LAPORAN PENDAHULUAN
oleh
Aulia Bella Marinda, S. Kep
NIM 132311101030
Mahasiswa
Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M. Kep Ns. M. Shodikin, M. Kep., Sp. KMB., CWCS
NIP. 19880510 201504 1 002 NIP. 19681212 199103 1 011
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Osteochondroma adalah tumor jinak tulang dengan penampakan adanya
penonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostoksis yang muncul dari
metasfisis, penonjolan tulang ini ditutupi oleh cartilago hialin. Tonjolan ini
menyebabkan suatu pembengkakan atau gumpalan dan mirip seperti kembang kol
(cauliflower appeareance). Tumor ini berasal dari komponen tulang (osteosit) dan
komponen tulang rawan (chondrosit) (Sjamjuhidayat, 2005). Menurut AAOS
(2013), osteochondroma adalah (bukan kanker) tumor jinak yang berkembang
selama masa kanak-kanak atau remaja. Tumor ini merupakan pertumbuhan
abnormal yang terbentuk pada permukaan tulang dekat lempeng pertumbuhan.
Osteochondroma merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari
seluruh tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja yang
pertumbuhannya aktif dan pada dewasa muda. Sebagian besar dari penderita
tumor ini biasanya tanpa gejala (asimptomatik), gangguan yang sering muncul
biasanya menyebabkan gejala mekanik tergantung lokasi dan ukuran dari tumor
tersebut (Appley & Solomon, 2002).
B. Stadium Osteochondroma
Osteochondroma adalah lesi jinak dan dapat dikelompokkan berdasarkan
staging berdasarkan muskuloskeletal Tumor Society (MSTS) untuk lesi jinak,
sebagai berikut:
1. Tahap I - lesi aktif atau statis
2. Tahap II - lesi aktif tumbuh
3. Tahap III - lesi aktif yang berkembang bahwa secara lokal
destruktif/agresif
Rata-rata Osteochondroma berada pada stadium I atau II. Namun, deformitas
sekunder yang signifikan untuk efek massa dapat terjadi di daerah seperti sendi
radioulnar sendi dan tibiofibular. Meskipun klasifikasi ini tidak sempurna, lesi
tersebut dapat dianggap lesi tahap III (Newman, 2002).
C. Etiologi
Osteochondroma tulang kemungkinan besar disebabkan oleh salah satu cacat
bawaan atau trauma perichondrium yang menghasilkan herniasi dari fragmen
lempeng epifisis pertumbuhan melalui manset tulang periosteal. Meskipun
etiologi pasti dari pertumbuhan ini tidak diketahui, sebagian perifer fisis diduga
mengalami herniasi dari lempeng pertumbuhannya. Herniasi yang terjadi masih
belum diketahui penyebabnya atau mungkin hasil dari trauma atau defisiensi dari
cincin perichondrial (Allan & Blonchi, 2004).
Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-
Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.
1. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
2. Keturunan
3. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat
pajanan radiasi ) (Smeltzer. 2002).
D. Manifestasi Klinis
Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara
kebetulan, namun terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan
membesar (Schmall, 2008).
1. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan
menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur
patologis pada tangkai tumor, terutama pada bagian tangkai tipis. Kadang
bursa dapat tumbuh diatas tumor (bursa exotica)
2. Bila mengalami inflamasi pasien dapat mengeluh bengkak dan sakit. Apabila
timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur,bursitis, atau penekanan pada saraf dan
tumor terus tumbuh setelah lempeng epifisis menutup maka harus dicurigai
adanya keganasan.
3. Osteochondroma dapat menyebabkan timbulnya pseudo aneurisma terutama
pada arteri poplitea dan arteri femoralis disebabkan karena fraktur pada
tangkai tumor di daerah distal femur atau proximal tibia.
4. Osteochondroma yang besar pada kolumna vertebralis dapat menyebabkan
angulasi kyfosis dan menimbulkan gejala spondylolitesis. Pada herediter
multipel exositosis keluhan dapat berupa massa yang multipel dan tidak nyeri
dekat persendian.
E. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tulang rawan hialin didaerah sekitar tumor dan terdapat eksostosis
yang berbentuk didalamnya. Lesi yang besar dapat berbentuk gambaran bunga kol
dengan degenerasi dan kalsifkasi ditengahnya. Tumor terjadi karena pertumbuhan
abnormal dari sel-sel tulang (osteosit) dan sel-sel tulang rawan (kondrosit) di
metafisis. Pertumbuhan abnormal ini awalnya hanya akan menimbulkan
gambaran pembesaran tulang dengan korteks dan spongiosa yang masih utuh.
Jika tumor semakin membesar makan akan tampak sebagai benjolan menyerupai
bunga kol dengan komponen osteosit sebagai batangnya dan komponen kondrosit
sebagai bunganya. Tumor akan tumbuh dari metafisis,tetapi adanya pertumbuhan
tulang yang semakin memanjang maka makin lama tumor akan mengarah ke
diafisis tulang. Pertumbuhan ini membawa ke bentuk klasik “coat hanger” variasi
dari osteokondroma yang mengarah menjauhi sendi terdekat (Allan & Blonchi,
2004).
F. Pathway
Tumor
Terjadi Penimbunan
destruksi periosteum terbaru
tulang
Pertumbuhan tulang
Rongga sendi yang abortif
sempit, terjadi
erosi. Adanya massa pada Kerusakan
tulang Integritas Kulit
Tindakan
Nyeri akut Massa membesar
pembedahan
H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
2. MRI
3. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang
terjadi setelah eksesi tumor (Rasjad, 2003).
I. Penatalaksanaan Medis
Penanganan osteokondroma secara umum adalah eksisi. Bila memungkinkan
eksisi harus mencapai reseksi en block, lingkaran tulang normal disekitar lesi serta
keseluruhan bursa yang menutupi lesi. Deformitas yang terjadi pada
osteokondroma multipel, harus ditangani dengan mempertimbangkan tepi
deformitas dan dengan tujuan akhir memperbaiki rentang pergerakan. Apabila
terdapat gejala penekanan pada jaringan lunak misalnya pembuluh darah atau
saraf sekitarnya atau tumor tiba-tiba membesar disertai rasa nyeri maka
diperlukan tindakan operasi secepatnya, terutama bila hal ini terjadi pada orang
dewasa (Weiner, 2004).
Tidak ada terapi medis saat ini ada untuk osteochondrom. Pengobatan
nonoperatif adalah observasi karena lesi kebanyakan tanpa gejala. Lesi yang
ditemukan secara kebetulan dapat diamati, dan pasien dapat diyakinkan (Apley &
Solomon, 2002).
Perawatan untuk gejala osteochondroma adalah reseksi. Perawatan harus
dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada tutup tulang rawan atau
perichondrium yang tersisa, jika tidak, mungkin ada kekambuhan. Idealnya, garis
reseksi harus melalui dasar tangkai, dengan demikian, seluruh lesi dihapus secara
en blok. Lesi atipikal atau sangat besar harus diselidiki sepenuhnya untuk
mengecualikan kemungkinan terpencil keganasan. MRI berguna dalam menilai
ketebalan dari cartilage cap (Weiner, 2004).
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri kronis b.d agen cidera biologis
b. Hambatan mobilitas fisik b.d adanya massa pada tulang
c. Kerusakan integritas kulit b.d prosedur tindakan pembedahan
d. Gangguan citra tubuh b.d proses perjalanan penyakit
2. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri kronis (00133) NOC NIC
Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Kepuasan klien: kontrol gejala (3011) komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan intensitas nyeri)
selama ...x24 jam, nyeri kronis pasien 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
kembali normal dengan kriteria hasil: 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang
terjadi dirasakan
2. Pasien mampu menyampaikan faktor
penyebab nyeri Terapi relaksasi (6040)
3. Mampu menyampaikan tanda dan gejala 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi
nyeri seperti nafas dalam dan musik
4. Penurunan skala nyeri 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
5. Ekspresi wajah tidak mengerang dan
meringis kesakitan Pemberian analgesik (2210)
6. Nyeri terkontrol 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
8. Cek adanya riwayat alergi obat
9. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
2. Hambatan mobilitas fisik (00085) NOC NIC
Koordinasi pergerakan (0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
setelah dilakukan perwatan selama ...x24 jam 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk
mobilitas fisik pasien membanik dengan memfasilitasi mobilisasi sesuai indikasi
kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan
1. Dapat mengontrol kontraksi posisi penyebab nyeri otot atau sendi
pergerakkan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika
pergerakkan tubuh sesuai indiksi
3. Dapat menahan keseimbangan
pergerakkan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot,
latihan fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari
sesi latihan menurut lefel kebugaran dan ada
atau tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak
setiap selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan
tanpa beban terlebih dahulu sampai gerakan
yang benar sudah di pelajari
Appley, A.G & L. Solomon. 2002. Appley System Of Orthopaedics And Fractures.
Oxford: ELBS.
Sjamsuhidayat R,. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Weiner, D.S. 2004. Paediatric Orthopaedic For Primary Care Physician 2nd ed.
New York : Cambridge University Press.