Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN

“TUMOR TESTIS”

Disusun Oleh:

Febi Febrita Pratiwi


REGULER B
21506037

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
YASASAN PENDIDKAN MAKASSAR
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
“TUMOR TESTIS”

I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Kanker Testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang
bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam
skrotum (kantung zakar).
Kanker testikuler, yang menempati peringkat pertama dalam kematian akibat
kanker diantara pria dalam kelompok umur 20 sampai 35 tahun, adalah kanker
yang paling umum pada pria yang berusia 15 tahun hingga 35 tahun dan
merupakan malignansi yang paling umum kedua pada kelompok usia 35 tahun
hingga 39 tahun.
Kanker yang demikian diklasifikasikan sebagai germinal atau nongerminal.
Tumor germinal timbul dari sel-sel germinal testis (seminoma, terakokarsinoma,
dan karsinoma embrional); tumor germinal timbul dari epithelium.
Klasifikasi patologik tumor testis menurut WHO:
1. Tumor sel bening:
a. Tumor dengan satu pola histologik:
1) Seminoma
 Seminoma spermatositik
 Karsinoma embrional
 Yolk sac tumor (Karsinoma embrional tipe
infantile)
2) Teratoma:
 Matur
 Imatur
 Dengan transformasi maligna
b. Tumor dengan lebih dari satu pola histoligik:
1) Karsinoma embrional plus teratoma (teratokarsinoma)
2) Kariokarsinoma dan tipe lain apapun (perinci tipe-
tipenya)
3) Kombinasi lain (perinci)
2. Tumor stromal-Tali kelamin:
a. Bentuk berdiferensiasi baik:
1) Tumor sel leydig
2) Tumor sel sertoli
3) Tumor sel granulosa
b. Bentuk campuran (perinci)
c. Bentuk berdiferensiasi tidak lengkap
Sebagian besar neoplasma adalah germinal, dengan sekitar 40% adalah
seminoma.
Seminoma cenderung untuk tetap setempat, sementara tumor nonseminomas
tumbuh
cepat. Penyebab tumor testikuler tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi,
dan faktor-faktor genetic dan endokrin tampak berperan dalam terjadinya tumor
tersebut. Risiko kanker testikuler adalah 35 kali lebih tinggi pada pria dengan
segala tipe testis yang tidak turun ke dalam skrotum dibanding dengan populasi
umum. Tumor testis biasanya malignan dan cenderung untuk bermetastasis lebih
dini, menyebar dari testis ke dalam nodus limfe dalam retroperineum dan ke paru-
paru.

B. Etiologi
Kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang
pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya
kanker testis:
1. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)
2. Perkembangan testis yang abnormal
3. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan
rendahnya kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara
(ginekomastia) dan testis yang kecil).
Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari kanker testis tetapi
masih dalam taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi
oleh HIV. Jika di dalam keluarga ada riwayat kanker testis, maka resikonya akan
meningkat. 1% dari semua kanker pada pria merupakan kanker testis. Kanker
testis merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada pria berusia 15-40
tahun. Kanker testis dikelompokkan menjadi:
1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis.
Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
2. Non-seminoma: merupakan 60% dari semua jenis tumor testis. Dibagi menjadi
subkategori:
a. Karsinoma embrional: sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-
30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke
paru-paru dan hati.
b. Tumor yolk sac: sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-
laki.
c. Teratoma: sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada
anak laki-laki. - Koriokarsinoma.
d. Tumor sel stroma: tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel sertoli dan sel
granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis.
Tumor bisa menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah
satu gejala kanker testis, yaitu ginekomastia.

A. Patofisiologi
Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikuler yang akhinya mengenai
seluruh parenkim testis. Sel-sel tumor kemudian menyebar ke rate testis,
epididimis, funikulus spermatikus, atau bahkan ke kulit scrotum. Tunika
albugenia merupakan barrier yang sangat kuat bagi penjalaran tumor testis ke
organ sekitarnya, sehingga kerusakan tunika albugenia oleh invasi tumor
membuka peluang sel-sel tumor untuk menyebar keluar testis.
Kecuali kariokarsinoma, tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe menuju
ke kelenjar limfe retroperitoneal (para aorta) sebagai stasiun pertama, kemudian
menuju ke kelenjar mediastinal dan supraclavikula, sedangkan kariokarsinoma
menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.

D. Manifestasi Klinis
Gejala kanker testis berupa :
1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah - Ginekomastia
4. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.
Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali. Gejala timbul dengan
sangat bertahap dengan massa atau benjolan pada testis yang tidak nyeri. Pasien
dapat mengeluh rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau abdomen dalam.
Sakit pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri pada abdomen,
penurunan berat badan, dan kelemahan umum dapat diakibatkan oleh metastasis.
Pembesaran testis tanpa nyeri adalah temuan diagnostik yang signifikan.
Satu-satunya metode deteksi dini yang efektif adalah pemeriksaan testis mandiri.
Suatu bagian penting dari promosi kesehatan untuk pria harus mencakup
pameriksaan mandiri. Pengajaran tentang pemeriksaan mandiri adalah intervensi
penting untuk deteksi dini penyakit ini.

E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan
lainnya yang biasa dilakukan:
1. USG skrotum
2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human
chorionic gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).
Hampir 85% kanker non-seminoma menunjukkan peningkatan kadar AFP atau
beta HCG.
1. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)
2. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)
3. Biopsi jaringan.
Human chorionic gonadotropin dan a-fetoprotein adalah penanda tumor yang
mungkin meningkat pada pasien kanker testis. (Penanda tumor adalah substansi
yang disintesis oleh sel-sel tumor dan dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam jumlah
yang abnormal).
Teknik imunositokimia yang terbaru dapat membantu mengidentifikasi sel-sel
yang tampaknya menghasilkan penanda ini. Kadar penanda tumor dalam darah
digunakan untuk mendiagnosis, menggolongkan, dan memantau respon terhadap
pengobatan. Uji diagnostic lainnya mencakup urografi intravena untuk
mendeteksi segala bentuk penyimpangan uretral yang disebabkan oleh massa
tumor; limfangiografi untuk mengkaji keluasan penyebaran tumor ke sistem
limfatik; dan pemindai CT dada dan abdomen untuk menentukan keluasan
penyakit dalam paru-paru dan retroperineum.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah
kanker ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel
kankernya, selanjutnya ditentukan stadiumnya:
1. Stadium I: kanker belum menyebar ke luar testis
2. Stadium II: kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
3. Stadium III: kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai
ke hati atau paru-paru.
Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:
1. Pembedahan: pengangkatan testis (orkiektomi) dan pengangkatan kelenjar
getah bening (limfadenektomi).
2. Terapi penyinaran: menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi
lainnya, seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-
seminoma.
Juga digunakan sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada
stadium awal.
3. Kemoterapi: digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan
etoposid) untuk membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan
angka harapan hidup penderita tumor non-seminoma.
4. Pencangkokan sumsum tulang: dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan
kerusakan pada sumsum tulang penderita.
Tumor seminoma
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening
perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan
kemoterapi dengan sisplastin
3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.
Tumor non-seminoma:
1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan
limfadenektomi perut
2. Stadium II diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan
diikuti dengan kemoterapi
3. Stadium III diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.
Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan
kemoterapi beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin).
Kanker testikuler adalah salah satu tumor padat yang dapat disembuhkan. Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk menyingkirkan penyakit dan mencapai
penyembuhan. Pemilihan pengobatan tergantung pada tipe sel dan keluasan
anatomi penyakit.
PATH WAY (Penyimpangan KDM)

Kelainan Herediter Kelainan Kromosom Paparan bahan kimia


/ mutasi gen

penekanan/kerusakan Adanya benjolan pada


jaringan syaraf testis

MK : Nyeri Akut KANKER


TESTIS Sindroma Klinefelter
Penurunan hormon (suatu kelainan
testosteron kromosom seksual)

Hipogonadisme
(penurunan aktivitas
kelenjar gonad) Diagnosi, prognosis
penurunan
jangka panjang
fungsi/struktur tubuh
Testis tidak dapat
berkembang secara MK : Kecemasan
Gangguan seksual
normal

MK :Gangguan Testis Undesensus

fungsi seksual (Testis yang tidak turun


ke skrotum)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Harkat
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Carangpulang RT 02/05, kelurahan Cikarawang,
kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor, provinsi Jawa Barat.
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal Masuk RS : 9 September 2018

2. Keluhan Utama
Benjolan di buah zakar kiri

3. Genogram
Mengkaji silsilah keluarga yang berkaitan dengan penyakit tumor testis.

4. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien laki-laki umur 27 tahun datang ke poli bedah RS Marzoeki Mahdi pada
tanggal 9 September 2013. Benjolan di buah zakar kiri sejak ± 1 tahun yang lalu.
Benjolan tumbuh makin lama makin membesar, menetap, tidak nyeri. Benjolan
juga timbul di tempat lain yaitu di punggung dan leher kiri sejak 6 bulan yll.
Benjolan di punggung makin lama makin membesar, menetap, dan nyeri.
Sedangkan benjolan di leher makin lama makin membesar, menetap, tidak nyeri.
Sejak timbul benjolan di buah zakar pasien sering demam tetapi panasnya tidak
begitu tinggi. Disertai dengan mual, pusing, lemas, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan dari 50 kg menjadi 45 kg dalam waktu 1 tahun terakhir.
Riwayat BAB normal, feces warna kuning, tidak keras, tidak berdarah, diare (-).
BAK normal, kencing warna kuning, volume banyak, tidak nyeri, tidak bedarah.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
OS menyangkal memiliki keluarga menderita penyakit yang sama. Riwayat
tumor dalam keluarga disangkal. Riwayat penyakit hipertensi, kolesterol, dan
DM dalam keluarga disangkal.
6. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan mengangkat beban berat. Sering mengedan saat
buang air besar disangkal. OS sering merokok, 1 bungkus per hari isi 16 batang.
7. Riwayat Lingkungan Dan Tempat Tinggal
Pasien tinggal di lingkungan yang padat.
8. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati keluhan benjolannya.
9. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
1. Keadaan umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Kesan gizi : Gizi kurang
Antropometri
BB : 45 kg
TB :160 cm
BMI : 17,578  kesan: gizi kurang

2. Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 96 x /menit
Suhu : 37,8°C
Pernafasan : 24x/menit
3. Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : wajar, tenang.
Alam perasaan : biasa
Cara proses pikir : wajar, cepat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan,
sosio ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan
dengan keluarga.
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan
syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek
samping terapi kanker.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi,
radiasi, pembedahan, emotional distress, fatigue, ketidakmampuan mengontrol
nyeri.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Dx 1
Tujuan:
1. Pasien dapat mengurangi rasa cemasnya
2. Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3. Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam
pengobatan.
Intervensi Keperawatan:
 Tentukan pengalaman pasien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
 Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
 Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan rasa marah, takut,
konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
 Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu pasien mempersiapkan
diri dalam pengobatan.
 Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak
berdayaan.
 Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
 Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
 Pertahankan kontak dengan pasien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
Rasional:
 Data-data mengenai pengalaman pasien sebelumnya akan memberikan dasar
untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
 Pemberian informasi dapat membantu pasien dalam memahami proses
penyakitnya.
 Dapat menurunkan kecemasan pasien.
 Membantu pasien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek
sampingnya.
 Mengetahui dan menggali pola koping pasien serta
mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam
mengatasi kecemasan.
 Agar pasien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
 Memberikan kesempatan pada pasien untuk berpikir/merenung/istirahat.
 Pasien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar
di tolong.

2. Dx 2
Tujuan:
1. Pasien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2. Melaporkan nyeri yang dialaminya
3. Mengikuti program pengobatan
4. Mendemontrasikan teknik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri
melalui aktivitas yang mungkin
Intervensi Keperawatan:
 Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
 Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan
pasien dan keluarga tentang cara menghadapinya
 Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti
mendengarkan musik atau nonton TV
 Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
 Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
Kolaboratif:
 Disusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan pasien.
 Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narcotik dll
Rasional:
 Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
 Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
menyebabkan komplikasi.
 Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian pasien dari
rasa nyeri.
 Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan
ansietas.
 Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai
sejauhmana pasien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan
pasien akan obat-obatan anti nyeri.
 Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
 Untuk mengatasi nyeri.

3. Dx 3
Tujuan:
1. Pasien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan
tidak ada tanda malnutrisi
2. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan
dengan penyakitnya
Intervensi Keperawatan:
 Monitor intake makanan setiap hari, apakah pasien makan sesuai dengan
kebutuhannya.
 Timbang dan ukur berat badan, ukuran triceps serta amati penurunan berat
badan.
 Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
 Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake
cairan yang adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk pasien.
 Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan
yang terlalu manis, berlemak dan pedas.
 Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama
teman atau keluarga.
 Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
 Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami
pasien.
Kolaboratif:
 Amati studi laboraturium seperti total limposit, serum transferin dan albumin
 Berikan pengobatan sesuai indikasi Phenotiazine, antidopaminergik,
corticosteroids, vitamin khususnya A, D, E dan B6, antacida
 Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi
dengan infus.
Rasional:
 Memberikan informasi tentang status gizi pasien.
 Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan
pasien.
 Menunjukkan keadaan gizi pasien sangat buruk.
 Kalori merupakan sumber energi.
 Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan
penurunan nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat
meningkatkan ansietas.
 Agar pasien merasa seperti berada dirumah sendiri.
 Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera makan.
 Agar dapat diatasi secara bersama-sama (dengan ahli gizi, perawat dan
pasien).
 Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap pasien.
 Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan
status kesehatan pasien.
 Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan
sesuai kebutuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urologi.Edisi kedua, cetakan ketiga, CV. Sagung


Seto: Jakarta 2007.
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 2001.
Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1999.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II,
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
Long Barbara C. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK
Pajajaran, Bandung, 1996
Price A. Sylvia & Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit,
Edisi 4, Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, 1995.
Robbins Stanley L, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.
Suzanne. C. Smeltzer & Brenda.G.Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8, volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai