Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN TROPIK INFEKSI

TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN PENYAKIT EBOLA

DOSEN PEMBIMBING:
Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep.

KELOMPOK 3 A2-2017

Sesi Putri Arisandi 131711133014


Rizky Nur Rochmawati 131711133029
Novianti Lailiah 131711133032
Rizka Amalia Setiaputri 131711133092
Annisa Fitria 131711133094
Alvira Eka Nadia W 131711133107
Ismatulloh Jihan Alim 131711133111
Della Yolina 131711133148

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA, 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Trend dan Issue
Keperawatan Penyakit Ebola” dengan baik. Dan kami ucapkan terimakasih kepada
Ibu Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Serta teman-teman angkatan 2017 yang senantiasa
mendukung kami, khususnya kelas A2.

Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah


pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami, kami yakin masih
memiliki banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 06 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii


Daftar Isi ................................................................................................................ iii
PEMBAHASAN
1. Potensi Wabah Penyakit Virus Ebola (Evd) Di Indonesia & Upaya
Penanganannya....................................................................................................4
2. Outbreak Of Ebola Virus Disease In West Africa.............................................7

3. Ebola Virus Disease: Managing A Practice Challenge With Evidence.............10

4. A Point-Of-Care Diagnostic For Differentiating Ebola From Endemic Febrile


Diseases ..........................................................................................................12

5. Ebola: Penyakit Eksotik Zoonosis yang Perlu Diwaspadai................................14


6. Penguatan Sistem Keamanan Amerika Serikat Dalam Upaya Penanggulangan
Wabah Ebola Pada Tahun 2014......................................................................16
7. Infeksi Virus Ebola............................................................................................18
8. Ebola Virus Disease in West Africa — Clinical Manifestations and
Management....................................................................................................20
9. Ebola 2014 - New Challenges, New Global Response and Responsibility.......23
10. The International Ebola Emergency.................................................................26
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 29

iii
PEMBAHASAN

POTENSI WABAH PENYAKIT VIRUS EBOLA (EVD) DI INDONESIA &


UPAYA PENANGANANNYA

Fernando Jahja Houten Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas


Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia fernandojahjahouten@student.uns.ac.id

a. Pejelasan Penyakit Virus Ebola


Harrod (2014) menjelaskan bahwa Nama virus Ebola (EBOV) berasal dari
Sungai Ebola di Republik Demokratik Kongo (sebelumnya Zaire) di mana wabah
penyakit virus Ebola (EVD) pertama diidentifikasi pada tahun 1976. Wabah kedua
terjadi pada 1995 di DRC, wabah di Uganda pada 2000 (oleh Sudan ebolavirus),
dan wabah ketiga di Kongo pada 2003. Wabah berikutnya terjadinya di Uganda
pada 2007 dan menghasilkan spesies Bundibugyo ebolavirus yang setelah
dikonfirmasi ternyata merupakan spesies baru yang belum pernah diidentifikasi
oleh CDC dan WHO di distrik Bundibugyo, Uganda barat. Wabah kedua yang
disebabkan oleh spesies Bundibugyo ebolavirus diidentifikasi di Kongo pada 2012,
menginfeksi 57 kasus yang dikonfirmasi dengan 29 kematian. Pada Maret 2014,
terjadilah wabah Ebola terbesar sepanjang sejarah di Afrika Barat. Sepanjang
wabah tersebut, hampir 14.000 kasus telah dilaporkan di Guinea, Sierra Leone, dan
Liberia dengan hampir 5.000 kematian.

b. Pengobatan Penyakit Virus Ebola


Dhama et al.(2018) menjelaskan bahwa berbagai obat telah digunakan
kembali untuk mengobati penyakit yang berpotensi mematikan seperti EVD. Ada
daftar panjang senyawa yang digunakan kembali yang telah dievaluasi sebagai
inhibitor EBOV, termasuk inhibitor mikrotubulus, reseptor estrogen dan modelling
ulang, inhibitor kinase, antagonis histamin, dan blocker saluran ion. Studi
mendalam masih diperlukan untuk memahami patogenesis dan peran berbagai
peptida EBOV, protein, dan antigen serta interaksi host-virus dalam EVD. Ada juga
kebutuhan untuk mengembangkan antivirus dan vaksin yang ekonomis dan efektif
terhadap EBOV yang memiliki pendekatan / utilitas untuk setiap bagian dunia

4
termasuk negara-negara miskin sumber daya. Meskipun pengembangan vaksin
terhadap EBOV dimulai pada tahun 1980, masih belum ada vaksin yang efektif
untuk mencegah penyakit mematikan ini. Karenanya, perburuan vaksin yang efektif
masih terus dilakukan. Ebola VLP memainkan peran penting dalam penyaringan
throughput tinggi senyawa anti-EBOV. Karena lima spesies EBOV telah
dilaporkan, vaksin polivalen yang memiliki penentu imunogenik seperti GP dari
masing-masing spesies akan memberikan kekebalan yang lebih luas. Kandidat
vaksin generasi pertama terbaik untuk EBOV adalah rVSV dan ChAd3,
sebagaimana tercermin dalam aplikasi mereka dalam memberikan perlindungan
jangka panjang selama wabah sporadis. Berbagai kombinasi antigen dari berbagai
spesies EBOV dapat dieksplorasi untuk mencapai respon imun protektif yang lebih
tinggi. Vaksin berbasis rVSV sedang digunakan di Republik Demokratik Kongo.
Karena tidak adanya kekebalan yang sudah ada sebelumnya terhadap VSV, itu
menghilangkan beberapa kelemahan dan masalah keamanan terkait vaksin berbasis
Ad5. Selain itu, telah menunjukkan perlindungan jangka panjang pada beberapa
model NHP, ini adalah platform vaksin yang ideal untuk digunakan pada saat
wabah. Bersama-sama, vaksin GamEvacCombi juga tampaknya sama-sama
menjanjikan karena menghasilkan respons kekebalan pada 100% sukarelawan.

c. Penanganan Ebola di Indonesia


Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orangutan Borneo (Pongo
pygmaeus) di Kalimantan teridentifikasi positif Zaire ebolavirus, Sudan ebolavirus,
dan Bundibugyo ebolavirus yang seharusnya hanya terdapat di Afrika. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk terjadinya wabah EDV di Indonesia bukanlah sesuatu
yang mustahil. Dengan demikian, pemerintah perlu melakukan penilaian risiko dan
pengawasan terus menerus terhadap infeksi filovirus primata dan hewan liar di
Indonesia. Selain itu, perlunya sosialisasi terhadap masyarakat terutama yang
menetap di daerah hutan untuk lebih waspada terhadap hewan lair dan selalu
menjaga kebersihan. Masyarakat yang diserang atau mendapatkan luka akibat
hewan liar sebaiknya segera membersihkan diri dengan sabun. Setelah itu
penduduk dianjurkan untuk sesegera mungkin melakukan pemeriksaan ke rumah
sakit terdekat. Kemudian, masyarakat Indonesia yang masih memiliki tradisi untuk

5
memakan daging hewan liar dianjurkan untuk tidak mengonsumsi daging tersebut.
Hal itu didasari karena adanya kemungkinan bahwa daging hewan liar tersebut
sudah terkontaminasi Zaire ebolavirus ataupun virus penyakit lain.

Berdasarkan jurnal Rajiah et al. (2015), WHO merekomendasikan


pemerintah Indonesia untuk menerapkan pencegahan kasus Ebola dengan
pengawasan di bandara dan mengeluarkan travel advisories. Kementerian
Kesehatan telah memperkuat inspeksi ketat para pendatang dari Afrika dan negara-
negara Timur Tengah. Detektor panas juga telah disiapkan pada titik kedatangan
seperti bandara.. Seperti negara lain, pemerintah Indonesia juga terus meningkatkan
kesadaran Ebola kepada pekerja publik dan kesehatan. Kantor imigrasi akan ketat
dan ekstra hati-hati dalam mengeluarkan visa sementara serta pemohon diminta
untuk menjalani pemeriksaan medis. Tindakan pencegahan universal dan tindakan
pencegahan kontak akan ditambahkan ke prosedur standar dalam memberikan
perawatan kepada pasien yang berasal dari negara-negara dengan wabah Ebola .
Selain itu, rumah sakit, laboratorium, dan penyedia kesehatan masyarakat seperti
klinik dan farmasi harus menyiapkan deteksi dini dan mekanisme respon cepat
dalam mengantisipasi penyebaran Ebola di negara ini.

6
OUTBREAK OF EBOLA VIRUS DISEASE IN WEST AFRICA

European Centre for Disease Prevention and Control, Stockholm, 2015

a. Penjelasan Virus Ebola


Dalam kurun waktu satu minggu, kurang lebih sepuluh kasus Ebola telah
dilaporkan di Guinea dan Sierra Leone sejak akhir Juli 2015, dan penularannya
masih terbatas di daerah kecil di kedua negara. Tidak ada kasus EVD yang
dilaporkan di seluruh dunia selama dua minggu terakhir. Ini adalah periode
terpanjang tanpa kasus sejak Maret 2014. Namun, risiko kebangkitan Afrika Barat,
dan karenanya risiko penyebaran regional dan global, akan tetap sampai semua
negara yang paling terkena dampak dinyatakan bebas Ebola. Otoritas kesehatan
Skotlandia menindaklanjuti kontak dekat perawat sebagai tindakan pencegahan.
Pada 13 Oktober 2015, otoritas kesehatan telah mengidentifikasi 62 kontak dekat,
40 di antaranya memiliki kontak langsung dengan cairan tubuh perawat.

b. Pencegahan Virus Ebola


Sebagai tindakan pencegahan, kontak dekat yang pernah melakukan kontak
langsung dengan semua jenis cairan tubuh ditawarkan vaksinasi dengan rVSV-
ZEBOV. Vaksinasi ini sekarang telah terjadi. Dua puluh enam dari 40 menerima
vaksin. Empat belas telah menolak vaksin atau tidak dapat menerimanya karena
kondisi medis yang ada. Semua 58 kontak dekat sedang dipantau secara ketat
selama 21 hari sejak paparan terakhir mereka. Mereka akan mengukur suhu mereka
dua kali sehari, pembatasan perjalanan dan, dalam kasus petugas kesehatan, mereka
diminta untuk tidak melakukan kontak langsung dengan pasien selama periode ini.
Ke 26 orang yang divaksinasi akan menjalani pemantauan tambahan karena
vaksinnya masih dievaluasi. Pada EVD akut, gejala neurologis meningitis,
ensefalopati, dan kejang telah dijelaskan. Dalam satu laporan kasus, viral load yang
terdeteksi dalam CSF menunjukkan bahwa virus Ebola dapat melewati sawar
darah-otak dan karenanya memiliki peran patogenik dalam ensefalitis. Para penulis
menyimpulkan bahwa pengobatan untuk penyakit virus Ebola juga harus
menargetkan sistem saraf pusat. Namun, belum ada bukti bahwa deteksi virus Ebola
di CSF selama penyakit akut terkait dengan kekambuhan dengan gejala SSP.

7
Manifestasi akhir EVD, seperti uveitis, pertama kali dideskripsikan pada tahun
1999. Informasi tentang manifestasi akhir EVD dalam kaitannya dengan RNA /
kemunculan kembali virus dalam cairan tubuh terbatas. Deteksi terus RNA dan
virus hidup dalam semen telah didokumentasikan. Lebih lanjut, kegigihan virus
dengan gejala jangka panjang telah dideskripsikan satu kali untuk virus Ebola.
Virus yang layak terdeteksi dalam cairan air di mata sembilan minggu setelah
pembersihan viraemia dan 14 minggu setelah timbulnya penyakit pada pasien
dengan uveitis. Gejala sisa jangka panjang terjadi lebih dari dua tahun setelah
penyakit virus Bundibugyo telah dijelaskan, termasuk manifestasi neurologis.

Kebutuhan untuk memperhatikan gejala sisa jangka panjang pada penderita


EVD dalam wabah Afrika Barat saat ini telah meningkat baru-baru ini dan beberapa
penelitian sedang berlangsung. Risiko penularan lebih lanjut dari petugas kesehatan
yang terinfeksi di Inggris dianggap sangat rendah, mengingat langkah-langkah
pencegahan yang diambil dan pemantauan berkelanjutan dari kontak dekat. Kontak
yang paling berisiko adalah mereka yang merawat pasien sebelum penerapan
tindakan perlindungan dan berpotensi terkena cairan tubuh. Investigasi lebih lanjut
diperlukan untuk sepenuhnya memahami mekanisme dan dampak dari kemunculan
kembali RNA virus pada pasien ini lebih dari delapan bulan setelah pemulihan.
Pasien menerima plasma pemulihan ketika dia pertama kali dirawat karena EVD
delapan bulan lalu. Ini hanya dapat berspekulasi pada saat ini apakah pengobatan
dengan plasma konvalesen dapat mempengaruhi respon imun pasien EVD terhadap
infeksi dan kemampuan untuk membersihkan tubuh dari virus. Studi kohort yang
sedang berlangsung diharapkan akan memberikan informasi lebih lanjut tentang
komplikasi yang selamat dari EVD dan prognosis jangka panjang.

Manifestasi akhir EVD, seperti uveitis, pertama kali dideskripsikan


bertahun-tahun yang lalu. Informasi tentang manifestasi akhir EVD dalam
kaitannya dengan RNA/kemunculan kembali virus dalam cairan tubuh terbatas.
Deteksi terus RNA dan virus hidup dalam semen telah didokumentasikan. Lebih
lanjut, kegigihan virus dengan gejala yang bertahan lama telah dideskripsikan satu
kali untuk Ebola virus. Virus yang layak terdeteksi dalam cairan air di mata
sembilan minggu setelah pembersihan viraemia dan 14 minggu setelah timbulnya
penyakit pada pasien dengan uveitis. Belum ada bukti bahwa temuan virus Ebola

8
di CSF selama penyakit akut terkait dengan kekambuhan dengan keterlibatan otak.
Gejala sisa jangka panjang terjadi lebih dari dua tahun setelah penyakit virus
Bundibugyo telah dijelaskan, termasuk manifestasi neurologis. Kebutuhan untuk
memperhatikan gejala sisa jangka panjang pada penderita EVD dalam wabah
Afrika Barat saat ini telah meningkat baru-baru ini dan beberapa penelitian juga
sedang dilakukan.

Munculnya kembali penularan EVD di Afrika Barat tetap dimungkinkan


sebagai hasil penularan dari kasus yang dipulihkan melalui kontak dengan cairan
tubuh yang terinfeksi (misalnya melalui kontak seksual), kasus yang tidak diakui
atau tanpa gejala, atau dari reintroduksi dari reservoir hewan. Pada 6 Oktober 2015
(minggu 41), WHO telah melaporkan 28.427 kasus penyakit virus Ebola (EVD)
yang dikonfirmasi, kemungkinan dan diduga, termasuk 11.297 kematian terkait
dengan epidemi Afrika Barat. Liberia dinyatakan bebas Ebola pada 3 September
2015. Guinea dan Sierra Leone terus melaporkan transmisi tingkat rendah setelah
Liberia dinyatakan bebas Ebola, tetapi situasinya membaik karena tidak ada kasus
yang dilaporkan selama 14 hari terakhir di Guinea, dan sejak pertengahan
September di Sierra Leone. Tujuh negara melaporkan kasus impor, dengan atau
tanpa transmisi lokal: Italia, Mali, Nigeria, Senegal, Spanyol, Inggris dan Amerika
Serikat. Pada 9 Oktober 2015, Inggris memberi tahu munculnya komplikasi yang
tidak biasa, lebih dari delapan bulan setelah pemulihan awal, pada orang yang
selamat dari Ebola yang terinfeksi sebagai pekerja kesehatan di Afrika Barat (Sierra
Leone). Sejumlah kontak dekat sedang dalam tindak lanjut. Sebagai tindakan
pencegahan, kontak dekat yang pernah melakukan kontak langsung dengan cairan
tubuh jenis apa pun ditawarkan vaksinasi. Risiko untuk publik dinilai sangat rendah.
Risiko EVD yang diimpor ke UE telah menurun ke tingkat yang sangat rendah
karena tidak ada kasus baru yang dilaporkan di negara-negara yang terkena dampak
dalam dua minggu terakhir. Risiko penularan lebih lanjut di UE dari kasus impor
tetap sangat rendah. Langkah-langkah pengurangan risiko untuk perlindungan
individu dan opsi untuk mengurangi risiko impor dan penyebaran di UE, seperti
yang direkomendasikan dalam penilaian risiko sebelumnya, tetap valid. Langkah-
langkah ini dapat ditemukan dalam pembaruan Penilaian Risiko Cepat ke-11.

9
EBOLA VIRUS DISEASE: MANAGING A PRACTICE CHALLENGE
WITH EVIDENCE

By Ann Marie Matlock, DNP, RN, NE-BC; Debbie C. Gutierrez, BSN, RN;
and Gwenyth R. Wallen, PhD, RN

a. Penjelasan Virus Ebola


Pada bulan September 2014, seorang pasien dengan kemungkinan terkena
penyakit virus Ebola (EVD) dirawat di Unit Studi Klinis Khusus (SCSU) di
National Institutes of Health Clinical Center - salah satu dari tiga unit di Amerika
Serikat yang awalnya ditunjuk sebagai rumah sakit yang mampu menerima pasien
dengan EVD. SCSU dibuka pada tahun 2010 dan pada awalnya dirancang untuk
merawat pasien yang dicurigai memiliki kondisi sangat menular, seperti sindrom
pernafasan akut yang parah atau infeksi lain yang muncul, terutama dalam konteks
paparan pekerjaan selama penelitian dengan agen ini. Prinsip-prinsip penahanan
dan biosafety tertinggi yang mungkin dibangun dalam unit dan prosedurnya,
dengan fokus pada pasien dengan penyakit menular yang sangat menular yang
membutuhkan isolasi pernapasan dan kontak secara langsung.

b. Prosedur kepegawaian dan klinis untuk EVD

Setelah mendengar tentang prosedur lapangan di Afrika Barat, beberapa


pertanyaan kami dijawab mengenai tingkat kepegawaian yang sesuai untuk pasien
dengan EVD yang diketahui atau diduga. Bergantung pada kondisi setiap pasien,
kami perlu memastikan bahwa kami memiliki staf untuk memberikan asuhan
keperawatan tingkat ICU. Kami juga perlu membangun kapasitas dengan memiliki
perawat SCSU yang berspesialisasi dalam penyakit menular, serta dua perawat
terlatih lainnya untuk memberikan pengamatan keselamatan dan dukungan
lingkungan untuk setiap pasien. Kami menambahkan peran interdisipliner yang
kami sebut WatSan, berdasarkan nama yang diberikan kepada pemantau di Afrika.
WatSan adalah penyedia layanan kesehatan yang berperan untuk menginstruksikan
staf ketika melepas APD. Proses untuk transportasi spesimen dikembangkan
dengan mempertimbangkan keselamatan. Menggunakan bukti yang tersedia untuk
mengelola tumpahan yang mengandung obat berbahaya, prosedur yang

10
menggunakan dua orang untuk mengangkut spesimen pasien ke laboratorium jika
terjadi peristiwa yang tidak diinginkan dikembangkan. Kit tumpahan khusus,
dimodelkan setelah kit tumpahan untuk tumpahan obat berbahaya, dibuat dan
dibawa selama perjalanan ke lab. Pengelolaan limbah dan proses dekontaminasi
yang telah dikembangkan untuk SCSU diperbarui berdasarkan pendapat para ahli
dan apa yang diketahui tentang EVD. Perawatan kimia digunakan untuk limbah
pasien sebelum pembilasan, dan kebijakan dan prosedur direvisi untuk memandu
staf tentang pembuangan sampah dari kamar pasien dan diangkut ke autoclave.
Kereta khusus digunakan untuk membuang sampah dari SCSU untuk diangkut ke
autoclave. Sebelum keluar dari SCSU, gerobak d telah dikontaminasi untuk
memastikan bahwa lingkungan di luar SCSU tetap bersih.

Dengan pengalaman yang sudah dilakukan, tiga aspek penting dari


perawatan muncul. Yang pertama adalah jenis APD yang digunakan. Meskipun
pendapat ahli meminta APD khusus, tidak jelas jenis peralatan apa yang
dibutuhkan. Untuk memastikan bahwa anggota staf aman, kami menggunakan
tingkat APD tertinggi, termasuk respirator pemurni udara bertenaga, penutup,
sepatu bot, sarung tangan, dan gaun. Aspek kedua adalah tingkat kepegawaian.
Meskipun jumlah setara waktu penuhnya tinggi, kami percaya pendekatan yang
berhati-hati adalah pendekatan yang paling aman. Berdasarkan bukti, kami merasa
bahwa jumlah itu dibenarkan untuk menjaga staf aman dan bebas dari cedera, serta
paparan pekerjaan yang wajar. Aspek penting terakhir adalah dekontaminasi.
Prosedur limbah dikembangkan dengan tim ahli, termasuk seorang insinyur.
Dengan menggunakan bukti yang kami kumpulkan dari perawatan pasien dengan
organisme multiresisten, proses dilakukan untuk memastikan bahwa limbah
ditangani dan dikelola dengan mempertimbangkan keselamatan. Berdasarkan
pengetahuan yang kami peroleh dari memberikan perawatan kepada pasien pertama
yang dicurigai EVD, kami melakukan perubahan pada staf, APD, dan prosedur
limbah. Kami berharap dapat terus memperbaiki kebijakan dan prosedur kami dan
berharap uji coba manusia untuk vaksin untuk EVD dimulai dan berhasil.

11
A POINT-OF-CARE DIAGNOSTIC FOR DIFFERENTIATING EBOLA
FROM ENDEMIC FEBRILE DISEASES

David Sebba, Et al. Science Translational Medicine

a. Penjelasan Virus Ebola

Dari 2014 hingga 2016, wabah virus Ebola (EBOV) di Afrika Barat
menggarisbawahi perlunya perluasan persenjataan pendekatan pengujian
diagnostik. Diagnosis empiris berdasarkan gejala klinis (misalnya, demam) adalah
alat diagnostik yang paling sering digunakan dalam pengaturan sumber daya rendah
tetapi tidak sangat diskriminatif di lokasi dengan insiden malaria yang tinggi dan
kejadian teratur virus Lassa fever (LASV), dan oleh karena itu , diagnosis EBOV
selama wabahterutama dilakukan dengan menggunakan uji reaksi rantai transkripsi
polimerase terbalik (RT-PCR) (5, 6). Meskipun RT-PCR berhasil digunakan untuk
mendiagnosis infeksi Ebola, penyebarannya, dan oleh karena itu dampak klinisnya,
terbatas karena infrastruktur dan pelatihan yang diperlukan untuk menjalankan
pengujian secara akurat. Keterbatasan ini menyoroti perlunya diagnosa portabel
dengan suhu sekitar - pereaksi stabil yang dapat digunakan dalam pengaturan
infrastruktur rendah dan yang mampu mendiagnosis Ebola secara berbeda dari
penyakit endemik lainnya yang hadir dengan gejala klinis yang serupa, seperti
malaria.

b. Pemeriksaan Diagnostik Yang Digunakan

Untuk menjembatani kesenjangan ini, kami mengembangkan platform


diagnostik multipleks yang kompatibel dengan lingkungan yang keras. Platform ini
didasarkan pada teknologi pendeteksian protein yang menggunakan tag
nanopartikel spektroskopi Raman yang ditingkatkan permukaannya (nanotag
SERS). Sejumlah keunggulan praktis menjadikan platform ini kandidat kuat untuk
uji diagnostik titik-kebutuhan multipleks. Spektrum nanotag SERS bersemangat
dalam inframerah dekat (NIR), meminimalkan kebisingan latar belakang optik dari
matriks biologis. Tidak seperti spektrum emisi fluoresensi luas tanpa ciri, spektra
SERS memiliki beberapa puncak emisi tajam yang sesuai dengan mode getaran

12
pemancar SERS, memungkinkan beberapa nanotag dibedakan dengan akurasi
tinggi. Nanotag SERS dirancang agar sangat stabil, menghindari persyaratan untuk
transportasi dan penyimpanan rantai dingin, dan dapat dideteksi dalam cairan
biologis kompleks tanpa persiapan sampel atau langkah-langkah pencucian, yang
menyederhanakan alur kerja pengguna. Nanotag SERS dengan tanda tangan optik
yang berbeda dapat dikombinasikan dalam tabung uji tunggal dengan gangguan
yang dapat diabaikan, memungkinkan multiplexing yang mudah dan
memungkinkan diagnosis banding. Selain itu, nanotag SERS dapat dimasukkan ke
dalam sandwich immunoassay dengan menggunakan sepasang antibodi tangkapan
/ detektor, memungkinkan kita untuk memanfaatkan keunggulan spesifik yang
diberikan oleh pendekatan pengikatan rangkap ini.

Dengan tujuan menciptakan alat diagnostik yang akan berguna dalam


wabah EBOV di daerah dengan beberapa penyakit "confuser", kami pertama kali
mengembangkan tes singleplex untuk mendeteksi protein dari tiga penyakit
menular yang berbeda: malaria (Plasmodium falciparum), EBOV, dan LASV.
Kami kemudian mengembangkan pembaca uji yang kompatibel dengan operasi
pada berbagai kondisi lingkungan, termasuk kurangnya listrik. Dengan
menggunakan beragam pereaksi, uji suhu stabil yang dikemas dalam format tabung
uji individu, kami menguji sampel yang dikumpulkan di lapangan (untuk malaria)
dan sampel repositori dari pasien dengan penyakit EBOV. Hasil ini menambah
pendekatan baru yang penting untuk pengembangan diagnostik point-of-care
(POC) multiplexed.

13
EBOLA: PENYAKIT EKSOTIK ZOONOSIS YANG PERLU DIWASPADAI

NLPI Dharmayanti dan I Sendow Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl.


RE Martadinata No. 30, Bogor 16114 nlpdharmayanti@gmail.com

a. Penjelasan Virus Ebola

Ebola dan Marburg hemorrhagic fever yang termasuk dalam genus virus
Filo yang merupakan penyakit zoonosis yang menyebabkan perdarahan
menyeluruh disertai demam dengan tingkat kematian yang tinggi, berkisar antara
50-90% pada manusia dan primata (Kuhn et al. 2010; Olejnik et al. 2011). Virus
Filo terdiri dari virus Ebola (EBOV), virus Marburg (MARV) yang termasuk dalam
anggota keluarga Filoviridae orde Mononegavirales. Virus ini merupakan
kelompok virus RNA beruntai negatif dan tidak bersegmen.

Di Asia, REBOV terdeteksi di Filipina dan di Amerika Serikat telah


terdeteksi adanya kasus Ebola pada manusia yang baru datang dari Afrika.
Indonesia memiliki geografis yang sangat dekat dengan Filipina dan memiliki iklim
yang serupa. Kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama terhadap reservoir virus
Ebola seperti kelelawar dan hewan liar lainnya yang berpotensi meyebarkan EBOV
ke Indonesia. Oleh karena itu, perlu diantisipasi terhadap fasilitas, kapasitas
diagnosis dan penelitian terhadap EBOV. Untuk mengantisipasi dan mengetahui
status Indonesia terhadap infeksi EBOV diperlukan joint risk assessment infeksi
virus Ebola dan virus Filo di Asia yang melibatkan lingkungan/ekologi, hewan
domestik dan manusia perlu dilakukan, disamping peneguhan diagnosis terhadap
peran reservoir EBOV dalam menyebarkan penyakit ke manusia.

b. Pengobatan Virus Ebola

Virus Ebola dan virus Filo dapat diinaktifkan dengan cara fisika seperti
dengan pemanasan menggunakan autoklaf dan secara kimiawi dengan
menggunakan desinfektan. Virus Ebola dilaporkan sensitif terhadap 2% natrium
hipoklorit, 2% glutaraldehid, asam perasetat 5% dan 1% formalin. Virus ini juga
dapat diinaktivasi oleh sinar ultraviolet, radiasi gamma, 0,3% betapropiolactone

14
selama 30 menit pada 37ºC (98,6ºF), atau pemanasan sampai 60ºC (140ºF) selama
1 jam (The Center for Food Security & Public Health 2009).

Swenson et al. (2008) telah mengembangkan vaksin berbasis rekayasa


genetika dengan menggunakan CadVax-Panfilo yaitu mengekspresikan antigen GP
dari lima spesies kelompok virus Ebola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
vaksin platform CadVax ini berhasil melindungi primata ketika ditantang dengan
kelima spesies virus Filo seperti ZEBOV, SEBOV, MARV, Musoke dan MATV
Ci67.

Di Indonesia, infeksi terhadap virus Ebola belum pernah dilaporkan baik


pada manusia maupun hewan reservoir seperti kelelawar pemakan buah, meskipun
di Filipina, telah terdeteksi infeksi REBOV pada kelelawar dan babi. Untuk
mengantisipasi terhadap virus Ebola, Indonesia yang mempunyai wilayah tropis
seperti Filipina, harus siap dalam mengetahui dan mendeteksi kemungkinan adanya
Ebola pada hewan reservoir seperti kelelawar dan babi. Kesiapan Indonesia adalah
kesiapan laboratorium dan perangkatnya untuk mendiagnosis virus Ebola baik dari
manusia ataupun hewan dalam hal kemampuan deteksi, diagnosis dan identifikasi
virus Ebola. Oleh karena itu, survei serologis dan identifikasi material genetik perlu
dilakukan. Hasil studi tersebut diharapkan dapat menjawab keberadaan infeksi
kelompok virus Filo, khususnya pada kelelawar di Indonesia. Hal ini didasari pada
pertimbangan kondisi geografis antara Indonesia dan Filiphina, serta jelajah terbang
kelelawar tersebut kemungkinan dapat mencapai Indonesia.

15
PENGUATAN SISTEM KEAMANAN AMERIKA SERIKAT
DALAM UPAYA PENANGGULANGAN WABAH EBOLA PADA TAHUN
2014

Nungky Haryani, Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan


Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945 Nungkyharyani96@gmail.com

The United Nation Development Programme (UNDP) berpendapat bahwa


keamanan manusia memiliki cakupan yang lebih luas lagi mengenai ancaman.
Ancaman tersebut dibagi lagi kedalam beberapa jenis seperti economic security,
food security, health security, enviromental security, personal security, community
security and political security (United Nations, 2009). Terkait dengan penyebaran
wabah penyakit ebola, konsep Health Security dianggap penting dan diperlukan
dengan tindakan yang proaktif maupun reaktif untuk meminimalisir kerentanan
terhadap bahaya (kesehatan) masyarakat yang menyangkut masalah populasi
nasional. Penyakit menular dapat memberikan ancaman langsung kepada
masyarakat, mengikis produktivitas, ekonomi, melemahkan institusi negara dan
kemampuannya untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.

Amerika Serikat sebagai negara yang terkena dampak virus Ebola, ikut
terlibat dalam menanggulangi virus Ebola di Afrika Barat dan di dalam negaranya.
Oleh karena itu Amerika mengelompokkan upayanya menjadi dua, yakni bagi
masyarakat dalam negeri dan luar negeri. Upaya – upaya tersebut diantaranya
seperti pengiriman pasukan, mengirim bantuan dana, penerapan kebijakan airport
screening di Amerika Serikat dan di Afrika Barat, pemberian pelatihan bagi
masyarakat dan petugas medis, memastikan kesiapan rumah sakit dan sistem
kesehatan, Airport screening berupa skrining masuk merupakan pemeriksaan
bandara yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk memeriksa para
wisatawan asing yang masuk dan mengunjungi wilayah Amerika Serikat. Upaya ini
merupakan salah satu cara pemerintah Amerika Serikat dalam memperkuat sistem
keamanan dalam negerinya guna melindungi masyarakatnya dari serangan virus
Ebola. Dibantu dengan pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC),
departemen kesehatan dan layanan kemanusaiaan, serta bersinergi dengan pihak

16
rumah sakit, pemerintah telah mencoba meningkatkan kemampuan berupa
biocontaiment untuk mengobati virus Ebola. Upaya tersebut merupakan kebijakan
Amerika Serikat dalam penguatan sistem keamanan di negaranya.

17
INFEKSI VIRUS EBOLA

Novie H. Rampengan, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado. Email: novierampengan@yahoo.com

a. Penjelasan Virus Ebola

Di Afrika terdapat 3 jenis virus Ebola yang menyebabkan wabah terbesar,


yaitu: EBOV, Sudan ebolavirus dan Bundibugyo ebolavirus. Nilai fatalitas EBOV
dapat mencapai 30-90% tergantung pada jenis virus. Virus Ebola berasal dari
golongan Filoviridae. Jenis ini merupakan virion pleomorfik yang dapat berbentuk
huruf U, angka 6, atau lingkaran, tetapi yang paling sering terlihat di mikroskop
elektron ialah struktur tubular panjang. Virus Ebola mengandung 1 molekul linear
singlestranded dengan negative-sense RNA yang hampir mirip dengan
Paramyxoviridae.

b. Penanganan Virus Ebola

Penanganan infeksi virus Ebola hanya bersifat suportif untuk


mempertahankan fungsi jantung dan ginjal, menyeimbangkan elektrolit, dan
mencegah komplikasi penyerta. Umumnya penderita mengalami dehidrasi
sehingga dibutuhkan penggantian cairan dan faktor koagulasi yang berguna untuk
menghentikan perdarahan serta memperbaiki oksigenasi. Rehidrasi oral dapat
direkomendasikan tetapi kadang tidak realistis karena adanya nyeri tenggorokan,
muntah, dan lemah badan yang berkepanjangan. Tujuan utama penanganan ialah
untuk menyiapkan layanan kesehatan yang optimal pada penderita dengan proteksi
maksimal. Pada tahap awal infeksi virus Ebola dapat tidak terlalu berjangkit.
Kontak dengan seseorang yang sedang terjangkit virus ini pada tahap awal tidak
terlalu berjangkit, tetapi seiring dengan perjalanan penyakit, kontak dengan cairan
tubuh misalnya dari diare, muntah, atau perdarahan dapat berakibat fatal.

Pencegahan terhadap infeksi virus Ebola mencakup beberapa hal:

1. Isolasi pasien infeksi Ebola dari pasien lainnya


2. Mengurangi penyebaran penyakit dari kera dan babi yang terinfeksi ke
manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa hewan tersebut
terhadap kemungkinan infeksi, serta membunuh dan membakar hewan

18
dengan benar jika ditemukan menderita penyakit tersebut. Memasak daging
dengan benar dan mengenakan pakaian pelindung ketika mengolah daging
juga mungkin berguna, begitu juga dengan mengenakan pakaian pelindung
dan mencuci tangan ketika berada di sekitar orang yang menderita penyakit
tersebut. Sampel cairan dan jaringan tubuh dari penderita penyakit harus
ditangani dengan sangat hati-hati.
3. Menggunakan sarung tangan dan perlengkapan pelindung diri yang
lengkap, dalam hal ini standard precautions (termasuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah memeriksa pasien)
4. Persiapan pembakaran dengan benar jenazah individu yang meninggal
karena virus Ebola untuk mencegah penularan

19
EBOLA VIRUS DISEASE IN WEST AFRICA — CLINICAL
MANIFESTATIONS AND MANAGEMENT

The New England Journal of Medicine

a. Penjelasan Virus Ebola

Di daerah terbatas sumber daya, isolasi orang sakit dari populasi pada
umumnya telah menjadi landasan pengendalian penyakit virus Ebola (EVD) sejak
virus ditemukan pada tahun 1976. Meskipun strategi ini dengan sendirinya mungkin
efektif dalam mengendalikan wabah kecil di daerah terpencil. Hal ini telah
menawarkan sedikit harapan untuk orang yang terinfeksi dan keluarga mereka
tanpa adanya perawatan medis. Dalam wabah di Afrika Barat saat ini, upaya
pengendalian infeksi dan manajemen klinis perlu diimplementasikan dalam skala
yang lebih besar daripada wabah sebelumnya, dan oleh karena itu perlu untuk
menilai kembali upaya tradisional dalam manajemen penyakit. Setelah merawat
lebih dari 700 pasien dengan EVD antara 23 Agustus dan 4 Oktober 2014, di unit
perawatan Ebola terbesar di Monrovia, Liberia, kami percaya bahwa pengamatan
klinis kumulatif kami mendukung pendekatan rasional terhadap manajemen EVD
dalam pengaturan sumber daya yang ditentukan.

Gejala awal EVD termasuk demam tinggi (suhu hingga 40° C), malaise,
kelelahan dan sakit tubuh. Demam berlanjut, dan pada hari ke 3 sampai 5 penyakit,
gejala gastrointestinal biasanya dimulai, dengan nyeri epigastrium, mual, muntah,
dan diare. Pasien secara rutin datang ke fasilitas kami setelah 2 atau 3 hari muntah
parah atau diare, di mana hal ini menimbulkan risiko besar bagi komunitas mereka
dan memiliki kemungkinan tinggi untuk menguji positif virus Ebola dalam darah
dengan polymerase chain reaction (PCR). Meskipun beberapa pasien dinyatakan
positif PCR dalam 24 jam setelah onset gejala, kami menemukan bahwa hasil tes
negatif tidak dapat diandalkan untuk menyingkirkan penyakit sampai 72 jam
setelah gejala dimulai. Di antara pasien yang dites positif Ebola, tidak ada yang
kami sadari telah tertular penyakit dari kontak yang terinfeksi selama fase awal
demam. Tidak ada pengujian tambahan yang tersedia di fasilitas kami.

20
b. Penanganan Manifestasi Klinis yang Muncul

Penilaian klinis yang cepat membutuhkan triase pasien ke dalam satu dari
tiga kategori: mereka yang secara klinis hipovolemik, tidak kaget, dan mampu
memberikan perawatan diri; mereka yang hipovolemik, tidak kaget, tetapi tidak
mampu memberikan perawatan diri; dan mereka yang kaget dengan bukti
kegagalan organ yang hasilnya tidak akan diubah oleh intervensi medis yang
tersedia. Mayoritas pasien yang kami rawat berada dalam kategori pertama. Kami
percaya bahwa grup ini memiliki kemungkinan tertinggi untuk merespons
intervensi kami yang tersedia terbatas.

Kami mengamati bahwa pasien yang hipovolemik, tidak syok, dan mampu
merawat diri sendiri memiliki potensi untuk pemulihan dengan antiemetik oral,
terapi antidiare, dan rehidrasi yang memadai dengan larutan elektrolit oral.
Mengingat kehilangan cairan yang besar yang diamati dengan EVD, antiemetik oral
dan terapi antidiare tampaknya menjadi intervensi awal yang penting yang dapat
membatasi dehidrasi dan syok yang mengancam jiwa. Dalam pengalaman kami,
rejimen ini berhasil mengendalikan gejala, memfasilitasi asupan oral, mengurangi
kehilangan cairan pencernaan, dan membantu mengurangi kontaminasi lingkungan
oleh cairan tubuh. Petugas kesehatan dengan waktu terbatas dalam APD kemudian
dapat mengarahkan upaya mereka untuk mendorong dan memfasilitasi asupan oral.

Itu adalah anggapan kami bahwa kelompok pasien yang hipovolemik dan
tidak syok tetapi tidak mampu memberikan perawatan diri akan mendapat manfaat
paling banyak dari terapi cairan intravena jangka pendek dan penggantian elektrolit.
Membangun akses intravena, memberikan volume cairan yang cukup, dan
memastikan manajemen jarum dan perangkat yang aman membutuhkan perawatan
pasien tingkat individu yang intensif. Penggunaan rutin terapi cairan intravena di
fasilitas kami dilarang oleh beban kasus yang besar, jumlah pekerja kesehatan yang
terbatas, dan waktu yang terbatas dalam APD.

Tujuan utama unit perawatan Ebola secara historis adalah untuk mengisolasi
orang yang terinfeksi pada awal perjalanan penyakit - seringkali segera setelah
demam - untuk memutus rantai penularan penyakit di masyarakat. Namun, semua
upaya harus dilakukan untuk mengoptimalkan tingkat perawatan medis yang

21
disediakan dalam fasilitas ini. Perlawanan oleh orang yang terinfeksi untuk masuk
secara sukarela akan bertahan kecuali fasilitas perawatan dilihat sebagai tempat
untuk perawatan dan pemulihan dan bukan sebagai tempat untuk mati terisolasi dari
orang yang dicintai dan masyarakat. Pengamatan kami mendukung penggunaan
agresif antiemetik, obat anti diare, dan solusi rehidrasi untuk mengurangi
kehilangan gastrointestinal masif dan konsekuensi dari syok hipovolemik.
Penggunaan selektif terapi cairan intravena dalam populasi yang paling mungkin
menguntungkan adalah pendekatan rasional dalam keadaan saat ini. Jika
memungkinkan, penggunaan yang lebih luas dari terapi cairan intravena dan
penggantian elektrolit, yang dipandu oleh uji laboratorium layanan, kemungkinan
akan secara signifikan meningkatkan hasil.

22
EBOLA 2014 — NEW CHALLENGES, NEW GLOBAL RESPONSE AND
RESPONSIBILITY

The New England Journal of Medicine

a. Penjelasan Virus Ebola

Sejak virus Ebola pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976, tidak ada
wabah Ebola sebelumnya yang sebesar atau persisten seperti epidemi saat ini, dan
tidak ada yang menyebar di Afrika Timur dan Tengah. Hingga saat ini, lebih dari
1000 orang, termasuk banyak petugas kesehatan, telah terbunuh oleh penyakit virus
Ebola (EVD) pada tahun 2014, dan jumlah kasus dalam wabah saat ini sekarang
melebihi jumlah dari semua wabah sebelumnya yang digabungkan. Efek tidak
langsung termasuk gangguan perawatan medis standar, termasuk untuk kondisi
umum dan mematikan seperti malaria, dan kerugian ekonomi yang substansial, rasa
tidak aman, dan gangguan sosial di negara-negara yang sudah berjuang untuk pulih
dari perang selama beberapa dekade.

Penyebaran wabah ke wilayah yang padat penduduk seperti Lagos dan


Nigeria mengkhawatirkan, dan situasi di sana berkembang dengan cepat. Lagos
memiliki populasi yang kira-kira setara dengan Guinea, Sierra Leone, dan Liberia,
dan butuh hampir 2 minggu untuk membangun fasilitas isolasi dan perawatan
efektif pertama di sana. Nigeria sejak itu telah meningkatkan responsnya, tetapi
apakah mereka bertindak tepat waktu untuk menghentikan wabah besar belum jelas.
Mengingat mobilitas dan perjalanan udara yang luas di Afrika Barat, EVD dapat
menjangkau negara-negara lain di kawasan ini dan sekitarnya. Setiap hari bahwa
penularan penyakit tetap tidak terkontrol, kemungkinan penyebaran ke negara-
negara yang tidak terkena dampaknya meningkat.

b. Pencegahan Wabah yang Terjadi

Mengidentifikasi orang yang terinfeksi dengan cepat memerlukan fasilitas


diagnostik dan perawatan yang mudah diakses. Dalam wabah saat ini, jumlah
pasien telah jauh melebihi kapasitas lokal, yang telah menghasilkan lingkaran setan
di mana lebih banyak kasus menyebabkan kelebihan fasilitas yang mengarah ke

23
lebih banyak kasus. Pengujian laboratorium dengan reaksi berantai polimerase real-
time sensitif dan spesifik dan dapat mengembalikan hasil dalam beberapa jam;
sekarang menjadi lebih banyak tersedia di daerah yang terkena dampak.

Menanggapi kasus melibatkan isolasi dan perawatan pasien, pelacakan


kontak, dan pemantauan setiap kontak selama 21 hari setelah paparan. Sulit untuk
mengisolasi dan merawat pasien dengan EVD, bukan karena penyakitnya sangat
menular atau virusnya sangat kuat, tetapi karena satu putaran saja dapat sangat
menghancurkan. Aliran udara negatif maupun respirator khusus tidak penting;
perhatian cermat pada gaun, sarung tangan, topeng, dan pelindung mata dan
perawatan yang baik saat melepas peralatan pelindung adalah kuncinya.
Pengendalian infeksi rumah sakit yang ditingkatkan di seluruh wilayah akan
mencegah sejumlah besar EVD dan penyakit lainnya. Sabun dan air atau pembersih
tangan berbasis alkohol siap mengganggu selubung virus RNA beruntai tunggal ini,
dan dekontaminasi dengan pemutih encer efektif dan mudah tersedia bahkan dalam
pengaturan jarak jauh.

Pemberian perawatan suportif, terutama manajemen cairan dan elektrolit


dan pengobatan superinfeksi bakteri, dapat secara signifikan meningkatkan
kelangsungan hidup. Kontak perlu diidentifikasi dan suhunya dipantau setiap hari
selama 21 hari setelah paparan; jika mereka mengalami demam, mereka juga perlu
segera diisolasi, diuji, dan jika tes positif, diwawancarai untuk mengidentifikasi
kontak, yang masing-masing harus diikuti selama 21 hari. Mobilisasi sosial dan
upaya pendidikan kesehatan yang sesuai dengan budaya sangat penting untuk
keberhasilan identifikasi kasus dan pelacakan kontak.

Ada tiga intervensi pencegahan utama. Yang pertama adalah pengendalian


infeksi yang cermat dalam pengaturan perawatan kesehatan. Risiko penularan
terbesar bukan dari pasien dengan infeksi yang didiagnosis tetapi dari deteksi
tertunda dan isolasi. Karena gejala awal EVD - demam, mual, muntah, diare, dan
kelemahan - tidak spesifik dan umum, pasien dapat mengekspos pengasuh keluarga,
petugas kesehatan, dan pasien lain sebelum infeksi didiagnosis.

Kedua, mendidik dan mendukung masyarakat untuk memodifikasi praktik


pemakaman lokal lama untuk mencegah kontak dengan cairan tubuh orang yang

24
telah meninggal karena EVD, setidaknya sementara sampai wabah dikendalikan,
akan menutup rute utama kedua penyebaran virus. Ini adalah masalah yang sensitif
secara budaya yang membutuhkan penjangkauan dan pendidikan yang sesuai
dengan budaya.

Dan ketiga, menghindari penanganan daging semak (hewan liar yang diburu
untuk bertahan hidup) dan kontak dengan kelelawar (yang mungkin merupakan
reservoir utama virus Ebola) dapat mengurangi risiko masuknya virus Ebola ke
manusia. Konsumsi daging Bush dapat dikurangi melalui pengembangan sosial
ekonomi yang meningkatkan akses ke sumber protein yang terjangkau. Di mana
konsumsi daging semak berlanjut, penyembelihan dan penanganan yang lebih aman
dapat didorong. Efek potensial dari deforestasi dan perubahan lingkungan lainnya
pada peningkatan kontak manusia-kelelawar perlu dipelajari lebih lanjut dan
ditangani.

Ini adalah intervensi langsung, tetapi virus Ebola adalah musuh yang
tangguh. Jika satu kasus tidak terjawab, satu kontak menjadi sakit dan tidak
terisolasi, atau terjadi selang tunggal dalam pengendalian infeksi atau keselamatan
praktik pemakaman, rantai transmisi lain dapat dimulai.

25
THE INTERNATIONAL EBOLA EMERGENCY

By Bryand, Sylvie Et al. The New England Journal of Medicine.

a. Penjelasan Virus Ebola

Pada 8 Agustus 2014, 33 minggu menjadi wabah Ebola terpanjang, terbesar,


dan paling luas yang tercatat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendeklarasikan epidemi tersebut sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat dari
Kepedulian Internasional (PHEIC). Deklarasi ini tidak dibuat enteng. PHEIC
adalah instrumen dari Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) - sebuah perjanjian
yang mengikat secara hukum yang dibuat oleh 196 negara tentang penahanan
ancaman kesehatan internasional utama.

Pernyataan 8 Agustus yang dibuat oleh Direktur Jenderal WHO Margaret


Chan mengikuti saran dari Komite Darurat IHR independen. Meninjau semua bukti
yang tersedia, panitia menyimpulkan bahwa penyebaran Ebola internasional lebih
lanjut dapat memiliki konsekuensi serius. Kekhawatiran mereka didasarkan pada
kelanjutan transmisi Ebola di komunitas Afrika Barat dan fasilitas kesehatan,
tingkat fatalitas kasus penyakit virus Ebola (EVD) yang tinggi, dan layanan
kesehatan yang lemah di Guinea, Liberia, Sierra Leone, Nigeria dan negara-negara
tetangga lainnya berisiko infeksi.

Wabah saat ini telah menyebabkan lebih banyak kasus dan kematian
daripada epidemi EVD sebelumnya. Tampaknya telah dimulai di distrik
Guéckédou, Guinea. Kasus pertama tercatat pada Desember 2013, tetapi kasus itu
mungkin bukan yang pertama dalam wabah ini. Hingga akhir April 2014, sebagian
besar kasus dilaporkan dari Guinea, dengan jumlah kecil di bagian yang berbatasan
dengan Liberia dan Sierra Leone. Pada akhir April, penurunan kasus yang
dilaporkan di Guinea memberi harapan bahwa epidemi mulai mereda dan sebagian
besar terbatas pada satu negara. Harapan itu ditinggalkan karena jumlah kasus yang
dikonfirmasi di Liberia dan Sierra Leone meningkat tajam selama Mei. Pada 16
Agustus, jumlah kumulatif dari kasus EVD yang dikonfirmasi, kemungkinan dan
yang dicurigai di tiga negara yang paling parah terkena dampak plus Nigeria adalah
2.240, dengan 1.229 kematian. Rasio kematian terhadap kasus menyiratkan tingkat

26
fatalitas kasus 55%. Namun, perkiraan ini merupakan perkiraan, karena beberapa
kasus dan kematian (mungkin banyak) telah terlewatkan; khususnya, pelacakan
kontak di Guinea selama periode awal jauh dari memadai, memungkinkan peluang
lebih lanjut untuk transmisi. Selain itu, tingkat kematian bervariasi di antara lokasi
geografis, berkisar antara 30 hingga 90% dalam epidemi ini.

Meskipun jumlah terbesar kasus dilaporkan dalam minggu mulai 28 Juli,


data yang dikumpulkan dari Guinea, Liberia dan Sierra Leone memberikan sedikit
indikasi bahwa insiden telah mulai menurun secara sistematis. Sampai sekarang,
tidak ada bukti persuasif bahwa epidemi masih terkendali. Dan penemuan kasus
baru-baru ini di Nigeria, yang tidak memiliki perbatasan dengan Guinea, Liberia,
atau Sierra Leone, menyoroti risiko penyebaran yang lebih luas di seluruh Afrika
dan ke benua lain. Di luar masalah kesehatan langsung, Ebola juga menjadi darurat
kemanusiaan dan ekonomi: sekolah ditutup, pertanian dan pertambangan terancam
karena pekerja meninggalkan daerah yang terkena dampak dan perdagangan lintas
batas melambat.

b. Penanganan Wabah Ebola

Penulis mengatakan mereka belum memiliki vaksin Ebola atau perawatan


antivirus khusus, tetapi bukti dari epidemi saat ini dan sebelumnya menunjukkan
bahwa penularan dapat terganggu oleh langkah-langkah pengendalian infeksi. Cara
penularannya sudah diketahui: kemungkinan infeksi tinggi jika ada kontak
langsung dengan darah, sekresi, organ, atau cairan tubuh lain dari orang yang
terinfeksi. Pasien menjadi menular begitu gejala dan dapat tetap menular bahkan
setelah gejala mereda (virus tetap ada dalam cairan tubuh). Reservoir hewan utama
Ebola mungkin kelelawar buah, dan infeksi manusia dapat diperoleh dari inang
mamalia menengah, termasuk babi dan primata. Tetapi epidemi ini hampir pasti
ditopang oleh penularan dari orang ke orang melalui kontak fisik. Meskipun kontak
dengan cairan tubuh yang terinfeksi membawa risiko besar, virus Ebola biasanya
tidak menyebar dengan cepat melalui populasi besar. Dari epidemi sebelumnya
telah dihitung bahwa 1 kasus manusia primer menghasilkan hanya 1 hingga 3 kasus
sekunder, dibandingkan dengan 14 hingga 17 untuk campak di Afrika Barat.

27
Pengamatan ini menunjukkan prioritas langsung untuk kontrol: diagnosis
dini dengan isolasi pasien, pelacakan kontak, kepatuhan ketat terhadap pedoman
keamanan hayati di laboratorium, prosedur keperawatan penghalang dan
penggunaan peralatan pelindung diri oleh semua petugas kesehatan, disinfeksi
benda dan area yang terkontaminasi, dan penguburan yang aman.

Pasien dengan Ebola memerlukan perawatan simptomatik dan perawatan


intensif, dan laporan klinis menunjukkan bahwa perawatan suportif yang lebih baik
meningkatkan peluang pasien untuk bertahan hidup. Pembentukan pusat operasi
darurat sangat penting, seperti halnya program komunikasi dan mobilisasi sosial,
baik untuk membantu populasi yang terkena dampak memahami dan mematuhi
langkah-langkah pengendalian dan untuk membantu otoritas kesehatan memahami
bagaimana langkah-langkah ini dapat diperkenalkan dengan cara yang sensitif
secara budaya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Houten, F. J. (2019). Potensi Wabah Penyakit Virus Evola (EVD) di Indonesia &
Upaya Penanganannya.

European Centre for Disease Prevention and Control. Outbreak of Ebola virus
disease in West Africa. 13th update, 13 October 2015. Stockholm: ECDC;
2015.

Matlock, A. M., Gutierrez, D. C., & Wallen, G. R. (2015). Ebola virus disease:
Managing a practice challenge with evidence. Nursing management, 46(2),
20.

Sebba, D., Lastovich, A. G., Kuroda, M., Fallows, E., Johnson, J., Ahouidi, A., &
Diédhiou, C. (2018). A point-of-care diagnostic for differentiating Ebola from
endemic febrile diseases. Science translational medicine, 10(471), eaat0944.

NLPI Dharmayanti, I Sendow. 2015. Ebola: Penyakit Eksotik Zoonosis yang Perlu
Diwaspadai. WARTAZOA Vol. 25 No. 1 Th. 2015 Hlm. 029-038

Haryani, N., (2019). Penguatan Sistem Keamanan Amerika Serikat Dalam Upaya
Penanggulangan Wabah Ebola Pada Tahun 2014. Global Insight Journal Vol
04, No. 01 Oktober- Maret 2019 ISSN 2541-318X

Rampengan, Novie H., (2014). Infeksi Virus Ebola. Jurnal Biomedik (JBM),
Volume 6, Nomor 3

The New England Journal of Medicine. Ebola Virus Disease in West Africa —
Clinical Manifestations and Management. Noevember 10 2014.
Massachusetts Medical Society

Frieden, T.R Et al. Ebola 2014 — New Challenges, New Global Response and
Responsibility. The New England Journal of Medicine 371;13 (Page 1177-
1180)

The New England Journal of Medicine 371;13 (Page 1180-1183). 2014.

29
LINK YOUTUBE

https://m.youtube.com/watch?v=bVKOjz9g4xU

30

Anda mungkin juga menyukai