RHABDOMYOSARCOMA
2. Etiologi
Penyebab dari Rhabdomyosarcoma sendiri sampai saat ini belum jelas.
Beberapa sindroma genetik dan faktor lingkungan dikatakan berkaitan dengan
peningkatan prevalensi dari RMS.
Beberapa sindroma genetik yang berhubungan dengan angka kejadian RMS :
a. Neurofibromatosis (4-5% risk of any of a number of malignancies)
b. Li-Fraumeni syndrome (germline mutation of the tumor suppressor gene
TP53)
c. Rubinstein-Taybi syndrome
d. Beckwith-Wiedemann syndrome
Beberapa faktor lingkungan yang diduga berperan dengan prevalensi RMS :
a. Penggunaan orang tua terhadap marijuana dan kokain
b. Penyinaran sinar X
c. Makanan dan pola makan
d. Sering kontak dengan sinar matahari terutama pada anak-anak
e. Penggunaan alkohol sebelumnya
f. Kontak dengan zat-zat karsinogen di daerah tempat bekerja khususnya
pada orang dewasa
3. Patofisiologi
Meskipun Rhabdomyosarcoma berasal dari sel otot skeletal, tumor ini
bisa menyerang bagian manapun dari tubuh kecuali tulang. Botrioid
adalah bentuk dari embrional Rhabdomyosarcoma yang berasal dari
mukosa daerah yang berongga, seperti kandung kencing, vagina, nasofaring
dan telinga tengah. Lesi pada ekstremitas lebih banyak merupakan alveolar
Rhabdomyosarcoma. Metastasis ditemukan terutama di paru, sumsum tulang,
tulang, kelenjar limpa, payudara dan otak.
Walaupun merupakan tumor yang paling sering dijumpai pada anak-anak,
etiologi dari Rhabdomyosarcoma tidak diketahui. Rhabdomyosarcoma
diduga timbul dari mesenkim embrional yang sama dengan otot serat lintang.
Atas dasar gambaran mikroskopik cahaya, Rhabdomyosarcoma termasuk
kelompok “tumor sel bulat kecil”, yang meliputi sarkoma Ewing,
neuroblastoma, tumor neuroektodermal primitif dan limfoma non hodgkin.
Diagnosis pasti adalah histopatologi atau perlu ditambah pemeriksaan
imunohistokimia dengan menggunakan antibody terhdap otot skelet (desmin,
aktin khas otot) dan mikroskop elektron untuk membedakan gambaran khas
Genetik Lingkungan
Mutasi gen
RHABDOMYOSARCOMA
Pembengkakan
Kepala Anggota
gerak
Mata Nasofaring
Terdapat
benjolan
Benjolan Sel mudah Terjadi
pada mata rapuh obstruksi Sulit
pernafasan bergerak
Menekan
Mudah terjadi Pola nafas
organ sekitar Peningkatan Gangguan
pendarahan tidak efektif
sputum mobilitas fisik
Menekan Epitaksis
syaraf Bersihan jalan
sekunder nafas tidak efektif
Resiko
Nyeri kekurangan Traktus
cairan Resiko ISK Genitourinaria
penyebaran
infeksi
kemoterapi Mual, muntah Obstruksi Pendarahan
uretra pd vagina
Sel darah
Rambut Nafsu makan Resiko HB
mati
rontok kurang penyebaran
eliminasi
Anemia Anemia
Gangguan Nutrisi
citra tubuh kurang dari
kelemahan kebutuhan Resiko syock
Ganggun Gangguan
pemenuhan integritas kulit
ADL
b. Non Farmakologi
1) Radioterapi: digunakan untuk memperkecil ukuran tumor, terutama
pada kepala, leher, dan panggul.
2) Transplantasi stem cell : digunakan untuk memperbaiki sistem
pembuluh darah yang telah dirusak oleh sel kanker.
3) Terapi Operatif
Terapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi
dari tumor itu. Jika memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan
tumor tanpa menyebabkan kegagalan fungsi dari tempat lokasi tumor.
Walaupun terdapat metastase dari RMS, pengangkatan tumor primer
haruslah dilakukan, jika hal itu memungkinkan.
7. Komplikasi
a. Impetigo
Adalah infeksi kulit yang menyebabkan terbentuknya lepuhan – lepuhan
kecil berisi nanah (pustula)
b. Cellulitis
Adalah peradangan dari syaraf dibawah kulit. Biasanya akan terjadi
pembengkakan dan kemerahan dibagian kulit tersebut.
c. Mastitis
Pada wanita-wanita yang menyusui, dapat berakibat mastitis (peradangan
payudara) atau bisul bernanah dari payudara. Bisul-bisul bernanah dapat
mengeluarkan bakteri-bakteri kedalam susu ibu.
d. Endocarditis
Adalah infeksi dari katup-katup jantung. Dapat menyebabkan gagal
jantung.
e. Osteomyelitis
Adalah peradangan yang parah/berat dari tulang. Dapat menyebabkan
demam tinggi, kelelahan.
f. Mual, Muntah, Diare, dan Dehidrasi
Memakan makanan yang sudah terinfeksi bakteri staphylococcus dapat
menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi karena memakan
makanan beracun yang dikeluarkan oleh bakteri staphylococcus itu sendiri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan tumor pada organ sekitar
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan obstruksi jalan napas
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan peningkatan sputum
d. Resiko syok berhubungan pendarahan pada vagina
e. Resiko kekurangan cairan berhubungan epitaksis
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan sulit bergerak
g. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
h. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
nafsu makan, kemoterapi
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA Internasional, NIC-NOC (2016)
NO Intervensi
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 Nyeri berhubungan dengan NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen Nyeri
penekanan tumor pada organ pasien mampu mengontrol nyeri dibuktikan 1) Lakukan pengkajian
sekitar dengan kriteria hasil: nyeri
komprehensip yang meliputi lokasi,
Mengontrol Nyeri karakteristik, onset/durasi,
1) Mengenali kapan nyeri terjadi frekuensi, kualitas, intensitas atau
2) Menggambarkan faktor penyebab nyeri beratnya nyeri dan faktor pencetus
3) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri 2) Observasi adanya pentunjuk
4) Menggunakan tindakan pengurangan nonverbal mengenai ketidak
nyeri (nyeri) tanpa analgesik nyamanan terutama pada mereka
5) Menggunakan analgesik yang yang tidak dapat
Direkomendasikan berkomunikasi secara efektif
6) Melaporkan perubahan terhadap gejala 3) Gunakan strategi
nyeri pada profesional kesehatan komunikasi terapeutik untuk
7) Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol mengetahui pengalaman nyeri dan
pada profesional kesehatan sampaikan
8) Menggunakan sumber daya yang tersedia penerimaan pasien terhadap nyeri
untuk menangani nyeri 4) Tentukan akibat dari pengalaman
9) Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri terhadap kualitas hidup pasien
nyeri (misalnya, tidur, nafsu makan,
10) Melaporkan nyeri yang terkontrol pengertian, perasaan, performa kerja
dan tanggung jawab peran)
5) Gali bersama pasien dan orang
tua faktor-faktor yang dapat
menurunkan atau memperberat
nyeri
6) Evaluasi pengalaman nyeri
dimasa lalu yang meliputi riwayat
nyeri kronik individu atau keluarga
atau nyeri yang menyebabkan
disability/ ketidak
mampuan/kecatatan, dengan tepat
9) Gunakan metode penelitian yang
sesuai dengan tahapan
perkembangan yang memungkinkan
untuk memonitor perubahan nyeri
dan akan dapat membantu
mengidentifikasi faktor pencetus
aktual dan potensial (misalnya,
catatan perkembangan, catatan
harian)
10) Tentukan kebutuhan frekuensi
untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan
mengimplementasikan rencana
monitor
11) Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri yang dirasakan, dan antisipasi
dari ketidaknyamanan akibat
prosedur
12) Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien dari ketidaknyamanan (suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
14) Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan
dalam cacatan medis pasien,
informasikan petugas kesehatan lain
yang merawat pasien
15) Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu penurunan
nyeri
Analgesik Administration :
1) Cek riwayat alergi.
2) Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesic pertama
kali.
3) Evaluasi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala.
4) Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
2 Pola nafas tidak efektif NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawata, 1) Observasi warna kulit, membran
berhubungan obstruksi jalan Pola nafas efektif, dengan kriteria hasil: mukosa dan kuku. Catat adanya
napas 1) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki sianosis perifer (kuku) atau sianosis
suara napas yang jernih. sentral.
2) Mempunyai irama dan frekuensi 2) Tinggikan kepala dan dorong sering
pernapasan dalam rentang normal. mengubah posisi, nafas dalam dan
3) Mempunyai fungsi paru dalam batas batuk efektif.
normal 3) Berikan terapi oksigen dengan benar
4) Observasi dan dokumentasikan
ekspansi dada bilateral pada pasien
yang terpasang ventilator
5) Pemantauan Pernafasan (NIC) :
Pantau kecepatan, irama, kedalaman
dan upaya pernafasan, Perhatikan
pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot aksesoris, serta
retraksi otot supraklavikular dan
interkosta, Pantau pernafasan yang
berbunyi, seperti melengking atau
mendengkur, Pantau pola
pernafasan : bradipnea; takipnea;
hiperventilasi; pernafasan Kussmaul;
pernafasan Cheyne-Stokes; dan
pernafasan apneastik, pernafasan
Biot, dan pola ataksik, Perhatikan
lokasi trakea, Auskulasi sura nafas,
perhatikan area penurunan/ tidak
adanya ventilasi dan adanya surara
nafas tambahan, Catat perbahan pada
SaO2, SvO2, CO2
3 Bersihan jalan nafas tak NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan , 1) Manajemen Jalan Napas:
efektif berhubungan Menunjukkan Bersihan jalan napas yang efektif, Memfasilitasi kepatenan jalan udara.
terjadinya peningkatan yang dibuktikan oleh Pencegahan Aspirasi; 2) Pengisapan Jalan Napas:
sputum Status Pernapasan; Kepatenan Jalan Napas; dan Mengeluarkan sekret dari jalan napas
Status Pernapasan: Ventilasi tidak terganggu dengan memasukkan sebuah kateter
ditandai dengan kriteria hasil pasien mampu : pengisap ke dalam jalan napas oral
1) Batuk efektif. dan/atau trakea.
2) Mengeluarkan sekret secara efektif. 3) Kewaspadaan Aspirasi: Mencegah
3) Mempunyai jalan napas yang paten. atau meminimalkan faktor resiko pada
4) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki pasien yang beresiko mengalami
suara napas yang jernih. aspirasi.
5) Mempunyai irama dan frekuensi 4) Pengaturan Posisi: Mengubah posisi
pernapasan dalam rentang normal. pasien atau bagian tubuh pasien
6) Mempunyai fungsi paru dalam batas secara sengaja untuk memfasilitasi
normal. kesejahteraan fisiologis dan
psikologis.
5) Pemantauan Pernapasan:
Mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan
jalan napas dan pertukaran gas yang
adekuat.
6) Bantuan Ventilasi:
Meningkatkan pola napas spontan
yang optimal, yang memaksimalkan
pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam paru
4 Resiko syok berhubungan NOC: Setelah dilakukan perawatan, diharapkan Pencegahan Syok
pendaran pada vagina tidak terjadi syok hipovolemik dengan 1) Monitor adanya respon
kriteria: konpensasi terhadap syok
1) Tanda vital dalam batas normal. (misalnya, tekanan darah normal,
2) Tidak ada sianosis. tekanan nadi melemah, perlambatan
3) Suhu kulit hangat. pengisian kapiler, pucat/ dingin
4) Tidak ada diaporesis. pada kulit atau kulit kemerahan,
5) Membran mukosa kemerahan. takipnea ringan, mual dan munta,
peningkatan rasa haus, dan
kelemahan)
2) Monitor adanya tanda-tanda
respon sindroma inflamasi sistemik
(misalnya, peningkatan suhu,
takikardi, takipnea, hipokarbia,
leukositosis, leukopenia)
Monitor terhadap adanya tanda awal
reaksi alergi (misalnya, rinitis,
mengi, stridor, dipnea, gatal-gatal
disertai kemerahan, gangguan
saluran pencernaan, nyeri abdomen,
cemas dan gelisah)
4) Monitor terhadap adanya tanda
ketidak adekuatan perfusi oksigen
kejaringan (misalnya, peningkatan
stimulus, peningkatan kecemasan,
perubahan status mental, egitasi,
oliguria dan akral teraba dingin dan
warna kulit tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya
darah dan protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah
asites dan nyeri abdomen atau
punggung.
8) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenal tanda dan gejala syok
yang mengancam jiwa
5 Resiko kekurangan cairan NOC : 1) Observasi Tanda – Tanda Vital
berhubungan epitaksis Setelah dilakukan perawatan, diharapkan tidak 2) Observasi intake output
terjadi kekurangan cairan dengan kriteria: 3) Kaji status mental.
Kriteria Hasil :. 4) Kolaborasi dengan dokter untuk
1) Perubaha status mental (-) mendapatkan cairan infus
2) TTV dalam batas normal
3) Kelemahan (-)
6 Gangguan mobilitas fisik NOC : Setelah dilakukan intervensi 1)Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas
berhubungan sulit bergerak keperawatan, maka tidak terjadi menggunakan parameter berikut
gangguan mobilitas fisik, dengan kriteria TTV, nyeri dada, kelelahan berat,
hasil: kelemahan, berkeringat, pusing atau
1) Menunjukkan peningkatan dalam pinsan
beraktifitas. 2)Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas
2) Kelemahan dan kelelahan berkurang. pada dasar nyeri/respon
3) Kebutuhan ADL terpenuhi secara hemodinamik, berikan aktifitas
mandiri atau dengan bantuan. senggang yang tidak berat
4) Frekuensi jantung/irama dan Tekanan 3)Kaji kesiapan untuk meningkatkan
darah dalam batas normal. aktifitas contoh: penurunan
5) Kulit hangat, merah muda dan kering kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek
nadi, peningaktan perhatian pada
aktifitas dan perawatan diri.
4)Anjurkan keluarga untuk membantu
pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
5)Jelaskan pola peningkatan bertahap
dari aktifitas, contoh: posisi duduk
ditempat tidur bila tidak pusing dan
tidak ada nyeri, bangun dari tempat
tidur, belajar berdiri
7 Resiko infeksi berhubungan NOC: Kontrol Infeksi
dengan luka operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien 1) Pertahankan teknik aseptik dan
menunjukkan infeksi tidak terjadi, ditandai atiseptik
dengan kriteria hasil: 2) Batasi pengunjung bila perlu
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3) Anjurkan pasien/keluarga untuk
2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah mencuci tangan yang benar
timbulnya infeksi 4) Gunakan sabun antimikroba untuk
3) Jumlah leukosit dalam batas normal cuci tangan yang sesuai
4) Menunjukkan perilaku hidup sehat 5) Cuci tangan sebelum dan sesudah
5) Status imun, gastrointestinal, genitourinaria kegiatan perawatan pasien
dalam batas normal 6) Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
7) Ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
8) Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
9) Dorong intake cairan yang sesuai
10) Dorong untuk beristirahat
11) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
12) Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
13) Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
14) Monitor adanya luka
15) Ajarkan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia
perawatan kesehatan
Crist WM. Sarkoma Jaringan Lunak. (2004)Dalam: Nelson WE(eds). Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC.
Djajadiman Gatot dan Bulan G.M. (2005). Rhabdomyosarcoma. Dalam: Buku Ajar
Hematologi-Onkologi Anak. Editor: Bambdang Permono, d.k.k.Jakarta : Badan
Penerbit IDAI