Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


OSTEOCHONDROMA DI POLI ORTHOPEDI
RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Aulia Bella Marinda, S. Kep
NIM 132311101030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
MEI, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Osteochondroma di Poli


Orthopedi Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan
pada :

Hari, Tanggal : Kamis, 31 Mei 2018

Tempat: Poli Orthopedi RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 31 Mei 2018

Mahasiswa

Aulia Bella Marinda, S.Kep.


NIM 132311101030

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stase Keperawatan Bedah Poli Orthopedi
FKep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M. Kep Ns. M. Shodikin, M. Kep., Sp. KMB., CWCS
NIP. 19880510 201504 1 002 NIP. 19681212 199103 1 011
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Osteochondroma adalah tumor jinak tulang dengan penampakan adanya
penonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostoksis yang muncul dari
metasfisis, penonjolan tulang ini ditutupi oleh cartilago hialin. Tonjolan ini
menyebabkan suatu pembengkakan atau gumpalan dan mirip seperti kembang kol
(cauliflower appeareance). Tumor ini berasal dari komponen tulang (osteosit) dan
komponen tulang rawan (chondrosit) (Sjamjuhidayat, 2005). Menurut AAOS
(2013), osteochondroma adalah (bukan kanker) tumor jinak yang berkembang
selama masa kanak-kanak atau remaja. Tumor ini merupakan pertumbuhan
abnormal yang terbentuk pada permukaan tulang dekat lempeng pertumbuhan.
Osteochondroma merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%) dari
seluruh tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja yang
pertumbuhannya aktif dan pada dewasa muda. Sebagian besar dari penderita
tumor ini biasanya tanpa gejala (asimptomatik), gangguan yang sering muncul
biasanya menyebabkan gejala mekanik tergantung lokasi dan ukuran dari tumor
tersebut (Appley & Solomon, 2002).

Gambar 1. Perkembangan dari osteokondroma, dimulai dari kartilago epifisial


Osteochondroma biasanya mengenai pada daerah metafisis tulang panjang,
dan tulang yang sering terkena adalah ujung distal femur (30%), ujung proksimal
tibia (20%), dan humerus (2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang
tangan dan kaki (10%) serta tulang pipih seperti pelvis (5%) dan scapula(4%)
walaupun jarang. Osteochondroma terdiri dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai
(pedunculated) dan tipe tidak bertangkai (sesile). Tulang panjang yang terkena
biasanya tipe bertangkai sedangkan di pelvis adalah tipe sesile. Tumor bersifat
soliter dengan dasar lebar atau kecil seperti tangkai dan bila multiple dikenal
sebagai diafisial aklasia (eksostosis herediter multiple) yang bersifat herediter dan
diturunkan secara dominan gen mutan (Appley & Solomon, 2002).

B. Stadium Osteochondroma
Osteochondroma adalah lesi jinak dan dapat dikelompokkan berdasarkan
staging berdasarkan muskuloskeletal Tumor Society (MSTS) untuk lesi jinak,
sebagai berikut:
1. Tahap I - lesi aktif atau statis
2. Tahap II - lesi aktif tumbuh
3. Tahap III - lesi aktif yang berkembang bahwa secara lokal
destruktif/agresif
Rata-rata Osteochondroma berada pada stadium I atau II. Namun, deformitas
sekunder yang signifikan untuk efek massa dapat terjadi di daerah seperti sendi
radioulnar sendi dan tibiofibular. Meskipun klasifikasi ini tidak sempurna, lesi
tersebut dapat dianggap lesi tahap III (Newman, 2002).

C. Etiologi
Osteochondroma tulang kemungkinan besar disebabkan oleh salah satu cacat
bawaan atau trauma perichondrium yang menghasilkan herniasi dari fragmen
lempeng epifisis pertumbuhan melalui manset tulang periosteal. Meskipun
etiologi pasti dari pertumbuhan ini tidak diketahui, sebagian perifer fisis diduga
mengalami herniasi dari lempeng pertumbuhannya. Herniasi yang terjadi masih
belum diketahui penyebabnya atau mungkin hasil dari trauma atau defisiensi dari
cincin perichondrial (Allan & Blonchi, 2004).
Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-
Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.
1. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi
2. Keturunan
3. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat
pajanan radiasi ) (Smeltzer. 2002).

D. Manifestasi Klinis
Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara
kebetulan, namun terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan
membesar (Schmall, 2008).
1. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan
menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur
patologis pada tangkai tumor, terutama pada bagian tangkai tipis. Kadang
bursa dapat tumbuh diatas tumor (bursa exotica)
2. Bila mengalami inflamasi pasien dapat mengeluh bengkak dan sakit. Apabila
timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur,bursitis, atau penekanan pada saraf dan
tumor terus tumbuh setelah lempeng epifisis menutup maka harus dicurigai
adanya keganasan.
3. Osteochondroma dapat menyebabkan timbulnya pseudo aneurisma terutama
pada arteri poplitea dan arteri femoralis disebabkan karena fraktur pada
tangkai tumor di daerah distal femur atau proximal tibia.
4. Osteochondroma yang besar pada kolumna vertebralis dapat menyebabkan
angulasi kyfosis dan menimbulkan gejala spondylolitesis. Pada herediter
multipel exositosis keluhan dapat berupa massa yang multipel dan tidak nyeri
dekat persendian.

E. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.

Adanya tulang rawan hialin didaerah sekitar tumor dan terdapat eksostosis
yang berbentuk didalamnya. Lesi yang besar dapat berbentuk gambaran bunga kol
dengan degenerasi dan kalsifkasi ditengahnya. Tumor terjadi karena pertumbuhan
abnormal dari sel-sel tulang (osteosit) dan sel-sel tulang rawan (kondrosit) di
metafisis. Pertumbuhan abnormal ini awalnya hanya akan menimbulkan
gambaran pembesaran tulang dengan korteks dan spongiosa yang masih utuh.
Jika tumor semakin membesar makan akan tampak sebagai benjolan menyerupai
bunga kol dengan komponen osteosit sebagai batangnya dan komponen kondrosit
sebagai bunganya. Tumor akan tumbuh dari metafisis,tetapi adanya pertumbuhan
tulang yang semakin memanjang maka makin lama tumor akan mengarah ke
diafisis tulang. Pertumbuhan ini membawa ke bentuk klasik “coat hanger” variasi
dari osteokondroma yang mengarah menjauhi sendi terdekat (Allan & Blonchi,
2004).
F. Pathway

Genetik Radiasi Bahan Kimia Trauma Limfedema Infeksi


Kronis

Tumbuh dan berkembangnya sel tumor

Tumor

Menginvasi jaringan lunak

Respon osteolitik Respon osteoblastik

Terjadi Penimbunan
destruksi periosteum terbaru
tulang
Pertumbuhan tulang
Rongga sendi yang abortif
sempit, terjadi
erosi. Adanya massa pada Kerusakan
tulang Integritas Kulit

Tindakan
Nyeri akut Massa membesar
pembedahan

Kelainan bentuk tulang Hambatan Mobilitas


Fisik
Menonjol membentuk
tangkai atau kembang kol

Gangguan Citra Tubuh


G. Komplikasi
Menurut Gustandra (2014) komplikasi yang sering timbul adalah nyeri,
gangguan pergerakan sendi, peradangan tendon, serta kompresi pembuluh darah
dan saraf tepi merupakan komplikasi yang ditimbulkan oleh osteokondroma.
Menurut Marco et al. (2013)
1) Tulang mengalami deformitas. Hal ini dianggap yang paling umum presentasi
dan biasanya lebih sering di alami oleh pasien dengan MHE atau Multiple
hereditary exostosis (MHE). Penyakit ini kebanyakan mempengaruhi lutut,
pinggul dan pergelangan kaki.
2) Efusi Pleura dan hemothorak juga dapat terjadi dalam beberapa kasus akibat
penumpukan massa yang mengakibatkan erosi dan kontak visceral pada os.
costa.
3) Fraktur : Ini adalah komplikasi lain untuk mempertimbangkan dan, akibatnya,
menyebabkan rasa sakit, yang dapat menjadi bentuk presentasi , menjadi
lebih sering di dasar lesi bertangkai. Mengingat efek massa yang lesi ini dapat
menghasilkan, menjadi exophytic, tidak jarang bahwa komplikasi seperti
pembuluh darah atau sindrom kompresi saraf timbul, dan pada kenyataannya,
ini dapat muncul dalam berbagai bentuk.
4) Sindrom vaskular: perpindahan Vessel, stenosis, oklusi pembuluh darah dan
pseudoaneurysms dapat terjadi, yang terakhir menjadi lebih sering pada
tingkat lutut, biasanya melibatkan arteri poplitea atau terjadi sebagai
trombosis arteri. Akhirnya, dalam kasus lesi tulang rusuk, presentasi telah
dijelaskan sebagai sindrom outlet dada karena oklusi pembuluh yang
berdekatan.
5) Sindrom kompresi saraf: osteochondromas perifer dapat menghasilkan
sindrom kompresi saraf, menghasilkan gejala jebakan, yang paling umum
adalah saraf peroneal disebabkan oleh lesi tibialis. Lebih jarang dijelaskan
telah sciatic saraf kompresi oleh lesi leher femoralis . Dalam aspek ini MRI
adalah metode pencitraan yang sangat baik, karena mampu menunjukkan
perubahan sinyal saraf dan atrofi otot dengan penggantian lemak dari otot-
otot yang terlibat. Akhirnya, satu fakta yang menarik adalah bahwa lesi
sentral yang menghasilkan kompresi saraf pada pasien dengan beberapa
exostoses turun-temurun, biasanya soliter.
6) Malignization: transformasi keganasan adalah komplikasi yang paling
ditakuti dan itu adalah karena chondrosarcoma yang timbul di tutup tulang
rawan dari lesi . Lesi yang paling rentan terhadap transformasi maligna
adalah panggul , pinggul dan bahu. Temuan menunjukkan malignization
terdiri dalam pertumbuhan lesi sebelumnya stabil , batas tidak teratur , daerah
radiolusen interior , erosi atau kerusakan tulang yang berdekatan dan massa
jaringan lunak dengan kalsifikasi tidak teratur.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
2. MRI
3. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang
terjadi setelah eksesi tumor (Rasjad, 2003).

I. Penatalaksanaan Medis
Penanganan osteokondroma secara umum adalah eksisi. Bila memungkinkan
eksisi harus mencapai reseksi en block, lingkaran tulang normal disekitar lesi serta
keseluruhan bursa yang menutupi lesi. Deformitas yang terjadi pada
osteokondroma multipel, harus ditangani dengan mempertimbangkan tepi
deformitas dan dengan tujuan akhir memperbaiki rentang pergerakan. Apabila
terdapat gejala penekanan pada jaringan lunak misalnya pembuluh darah atau
saraf sekitarnya atau tumor tiba-tiba membesar disertai rasa nyeri maka
diperlukan tindakan operasi secepatnya, terutama bila hal ini terjadi pada orang
dewasa (Weiner, 2004).
Tidak ada terapi medis saat ini ada untuk osteochondrom. Pengobatan
nonoperatif adalah observasi karena lesi kebanyakan tanpa gejala. Lesi yang
ditemukan secara kebetulan dapat diamati, dan pasien dapat diyakinkan (Apley &
Solomon, 2002).
Perawatan untuk gejala osteochondroma adalah reseksi. Perawatan harus
dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada tutup tulang rawan atau
perichondrium yang tersisa, jika tidak, mungkin ada kekambuhan. Idealnya, garis
reseksi harus melalui dasar tangkai, dengan demikian, seluruh lesi dihapus secara
en blok. Lesi atipikal atau sangat besar harus diselidiki sepenuhnya untuk
mengecualikan kemungkinan terpencil keganasan. MRI berguna dalam menilai
ketebalan dari cartilage cap (Weiner, 2004).

J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri kronis b.d agen cidera biologis
b. Hambatan mobilitas fisik b.d adanya massa pada tulang
c. Kerusakan integritas kulit b.d prosedur tindakan pembedahan
d. Gangguan citra tubuh b.d proses perjalanan penyakit
2. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri kronis (00133) NOC NIC
Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Kepuasan klien: kontrol gejala (3011) komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan intensitas nyeri)
selama ...x24 jam, nyeri kronis pasien 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri
kembali normal dengan kriteria hasil: 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat
1. Pasien dapat mengenali kapan nyeri 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang
terjadi dirasakan
2. Pasien mampu menyampaikan faktor
penyebab nyeri Terapi relaksasi (6040)
3. Mampu menyampaikan tanda dan gejala 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi
nyeri seperti nafas dalam dan musik
4. Penurunan skala nyeri 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman
5. Ekspresi wajah tidak mengerang dan
meringis kesakitan Pemberian analgesik (2210)
6. Nyeri terkontrol 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
8. Cek adanya riwayat alergi obat
9. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
diresepkan
2. Hambatan mobilitas fisik (00085) NOC NIC
Koordinasi pergerakan (0212) Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
setelah dilakukan perwatan selama ...x24 jam 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk
mobilitas fisik pasien membanik dengan memfasilitasi mobilisasi sesuai indikasi
kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan
1. Dapat mengontrol kontraksi posisi penyebab nyeri otot atau sendi
pergerakkan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam
2. Dapat melakukan kemantapan mengembangkan peningkatan mekanika
pergerakkan tubuh sesuai indiksi
3. Dapat menahan keseimbangan
pergerakkan Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
4. Sediakan informasi mengenai fungi otot,
latihan fisiologis, dan konsekuensi dari
penyalahgunaannya
5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk terlibat dalam latihan otot progresif
6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah
pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari
sesi latihan menurut lefel kebugaran dan ada
atau tidaknya faktor resiko
7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak
setiap selesai satu set jika dipelukan
8. Bantu klien untuk menyampaikan atau
mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan
tanpa beban terlebih dahulu sampai gerakan
yang benar sudah di pelajari

Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)


9. Tentukan batas pergerakan sendi dan
efeknya terhadap fungsi sendi
10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik
dalam mengembangkan dan menerapan
sebuah program latihan
11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal
yang teraktur dan terencana
12. Instruksikan pasien atau keluarga cara
melakukan latihan ROM pasif, dan aktif
13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan
latihan
3. Kerusakan integritas kulit (00046) NOC NIC
Intregitas jaringan: kulit dan membran Perawatan Luka Tekan (3520)
mukosa (1101) 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan adanya tanda kulit pecah-pecah
selama ...x24 jam diharapkan integritas 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
kulit tetap terjaga dengan kriteria hasil: 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
1. Integritas kulit yang baik bisa dan kering
dipertahankan (sensasi, elastisitas, 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
temperatur, hidrasi, pigmentasi) setiap dua jam sekali
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan baik
4. Menunjukkan pemahaman dalam
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
pada daerah yang tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan
air hangat
Pengecekan kulit (3590)
10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait
dengan adanya kemerahan
11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas
12. Monitor warna dan suhu kulit
13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
14. Monitor infeksi terutama daerah edema
15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
dengan tepat
4. Gangguan citra tubuh (00118) NOC NIC
Citra tubuh (1200) Peningkatan citra tubuh (5220)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan
selama ...x24 jam, citra tubuh tidak terganggu tubuh yang disebabkan perubahan kesehatan
dengan kriteria hasil: 2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait
1. Kesesuaian antara realitas dan ideal diri stresor yang mempengaruhi citra diri
2. Kepuasan dengan penampilan tubuh 3. Monitor frekuensi dari pernyataan
3. Kepuasan dengan fungsi tubuh mengkritik diri
4. Dapat menyesesuaikan dengan bentuk Peningkatan harga diri (5400)
penampilan tubuh 4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga
5. Penyesuaian terhadap perubahan status diri
kesehatan 5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal
penilaian diri
6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan
7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi
positif
8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif
9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
DAFTAR PUSTAKA

AAOS. 2013. Osteochondroma. America: AAOS.

Allan, G & Blonchi, S, et al. 2004. Paediatric Musculoskeletal Disease.


Cambridge: Cambridge University Press.

Appley, A.G & L. Solomon. 2002. Appley System Of Orthopaedics And Fractures.
Oxford: ELBS.

Ester, M. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015 - 2017.


Jakarta: EGC.

Gustandra, P.G.T. 2014. Osteokondroma Ulna Distal dengan Deformitas Masada


Tipe I Pada Anak Laki-Laki Berusia 7 Tahun: Sebuah Laporan Kasus.
Denpasar: Udayana.

Moorhead, S., et all. 2013. Nursing outcomes Classification (NOC). USA:


Elsevier.

NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.


Yogyakarta: Media Hardy.

Newman, M.A. 2002. Dorland: Kamus kedokteran. Jakarta : EGC.

Schmall, G.A. et al. 2008. Hereditery Multiple Osteochondroma. Seattle: NCBI


Book Shelf.

Sjamsuhidayat R,. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Weiner, D.S. 2004. Paediatric Orthopaedic For Primary Care Physician 2nd ed.
New York : Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai