Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO


DI RUANG BURN UNIT RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

oleh
Aulia Bella Marinda, S. Kep
NIM 132311101030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Combutio


di Ruang Burn Unit RSUP Sanglah Bali, telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal : September 2018
Tempat : IRD RSUP Sanglah Denpasar Bali

Bali, September 2018

Mahasiswa

Aulia Bella Marinda, S. Kep


NIM. 132311101030

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Burn Unit


Stase Keperawatan Gadar Kritis RSUP Sanglah Bali
F.Kep Universitas Jember

________________________ ________________________
NIP. 19800412 200604 1 002 NIP. 19770505 200212 1 006

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
LAPORAN PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Konsep Dasar .................................................................................................. 1
B. Epidemiologi ................................................................................................... 7
C. Etiologi ............................................................................................................ 7
D. Tanda dan Gejala ............................................................................................. 9
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway ................................................................. 11
F. Penatalaksanaan ............................................................................................... 12
G. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 18
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................ 20
A. Pengkajian ....................................................................................................... 20
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................... 24
C. Perencanaan/ Nursing Care Plan .................................................................... 25
D. Discharge Planning ......................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 30

iii
1

LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO

A. Konsep Dasar
1. Anatomi dan Fisiologi

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan proteksi
terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya dan membangun sebuah barrier yang
memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar dan turut berpartisipasi
dalam banyak fungsi tubuh yang vital. Fungsi kulit adalah sebagai perlindungan,
Sensibilitas/sensori, keseimbangan air, pengatur suhu tubuh. Lapisan kulit terdiri atas:
a. Epidermis
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke bawah :
1) Stratum corneum
2) Stratum lucidum
3) Stratum garanulosum
4) Stratum spinosum/ spongiosum
2

5) Stratum basale
b. Dermis
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan
struktur pada kulit. Lapisan ini tersusun dari dua lapisan yaitu :
1) Lapisan papillaris yaitu bagian yang menonjol ke epidermis merupakan
jaringan fibrous tersusun longgar yang berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
2) Lapisan retikularis yaitu bagian di bawah lapisan papilaris yang menonjol ke
arah subcutan, lebih tebal dan banyak jaringan ikat.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.
c. Subkutan
Merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan
adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal
seperti otot dan tulang. Jaringan subcutan dan jumlah lemak yang tertimbun
merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.

2. Pengertian Combustio
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas,
petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007). Luka bakar adalah
suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan
yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.
3

a) Luas luka bakar


Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia
dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka
bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu
jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan,
dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus.
Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung
banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga
menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar
dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode
cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
1) Estimasi luas bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar
hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
2) Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri,
paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri
masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan
nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
i. Kepala dan leher : 9%
ii. Lengan masing-masing 9% : 18%
4

iii. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%


iv. Tungkai maisng-masing 18% : 36%
v. Genetalia/perineum : 1%
vi. Total : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Metode Lund dan Browder adalah metode yang diperkenalkan untuk kompensasi
besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk
estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel
tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus
9’ dan disesuaikan dengan usia:
i. Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso
dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
5

ii. Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

b) Komplikasi
1) Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
6

3) Adult Respiratory Distress Syndrome


Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventrikel dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltik /usus dan bising usus merupakan tanda-tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah
okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5) Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6) Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang
tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

c) Proses penyembuhan luka


Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam 3 fase:
1) Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka
bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler.
Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin,
mulai timbul epitelisasi.
7

2) Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi
luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut
granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan
mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses
migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan
berhenti dan mulailah proses pematangan.
3) Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan
aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari
fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa
nyeri atau gatal

B. Epidemiologi
Epidemiologi luka bakar menunjukkan bahwa kematian akibat luka bakar jika
lebih tinggi di negara-negara berkembang. Data epidemiologi tentang luka bakar di
Indonesia terbatas. Menurut data dari WHO Global Burden Disease, pada tahun 2017
diperkirakan 180.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia
kurang dari 20 tahun. Umumnya korban meninggal berasal dari negara berkembang,
dan 80% terjadi di rumah. Di Indonesia sendiri belum ada data epidemiologi untuk
luka bakar secara resmi, namun unit luka bakar di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo mencatat 275 pasien luka bakar dalam kurun waktu 2011-2012.

C. Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
8

kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
a) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
b) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti
solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas
dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
9

5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sinar matahari dan terapi radiasi.

D. Tanda dan Gejala


Kedalaman Dan Penyebab Bagian Kulit Yang Gejala
Luka Bakar Terkena
Derajat Satu (Superfisial): Epidermis Kesemutan, hiperestesia
tersengat matahari, terkena api (supersensivitas), rasa nyeri
dengan intensitas rendah mereda jika didinginkan

Derajat Dua (Partial- Epidermis dan Nyeri, hiperestesia, sensitif


Thickness): tersiram air bagian dermis terhadap udara yang dingin
mendidih, terbakar oleh nyala
api
10

Derajat Tiga (Full- Epidermis, Tidak terasa nyeri, syok,


Thickness): terbakar nyala keseluruhan dermis hematuria (adanya darah dalam
api, terkena cairan mendidih dan kadang-kadang urin) dan kemungkinan pula
dalam waktu yang lama, jaringan subkutan hemolisis (destruksi sel darah
tersengat arus listrik merah), kemungkinan terdapat
luka masuk dan keluar (pada
luka bakar listrik)
11

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway

Pelepasan mediator
nyeri (histamin,
bradikinin,
Merangsang prostaglandin,
serotonin, ion kalium,
nosiseptor
dll

Medulla oblongata

Hipotalamus, sistem
limbik
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Otak
perifer
Nutrisi kurang dari
Persepsi nyeri Kekurangan Volume kebutuhan tubuh
cairan

Nyeri akut
12

F. Penatalaksanaan
Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas
utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar
di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka
bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka
bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh
karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah
mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang
mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma
terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit
dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas
dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer
pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas
dari eskar yang mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas
a) Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
13

b) Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat
berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c) Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian
oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga
akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator
sepsis
d) Perawatan jalan nafas
e) Penghisapan sekret (secara berkala)
f) Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen
jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida
0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias
ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat
(menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis
seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g) Bilasan bronkoalveolar
h) Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i) Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia
jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan
agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan,
14

optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin


survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi
dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari
berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya
pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
1. Cara Evans
Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
2. Cara Baxter
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus.
15

Perawatan luka bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar (Combustio)
digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2
mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-
anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian
methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang
nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih
merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga
diberikan benzodiazepine sebagai tambahan. Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari
ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada
daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan
menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya
iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan
dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin
lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi
– komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan
nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis
yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan
banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu,
penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme
patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang
melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit. Tindakan ini disertai
16

anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus.
Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam
dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin
grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan
lebih dari 3 minggu.
b) Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
c) Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
d) Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
d. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang
terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan
darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-
macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar
dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun
mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan
untuk luka bakar yang luas.
Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat
dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi
atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi.
Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan
dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan
dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah
yang banyak dan endpointbedah yang sulit ditentukan.
e. Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan
17

ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang
sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel,
mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari
teknik ini adalah lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,
endpoint yang lebih mudah ditentukan. Kerugiannya adalah peningkatan
risiko cedera pada saraf-saraf superficial dan tendon sekitar, edema pada
bagian distal dari eksisi

2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode
ini adalah:
a) Menghentikan evaporate heat loss
b) Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c) Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit
manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun
berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh
yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong
dan perut.
Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara
split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik –
teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor.
Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor
(seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 :
6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit
donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien,
keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
„dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.
18

Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor


(larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan
dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom
setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat.
Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor
dengan jaringan yang mau dilakukan graftingadalah:
a) Kulit donor setipis mungkin
b) Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
2. Drainase yang baik
3. Gunakan kasa adsorben

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
19

5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan


cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau disritmia
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
20

ASUHAN KEPERAWATAN COMBUSTIO

A. Pengkajian
4. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal
MRS, dan lain-lain
5. Keluhan utama
Keluhan utama yg dirasakan oleh klien dengan luka bakar ialah rasa nyeri,
sesak nafas. Nyeri bisa disebabakna kerena adanya iritasi terhadap syaraf.
Dalam melakukan suatu pengkajian nyeri harus diperhatikan dari aspek
paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yg timbul beberapa jam /
hari kemudian setelah mengalami luka bakar & disebabkan karena adanya
pelebaran pembuluh darah sehingga timbul adanya penyumbatan saluran
nafas bagian atas, apabila edema paru berakibat sampai pada penurunan
ekspansi paru.
6. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran kondisi klien di mulai dengan awal terjadinya luka bakar, penyabeb
lamanya kontak, pertolongan pertama yg dilakuakan serta keluhan klien
selama menjalan semua perawatan ketika dilakukan pengkajian. Jika dirawat
meliputi beberapa fase : Pada fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase
rehabilitatif (menjelang klien akan pulang)
7. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit sebelumnya yg pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami sebuah luka bakar. Risiko kematian dapat meningkat bila
klien mememiliki riwayat penyakit kardiovaskuler, DM, paru, neurologis, atau
penyalagunaan obat & alkohol
8. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan sebuah gambaran mengenai keadaan kesehatan keluarga &
penyakit yg berhubungan dengan kesehatan klien, yg meliputi : jumlah dari
anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan suatu
21

keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan adanya penyakit


turunan
9. Pola ADL
Meliputi pola kebiasaan klien dalam kehidupan sehari-hari dirumah dan di RS
dan jika terjadi suatu perubahan pola menimbulkan suatu masalah bagi klien.
Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan masalah
gangguan anoreksia, mual, & muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan
mengalami suatu penurunan lantaran klien tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami suatu
gangguan. Hal ini umumnya disebabkan karena adanya rasa nyeri .
10. Riwayat psiko sosial
Pada umumnya dari kasus klien dengan luka bakar sering muncul beberapa
masalahyg salah satunya konsep diri body image yg disebabkan karena dari
fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami sebuah gangguan perubahan. Selain
itu, luka bakar juga membutuhkan perawatan yang cukup lama sehingga
mengganggu klien dalam melakukan sebuah aktifitas. Hal ini menumbuhkan
gangguan stress, rasa cemas, & rasa takut.
11. Aktifitas/istirahat
Tanda: Adanya penurunan kekuatan, Ketahanan, keterbatasan bergerak pada
lokasi tubuh yang sakit; gangguan massa otot, serta adanya perubahan tonus.
12. Sirkulasi
Tanda (dengan adanya cedera luka bakar >20 % APTT): hipotensi (syok),
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yg mengalami
cedera,vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih &
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia ( syok listrik ),
pembentukan oedema jaringan.
13. Integritas ego
Gejala: masalah mengenai keluarga, mencangkup pekerjaan, keuangan,
kecacatan.
Tanda: mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri, marah.
22

14. Eliminasi
Tanda: pengeluaran urine mengalami penurunan selama fase darurat; warna
mungkin sedikit hitam kemerahan apabila terjadi mioglobin, menunjukan
adanya kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler & mobilisasi
cairan kedalam sirkulasi).
15. Makanan Atau Cairan
Tanda: Terjadi oedema pada jaringan umum, mengalami anoreksia, merasa
mual/muntah.
16. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Merasakan berbagai nyeri; misalnya luka bakar derajat I secara
eksteren sensitif apabila disentuh, ditekan, & mengalami perubahan suhu; luka
bakar ketebalan sedang derajat II sangat amat nyeri; smentara respon pada
luka bakar ketebalan derajat kedua sangat tergantung pada keutuhan dari ujung
syaraf; luka bakar derajat III tidak merasakan nyeri.
17. Pernafasan
Gejala: jika terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
mengalami cedera inhalasi). Tanda: mengalami serak, batuk dan bisa mengii,
ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral & sianosis, indikasi cedera
inhalasi.
15. Pemeriksaan fisik
a) keadaan umum
Biasanya penderita datang dalam kondisi kotor mengeluh panas,rasa
nyeri & merasa gelisah dan bisa mengalami penurunan tingkat
kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b) TTV
Tekanan darah mengalami penurunan, nadi cepat, suhu tubuh dingin.
c) Pemeriksaan kepala dan leher
d) Kepala dan rambut
lihat kesimetrisan bentuk kepala, penyebaran rambut, adanya
perubahan warna rambut setalah terjadi luka bakar, adanya lesi akibat
luka bakar, grade dan luas permukaan luka bakar
23

e) Mata
lihat kesimetrisan kedua mata dan kelengkapan, kelopak mata, apakah
ada lesi serta adanya benda asing yg menyebabkan terjadinya
gangguan penglihatan serta bulu mata yg rontok akibat luka bakar
f) Hidung
lihat kesimetrisan apakah adanya perdarahan, mukosa biasanya kering,
sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok akibat luka bakar.
g) Mulut
Umumnya terjadi sianosis lantaran kurangnya supplay darah ke otak,
bibir kering lantaran intake cairan kurang
h) Telinga
Lihat Kesimetrisan bentuk kedua telinga, apakah mengalami gangguan
pendengaran lantaran adanya benda asing, perdarahan & serumen
i) Leher
raba posisi trakea, denyut nadi karotis terjadi peningkatan sebagai
kompensasi/respon untuk mengataasi masalah kekurangan cairan
j) Pemeriksaan Thorak Atau Dada
Lihat bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yg masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, apakah ada suara nafas
tambahan ronchi
k) Abdomen
Lihat bentuk perut apakah membuncit lantaran kembung, palpasi
adanya nyeri tekan pada area epigastrium yg mengidentifikasi adanya
gastritis.
l) Muskuloskletal
Lihat jika adanya atropi, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal,
apakah terjadi penurunan kekuatan otot karena nyeri
m) Pemeriksaan neurologi
24

Kaji tingkat kesadaran dengan menghitung GCS. Nilai GCS


dapat menurun bila supplay darah ke otak kurang dari kebutuhan
(syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
n) Pemeriksaan kulit
Merupakan sebuah pemeriksaan pada darah yg mengalami luka bakar
(luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas
permukaan luka bakar menurut kaidah rumus 9 (rule of nine lund and
Browder)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, kimia, fisik,
psikologis, dan lingkungan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses
penyakit
3. Risiko infeksi berhubungan dengan terbukanya jaringan tubuh
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan integumen
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan luka bakar
25

C. Perencanaan/ Nursing Care Plan


NO NO DX NOC NIC
1. I Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam 1. Pemberian analgesik
diharapkan pasien tidak mengalami nyeri dengan kriteria hasil : 2. Manajemen medikasi
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang 3. Manajemen nyeri dengan teknik farmakologi: relaksasi nafas
efektif untuk mencapai keamanan dalam
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala __ atau kurang 4. Berikan kompres hangat pada daerah yang nyeri
3. Melaporkan nyeri pada penyedia layanan kesehatan
4. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung atau tekanan darah
2 II Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Peripheral Sensation Management
diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi ( Manajemen sensasi perifer ).
1. Circulation status. 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
2. Tissue prefusion : cerebral panas/dingin/tajam/tumpul
Dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya paretese
Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan : 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan. laserasi
b. Tidak ada tanda – tanda peningkatan intrakranial ( tidak 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
lebih dari 15 mmHg). 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan : 6. Monitor kemampuan BAB
a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan 7. Kolaborasi pemberian analgetik
b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi 8. Monitor adanya tromboplebitis
c. Memproses informasi 9. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
d. Membuat keputusan dengan benar menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

3 III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam, Infection Control (Kontrol infeksi)
risiko infeksi dapat dicegah, dengan kriteria hasil: 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2. Pertahankan teknik isolasi
26

2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang 3. Batasi pengunjung bila perlu
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
infeksi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
4. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
13. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
14. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
15. Monitor hitung granulosit, WBC
16. Monitor kerentangan terhadap infeksi
17. Batasi pengunjung
18. Sering pengunjung terhadap penyakit menular
19. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
20. Pertahankan teknik isolasi k/p
21. Berikan perawatan kulit pada area epidema
22. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
23. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
24. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
25. Dorong masukan cairan
26. Dorong istirahat
27. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
28. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
29. Ajarkan cara menghindari infeksi
27

30. Laporkan kecurigaan infeksi


31. Laporkan kultur positif
4 IV Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam Exercice therapy : ambulation
diharapkan pasien tidak mengalami hambatan mobilitas fisik 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
dengan kriteria hasil : pasien saat latihan
a. Pasien menunjukan peningkatan mobilitas 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
b. Pasien menggunakan alat bantu dengan benar dengan kebutuhan.
c. Pasien dapat mempertahankan kekuatan otot 3. Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
d. Pasien dapat mempertahankan fleksibilitas sendi kekuatan terhadap cedera
kontraksi otot meningkat 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan
kebutuhan ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan

5 V Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x24 jam 1. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan
kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria hasil : kekuatan nadi perifer.
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
haluaran urine individu, tanda-tanda vital stabil, membran mengkaji respon kardiovaskuler .
mukosa lembab. 2. Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan
hemates sesuai indikasi
Rasional : Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk
meyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50 ml / jam (pada orang
dewasa). Urine bisa tampak merah sampai hitam pada kerusakan
otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya
mioglobin.
3. Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
28

Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan


protein, proses inflamasi dan kehilangan melalui evaporasi besar
mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya
selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.
4. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama
dan perubahan selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada
72 jam pertama selama pergantian cairan dapat diantisipasi untuk
mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira 10 hari setelah
terbakar.
5. Kaji perubahan mental
Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi atau
penurunan perfusi serebral.
6. Observasi distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates
drainase NG dan feses secara periodik.
Rasional : Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua
pasien pada luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu
pertama).
7. Lakukan pemasangan kateter urine
29

D. Discharge Planning
Pendidikan (edukasi, reedukasi, reorientasi) kesehatan yang diharapkan dapat
mengurangi angka kekambuhan dan meningkatkanpengetahuan pasien serta
keluarga.2. Program pulang bertahap.3. Melatih pasien kembali ke lingkungan
dan masyarakat antara lain yang dilakukan pasien di rumah sakit, dan tugas
keluarga. Integrasi pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan langsung
antara perawatan komunitas dengan rumah sakit sehinggadapat mengetahui
perkembangan pasien di rumah, rujukan.
30

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,


editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta: EGC

Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal
surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies

Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media


Aeuscullapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. 2017. Nursing
Outcomes Classification (NOC), 5th edition.United Kingdom: Mosby.

Nanda International 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.


Jakarta: EGC.
Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Setiawati, Santun. 2007. Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta :


Trans Info Medika.

Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai