Oleh
Jember, 2022
Mengetahui,
Kepala Ruangan Mawar RSD dr. Soebandi,
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar. Kulit merupakan organ
yang sangat esensial dan vital serta berperan sebagai lapisan pelindung tubuh
terhadap pengaruh dari luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Meskipun kulit
relatif permeable terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan
tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan efek terapeutik atau efek toksik yang bersifat lokal atau sistemik.
Selain itu kulit juga merupakan sawar (barrier) fisiologik yang penting karena
mampu menahan penembusan gas, cair, maupun padat, baik yang berasal dari
lingkungan luar tubuh maupun komponen mikroorganisme (Agustina, 2018).
Menurut Agustina (2018), kulit tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:
1) Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang mempunyai ketebalan
sekitar 50 μm – 1,5 mm, tersusun dari 15 – 25 sel, umumnya berfungsi sebagai
penghalang terpenting dari hilangnya air, elektrolit, dan atau nutrien tubuh, serta
menahan masuknya senyawa asing dari luar. Lapisan epidermis ini terdiri atas
stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basalis.
Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapisan sel gepeng yang mati, tidak berinti dan
protoplasmanya sudah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Sel-sel stratum
korneum saling berdempet satu dengan yang lain dan bagian ini merupakan
penghalang yang paling penting dari kulit terhadap masuknya benda-benda asing.
Umumnya stratum korneum mempunyai ketebalan antara 10 – 20 μm. Stratum
korneum ini mempunyai peran penting dalam mengontrol absorbsi perkutan
molekul-molekul obat.
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan
lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang telah berubah menjadi
protein eleidin. Lapisan ini terdapat jelas ditelapak tangan dan kaki. Ketebalannya
berkisar 1 – 10% dari total lapisan kulit. Lapisan ini sangat kering mengandung
karena ≤ 15% air dan terdiri dari beberapa lusin sel-sel mati berbentuk gepeng
yang tersusun tumpang tindih yang disebut korneosit, serta mengandung sekitar
65% keratin yaitu suatu protein yang dihasilkan selama proses deferensiasi.
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel di antaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum
spinosum terdiri atas beberapa lapisan sel berbentuk poligonal dengan ukuran
bermacam-macam akibat proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen dan inti sel terletak di tengah. Sel-sel ini makin dekat di
kulit makin gepeng bentuknya.
Stratum basalis terdiri atas sel-sel kubus yang tersusun vertikal dan pada
taut dermoepidermal berbaris seperti pagar, lapisan ini merupakan dasar
epidermis.
2) Dermis
Lapisan ini disebut juga korium, terletak pada lapisan kulit antara epidermis
dan jaringan lemak subkutan. Tebal lapisan sekitar 1 – 4 mm, tergantung bagian
tubuh. Fungsi dermis ini terutama melindungi tubuh dari luka, menjadikan
epidermis lebih fleksibel, penghalang terhadap infeksi dan sebagai organ
penyimpan air. Dalam dermis terdapat kapiler darah, ujung-ujung saraf, pembuluh
limfa, kelenjer keringat, folikel rambut, dan kelenjar sebasea. Lapisan ini jauh
lebih tebal daripada epidermis, karena terbentuk oleh jaringan elastis dan fibrosa
padat dengan elemen seluler, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa kulit.
Lapisan dermis terdiri atas pars papilaris dan pars retikularis. Pars papilaris,
yaitu bagian yang menonjol ke dalam epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah. Pars retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan
dengan subkutan, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin.
Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat
dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun dengan bertambahnya
umur menjadi stabil dan keras.
3) Lapisan Subkutan
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis dan terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan ini berfungsi sebagai cadangan makan. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap–tiap tempat dan
juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna
penikulus adiposus adalah sebagian shock beaker atau pegas bila tekanan trauma
mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan
suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah
subkutan terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
1.1.2 Fisiologi Kulit
Menurut Permatasari (2018), fungsi kulit adalah sebagai berikut:
1) Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik
seperti gaya gesekan, tekanan, tarikan, gangguan infeksi luar terutama bakteri
maupun jamur, zat-zat kimia yang bersifat iritan seperti lisol, karbol, asam, dan
alkali kuat lainnya, serta adanya pigmen melanin gelap yang dapat melindungi sel
dari radiasi ultraviolet.
2) Fungsi Absorpsi
Kulit sehat tidak mudah menyerap air, larutan, dan benda padat, tetapi lebih
mudah menyerap pada cairan yang mudah menguap. Permeabilitas kulit terhadap
O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Kemampuan ini dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan lebih banyak melalui
sel-sel epidermis daripada melalui muara kelenjar.
3) Fungsi Ekskresi
Kulit berfungsi untuk pengeluaran keringat.
4) Fungsi Persepsi
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik karena mengandung
ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutan. Rangsang panas diperankan
oleh badan ruffini di dermis dan subkutan. Badan krause di dermis berperan
terhadap rangsang dingin. Rangsang raba diperankan oleh badan meissner di
papila dermis.
5) Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah
kulit. Temperatur yang meningkat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah,
kemudian tubuh melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang
dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Sedangkan temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi untuk mempertahankan panas.
6) Fungsi Pembentukan
Pigmen sel pembentuk pigmen (melanosit) ini terletak di lapisan basal.
Jumlah melanosit dan besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna
kulit ras maupun individu. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi
melanosom.
7) Fungsi Pembentukan Vitamin D
Kulit dapat membuat vitamin D dari bahan 7-dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari.
Luka bakar (combustio) adalah luka karena kontak langsung dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar
merupakan jenis cedera traumatik paling berat jika dibandingkan dengan trauma
lainnya dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Luka bakar dapat
merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah, jaringan epidermal dan jaringan-
jaringan lainnya. Luka bakar dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti
masalah kematian, kecacatan, hilangnya kepercayaan diri dan mengeluarkan biaya
yang relatif banyak (Permatasari, 2018). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia / Kepmenkes RI (2019), luka bakar merupakan kerusakan
kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (frost bite).
Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost
bite).
Gambar 1.10 (a) Rule of Nine Dewasa (b) Palmar Area untuk Estimasi Luka
Bakar Kecil
B. Pengkajian Primer
Klien dengan luka bakar dianggap sebagai klien trauma sehingga perlu
dilakukan pengkajian secara A (airway), B (breathing), C (circulation), D
(disability), dan E (exposure). Pada airway, klien akan mengalami sumbatan
napas akibat edema mukosa jalan napas yang disertai dengen hipersekresi, apabila
terdapat cedera inhalasi, maka perlu dipasang endotracheal tube sesegera
mungkin, biasanya ditandai dengan luka bakar pada wajah, rambut hidung
terbakar, dan terdapat sputum hitam. Pada breathing, ditemukan adanya eschar
(jaringan mati) yang menghambat pergerakan dada untuk dapat bernapas sehingga
perlu dilakukan escharotomi. Selain itu, memeriksa klien apakah ditemukan
trauma-trauma yang menghambat napas, seperti pneumothoraks dan fraktur
costae, kemudian kaji dinding dada, suara napas tambahan, kedalaman napas, dan
kelainan pernapasan. Pada circulation, klien luka bakar mengalami kerusakan kulit
hingga jaringan yang berdampak pada munculnya edema yang mana pada luka
bakar yang luas terjadi syok hipovolemik akibat kebocoran plasma dan cairan,
sehingga perlu dikaji perfusi jaringan seperti CRT, sianosis, akral, nadi, detak
jantung, dan tekanan darah. Pada disability, hal ini berhubungan dengan penurunan
kesadaran pada klien, lakukan penilaian GCS, hilangnya sensasi dan refleks, pupil
klien anisokor. Pada exposure, klien akan mengalami kondisi hipertermia akibat
proses inflamasi yaitu suhu basal klien akan meningkat hingga 38,50C disertai
dnegan penurunan respon imun.
C. Pengkajian Sekunder
Data pengkajian klien luka bakar tergantung pada jenis, tingkat keparahan,
luas permukaan tubuh dari luka bakar (TBSA), dan stadium fase luka bakar (akut
atau rehabilitasi). Pada pengkajian ini meliputi pemeriksaan data subjektif berupa
riwayat kesehatan klien hingga pemeriksaan secara lengkap sebagai berikut.
1. Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa medis berupa luka bakar dengan tipe derajat yang dialami.
b. Keluhan utama, klien mengeluh nyeri akut pada bagian tubuh yang terkena
luka bakar. Nyeri yang dialami klien dengan luka bakar bervariasi sesuai
dengan derajat luka bakar dan luas luka bakar yang dialami klien. Apabila
luka bakar derajat 1 memiliki karakteristik sensitif terhadap sentuhan,
tekanan, pergerakan udara, dan perubahan suhu, luka bakar derajat 2 terasa
nyeri sedang dengan memperhatikan keutuhan ujung saraf, dan luka bakar
derajat 3 tidak menimbulkan nyeri karena ujung saraf ikut rusak.
c. Riwayat penyakit sekarang, hal ini berhubungan dengan penyebab terjadinya
luka bakar hingga kondisi penyerta yang dialami klien misalnya fraktur,
dislokasi, tanda-tanda syok yang muncul seperti penurunan kesadaran,
tanda-tanda vital, sesak napas, merasa haus,dan menurunnya nafsu makan.
d. Riwayat penyakit terdahulu, dalam hal ini mengkaji apakah klien pernah
memiliki riwayat luka bakar sebelumnya, riwayat mendapat terapi luka
bakar, dan riwayat penyakit yang mempengaruhi sistem tubuh akibat luka
bakar, misalnya penyakit jantung, ginjal, paru-paru, dan DM.
e. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji riwayat penyakit pada keluarga yang
memiliki penyakit turunan seperti asma, jantung, dan DM.
Pola napas tidak efektif, berhubungan dengan inspirasi dan ekspirasi yang tidak
adekuat sehingga memerlukan otot bantu pernapasan dan terjadi pola napas
abnormal.
4. Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)
a. Definisi : Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial atau intraseluler
b. Faktor Risiko
Prosedur pembedahan mayor
Trauma/perdarahan
Luka bakar
Aferesis
Asites
Obstruksi intestinal
Peradangan pankreas
Penyakit ginjal dan kelenjar
Disfungsi intestinal
c. Kondisi Klinis Terkait
Prosedur pembedahan mayor
Penyakit ginjal dan kelenjar
Perdarahan
Luka bakar
Nyeri akut, berhubungan dengan agen pencedera kimiawi adanya luka bakar yang
menimbulkan kerusakan kulit hingga jaringan, terbentuk edema, dan
menimbulkan rasa sakit.
8. Gangguan rasa nyaman, berhubungan dengan gejala penyakit yaitu luka
bakar sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman baik secara fisik,
lingkungan, dan sosial.
9. Gangguan mobilitas fisik, berhubungan dengan adanya edema sehingga
terjadi penurunan kekuatan otot dan kelemahan yang ditandai dengan
aktivitas harian klien yang memerlukan bantuan.
10. Gangguan integritas kulit dan jaringan, berhubungan dengan terjadinya
kerusakan kulit (epidermis dan dermis) hingga jaringan (otot, tendon,
tulang,dan lainnya).
11. Perfusi perifer tidak efektif, berhubungan dengan sirkulasi darah yang
mengalami penurunan sehingga terjadi gangguan metabolisme tubuh.
12. Sindrom pasca trauma, hal ini berhubungan dengan respon maladaptif dari
kejadian trauma yang terus berkelanjutan sehingga menimbulkan rasa takut,
cemas, mimpi buruk, dan mengganggu memori masa lalu.
13. Defisit pengetahuan, hal ini mengenai kondisi, pengobatan, perawatan diri,
dan kebutuhan yang diperlukan saat klien pulang dari rumah sakit
14. Defisit perawatan diri, berhubungan dengan ketidakmampuan klien dalam
melakukan aktivitas hariannya.
15. Gangguan citra tubuh, berhubungan dengan terjadinya perubahan struktur
tubuh hingga fungsi tubuh secara normal seperti timbulnya bekas luka dan
kecacatan.
16. Koping tidak efektif, hal ini berhubungan dengan kondisi situasional adanya
nyeri akut hingga kronis (luka bakar) yang mana akan menimbulkan
ketidakmampuan dan tingkat kepercayaan yang tidak dalam mengatasi
masalah.
17. Risiko harga diri rendah situasional, berhubungan dengan perasaan negatif
pada diri sendiri atau kemampuan klien dalam merespon situasi yang ada.
2.3 Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional Tindakan
1. D.0036 Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Cairan (I.03121)
Risiko asuhan keperawatan selama 3 Observasi
ketidakseimbangan x 24 jam diharapkan terpenuhi 1. Monitor RR, TD, BB, CRT. 1. Mempermudah pengambilan
cairan b.d luka kebutuhan cairan selama rencana perawatan secara tepat
bakar. perawatan luka bakar dengan apabila terdapat perubahan pada
dengan kriteria hasil. RR, TD, BB, CRT.
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian analgesik 6. Analgesik dapat mengurangi
yang dapat mempercepat rasa nyeri, meredakan mual,
penurunan nyeri. demam, dan bekerja dengan
meningkatkan istirahat.
Pemberian Analgesik (I.08243)
Observasi
7. Monitor TTV sebelum dan 7. Mengetahui perubahan tanda
sesudahpemberian analgesik. vital klien setelah diberikan
terapi.
Edukasi
10. Jelaskan efek terapi dan efek 10. Agar klien dan keluarga
samping obat pada klien dan mengetahui jenis terapi yang
keluarga. diberikan pada klien.
4. D.0129 Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Gangguan integritas asuhan keperawatan selama 6 (I.11353)
kulit dan jaringan x 24 jam diharapkan Observasi
b.d faktor mekanis kerusakan kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguan 1. Mengetahui penyebab yang dapat
berupa agen klien dapat membaik dengan integritas kulit (perubahan mengakibatkan keparahan
penyebab luka dengan kriteria hasil. sirkulasi, penurunan kerusakan integritas kulit dan
bakar misalnya kelembaban, suhu lingkungan, jaringan.
termal, elektrik, zat Integritas Kulit dan penurunan mobilitas).
kimia, gesekan, dan Jaringan (L.14125)
radiasi d.d 1. Perfusi jaringan meningkat Terapeutik
terjadinnya (5) 2. Ubah posisi tiap 2 jam selama 2. Mencegah adanya risiko luka
kerusakan pada 2. Kerusakan jaringan atau klien tirah baring. tekan.
kulit hingga lapisan kulit menurun (5)
jaringan disertai 3. Kemerahan menurun (5) Perawatan Luka Bakar (I.14565)
perdarahan, 4. Perdarahan menurun (5) Observasi
hematoma, dan 3. Monitor kondisi luka (derajat, 3. Mengetahui kondisi luka bakar
tampak kemerahan. perdarahan, adanya infeksi, bau, pada klien yang dilakukan
eksudat pada luka, ukuran luka, sebelum melakukandebridemen
dan warna luka). luka bakar.
Terapeutik
4. Gunakan prosedur perawatan 4. Prosedur dilakukan dengan
luka dengan teknik aseptik. teknik aseptik (mencegah
terjadinya infeksi
mikroorganisme).
5. Lepaskan balutan yang sudah 5. Mengganti balutan agar
ada pada klien secara perlahan mencegah proses inflamasi.
dengan menghindari nyeri dan
perdarahan.
10. Berikan tambahan suplemen 10. Hal ini diberikan agar dapat
vitamin dan mineral. memenuhi asupan nutrisi harian
tubuh yang tidak dapat terpenuhi
seluruhnya.
Kolaborasi
11. Kolaborasi dilakukannya 11. Debridemen luka merupakan
prosedur debridemen luka. proses pembersihanluka dengan
pengangkatan jaringan nekrotik
sehingga membantu
penyembuhan luka.
Giovany, L., A. P. Kuswan, dan Inayah. 2015. Profil Pasien Luka Bakar yang
Meninggal di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2011 –
Desember 2013. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran. 2(2).
Grace, P. A., dan N. R. Borley. 2006. Luka Bakar. Dalam: At Glance Ilmu Bedah.
Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Moenadjat, Y. 2009. Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana. Edisi Keempat.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
RSD dr. Soebandi Jember. 1964. Penanganan Luka Bakar Terkini (Current
Emergency Management of Burn in Soebandi General Hospital).
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/77038/Ulfa%20Elf
iah_Makalah_Current%20Emergency%20Management_%28FK%29.pdf?se
quence=1. [Diakses pada 8 Juli 2022].
Wicaksono, T. R. 2018. Peran Ekstrak Gel Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Terhadap
Kecepatan Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi. Malang: Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.