Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

RHABDOMYOSARCOMA

A. Konsep Dasar Rhabdomyosarcoma


1. Pengertian
Rhabdomyosarcoma berasal dari bahasa Yunani, (rhabdo yang artinya bentuk
lurik, dan myo yang artinya otot). Rhabdomyosarcoma merupakan suatu tumor
ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak (soft tissue) tubuh, termasuk
disini adalah jaringan otot, tendon dan connective tissue. Rhabdomyosarcoma
adalah tumor yang sangat agresif dan cenderung berinfiltrasi di permukaan dan
dalam jaringan di sekitarnya dan juga menyebar secara limfogen dan
hematogen. (Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. 2005).
Tumor ini dapat ditemukan terutama di kepala, leher, kandung kemih, vagina,
tangan, kaki, dan batang tubuh. Rhabdomyosarcoma juga dapat ditemukan
pada bagian tubuh yang memiliki sedikit atau tanpa otot serat lintang, seperti
prostat, telinga bagian tengah, dan saluran empedu. Umumnya terjadi pada
anak-anak usia 1-5 tahun dan bisa ditemukan pada usia 15-19 tahun
walaupun insidennya sangat jarang. Dua bentuk yang sering terjadi adalah
embrional Rhabdomyosarcoma dan alveolar Rhabdomyosarcoma.
Rhabdomyosarcoma merupakan sarcoma jaringan lunak yang sering dijumpai
pada anak-anak. Insidensi tahunan mendekati 4,5 kasus tiap 1 juta anak-anak
dibawah usia 20 tahun. Insidensi tertinggi pada umur rata-rata 6 tahun dan
dapat ditemukan sejak masa bayi baru lahir sampai dewasa muda. Biasanya
tampak sebagai masa tumor, paling sering di daerah kepala dan leher yang
meliputi orbita, nasofaring, sinus, telinga tengah dan kulit kepala, dan dapat
dijumpai pula pada saluran urogenital. Lesi pada otak frekuensinya rendah,
selain penyebaran hematogen dapat juga perluasan langsung dari kepala dan
leher. Penyakit ini sangat ganas, sehingga pada saat diagnosis ditegakkan
biasanya telah terjadi metastasis luas .
Gejala yang ditimbulkan tergantung letaknya. Pada rongga mata, dapat
menyebabkan mata menonjol keluar dan benjolan di mata. Di telinga
menyebabkan nyeri atau keluarnya darah dari lubang telinga. Di tenggorokan
menyebabkan sumbatan jalan napas, radang sinus (rongga-rongga di sekitar
hidung), keluar darah dari hidung (mimisan) atau sulit menelan. Di saluran
kemih menyebabkan gangguan berkemih. Apabila menyerang otot anggota
gerak, akan menimbulkan pembengkakan

Contoh Kasus Rhabdomyosarcoma pada anak

2. Etiologi
Penyebab dari Rhabdomyosarcoma sendiri sampai saat ini belum jelas.
Beberapa sindroma genetik dan faktor lingkungan dikatakan berkaitan dengan
peningkatan prevalensi dari RMS.
Beberapa sindroma genetik yang berhubungan dengan angka kejadian RMS :
a. Neurofibromatosis (4-5% risk of any of a number of malignancies)
b. Li-Fraumeni syndrome (germline mutation of the tumor suppressor gene
TP53)
c. Rubinstein-Taybi syndrome
d. Beckwith-Wiedemann syndrome
Beberapa faktor lingkungan yang diduga berperan dengan prevalensi RMS :
a. Penggunaan orang tua terhadap marijuana dan kokain
b. Penyinaran sinar X
c. Makanan dan pola makan
d. Sering kontak dengan sinar matahari terutama pada anak-anak
e. Penggunaan alkohol sebelumnya
f. Kontak dengan zat-zat karsinogen di daerah tempat bekerja khususnya
pada orang dewasa

3. Patofisiologi
Meskipun Rhabdomyosarcoma berasal dari sel otot skeletal, tumor ini
bisa menyerang bagian manapun dari tubuh kecuali tulang. Botrioid
adalah bentuk dari embrional Rhabdomyosarcoma yang berasal dari
mukosa daerah yang berongga, seperti kandung kencing, vagina, nasofaring
dan telinga tengah. Lesi pada ekstremitas lebih banyak merupakan alveolar
Rhabdomyosarcoma. Metastasis ditemukan terutama di paru, sumsum tulang,
tulang, kelenjar limpa, payudara dan otak.
Walaupun merupakan tumor yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
etiologi dari Rhabdomyosarcoma tidak diketahui. Rhabdomyosarcoma
diduga timbul dari mesenkim embrional yang sama dengan otot serat lintang.
Atas dasar gambaran mikroskopik cahaya, Rhabdomyosarcoma termasuk
kelompok “tumor sel bulat kecil”, yang meliputi sarkoma Ewing,
neuroblastoma, tumor neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin.
Diagnosis pasti adalah histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan
imunohistokimia dengan menggunakan antibody terhdap otot skelet (desmin,
aktin khas otot) dan mikroskop elektron untuk membedakan gambaran khas
Genetik Lingkungan

Mutasi gen

Pertumbuhan sel tidak


terkendali pada jaringan lunak

RHABDOMYOSARCOMA

Pembengkakan

Kepala Anggota
gerak

Mata Nasofaring
Terdapat
benjolan
Benjolan Sel mudah Terjadi
pada mata rapuh obstruksi Sulit
pernafasan bergerak
Menekan
Mudah terjadi Pola nafas
organ sekitar Peningkatan Gangguan
pendarahan tidak efektif
sputum mobilitas fisik
Menekan Epitaksis
syaraf Bersihan jalan
sekunder nafas tidak efektif
Resiko
Nyeri kekurangan Traktus
cairan Resiko ISK Genitourinaria
penyebaran
infeksi
kemoterapi Mual, muntah Obstruksi Pendarahan
uretra pd vagina

Sel darah
Rambut Nafsu makan Resiko HB
mati
rontok kurang penyebaran
eliminasi
Anemia Anemia
Gangguan Nutrisi
citra tubuh kurang dari
kelemahan kebutuhan Resiko syock

Ganggun Gangguan
pemenuhan integritas kulit
ADL

Eksisi Terjadi Barier Pothe


Operasi Resiko
jaringan luka tubuh entri
infeksi
tumor rusak kuman
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinik sesuai dengan tempat di mana tumor tersebut tumbuh:
a. Kepala dan leher : jika mengenai mata atau alis mata, maka dapat
menyebabkan mata menonjol, bengkak pada palpebra, atau paralisis otot-
otot mata. Jika mengenai sinus, maka dapat menyebabkan hidung
tersumbat, terkadang sekret hidung berupa darah atau nanah. Bila
mengenai parameningeal, maka dapat terjadi kelumpuhan saraf kranial.
Pada lokasi lain kepala dan leher, gejala umum yang timbul adalah
benjolan yang tidak sakit atau bengkak yang cepat membesar.
Rhabdomyosarcoma yang terdapat dekat dengan tulang tengkorak.
(William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., 2005)
b. Traktus genitourinaria : sulit berkemih, hematuria, kontipasi, benjolan pada
vagina, sekret vagina yang mengandung darah, atau pembesaran salah satu
scrotum namun tidak sakit.
c. Ekstremitas dan batang tubuh : berupa benjolan dengan atau tanpa rasa
sakit, lunak, dan berwarna kemerahan. (Rudolph. A. M., 2002.)

Intergroup Rhabdomyosarcoma Study (IRS) membuat klasifikasi laboratoris


dan pembedahan untuk Rhabdomyosarcoma yaitu :
a. Kelompok I : Penyakit hanya lokal, limfonodi regional tidak ikut terlibat,
dapat direseksi komplit
1) Terbatas pada otot atau organ asli
2) Infiltrasi keluar otot atau organ asli
b. Kelompok II :
1) Tumor dapat direseksi secara luas dengan sisa mikroskopis (limfonodi
negatif)
2) Penyakit regional, dapat direseksi komplit (limfonodi positif atau
negatif)
3) Penyakit reginal dengan melibatkan limfonodi dapat direseksi secara
luas tetapi dengan sisa mikroskopis
c. Kelompok III : reseksi tidak komplit atau hanya dengan biopsi dengan
penyakit sisa cukup besar
d. Kelompok IV : telah ada metastasis saat ditegakkan diagnosis

Staging TNM (tumor, nodul dan metastasis)


a. Tumor :
1) T0 : tidak teraba tumor
2) T1 : tumor <5 cm
3) T2 : tumor >5cm
4) T3 : tumor telah melakukan invasi ke tulang, pembuluh darah dan saraf
b. Nodul :
1) No : tidak ditemukan keterlibatan kelenjar regional
2) N1 : ditemukan keterlibatan kelenjar regional
c. Metastasis :
1) Mo : tidak terdapat metastasis jauh
2) M1 : terdapat metastasis jauh

Rhabdomyosarcoma Staging System3


a. Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala dan atau leher (bukan parameningeal)
meluas ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau prostat)
b. Stage 2 : lokasi lain, No atau Nx
c. Satge 3 : lokasi lain, N1 jika tumor <5 cm atau No atau Nx jika tumor >5
cm
d. Stage 4 : lokasi apapun dan terdapat metastasis jauh
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan digunakan untuk mengetahui adanya kanker yang telah
bermetastasis (menyebar kebagian organ lain) pemeriksaan ini dilakukan
sesuai standar penyembuhan penyakit kanker.
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien masuk ke dalam
alat yang berbentuk tube (tabung) serta menganjurkan pasien untuk diam
tanpa adanya gerakan untuk memberikan hasil yang maksimal, biasanya
pasien dalam keadaan berbaring.
Hasil dari gambar jaringan lunak dan pembuluh darah terlihat lebih jelas
dan lebih detail serta menyediakan informasi yang lebih rinci mengenai
cedera, bahawa adanya daerah yang terinfeksi (metatase) pada organ lain
b. Bone-scans digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan yang terjadi di
tulang yang diakibatkan kanker Rhabdomyosarcoma (RMS)
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien untuk mengambil
posisi di depan alat dengan menganjurkan pasien diam dalam posisi tegak
dan tangan dalam keadaan terbuka (tidak boleh menggenggamkan tangan)
Hasil dari pemeriksaan ini adalah gambar yang akurat mengenai tulang
yang terinfeksi, lebih akurat pada bagian tulang. Dengan adanya lesi tulang
akibat kanker ini.
c. X-rays pemeriksaan ini menggunakan penyinaran dengan sinar x yang
berfungsi untuk melihat organ dalam dan mendeteksi adanya gangguan
pada organ tersebut serta melihat apakah organ itu berfungsi atau tidak.
Cara pemeriksaan ini yaitu dengan menganjurkan pasien dalam posisi
berdiri atau duduk dengan pandangan ke depan menghadap kearah sinar x,
dan berposisi yang tegak.
Hasilnya yaitu mengetahui organ-organ yang terserang pada daerah sekita
kanker ini, dan mengetahui seberapa parah akibat dari keganasan kanker
tersebut.
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi/obat-obatan
1) Golongan Alkilator
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan alkilator yaitu :
a) Siklofosfamid
Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500
mg dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 gram untuk
pemberian per oral.  
Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, Limfoma
non Hodgkin, Mieloma multiple, Neuroblastoma, Tumor Payudara,
ovarium, paru, Cerviks, Testis, Jaringan Lunak atau tumor
Rhabdomyosarcoma.
Fungsinya yaitu menghentikan siklus hidup sel kanker yang
menyerang otot bagian tubuh manusia utamanya pada bagian otot
lurik.
b) Klorambusil
Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk leukemia
limfositik kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin diberikan 1-3
mg/m2/hari sebgai dosis tunggal (pada penyakit hodgkin mungkin
diperlukan dosis 0,2 mg/kg berat badan, sedangkan pada limfoma
lain cukup 0,1 mg/kg berat badan).
Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan
limfoma non Hodgkin, Makroglonbulinemia primer dan kanker.
Mekanisme kerja : Klorambusil (Leukeran) merupakan mustar
nitrogen yang kerjanya paling lambat dan paling tidak toksik. Obat
ini berguna untuk pengobatan paliatif leukemia limfositik kronik dn
penyakin hodgkin (stadium III dan IV), limfoma non-hodgkin,
mieloma multipel makroglobulinemia primer (Waldenstrom), dan
dalam kombinasi dengan metotreksat atau daktinomisin pada
karsinoma testis dan ovarium.
Fungsi obat ini yaitu sebagai obat kanker yang sudah stadium
lanjut, bisa di kategorikan obat keras yaitu obat yang mematikan
perjalanan kanker ganas.
c) Prokarbazin
Sediaan : Prokarbazin kapsul berisi 50 mg zat aktif. Dosis oral pada
orang dewasa : 100 mg/m2 sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi
selama minggu pertama, diikuti pemberian 150-200 mg/m2 sehari
selama 3 minggu berikutnya, kemudian dikurangi menjadi 100
mg/m2 sehari sampai hitung leukosit dibawah 4000/m2 atau
respons maksimal dicapai. Dosis harus dikurangi pada pasien
dengan gangguan hati, ginjal dan sumsum tulang.
Indikasi : Limfoma Hodgkin.
Mekanisme kerja : Mekanisme kerja belum diketahui, diduga
berdasarkan alkilasis asam nukleat. Prokarbazin bersifat non
spesifik terhadap siklus sel. Indikasi primernya ialah untuk
pengobatan penyakit hodgkin stadium IIIB dan IV, terutama dalam
kombinasi dengan mekloretamin, vinkristin dan prednison (regimen
MOPP).
Fungsinya yaitu sebagai peluruh penyakit limfa yang berakibat
merusak pertahanan tubuh
2) Golongan Antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan antimetabolit yaitu:
a) Methotrexat
Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5
mg/ml, vial 50 mg/5ml.
Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker
payudara, leher dan kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
Mekanisme kerja : Metotreksat adalah antimetabolit folat yang
menginhibisi sintesis DNA. Metotreksat berikatan dengan
dihidrofolat reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat dan
timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam
timidilat. Metotreksat bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel.
Mekanisme kerja metotreksat dalam artritis tidak diketahui, tapi
mungkin mempengaruhi fungsi imun. Dalam psoriasis, metotreksat
diduga mempunyai kerja mempercepat proliferasi sel epitel kulit.
Fungsi obat ini yaitu sebagai pembentuk imun agar membantu
pertahanan sehingga kanker tidak merambat pada organ yang lain
dan tidak berreplika.
Terapi Medikamentosa
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh sel-sel tumor melalui
obat-obatan. Kemoterapi kanker adalah berdasarkan dari
pemahaman terhadap bagaimana sel tumor berreplikasi/bertumbuh,
dan bagaimana obat-obatan ini mempengaruhinya. Setelah sel
membelah, sel memasuki periode pertumbuhan (G1), diikuti oleh
sintesis DNA (fase S). Fase berikutnya adalah fase premiosis (G2)
dan akhirnya tiba pada fase miosis sel (fase M). Obat-obat anti
neoplasma bekerja dengan menghambat proses ini. Beberapa obat
spesifik pada tahap pembelahan sel ada juga beberapa yang tidak.

b. Non Farmakologi
1) Radioterapi: digunakan untuk memperkecil ukuran tumor, terutama
pada kepala, leher, dan panggul.
2) Transplantasi stem cell : digunakan untuk memperbaiki sistem
pembuluh darah yang telah dirusak oleh sel kanker.
3) Terapi Operatif
Terapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi
dari tumor itu. Jika memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan
tumor tanpa menyebabkan kegagalan fungsi dari tempat lokasi tumor.
Walaupun terdapat metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer
haruslah dilakukan, jika hal itu memungkinkan.

7. Komplikasi
a. Impetigo
Adalah infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan – lepuhan
kecil berisi nanah (pustula)
b. Cellulitis
Adalah peradangan dari syaraf dibawah kulit. Biasanya akan terjadi
pembengkakan dan kemerahan dibagian kulit tersebut.
c. Mastitis
Pada wanita-wanita yang menyusui, dapat berakibat mastitis (peradangan
payudara) atau bisul bernanah dari payudara. Bisul-bisul bernanah dapat
mengeluarkan bakteri-bakteri kedalam susu ibu.
d. Endocarditis
Adalah infeksi dari katup-katup jantung. Dapat menyebabkan gagal
jantung.
e. Osteomyelitis
Adalah peradangan yang parah/berat dari tulang. Dapat menyebabkan
demam tinggi, kelelahan.
f. Mual, Muntah, Diare, dan Dehidrasi
Memakan makanan yang sudah terinfeksi bakteri staphylococcus dapat
menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi karena memakan
makanan beracun yang dikeluarkan oleh bakteri staphylococcus itu sendiri.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Rhabdomyosarcoma
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi 
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
b.  Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan Rhabdomyosarcoma orofaring didapatkan keluhan berupa sesak
nafas dan nyeri. Tumor primer di orbita biasanya perubahan ketajaman
penglihatan dan nyeri lokal. Bila tumor timbul di muka atau di leher,
gejala awal paling sering adalah nyeri, kehilangan pendengaran.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan Rhabdomyosarcoma orofaring biasanya akan diawali
dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik,
rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Tumor
primer di orbita biasanya didiagnosis pada awal perjalanan karena
disertai proptosis, edem periorbital, ptosis. Tumor yang berasal dari
nasofaring dapat disertai kongesti hidung, bernafas dengan mulut,
epistaksis dan kesulitan menelan dan mengunyah. Rhabdomyosarcoma
pada tubuh atau anggota gerak pertama-tama sering diketahui setelah
trauma dan mungkin mula-mula dianggap sebagai hematom. Bila
pembengkakan itu tidak mereda atau malah bertambah, keganasan
harus dicurigai Keterlibatan saluran urogenital dapat menyebabkan
hematuria, obstruksi saluran kencing bawah, infeksi saluran kencing
berulang, inkontinensia atau suatu massa yang terdeteksi pada
pemeriksaan perut atau rektum. Rhabdomyosarcoma pada vagina dapat
muncul sebagai tumor seperti buah anggur yang keluar lewat lubang
vagina (sarkoma boitriodes) dan dapat menyebabkan gejala saluran
kencing dan usus besar. Perdarahan vagina atau obstruksi uretra atau
rektum dapat terjadi.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-
keluhannya tersebut.
3)   Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
4)  Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang sama
5)  Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Meliputi riwayat kehamilan, persalinan dan nifas.
6) Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan meliputi riwayat BB, TB, LILA, jumlah gigi yang sudah
tumbuh .Sedangkan perkembangan sesuai dengan usia.
7) Riwayat Imunisasi
Termasuk imunisasi Dasar dan imunisasi lanjutan
8) Pola Kebutuhan sehari – hari
a) Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
di RS pasien dengan Rhabdomyosarcoma orofaring akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan
terjadi akibat proses penyakit dan juga tidak bisa makan karena ada
nya sumbatan pada jalan pencernaan. Biasanya terpasang NGT.
Setelah dilakukan kemoterapi biasanya klien mengalami ganggguan
mual dan muntah.
b) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bedrest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-
otot tractus degestiv.
c) Pola bermain dan aktivitas
Kaji tentang adanya kelemahan, menangis lemah dan pergerakan.
d) Pola istirahat dan tidur
Kaji jumlah tidur perhari dan gangguan selama tidur.
e) Personal hygiene
Kaji tentang kebiasaan melakukan personal hygiene
9) Reaksi Hospitalisasi
Pada anak usia pra sekolah menunjukan reaksi tidak adaptif dimana
menolak makan, sering bertanya, menangis dan tidak kooperatif
terhadap petugas. Dirawat di rumah sakit memaksa anak untuk
meninggalkan lngkungan yang dicintai, keluarga dan teman.
10) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala dan leher
1) Kepala :
 Inspeksi: terdapat bengkak, penyebaran rambut tidak
merata, mudah rontok.
 Palpasi: terdapat benjolan.
2) Muka :
 Inspeksi: Tidak simetris, warna kulit kemerahan karena
adanya inflamasi.
 Palpasi: ada nodul, dan nyeri pada muka.
3) Mata :
1) Inspeksi: tidak simetris, pada muka tampak mata menonjol,
bengkak pada palpebra, bulu mata rontok.
2) Palpasi: adanya nyeri tekan pada bola mata.
4) Hidung :
3) Inspeksi: tidak simetris, hidung tersumbat, sekret hidung
berupa darah atau nanah.
4) Palpasi: ada nodul yang lebih dari 1 cm yang berisi pus.
5) Leher:
 Inspeksi: tidak simetris, ada bengkak pada daerah kanker,
pemebsaran pada daerah kelenjar tiroid.
 Palpasi: Ada massa pada sekitar kelenjar tiroid. Tekstur
kasar pada kulit.
b) Dada dan thorax
1) Inspeksi: Bengkak, adanya lesi kulit.
2) Palpasi: ada massa pada dada.
(pada dada dan thorax jarang di temukannya penyakit kanker
Rhabdomyosarcoma)
c) Ekstremitas
1) Inspeksi:Lesi, dan berwarna kemerahan.
2) Palpasi: Berupa benjolan dengan tanpa rasa sakit, lunak
d) Genetalia
1) Inspeksi: Terdapat lesi pada vagina, sekret vagina yang
mengandung darah (pada wanita), pembesaran di salah satu
scrotum (pada laki-laki).
2) Palpasi: ada benjolan pada sekitar kemaluan/pubis yg lunak.
11) Kepribadian dan riwayat sosial.
a). Pola asuh anak
b). Hubungan dengan teman bermain.
c).Hubungan antara keluarga.
d). Watak / temperamen.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan tumor pada organ sekitar
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan obstruksi jalan napas
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan peningkatan sputum
d. Resiko syok berhubungan pendarahan pada vagina
e. Resiko kekurangan cairan berhubungan epitaksis
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan sulit bergerak
g. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
h. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
nafsu makan, kemoterapi
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA Internasional, NIC-NOC (2016)
NO Intervensi
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 Nyeri berhubungan dengan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen Nyeri
penekanan tumor pada organ pasien mampu mengontrol nyeri dibuktikan 1) Lakukan pengkajian
sekitar dengan kriteria hasil: nyeri
komprehensip yang meliputi lokasi,
Mengontrol Nyeri karakteristik, onset/durasi,
1) Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas, intensitas atau
2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri beratnya nyeri dan faktor pencetus
3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri 2) Observasi adanya pentunjuk
4) Menggunakan tindakan pengurangan nonverbal mengenai ketidak
nyeri (nyeri) tanpa analgesik nyamanan terutama pada mereka
5) Menggunakan analgesik yang yang tidak dapat
Direkomendasikan berkomunikasi secara efektif
6) Melaporkan perubahan terhadap gejala 3) Gunakan strategi
nyeri pada profesional kesehatan komunikasi terapeutik untuk
7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol mengetahui pengalaman nyeri dan
pada profesional kesehatan sampaikan
8) Menggunakan sumber daya yang tersedia penerimaan pasien terhadap nyeri
untuk menangani nyeri 4) Tentukan akibat dari pengalaman
9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri terhadap kualitas hidup pasien
nyeri (misalnya, tidur, nafsu makan,
10) Melaporkan nyeri yang terkontrol pengertian, perasaan, performa kerja
dan tanggung jawab peran)
5) Gali bersama pasien dan orang
tua faktor-faktor yang dapat
menurunkan atau memperberat
nyeri
6) Evaluasi pengalaman nyeri
dimasa lalu yang meliputi riwayat
nyeri kronik individu atau keluarga
atau nyeri yang menyebabkan
disability/ ketidak
mampuan/kecatatan, dengan tepat
9) Gunakan metode penelitian yang
sesuai dengan tahapan
perkembangan yang memungkinkan
untuk memonitor perubahan nyeri
dan akan dapat membantu
mengidentifikasi faktor pencetus
aktual dan potensial (misalnya,
catatan perkembangan, catatan
harian)
10) Tentukan kebutuhan frekuensi
untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan
mengimplementasikan rencana
monitor
11) Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri yang dirasakan, dan antisipasi
dari ketidaknyamanan akibat
prosedur
12) Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien dari ketidaknyamanan (suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
14) Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan
dalam cacatan medis pasien,
informasikan petugas kesehatan lain
yang merawat pasien
15) Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu penurunan
nyeri
Analgesik Administration :
1) Cek riwayat alergi.
2) Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesic pertama
kali.
3) Evaluasi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala.
4) Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
2 Pola nafas tidak efektif NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawata, 1) Observasi warna kulit, membran
berhubungan obstruksi jalan Pola nafas efektif, dengan kriteria hasil: mukosa dan kuku. Catat adanya
napas 1) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki sianosis perifer (kuku) atau sianosis
suara napas yang jernih. sentral.
2) Mempunyai irama dan frekuensi 2) Tinggikan kepala dan dorong sering
pernapasan dalam rentang normal. mengubah posisi, nafas dalam dan
3) Mempunyai fungsi paru dalam batas batuk efektif.
normal 3) Berikan terapi oksigen dengan benar
4) Observasi dan dokumentasikan
ekspansi dada bilateral pada pasien
yang terpasang ventilator
5) Pemantauan Pernafasan (NIC) :
Pantau kecepatan, irama, kedalaman
dan upaya pernafasan, Perhatikan
pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot aksesoris, serta
retraksi otot supraklavikular dan
interkosta, Pantau pernafasan yang
berbunyi, seperti melengking atau
mendengkur, Pantau pola
pernafasan : bradipnea; takipnea;
hiperventilasi; pernafasan Kussmaul;
pernafasan Cheyne-Stokes; dan
pernafasan apneastik, pernafasan
Biot, dan pola ataksik, Perhatikan
lokasi trakea, Auskulasi sura nafas,
perhatikan area penurunan/ tidak
adanya ventilasi dan adanya surara
nafas tambahan, Catat perbahan pada
SaO2, SvO2, CO2 
3 Bersihan jalan nafas tak NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan , 1) Manajemen Jalan Napas:
efektif berhubungan Menunjukkan Bersihan jalan napas yang efektif, Memfasilitasi kepatenan jalan udara.
terjadinya peningkatan yang dibuktikan oleh Pencegahan Aspirasi; 2) Pengisapan Jalan Napas:
sputum Status Pernapasan; Kepatenan Jalan Napas; dan Mengeluarkan sekret dari jalan napas
Status Pernapasan: Ventilasi tidak terganggu dengan memasukkan sebuah kateter
ditandai dengan kriteria hasil pasien mampu : pengisap ke dalam jalan napas oral
1) Batuk efektif. dan/atau trakea.
2) Mengeluarkan sekret secara efektif. 3) Kewaspadaan Aspirasi: Mencegah
3) Mempunyai jalan napas yang paten. atau meminimalkan faktor resiko pada
4) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki pasien yang beresiko mengalami
suara napas yang jernih. aspirasi.
5) Mempunyai irama dan frekuensi 4) Pengaturan Posisi: Mengubah posisi
pernapasan dalam rentang normal. pasien atau bagian tubuh pasien
6) Mempunyai fungsi paru dalam batas secara sengaja untuk memfasilitasi
normal. kesejahteraan fisiologis dan
psikologis.
5) Pemantauan Pernapasan:
Mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan
jalan napas dan pertukaran gas yang
adekuat.
6) Bantuan Ventilasi:
Meningkatkan pola napas spontan
yang optimal, yang memaksimalkan
pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam paru
4 Resiko syok berhubungan NOC: Setelah dilakukan perawatan, diharapkan Pencegahan Syok
pendaran pada vagina tidak terjadi syok hipovolemik dengan 1) Monitor adanya respon
kriteria: konpensasi terhadap syok
1) Tanda vital dalam batas normal. (misalnya, tekanan darah normal,
2) Tidak ada sianosis. tekanan nadi melemah, perlambatan
3) Suhu kulit hangat. pengisian kapiler, pucat/ dingin
4) Tidak ada diaporesis. pada kulit atau kulit kemerahan,
5) Membran mukosa kemerahan. takipnea ringan, mual dan munta,
peningkatan rasa haus, dan
kelemahan)
2) Monitor adanya tanda-tanda
respon sindroma inflamasi sistemik
(misalnya, peningkatan suhu,
takikardi, takipnea, hipokarbia,
leukositosis, leukopenia)
Monitor terhadap adanya tanda awal
reaksi alergi (misalnya, rinitis,
mengi, stridor, dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan, gangguan
saluran pencernaan, nyeri abdomen,
cemas dan gelisah)
4) Monitor terhadap adanya tanda
ketidak adekuatan perfusi oksigen
kejaringan (misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan kecemasan,
perubahan status mental, egitasi,
oliguria dan akral teraba dingin dan
warna kulit tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya
darah dan protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah
asites dan nyeri abdomen atau
punggung.
8) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenal tanda dan gejala syok
yang mengancam jiwa
5 Resiko kekurangan cairan NOC : 1) Observasi Tanda – Tanda Vital
berhubungan epitaksis Setelah dilakukan perawatan, diharapkan tidak 2) Observasi intake output
terjadi kekurangan cairan dengan kriteria: 3) Kaji status mental.
Kriteria Hasil :. 4) Kolaborasi dengan dokter untuk
1) Perubaha status mental (-) mendapatkan cairan infus
2) TTV dalam batas normal
3) Kelemahan (-)

6 Gangguan mobilitas fisik NOC : Setelah dilakukan intervensi 1)Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas
berhubungan sulit bergerak keperawatan, maka tidak terjadi menggunakan parameter berikut
gangguan mobilitas fisik, dengan kriteria TTV, nyeri dada, kelelahan berat,
hasil: kelemahan, berkeringat, pusing atau
1) Menunjukkan peningkatan dalam pinsan
beraktifitas. 2)Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas
2) Kelemahan dan kelelahan berkurang. pada dasar nyeri/respon
3) Kebutuhan ADL terpenuhi secara hemodinamik, berikan aktifitas
mandiri atau dengan bantuan. senggang yang tidak berat
4) Frekuensi jantung/irama dan Tekanan 3)Kaji kesiapan untuk meningkatkan
darah dalam batas normal. aktifitas contoh: penurunan
5) Kulit hangat, merah muda dan kering kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek
nadi, peningaktan perhatian pada
aktifitas dan perawatan diri.
4)Anjurkan keluarga untuk membantu
pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
5)Jelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh: posisi duduk
ditempat tidur bila tidak pusing dan
tidak ada nyeri, bangun dari tempat
tidur, belajar berdiri
7 Resiko infeksi berhubungan NOC: Kontrol Infeksi
dengan luka operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien 1) Pertahankan teknik aseptik dan
menunjukkan infeksi tidak terjadi, ditandai atiseptik
dengan kriteria hasil: 2) Batasi pengunjung bila perlu
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3) Anjurkan pasien/keluarga untuk
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah mencuci tangan yang benar
timbulnya infeksi 4) Gunakan sabun antimikroba untuk
3) Jumlah leukosit dalam batas normal cuci tangan yang sesuai
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat 5) Cuci tangan sebelum dan sesudah
5) Status imun, gastrointestinal, genitourinaria kegiatan perawatan pasien
dalam batas normal 6) Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
7) Ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
8) Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
9) Dorong intake cairan yang sesuai
10) Dorong untuk beristirahat
11) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
12) Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
13) Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
14) Monitor adanya luka
15) Ajarkan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan

8 Perubahan Nutrisi kurang NOC: NIC:


dari kebutuhan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Managemen gangguan makan
dengan penurunan nafsu kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria 1) Tentukan kebutuhan kalori  harian
makan, kemoterapi hasil: 2) Ajarkan klien dan keluarga tentang
1) Pemasukan nutrisi yang adekuat pentingnya nutrient
2) Pasien mampu menghabiskan diet yang 3) Monitoring TTV dan
dihidangkan nilai  Laboratorium Monitor intake
3) Tidak ada tanda malnutrisi dan output
4) Nilai laboratorium protein total 8.8 gr%, 4) Pertahankan kepatenan pemberian
Albumin 3.5 -5.4 gr, Globulin 1.8-3.6 gr%, nutrisi parenteral
HB tidak kurang dari 10 gr% 5) Pertimbangkan nutrisi enteral
5) Membran mukosa dan konjungtiva tidak pucat 6) Pantau adanya Komplikasi GI
7) Kolaborasi untuk obat antiemetik
Terapi gizi
1) Monitor masukan makanan atau
minuman dan hitung kalori harian
secara tepat
2) Kolaborasi ahli gizi
3) Pastikan dapat diet TKTP (tinggi
kalori tinggi protein)
4) Berikan perawatan mulut
5) Pantau hasil laboratoriun protein,
albumin, globulin, HB
6) Jauhkan benda-benda yang tidak
enak untuk dipandang seperti urinal,
kotak drainase, bebat dan pispot
7) Sajikan makanan hangat dengan
variasi yang menarik
4. Pelaksanaan (Implementasi)
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
spesifik.Implementasi adalah tahap dimana pada tahap ini dilakukan
pelaksanaan dan perencanaan tindakan keperawatan yang telah ditentukan
dengan tujuan untuk memberikan tindakan perawatan berdasarkan respon klien
terhadap masalah kesehatannya dan mencegah masalah baru yang akan timbul.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat tercapai.
Setelah selesai melaksanakan tindakan keperawatan pada ibu nifas perawat
selalu mengadakan evaluasi, pada kegiatan tersebut perawat perlu menentukan
kriteria keberhasilan (standar) yang dapat diukur dan diamati sesuai dengan
tujuan asuhan keperawatan yang telah ditentukan.
Keberhasilan pencapaian tujuan keperawatan tertentu berarti pasien sudah siap
untuk mencapai tujuan lain. Dengan evaluasi berarti ada kegiatan pengkajian
kembali dan pengumpulan informasi baru yang memungkinkan perawat
menentukan masalah baru. Modifikasi keperawatan serta menentukan alternatif
keperawatan yang baru.
DAFTAR PUSTAKA

Carola A.S. Arndt. (2001). Rhabdomyosarcama. In: Kliegman.R.M., Behrman.R.E.,


Jenson.H.B., Stanton.B.F., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia:
Elsevier Saunders.

Crist WM. Sarkoma Jaringan Lunak. (2004)Dalam: Nelson WE(eds). Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC.

Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. (2005). Rhabdomyosarcoma. Dalam: Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Editor: Bambdang Permono, d.k.k.Jakarta : Badan
Penerbit IDAI

Harry Raspati, Lalani Reniarati, Susi Susanah. (2005). Bab 9 Hemato-Onkologi


Rabdomyasorcoma. Dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi ke 3. Editor : Herry Garna dan Heda Melinda. Bandung : Bagian
Ilmmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Padjdjaran RS.Dr.
Hasan Sadikin

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:
Mediaction. Robbins, Cotran, Kumar. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC,
1999.761-762.

William.W.H., Levin.M.J., Sondhimer.J.M., Deterding.R.R., (2005).


Rahbdomyosarcoma. In: Lange Current Pediatric Diagnosis and Treatment.
17nd edition. USA: McGraw Hill Companies

Anda mungkin juga menyukai