oleh :
Ayunda Puteri Rizanti, S.Kep
NIM 212311101189
NERSFAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
1
A. Anatomi Fisiologi
Jantung memiliki ukuran sedikit lebih besar dari kepalan tangan dengan
berat sekitar 7-15 ons. Jantung memompa darah sekitar 100.000 kali perhari
dengan jumlah mencapai 7.571 liter. Jantung sebelah kanan menerima darah yang
tidak teroksigenasi dari vena cava superior dan vena cava inferior dan dialirkan ke
pulmonal untuk proses oksigenasi. Jantung sebelah kiri menerima darah
teroksigenasi dari paru dan diedarkan ke seluruh tubuh.
Jantung dibungkus oleh pericardium yang terdiri dari 2 lapis yaitu fibrosa
(lapisan luar yang keras) dan serosa (lapisan dalam). Pericardium seorsa juga
memiliki 2 lapisan yaitu parietal yang berada di permukaan dalam fibrosa dan
visceral yang melekat pada permukaan jantung. Saat kondisi normal ruang
pericardium (anatara parietal dan visceral) berisi cairan yang memudahkan
jantung dalam bergerak dan berdenyut.
Gambar 1. Jantung
Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Epikardium (bagian luar): terbentuk dari pericardium serosa visceral.
2. Miokardium (bagian tengah): terdiri dari otot jantung.
3. Endocardium (bagian dalam): lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat
subendotelial yang menutupi katup jantung.
Jantung memiliki 2 ruangan yaitu ruang kiri dan kanan dan setiap ruang
memiliki 1 ventrikel dan atrium sehingga dalam jantung terdiri dari 4 ruang.
Atrium merupakan rongga penerima darah yang akan memompa ke ventrikel.
2
Atrium kanan menerima darah dari (vena cava superior dan inferior) sedangkan
atrium kiri menerima darah dari vena pulmonalis. Ventrikel menerima darah dari
atrium dengan melewati sebuah katup. Alur jantung memompa darah yaitu atrium
kanan-entrikel kanan-seluruh tubuh (arteri pulmonalis) kemudian atrium kiri-
ventrikel kiri-ke seluruh tubuh melalui katup aorta.
Pemisah pada ruang atrium dan ventrikel yaitu sebuah katup yang disebut
atrioventrikular yang berfungsi mempertahankan darah mengalir searah dari
atrium ke ventrikel dan menegah aliran darah balik. Katup ini dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Katup trikuspidalis: mempunyai 3 daun sebagai pemisah antar ruang
atrium kanan dan ventrikel kanan.
2. Katup bikuspidalis (mitral): mempunyai 2 daun yang memisahkan atrium
kiri dan ventrikel kiri.
C. Epidemiologi
WHO menyatakan 12 juta orang meninggal setiap tahunnya dan
diperkirakan tahun 2020 akan meningkat menjadi 25 juta orang yang meninggal
5
D. Etiologi
Etiologi infark miokard akut adalah penurunan aliran darah koroner. Suplai
oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen, mengakibatkan
iskemia jantung. Penurunan aliran darah koroner bersifat multifaktorial. Plak
aterosklerotik secara klasik pecah dan menyebabkan trombosis, berkontribusi
terhadap penurunan akut aliran darah di koroner. Etiologi lain dari penurunan
oksigenasi atau iskemia miokard termasuk emboli arteri koroner, yang
menyumbang 2,9% dari pasien, iskemia yang diinduksi kokain, diseksi koroner,
dan vasospasme koroner. Faktor yang tidak bisa ubah meliputi jenis kelamin, usia,
riwayat keluarga, dan ras. Faktor yang bisa diubah meliputi merokok,
dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, kegemukan, gaya hidup, kebersihan
mulut yang buruk, adanya penyakit pembuluh darah perifer, dan peningkatan
kadar homosistein (Massberg dan Polzin, 2018; Scheen, 2018).
E. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tahun
2015, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut atau Infark
Miokard Akut dibagi menjadi:
a) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
b) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non STsegment
elevation myocardial infarction)
c) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
6
F. Patofisiologi
Ruptur aterosklerotik (menumpuknya lemak, kolesterol, dan zat lain di
dalam dan di dinding arteri) menyebabkan kaskade inflamasi monosit dan
makrofag, pembentukan trombus, dan agregasi trombosit. Hal ini menyebabkan
penurunan pengiriman oksigen melalui arteri koroner yang mengakibatkan
penurunan oksigenasi miokardium. Ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP di
mitokondria menyebabkan kaskade iskemik, dan karena itu apoptosis (kematian
sel) dari endokardium atau infark miokard. Dengan beberapa pengecualian karena
variasi genetik, arteri koroner memiliki distribusi teritorial yang unik dan
diagnostik. Misalnya, arteri koroner desendens anterior kiri mensuplai aliran
darah ke septum interventrikular, dinding anterolateral, dan apeks ventrikel. Arteri
sirkumfleksa kiri mensuplai darah ke dinding inferolateral. Arteri koroner kanan
memasok ventrikel kanan. Dinding inferior disuplai oleh arteri sirkumfleksa kiri
atau arteri koroner kanan (Haiq dkk, 2019).
G. Manifestasi Klinis
Tanda gejala pada IMA menurut Aini (2016) yaitu :
• Nyeri dada yang dirasakan seperti adanya tekanan pada tengah dada
• Nyeri dada menjalar ke rahang atau gigi, bahu, lengan atau punggung
• Sesak napas
• Ketidaknyamanan epigastrium dengan atau tanpa mual dan muntah
• Berkeringat
• Syncope
• Penurunan fungsi kognitif tanpa penyebab lain.
7
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
medis IMA menurut Ere (2019) yaitu :
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
1.CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
2.CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
3.LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
4.AST/SGOT : Meningkat
5.Troponin I/T akan meningkat. Troponin adalah molekul protein yang
dilepaskan ke aliran darah ketika otot jantung rusak akibat serangan
jantung atau penyakit jantung serius. Nilai normal troponin T adalah
<0,1 ng/mL dan troponin I adalah <0,04 ng/mL. Troponin I/T mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai
untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan
kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang
dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,
penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T.Dalam keadaan nekrosis miokard,
pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang
8
d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat
menilai fungsi jantung.
e. Angiografi koroner
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor
yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem
komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera
positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ
yang memancarkan sinar gamma.
b. Penatalaksanaan
Tindakan umum dan langkah awal dalam penalaksanaan pada pasien dengan
sindrom koroner akut menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (2015). Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan
pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar
keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan
atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat,
Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
10
a. Tirah baring.
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi.
c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA
dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2
arteri.
d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang
tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A).
Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi
sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
1. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari
kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
2. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien
yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan
agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang
dianjurkan adalah clopidogrel)
f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat
darurat jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,
dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti.
g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30
menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual
11
b. Nitrat
Gambar 7. Jenis dan obat calcium channel blockers (CCBs) untuk IMA
2. Antiplatelet
I. Komplikasi
a. Gagal jantung
Seringkali terjadi disfungsi miokardium (ketidakmampuan otot jantung
berkontraksi sempurna) dalam fase akut dan subakut STEMI. Hal ini dapat
menyebabkan kejadian gagal jantung kronik, selain itu gagal jantung juga
disebabkan oleh aritmia yang berkelanjutan. Tanda gejala yang muncul seperti:
dispnea (sesak napas), sinus takikardi (detak jantung tidak beraturan dan lebih
cepat), suara jantung ketiga/ ronkhi pulmonal, bukti objektif disfungsi kardiak:
dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
16
b. Syok kardiogenik
Tanda gejala yang muncul biasanya hipotensi, takikardi saat istirahat,
perubahan status mental, oliguria, ektremitas dingin, dan kongesti paru.
• Perikarditis
Gejala yang timbul seperti: nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu
tajam dan bertentangan dengan iskemia rekuren.
• Rupture jantung
Ruptur dinding ventrikel kiri dapat terjadi pada fase suabkut setelah
infark transmural dan muncul sebagai nyeri tiba-tiba dan kolaps
kardiovaskular. Diagnosa dikonfirmasi dengan pemeriksaan EKG.
• Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik. Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan
vascular dapat menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat
mengganggu suplai darah ke ekstremitas.
J. Prognosis
IMA masih membawa angka kematian yang tinggi, dengan sebagian besar
kematian terjadi sebelum kedatangan ke rumah sakit. Setidaknya 5% -10% dari
korban meninggal dalam 12 bulan pertama setelah IMA, dan hampir 50%
membutuhkan rawat inap dalam tahun yang sama. Prognosis keseluruhan
tergantung pada tingkat kerusakan otot. Hasil yang baik terlihat pada pasien yang
menjalani terapi perfusi-trombolitik dini dalam waktu 30 menit setelah
kedatangan atau PCI dalam waktu 90 menit. Selain itu, hasilnya baik jika fraksi
ejeksi dipertahankan dan pasien dimulai dengan aspirin, beta-blocker, dan ACE
inhibitor (Mechanic dkk, 2022).
Faktor-faktor negatif yang mempengaruhi prognosi IMA (Mechanic dkk,
2022), yaitu :
a. Diabetes
b. Usia lanjut
c. Riwayat infark miokard
17
K. Pathway
Faktor risiko yang tidak bisa Endapan lipoprotein Cedera endotel:interaksi antara
diubah dan bisa diubah ditunika intima fibrin&platelet proliferasi otot
tunika media
Gangguan
pertukaran gas
Penjelasan Pathway
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya infark
meliputi: obesitas, perokok, ras, umur>40 tahun dan jenis kelamin laki-laki.
Faktor risiko tersebut dapat memicu terjadinya endapan lipoprotein yang
berakibat cedera endotel akibat adanya interaksi fibrin dan platetel proliferasi. Hal
itu dapat menimbulkan adanya infasi dan akumulasi lipid, endapan yang
berkembang akhirnya menjadi plak fibrosa yang terdiri atas pusat lipid dan debris
sel nekrosis yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel
otot polos dan kolagen. Lesi yang semakin matang (lesi lanjut/ lesi komplikata)
menyebabkan penyempitan pada arteri dan pembatasan aliran darah sehingga
terjadi penurunan suplai darah ke jantung terutama pada miokard dan terjadi
maslaah keperawatan risiko perfusi miokard tidak efektif menyebabkan
ketidakseimbangan suplai oksigen sehingga terjadi iskemia. Terdapat beberapa
komplikasi yang dapat terjadi karena iskemia, meliputi: gagal jantung kongesti,
syok kardiogenik, pericarditis, rupture jantung, aneurima jantung, defek aputum
fentrikel, disfungsi otot kapilaris, dan tromboembolisme.
Iskemia dapat menimbulkan beberapa masalah keperawatan seperti perfusi
perifer tidak efektif, selain itu iskemia juga berdampak terhadap penurunan
kontraktilitas miokard yang menyebabkan kelemahan pada jantung sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung mengakibatkan
penurunan suplai darah ke jaringan sehingga menimbulkan kelemahan dan terjadi
intoleransi aktivitas. Kelemahan pada jantung juga dapat meningkatkan diastolic
ventrikel kiri sehingga tekanan pada atrium kanan dan vena pulmonalis meningkat
dan berakibat tekanan tinggi pada kapiler paru dan terjadi pembengkakan dan
muncul masalah gangguan pertukaran gas.
Iskemia juga menyebabkan peningkatan mekanisme anaerob tubuh sehingga
terjadi peningkatan asam laktat yang menimbulkan keluhan nyeri dada sehingga
muncul diagnosa nyeri akut. Nyeri dada yang dirasakan juga dapat menimbulkan
kecemasan karena kurangnya pengetahuan pada pasien sehingga diangkat
diagnose ansietas dan defisit pengetahuan.
20
hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi sebagai
gambaran sindrom dressler.
d. Pemeriksaan paru
Terdengar ronki pada akhir pernapasan. Edema paru sebagai
komplikasi infark luas.
e. Gambaran lain
Terjadi hiperlipidemia, penyakit vaskular perifer, diabetes dan
retinopati hipertensif.
6. Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem Persyarafan
Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit
kepala,disorientasi, bingung, letargi.
b. Sistem Penglihatan
Pada pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan terjadi
perubahan pupil.
c. Sistem Pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru
kronis, napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman
pernapasan, bunyi napas tambahan (krekels, ronki, mengi), mungkin
menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena romboembolitik pulmonal, hemoptysis.
d. Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran
e. Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban kulit
f. Sistem Perkemihan
Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung
menurun berat.
g. Sistem Kardiovaskuler
24
Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung d.d palpitasi,
bradikardia atau takikardi, gambaran EKG aritmia atau gangguan
konduksi
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah,frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran darah d.d pengisian
kapiler >3 detik, nadi perifer menurun, akral teraba dingin, warna kulit
pucat, turgor kulit menurun
4. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan curah jantung d.d dyspnea,
PCO2 meningkat/ menurun, PO2 menurun, takikardia, bunyi napas
tambahan
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20%,
dyspnea, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas.
6. Risiko perfusi miokard tidak efektif b.d hiperlipidemia
25
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI Rasional
(PPNI, 2017) (PPNI, 2018a) (PPNI, 2018b)
1 Penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan jantung Perawatan jantung
curah jantung ..... jam, diharapkan jantung mampu memompa 1. Identifikasi tanda gejala 1. Untuk mengetahui risiko
darah secara adekuat dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung penurunan curah jantung
KH Saat Target Keterangan 2. Monitor tekanan darah 2. Untuk memastikan TD dalam
ini 3. Monitor intake dan ouput batas normal
Palpitasi 1 4 1. Meningkat cairan 3. Untuk mengetahui
Bradikardi/Takikardi 1 4 2. Cukup 4. Monitor saturasi oksigen keseimbangan cairan yang
Gambaran EKG 1 4 meningkat
5. Monitor EKG 12 sadapan dibutuhkan
aritmia 3. Sedang
6. Monitor keluhan nyeri dada 4. Untuk mengetahui kebutuhan
Lelah 1 4 4. Cukup
menurun 7. Posisikan semi fowler atau oksigen dalam tubuh
Dispnea 1 4
5. Menurun fowler 5. Untuk mengetahui perubahan
Oliguria 1 4
8. Berikan diet jantung (batasi irama jantung
Pucat/sianosis 1 4
Hepatomegali 1 4 jumlah asupan kafein, 6. Untuk mengetahui adanya
natrium, kolesterol, makanan keluhan nyeri
tinggi lemak) 7. Untuk mengurangi
9. Berikan terapi relaksasi kemungkinan adanya sesak
mengurangi stres dan meningkatkan
10. Anjurkan aktivitas fisik kenyamanan
bertahap 8. Untuk mengurangi faktor
11. Kolaborasi pemberian risiko yang menimbulkan
antiaritmia masalah jantung
9. Untuk mengurangi stres dan
kecemasan
26
6. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen aritmia Manajemen aritmia
miokard tidak ..... jam, diharapkan perfusi miokard meningkat 1. Periksa onset dan pemicu 1. Untuk mengtahui penyebab
efektif dengan kriteria hasil: aritmia aritmia
KH Saat Target Keterangan 2. Identifikasi jenis aritmia 2. Untuk mengetahui
ini 3. Monitor keluhan nyeri dada kemungkinan kelainan
Gambaran 1 4 1. Menurun 4. Monitor respon hemodinamik jantung pada bagian apa
EKG 2. Cukup 5. Monitor saturasi oksigen 3. Untuk mengetahui tingkat,
Nyeri dada 1 4 menurun 6. Monitor kadar eletrolit penyebab, area, skala nyeri
3. Sedang 7. Berikan lingkungan yang 4. Untuk mengatahui kestabilan
Diaforesis 1 4
4. Cukup tenang hemodinamik dalam tubuh
Mual 1 4
meningkat 8. Pasang jalan napas buatan, 5. Untuk mengetahui pasien
Muntah 1 4 jika perlu kekurangan oksigen atau
5. Meningkat
9. Pasang askes intravena tidak
10. Pasang monitor jantung 6. Untuk mengetahui
11. Rekam EKG 12 sadapan keseimbangan kadar elektrot
12. Lakukan manuver valsava dalam tubuh
13. Berikan oksigen, sesuai 7. Agar pasien dapat beristirahat
indikasi dan tidak terkejut
14. Kolaborasi pemberian 8. Agar memudahkan pasien
antiaritmia dalam bernapas dalam
keadaan yang cukup parah
9. Untuk memudahkan terapi
obat-obatan
10. Untuk mengetahui
perkembangan jantung secara
inten
11. Untuk mengetahui adanya
kelainan pada jantung
12. Untuk mengembalikan irama
31
Jantung
13. Untuk mencukupi kebutuhan
oksigen pasien
14. Untuk mengobati aritmia
yang dialami pasien
32
Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dari suatu proses keperawatan,
yang terdiri dari perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
diamati dan tujuan atau kriteria hasil yang dicapai dalam fase desain. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan partisipasi klien dan keluarga.
Penilaian bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan.
Evaluasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus terhadap aktivitas proses keperawatan dan
hasil implementasi keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah
perawat melaksanakan intervensi keperawatan untuk menilai efekti atau
tidak suatu tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Rumusan
penilaian formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan
SOAP, yaitu: subjektif (data berupa keluhan pelanggan), objektif (data
hasil ujian), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan (planning).
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi Sumatif merupakan suatu tindakan setelah proses kepewatan
telah selesai dilakukan. Menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan adalah tujuan dari evaluasi sumatif.
Metode yang dapat digunakan dalam penilaian jenis ini adalah
melakukan wawancara akhir pelayanan, meminta tanggapan dari pasien
dan anggota keluarga tentang pelayanan keperawatan, dan mengatur
pertemuan akhir pelayanan.
Discharge Planning
Perencanaan kepulangan atau discharge planning adalah bagian dari proses
keperawatan dan fungsi utama dari perawatan. Perencanaan kepulangan
merupakan suatu proses yang kompleks dan bertujuan untuk menyiapkan pasien
dalam masa transisi di rumah sakit sampai pasien tersebut kembali ke rumahnya
(Rezkiki dan Fardilah, 2019). Perencanaan kepulangan dikatakan baik apabila
mengandung unsur penilaian pasien, pengembangan rencana yang disesuaikan
33
Dengan memberikan tekanan fisik pada titik L14 pada permukaaan tubuh
yang merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan pada kasus gejala
nyeri dapat meningkatkan kadar endofrin dalam darah maupun sistemik, tetapi
memiliki daerah tangkap yang berbeda, sehingga penggunanan titik akupresur
berbeda sesuai dengan organ yang akan dituju dan sesuai indikasi. Endofrin
merupakan opiat tubuh secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitary yang
berguna untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi memori dan mood yang
kemudian akan memberikan perasaan relaks (Yam dkk, 2018).
Dalam penerapan teknik akupresur ini terjadi pelaporan skala penurunan
nyeri dada pada 7 responden dengan skor ratarata penurunan nyeri 2, ini
menunjukan bahwa akupresur mampu menurunkan skala nyeri dada pada pasien
dengan dengan kasus Acute Coronary Syndrome/ACS (Kambu dkk, 2020).
Menurut beberapa hasil pembahasan dari 15 studi tentang terapi akupresur 12
studi terbukti secara signifikan mampu menurunkan nyeri setelah pemberian
terapi akupresur (You dkk, 2018).
36
DAFTAR PUSTAKA
Aini, D. 2016. Faktor Risiko Tradisional Yang Kuat Dari Onset Pertama Infark
Miokard Akut Di RSUD Dr. Soetomo. Universitas Airlangga.
Haig, C., Carrick, D., Carberry, J., Mangion, K., Maznyczka, A., Wetherall, K.,
McEntegart, M., Petrie, M. C., Eteiba, H., Lindsay, M., Hood, S., Watkins,
S., Davie, A., Mahrous, A., Mordi, I., Ahmed, N., Teng Yue May V., Ford,
I., Radjenovic, A., Welsh, P., Sattar, N., Oldroy,d K. G., Berry, C. 2019.
Current Smoking and Prognosis After Acute ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction: New Pathophysiological Insights. JACC Cardiovasc
Imaging. 12(6): 993-1003.
PPNI. 2018a. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
37
Sofyan, I. 2016. Perbandingan Clinical Outcome Pasien Infark Miokard Akut ST-
Elevasi (STEMI) Pasca Terapi Intervensi Koroner Perkutan Primer Dan
Terapi Fibrinolitik Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Yam, M. F, Loh, Y. C, Tan, C. S, Khadijah Adam, S., Abdul Manan, N., dan
Basir R. 2018. General Pathways of Pain Sensation and the Major
Neurotransmitters Involved in Pain Regulation. Int J Mol Sci. 19(8):2164.
You, Eunhea & Kim, David & Harris, Ryan & D'Alonzo, Karen. 2018. Effects of
Auricular Acupressure on Pain Management: A Systematic Review. Pain
Management Nursing. 20(10): 1016.