Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


INFARK MIOKARDAKUT (IMA) DI RUANG ICCU RSD
dr. SOEBANDIJEMBER

oleh :
Ayunda Puteri Rizanti, S.Kep
NIM 212311101189

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI

NERSFAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER

2022
1

BAB 1. KONSEP PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi
Jantung memiliki ukuran sedikit lebih besar dari kepalan tangan dengan
berat sekitar 7-15 ons. Jantung memompa darah sekitar 100.000 kali perhari
dengan jumlah mencapai 7.571 liter. Jantung sebelah kanan menerima darah yang
tidak teroksigenasi dari vena cava superior dan vena cava inferior dan dialirkan ke
pulmonal untuk proses oksigenasi. Jantung sebelah kiri menerima darah
teroksigenasi dari paru dan diedarkan ke seluruh tubuh.
Jantung dibungkus oleh pericardium yang terdiri dari 2 lapis yaitu fibrosa
(lapisan luar yang keras) dan serosa (lapisan dalam). Pericardium seorsa juga
memiliki 2 lapisan yaitu parietal yang berada di permukaan dalam fibrosa dan
visceral yang melekat pada permukaan jantung. Saat kondisi normal ruang
pericardium (anatara parietal dan visceral) berisi cairan yang memudahkan
jantung dalam bergerak dan berdenyut.

Gambar 1. Jantung
Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Epikardium (bagian luar): terbentuk dari pericardium serosa visceral.
2. Miokardium (bagian tengah): terdiri dari otot jantung.
3. Endocardium (bagian dalam): lapisan tipis yang terdiri dari jaringan ikat
subendotelial yang menutupi katup jantung.
Jantung memiliki 2 ruangan yaitu ruang kiri dan kanan dan setiap ruang
memiliki 1 ventrikel dan atrium sehingga dalam jantung terdiri dari 4 ruang.
Atrium merupakan rongga penerima darah yang akan memompa ke ventrikel.
2

Atrium kanan menerima darah dari (vena cava superior dan inferior) sedangkan
atrium kiri menerima darah dari vena pulmonalis. Ventrikel menerima darah dari
atrium dengan melewati sebuah katup. Alur jantung memompa darah yaitu atrium
kanan-entrikel kanan-seluruh tubuh (arteri pulmonalis) kemudian atrium kiri-
ventrikel kiri-ke seluruh tubuh melalui katup aorta.
Pemisah pada ruang atrium dan ventrikel yaitu sebuah katup yang disebut
atrioventrikular yang berfungsi mempertahankan darah mengalir searah dari
atrium ke ventrikel dan menegah aliran darah balik. Katup ini dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Katup trikuspidalis: mempunyai 3 daun sebagai pemisah antar ruang
atrium kanan dan ventrikel kanan.
2. Katup bikuspidalis (mitral): mempunyai 2 daun yang memisahkan atrium
kiri dan ventrikel kiri.

Gambar 2. Katup jantung


Selain katup tersebut, terdapat juga katup semilunaris yang terdiri dari katup
pulmonan dan katup aorta. Katup pulmonal digunakan untuk mencegah aliran
balik pulmonal ke ventrikel kanan, sedangkan katup aorta mencegah aliran balik
aorta ke ventrikel kiri (Fikriana, 2018).
Pada jantung terdapat pembuluh darah arteri koronaria cordis yang
memperdarahi bagian-bagian jantung dan merupakan cabang dari aorta
decendens. Arteri coronaria cordis terdiri dari 2 macam yaitu:
1. Arteri coronaria dextra
3

Arteri coronaria dextra muncul dari sinus aorticus anterior, mula-mula


berjalan ke depan kemudian ke kanan untuk muncul diantara truncus
pulmonalis dan auricula kanan, kemudian berjalan turun dan ke kanan pada
bagian kanan sulcus atrioventricularis menuju pertemuan margo dextra dan
inferior cordis. Untuk kemudian berputar ke kiri sepanjang bagian belakang
jantung sampai sulcus interventri cularis posterior, dimana ia beranastomose
dengan arteri coronaria sinsitra. Cabang-cabangnya adalah ramus
interventricularis posterior dan ramus marginalis.
2. Arteri coronaria sinistra
Arteri koronaria sinistra muncul dari sinus aorticus posterior sinistra,
berjalan ke depan diantara truncus pulmonalis dan auricula sinistra
kemudian membelok ke kiri menuju sulcus atrioventricularis, kemudian
berjalan ke belakang mengelilingi margo sinistra untuk berjalan bersama
sinus koronarius sampai sejauh sulcus interventricularis dimana ia akan
beranastomose dengan arteri coronaria dextra. Cabang-cabang arteri
koronaria sinistra adalah arteri interventricularis anterior dan arteri
sirkumflexa (Wahyuningsih dan Kusmiyati, 2017).

B. Definisi Infark Miokard Akut


Infark miokard akut merupakan masalah kesehatan dan penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. IMA merupakan 1 dari 5 penyakit jantung koroner yang
terdiri dari: angina pektoris stabil, angina pektoris tidak stabil, IMA, gagal jantung
dan sudden death (Amaliah dkk., 2019). Infark miokard akut adalah terjadinya
oklusi arteri koroner yang menyebabkan adanya gangguan aliran darah ke jantung
sehingga terjadi kematian sel otot jantung (Haryuni, 2015). Menurut Udjianti
Wajan Juni di dalam buku Keperawatan Kardiovaskular (2011), Infark Miokard
Akut adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena kurangnya
suplai darah dan oksigen pada miokard (ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokard). Menurut Alwi di dalam buku Ilmu Penyakit Dalam
(2014), ST Elevasi Infark Miokard adalah sindrom klinis yang didefinisikan
sebagai gejala iskemia miokard dan dikaitkan dengan gambaran EKG berupa
elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard.
Gangguan alirah darah ke jantung dapat menyebabkan sel otot jantung mengalami
hipoksia. Aliran darah dapat terhenti karena adanya sumbatan koroner, kecuali
sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah (Sofyan, 2016).
4

C. Epidemiologi
WHO menyatakan 12 juta orang meninggal setiap tahunnya dan
diperkirakan tahun 2020 akan meningkat menjadi 25 juta orang yang meninggal
5

karena penyakit kardiovaskuler (Simanjuntak dkk., 2019). Kejadian kasus IMA di


Amerika Serikat mencapai 450.000 kasus setiap tahun. Kejadian IMA di RSUP
Dr. Djamil Padang tahun 2016 mencapai 504 kasus. Kejadian IMA juga banyak
ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Hal ini dihubungkan dengan
adanya estrogen pada wanita sehingga jarang terjadi pada premenopause. Faktor
risiko yang menjadi penyebab sering terjadi pada laki-laki ialah kebiasaan
merokok (Amaliah dkk., 2019).

D. Etiologi
Etiologi infark miokard akut adalah penurunan aliran darah koroner. Suplai
oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen, mengakibatkan
iskemia jantung. Penurunan aliran darah koroner bersifat multifaktorial. Plak
aterosklerotik secara klasik pecah dan menyebabkan trombosis, berkontribusi
terhadap penurunan akut aliran darah di koroner. Etiologi lain dari penurunan
oksigenasi atau iskemia miokard termasuk emboli arteri koroner, yang
menyumbang 2,9% dari pasien, iskemia yang diinduksi kokain, diseksi koroner,
dan vasospasme koroner. Faktor yang tidak bisa ubah meliputi jenis kelamin, usia,
riwayat keluarga, dan ras. Faktor yang bisa diubah meliputi merokok,
dislipidemia, diabetes melitus, hipertensi, kegemukan, gaya hidup, kebersihan
mulut yang buruk, adanya penyakit pembuluh darah perifer, dan peningkatan
kadar homosistein (Massberg dan Polzin, 2018; Scheen, 2018).

E. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tahun
2015, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut atau Infark
Miokard Akut dibagi menjadi:
a) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)
b) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non STsegment
elevation myocardial infarction)
c) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
6

Tabel 1. Perbedaan unstable angina, infark miokard NSTEMI dan STEMI


Unstable Angina Myocardial Infarctrum
Nstemi Stemi
Tipe gejala Cresendo, Rasa tertekan yang lama dan nyeri dada
istirahat, atau
onset baru
Serum biomarker Tidak Iya Iya
EKG ST depresi atau ST depresi atau ST elevasi
gelombang T gelombang T (gelombang Q
invasi invasi later)

F. Patofisiologi
Ruptur aterosklerotik (menumpuknya lemak, kolesterol, dan zat lain di
dalam dan di dinding arteri) menyebabkan kaskade inflamasi monosit dan
makrofag, pembentukan trombus, dan agregasi trombosit. Hal ini menyebabkan
penurunan pengiriman oksigen melalui arteri koroner yang mengakibatkan
penurunan oksigenasi miokardium. Ketidakmampuan untuk menghasilkan ATP di
mitokondria menyebabkan kaskade iskemik, dan karena itu apoptosis (kematian
sel) dari endokardium atau infark miokard. Dengan beberapa pengecualian karena
variasi genetik, arteri koroner memiliki distribusi teritorial yang unik dan
diagnostik. Misalnya, arteri koroner desendens anterior kiri mensuplai aliran
darah ke septum interventrikular, dinding anterolateral, dan apeks ventrikel. Arteri
sirkumfleksa kiri mensuplai darah ke dinding inferolateral. Arteri koroner kanan
memasok ventrikel kanan. Dinding inferior disuplai oleh arteri sirkumfleksa kiri
atau arteri koroner kanan (Haiq dkk, 2019).

G. Manifestasi Klinis
Tanda gejala pada IMA menurut Aini (2016) yaitu :
• Nyeri dada yang dirasakan seperti adanya tekanan pada tengah dada
• Nyeri dada menjalar ke rahang atau gigi, bahu, lengan atau punggung
• Sesak napas
• Ketidaknyamanan epigastrium dengan atau tanpa mual dan muntah
• Berkeringat
• Syncope
• Penurunan fungsi kognitif tanpa penyebab lain.
7

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
medis IMA menurut Ere (2019) yaitu :
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
1.CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam (3-5 hari).
2.CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
3.LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
4.AST/SGOT : Meningkat
5.Troponin I/T akan meningkat. Troponin adalah molekul protein yang
dilepaskan ke aliran darah ketika otot jantung rusak akibat serangan
jantung atau penyakit jantung serius. Nilai normal troponin T adalah
<0,1 ng/mL dan troponin I adalah <0,04 ng/mL. Troponin I/T mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai
untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan
kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung,
hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang
dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,
penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan
insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T.Dalam keadaan nekrosis miokard,
pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukkan kadar yang
8

normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan hendaknya


diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12
jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat
dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot skeletal
(menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB
lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)
maupun infark periprosedural.
b. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q
nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik. Perubahan-
perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas daerah
miokardium yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu
gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal hanya gelombang
Q tetap bertahan sebagai bukti elektrokardiograf adanya infark lama.

Gambar 3. EKG normal, STEMI dan NSTEMI


c. Tes Treadmill atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
beban)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan
untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit
jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit jantung.
Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas
jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
9

d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat
menilai fungsi jantung.
e. Angiografi koroner
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
f. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor
yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem
komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
g. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
h. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera
positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ
yang memancarkan sinar gamma.

b. Penatalaksanaan
Tindakan umum dan langkah awal dalam penalaksanaan pada pasien dengan
sindrom koroner akut menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (2015). Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan
pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar
keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan
atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat,
Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
10

a. Tirah baring.
b. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi.
c. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA
dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2
arteri.
d. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang
tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A).
Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi
sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat.
e. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)
1. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari
kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
2. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien
yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan
agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang
dianjurkan adalah clopidogrel)
f. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat
darurat jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian,
dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali.
Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat
dipakai sebagai pengganti.
g. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30
menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis
NTG sublingual
11

Gambar 4. Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA

Obat-obatan yang diperulukan dalam menangani sidrom koroner akut


(SKA) terutama pada infark miokard dengan UAP dan Nstemi menurut
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015) adalah :
1. Anti iskemia
a. Penyekat beta (beta blocker)

Gambar 5. Jenis dan obat penyekat beta untuk terapi IMA


12

b. Nitrat

Gambar 6. Jenis dan obat nitrat untuk IMA


c. Calcium channel blockers (CCBs)

Gambar 7. Jenis dan obat calcium channel blockers (CCBs) untuk IMA
2. Antiplatelet

Gambar 8. Jenis dan obat antiplatelet untuk IMA


3. Penghambat reseptor glikoprotein Iib/IIIa
4. Antikoagulan
13

Gambar 9. Jenis dan obat antikoagulan untuk IMA


5. Kombinasi antiplatelet dan antikoagulan
6. Inhibitor ACE dan penghambat reseptor angiotensin

Gambar 10. Jenis dan obat inhibitor ACE untuk IMA


7. Statin
Berikut merupakan langkah-langkah penalaksanaan reperfusi dalam
mengatasi IMA terutama pada jenis Nstemi menurut Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015) yaitu :
14

Gambar 11. Langkah-langkah reperfusi untuk IMA

Manajemen jangka panjang dan pencegahan sekunder dalam menghadapi


IMA menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (2015)
yaitu :
1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan
kecuali bila risiko perdarahan tinggi
15

3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan


kolesterol LDL <70 mg/dL.
4. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik
ventrikel kiri (LVEF ≤40%) (Kelas I-A).
5. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF ≤40%
dan yang menderita gagal jantung, diabetes, hipertensi, atau PGK,
kecuali diindikasikontrakan.
6. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah
berulangnya kejadian iskemik, dengan memilih agen dan dosis yang
telah terbukti efikasinya.
7. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan
memilih agen dan dosis yang telah terbukti efikasinya.
8. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah
mendapatkan ACE-I dan penyekat beta dengan LVEF ≤35% dengan
diabetes atau gagal jantung, apabila tidak ada disfungsi ginjal yang
bermakna (kreatinin serum >2,5 mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada
wanita) atau hiperkalemia.
9. Perubahan gaya hidup terutama yang terkait dengan diet dan olahraga
yang teratur.

I. Komplikasi
a. Gagal jantung
Seringkali terjadi disfungsi miokardium (ketidakmampuan otot jantung
berkontraksi sempurna) dalam fase akut dan subakut STEMI. Hal ini dapat
menyebabkan kejadian gagal jantung kronik, selain itu gagal jantung juga
disebabkan oleh aritmia yang berkelanjutan. Tanda gejala yang muncul seperti:
dispnea (sesak napas), sinus takikardi (detak jantung tidak beraturan dan lebih
cepat), suara jantung ketiga/ ronkhi pulmonal, bukti objektif disfungsi kardiak:
dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
16

b. Syok kardiogenik
Tanda gejala yang muncul biasanya hipotensi, takikardi saat istirahat,
perubahan status mental, oliguria, ektremitas dingin, dan kongesti paru.
• Perikarditis
Gejala yang timbul seperti: nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu
tajam dan bertentangan dengan iskemia rekuren.
• Rupture jantung
Ruptur dinding ventrikel kiri dapat terjadi pada fase suabkut setelah
infark transmural dan muncul sebagai nyeri tiba-tiba dan kolaps
kardiovaskular. Diagnosa dikonfirmasi dengan pemeriksaan EKG.
• Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi
kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan
thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik. Emboli sistemik dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan
vascular dapat menyebabkan stroke atau infark ginjal, juga dapat
mengganggu suplai darah ke ekstremitas.

J. Prognosis
IMA masih membawa angka kematian yang tinggi, dengan sebagian besar
kematian terjadi sebelum kedatangan ke rumah sakit. Setidaknya 5% -10% dari
korban meninggal dalam 12 bulan pertama setelah IMA, dan hampir 50%
membutuhkan rawat inap dalam tahun yang sama. Prognosis keseluruhan
tergantung pada tingkat kerusakan otot. Hasil yang baik terlihat pada pasien yang
menjalani terapi perfusi-trombolitik dini dalam waktu 30 menit setelah
kedatangan atau PCI dalam waktu 90 menit. Selain itu, hasilnya baik jika fraksi
ejeksi dipertahankan dan pasien dimulai dengan aspirin, beta-blocker, dan ACE
inhibitor (Mechanic dkk, 2022).
Faktor-faktor negatif yang mempengaruhi prognosi IMA (Mechanic dkk,
2022), yaitu :
a. Diabetes
b. Usia lanjut
c. Riwayat infark miokard
17

d. Penyakit pembuluh darah perifer, atau stroke


e. Reperfusi tentunda
f. Adanya gagal jantung kongestif
g. Depresi
18

K. Pathway
Faktor risiko yang tidak bisa Endapan lipoprotein Cedera endotel:interaksi antara
diubah dan bisa diubah ditunika intima fibrin&platelet proliferasi otot
tunika media

Lesi komplikata Flaque fibrosa Infasi dan akumulasi lipid

Penyempitan/ obstruksi Penurunan suplai darah


Aterosklerosis
arteri koroner ke miokard

Perfusi perifer tidak Ketidakseimbangan Risiko perfusi


Iskemia miokadrd tidak
efektif suplai O2 dengan
efektif

Penurunan kontraktilitas Komplikasi: Metabolisme anaerob


miokard - Gagal jantung meningkat
- Syok kardiogenik
- Ruptur jantung
Kelemahan miokard - Perikarditis Peningkatan asam laktat
- tromboembolisme
Nyeri dada
Vol akhir diastolik
ventrikel kiri ↑

Nyeri akut Kurang informasi


Tekanan atrium kiri

Tidak tau kondisi
dan pengobatan
Tekanan vena
pulmonalis ↑
1. Ansietas
2. Defisit
Hipertensi kapiler pengetahuan
Oedema paru
paru

Gangguan
pertukaran gas

Penurunan curah Suplai darah ke Kelemahan Intoleransi


jantung jaringan ↓ fisik aktivitas
19

Penjelasan Pathway
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya infark
meliputi: obesitas, perokok, ras, umur>40 tahun dan jenis kelamin laki-laki.
Faktor risiko tersebut dapat memicu terjadinya endapan lipoprotein yang
berakibat cedera endotel akibat adanya interaksi fibrin dan platetel proliferasi. Hal
itu dapat menimbulkan adanya infasi dan akumulasi lipid, endapan yang
berkembang akhirnya menjadi plak fibrosa yang terdiri atas pusat lipid dan debris
sel nekrosis yang ditutupi oleh jaringan fibromuskular mengandung banyak sel
otot polos dan kolagen. Lesi yang semakin matang (lesi lanjut/ lesi komplikata)
menyebabkan penyempitan pada arteri dan pembatasan aliran darah sehingga
terjadi penurunan suplai darah ke jantung terutama pada miokard dan terjadi
maslaah keperawatan risiko perfusi miokard tidak efektif menyebabkan
ketidakseimbangan suplai oksigen sehingga terjadi iskemia. Terdapat beberapa
komplikasi yang dapat terjadi karena iskemia, meliputi: gagal jantung kongesti,
syok kardiogenik, pericarditis, rupture jantung, aneurima jantung, defek aputum
fentrikel, disfungsi otot kapilaris, dan tromboembolisme.
Iskemia dapat menimbulkan beberapa masalah keperawatan seperti perfusi
perifer tidak efektif, selain itu iskemia juga berdampak terhadap penurunan
kontraktilitas miokard yang menyebabkan kelemahan pada jantung sehingga
terjadi penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung mengakibatkan
penurunan suplai darah ke jaringan sehingga menimbulkan kelemahan dan terjadi
intoleransi aktivitas. Kelemahan pada jantung juga dapat meningkatkan diastolic
ventrikel kiri sehingga tekanan pada atrium kanan dan vena pulmonalis meningkat
dan berakibat tekanan tinggi pada kapiler paru dan terjadi pembengkakan dan
muncul masalah gangguan pertukaran gas.
Iskemia juga menyebabkan peningkatan mekanisme anaerob tubuh sehingga
terjadi peningkatan asam laktat yang menimbulkan keluhan nyeri dada sehingga
muncul diagnosa nyeri akut. Nyeri dada yang dirasakan juga dapat menimbulkan
kecemasan karena kurangnya pengetahuan pada pasien sehingga diangkat
diagnose ansietas dan defisit pengetahuan.
20

BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, agama, pendidikan, status perkawinan, alamat, pekerjaan
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk rumah sakit
Penderita dengan infark miokard akut mengalami nyeri dada, perut,
punggung, atau lambung yang tidak khas, mual atau pusing, sesak
napas dan kesulitan bernapas.
b. Keluhan utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal,
yang rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan
dangkal.Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada
kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard
kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin dirasakan
sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada
yang dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi
lengan kiri, rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan
lemah dan pusing.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah
mempunyai riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus
terjadi hilangnya sel endotel vaskuler berakibat berkurangnya
produksi nitri oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding
pembuluh darah. Hipersenti yang sebagian diakibatkan dengan
adanya penyempitan pada arteri renalis dan hipo perfusi ginjal yang
disebabkan lesi arteri oleh arteroma dan memberikan komplikasi
trombo.
e. Riwayat penyakit keluarga
21

Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan


kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan
secara genetik berdasarkan kebiasaan keluarga
3. Riwayat psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul
pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan
oleh klien. Perubahan psikologis akibat kurangnya pengetahuan
terhadap penyebab, proses dan penanganan penyakit infark miokard
akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang kooperatif dengan
perawat.
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat yaitu bagaimana
persepsi klien tentang kesehatan, berapa kali sehari bila mandi, dan
pada klien infark miokard akut didapatkan klien suka mengkonsumsi
makanan yang berkolesterol, apakah klien merokok, berapa batang
rokok yang dihisap setiap hari dan apakah klien mengkonsumsi
minuman keras.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme yaitu berapa kali klien makan dalam
sehari, komposisi apa saja dan minum berapa gelas sehari, pada
klien infark miokard akut didapatkan mual dan mutah).
c. Pola Aktivitas yaitu klien dapat mengalami gangguan aktivitas
akibat dari nyeri yang sangat hebat.
d. Pola Eliminasi yaitu berapa kali klien buang air besar dan buang air
kecil sehari, bagaimna konsistensinya serta apakah ada kesulitan.
e. Pola Tidur dan Istirahat, yaitu adanya nyeri dada hebat disertai mual,
muntah, sesak sehingga klien mengalami ganguan tidur.
f. Pola Sensori dan Kognitif, yaitu klien mengerti atau tidak akan
penyakitnya.
g. Pola Persepsi Diri, yaitu klien mengalami cemas, kelemahan,
kelelahan, putus asa serta terjadi gangguan konsep diri.
h. Pola Hubungan dan Peran, yaitu adanya perubahan kondisi
kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan dan peran serta
22

mengalami hambatan dalam menjalankan perannya dalam kehidupan


sehari-hari
i. Pola repruduksi dan seksual, yaitu klien mempunyai anak berapa
serta berapa kali klien melakukan hubungan seksual dalam
seminggu.
j. Pola penanggulangan stress, yaitu apakah ada katidak efektifan
mengatasi masalah.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan, yaitu kepercayaan atau agama yang
dianut klien serta ketaatan dalam menjalankan ibadah.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pasien tampak pucat, berkeringat dan gelisah, karena aktivitas
berlebih simpatis. Terdapat gangguan pernapasan yang jelas dengan
takipnea dan sesak napas. Demam derajat sedang dengan suhu
kurang 38 C timbul 12- 24 jam setelah infark.
b. Denyut nadi dan tekanan darah
a) Sinus takikardi 100-120/menit dengan analgesik adekuat dan
denyut nadi melambat, kecuali terdapat syok kardiogenik.
Denyut jantung rendah mengindikasi sinus bradikardia atau blok
jantung sebagai komplikasi dari infark.
b) Peningkatan Tekanan darah moderat disebabkan pelepasan
katekolamin. Hipotensi sebagai akibat aktivitas berlebih vagus,
dehidrasi, infark ventrikel kanan atau merupakan tanda syok
kardiogenik.
c. Pemeriksaan jantung
a) Palpasi prekordium menunjukkan area dengan diskinesia pada
pasien infark anterior luas berlanjut. Bunyi jantung S4 sering
terjadi. Banyak disfungsi ventrikel kiri berat disertai oleh S3 dan
atau split terbalik S2.
b) Murmur akhir sistolik MR ringan hilang timbul tergantung
kondisi ventrikel. Gesekan friksi perikard jarang terdengar
23

hingga hari kedua atau ketiga atau lebih lama lagi sebagai
gambaran sindrom dressler.
d. Pemeriksaan paru
Terdengar ronki pada akhir pernapasan. Edema paru sebagai
komplikasi infark luas.
e. Gambaran lain
Terjadi hiperlipidemia, penyakit vaskular perifer, diabetes dan
retinopati hipertensif.
6. Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem Persyarafan
Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit
kepala,disorientasi, bingung, letargi.
b. Sistem Penglihatan
Pada pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan terjadi
perubahan pupil.
c. Sistem Pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru
kronis, napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman
pernapasan, bunyi napas tambahan (krekels, ronki, mengi), mungkin
menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena romboembolitik pulmonal, hemoptysis.
d. Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran
e. Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban kulit
f. Sistem Perkemihan
Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung
menurun berat.
g. Sistem Kardiovaskuler
24

Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut


menurun
h. Sistem Endokrin
Pasien infark miokard akut biasanya tidak terdapat gangguan pada
sistem endokrin.
i. Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien infark miokard akut terjadi nyeri, pergerakan
ekstremitas menurun dan tonus otot menurun
j. Sistem Integumen
Pada pasien infark miokard akut turgor kulit menurun,kulit pucat,
sianosis
k. Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran

Diagnosa keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung d.d palpitasi,
bradikardia atau takikardi, gambaran EKG aritmia atau gangguan
konduksi
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah,frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran darah d.d pengisian
kapiler >3 detik, nadi perifer menurun, akral teraba dingin, warna kulit
pucat, turgor kulit menurun
4. Gangguan pertukaran gas b.d penurunan curah jantung d.d dyspnea,
PCO2 meningkat/ menurun, PO2 menurun, takikardia, bunyi napas
tambahan
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat >20%,
dyspnea, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas.
6. Risiko perfusi miokard tidak efektif b.d hiperlipidemia
25

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI Rasional
(PPNI, 2017) (PPNI, 2018a) (PPNI, 2018b)
1 Penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan jantung Perawatan jantung
curah jantung ..... jam, diharapkan jantung mampu memompa 1. Identifikasi tanda gejala 1. Untuk mengetahui risiko
darah secara adekuat dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung penurunan curah jantung
KH Saat Target Keterangan 2. Monitor tekanan darah 2. Untuk memastikan TD dalam
ini 3. Monitor intake dan ouput batas normal
Palpitasi 1 4 1. Meningkat cairan 3. Untuk mengetahui
Bradikardi/Takikardi 1 4 2. Cukup 4. Monitor saturasi oksigen keseimbangan cairan yang
Gambaran EKG 1 4 meningkat
5. Monitor EKG 12 sadapan dibutuhkan
aritmia 3. Sedang
6. Monitor keluhan nyeri dada 4. Untuk mengetahui kebutuhan
Lelah 1 4 4. Cukup
menurun 7. Posisikan semi fowler atau oksigen dalam tubuh
Dispnea 1 4
5. Menurun fowler 5. Untuk mengetahui perubahan
Oliguria 1 4
8. Berikan diet jantung (batasi irama jantung
Pucat/sianosis 1 4
Hepatomegali 1 4 jumlah asupan kafein, 6. Untuk mengetahui adanya
natrium, kolesterol, makanan keluhan nyeri
tinggi lemak) 7. Untuk mengurangi
9. Berikan terapi relaksasi kemungkinan adanya sesak
mengurangi stres dan meningkatkan
10. Anjurkan aktivitas fisik kenyamanan
bertahap 8. Untuk mengurangi faktor
11. Kolaborasi pemberian risiko yang menimbulkan
antiaritmia masalah jantung
9. Untuk mengurangi stres dan
kecemasan
26

10. Untuk mengurangi kelelahan


pada pasien
11. Untuk mengurangi adanya
aritmia
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri Manajemen nyeri
..... jam, diharapkan nyeri dapat berkurang, 1. Memonitor TTV 1. Untuk mengetahui tanda vital
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi lokasi, pada pasien
KH Saat ini Target Keterangan karakteristik, durasi, 2. Mengetahui letak, karakter,
Keluhan 1 4 1. Meningkat frekuensi, kualitas dan durasi, frekuensi, kualitas
nyeri 2. Cukup intensitas nyeri dan intensitasnyeri
Meringis 1 4 meningkat 3. Identifikasi skala nyeri 3. Untuk mengetahui skala
Gelisah 1 4 3. Sedang
4. Berikan teknik nyeri
Kesulitan 1 4 4. Cukup
nonfarmakologis untuk 4. Untuk mengurangi nyeri
tidur menurun
mengurangi nyeri yang dirasakan
5. Menurun
5. Kontrol lingkungan yang 5. Untuk meminimalisir adanya
KH Saat ini Target Keterangan memperberat nyeri nyeri
Kemampuan 5 2 1. Menurun 6. Fasilitasi istirahat tidur 6. Untuk meningkatkan
menggunakan 2. Cukup 7. Jelaskan penyebab, periode, kebutuhan istirahat tidur
teknik non menurun dan pemicu nyeri pasien
farmakologi 3. Sedang 8. Kolaborasi pemberian 7. Untuk meningkatkan
Melaporkan 5 2 4. Cukup analgesik pengetahuan pasien
nyeri meningkat Pemberian Analgesik 8. Untuk mengurangi skala
terkontrol 5. Meningkat 1. Identifikasi riwayat alergi nyeri apabila tidak dapat
obat diatasi dengan non
2. Identifikasi kesesuaian jenis farmakologi
analgesik dengan tingkat Pemberian analgesik
keparahan nyeri 1. Untuk menghindari
3. Monitor TTV sebelum pemberian obat yang
27

analgesik menimbulkan alergi


4. Monitor efek analgesik 2. Untuk menyesuaikan dosis
5. Dokumentasikan respon yang akan diberikan
terhadap efek analgesik 3. Untuk mengetahui tanda vital
6. Jelaskan efek terapi dan efek pasien
samping 4. Untuk mengetahui efek
7. Kolaborasi pemberian dosis samping obat yang mungkin
dan jenis analgesik timbul
5. Untuk mengetahui respon
terhadap efek obat
6. Untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan
mengurangi kecemasan
pasien apabila muncul efek
samping obat
7. Untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan pasien
3 Perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan sirkulasi Perawatan sirkulasi
perifer tidak ..... jam, diharapkan perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi 1. Untuk mengetahui
efektif dengan kriteria hasil: perifer, edema, pengisian kelancaran sirkulasi dalam
KH Saat Target Keterangan
ini kapiler, warna, suhu) tubuh
Akral 1 4 1. Memburuk 2. Identifikasi faktor risiko 2. Untuk mengurangi adanya
Turgor kulit 1 4 2. Cukup gangguan sirkulasi gangguan sirkulasi
TD sistolik 1 4 memburu 3. Monitor panas, kemerahan, 3. Untuk mengetahui kondisi
TD diastolik 1 4 k
nyeri, atau bengkak pada pasien
3. Sedang
4. Cukup ekstremitas 4. Untuk menghindari adanya
membai 4. Lakukan pencegahan infeksi risiko infeksi
k
5. Membaik
28

5. Hindari pemasangan infus 5. Untuk menghindari


atau pengambilan darah di timbulnya masalah kesehatan
area keterbatasan perfusi baru
6. Informasikan tanda dan 6. Untuk meningkatkan
gejala darurat (rasa sakit pengetahuan pasien
yang tidak hilang) Manajemen cairan
Manajemen cairan 1. Untuk mengetahui kebutuhan
1. Monitor status hidrasi cairan dalam tubuh
2. Monitor hasil pemeriksaan 2. Untuk mengetahui status
lab kesehatan dan keefektifan
3. Berikan asupan sesuai terapi
kebutuhan 3. Untuk meningkatkan energi
4. Berikan cairan IV(pemberian dan memenuhi kebutuhan
transfusi darah) pasien
4. Untuk mengurangi terjadinya
syok hipovolemik.
4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Terapi oksigen Terapi oksigen
pertukaran ...... jam diharapkan pertukaran gas teratasi dengan 1. Monitor kecepatan aliran 1. Untuk mengetahui kecepatan
gas kriteria hasil: oksigen oksigen sesuai kebutuhan
KH Saat Target Keterangan 2. Monitor efektifitas terapi 2. Untuk mengetahui
ini (pksimetri, analisa gas darah) keefektifan terapi yang
Dispnea 5 2 1. Menurun 3. Monitor tanda hipoventilasi diberikan
Bunyi napas 5 2 2. Cukup 4. Pertahankan kepatenan jalan 3. Untuk mengetahui kebutuhan
tambahan menurun napas oksigen dalam tubuh
Napas cuping 5 2 3. Sedang
5. Berikan oksigen tambahan terpenuhi / belum
hidung 4. Cukup
6. Ajarkan pasien dan keluarga 4. Untuk mempertahankan
29

Penglihatan 5 2 meningkat menggunakan oksigen kebutuhan oksigen dalam


kabur 5. Meningkat dirumah tubuh
KH Saat Target Keterangan 5. Untuk memaksimalkan
ini oksigen dalam paru-paru
PCO2 1 4 1. Memburuk 6. Untuk meningkatkan
PO2 1 4 2. Cukup pengetahuan dan
pH arteri 1 4 memburu
meminimalisir kesalah
Sianosis 1 4 k
3. Sedang penggunaan oksigen
Pola napas 1 4
Warna kulit 1 4 4. Cukup
membai
k
5. Membaik
5 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen energi Manajemen energi
aktivitas . . . . . jam, diharapkan klien mampu beraktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Untuk mengetahui bagian
dengan kriteria hasil: tubuh yang mengakibatkan tubuh yang mengalami
KH Saat ini Target Keterangan
Keluhan lelah 1 4 1. Meningkat kelelahan keterbatasan
Dispnea saat 1 4 2. Cukup 2. Sediakan lingkungan nyaman 2. Untuk meningkatkan
aktivitas meningkat dan rendah stimulasi kenyamanan
Perasaan 1 4 3. Sedang 3. Lakukan latihan rentang 3. Untuk mengurangi adanya
lemah 4. Cukup
menurun gerak pasif dan aktif kekakuan pada sendi dan otot
Sianosis 1 4
5. Menurun 4. Anjurkan tirah baring 4. Untuk meningkatkan
5. Anjurkan melakukan kebutuhan istirahat pasien
aktivitas secara bertahap 5. Untuk mengurangi adanya
6. Kolaborasi dengan ahli gizi kelelahan berlebih
untuk meningkatkan asupan 6. Untuk meningkatkan energi
makanan dan supan makan
30

6. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen aritmia Manajemen aritmia
miokard tidak ..... jam, diharapkan perfusi miokard meningkat 1. Periksa onset dan pemicu 1. Untuk mengtahui penyebab
efektif dengan kriteria hasil: aritmia aritmia
KH Saat Target Keterangan 2. Identifikasi jenis aritmia 2. Untuk mengetahui
ini 3. Monitor keluhan nyeri dada kemungkinan kelainan
Gambaran 1 4 1. Menurun 4. Monitor respon hemodinamik jantung pada bagian apa
EKG 2. Cukup 5. Monitor saturasi oksigen 3. Untuk mengetahui tingkat,
Nyeri dada 1 4 menurun 6. Monitor kadar eletrolit penyebab, area, skala nyeri
3. Sedang 7. Berikan lingkungan yang 4. Untuk mengatahui kestabilan
Diaforesis 1 4
4. Cukup tenang hemodinamik dalam tubuh
Mual 1 4
meningkat 8. Pasang jalan napas buatan, 5. Untuk mengetahui pasien
Muntah 1 4 jika perlu kekurangan oksigen atau
5. Meningkat
9. Pasang askes intravena tidak
10. Pasang monitor jantung 6. Untuk mengetahui
11. Rekam EKG 12 sadapan keseimbangan kadar elektrot
12. Lakukan manuver valsava dalam tubuh
13. Berikan oksigen, sesuai 7. Agar pasien dapat beristirahat
indikasi dan tidak terkejut
14. Kolaborasi pemberian 8. Agar memudahkan pasien
antiaritmia dalam bernapas dalam
keadaan yang cukup parah
9. Untuk memudahkan terapi
obat-obatan
10. Untuk mengetahui
perkembangan jantung secara
inten
11. Untuk mengetahui adanya
kelainan pada jantung
12. Untuk mengembalikan irama
31

Jantung
13. Untuk mencukupi kebutuhan
oksigen pasien
14. Untuk mengobati aritmia
yang dialami pasien
32

Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dari suatu proses keperawatan,
yang terdiri dari perbandingan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
diamati dan tujuan atau kriteria hasil yang dicapai dalam fase desain. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan partisipasi klien dan keluarga.
Penilaian bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai tujuan.
Evaluasi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif berfokus terhadap aktivitas proses keperawatan dan
hasil implementasi keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah
perawat melaksanakan intervensi keperawatan untuk menilai efekti atau
tidak suatu tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Rumusan
penilaian formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan
SOAP, yaitu: subjektif (data berupa keluhan pelanggan), objektif (data
hasil ujian), analisis data (perbandingan data dengan teori), dan
perencanaan (planning).
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi Sumatif merupakan suatu tindakan setelah proses kepewatan
telah selesai dilakukan. Menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan adalah tujuan dari evaluasi sumatif.
Metode yang dapat digunakan dalam penilaian jenis ini adalah
melakukan wawancara akhir pelayanan, meminta tanggapan dari pasien
dan anggota keluarga tentang pelayanan keperawatan, dan mengatur
pertemuan akhir pelayanan.

Discharge Planning
Perencanaan kepulangan atau discharge planning adalah bagian dari proses
keperawatan dan fungsi utama dari perawatan. Perencanaan kepulangan
merupakan suatu proses yang kompleks dan bertujuan untuk menyiapkan pasien
dalam masa transisi di rumah sakit sampai pasien tersebut kembali ke rumahnya
(Rezkiki dan Fardilah, 2019). Perencanaan kepulangan dikatakan baik apabila
mengandung unsur penilaian pasien, pengembangan rencana yang disesuaikan
33

dengan kebutuhan pasien, penyediaan layanan, termasuk pendidikan keluarga dan


layanan rujukan, serta tindak lanjut berupa evaluasi atau follow up (Tage dkk,
2018).
34

EVIDENCE BASED NURSING


Terapi akupresur Sebagai Evidence Based Nursing Untuk Mengurangi Rasa
Nyeri Dada Pada Pasien Sindrom Koroner akut
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah. Salah satu penyakit jantung yang sering terjadi
adalah ACS (Acute Coronary Syndrome) yang merupakan bagian dari penyakit
jantung koroner/PJK. Bagian dari ACS meliputi angina pektoris tidak stabil
(Unstable Pectoris/UAP), infark miokard dengan ST Elevasi (ST Elevation
Myocard Infarct (STEMI), dan infark miokard tanpa ST Elevasi ( Non ST
Elevation Myocard Infarct/STEMI (Smit dkk, 2019). Penyakit jantung Acute
Coronary Syndrome secara klinis ditandai dengan adanya nyeri dada (angina) atau
dada terasa tertekan ketika beraktivitas.
Penggunaan yang tepat dari analgesik atau dengan kombinasi merupakan
penatalaksanaan yang paling efektif untuk menurunkan intensitas nyeri. Namun,
pada kenyataannya tidak semua nyeri dapat diintervensi dengan analgetik sistemik
bahkan beberapa penelitian menunjukkan hasil yang kurang baik pada
penggunaan obat-obat penurun rasa nyeri. Terdapat efek sampaing dalam
penggunnaan analgesik sebagai contoh obat tramadol yang merupakan opioid
sintetis memiliki efek samping mual, muntah, konstipasi, dan konfusi pada lansia.
Obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) dapat menyebabkan dispepsia,
perdarahan lambung, ulkus peptikum, perdarahan abnormal, kerusakan saluran
cerna, dan nefritis ginjal akut sehingga diperlukanya penatalaksanaan non-
farmakologis untuk dapat diterapkan sebagai pengganti intervensi atau kombinasi
dalam menurunkan intensitas nyeri (Kambu dkk, 2020).
Akupresur merupakan salah satu terapi komplementer berdasarkan pada
teori keseimbangan yang bersumber dari isi alam raya dan sifat-sifatnya yang
disebut Yin dan Yang. Pelaksanan akupresur dilakukan dengan memberikan
tekanan fisik pada beberapa titik pada permukaaan tubuh yang merupakan tempat
sirkulasi energi dan keseimbangan pada kasus gejala nyeri. Kelebihan teknik
akupresur yaitu aman, mudah, praktis, tidak memerlukan biaya besar, tidak
menimbulkan efek samping dan bisa dilakukan siapa saja (Kambu dkk, 2020).
35

Dengan memberikan tekanan fisik pada titik L14 pada permukaaan tubuh
yang merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan pada kasus gejala
nyeri dapat meningkatkan kadar endofrin dalam darah maupun sistemik, tetapi
memiliki daerah tangkap yang berbeda, sehingga penggunanan titik akupresur
berbeda sesuai dengan organ yang akan dituju dan sesuai indikasi. Endofrin
merupakan opiat tubuh secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitary yang
berguna untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi memori dan mood yang
kemudian akan memberikan perasaan relaks (Yam dkk, 2018).
Dalam penerapan teknik akupresur ini terjadi pelaporan skala penurunan
nyeri dada pada 7 responden dengan skor ratarata penurunan nyeri 2, ini
menunjukan bahwa akupresur mampu menurunkan skala nyeri dada pada pasien
dengan dengan kasus Acute Coronary Syndrome/ACS (Kambu dkk, 2020).
Menurut beberapa hasil pembahasan dari 15 studi tentang terapi akupresur 12
studi terbukti secara signifikan mampu menurunkan nyeri setelah pemberian
terapi akupresur (You dkk, 2018).
36

DAFTAR PUSTAKA
Aini, D. 2016. Faktor Risiko Tradisional Yang Kuat Dari Onset Pertama Infark
Miokard Akut Di RSUD Dr. Soetomo. Universitas Airlangga.

Amaliah, R., R. Yaswir, dan T. Prihandani. 2019. Gambaran homosistein pada


pasien infark miokard akut di rsup dr. m. djamil padang. Jurnal Kesehatan
Andalas. 8(2):351–355.

Ere, Y. W. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn. M.N.M Dengan St


Elevasi Miokard Infark Di Ruang ICCU Rsud Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang. KTI. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang. Kupang.

Fikriana, R. 2018. Sistem Kardiovaskuler. Edisi Pertama. Yogyakarta:


Deepublish.

Haig, C., Carrick, D., Carberry, J., Mangion, K., Maznyczka, A., Wetherall, K.,
McEntegart, M., Petrie, M. C., Eteiba, H., Lindsay, M., Hood, S., Watkins,
S., Davie, A., Mahrous, A., Mordi, I., Ahmed, N., Teng Yue May V., Ford,
I., Radjenovic, A., Welsh, P., Sattar, N., Oldroy,d K. G., Berry, C. 2019.
Current Smoking and Prognosis After Acute ST-Segment Elevation
Myocardial Infarction: New Pathophysiological Insights. JACC Cardiovasc
Imaging. 12(6): 993-1003.

Kambu, I. S. W., Kristinawati, B., dan Shlihien, S. 2020. Terapi Akupresur


Sebagai Evidence Based Nursing Untuk Mengurangi Nyeri Dada Pada
Pasien Sindrom Koroner Akut. Journal Of Health, Education and Literacy.
2(2): 69-73.

Massberg, S., dan Polzin, A. 2018. Update ESC-Guideline 2017: Dual


Antiplatelet Therapy. Dtsch Med Wochenschr. 143(15): 1090-1093.

Mechanic, O.J., Gavin, M., Grossman, S. A. 2022. Acute Myocardial Infarction


Updated 2021 Aug 11. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. [Diakses pada tanggal 10 April 2022 di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459269/].

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman


Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta: PERKI.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator


Diagnostik. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

PPNI. 2018a. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
37

PPNI. 2018b. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan


Keperawatan. Edisi I. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Rezkiki, F., dan Fardilah, V. N. 2019. Deskripsi Pelaksanaan Discharge Planning


di Ruang Rawat Inap. Real in Nursing Journal. 2(3): 126-136.

Scheen, A. J. 2018. From atherosclerosis to atherothrombosis : from a silent


chronic pathology to an acute critical event. Rev Med Liege. 73(5-6):224-
228.

Simanjuntak, G., M.Simamora, dan H.F.Sitorus. 2019. Perbandingan outcome


pasien infark miokard akut dengan dan tanpa diabetes mellitus. Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan Aisyiyah. 15(2): 111–116.

Smit, M., Coetzee, A. R., & Lochner, A. (2019). The Pathophysiology of


Myocardial Ischemia and Perioperative Myocardial Infarction. Journal of
Cardiothoracic and Vascular Anesthesia.
https://doi.org/10.1053/j.jvca.2019.10.005

Sofyan, I. 2016. Perbandingan Clinical Outcome Pasien Infark Miokard Akut ST-
Elevasi (STEMI) Pasca Terapi Intervensi Koroner Perkutan Primer Dan
Terapi Fibrinolitik Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Tage, Novieastari, E., dan Suhendri, A. 2018. Optimalisasi Pelaksanaan Discharge


Planning Terstruktur dan Terintegrasi. 2(1).

Wahyuningsih, H. dan Y. Kusmiyati. 2017. Anatomi Fisiologi. Edisi Pertama.


Jakarta: Kemenkes RI.

Yam, M. F, Loh, Y. C, Tan, C. S, Khadijah Adam, S., Abdul Manan, N., dan
Basir R. 2018. General Pathways of Pain Sensation and the Major
Neurotransmitters Involved in Pain Regulation. Int J Mol Sci. 19(8):2164.

You, Eunhea & Kim, David & Harris, Ryan & D'Alonzo, Karen. 2018. Effects of
Auricular Acupressure on Pain Management: A Systematic Review. Pain
Management Nursing. 20(10): 1016.

Anda mungkin juga menyukai