Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIARE

MAKALAH

Oleh

Kelompok 4 / Kelas C

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JEMBER
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIARE

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar Keperawatan Medikal Bedah – DKMB
(KPA 1318)
Dosen Pembimbing:
Ns. Nur Widayati, S. Kep., MN.
NIP. 19810610 200604 2 001

Oleh

Kelompok 4 / Kelas C

Dema Novita Hindom NIM 132310101033


Devita Nandasari NIM 172310101125
Aisyah Lely Trisnindasari NIM 172310101127
Dinda Siswi Awaliyah NIM 172310101139
Viola Alvionita NIM 172310101146
Efadatus Zakiyah NIM 172310101163

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
JEMBER
2018

ii
PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah kelompok mata kuliah Dasar Keperawatan Medikal Bedah dengan baik.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya dalam pembuatan
makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya.Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca supaya kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Serta dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Jember, 11 November 2018

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
PRAKATA ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT .......................................................... 3
2.1 Definisi Diare.................................................................................. 3
2.2 Etiologi Diare ................................................................................. 4
2.3 Patofisiologi Diare .......................................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis Diare ................................................................ 7
2.5 Prosedur Diagnostik Diare ........................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan Medis Diare ...................................................... 9
2.6.1 Non-farmakologi .................................................................... 9
2.6.2 Farmakologi ......................................................................... 10
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 12
3.1 Pengkajian .................................................................................... 12
3.2 Riwayat Kesehatan ...................................................................... 13
3.3 Pengkajian: Pola Gordon, NANDA ........................................... 14
3.4 Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 16
3.5 Analisa Data dan Masalah .......................................................... 17
3.6 Pathway ......................................................................................... 19
3.7 Diagnosa Keperawatan (NANDA) ............................................. 20
3.8 Perencanaan dan Intervensi Keperawatan (NOC dan NIC) ... 20
3.9 Implementasi Keperawatan ........................................................ 24
3.10 Evaluasi Keperawatan (SOAP) .................................................. 25
BAB 4. PENUTUP .......................................................................................... 26

iv
4.1 Kesimpulan ................................................................................... 26
4.2 Saran ............................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28

v
DAFTAR TABEL

Halaman
3.1 Analisa Data dan Masalah ....................................................................... 17
3.2 Perencanaan dan Intervensi Keperawatan (NOC dan NIC) .................... 20
3.3 Implementasi Keperawatan ..................................................................... 24
3.4 Evaluasi Keperawatan (SOAP) ............................................................... 25

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
3.1 Pathway Diare ......................................................................................... 19

vii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Populasi pekerja di Indonesia terus meningkat, menurut data Biro Pusat
Statistik, jumlah tenaga kerja di Indonesia yang pada tahun 1997 masih sekitar 89
juta, pada tahun 2000 sudah mencapai lebih dari 95 juta orang diantaranya 50%
bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, yang menurut ILO
merupakan sektor pekerjaan yang paling beresiko terhadap kesehatan dan
keselamatan pekerja, selain sektor pertambangan (Yuantari, 2009).
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada
kecenderungan semakin menurun di tiap tahun, namun angkatan kerja yang
bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari
angkatan kerja penduduk Indonesia. Banyak wilayah kabupaten di Indonesia yang
mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) (Yuantari, 2009).
Dalam bidang pertanian, pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad
pengganggu tanaman. Menurut FAO pestisida adalah setiap zat atau campuran
yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap
hama termasuk vektor terhadap manusia dan penyakit pada binatang, tanaman
yang tidak disukai dalam proses produksi. Penggunaan pestisida pertanian
Indonesia maju pesat dan juga petani menjadi senang dengan melihat hasil tanam
yang bagus serta tidak rusak diganggu dengan hama dan gulma (Yuantari, 2009).
Peranan pestisida dalam sistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat
menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhan kebutuhan produksi
pangan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk Indonesia, maka pada
konteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura
pestisida sudah tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertanian.
Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap
kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura yang
mengandung residu pestisida. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
banyak dampak negatif dari penggunaan pestisida, dampak negatif tersebut
2

diantaranya timbulnya pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu
sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer. Selain kasus pencemaran,
pestisida dapat menyebabkan keracunan pada manusia, yang salah satunya
ditandai dengan diare yang parah (Yuantari, 2009).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus
diare pada orangdewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat,
insidens kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar
900.000 kasus diare perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5
juta kasus kematian karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait
mortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional melaporkan
lebih dari 28.000 kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun, 51% kematian
terjadi pada lanjut usia. Selain itu, diare masih merupakan penyebab kematian
anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju (Amin, 2015).
Pada tahun 2004, di Indonesia diare merupakan penyakit dengan frekuensi
KLB kelima setelah DBD, campak, tetanus neonatorum dan keracunan makanan.
Angka kesakitan diare di Kalimantan Tengah dari tahun 2000-2004 fluktuatif dari
15,87 sampai 23,45 (Olyvta, 2010). Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis
ingin mengkaji lebih lanjut mengenai bagaimana asuhan keperawatan yang dapat
diberikan kepada klien yang mengalami gangguan gastrointestinal berupa diare
yang disebabkan oleh aktivitas pertanian. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
BAB 2. KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi Diare


Diare saat ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan, jutaan kasus
dilaporkan tiap tahunnya dan diperkirakan 4-5 juta orang meninggal karena diare.
Diare adalah keadaan buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari dengan
konsistensi cair atau lunak (Herdman dan Kamitsuru, 2015). Diare merupakan
salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di negara yang sedang
berkembang dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk, persediaan air yang
tidak adekuat, kemiskinan, dan pendidikan yang terbatas (WHO, 2013).
World Gastroenterology Organization (2008), mendefinisikan diare akut
adalah sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak
dari normal, dan berlangsungnya kurang dari 14 hari sedangkan diare kronis
adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare berdasarkan penyebabnya
dibedakan menjadi diare infeksi, noninfektif, organik, dan fungsional. Diare
infeksi adalah bila penyebabnya infeksi, sedangkan diare noninfektif bila tidak
ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare organik adalah
bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, horomonal, atau toksikologik.
Diare fungsional apabila tidak ditemukan penyebab organik (Setiawan, 2006).
Berdasarkan lamanya waktu diare dibagi menjadi diare akut dan kronis.
Diare akut biasanya berlangsung selama beberapa hari dan biasanya disebabkan
oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit. Diare kronis
berlangsung lebih lama daripada diare akut, umumnya lebih dari empat minggu.
diare kronis dapat mengindikasikan adanya gangguan yang serius, seperti kolitis
ulserativa atau penyakit crohn, atau sindrom iritasi usus besar. Gambaran klinis
diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari,
yang sering disertai dengan muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu
makan, darah dan lendir dalam kotoran dan rasa mual dan muntah-muntah dapat
mendahului diare yang disebabkan oleh virus (Vila dkk., 2000).
4

Diare dapat terjadi akibat kebiasaan manusia yang kurang sehat, maka dari
itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman dari tenaga kesehatan untuk merubah
perilaku yang tidak sehat menjadi sehat.

2.2 Etiologi Diare


Pada petani, diare dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Perilaku hygiene
Pola hygiene seseorang juga berpengaruh terhadap angka kejadian diare.
Seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut
dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan
dan kuku, dan kebersihan genitalia (Mengistie dkk., 2013; Gaffey dkk.,
2013). Hygiene perorangan sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebudayaan. Kebiasaan masyarakat yang tidak cuci tangan merupakan port
de entry bakteri. Cuci tangan sebaiknya menggunakan sabun dan dilakukan
pada lima waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar,
sebelum memegang bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum
menyiapkan makanan (Depkes RI, 2010). Tetapi pada kenyataanya para
petani yang sedang bekerja saat istirahat dan makan sering mengacuhkan
perilaku sehat yaitu mencuci tangan dikarenakan selama mereka bekerja
mereka dipastikan berinteraksi dengan bahan-bahan kimia. Karena itu
makanan yang mereka makan tidak lagi sehat karena personal hygiene yang
kurang sehingga sering terjadi diare (Rahman dkk., 2016).
2) Keracunan bahan kimia
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973, pestisida adalah semua zat
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk
memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
Mengingat fungsi tersebut petani sangat sering berinteraksi dengan bahan-
bahan kimia seperti pestisida. Misalnya saja di satu sisi petani menyemprot
pestisida dan disisi lain didekat petani tersebut ada makanan ataupun
minuman milik petani tersebut. Pestisida yang disemprotkan akan menyebar
5

dan berterbangan melalui udara dan jika pestisida tersebut mengenai


makanan ataupun minuman tadi lalu dikonsumsi oleh petani maka bisa
menjadi salah satu penyebab diare karena tubuh tidak mau menerima zat
asing yang masuk kedalam tubuh (Yuantari, 2009).
3) Sanitasi makanan
Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting di dalam kehidupan
manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan
mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak
mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat
menyebabkan penyakit. Ada dua faktor yang menyebabkan suatu makanan
menjadi berbahaya bagi manusia antara lain parasit misalnya cacing dan
amuba, golongan mikroorganisme misalnya salmonela dan shigella, zat
kimia misalnya bahan pengawet dan pewarna, bahan-bahan radioaktif
misalnya kobalt dan uranium, toksin atau racun yang dihasilkan
mikroorganisme. Kebersihan sanitasi makanan sangat berpengaruh terhadap
kejadian diare sehingga sangat diperlukan sanitasi yang baik untuk
mengurangi terjadinya penyakit diare (Soegijanto, 2009).

2.3 Patofisiologi Diare


Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1) Gangguan osmotik
Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen
dari usus halus yang dikarenakan oleh obat-obatan atau zat kimia yang yang
hiperosmotik, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa usus
misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa atau galaktosa (Aru
dan Sudoyo, 2006).
2) Diare sekretorik
Disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus dan
menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare tipe sekretorik secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Penyebab dari
6

diare ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera,
atau Eschersia colli (Setiawan, 2006).
3) Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle
empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier hati (Abdelhak dkk., 2007).
4) Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+
K+ ATP ase di enterosit dan diabsorbsi Na+ dan air yang abnormal
(Abdelhak dkk., 2007).
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus
sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab
gangguan motilitas antara lain; diabetes melitus, paska vagotomi, dan
hipertiroid (Johnson, 2008).
6) Gangguan permeabilitas usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal yang
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus (Setiawan, 2006).
7) Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik)
Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air
dan elektrolit ke dalam lumen, serta gangguan absorbsi air-elektrolit.
Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri shigella)
atau noninfeksi (kolitis ulseratif dan penyakit chron) (Setiawan, 2006).
8) Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dilihat dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak
mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan
diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut menjadi diare
toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah kolera. Enterotoksin yang
dihasilkan kuman Vibrio cholera atau eltor merupakan protein yang dapat
menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat
7

siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion
klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium dan kalium.
Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak
terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air,
natrium, ion, kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion
natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida),
kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang
diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus (Setiawan, 2006).

2.4 Manifestasi Klinis Diare


Menurut Amin (2015), terdapat temuan riwayat dan pemeriksaan fisik pada
tanda dan gejala diare yang memerlukan evaluasi lanjutan, yaitu sebagai berikut:
1) Demam > 38°C
2) Nyeri abdomen berat, terutama pada pasien usia di atas 50 tahun
3) Riwayat perawatan rumah sakit
4) Berada di panti jompo
5) Riwayat penggunaan antibiotik
6) Disentri (darah dan mukus di tinja)
7) ≥ 6 kali buang air besar dalam waktu 24 jam
8) Gejala memburuk setelah 48 jam
9) Gejala dehidrasi berat (pusing, haus berat, penurunan jumlah urin).
Populasi risiko tinggi yang membutuhkan evaluasi lanjutan antara lain:
1) Pasien lanjut usia (> 70 tahun)
2) Pasien immunocompromised
3) Wisatawan asing
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan tubuh yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan
menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi
8

menonjol, turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik (Amin, 2015).
Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini akan
merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih cepat dan lebih
dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam
karbonat agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik
yang tidak dikompensasi, bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan base
excess sangat negatif (Amin, 2015).
Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan
kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria; bila tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik
menjadi lebih berat, akan terjadi pemusatan sirkulasi paru-paru dan dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali (Amin, 2015).

2.5 Prosedur Diagnostik Diare


Dalam evaluasi pasien pada diare infeksinya dimulai dari pemeriksaan
feses. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit. Sensitivitas leokosit feses
terhadap inflamasi patogen yang terdeteksi dengan kultur feses yang bervariasi
dari 45% - 95% dan tergantung jenis patogennya. Pada pasien diare berat dengan
demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah,
natrium kalium, dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan radiologis seperti
sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya, biasanya tidak dapat membantu
mengevaluasi diare akut infeksi (Amin, 2015).
9

Menurut Prihantosa (2013), pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada


diare akut adalah sebagai berikut:
1) Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisis gas darah, kultur dan tes
kepekaan dan terhadap antibiotika.
2) Urin: urin lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
3) Tinja:
a) Pemeriksaan mikroskopik: tinja perlu dilakukan pada semua penderita
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan pada tinja
yang tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran
gastrointestinal.
b) Pemeriksaan mikroskopik: untuk mencari adanya leokosit agar
mendapatkan informasi tentang penyakit diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja dapat
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon.

2.6 Penatalaksanaan Medis Diare


2.6.1 Non-farmakologi
Secara non-farmakologi, diare dapat ditangani dengan memanajaemen
cairan dan elektrolit. Aspek yang paling penting adalah menjaga hidrasi
yang adekuat dan keseimbangan eletrolit selama dalam episode akut. Aspek
ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang dilakukan pada semua pasien
kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat membahayakan jiwa yang
memerlukan hidrasi intravena. Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar (Amin, 2015).
Cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan dua pisang atau
satu cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Paisen harus
minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak merasa haus pertama
kalinya. Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik,
seperti cairan salin normal atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan
10

sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus dipantau dengan baik
dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernafasan, dan lain lain. Serta
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian diubah ke cairan rehidrasi oral
sesegera mungkin (Wijaya, 2012).
Pasien sebaiknya mengkonsumsi makanan-makanan yang tinggi
kalori, tinggi protein, diet lunak tidak merangsang, bila tidak tahan laktosa
diberikan rendah laktosa, bila maldigesti lemak diberikan rendah lemak.
Bila penyakit chron dan kolitis ulserosa diberikan rendah serat pada
keadaan akut. Minum yang banyak dan bila perlu infus untuk mencegah
dehidrasi (Artiani, 2012).

2.6.2 Farmakologi
Menurut Amin (2015), secara farmakologi diare dapat ditangani
dengan mengkonsumi obat seperti di bawah ini:
a) Antibiotik
Pemberian antibiotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
aku infeksi, dikarenakan 40 % kasus diare infeksi sembuh kurang dari
3 hari tanpa pemberian antibiotik. Antibiotik diindikasikan pada
pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses
berdarah, leokosit dan feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong. Dan pasien immunocompromised. Pemberian
antibiotik dapat secara empiris, tetapi terapi antibiotik spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
b) Obat Anti-diare
(1) Kelompok Anti – Sekresi Selektif
Racecadotril bermanfaat sebagai penghambat enzim
enkephalinase, sehingga encephalin dapat bekerja normal
kembali, perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi elektrolit,
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan.
11

(2) Kelompok Opiat


Tergolong kodein fosfat, loperamid HCL, serta kombinasi
difenoksilat dan atropine sulfat. Penggunaan kodein adalah 15 –
60 mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/3 – 4 kali sehari. Efek
kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbs cairan, sehingga dapat diperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare.
(3) Kelompok Absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismuth subsalisitat, pectin, kaolin,
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini
dapat menyerap bahan infeksius atau toksin. Melalui efek
tersebut, sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat–
zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
(4) Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh–tumbuhan yang berasal dari plantago oveta,
psyllium, karaya (strerculia), ispraghulla, coptidis, dan Catechu
dapat membentuk koloid dengan cairan dalam lumen usus dan
akan mengurangi frekueni dan konsistensi feses, tetapi tidak
dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.
(5) Probiotik
Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria
atau Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya
diseluran cerna akan memiliki efek positif karena berkompetisi
untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Untuk mengurangi atau
menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah adekuat.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1) Data Dasar
a) Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. “S”
Tempat/Tanggal lahir : Jember, 02 Januari 1970
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 48 Tahun
Alamat : Ds. Sawahan Kec. Rambipuji Kab. Jember
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Yang bertanggung jawab
Nama : Ny. “N”
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ds. Sawahan Kec. Rambipuji Kab. Jember
Agama : Islam
Hub. Dengan pasien : Istri
b) Riwayat Penyakit Sekarang : Diare dan demam
c) Riwayat Penyakit Dahulu : Diare dan demam
d) Riwayat Penyakit Keluarga :-
2) Data Subjektif
a) Pasien berkata, “Sudah dua hari ini saya BAB-nya encer, banyak
airnya saat saya BAB daripada fesesnya. Saya juga mengalami
demam”.
b) Pasien mengeluh sudah BAB empat kali dalam sehari selama dua hari
terakhir dan merasa lemas.
c) Keluarga mengatakan bahwa sebelumnya pasien makan makanan saat
istirahat bekerja di sawah ketika menyemprotkan pestisida untuk
hama.
13

d) Pasien mengeluh tidak nafsu makan karena merasa mual dan ingin
muntah.
e) Pasien mengeluh susah untuk memulai tidur.
3) Data Objektif
a) Warna feses putih pucat
b) Bentuk feses lembek
c) Pasien terlihat lemas dan pucat, konjungtiva anemis
d) Tekanan Darah 80/50 mmHg, nadi 112 x/mnt (takikardi), RR 26
x/mnt, suhu 39°C, peristaltik 40 x/mnt
e) Kulit daerah sekitar anus kemerahan

3.2` Riwayat Kesehatan


1) Keluhan Utama
Saat MRS : Demam dan diare
Saat pengkajian : Klien mengatakan bahwa badannya terasa lemas,
demam, disertai diare dan tidak nafsu makan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakatan badannya demam dua hari yang lalu, disertai dengan
BAB 4 x/hari dengan feses berwarna pucat, lembek, dan cair.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan bahwa dahulu pernah sakit diare 3 x/hari dengan feses
berwarna pucat, disertai badan panas dan kehilangan nafsu makan
1) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang pernah
mengalami sakit diare seperti yang di alami pasien.
2) Riwayat Sosial
Pasien mengatakan bahwa tinggal dekat di lingkungan persawahan dan
ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah.
14

3.3 Pengkajian: Pola Gordon, NANDA


A) Pola Fungsional Gordon
1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Istri pasien mengatakan apabila kesehatan merupakan hal penting, jika
ada salah satu anggota keluarga yang sakit maka akan segera dibawa
ke pelayanan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolik
Makan : Tn. “S” tidak nafsu makan, namun sebelum sakit diare
Tn. “S” dapat menghabiskan 1 porsi makanan.
Minum : Tn. “S” minumnya sedikit.
3) Pola Eliminasi
BAK : 4 x/hari
BAB : 4 x/hari warna pucat bercampur air
4) Pola aktifitas dan latihan
Pasien merasa lemas dan mengeluh sakit
5) Pola istirahat tidur
Pasien mengeluh sulit untuk memulai tidur
6) Pola persepsi sensoris dan kognitif
Pasien mengenal orang di sekilingnya
7) Pola hubungan dengan orang lain
Pasien saling mengenal orang yang ada disekitarnya
8) Pola reproduksi/seksual
Klien berjenis kelamin laki-laki dan gangguan genetalia tidak
dijelaskan
9) Pola persepsi diri dan konsep diri
Klien ingin sembuh dengan cepat dan segera pulang ke rumahnya
10) Pola mekanisme koping
Pasien akan mengeluh kesakitan apabila tidak enak badan
11) Pola nilai kepercayaan/keyakinan
Semua anggota keluarga beragama Islam. Pasien dan keluarga yakin
bahwa pasien akan sembuh
15

B) Pengkajian NANDA
1) Promosi kesehatan
Istri pasien mengatakan jika ada salah satu anggota keluarga yang
sakit maka akan segera dibawa ke pelayanan kesehatan
2) Nutrisi
Pasien mengeluh tidak nafsu makan dan keluarga mengatakan pasien
sedikit minum
3) Eliminasi dan pertukaran
Pasien mengeluh diare dengan intensitas 4 x/hari
4) Aktivitas/istirahat
Pasien mengeluh susah untuk memulai tidur
5) Persepsi/kognisi
Persepsi dan kognisi baik
6) Persepsi diri
Tidak dijelaskan dalam kasus
7) Hubungan peran
Tidak dijelaskan dalam kasus
8) Seksualitas
Pasien adalah seorang laki-laki, dan tidak dijelakan mengenai
gangguan seksualitas
9) Koping/toleransi stress
Tidak dijelaskan
10) Prinsip hidup
Pasien dan keluarga yakin akan segera sembuh dan pulang ke
rumahnya
11) Keamanan/perlindungan
Tidak dijelaskan
12) Kenyamanan
Pasien kurang nyaman karena terus menerus ke kamar mandi
13) Pertumbuhan/perkembangan
Tidak dijelaskan
16

3.4 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki (head to toe) berdasarkan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi pada pasien diare:
1) Kepala
Bentuk kepala normal (normocephalic) dan simetris. Warna rambut hitam
dan kulit kepala bersih.
2) Muka
Bentuk muka simetris dan tidak ada kelainan, raut muka menunjukkan
ekspresi meringis.
3) Mata
Bentuk mata simetris, terlihat lebih cekung, tidak ikterik, fungsi penglihatan
baik, tidak ada sekret, konjungtiva merah muda, sklera putih, dan mata
cowong.
4) Hidung
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, dapat membedakan bau-bauan,
tidak ada lesi, dan mukosa merah.
5) Mulut
Bentuk simetris, bibir merah, dan mukosa kering.
6) Telinga
Bentuk simetris, fungsi pendengaran baik, tidak ada benjolan, dan tidak ada
serumen.
7) Dada
Inspeksi : Dada simetris dan pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Tidak ada benjolan
Perkusi : Paru sonor dan jantung dullnes
Auskultasi : Irama nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak terdengar
ronki, bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising
8) Abdomen
Inspeksi : Simetris dan tidak ada lesi
Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/mnt
Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
Perkusi : Hipertimpani dan perut kembung
17

9) Ekstremitas
a) Bagian atas
Tidak ada keluhan
b) Bagian bawah
Tidak ada keluhan
10) Integumen
Warna kulit coklat dan turgor terlihat baik
11) Punggung
Tidak ada kelainan tulang belakang
12) Genetalia
Jenis kelamin laki-laki
13) Anus
Kulit daerah anus kemerahan.

3.5 Analisa Data dan Masalah


Nama Pasien : Tn. “S” No Ruangan : 08
Umur : 48 tahun

Tabel 3.1 Analisa Data dan Masalah

No Data Etiologi Masalah

1. DS: Meningkatnya frekuensi Kekurangan


- Pasien mengeluh BAB volume cairan
lemas
DO: Gangguan keseimbangan
- TD menurun cairan dan elektrolit
80/50 mmHg
- Peningkatan Dehidrasi
frekuensi nadi 112
x/mnt (takikardi) Kekurangan volume cairan
18

- Peningkatan suhu
tubuh pasien 39°C
2. DS: Distensi abdomen Ketidakseimbangan
- Pasien mengeluh nutrisi: kurang dari
kurang nafsu Mual dan muntah kebutuhan tubuh
makan
- Pasien Nafsu makan menurun
mengatakan
apabila makan Ketidakseimbangan nutrisi:
merasa mual dan kurang dari kebutuhan
ingin muntah tubuh
DO:
- Membran mukosa
dan wajah pasien
pucat
- Bising usus
hiperaktif 40
x/mnt
- Pasien mengalami
diare
- Konjungtiva
anemis

3. DS:- Hipersekresi air dan Kerusakan


DO: elektrolit Integritas Kulit
- Pasien mengalami pada Perianal
gangguan Diare
permukaan kulit
pada perianal Meningkatnya frekuensi
- Pada sekitar kulit BAB
perianal
mengalami Kerusakan integritas kulit
19

kemerahan pada Perianal

3.6 Pathway
Kekurangan Cairan
dan Elektrolit

Maladsorbsi KH, Makanan Infeksi


protein, lemak
Gangguan Penyerapan
Tekanan osmotik motilitas usus sari makanan
meningkat tak adekuat
Hiperperistaltik
Reabsorbsi usus Hipersekre
besar terganggu si air dan
Penyerapan di usus elektrolit
menurun

Diare

Meningkatnya Inflamasi saluran


frekuensi BAB pencernaan

Gangguan Kulit sekitar anus Mual-muntah


keseimbangan iritasi/kemerahan
cairan elektrolit
Anoreksia
Dehidrasi Sering digaruk

Ketidakseimbangan
Kekurangan Kerusakan nutrisi: Kurang dari
volume cairan integritas kulit kebutuhan tubuh
pada perianal

Gambar 3.1 Pathway Diare


20

3.7 Diagnosa Keperawatan (NANDA)


Diagnosa keperawatan menurut prioritas:
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat
3) Kerusakan integritas kulit pada perianal berhubungan dengan peningkatan
intensitas BAB

3.8 Perencanaan dan Intervensi Keperawatan (NOC dan NIC)

Tabel 3.2 Perencanaan dan Intervensi Keperawatan (NOC dan NIC)

No Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi

1 Kekurangan volume Setelah dilakukan NIC:


cairan berhubungan tindakan keperawatan Manajemen
dengan output 2x24 jam diharapkan cairan:
berlebihan pasien tidak 1) Pertahankan
kekurangan cairan intake dan
output yang
NOC: akurat
Status nutrisi: Intake 2) Monitor
makanan dan cairan status hidrasi
dan
Kriteria hasil: kelembaban
a) Mempertahankan membran
urine output sesuai mukosa
dengan usia dan BB 3) Monitor vital
(urin normal) sign
b) Tekanan darah, nadi, 4) Monitor
dan suhu dalam batas masukan
normal makanan
21

c) Tidak ada tanda- 5) Kolaborasi


tanda dehidrasi. obat dengan
Elastisitas turgor kulit dokter
baik, membran 6) Monitor berat
mukosa lembab, tidak badan
ada rasa haus yang
berlebihan.

Skala:
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada keluhan
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan NIC:
nutrisi: kurang dari tindakan keperawatan Manajemen nutirisi
kebutuhan tubuh 2x24 jam diharapkan 1) Kaji adanya
berhubungan dengan nutrisi pasien terpenuhi alergi makanan
intake tidak adekuat 2) Kolaborasi
NOC: dengan ahli gizi
Status nutrisi: Intake untuk
makanan dan cairan menentukan
jumlah kalori
Kriteria Hasil: dan nutrisi yang
a) Adanya dibutuhkan
peningkatan berat pasien
badan sesuai 3) Monitor jumlah
dengan tujuan nutrisi dan
b) Berat badan ideal kandungan
sesuai dengan kalori
tinggi badan 4) Berikan
c) Mampu informasi
22

mengidentifikasi tentang
kebutuhan nutrisi kebutuhan
d) Tidak ada tanda- nutrisi
tanda malnutrisi 5) Kaji
kemampuan
Skala: pasien untuk
1) Ekstrim mendapatkan
2) Berat nutrisi yang
3) Sedang dibutuhkan
4) Ringan 6) Nutrition
5) Tidak ada monitoring BB
pasien dalam
batas normal
7) Monitor adanya
penurunan berat
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan NIC:
kulit pada perianal tindakan Pressure
berhubungan dengan keperawatan 2x24 management
peningkatan jam diharapkan 1) Jaga kebersihan
intensitas BAB tidak terjadi infeksi. kulit agar tetap
kering dan
NOC: bersih
Tissue Integrity skin 2) Monitor kulit
adanya
Kriteria Hasil: kemerahan
a) Integritas kulit 3) Mandikan
yang baik bisa pasien dengan
dipertahankan sabun dan air
(sensasi, hangat
elastisitas, 4) Anjurkan pasien
temperatur, untuk
hidrasi) menggunakan
23

b) Tidak ada luka pakaian yang


atau lesi pada longgar
kulit 5) Hindari kerutan
c) Mampu pada tempat
melindungi kulit tidur
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami

Skala:
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada keluhan
24

3.9 Implementasi Keperawatan

Tabel 3.3 Implementasi Keperawatan

No Hari, Tanggal, Implementasi Respon Pasien TTD


Pukul dan
Nama

Senin, 10-11-18

1 Pukul 07.00 1) Mengkaji 1) Pasien mengatakan Ƴ


adanya alergi tidak ada alergi Ners.
makanan terhadap makanan Nadya

2 Pukul 07.10 2) Mengkaji 2) Pasien mengatakan Ƴ


keluhan utama tidak nafsu makan, Ners.
pasien lemas dan BAB- Nadya
nya cair sudah 4x
ke kamar mandi

3 Pukul 07.20 3) Memonitor 3) Pasien mengatakan Ƴ


input dan output mual apabila Ners.
pasien makan Nadya

4 Pukul 07.30 4) Melakukan 4) Pasien mau makan Ƴ


kolaborasi bubur walaupun Ners.
dengan ahli gizi sedikit Nadya
dengan
memberikan
bubur kepada
pasien atau
makanan yang
cukup nutrisi
25

5 Pukul 07.45 5) Menganjurkan 5) Pasien mau makan Ƴ


pasien makan walaupun hanya Ners.
sedikit-sedikit sedikit Nadya
tetapi sering

6 Pukul 08:15 6) Menganjurkan 6) Pasien mau Ƴ


pasien untuk meminum obat Ners.
meminum obat diare yang Nadya
diberikan

3.10 Evaluasi keperawatan (SOAP)

Tabel 3.4 Evaluasi Keperawatan (SOAP)

No Hari, Tanggal, Evaluasi TTD


Pukul dan
Nama

1. Senin,10-11-18 S : Pasien mengatakan masih lemas tetapi Ƴ


sudah enak makan walaupun kadang mual
Ners.
O : Klien masih tampak lemas
Nadya
Aktifitas dibantu keluarga
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi No. 3,4,5,6
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas, dapat diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1) Diare merupakan salah satu penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas
di negara yang sedang berkembang dengan kondisi sanitasi lingkungan yang
buruk, persediaan air yang tidak adekuat, kemiskinan, dan pendidikan yang
terbatas.
2) Penyebab diare antara lain perilaku hygiene yang buruk, keracunan bahan
kimia, dan sanitasi makanan yang buruk.
3) Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare berupa gangguan osmotik,
disekretorik, malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak, defek sistem
pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit, motilitas dan waktu
transit usus abnormal, gangguan permeabilitas usus, inflamasi dinding usus
(diare inflamatorik) dan diare infeksi.
4) Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang
berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus,
berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
5) Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada diare akut adalah
pemeriksaan darah, pemeriksaan urine, dan pemeriksaan tinja yang berupa
pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksaan mikroskopik.
6) Penatalaksanaan medis pada pasien diare dapat dilakukan dengan non-
farmakologi dan farmakologi. Secara non-farmakologi, dapat dilakukan
27

dengan mengganti cairan dan elektrolit. Sedangkan secara farkamologi


dapat ditangani dengan antibiotik dan obat anti-diare.

4.2 Saran
Sebagai perawat sebaiknya dalam pengembangan intervensi keperawatan
dapat direncanakan agar penanganan pasien diare lebih baik dalam
penanganannya. Selain itu perawat juga bisa melakukan penelitian agar intervensi
yang dihasilkan lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdelhak, M., S. Groustick, dan J. Ellen. 2007. Health Information Management;


Management of A Strategic Resource. Missouri: Sounders Elsevier.

Amin, L. Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education. 42(7): 504-
508.

Artiani, A. 2012. Kajian Swamedikasi Diare Penghuni Kost Wilayah Gatak, Pabelan,
Kartasura. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Aru, W. dan B. S. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kedua Volume
3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman dan C. M. Wargner. 2016. Nursing


Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. New York: Elsevier Inc.
Terjemahan oleh Nurjannah, I. dan R. D. Tumanggor. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Singapura: Elsevier Singapore Pte
Ltd.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Depkes RI.

Gaffey, M., K. Wazny, D. Bassani, dan Z. A. Bhutta. 2013. Dietary Management of


Childhood Diarrhea in Low and Middle-Income Countries: A Systematic Review.
Bmc Public Health. 13: 1-7.

Herdman, T. H. dan S. Kamitsuru. 2015. NANDA International Inc. Nursing Diagnoses:


Definitions & Classifications 2015-1017. Tenth Edition. Hoboken: John Wiley &
Sons Inc. Terjemahan oleh Keliat, B. A., H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono dan
M. A. Subu. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Johnson, E. B.. 2008. Cotextual Teaching and Learning. Terjemahan oleh Ibnu
Setiawan. Bandung: MLC.
29

Mengistie, B., Y. Berhane, dan W. Alemayehu. 2013. Prevalence of Diarrhea and


Associated Risk Factors Among Children Under-Five Years of Age in Eastern
Ethiopia. Open Journal Of Preventive Medicine. 3(7): 446-453.

Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Maas dan E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes


Classifications (NOC). Fifth Edition. New York: Elsevier Inc. Terjemahan oleh
Nurjannah, I. dan R. D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC): Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia. Singapura:
Elsevier Singapore Pte Ltd.

Olyvta, A. 2010. Analisis Kejadian Diare pada Anak Balita di Kelurahan Tanjung Sari
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973. Pengawasan atas


Peredaran, Penyimpanan, dan Penggunaan Pestisida.

Prihantosa, M. I. 2013. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh pada


An. M dengan Gastroenteritis Akut di Ruang Cempaka RSUD. Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga. Tesis. Purwokerto: Program Studi Keperawatan D.III
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Rahman, H. F., S. Widoyo, H. Siswanto, dan Biantoro. 2016. Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Diare di Desa Solor Kecamatan Cermee
Bondowoso. Nurseline Journal. 1(1): 24-35

Setiawan, B. 2006. Diare Akut Karena Infeksi. Dalam Sudoyo A. W., B. Setiyohadi, I.
Alwi, M. Simadibrata, dan S. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Soegijanto, S. 2009. Infeksi Penyakit Tropis. Jakarta: Sagung Seto.

Vila, J., M. Vargas, J. Ruiz, M. Corachan, M. T. J. D. Anta, dan J. Gascon. 2000.


Quinolone Resistance in Enterotoxigenic Escherichia coli Causing Diarrhea in
Travelers to India in Comparison with Other Geographical Areas. Antimicrobial
Agents and Chemotherapy. 44(6): 1731-1733.
30

Wijaya, N. 2012. Diare. https://www.academia.edu/9542449/diare. [Diakses pada 12


November 2018].

World Gastroenterology Organization. 2008. World Gastroenterology Organization


Practice Guideline: Acute Diarrhea.

World Health Organization. 2013. Diarrheal Disease. USA: WHO.

Yuantari, M. G. C. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan


Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber
Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Tesis. Semarang:
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai