Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Post Laparotomy Eksplorasi

Laparotomi eksplorasi adalah bedah terbuka yang dilakukan agar dapat


menjangkau organ dan jaringan internal tubuh untuk keperluan diagnostik. Prosedur
ini bertujuan untuk mencari sumber kelainan yang menyerang organ perut, termasuk
usus buntu, kandung kemih, usus, kantung empedu, hati, pankreas, ginjal, ureter,
limpa, lambung, rahim, tuba fallopi, dan indung telur. Prosedur ini pun dapat
dimanfaatkan untuk mengambil sampel jaringan untuk diagnosis lanjutan (biopsi)
dan sebagai prosedur terapeutik.

2.2 Etiologi Laparotomy

Laparatomy adalah karena di sebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer, 2001) yaitu;

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)


 Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2
jenis yaitu :
 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai
kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar
dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan
keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara
lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah
satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya
akibat penyempitan lumen usus),Volvulus (usus besar yang mempunyai
mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan
dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi),hernia (protrusi
usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan
tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior
dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi
lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis
mukosa menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. 11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
2.3 Manisfestasi

Klinik Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya:

1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan


2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi

2.4 Patofisiologi

Rongga abdomen memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga.
Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius bagi organ-
organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai organ-organ berongga.
Kompresi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada kapsula dan
parenkim organ padat, sementara organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi
benturan. Bagaimanapun usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen,
rentan untuk mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ padat
berespons terhadap trauma dengan perdarahan. Organorgan berongga pecah dan
mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan
infeksi.

Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen. Pasien yang memperlihatkan
adanya cedera abdomen penetrasi fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan
hemodinamik, atau tanda-tanda dan gejala-gejala abdomen akut dilakukan eksplorasi
dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya, dilakukan
lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan
ekplorasi pembedahan. Baik LPD ataupun scan CT adalah 100 % diagnostic, sehingga
pasien-pasien trauma dengan hasil negatif harus diobservasi. Dilakukan serangkaian
pengukuran tingkat hematokrit dan amylase. Pengobatan nyeri mungkin ditunda
sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang potensial. Masukan
per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji
untuk mendapatkan tanda-tanda abdomen akut : distensi, rigiditas, guarding dan nyeri
lepas. Eksplorasi pembedahan menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda
dan gejala-gejala yang mengindikasikan cedera.

Penggunaan T abdomen telah memperoleh popularitas dan sering digunakan atau


sebagai tambahan pada LPD. Cedera retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan
LPD dan bahkan dengan pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan
CT san. Namun CT scan tidak terlalu diandalkan dalam mendeteksi cedera pada organ-
organ berongga.

2.5 Komplikasi
a. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme. Manifestasi
Klinis :
a) Pucat
b) Kulit dingin dan terasa basah
c) Pernafasan cepat - Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
d) Nadi cepat, lemah dan bergetar
e) Penurunan tekanan nadi
f) Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b. Hemorrhagi
a) Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
b) Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut
dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
c) Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip
karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi
atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, terus bergerak, merasa haus, kulit
dinginbasah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir
dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Praktik standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium
(jumlah darah lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram,
dan penyinaran sinar X pada dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum
pembedahan dilakukan :
a. Penyinaran dengan sinar X Penyinaran dengan sinar X pada dada hanya dilakukan
kalau pada anamnesa dan gambaran klinik yang ditemukan mencurigakan.
b. Pemeriksaan lainnya Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada
orang muda yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat
2.7 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang
2.8 Perawatan Pasca Pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan
sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan
makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post
operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan
pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung
antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan
infeksi. pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral).
Biasanya makanan baru diberikan jika:
- Perut tidak kembung
- Peristaltik usus normal
- Flatus positif - Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya
stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan
perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani
pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a. Sistem Perkemihan.

Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post


anesthesia inhalasi, IV, spinal.

Retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah


(distensi buli-buli).

Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put
urineà- Dower catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam

b. Sistem Gastrointestinal.

40% lien dengan GA selama 24 jam pertama dapatàMual muntah


menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO meningkat.

Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus, suara usus (-),
distensi abdomen, tidak flatus.

Kaji paralitic ileus


jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam. - Insersi NG tube
intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan
drainase lambung.

Meningkatkan istirahat.

Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

Memonitor perdarahan.

Mencegah obstruksi usus.

Irigasi atau pemberian obat

Anda mungkin juga menyukai