Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN TU COLLI

A. DEFINISI TU COLLI
Tumor dalam istilah umum adalah pertumbuhan massa atau jaringan abnormal
dalam tubuh. Tumor terbagi menjadi 2 yaitu tumor jinak dan tumor ganas.
Manifestasinya dapat berbagai bentuk, mulai dari lesi kecil, massa atau granulasi sampai
dengan tumor yang sudah meluas. Letak tumor Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher (THT-KL) yang tersembunyi dan gejala yang tidak khas menyebabkan sulitnya
diagnosa dini.
Tumor colli adalah tumor yang tumbuh di area leher. Colli adalah nama latin dari
leher. Sebagaimana tumor pada umumnya, dapat dikenali dari benjolan yang muncul,
dalam hal ini di leher dan sekitarnya. Ukuran benjolan pada tumor colli ini beragam, ada
yang berukuran kecil, namun di beberapa kasus, ukurannya bisa cukup besar, kira-kira
sedikit lebih besar dari ukuran telur bebek. Tumor colli atau tumor leher umumnya
tergolong ke dalam jenis tumor jinak. Kendati begitu, tumor ini bisa saja berkembang
menjadi tumor ganas yang menyebabkan kanker. Kondisi tersebut bisa terjadi apabila
terjadi infeksi pada tumor, pun penanganan medis yang terlambat.

B. ETIOLOGI TU COLLI

Sama seperti jenis tumor lainnya, penyebab tumor colli adalah tumbuh dan
berkembangnya sel-sel abnormal di dalam tubuh. Idealnya, tubuh memiliki pengaturan
otomatis untuk membentuk sel-sel baru sebagai pengganti sel-sel tubuh yang rusak dan
mati. Namun, ada kasus di mana terjadi ketidakseimbangan antara sel baru dengan sel
mati, yakni ketika sel-sel baru membelah dan tumbuh secara berlebihan, pun tidak
terkendali. Kondisi inilah yang lantas meneyebabkan munculnya tumor. Belum dapat
diketahui secara pasti apa yang menjadi pemicu dari perkembangan sel-sel abnormal
tersebut. Beberapa hal di bawah diduga berkaitan dengan tumbuhnya tumor :

 Pola makan yang buruk, misalnya terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak.
 Paparan sinar matahari
 Infeksi virus atau bakteri, misalnya HPV, virus hepatitis, dan H. pylori
 Konsumsi alkohol yang berlebihan
 Paparan radiasi akibat tindakan medis, seperti foto Rontgen atau CT scan.
 Konsumsi obat-obatan imunosupresif, misalnya setelah tindakan transplantasi
organ.
 Merokok
 Obesitas
 Paparan bahan kimia, misalnya arsen atau asbes

C. GEJALA TU COLLI

Gejala utama dari tumor adalah terbentuknya benjolan. Benjolan bisa terlihat
dengan mudah dari luar, namun bisa juga tidak terlihat jika tumbuh pada organ dalam.
Biasanya benjolan pada organ dalam baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh
dokter. Selain benjolan, gejala lain yang dapat muncul akibat tumor tergantung pada
lokasi, jenis, dan pengaruh tumor terhadap fungsi organ. Tumor yang tumbuh di organ
dalam bisa tanpa gejala, bisa juga menimbulkan gejala berupa:

 Demam
 Lemas
 Tidak nafsu makan
 Berkeringat di malam hari
 Nyeri dada
 Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning, kemerahan, atau menjadi lebih
gelap
 Perdarahan atau memar yang tidak jelas sebabnya
 Penurunan berat badan
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, manifestasi klinis dari tumor colli adalah :
 Terapat lesi pada organ yang biasanya tidak nyeri terfiksasi dan keras dengan
batas yang tidak teratur.
 Terjadi retraksi pada organ, karena tumor membesar sehingga terjadi penarikan
pada organ-organ yang berada dekat dengan tumor tersebut.
 Pembengkakan organ yang terkena, dikarenakan pertumbuhan tumor yang
secara progresif dan invasive sehinga dapat merusak atau mengalami
pembengkakan,organ-organ di sekitar tumor.
 Terjadi eritema atau pembengkakan lokal, di karenakan terjadinya peradangan
pada tumor sehingga daerah sekitar tumor akan mengalami eritema
 Pada penyakit yang sudah stadium lanjut dapat terjadi pecahnya benjolan benjolan
pada kulit atau ulserasi.
Kecurigaan klinis adanya ca colli didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah.
Kecurigaan tinggi diantaranya:
 Riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga.
 Pertumbuhan tumor cepat.
 Nodul teraba keras.
 Fiksasi daerah sekitar.
 Paralisis pita suara.
 Pembesaran kelenjar limpa regional.
 Adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang diantaranya:
 Usia > 60 tahun.
 Riwayat radiasi leher.
 Jenis kelamin pria dengan nodul soliter.
 Tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar.
 Diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Kecurigaan rendah diantaranya:
 Tanda atau gejala diluar/selain yang disebutkan diatas.
 Penekanan organ sekitar
 Gangguan dan rasa sakit waktu menelan
 Sulit benafas, suara serak,
 Limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh, paling sering ke paruparu,
tulang dan hati.

E. PATOFISIOLOGI
Kelainan congenital, genetic, gender/ jenis kelamin, usia, rangsangan fisik
berulang, hormone infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat
menimbulkan tumbuh dan berkembangnyasel tumor. Sel tumor dapat bersifat benigna
(Jinak) atau bersifat maligna (ganas). Sel tumor pada tumor jinak ber sifat tumbuh
lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak
jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat. Sel tumor ialah sel tubuh yang
mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel
normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. Perbedaan
sifat sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsinya,
autonominya dalam pertumbuhan, kemampuan dalam berinfiltrasi dan menyebabkan
metastase.
Pada umumnya tumor mulai tumbuh dari satu sel di suatu tempat (unisentrik),
tetapi kadang tumor berasal dari beberapa sel dalam satu organ (multisentrik) atau dari
beberapa organ (multiokuler) pada waktu bersamaan(sinkron) atau berbeda (metakron).
Selama pertumbuhan tumor masih terbatas pada organ tempat asalnya maka tumor
dikatakan mencapai tahap local, namum bila telah infiltrasi ke organ sekitarnya dikatakan
mencapai tahap invasive atau infiltrative. Sel tumor bersifat tumbuh terus sehingga makin
lama makin besar dan mendesak jaringan sekitarnya. Pada neoplasma sel tumbuh sambil
menyusup dan merembes ke jaringan sekitarnya dan dapat meninggalkan sel induk
masuk ke pembuluh darah atau pembuluh limfe, sehingga terjadi penyebaran hematogen
dan limfatogen.
Tumor colli merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar yang terletak di
depan leher yang secara normal memproduksi hormone tiroid yang penting untuk
metabolisme tubuh. Infiltrasi ca colli dapat ditemukan di trachea, laring, faring,
esophagus, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit.
Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase hematogen
biasanya di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini berdiferensiasi mempertahankan
kemampuan untuk menimbun yodium pembesaran kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar
getah bening yang bisa membesar dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat
paha. Ada juga kelenjar getah bening yang terdapat di dalam tubuh yang mana tidak
dapat diraba yakni didalam rongga perut. Penyebab dari pembesaran kelenjar getah
bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik (TBC), keganasan (lymphoma).

F. PENATALAKSANAAN
a) Pembedahan (colli otomi, tiroidektomi)
 Harus melaksakan pemerikasaan klinis untuk menentukan nodul benigna
atau maligna
 Eksisi tidak hanya terbatas pada bagian utama tumor, tapi eksisi juga harus
di lakukan terhadap jaringan normal sekitar jaringan tumor. Cara ini
memberikan hasil operasi yang lebih baik.
 Metastase ke kelanjar geteh bening umumnya terjadi pada setiap tumor
sehingga pengangkatan, kelenjar di anjurkan pada tindakan bedah.
 Satu hal mutlak di lakukan sebelum bedah adalah menentukan stadium
tumor dan melihat pola pertumbuhan (growth pattern) tumor tersebut.
 Tirodektomi adalah sebuah operasi yang dilakukan pada kelenjer
 Colliotomi adalah operasi yang dilakukan pada leher yang terkena tumor
b) Obat-obatan
 Immunoterapy : interleukin 1 dan alpha interferon
 Kemoterapi : kemampuan dalam mengobati beberapa jenis tumor
 Radioterapy : membenul sel kanker dan sel jaringan normal, dengan
tujuan, meninggikan kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan
kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
G. DEFINISI KENYAMANAN
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa
nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang
meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan,
harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa
nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo /
hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang
ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

H. DEFINISI NYERI
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut
(Long,1996). Secara umum,nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak
nyaman,baik ringan maupun berat (Priharjo,1992).
Berikut adalah pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut
pernah mengalaminya.
2. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
3. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
I. SIFAT NYERI
Sifat nyeri sebagai berikut :
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis
tingkah laku dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
J. FISIOLOGI NYERI
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh zat
kimiawi diantaranya seperti histamine, bradikmin, prostaglandin, dan macam-macam
asam seperti adanya asam lambung yang meningkat pada gastritis atau stimulasi yang
dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan. (A.Aziz, 2008 : 121), Selanjutnya,
stimulus yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri
ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin
rapat dan serabut ramban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut
delta A, mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. (A.Aziz, 2008 :
121).
K. SKALA NYERI
1) Visual Analog Scale (VAS)
Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang paling
banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala linier yang akan
memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh pasien. Pada metode
VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, di mana
pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung satunya lagi
mengindikasikan rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain dua indicator
tersebut, VAS bisa diisi dengan indikator redanya rasa nyeri. VAS adalah prosedur
penghitungan skala nyeri yang mudah untuk digunakan. Namun, VAS tidak
disarankan untuk menganalisis efek nyeri pada pasien yang baru mengalami
pembedahan. Ini karena VAS membutuhkan koordinasi visual, motorik, dan
konsentrasi.

Berikut adalah visualisasi VAS:

2) Verbal Rating Scale (VRS)

Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya, pernyataan verbal dari rasa
nyeri yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik. VRS lebih sesuai jika
digunakan pada pasien pasca operasi bedah karena prosedurnya yang tidak begitu
bergantung pada koordinasi motorik dan visual.
Skala nyeri versi VRS:

3) Numeric Rating Scale (NRS)

Kalau tadi penghitungan skala nyeri didasari pada pernyataan, maka metode
Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk
menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih mudah
dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga
lebih efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.

Skala nyeri dengan menggunakan NRS:

4) Wong-Baker Pain Rating Scale


Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan
dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri
dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke
dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.
Saat menjalankan prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk memilih wajah yang
kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang sedang mereka alami. Seperti terlihat pada
gambar, skala nyeri dibagi menjadi:
 Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan
 Raut wajah 2, sedikit nyeri
 Raut wajah 3, nyeri
 Raut wajah 4, nyeri lumayan parah
 Raut wajah 5, nyeri parah
 Raut wajah 6, nyeri sangat parah

4. PROGNOSIS
Prognosis tumor colli bergantung pada sifat dari tumor itu sendiri, prognosis tumor jinak
baik namun dapat menjadi hal yang serius jika mengenai struktur vital, sementara tumor
bersifat ganas memiliki prognosis buruk yang berpotensi mematikan.

L. ASKEP TEORI
Pengkajian
1. Identitas diri klien
a. Pasien (diisi lengkap) : Nama, Tempat/Tgl. Lahir, Umur, Jenis Kelamin,
Alamat, Status Perkawinan, Agama, Suku Bangsa, Pendidikan,
Pekerjaan, Lama bekerja, Tgl Masuk RS.
b. Penanggung Jawab (diisi lengkap) : Sumber informasi, Keluarga
terdekat yang dapat dihubungi, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama, biasanya ditemukan jantung berdebar-debar, kelemahan,
sesak napas, ataupun penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang, yaitu tanda dan gejala yang menyertai
keluhan utama.
c. Riwayat penyakit dahulu, yaitu apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama sebelumnya atau yang menjadi factor resiko seperti pernah
terpapar radiasi ataupun gaya hidup,
d. Riwayat penyakit keluarga, yaitu apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama sebelummnya.
3. Pengkajian perkebutuhan dasar manusia
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : Keletihan, kelemahan umum
b. Sirkulasi
Gejala : Terdapat masalah tekanan darah
Tanda : pusing, gemetar

c. Integritas ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, factor-faktor stress,misalnya: masalah
financial, gaya hidup
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan eliminasi fekal
e. Makanan/ cairan
Gejala : penurunan berat badan, masalah dengan menelan, mengunyah.
Tanda : bibir kering, pecah,
f. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Ada nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya ketidaknyaman
ringan sampai berat,
Tanda : lokasi, intensitas, frekuensi, factor pencetus
g. Keamanan
Gejala : alergi atau sensitive (obat, makanan)
Tanda : munculnya proses infeksi, demam
h. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : keterbatasan kognitf, tingkat pendidikan, factor resiko keluraga
i. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan pola
bicara.
j. Respirasi
Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non
produktif – terutama bleomisin
4. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Integumen
a. Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus
b. Inspeksi kemerahan & gatal, eritema
c. Perhatikan pigmentasi kulit
d. Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah

2) Sistem Gastrointestinalis
a. Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual & muntah setelah
pemberian kemotherapi
b. Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit
c. Kaji diare & konstipasi
d. Kaji anoreksia
e. Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan
3) Sistem Hematopoetik
a. Kaji Netropenia
b. Kaji tanda infeksi
c. Auskultasi paru
d. Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe
e. Kaji suhu
f. Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 – menengah, < 20.000/m3 – berat
g. Kaji Anemia
h. Warna kulit, capilarry refill
i. Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo
4) Sistem Respiratorik & Kardiovaskular
a. Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non
produktif – terutama bleomisin
b. Kaji tanda CHF
c. Lakukan pemeriksaan EKG
5) Sistem Neuromuskular
a. Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik
b. Perhatikan adanya parestesia
c. Evaluasi refleks
d. Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki
e. Kaji gangguan pendengaran
f. Diskusikan ADL

6) Sistem genitourinari
a. Kaji frekwensi BAK
b. Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine
c. Kaji : hematuria, oliguria, anuria
d. Monitor BUN, kreatinin
5. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan tentang penyakitnya
6) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan
prosedur bedah.
7) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
6. Intervensi dan rasional Keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi :
a. Pantau suhu dengan teliti
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b. Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
c. Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk melaksanakan
teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
d. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko
infeksi
e. Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi
seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
f. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan
organisme
g. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
h. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2) Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
Tujuan : klien mengatakan rasa sakit terkontrol atau hilang
a. Kaji lokasi, lamanya dan intensitas nyeri
Rasional: untuk menetukan intervensi selanjutnya
b. Pantau TTV
Rasional : peningkatan nadi dan tekanan darah mengindentifikasi
adanya nyeri
c. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : menghilagkan nyeri
d. Anjurkan teknik relaksasi teknik nafas dalam
Rasional : mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kenyamanan
e. Health education
Rasional : memudahkan pengobatan jika pasien mengerti sakitnya
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dala aktifitas sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
b. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional: menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau
penyambungan jaringan
c. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan
atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu
pemilihan intervensi
d. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : kebutuhan istirahat terpenuhi
a. Kaji gangguan tidur, karakteristik dan penyebab kurang tidur pasien
Rasional : memberikan informasi dasar dalam menentukan intervensi
b. Observasi keadaan tempat tidur, batal yang nyaman dan bersih
Rasional : meningkatkan kenyamana pada saat tidur
c. Ciptakan lingkungan yang kondisif saat pasien menjelang dan saat tidur
Rasioanl : lingkungan yang tenang memberikan kesempatan klien dapat
beristirahat dan tidur lebih lama
5) Kurang pengetahuan b/d ketidaktahuan tentang penyakitnya
Tujuan : mengutarakan pemahaman proses penyakit dan harapan pasca
operasi.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pemahaman pasien
Rasional : Untuk mengetahui pemahaman pasien tentangpenyakitnya.
b. Ajarkan tentang cara merawat luka yang benar.
Rasional : Meningkatkan kompetensi perawatan diri dan meningkatkan
kemandirian
c. Anjurkan untuk menghindari factor-faktor resiko, misalnya pemajanan
pada lingkungan.
Rasional : Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh
d. Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.
Rasional : Mencegah regangan yang tidak diinginkan pada lokasi
operasi
e. Anjurkan pasien untuk memperhatikan kulit kepala dan perawatan
rambut
Rasional : Mencegah kerusakan rambut lebih berat dan iritasi kulit,
dapat mencegah reaksi ulangan
6) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan kemungkinan
prosedur bedah.
Hasil yang diharapkan:

a. Pasien tampak rileks


b. Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi
c. Menunjukan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
d. Melaporkan amsitas menurun sampai tingkat dapat di tangani
Intervensi :
a. Selalu ada untuk pasien,buat hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : Menunjukan perhatian tetang keinginan untuk membantu
b. Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur.lindungi prifasi
Rasional : Menghilangkan rasa malu pasien
c. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasan
Rasional : Mendefenisikan masalah ,memberikan kesempatan untuk
menjawab pertanyaan
d. Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya
Rasional :Memungjinkan pasien untuk menguatkan kepercayaan pada
perawat
7) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens
kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan
daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b. Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
c. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat
terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen kemoterapi
e. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
f. Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative
g. Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
DAFTAR PUSTAKA

Internasional, NANDA, Herman, T, Heather. (2012). Diagnosis Keperawatan dan Klasifikasi.


(2012-2014). Jakarta : EGC
Sidik, M Hasanuddin. (2014). Tumor Leher . Bandung: Universitas Padjajaran
Hutauruk, Taruli. (2012). Tumor Kepala Leher Di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado . Ditandai dalam :
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/3285/2829
Lestari, Puspita. 2015. Case Record of Ca Colli. Malang: Universitas Brawijaya
Wong-Baker Pain Rating Scale. http://wongbakerfaces.org/wp-
content/uploads/2016/05/FACES_English_Blue_w-instructions.pdf

Anda mungkin juga menyukai