparan pekerjaan,
khususnya paparan pestisida, pemadam kebakaran, atau perawatan pesawat.

Ada juga faktor genetik yang berperan dalam pengembangan kanker testis, meskipun
kurang dari 5% dari semua pria yang didiagnosis dengan kanker testis dianggap
memiliki faktor keturunan. Memiliki seorang saudara atau ayah dengan riwayat
kanker testis meningkatkan risiko seseorang masing-masing 8 hingga 10 atau 4
hingga 6 kali lipat.

Pria dengan cryptorchidism berada di empat hingga enam kali lebih mungkin untuk
terkena kanker testis. Faktor risiko lain termasuk keluarga sejarah kanker testis,
microlithiasis testis, Sindrom Klinefelter, sejarah gondok orchitis, riwayat pribadi
testis kanker pada testis kontralateral, infeksi HIV, dan onset pubertas dini, dan
sindrom disgenesis testis.

3
(https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/testicular-cancer-care/symptoms-
causes/syc-20352986)

(https://hudsonvalleypress.com/2018/03/28/young-men-care-testicular-cancer/)

2.1.3 Patofisologi dan Penyebaran

Sekitar 90% tumor sel kuman muncul akibat neoplasia sel kuman intratubular. Lesi
pra-ganas ini berkembang dalam rahim (saat masa kehamilan) dan membawa risiko

4
50% kanker testis. Lesi tampaknya tidak aktif sampai masa pubertas, setelah itu
kanker testis terjadi, menunjukkan ketergantungan hormon (Chieffi dan Chieffi,
2013).

Tumor sel germinal muncul dari transformasi sel germinal (gonosit) yang tidak
sepenuhnya terdiferensiasi. Seminoma erat menyerupai gonosit asli. Tumor non-
seminomatosa mungkin menyerupai sel induk yang tidak berdiferensiasi (karsinoma
embrinal), memiliki diferensiasi ekstraembrionik (koriokarsinoma dan tumor kantung
kuning telur), atau memiliki diferensiasi somatik (teratoma).

Penanda tumor memainkan peran penting dalam penentuan diagnosis, prognosis,


keputusan perawatan, dan pengawasan kanker testis. Penanda tumor untuk tumor
testis adalah subunit beta dari human chorionic gonadotropin (b-HCG), alpha
fetoprotein (AFP) dan lactate dehydrogenase (LDH). Peningkatan AFP tidak terjadi
pada seminoma murni dan menunjukkan adanya nonseminomatosa elemen. b-HCG
meningkat pada 10-20% pasien dengan seminoma murni.

Sel Sertoli pada testis membutuhkan hormon FSH untuk memproduksi protein
pengikat androgen (ABP). Protein inilah yang menjadi kunci awal untuk merangsang
pembentukan sperma sehat pada pria. Setelah itu, giliran kelenjar pituitari yang akan
mengeluarkan hormon LH. Nah, hormon LH inilah akan merangsang sel Leydig
untuk menghasilkan testosteron. Testosteron adalah hormon seks pria yang
menghasilkan sperma.

Perpanjangan langsung tumor ke epididimis, melalui tunica vaginalis, ke dalam korda


spermatika (T3), dan jarang ke skrotum (T4) dapat terjadi. Penyebaran tumor lokal
secara luas jarang terjadi, namun, penyebaran limfatik adalah rute metastasis yang
penyebarannya paling umum. Drainase limfatik testis langsung ke kelenjar getah
bening paraaorta. Ada perbedaan dalam distribusi metastasis dari tumor testis kiri atau
kanan. Vena testis kiri mengalir ke vena ginjal kiri, dan drainase limfatik terutama ke
kelenjar getah bening di daerah paraaortik, langsung di bawah hilus ginjal kiri. Di sisi
kanan, itu vena testis mengalir langsung ke vena cava inferior di bawah ini tingkat
vena renalis, dan, oleh karena itu, paracaval dan interaortocaval node adalah yang
pertama yang terlibat dalam tumor yang berhak. Di sisi kanan, vena testis mengalir
langsung ke vena cava inferior di bawah tingkat vena ginjal, dan, oleh karena itu,
paracaval dan interaortocaval node adalah yang pertama yang terlibat dalam tumor

5
hak. Penyebaran supradiafragmatik dapat terjadi melalui duktus toraks, dan walaupun
penyakit nodal supraklavikula kiri jarang terjadi pada presentasi, sering terlihat pada
saat kekambuhan.

Penyebaran supradiafragmatik dapat terjadi melalui saluran toraks, dan meskipun


meninggalkan supraklavikula penyakit nodal jarang terjadi pada presentasi, sering
terlihat pada waktu kambuh. Keterlibatan kelenjar getah bening pelvis dan inguinal
jarang terjadi (<3%).

Faktor-faktor predisposisi keterlibatan kelenjar getah bening inguinalis termasuk


pembedahan skrotum atau inguinalis sebelumnya, orchiektomi skrotum dengan insisi
tunika albuginea, invasi tumor pada tunika vaginalis atau sepertiga bagian bawah
epididimis, dan cryptorchid testis.

Parenkim paru adalah tempat tersering penyebaran hematogen, tetapi hati, tulang,
otak, ginjal, dan metastasis gastrointestinal juga terlihat. Dalam ulasan lebih dari 5000
pasien dengan GCT metastasis, Teratoma adalah tumor yang terdiri dari sel-sel yang
berasal dari dua atau lebih lapisan sel germinal (ektoderm, mesoderm, atau
endoderm). Ketika salah satu jaringan komponen dalam salah satu jenis teratoma
menunjukkan penampilan histologis dari tumor ganas lain, seperti sarkoma atau
karsinoma, istilah teratoma dengan transformasi ganas digunakan.

Stadium kanker testis dilakukan sesuai dengan Komite Gabungan Amerika tentang
klasifikasi kanker. Tahap klinis (CS) ditugaskan berdasarkan sistem TNM. Tahap
klinis I adalah penyakit yang terbatas pada testis; Clinical Stage II adalah penyakit
pada kelenjar getah bening retroperitoneal, dan Clinical Stage III adalah penyakit
metastasis jauh.

Tahapan Klinis berdasarkan Sistem TNM (The American Joint Committee on


Cancer TNM staging system)

6
Tumor primer (T)

pTX Tumor primer tidak dapat dinilai

pT0 Tidak ada bukti tumor primer

pTis Neoplasia sel germinal intratubular

pT1 Tumor terbatas pada testis dan epididimis atau invasi tumor ke tunika hany
albuginea

pT2 Tumor memanjang melalui tunika albuginea dengan keterlibatan tunica


vaginalis

pT3 Tumor menyerang korda spermatika

pT4 Tumor menyerang skrotum

Kelenjar getah bening regional: stadium klinis (N)

NX Nodus limfa regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis ke kelenjar getah bening tunggal atau multipel, masing-masing


berukuran kurang dari 2 cm

N2 Metastasis ke kelenjar getah bening tunggal atau multipel, lebih besar dari 2 cm
tetapi kurang dari 5 cm

N3 Metastasis ke kelenjar getah bening, berdimensi lebih dari 5 cm

Nodus limfa regional: pementasan patologis (pN)

pNX Nodus limfa regional tidak dapat dinilai

pN0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

pN1 Metastasis ke kelenjar getah bening tunggal atau multipel, masing-masing


berukuran kurang dari 2 cm dan 5 cm.

pN2 Metastasis ke kelenjar getah bening tunggal atau multipel, lebih dari 2 cm
tetapi ukurannya kurang dari 5 cm; atau lebih besar dari 5 node positif; atau
ekstensi ekstranodal tumor

7
pN3 Metastasis ke kelenjar getah bening, berukuran lebih dari 5 cm

Metastasis jauh (M)

MX tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh

M1a Nodul regional atau metastasis paru

M1b Metastasis jauh selain ke kelenjar getah bening dan paru nonregional

Penanda tumor serum (S): berdasarkan nilai nadir setelah orchiectomy

SX Markers tidak tersedia

LDH hCG (IU / mL) AFP (ng / mL)

S0 Normal & Normal & Normal

S1 <1,5 ULN & <5000 & <1000

S2 1,5–10 ULN 5000–50.000 1000–10.000

S3 > 10 ULN atau > 50.000 atau> 10.000

Singkatan: ULN, batas atas normal

Data from Amin MB, Edge S, Greene F, et al. editors. AJCC cancer staging manual.
8th edition. New York: Springer; 2017.

Stadium Klinis (The American Joint Committee on Cancer clinical stage


grouping)

Group stadium T N M S

CS 0 pTis N0 M0 S0

8
CS I pT1-4 N0 M0 SX

IA pT1 N0 M0 S0

IB pT2 N0 M0 S0

pT3 N0 M0 S0

pT4 N0 M0 S0

IS pT/TX apa saja N0 M0 S1-3

CS II pT/TX apa saja N1-3 M0 SX

IIA pT/TX apa saja N1 M0 S0

pT/TX apa saja N1 M0 S1

IIB pT/TX apa saja N2 M0 S0

pT/TX apa saja N2 M0 S1

IIC pT/TX apa saja N3 M0 S0

pT/TX apa saja N3 M0 S1

CS III pT/TX apa saja N apapun M1 SX

IIIA pT/TX apa saja N apapun M1a S0

pT/TX apa saja N apapun M1a S1

IIIB pT/TX apa saja N1-3 M0 S2

pT/TX apa saja N apapun M1a S2

IIIC pT/TX apa saja N1-3 M0 S3

pT/TX apa saja N apapun M1a S3

pT/TX apa saja N apapun M1b S apapun

Data from Amin MB, Edge S, Greene F, et al. editors. AJCC cancer staging manual.
8th edition. New York: Springer; 2017.

9
2.1.4 Manifestasi Klinis

Tumor testis biasanya hadir sebagai massa testis yang tidak nyeri atau pembengkakan.
Sekitar 10% pasien datang dengan akut testis, nyeri, dan 5% dengan gynectomastia
(karena produksi tumor hCG) (Bosl dan Motzer, 1997). Pasien juga bisa jarang
ditemukan dengan epididimitis akut (karena obstruksi atau keterlibatan), infertilitas
(karena produksi hCG) atau kembali nyeri (karena kelenjar getah bening
retroperitonal). Jarang, tumor sel germinal dapat hadir dengan mediastinum daripada
primer testis tumor, yang dapat memberi gejala dada tidak nyaman, sesak napas, atau
batuk. Pasien dengan limfoma testis mungkin memiliki gejala-B, yang didefinisikan
sebagai penurunan berat badan, demam, dan keringat malam.

Gejala paling umum dari kanker testis adalah pembengkakan tanpa rasa sakit atau
massa testis. Namun, kanker testis dapat muncul dengan rasa sakit hingga 45% dari
pasien jika ada infark intratestular, perdarahan, torsi neoplasma atau infeksi
epididimitis. Gejala lain termasuk nodularitas dirasakan ke testis atau sensasi
kepenuhan atau sakit di skrotum. Trauma insidental pada skrotum dapat
mengungkapkan massa yang lebih halus yang dapat menegakkan diagnosis akhirnya.
Tanda-tanda tumor penghasil b-hCG termasuk ginekomastia atau nyeri payudara pada
sekitar 10% pasien. Pada pasien tertentu, 5% kasus terdeteksi selama evaluasi untuk
infertilitas. Dalam 25% kasus, pasien dapat datang dengan gejala kanker termasuk
nyeri punggung yang menunjukkan penyakit retroperitoneal, sesak napas, hemoptisis
atau nyeri dada yang menunjukkan paru-paru atau penyakit mediastinum.

Sebagian besar pasien dengan kanker testis hadir dengan massa testis yang tidak
nyeri. Cryptorchidism lebih umum sisi kanan, demikian juga kanker testis. Kadang-
kadang, pasien dengan testis tumor dapat mengembangkan hidrokel reaktif. Namun,
jika ini dikaitkan dengan menyakitkan pembengkakan testis, lebih cenderung
mewakili penyebab infeksi. Terlepas dari yang dijelaskan mekanisme cedera, setiap
nodul teraba di testis harus diperlakukan sebagai kanker sampai terbukti sebaliknya.
Jika pasien memiliki penyakit metastasis pada saat diagnosis, mereka mungkin datang
dengan gejala berdasarkan lokasi penyakit. Meskipun sebagian besar lokasi metastasis
tidak dapat diraba, jika pasien memiliki metastasis ke kelenjar getah bening
supraklavikula, mereka mungkin merasakan massa di leher kiri. Metastasis paru dapat
muncul dengan gejala sesak napas atau, jarang, hemoptisis. Jika pasien memiliki

10
retroperitoneal yang luas penyakit, mereka mungkin mengalami gejala kompresi
organ di sekitarnya (yaitu, nyeri panggul akibat uropati obstruktif) atau nyeri
punggung. Terakhir, meskipun jarang, metastasis otak dapat hadir dengan berbagai
gejala neurologis.

2.1.5 Deteksi Dini

Pemeriksaan diri testis telah dianjurkan untuk deteksi dini tumor invasif, tetapi hal
tersebut belum terbukti. Masyarakat butuh akan pendidikan tentang tanda dan gejala
awal kanker testis untuk mengurangi keterlambatan saat diagnosis. Jadwal tindak
lanjut yang optimal untuk pasien dengan GCT testis unilateral dan mereka yang
memiliki cryptorchidism, keduanya memiliki risiko sekitar 2% hingga 5% dari
pengembangan kanker testis di masa depan, masih tidak jelas, tetapi pemeriksaan
ultrasonografi testis dapat menegakkan diagnosa.

11
2.1.6 WOC

12
2.2 Kanker Ovarium
2.2.1 Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas yang tumbuh pada ovarium (indung
telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun.
Kanker ovarium bisa menyebar melalui system getah bening dan melalui
sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru – paru.
Kanker ovarium merupakan sebuah penyakit di mana ovarium yang
dimiliki wanita memiliki perkembangan sel-sel abnormal. Secara umum,
kanker ovarium merupakan suatu bentuk kanker yang menyerang ovarium.
Kanker ini bisa berkembang sangat cepat, bahkan, dari stadium awal hingga
stadium lanjut bisa terjadi hanya dalam satu tahun saja. Kanker ovarium
merupakan suatu proses lebih lanjut dari suatu tumor malignan di ovarium.
Tumor malignan sendiri merupakan suatu bentuk perkembangan sel-sel yang
tidak terkontrol sehingga berpotensi menjadi kanker. Kanker adalah
pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan disekitarnya
dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh (Corwin, 2009, Hal; 66).

Gambar Kanker Ovarium


2.2.2 Etiologi

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak
teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium
untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan

13
sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi
menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat
menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker
ovarium.
Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker
ovarium yaitu:
1. Diet tinggi lemak
2. Merokok
3. Alkohol
4. Penggunaan bedak talk perineal
5. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
6. Riwayata keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
7. Nulipara
8. Infertilitas
9. Menstruasi dini
10. Tidak pernah melahirkan
2.2.3 Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang
disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan
diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang
rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi
pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan
membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh
gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat

14
terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan
choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan
diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien
dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin
(FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom
hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang
ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini,
keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan
sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan
keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor ovari ganas
yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel
granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel primordial.
Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan
germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal.
Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium ektopik.
(Wiknjosastro 2007, Hal. 520).

15
2.2.4 WOC

16
2.2.5 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan kanker
ovarium adalah sebagai berikut :
a. Haid tidak teratur
b. Darah menstruasi yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada
payudara
c. Menopause dini
d. Dispepsia
e. Tekanan pada pelvis
f. Sering berkemih dan disuria
g. Perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak
pada perut, cepat kenyang dan konstipasi.
h. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina
sekunder akibat hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan
estrogen. (Smeltzer, 2001;1570)
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
1. STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
- Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas
yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul
utuh.
- Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas,
berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
- Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor
dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan
asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
2. STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan
perluasan ke panggul
- Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
- Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
- Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan
permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas
yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
3. STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan

17
implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif.
Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke
usus besar atau omentum.
- Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening
negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis
terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum
abdominal.
- Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant
dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter
melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
- Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau
kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
4. STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan
metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam
stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.

2.2.6 Deteksi Dini Kanker Ovarium

Jika kanker ovarium dicurigai setelah dilakukan pengambilan riwayat


medis individu, dokter mungkin akan meminta pasien mengikuti beberapa
atau semua tes kesehatan berikut ini, selain daripada pemeriksaan klinis
untuk memastikan diagnosisnya:

a. Pemeriksaan vagina: rahim, rektum, dan rongga panggul melalui vagina


untuk mendeteksi adanya massa atau hiperplasia (proliferasi sel tidak
normal) di dalam ovarium.

b. Ultrasound: untuk mendeteksi lokasi di mana tumor berada

c. Tes darah: wanita penderita kanker ovarium atau lesi ovarium jinak
mungkin memiliki kadar CA125 yang lebih tinggi. Namun, ada juga
kemungkinan di mana kadar CA125 tetap normal pada kanker ovarium
stadium awal

d. Pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT scan) dan pencitraan


resonansi magnetik (pemindaian MRI) bisa membantu mendeteksi lokasi
tumor

e. Laparoskopi (prosedur untuk memeriksa bagian dalam perut secara visual)

18
dan diagnosis: sayatan kecil dilakukan di dekat pusar setelah pasien
menerima anestesi umum/bius total. Laparoskopi (mikroskop tipis yang
bisa dibengkokkan dengan lampu di ujungnya) digunakan untuk
memeriksa jaringan di dalam rongga perut dan sampel tumor diambil
untuk keperluan diagnosis patologis.

f. Laparotomi eksplorasi (sayatan di abdomen): operasi untuk memeriksa,


mendiagnosis, dan merawat pasien bila diperlukan. Biopsi: untuk
mengklasifikasikan jenis sel

Jika ada tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap kanker ovarium,


pemeriksaan lain mungkin diperlukan untuk menentukan area yang terkena
tumor:

a. Sinar X dada

b. Pemindaian CT

c. Pemindaian MRI

d. Endoskopi saluran pencernaan bagian atas (pemeriksaan bagian dalam


kerongkongan, lambung, dan usus dua belas jari dengan endoskopi) atau
kolonoskopi (pemeriksaan lapisan usus dengan endoskopi)

2.3 Kanker Uterus

2.3.1 Definisi
Kanker yang dapat terjadi pada rahim adalah Sarcoma Uterus dan kanker
endometrium. Sarcoma uterus merupakan keganasan yang terjadi pada lapisan serosa
dan dapat mencapai lapisan myometrium, biasanya memberikan prognosis yang
buruk. Sedangkan kanker endometrium adalah keganasan yang terjadi pada lapisan
endometrium rahim. Hampir sebagian besar kanker rahim yang banyak terjadi adalah
kanker endometrium sehingga sering kali istilah kanker rahim digunakan untuk
menyebut kanker endometrium. ( dr. Tjin Willy, 2018)

2.3.2 Etiologi
Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan kasus kanker
endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara
kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan

19
lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan pada hewan
percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.
Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker endometrium telah
diketahui selama lebih dari 50 tahun. Satu faktor resiko yang paling sering dan paling
terbukti untuk adenokarsinoma uterus adalah obesitas. Jaringan adiposa memiliki
enzim aromatase yang aktif. Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi
estrogen di dalam jaringan adipose pada individu yang obesitas. Estrogen yang baru
disintesis ini juga memiliki bioavaibilitas yang sangat baik karena perubahan
metabolik yang berhubungan dengan obesitas menghambat produksi globulin
pengikat hormon seks oleh hati. Individu yang obesitas mungkin mengalami
peningkatan drastis pada estrogen bioavailable yang bersirkulasi dan pajanan ini dapat
menyebabkan penumbuhan hiperplastik pada endometrium.
Mutasi phosphatase and tensin homolog (PTEN) selalu terjadi pada kasus
hiperplasia endometrium atipikal kompleks, yang menandakan bahwa hal tersebut
merupakan kejadian awal pada karsinogenesis endometrium. Berdasarkan tipe
histologis, mutasi PTEN terutama terjadi pada karsinoma endometrium tipe
endometrioid. PTEN, yang terletak di kromosom 10q23, mengkodekan protein
dengan fungsi tyrosine kinase dan berperilaku sebagai gen penekan tumor. Inaktivasi
PTEN disebabkan oleh mutasi yang mengarah ke kehilangan ekspresi dan, yang lebih
rendah, dengan hilangnya heterozigositas. Protein ini memiliki kedua aktivitas
fosfatase lipid dan protein, dengan masing-masing melayani fungsi yang berbeda.
Aktivitas fosfatase lipid dari PTEN menyebabkan siklus sel terperangkap di titik
G1/S. Kehilangan PTEN merupakan kemungkinan suatu peristiwa awal tumorigenesis
endometrium, terbukti dengan kehadirannya di prakanker, lesi dan kemungkinan
dimulai dalam menanggapi faktor risiko hormonal yang diketahui.
PTEN menindak lebih lanjut bertentangan dengan phosphatidylinositol 3-kinase
(PI3KCA) untuk mengontrol tingkat terfosforilasi AKT. Mutasi PTEN meningkatkan
aktivasi PI3KCA, mengakibatkan fosforilasi AKT. Mutasi PI3KCA terlihat pada 36%
dari kanker endometrium endometrioid dan paling sering terjadi pada tumor yang juga
mengalami mutasi PTEN. Kegiatan fosfatase protein dari PTEN terlibat dalam
penghambatan pembentukan adhesi fokal, penyebaran sel, dan migrasi, serta
penghambatan pertumbuhan faktor-dirangsang sinyal MAPK. Terdapat data yang
menyatakan mutasi PI3KCA, terutama pada ekson 20, merupakan penanda dari invasi
myometrium dan derajat yang lebih tinggi pada karsinoma endometrium.Β-catenin,

20
komponen dari protein unit E-chaderin, berguna pada diferensiasi sel dan dalam
mempertahankan arsitektur jaringan normal, dan memainkan peran penting dalam
transduksi sinyal. Ekpresi Β-catenin telah ditemukan pada hiperplasia atipik, yang
menunjukkan sebagai kejadian awal pada tumorigenesis endometrium. Mutasi pada
Β-catenin menghasilkan stabilisasi protein yang melawan degradasi, yang
menyebabkan akumulasi inti dan sitoplasmik dan aktivitas gen target konstitutif. Ada
data yang beranggapan bahwa akumulasi inti ini dapat berkontribusi pada
abnormalitas protein Wnt lainnya, namun fungsi pasti dari Β-catenin pada
tumorigenesis endometrium masih belum diketahui sepenuhnya.
Mutasi lainnya yang ditemukan pada kanker endometrium adalah mutasi K-ras.
Mutasi K-ras diidentifikasi pada 10% sampai 30% dari kanker endometrium tipe I. K-
ras merupakan onkogen yang berlokasi pada 12p12.1 yang mengkode anggota protein
dari superfamily GTPase. Proses ini mengakibatkan translokasi MAP kinase ke
nucleus dimana hal ini mempromosikan transkripsi gen yang terlibat pada proliferasi
sel. Insidensi mutasi K-ras pada karsinoma endometrium sebesar 14 sampai 36%.
Mutasi K-ras terjadi dini pada karsinogenesis endometrium, sebagai mutasi yang
teridentifikasi pada fokal hiperplasia atipikal kompleks yang menjadi karsinoma
endometrium.

Rahim normal dan Rahim dengan Kanker Endometrium


Sumber gambar : http://herbalkankerterbaik /2013/06/kanker-endometrium.html

2.3.3 Patofisiologis dan perkembangan sel kanker


Sebagian besar karsinoma endometrium timbul sebagai massa polipoid yang
menjalar seperti fungus di dalam rongga endometrium. Uterus seringkali membesar

21
secara tidak simetris. Invasi ke dalam miometrium terjadi secara dini. Secara
mikroskopis, sebagian besar karsinoma endometrium yang berupa adenokarsinoma
berdiferensiasi baik dengan kelenjar-kelenjar tak beraturan yang dilapisi oleh sel-sel
silindris ganas.
Adenokarsinoma endometrioid berdiferensiasi baik digambarkan dengan kelenjar
‘back-to- back’ dengan sedikit atau tidak ada intervensi pada stroma dan sitology
yang atipia ( nukleolus menonjol). Sarang kelenjar dengan cribriforming ekstensif
adalah pola umum lainnya yang terlihat pada adenokarsinoma endometrioid. Kanker
endometrium ditentukan derajatnya berdasarkan derajat diferensiasi histologiknya.
Suatu varian histologik adalah adenokarsinoma serosa papiler. Jenis ini menyerupai
karsinoma serosa ovarium dan memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan
adenokarsinoma endometrium endometrioid.
Faktor pertumbuhan fibroblast reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor tirosin kinase
yang terlibat dalam banyak proses biologis. Mutasi pada FGFR2 telah dilaporkan
dalam hingga 10-12% dari karsinoma endometrium. Penghambatan FGFR2 bisa
menjadi sasaran terapi baru pada karsinoma endometrium. Gatius et al menunjukkan
bahwa FGFR2 memiliki peran ganda dalam endometrium, menghambat proliferasi sel
di endometrium normal selama siklus menstruasi, tetapi bertindak sebagai onkogen
pada karsinoma endometrium.Kanker endometrium dibagi menjadi 2 kelas, masing-
masing dengan berbeda patofisiologi dan prognosis.
Lebih dari 80% dari karsinoma endometrium adalah tipe I dan karena stimulasi
estrogen, menghasilkan histologi kelas rendah, yang artinya masih belum terlalu
ganas. Hal ini sering ditemukan dalam hubungan dengan hiperplasia endometrium
atipikal, yang dianggap lesi prekursor. Tipe II kanker endometrium diperkirakan
terlepas dari peran estrogen, terjadi pada wanita yang lebih tua, dengan histologis
kelas tinggi seperti sel serosa atau jelas papiler rahim, yang artinya ini lebih ganas
daripada tipe I.
Kanker endometrium mungkin berasal di daerah kecil (misalnya, dalam sebuah
polip endometrium) atau dalam pola multifokal difus (pola yang lebih besar).
Pertumbuhan tumor awal ditandai dengan pola eksofilik (menonjol) dan menyebar.
Pertumbuhan ini ditandai dengan kerapuhan dan perdarahan spontan pada dinding
rahim, bahkan pada tahap awal. Pertumbuhan tumor kemudian ditandai dengan invasi
miometrium (lapisan otot rahim) dan pertumbuhan menuju leher rahim.

22
Perkembangan sel kanker

Pengetahuan tentang patologik bedah, serta stadium klinis kanker korpus uteri
sangat penting dalam mengembangkan rencana pengelolaan yang tepat untuk
endometrium karsinoma dan sarkoma rahim. Stadium kanker endometrium
melibatkan prosedur histerektomi, salpingo-ooforektomi bilateral, dan
limfadenektomi panggul bilateral. Limfadenektomi para-aorta dianjurkan dengan
invasi yang dalam, tahap klinis lanjut, dan penyakit lanjut.

Berikut ini adalah beberapa klasifikasi dari stadium kanker rahim:

Tabel 2.1. Klasifikasi stadium kanker endometrium berdasarkan FIGO 2009

Stadium Keterangan
I Tumor terbatas pada korpus uteri
IA Tidak atau kurang dari setengah invasi myometrium
IB Invasi mencapai sama atau lebih dari setengah myometrium
II Tumor menginvasi stroma serviks, tetapi tidak meluas ke luar uterus
III Tumor menyebar secara lokal dan/atau regional
III A Tumor menginvasi serosa korpus uteri dan/atau adneksa
III B Keterlibatan vagina dan/atau parametrium
III C Metastasis ke pelvis dan/atau kelenjar getah bening para aorta
III C1 Kelenjar getah bening pelvis positif
III C2 Kelenjar getah bening para aorta positif dengan/tanpa kelenjar getah bening
pelvis positif
IV Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus, dan/atau metastasis jauh
IVA Tumor menginvasi mukosa buli dan/atau usus
IVB Metastasis jauh, termasuk metastasis intra abdomen dan/atau kelenjar getah
bening inguinal

Derajat adenokarsinoma :19

G1 : derajat diferensiasi adenokarsinoma baik dengan ≤ 5%

nonskuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat

23
G2 : derajat diferensiasi adenokarsinoma dengan 6% sampai 50% non

skuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular padat

G3 : lebih dari 50% nonskuamosa atau pola pertumbuhan nonmorular

padat (undiferensiasi)

24
2.3.4 WOC

25
2.3.5 Manifestasi klinis
Tanda-tanda dan gejala kanker rahim terkadang tidak dirasakan oleh beberapa
pasien. Namun, gejala yang paling sering terjadi adalah pendarahan tidak wajar dari
vagina, terlebih jika penderita telah melewati masa menopause.
Berikut adalah gejala-gejala awal dari penyakit ini yang paling umum ditemukan:

a) Pendarahan setelah menopause


b) Pendarahan yang terlalu banyak
c) Pendarahan terjadi di antara siklus menstruasi
d) Keluar cairan berwarna dan berbau tidak sedap dari vagina
e) Nyeri perut yang sering muncul
f) Rahim terasa membesar, hingga teraba di area panggul
g) Sakit panggul

Pendarahan pada vagina umumnya belum tentu menandakan Anda menderita


penyakit ini. Gejala pendarahan juga dapat ditemukan pada masalah kesehatan lain,
seperti endometriosis dan fibroid. Namun, jika pendarahan disertai dengan beberapa
gejala di atas, Anda harus segera memeriksakan diri ke dokter.

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila
Anda memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan
dokter Anda.

2.3.6 Skrining / deteksi dini

Kegiatan deteksi dini kanker rahim dilakukan dengan metode Inspeksi Visual
dengan Asam Asetat (IVA) dan pengobatan segera dengan krioterapi untuk IVA
positif (lesi pra kanker leher rahim positif). Pemeriksaan IVA bertujuan untuk
menemukan lesi pra kanker rahim, sebelum menjadi kanker.

Penggunaan metode IVA karena metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara
lain: 1) Program IVA merupakan pemeriksaan yang sederhana, mudah, cepat, dan
hasil dapat diketahui langsung, 2) Tidak memerlukan sarana laboratorium dan
hasilnya segera dapat langsung didapatkan, 3) Dapat dilaksanakan di Puskesmas
bahkan mobil keliling, yang dilakukan oleh dokter umum dan bidan, 4) Jika
dilakukan dengan kunjungan tunggal (single visit approach), IVA dan krioterapi akan

26
meminimalisasi klien yang hilang (loss) sehingga menjadi lebih efektif, 5) Cakupan
deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama lima tahun akan menurunkan insidens
kanker rahim secara signifikan (WHO, 2006), 6) Sensitifitas IVA sebesar 77%
(range antara 56-94%) dan spesifisitas 86% (antara 74-94%) (WHO, 2006), 7)
Skrining kanker rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat menurunkan kasus
kanker rahim 83,6% (IARC, 1986).

Target program adalah 50% perempuan berusia 30-50 tahun yang dicapai pada
tahun 2019. Kegiatan deteksi dini dilaksanakan di Puskesmas dengan rujukan ke
rumah sakit kabupaten/kota dan rumah sakit tingkat provinsi. Kegiatan pokoknya
adalah advokasi dan sosialisasi, pelatihan pelatih (training of trainers), pelatihan
provider di kabupaten/kota, pelatihan kader di Puskesmas, promosi, pelaksanaan
skrining, pencatatan dan pelaporan (surveilans), serta monitoring dan evaluasi.
Pencatatan dan pelaporan data dilakukan dengan menggunakan formulir baku sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 796 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Data dimasukkan ke dalam
buku register kemudian dimasukkan ke dalam aplikasi Sistem Informasi Surveilans
Penyakit Tidak Menular. Data diolah dan dianalisis secara otomatis oleh sistem
informasi dan dapat diakses secara berjenjang mulai dari Puskesmas, dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan (Direktorat
Penanggungan Penyakit Tidak Menular).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS KANKER TESTIS

27
Pada tanggal 31 Agustus 2019, Tn. L usia 27 tahun datang ke RS Mulawarman. Ia
mengeluh nyeri pada benjolan di buah zakar bagian kirinya yang dirasakan sejak 3
minggu yang lalu dan selalu muncul sewaktu-waktu. Pasien merasakan
ketidaknyamanan dan rasa sesak pada skrotumnya. Benjolan tersebut sudah dirasa
sejak 8 bulan yang lalu namun tidak terasa nyeri. Tn. L tidak berencana untuk
melakukan pemeriksaan karena benjolannya yang masih kecil dan tidak nyeri serta
karena tidak memiliki keberanian untuk memeriksakan diri. 8 bulan kemudian
(tepatnya saat pasien datang ke RS) benjolan yang mulanya sebesar kelereng tersebut
sudah membesar dan terasa nyeri, terasa sakit yang tajam dan pegal pada skrotum.
Keluhan lain yang dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang kiri yang
menjalar ke selangkangan kirinya. Saat dilakukan pemeriksaan fisik inspeksi terlihat
adanya pembesaran pada testis sinistra, saat palpasi di area tersebut teraba massa
tumor yang padat kenyal dan pasien meringis merasakan nyeri. Pasien memiliki
riwayat kriptorkidisme, dimana testis sinistranya gagal turun dalam skrotum. Riwayat
BAB dan BAK normal dan tidak merasakan nyeri saat BAK.

Pemeriksaan USG pada testis menunjukkan kanker testis sinistra dan pada
pemeriksaan USG dan CT Scan abdomen menunjukkan metastase tumor ke Kelenjar
Getah Bening retroperitoneal para aorta. Tn. L terdiagnosis Ca Testis stadium IIA
(nonseminoma yolk salk) dan direncanakan menjalani terapi BEP dan kemoterapi.
Pasien merasakan kecemasan terhadap penyakitnya dan pengobatan yang akan
dijalani.

1. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
i. Nama : Tn. L
ii.Jenis kelamin : Laki-laki
iii. Usia : 27 tahun
iv. Pekerjaan : Pegawai swasta
v. Pendidikan terakhir : SMA
vi. Alamat : Kebunan
vii. Tanggal Masuk : 31 Agustus 2019
viii. Tanggal Pengkajian : 01 September 2019

28
ix. No Rekam Medis : 098xxxx
x. Diagnosa Medis : Ca Testis Stadium IIA
xi. Terapi : kombinasi obat Bleomycin, Etoposide, dan Cisplatin.
B. Riwayat Kesehatan
i. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri di testis sinistra.
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
8 bulan yang lalu, terdapat benjolan yang dirasa oleh pasien di buah zakar
sebelah kirinya. Benjolan tersebut awalnya sekecil kelereng dan tidak terasa
nyeri. 8 bulan kemudian pasien datang ke Rumah Sakit karena benjolan
semakin membesar dan terasa nyeri, terasa sakit yang tajam dan pegal pada
skrotum. Pasien juga mengeluh nyeri pada pinggang dan selangkangan
kirinya.
iii. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat kriptorkidisme dan infeksi atau tumor testis
sebelumnya.
iv. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker.
C. Pemeriksaan Fisik
i. TTV
TD : 115/90 mmHg
Nadi : 95 x/menit
Suhu : 37ºC
RR : 18 x/menit
ii.Per Sistem
a. Sistem Pernapasan
- RR : 18x/menit
- Tidak ada keluhan sesak.
- Inspeksi: tidak ada pengembangan paru dan bentuk dada.
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus simetris.
- Perkusi: sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi: tidak ada suara napas tambahan.
b. Sistem Kardiovaskuer
- Inspeksi: ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri.

29
- Palpasi: ictus cordis di sela ICS V tak teraba keras.
- Auskultasi: BJ 1 terdengar di ICS V, BJ 2 terdengan di ICS II, dan
Bunyi jantung tunggal.
- CRT : < 2 detik.
- Akral hangat.
c. Sistem Persyarafan
- Kesadaran: compos mentis.
- Tidak ada keluhan nyeri kepala.
- Pupil isokor.
- Sklera anikterus.
d. Sistem Perkemihan
- Tidak ada keluhan nyeri saat kencing.
e. Sistem Pencernaan
- TB: 172cm
- BB: 63Kg
- Nafsu makan baik.
- Porsi makan habis.
f. Sistem endokrin
- Tidak ada massa di leher.
g. Sistem Pendengaran
- Pendengaran normal.
- Tidak ada serumen.
- Bentuk telingan kanan dan kiri simetris.
h. Sistem Penglihatan
- Konjungtiva ananemis.
- Tidak ada edema pada palpebra.
iii. Inspeksi :
- Pembesaran pada testis sinistra.
iv. Palpasi :
- Terdaba massa padat kenyal pada testis sinistra.
- Pasien merasakan nyeri dan nyeri tekan.
- Pembesaran limfonodi retroperineal tidak teraba.
- Tidak terjadi ginekomastia.

30
v. Perkusi :
- Sonor pada kedua lapang paru.
vi. Auskultasi :
- BJ 1 ICS V, BJ 2 ICS II, bunyi tunggal.
- Bising usus normal.
D. Pola Kebutuhan dasar
i. Persepsi Klien terhadap Penyakitnya
Pasien mengatakan kurang pengetahuan akan penyakitnya termasuk
mengenai mengetaui hal-hal terkait dampak dari riwayat
kriptorkidisme yang dialaminya.
ii.Pola Nutrisi
Nafsu makan pasien baik seperti biasanya.
iii. Pola Eliminasi
Pola BAK dan BAB pasien normal.
iv. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien mengalami penurunan aktivtas akibat nyeri dan pembesaran
benjolan di buah zakarnya.
v. Pola Tidur dan Istirahat
Pasien mengalami penurunan pola tidur akibat kekhawatiran
terhadap penyakitnya.
vi. Pola Seksualitas
Pasien mengatakan mengalami penurunan libido karena pembesaran
benjolan pada testis sinistranya.
E. Pemeriksaan Penunjang
i. USG testis : Kanker Testis Sinistra
i. USG dan CT Scan abdomen : metastase ke Kelenjar Getah Bening
Retroperineal para aorta.
ii.Pemeriksaan Darah Tumor Marker
AFP (Alfa Fetoprotein) : 5668 ng/mL (normal: ≤15 ng/mL).
HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) : 2,2 Miu/ML (normal: <5
mIU/mL).
LDH (Lactic Dehydrogenase) : 813 U/L (normal: 208-378 U/L).
ii.Rontgen Dada : tidak ada penyebaran ke paru-paru.

31
2. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS Pembesaran testis Nyeri akut
- Pasien mengeluh nyeri
pada buah benjolan di Penekanan pada saraf
buah zakar, pinggang, dan
selangkangan sinistra. Mediator kimia
- P: nyeri dirasakan akibat (prostaglanin, Bradikinin)
benjolan pada testis yang
semakin membesar. Impuls ke saraf pusat
- Q: rasa sakit tajam dan
pegal. Respon nyeri
- R: nyeri pada skrotum,
pinggang, dan
selangkangan.
- S: 6 (severe)
- T: nyeri sering dirasakan
sewaktu-waktu.
DO
- Pasien meringis kesakitan
saat dilakukan palpasi.
DS: Diagnosa Kanker testis Ansietas
- Pasien mengatakan
khawatir terhadap Perencanaan pengobatan
penyakitnya dan
pengobatan terhadap ansietas
penyakit.
- Pasien mengatakan
mengalami penurunan
pola tidur.
DS: Kanker testis Disfungsi seksual
- Pasien mengatakan

32
mengalami penurunan Penurunan hormon
libido. testosteron

Penurunan fungsi tubuh

Gangguan seksual

Disfungsi seksual
DS: Kanker testis Defisit pengetahuan
- Pasien mengatakan
kurang mengetahui Rasa cemas dan
tengtang penyakitnya. ketidaktahuan
- Pasien mengatakan cemas
akan penyakit dan Defisit pengetahuan
pengobatan yang akan
dijalankannya

DO:
- Pasien tidak segera
memeriksakan benjolan
di buah zakarnya karena
kecil dan tidak terasa
nyeri.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis dibuktikan dengan
ekspresi wajah nyeri (D12, K1, KD 00132).
2. Ansietas berhubungan dengan stressor dibuktikan dengan gelisah dan
perubahan pola tidur (D9, K2, KD00146).
3. Disfungsi Seksualitas berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh dibuktikan
dengan penurunan hasrat seksual (D8, K2, KD00059).

33
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dibuktikan dengan
perilaku tidak tepat (D5, K4, KD00126).
4. INTERVENSI DAN KRITERIA HASIL
NO NOC NIC RASIONAL
DX
1. Setelah dilakukan - Lakukan pengkajian - Keadaan umum pasien
perawatan selama nyeri komprehensif. harus dinilai untuk
1x24 jam diharapkan - Posisikan pasien mengetahui tanda-
pasien akan: senyaman mungkin. tanda dari penyakit.
- Mengetahui faktor - Gali bersama pasien - Membuat pasien
penyebab dan faktor faktor-faktor yang dapat menjadi nyaman
yang berkontribusi menurunkan nyeri. sehingga dapat
terhadap nyeri. menurunkan nyeri.
- Nyeri yang
dilaporkan
berkurang.
- Ekspresi wajah nyeri
berkurang.
2. Setelah dilakukan - Ciptakan atmosfer rasa - Untuk menurunkan
perawatan selama aman. stimulasi yang
1x24 jam, diharapkan: - Berikan informasi berlebihan sehingga
- Tidak terjadi faktual terkait diagnosis dapat mengurangi
gangguan tidur. dan perawatan. kecemasan.
- Perasaan gelisah - Dorong keluarga untuk - Pengetahuan terkait
tidak ada. mendampingi klien penyakit dan dampak
dengan cara yang tepat. positif perawatan dapat
mengurangi
kecemasan.
- Peran serta keluarga
sangat membantu
dalam peningkatan
koping.
3. Setelah dilakukan - Jelaskan anatomi - Menghindari informasi

34
perawatan selama fisiologi reproduksi. dan konsep agar tidak
2x24 jam diharapkan: - Tentukan pemahaman terjadi kesalahan
- Pasien mengetahui pasien terkait hasil dalam pengambilan
terkait fungsi pemeriksaan dan terapi keputusan.
anatomi reproduksi. yang direkomendasikan. - Pemahaman dari
- Pasien dapat - Dukung untuk tetap pasien diharapkan
beradaptasi terhadap kontak dengan anggota mampu membuat
keterbatasan secara keluarga. pasien menerima
fungsional. perubahan sehingga
- Menggunakan sistem dapat meningkatkan
dukungan personal. koping.
- Peran serta keluarga
sangat membantu
dalam peningkatan
koping.
4. Setelah dilakukan - Jelaskan patofisiologi - Pemberian informasi
perawatan selama penyakit dan bagaimana dapat membantu
1x24 jam diharapkan hubungannya dengan pasien dalam
pasien akan: anatomi fisiologi. memahami proses
- Mengetahui manfaat - jelaskan alasan di balik penyakitnya.
pilihan pengobatan. manajemen/terapi/penan - Memberikan
- Efek fisik dari ganan yang pemahaman pasien
pengobatan kanker. direkomendasikan. terkait kebutuhan
- Efek pada - Beri ketenangan terkait untuk pengobatan
seksualitas. kondisi pasien. termasuk efek
- Pentingnya sikap sampingnya.
yang positif untuk - Untuk meningkatkan
mengatasi kanker. kepercayaan diri
pasien dan keyakinan
bahwa dia benar-benar
ditolong.

5. Pengobatan atau Treatment Terkait Kasus

35
Penanganan tumor testis didasarkan pada tipe histopatologi stadium klinis dan
penanda kanker. Dalam Indonesian Journal of Cancer (Prayoga & Danarto, 2016),
pada kanker testis non seminoma stadium IIA/B dapat dilakukan kemoterapi atau
diseksi kelenjar getah bening retroperitoneal. Begitu pula dalam jurnal American
Family Physician ( (Baird, Meyers, & Hu, 2018) yang menyebutkan bahwa
perawatan pada kanker testis non seminoma stadium IIA dilakukan dengan
RPLND (Retroperitoneal Lymph Node Dissection) yaitu diseksi kelenjar getah
bening atau dapat juga dilakukan kemoterapi dengan empat siklus EP (Etoposide,
Cisplatin) dan 3 siklus BEP (Bleomycin, Etoposide, Cisplatin).

3.2 Peran Perawat

Penyakit kanker berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan penderita, baik fisik,
psikologis maupun spiritual. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang selama 24 jam
mendampingi pasien memiliki peran besar dalam membantu pasien memenuhi
kebutuhannya. Fungsi dan peran perawat untuk pasien dengan keganasan diantaranya:
menganjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan sehingga akan diketahui secara
pasti penyakitnya dan agar tidak menyebar luas, memberikan dukungan moril bahwa
semua penyakit ada obatnya, memberikan motivasi kepada pasien untuk tetap
menjaga kondisi kesehatannya dengan makan secara teratur. Selain itu, perawat dapat
membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan eksistensi diri pasien melalui
komuikasi ataupun memfasilitasi dan mendorong pasien dalam hal melakukan
intropeksi diri, berbicara tentang makna dan tujuan hidup, dan makna sakit.

3.3 Peran Keluarga

Sesorang yang divonis kanker akan mengalami ketakutan, kecemasan, dan stres.
Terapi atau pengobatan pada kanker (pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi)
memiliki efek samping yang membuat penderita merasa cemas hingga frustasi bahkan
putus asa dengan serangkaian pengobatan yang memakan waktu lama. Dalam kondisi
seperti ini, dukungan keluarga sangat diperlukan untuk memotivasi, mendampingi,
dan menguatkan penderita kanker. Hubungan berupa sikap, tindakan, dan penerimaan
keluarga terhadap anggotanya yang bersifat mendukung dan memberikan pertolongan

36
kepada anggotanya (Friedman, 2010). Dukungan keluarga merupakan faktor yang
sangat penting untuk memotivasi dan meningkatkan semangat hidup penderita kanker.
Friedman (1998) menuliskan beberapa bentuk dukungan keluarga, antara lain
dukungan informasional, finansial, emosional, dan instrumental. Dukungan
informasional terkait dengan pemberian informasi, nasehat, saran, serta petunjuk yang
diberikan kepada anggota keluarga. Dukungan fi nansial berhubungan dengan biaya
yang dikeluarkan keluarga untuk pengobatan atau perawatan dalam menunjang
kesehatan.

37
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Testis merupakan organ sexual laki-laki yang berbentuk ovoid dan berfungsi
sebagai organ kelamin dan hormonal. Kanker testis meskipun kasus yang relatif
jarang, merupakan keganasan tersering pada pria kelompok usia 15 – 35 tahun.
Kanker ini berasal dari sel germinal dan sel non germinal. Insidensi munculnya
kanker testis juga dipengaruhi oleh ras. Kanker testis tinggi pada ras kulit putih dan
Eropa namun insidensinya lebih rendah pada ras Afrika dan Asia.

Perkembangan yang pesat dalam hal tehnik diagnosis, perkembangan pemeriksaan


penanda tumor, pengobatan dengan regimen kemoterapi dan modifikasi tehnik
operasi, berakibat pada penurunan angka mortalitas penderita kanker testis.

Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat
alamiah dari tumor, staging klinis dan efektifitas pengobatan. Tindakan orchiectomi
radikal adalah tindakan bedah yang harus dilakukan. Apabila dari serangkaian
pemeriksaan adanya kanker testis tidak dapat di singkirkan maka tindakan ini dapat
dikerjakan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abern, M., Vigneswaran, H. 2018. Encyclopedia of Reproduction (Second Edition) :


Volume 4, 2018, Pages 479-483. (https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-
3.64814-6)

Bylund, K. C. 2015. Reference Module in Biomedical Sciences : Testicular Cancer.


(https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-3.05341-1)

Caesandri, S. D., & Adiningsih, S. (2017157-165). Pearanan Dukungan Pendamping


dan Kebiasaan Makan Pasien Kanker Selama Menjalani Terapi. Media Gizi
Indonesia, 10(2).

Chung, P. W. M., Bedard, P., & Warde, P. R. (2016). Testicular Cancer. Clinical
Radiation Oncology, 1121–1138.e4. (https://doi.org/10.1016/B978-0-323-24098-
7.00055-1)

Smith, Z. L., Werntz, R. P., & Eggener, S. E. (2018). Testicular Cancer. Medical
Clinics of North America, 102(2), 251–264. (doi:10.1016/j.mcna.2017.10.003)

Cancer Research UK (2017). About Cancer.

Cancer Research UK (2017). About Cancer. Womb Cancer.

Davis, C. MedicineNet (2017). Cancer of the Uterus (Uterine Cancer or Endometrial


Cancer).

Fritz, A. Everyday Health (2014). Uterine Cancer.

39
Leslie, KK. et al. (2012). Endometrial Cancer. Obstet Gynecol Clin North Am.
(italic). 39(2). pp. 255–268.

Mayo Clinic (2018). Diseases and Conditions. Endometrial Cancer.

NHS Choices UK (2018). Health A-Z. Womb (uterus) Cancer.

NIH U.S. National Library of Medicine Medline Plus (2019). Uterine Diseases.

Nuraeni, A., & dkk. (2015). Kebutuhan Spiritual pada Pasien Kanker. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran, Vol 3, No 2.

Sorosky, Jl. (2012). Endometrial Cancer. Obstetrics and Gynecology (italic). doi:
10.1097/AOG.0b013e3182605bf1.

Victoria State Government. Better Health Channel Australia (2015). Uterine Cancer.

https://doktersehat.com/perjalanan-penyakit-dan-diagnosis-kanker-rahim/ diakses
pada tanggal 02 september 2019 pukul 18:02

Buku tentang “situasi penyakit kanker”, kemenkes RI, (2014) : Jakarta.

Nurarif, Amin H. & Kusuma, Hardhi (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Jilid 1, Jogjakarta.

SDKI

Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Volume 3. Jakarta : EGC (diakses pukul 22.

Zachary L.Smith, MD., Ryan P.Werntz,MD., Scott E.Eggener, MD. 2018. Medical
Clinics of North America : Volume 102, Issue 2, March 2018, Pages 251-264.
(https://doi.org/10.1016/j.mcna.2017.10.003)

Jurnal kasus
Baird, D. C., Meyers, G. J., & Hu, J. S. (2018). Testicular Cancer: Diagnosis and Treatment . American
Family Physician, Vol 97, No 4.

40
Jefferies, M. T., & dkk. (2015). The management of acute testicular pain in children and adolescents.
BMJ.

L, S. E., Hershberger, P. E., & Bergh, P. A. (2016). Evidence-Based Care for Couples With Infertility.
JOGNN, Vol. 45, Issue 1.

Pallotti, F., & dkk. (2019). Long-Term Follow Up of the Erectile Function of Testicular Cancer Survivors.
Journa List Front Endocrinol, vol 10:196.

Prayoga, D. A., & Danarto, H. (2016). Analisis Ketahanan Hidup Tumor Testis Sel Germinal di RS
Sardjito Periode 2007-2013. Indonesian Journal of Cancer, Vol 10, No 4.

Putri, F., Zuhirman, & Hamidy, M. Y. (2015). Evaluation of Advanced Stage Testicular Cancer
Underwent Chemothrapy with Bleomycin, Etoposide and Cisplatin in Arifin Achmad Regional
General Hospital. JOM FK, vol 2, no 2.

Rovito, M. J. (2018). Recommendations for Treating Males: An Ethical Rationale for the Inclusion of
Testicular Self-Examination (TSE) in a Standard of Care. American Journal of Men's Health, vol
12(3), 539-545.

Schepisi, G., & dkk. (2019). Psychosocial Issues in Long-Term Survivors of Testicular Cancer. Front.
Endocrinol.

Shepherd, L., Watt, C., & Lovell, B. (2017). The Role of Social-Cognitive and Emotional Factors on
Testicular Self-Examination. Psycho-Oncology, 26(1), 53-59.

41
42

Anda mungkin juga menyukai