Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN KISTA OVARIUM

NAMA : VIOLA ALVIONITA, S.Kep.


NIM : 212311101151

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DASAR PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN KISTA OVARIUM
Oleh Viola Alvionita (NIM 212311101151)

1. Diagnosis Medis atau Masalah Utama


Kista ovarium

2. Proses Terjadinya Masalah


a. Pengertian
Kista ovarium adalah kantung atau ruang berisi cairan atau jaringan
lain yang terbentuk di ovarium (Katoa dkk., 2020; Mobeen dan Apostol,
2022; The American College of Obstetricians and Gynecologist, 2017).
Menurut Katoa dkk. (2020), kista ovarium sangat umum terjadi pada wanita
premenopause, terutama wanita yang lebih muda. Sedangkan, menurut The
American College of Obstetricians and Gynecologist (2017), kista ovarium
sangat umum terjadi pada wanita selama tahun-tahun subur atau setelah
menopause. Sebagian besar kista ovarium bersifat jinak (non-kanker) dan
hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan (Katoa dkk., 2020; The
American College of Obstetricians and Gynecologist, 2017).

b. Klasifikasi
Menurut Katoa dkk. (2020), secara garis besar, terdapat dua jenis
kista, yaitu:
1) Kista fisiologis atau fungsional: Kista ini berukuran > 5 cm dan terus
memproduksi hormon, sehingga menstruasi bisa tertunda.
2) Kista patologis: Kista patologis memiliki ciri-ciri abnormal, dan lebih
cenderung terlihat padat. Banyak di antaranya adalah tumor jinak
(non-kanker), tetapi perlu dinilai dan diangkat karena memiliki
kemungkinan menjadi ganas (kanker). Beberapa jenis kista ini
termasuk teratoma (kista dermoid) yang paling sering terjadi pada
wanita yang lebih muda, kistadenoma serosa yang memiliki cairan
serosa tipis, serta kistadenoma musinosa yang merupakan kista besar
dengan cairan kental. Kista jenis ini akan terus tumbuh sampai
diangkat.

Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist


(2017), beberapa jenis kista ovarium, adalah sebagai berikut:
1) Kista fungsional: Kista jenis ini merupakan jenis yang paling umum,
biasanya tidak menimbulkan gejala, dan sering hilang tanpa
pengobatan dalam waktu 6 – 8 minggu.
2) Teratoma: Kista jenis ini mengandung berbagai jenis jaringan yang
membentuk tubuh, seperti kulit dan rambut. Kista jenis ini mungkin
ada sejak lahir tetapi dapat tumbuh selama tahun-tahun reproduksi
wanita. Dalam kasus yang sangat jarang, beberapa teratoma dapat
menjadi kanker.
3) Kistadenoma: Kista jenis ini terbentuk di permukaan luar ovarium dan
dapat tumbuh sangat besar, tetapi biasanya jinak.
4) Endometrioma: Kista jenis ini terbentuk sebagai akibat dari
endometriosis.

c. Etiologi
Menurut Brennan dkk. (2022), terdapat beberapa kemungkinan
penyebab kista ovarium, yaitu:
1) Ketidakseimbangan hormon
Ketidakseimbangan hormon dapat menyebabkan kemungkinan yang
lebih tinggi untuk mengembangkan kista ovarium. Ketidakseimbangan
hormon dapat dipicu oleh perawatan kesuburan yang sedang berlangsung
atau masalah mendasar lainnya.
2) Kehamilan
Setelah sel telur dilepaskan dari folikel, kista korpus luteum terkadang
dapat terus tumbuh menjadi kehamilan wanita. Seringkali, kista dapat
sembuh dengan sendirinya selama kehamilan atau setelahnya.
3) Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi yang cukup umum yang menyebabkan
sel-sel endometrium dari rahim tumbuh di luar dinding rahim. Jaringan
endometrium dapat menempel pada ovarium dan membentuk kista.
4) Infeksi panggul
Infeksi panggul dapat menyebabkan pembentukan kista jika infeksi
mencapai ovarium.
5) Kista sebelumnya
Jika sebelumnya seseorang pernah mengalami kista ovarium,
kemungkinan besar akan mengalami kista lainnya.

d. Faktor Risiko
Menurut Mobeen dan Apostol (2022), faktor risiko pembentukan kista
ovarium, meliputi:
1) Pengobatan infertilitas: Pasien yang diobati dengan gonadotropin atau
agen induksi ovulasi lainnya dapat mengembangkan kista sebagai
bagian dari sindrom hiperstimulasi ovarium.
2) Tamoksifen.
3) Kehamilan: Dalam kehamilan, kista ovarium dapat terbentuk pada
trimester kedua saat kadar human Chorionic Gonadotropin (hCG)
memuncak.
4) Hipotiroidisme.
5) Gonadotropin ibu: Efek transplasenta gonadotropin ibu dapat
menyebabkan perkembangan kista ovarium janin.
6) Merokok.
7) Ligasi tuba: Kista fungsional telah dikaitkan dengan sterilisasi ligasi
tuba.
e. Patofisiologi
Selama siklus menstruasi normal, fase folikular ditandai dengan
peningkatan produksi Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang mengarah
pada pemilihan folikel dominan untuk priming untuk dilepaskan dari
ovarium. Dalam ovarium yang berfungsi normal, produksi estrogen dari
folikel dominan menyebabkan lonjakan Hormon Luteinizing (LH) yang
mengakibatkan ovulasi. Setelah ovulasi, sisa folikel membentuk korpus
luteum yang menghasilkan progesteron yang menghambat produksi FSH
dan LH. Jika kehamilan tidak terjadi, progesteron menurun dan FSH
maupun LH meningkat, dan siklus berikutnya dimulai (Mobeen dan
Apostol, 2022).
1) Kista fisiologis atau fungsional
Kista fisiologis muncul dari fungsi normal ovarium melalui siklus
menstruasi. Dalam 2 minggu pertama siklus menstruasi, sel telur
berkembang dalam kista folikel kecil di ovarium. Pada saat ovulasi, kista
telah tumbuh menjadi 2 – 3 cm. Ovulasi terjadi (telur dilepaskan) dan kista
sekarang menjadi korpus luteum. Fungsinya untuk membuat hormon untuk
memelihara kehamilan atau mempersiapkan rahim untuk menstruasi. Kista
fungsional terbentuk baik dalam fase folikular atau fase luteal. Kista ini
berukuran lebih besar dari 5 cm dan terus memproduksi hormon, sehingga
menstruasi bisa tertunda (Katoa dkk., 2020).
2) Kista patologis
Kista ini timbul dari pertumbuhan berlebih sel yang tidak sesuai di
dalam ovarium dan mungkin ganas atau jinak. Kista jinak adalah serosa,
musinosa, dan kistadenoma. Kista ganas muncul dari semua subtipe
ovarium. Kista ini paling sering muncul dari epitel permukaan dan sebagian
kistik. Kista ganas lainnya adalah teratoma dan endometrioma. Kista
dermoid atau teratoma kistik matang mengandung unsur-unsur dari ketiga
lapisan germinal yang berbeda (ektodermal, mesodermal, dan endodermal)
dan tampak kompleks tetapi dapat memiliki berbagai penampilan karena
jaringan yang dikandungnya. Struma ovarii adalah teratoma khusus yang
sebagian besar terdiri dari jaringan tiroid matur dan terdapat pada sekitar 5%
teratoma ovarium. Meskipun sebagian besar jinak, kista dermoid dapat
mengalami transformasi ganas (Mobeen dan Apostol, 2022).

f. Manifestasi Klinis
Menurut Brennan dkk. (2022), meskipun beberapa kista ovarium
terjadi tanpa rasa sakit dan tidak membahayakan, beberapa wanita dengan
kista mengalami gejala yang signifikan, yaitu:
1) Sakit panggul
Ketika kista ovarium berkembang, beberapa wanita mengalami nyeri
sedang hingga berat. Rasa sakit dapat terjadi sebagai nyeri tumpul, konstan,
hingga nyeri yang tajam atau tiba-tiba. Bagi banyak wanita, nyeri panggul
adalah gejala umum dari kista ovarium. Rasa sakit ini sering terjadi selama
atau setelah berhubungan seks. Selain nyeri panggul selama hubungan
seksual, beberapa wanita mengalami nyeri atau nyeri punggung bawah,
kram di kaki, atau nyeri payudara.
2) Kembung
Kembung yang sering terjadi dengan perasaan berat atau penuh di
perut adalah gejala umum dari kista ovarium. Kembung dapat berfluktuasi
dalam intensitas sepanjang siklus.
3) Penambahan berat badan
Kista ovarium terkadang disertai dengan penambahan berat badan
yang drastis atau tidak biasa. Hal ini dapat terjadi ketika kista ovarium
adalah hasil dari ketidakseimbangan hormon.
4) Menstruasi yang menyakitkan dan berat
Gejala umum kista ovarium adalah nyeri haid. Banyak wanita juga
mengalami pendarahan hebat, kram yang sangat menyakitkan, dan kembung
parah.
5) Komplikasi kamar mandi
Beberapa kista muncul dengan gejala kesulitan buang air kecil,
kesulitan buang air besar, sulit buang air besar, dan urgensi kencing.
6) Pendarahan tidak normal
Jika mengalami pendarahan di luar periode menstruasi, bercak, atau
pendarahan hebat yang tidak biasa selama periode menstruasi, maka
mungkin telah mengembangkan kista ovarium.

g. Penatalaksanaan
Ada beberapa pilihan pengobatan yang tersedia, tetapi pada akhirnya
manajemen tergantung pada usia pasien, status menopause, ukuran kista,
dan apakah kista memiliki karakteristik yang mencurigakan untuk
keganasan. Kista unilocular kurang dari 10 cm biasanya jinak tanpa
memandang usia pasien. Oleh karena itu, jika pasien tidak menunjukkan
gejala, maka dapat dipantau secara konservatif dengan Ultrasonografi
(USG) transvaginal serial karena sebagian besar kista sembuh secara
spontan tanpa intervensi. Jika kista tidak sembuh setelah beberapa siklus
menstruasi, itu tidak mungkin menjadi kista fungsional, dan pemeriksaan
lebih lanjut diindikasikan (Mobeen dan Apostol, 2022).
Kista ovarium janin disebabkan oleh stimulasi hormonal. Juga,
hubungan antara kista ovarium janin dan diabetes ibu dan hipotiroidisme
janin telah ditemukan. Sebagian besar kista ovarium janin biasanya
berukuran kecil dan tidak beraturan selama beberapa bulan pertama
kehidupan dan tidak signifikan. Kista ini didiagnosis pada trimester ketiga
kehamilan, dan sebagian besar cenderung sembuh pada 2 hingga 10 minggu
pascakelahiran (Mobeen dan Apostol, 2022).
Sebagian besar kista terkait kehamilan, korpus luteal, dan folikel
menghilang pada usia kehamilan 14 hingga 16 minggu secara spontan
sehingga memungkinkan manajemen konservatif. Resolusi kista kurang
mungkin bila lebih besar dari 5 cm atau morfologi kompleks. Kista
sederhana yang lebih kecil dari 6 cm hanya memiliki kurang dari 1% risiko
keganasan (Mobeen dan Apostol, 2022).
Pada wanita dari segala usia, endometrioma harus ditindaklanjuti
dengan sonogram 6 sampai 12 minggu setelah pencitraan awal, kemudian
setiap tahun sampai diangkat melalui pembedahan. Kista dermoid juga
harus memiliki tindak lanjut tahunan dengan ultrasound sampai operasi
pengangkatan (Mobeen dan Apostol, 2022).
Indikasi untuk pembedahan termasuk dugaan torsi ovarium, massa
adneksa persisten, nyeri perut akut, dan kecurigaan keganasan. Pembedahan
pada wanita pra-menopause memprioritaskan pelestarian kesuburan, dan
setiap upaya dilakukan untuk menghilangkan jaringan ovarium minimal.
Pasien hamil dapat memiliki kista yang mungkin memerlukan penanganan
bedah. Meskipun laparoskopi aman pada semua trimester kehamilan,
idealnya dianjurkan untuk melakukan operasi pada trimester kedua (Mobeen
dan Apostol, 2022).

h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut The American College of Obstetricians and Gynecologist
(2017), tes berikut ini merupakan tes yang disarankan untuk menegakkan
diagnosis kista:
1) Pemeriksaan USG: Tes ini menggunakan gelombang suara untuk
membuat gambar organ dalam. Alat yang disebut transduser
ditempatkan di dalam vagina atau di perut. Tampilan yang dihasilkan
oleh gelombang suara menunjukkan bentuk, ukuran, dan lokasi kista.
Pandangan juga menunjukkan apakah kista itu padat atau berisi cairan.
2) Tes darah: Tes darah digunakan untuk mengukur kadar zat yang
disebut CA 125. Peningkatan kadar CA 125 bersama dengan temuan
tertentu dari USG dan pemeriksaan fisik, dapat meningkatkan
kekhawatiran akan kanker ovarium, terutama pada wanita yang sudah
melewati masa menopause. Beberapa tes darah lainnya juga dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi apakah massa pada
ovarium berkaitan dengan kanker ovarium.
3. a. Pohon Masalah atau Pathways
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron

Degenerasi ovarium

Kista ovarium

Pertumbuhan ovarium

Membesar

Pre-operasi

Menekan organ di sekitar ovarium Kurang informasi Komplikasi kista


tentang penyakit
Nyeri Akut Ruptur
Menekan Menekan anus Rasa sebah
vesika urinaria pada abdomen
Obstipasi Defisit Pengetahuan Perdarahan dalam kista
Anoreksia
Retensi Urine
Konstipasi Risiko Perdarahan
Nausea

Muntah

Risiko Defisit Nutrisi

Post-operasi

Pengaruh anestesi

Penururnan Relaksasi otot-otot Luka operasi Nervus vagus


peristaltik usus polos lambung Risiko Cedera
Reflek menelan
Penurunan Port de entry Diskontinuitas menurun
absorbsi air di Nausea jaringan
kolon
Risiko Infeksi Risiko Aspirasi
Muntah
Nyeri Akut
Risiko Konstipasi Intake nutrisi
menurun

Penurunan metabolisme
Defisit Nutrisi
Hipolisis

Peningkatan asam laktat

Keletihan

Defisit Perawatan Diri

Gambar 1. Pathways Kista Ovarium


b. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Pengkajian yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan kista
ovarium, adalah sebagai berikut:
1) Identitas klien: Terdiri dari data pribadi klien, meliputi nama, umur,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, agama, penghasilan, golongan
darah, dan alamat; serta data pribadi suami klien. Klien dengan kista
ovarium biasanya memasuki usia subur, premenopause, maupun
setelah menopause.
2) Keluhan utama: Penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit. Klien
dengan kista ovarium biasanya mengeluhkan nyeri perut pada bagian
bawah.
3) Riwayat penyakit sekarang: Berisi riwayat penyakit yang diderita pada
saat masuk rumah sakit, alasan masuk rumah sakit yang terdiri dari
empat komponen (rincian awitan, riwayat interval yang lengkap,
status saat ini, dan alasan mencari bantuan saat ini), upaya yang telah
dilakukan, dan terapi yang diberikan. Klien dengan kista ovarium
biasanya menderita sakit pinggang dan nyeri pada bagian bawah perut
bagian bawah serta mengetahui adanya penyakit kronis dan
keterbatasan fisik.
8) Riwayat penyakit dahulu: Berisi informasi adakah riwayat daya tubuh
yang menurun, riwayat pengobatan (pemakaian obat, dosis yang
digunakan, cara pemakaian obat), riwayat operasi, riwayat alergi, dan
riwayat imunisasi atau vaksinasi. Klien dengan kista ovarium biasanya
memiliki riwayat penyakit endometriosis, infeksi panggul,
hipotiroidisme, kista sebelumnya, riwayat pengobatan infertilitas,
mengkonsumsi tamoksifen, dan ligasi tuba.
4) Riwayat kesehatan keluarga: Mengenai riwayat kesehatan yang
dimiliki oleh anggota keluarga, apakah pernah mempunyai penyakit
yang sama seperti yang diderita oleh pasien, riwayat penyakit
degeneratif, riwayat penyakir menular, dan genogram. Biasanya klien
memiliki keluarga yang juga memiliki riwayat kista ovarium.
5) Riwayat psikososial: Tanyakan tentang keadaan emosi dan kegemaran
atau jenis kegiatan yang disukai pasien.
6) Pola-pola fungsi kesehatan:
a) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat: Berisi persepsi klien
dan keluarga klien tentang anggapan penyakitnya, cara
menangani penyakitnya, pemeliharaan kesehatan, tingkat
pengetahuan, dan lingkungan di sekitarnya maupun faktor-faktor
budaya yang mungkin mempengaruhi. Klien dengan kista
ovarium biasanya memiliki kebiasaan merokok.
b) Pola nutrisi dan metabolik: Terdiri dari antoprometri,
biomedical sign, clinical sign, dan pola makan klien. Klien
dengan kista ovarium biasanya mengalami kembung dan defisit
nutrisi karena merasa mual dan muntah serta nafsu makan
menurun, dan mengalami penambahan berat badan.
c) Pola aktivitas: Terdiri dari kemandirian aktivitas harian (Activity
Daily Living / ADL) berupa makan/minum, toileting,
berpakaian, mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi
atau Range of Motion (ROM); status oksigenasi; fungsi
kardiovaskuler; dan kebersihan diri. Tanyakan juga kegiatan
klien sehari-hari sebelum sakit. Klien kista ovarium yang telah
melakukan operasi dan masih berada di bawah pengaruh
anestesi biasanya mengalami keletihan akibat defisit nutrisi
sehingga memiliki kebersihan diri yang kurang.
a) Pola eliminasi: Terdiri dari pola buang air kecil maupun besar
klien yang berupa frekuensi, jumlah, warna, bau, karakteristik,
berat jenis, alat bantu, dan kemandirian; serta balance cairan.
Pasien dengan kanker serviks yang sudah memasuki stadium
akhir atau penyakitnya berlanjut akan mengalami gangguan
Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), serta
terdapat darah dalam urine. Klien dengan kista ovarium
biasanya mengalami retensi urine dan konstipasi.
d) Pola persepsi sensoris: Terdiri dari persepsi kognitif pasien
meliputi kemampuan berkomunikasi, pendengaran, penglihatan,
dan persepsi sensori. Persepsi sensori dapat berupa apakah klien
dapat merasakan sentuhan dan rangsangan.
e) Pola konsep diri: Terdiri dari bagaimana pasien memandang
dirinya dengan kondisi saat ini dan menanyakan apakah pasien
merasa cemas dengan kondisinya. Tanyakan juga mengenai citra
diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas diri.
f) Pola hubungan dan peran: Berisi informasi mengenai hubungan
klien dengan keluarga maupun lingkungannya, perhatian,
kedekatan di antara anggota, dan interaksi sosial dengan orang
lain. Peran merupakan perilaku seseorang ketika memperoleh
status atau posisi yang berbeda.
g) Pola reproduksi dan seksual: Terdiri dari bagaimana hubungan
seksualitas pasien. Klien dengan kista ovarium biasanya enggan
melakukan hubungan seksual dikarenakan adanya nyeri pada
panggul.
h) Pola penanggulangan stres atau koping dan toleransi stress:
Berisi informasi mengenai kondisi psikis klien dan cara klien
maupun keluarga dalam menangani stress atau bosan serta tidak
nyaman serta mekanisme pertahanan diri.
7) Riwayat obstetrik: Terdiri dari riwayat menstruasi (menarche,
lamanya, siklus, hari pertama haid terakhir, dismenorea, fluor albus,
dan menopause), riwayat perkawinan, riwayat kehamilan dan
persalinan, riwayat kelainan obstetrik, dan riwayat penggunaan
kontrasepsi. Klien dengan kista ovarium biasanya mengalami nyeri
haid, pendarahan hebat, dan kram yang sangat menyakitkan, serta
pernah melakukan ligasi tuba.
8) Riwayat ginekologi: Berisi tentang riwayat kesehatan, penanganan,
hingga perawatan penyakit yang terkait dengan organ reproduksi
wanita.
9) Pemeriksaan Fisik: Meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
dari ujung rambut hingga ujung kaki.
a) Keadaan umum: Berisi informasi mengenai klien tampak
bagaimana dan kesadaran klien.
b) Tanda-tanda vital: Terdiri dari suhu tubuh, denyut nadi, tekanan
darah, respirasi, tinggi badan, dan berat badan. Klien dengan
kista ovarium biasanya mengalami penambahan berat badan.
c) Kepala dan leher: Perhatikan bentuk dan kesimetrisan kepala,
palpasi tengkorak, periksa adanya nodus atau pembengkakan,
perhatikan kebersihan kulit kepala, lesi, kerontokan, dan
perubahan warna. Kaji bentuk mata dan kesimetrisan mata,
pemeriksaan pada konjungtiva dan sklera, reflek pupil terhadap
cahaya, pengeluaran air mata, struktur kelopak mata, dan
keluhan pada mata. Kaji bentuk telinga, letak pina, kebersihan,
fungsi pendengaran, lesi ataupun edema. Periksa hidung untuk
menilai adanya kelainan bentuk, kebersihan, distribusi bulu
hidung, pernafasan cuping hidung, dan ada tidaknya epitaksis.
Kaji bentuk bibir, warna, mukosa bibir, warna bibir, ada
tidaknya labiopalatoskizis, kebersihan mulut, keadaan lidah,
pembengkakan tonsil, dan lesi. Kaji bentuk leher, letak trakea,
peningkatan Jugularis Vena Pressure (JVP), pembesaran
kelenjar tiroid, kaku kuduk, dan reflek menelan. Klien dengan
kista ovarium biasanya memiliki konjungtiva yang anemis
akibat perdarahan serta mukosa yang kering akibat kurangnya
asupan nutrisi yang dikonsumsi.
d) Toraks/dada: Inspeksi kesimetrisan dada, warna kulit, frekuensi
napas, kedalaman, dan kesulitan bernapas meliputi takipnea,
dispnea, pernapasan dangkal, retraksi dinding dada, pektus
ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung), dan
barrel chest. Palpasi adanya nyeri tekan, massa, dan vocal
fremitus. Perkusi apakah pekak atau sonor. Auskultasi suara
pernapasan tambahan dan bunyi jantung.
e) Pemeriksaan payudara: Kaji bentuk, warna, lesi, jejas, massa,
dan nyeri pada payudara.
f) Abdomen: Kaji bentuk perut, warna, struktur dan tekstur perut,
ada tidaknya hernia umbilikalis, pengeluaran cairan, frekuensi
bising usus, massa, pembesaran hati dan ginjal, dan nyeri tekan.
Klien dengan kista ovarium biasanya memiliki perut yang
membesar, teraba massa, dan nyeri tekan pada abdomen.
g) Genetalia dan anus: Pemeriksaan vagina, vulva, uterus, serta ada
atau tidaknya lesi dan inflamasi. Kaji lubang anus, ada tidaknya
benjolan, kondisi kulit perianal, dan lesi. Klien dengan kista
ovarium biasanya mengalami perdarahan pervaginam.
h) Punggung: Kaji bentuk punggung, lesi, dan kelainan pada tulang
punggung.
i) Ekstremitas: Kaji kelengkapan jumlah jari tangan maupun kaki,
adanya kelainan bentuk tulang, fraktur, edema, lokasi
pemasangan infus, kekuatan otot, dan Capillary Refill Time
(CRT). Klien dengan kista ovarium dengan perdarahan yang
tidak ditangani biasanya memiliki gangguan perfusi jaringan
perifer dengan tanda berupa CRT > 3 detik.
j) Integumen: Kaji adanya edema, lesi, warna kulit, jejas, pitting
edema, massa, nyeri tekan, akral, dan turgor.
10) Pemeriksaan laboratorium: Terdiri dari pemeriksaan darah untuk
mengukur kadar zat CA 125 dan beberapa tes darah lainnya.
11) Pemeriksaan diagnostik lain: Meliputi hasil pemeriksaan USG.
Tabel 1. Analisis data dan masalah keperawatan

Pengelompokan Data Masalah


DS: Kategori: Psikologis
- Mengeluh nyeri Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
Kode Diagnosis D.0077:
DO: Nyeri Akut
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis. waspada, Definisi:
posisi menghindari nyeri) Pengalaman sensorik atau emosional
- Gelisah yang berkaitan dengan kerusakan
- Frekuensi nadi meningkat jaringan aktual atau fungsional,
- Sulit tidur dengan onset mendadak atau lambat
- Tekanan darah meningkat dan berintensitas ringan hingga berat
- Pola napas berubah yang berlangsung kurang dari 3
- Nafsu makan berubah bulan.
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
DS: Kategori: Psikologis
- Mengeluh mual Subkategori: Nyeri dan Kenyamanan
- Merasa ingin muntah Kode Diagnosis D.0076:
- Tidak berminat makan Nausea
- Merasa asam di mulut
- Sensasi panas/dingin Definisi:
- Sering menelan Perasaan tidak nyaman pada bagian
belakang tenggorok atau lambung
DO: yang dapat mengakibatkan muntah.
- Saliva meningkat
- Pucat
- Diaforesis
- Takikardia
- Pupil dilatasi
DS: Kategori: Fisiologis
- Semsasi penuh pada kandung kemih Subkategori: Eliminasi
- Dribbling Kode Diagnosis D.0050:
Retensi Urine
DO:
- Disuria/anuria Definisi:
- Distensi kandung kemih Pengosongan kandung kemih yang
- Inkontinensia berlebih tidak lengkap.
- Residu urine 150 mL atau lebih
DS: Kategori: Fisiologis
- Defekasi kurang dari 2 kali seminggu Subkategori: Eliminasi
- Pengeluaran feses lama dan sulit Kode Diagnosis D.0049:
- Mengejan saat defekasi Konstipasi

DO: Definisi:
- Feses keras Penurunan defekasi normal yang
- Peristaltik usus menurun disertai pengeluaran feses sulit dan
- Distensi abdomen tidak tuntas serta feses kering dan
- Kelemahan umum banyak.
- Teraba massa pada rektal
DS: Kategori: Perilaku
- Menanyakan masalah yang dihadapi Subkategori: Penyuluhan dan
Pembelajaran
DO: Kode Diagnosis D.0111:
- Menunjukkan perilaku tidak sesuai Defisit Pengetahuan
anjuran
- Menunjukkan persepsi yang keliru Definisi:
terhadap masalah Ketiadaan atau kurangnya informasi
- Menjalani pemeriksaan yang tidak kognitif yang berkaitan dengan topik
tepat tertentu.
- Menunjukkan perilaku berlebihan
(mis. apatis, bermusuhan, agitasi,
histeria)
DS: - Kategori: Fisiologis
Subkategori: Sirkulasi
DO: - Kode Diagnosis D.0012:
Risiko Perdarahan

Definisi:
Berisiko mengalami kehilangan
darah baik internal (terjadi di dalam
tubuh) maupun eksternal (terjadi
hingga keluar tubuh).
DS: - Kategori: Fisiologis
Subkategori: Nutrisi dan Cairan
DO: - Kode Diagnosis D.0032:
Risiko Defisit Nutrisi

Definisi:
Berisiko mengalami asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
DS: Kategori: Fisiologis
- Cepat kenyang setelah makan Subkategori: Nutrisi dan Cairan
- Kram/nyeri abdomen Kode Diagnosis D.0019:
- Nafsu makan mneurun Defisit Nutrisi

DO: Definisi:
- Berat badan menurun minimal 10% di Asupan nutrisi tidak cukup untuk
bawah rentang ideal memenuhi kebutuhan metabolisme.
- Bising usus hiperaktif
- Otot pengunyah lemah
- Otot menelan lemah
- Membran mukosa pucat
- Sariawan
- Serum albumin turun
- Rambut rontok berlebihan
- Diare
DS: Kategori: Fisiologis
- Merasa energi tidak pulih walaupun Subkategori: Aktivitas dan Istirahat
telah tidur Kode Diagnosis D.0057:
- Merasa kurang tenaga Keletihan
- Mengeluh lelah
- Merasa bersalah akibat tidak mampu Definisi:
menjalankan tanggung jawab Penurunan kapasitas kerja fisik dan
- Libido menurun mental yang tidak pulih dengan
istirahat.
DO:
- Tidak mampu mempertahankan
aktivitas rutin
- Tampak lesu
- Kebutuhan istirahat meningkat
DS: Kategori: Perilaku
- Menolak melakukan perawatan diri Subkategori: Kebersihan Diri
Kode Diagnosis D.0056:
DO: Defisit Perawatan Diri
- Tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara Definisi:
mandiri Tidak mampu melakukan atau
- Minat melakukan perawatan diri menyelesaikan aktivitas perawatan
kurang diri.
DS: - Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi
DO: - Kode Diagnosis D.0006:
Risiko Aspirasi

Definisi:
Berisiko mengalami masuknya
sekresi gastrointestinal, sekresi
orofaring, benda cair atau padat ke
dalam saluran trakeobronkhial akibat
disfungsi mekanisme protektif
saluran napas.
DS: - Kategori: Lingkungan
Subkategori: Keamanan dan Proteksi
DO: - Kode Diagnosis D.0136:
Risiko Cedera

Definisi:
Berisiko mengalami bahaya atau
kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya
sehat atau dalam kondisi baik.
DS: - Kategori: Lingkungan
Subkategori: Keamanan dan Proteksi
DO: - Kode Diagnosis D.0142:
Risiko Infeksi

Definisi:
Berisiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik.
DS: - Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi
DO: - Kode Diagnosis D.0052:
Risiko Konstipasi

Definisi:
Berisiko mengalami penurunan
frekuensi normal defekasi disertai
kesulitan dan pengeluaran feses tidak
lengkap.
Sumber: Persatuan Perawat Nasional Indonesia / PPNI (2017)

4. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan kista
ovarium, adalah sebagai berikut:
a. Pre-operasi
- Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis.
- Nausea b.d peningkatan tekanan intraabdominal.
- Retensi urine b.d peningkatan tekanan uretra.
- Konstipasi b.d obstipasi.
- Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi.
- Risiko perdarahan b.d proses keganasan.
- Risiko defisit nutrisi b.d faktor psikologis.
b. Post-operasi
- Nyeri akut b.d agen pencedera fisik.
- Nausea b.d efek agen farmakologis.
- Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan.
- Keletihan b.d penurunan metabolisme.
- Defisit perawatan diri b.d kelemahan.
- Risiko aspirasi b.d efek agen farmakologis.
- Risiko cedera b.d efek agen farmakologis.
- Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif.
- Risiko konstipasi b.d penurunan motilitas gastrointestinal.

5. Intervensi Keperawatan

Tabel 2. Intervensi keperawatan

Diagnosis Tujuan dan Kriteria Tindakan Keperawatan


Hasil
Pre-operasi
Nyeri akut b.d Tujuan: Manajemen Nyeri (1.08238)
agen pencedera Setelah dilakukan Definisi:
fisiologis. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan tingkat pengalaman sensorik atau emosional
nyeri menurun. yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau fungsional dengan
Kriteria Hasil: onset mendadak atau lambat dan
Tingkat Nyeri berintensitas ringan hingga berat dan
(L.08066) konstan.
Definisi: Observasi:
Pengalaman sensorik 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
atau emosional yang durasi, frekuensi, kualitas,
berkaitan dengan intensitas nyeri.
kerusakan jaringan 2) Identifikasi skala nyeri.
aktual atau 3) Identifikasi respons nyeri non-
fungsional, dengan verbal.
onset mendadak atau 4) Monitor efek samping
lambat dan penggunaan analgetik.
berintensitas ringan
hingga berat dan Terapeutik:
konstan. 5) Berikan teknik non-
1) Keluhan nyeri. farmakologis untuk mengurangi
2) Meringis. rasa nyeri (mis. Transcutaneus
3) Sikap protektif. Elektrical Nerve Stinulation
4) Kesulitan tidur. (TENS), hipnosis, akupresur,
5) Frekuensi nadi. terapi musik, biofeedback, terapi
6) Pola napas. pijat, aromaterapi, teknik
7) Tekanan darah. imajinasi terbimbing, kompres
8) Pola tidur. hangat/dingin, terapi bermain).
6) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
7) Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi:
8) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
9) Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
10) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
11) Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri.

Kolaborasi:
12) Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu.
Nausea b.d Tujuan: Manajemen Mual (1.03117)
peningkatan Setelah dilakukan Definisi:
tekanan tindakan Mengidentifikasi dan mengelola
intraabdominal. keperawatan perasaan tidak enak pada bagian
diharapkan tingkat tenggorok atau lambung yang dapat
nausea menurun. menyebabkan muntah.
Observasi:
Kriteria Hasil: 1) Identifikasi pengalaman mual.
Tingkat Nausea 2) Identifikasi isyarat non-verbal
(L.08065) ketidaknyamanan (mis. bayi,
Definisi: anak-anak, dan mereka yang
Perasaan tidak tidak dapat berkomunikasi
nyaman pada bagian secara efektif.)
belakang tenggorok 3) Identifikasi faktor penyebab
atau lambung yang mual (mis. pengobatan dan
tidak dapat prosedur).
mengakibatkan 4) Monitor mual (mis. frekuensi,
muntah. durasi, dan tingkat keparahan).
1) Nafsu makan. 5) Monitor asupan nutrisi dan
2) Keluhan mual. kalori.
3) Perasaan ingin
muntah. Terapeutik:
4) Perasaaan asam 6) Kendalikan faktor lingkungan
di mulut. penyebab mual (mis. bau tak
5) Frekuensi sedap, suara, dan rangsangan
menelan. visual yang tidak
6) Jumlah saliva. menyenangkan).
7) Takikardia. 7) Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis.
kecemasan, ketakutan,
kelelahan).
8) Berikan makanan dalam jumlah
kecil dan menarik.
9) Berikan makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau,dan tidak
berwarna, jika perlu.

Edukasi:
10) Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup.
11) Anjurkan sering membersikan
mulut, keculi jika merangsang
mual.
12) Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah lemak.
13) Ajarkan penggunaan teknik
non-farmakologis untuk
mengatasi mual (mis.
biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik,
akupresur).

Kolaborasi:
14) Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu.
Retensi urine b.d Tujuan: Kateterisasi Urin (1.04148)
peningkatan Setelah dilakukan Definisi:
tekanan uretra. tindakan keperawatan Masukkan selang kateter urine ke
diharapkan eliminasi dalam kandung kemih.
urine membaik. Observasi:
1) Periksa kondisi pasien (mis.
Kriteria Hasil: kesadaran, tanda-tanda vital,
Eliminasi Urine daerah perineal, distensi
(L.04034) kandung kemih, inkontinensia
Definisi: urine, refleks berkemih).
Pengosongan
kandung kemih yang Terapeutik:
lengkap. 2) Siapkan peralatan, bahan-bahan,
1) Distensi kandung dan ruang tindakan.
kemih. 3) Siapkan pasien: bebaskan
2) Berkemih tidak pakaian bawah dan posisikan
tuntas dorsal rekumben (untul wanita)
(hesitancy). dan supine (untuk laki-laki).
3) Volume residu 4) Pasang sarung tangan.
urine. 5) Bersihkan daerah perineal atau
4) Disuria. preposium dengan cairan NaCl
5) Frekuensi BAK. atau aquades.
6) Lakukan insersi kateter urine
dengan menerapkan prinsip
aseptik.
7) Sambungkan kateter urine
dengan urine bag.
8) Isi balon dengan NaCl 0,9%
sesuai anjuran pabrik.
9) Fiksasi selang kateter di atas
simpisis atau di paha.
10) Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah dari
kandung kemih.
11) Berikan label waktu
pemasangan.

Edukasi:
12) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine.
13) Anjurkan menarik napas saat
insersi selang kateter.
Konstipasi b.d Tujuan: Manajemen Konstipasi (1.04155)
obstipasi. Setelah dilakukan Definisi:
tindakan Mengidentifikasi dan mengelola
keperawatan pencegahan dan mengatasi
diharapkan sembelit/impaksi.
eliminasi fekal Observasi:
membaik. 1) Periksa tanda dan gejala
konstipasi.
Kriteria Hasil: 2) Periksa pergerakan usus,
Eliminasi Fekal karakteristik feses (konsistensi,
(L.04033) bentuk, volume, dan warna).
Definisi: 3) Identifikasi faktor risiko
Proses defekasi konstipasi (mis. obat-obatan,
normal yang disertai tirah baring, dan diet rendah
dengan pengeluaran serat).
feses mudah dan
kosistensi, Terapeutik:
frekuensi, serta 4) Anjurkan diet tinggi serat.
bentuk feses normal. 5) Lakukan masase abdomen, jika
1) Keluhan perlu.
defekasi lama 6) Lakukan evakuasi feses secara
dan sulit. manual, jika perlu.
2) Mengejan saat 7) Berikan enema atau irigasi,
defekasi. jika perlu.
3) Distensi
abdomen. Edukasi:
4) Teraba massa 8) Jelaskan etiologi masalah dan
pada rektal. alasan tindakan.
5) Nyeri abdomen. 9) Anjurkan peningkatan asupan
6) Frekuensi cairan, jika tidak ada
defekasi. kontraindikasi.
7) Peristaltik usus. 10) Latih buang air besar secara
teratur.
11) Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi.

Kolaborasi:
12) Konsultasi dengan tim medis
tentang
penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus.
13) Kolaborasi penggunakan obat
pencahar, jika perlu.
Defisit Tujuan: Edukasi Kesehatan (1.12383)
pengetahuan b.d Setelah dilakukan Definisi:
kurang terpapar tindakan keperawatan Mengajarkan pengelolaan faktor
informasi. diharapkan tingkat risiko penyakit dan perilaku hidup
pengetahuan bersih serta sehat.
membaik. Observasi:
1) Identifikasi kesiapan dan
Kriteria Hasil: kemampuan menerima
Tingkat Pengetahuan informasi.
(L.12111)
Definisi: Terapeutik:
Kecukupan informasi 2) Sediakan materi dan media
kognitif yang pendidikan kesehatan.
berkaitan dengan 3) Jadwalkan pendidikan
topik tertentu. kesehatan sesuai kesepakatan.
1) Perilaku sesuai 4) Berikan kesempatan untuk
anjuran. bertanya.
2) Kemampuan
menjelaskan Edukasi:
pengetahuan 5) Jelaskan faktor risiko yang
tentang suatu dapat mempengaruhi kesehatan.
topik.
3) Perilaku sesuai
dengan
pengetahuan.
4) Pertanyaan
tentang masalah
yang dihadapi.
5) Persepsi yang
keliru terhadap
masalah.

Risiko Tujuan: Pencegahan Perdarahan (1.02067)


perdarahan b.d Setelah dilakukan Definisi:
proses tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan menurunkan
keganasan. diharapkan tingkat risiko atau komplikasi stimulus yang
perdarahan menurun. menyebabkan perdarahan atau risiko
perdarahan.
Kriteria Hasil: Observasi:
Tingkat Perdarahan 1) Monitor tanda dan gejala
(L.02017) perdarahan.
Definisi: 2) Monitor nilai
Kehilangan darah hematokrit/hemoglobin sebelum
baik internal (terjadi dan setelah kehilangan darah.
di dalam tubuh) 3) Monitor tanda-tanda vital
maupun eksternal ortostatik.
(terjadi hingga keluar
tubuh). Terapeutik:
1) Perdarahan 4) Pertahankan bed rest selama
vagina. perdarahan.
2) Hemoglobin. 5) Batasi tindakan invasif, jika
3) Hematokrit. perlu.
4) Tekanan darah. 6) Hindari pengukuran suhu rektal.
5) Deyut nadi
apikal. Edukasi:
6) Suhu tubuh. 7) Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan.
8) Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan.
9) Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K.
10) Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan.

Kolaborasi:
11) Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu.
12) Kolaborasi pemberian produk
darah.
Risiko defisit Tujuan: Manajemen Nutrisi (1.03119)
nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan Definisi:
psikologis. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan status asupan nutrisi yang seimbang.
nutrisi membaik. Observasi:
1) Identifikasi status nutrisi.
Kriteria Hasil: 2) Identifikasi alergi dan
Status Nutrisi intoleransi makanan.
(L.03030) 3) Identifikasi makanan disukai.
Definisi: 4) Identifikasi kebutuhan kalori
Keadekuatan asupan dan jenis nutrien.
nutrisi untuk 5) Monitor asupan makanan.
memenuhi kebutuhan 6) Monitor berat badan.
metabolisme. 7) Monitor hasil pemeriksaan
1) Porsi makanan laboratorium.
yang dihabiskan.
2) Perasaan cepat Terapeutik:
kenyang. 8) Lakukan oral hygiene sebelum
3) Nyeri abdomen. makan, jika perlu.
4) Berat badan. 9) Fasilitasi menentukan pedoman
5) Indeks Massa diet (mis. piramida makanan).
Tubuh (IMT). 10) Sajikan makanan secara menarik
6) Frekuensi makan. dan suhu yang sesuai.
7) Nafsu makan. 11) Berikan makanan tinggi serat
8) Membran untuk mencegah konstipasi.
mukosa. 12) Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein.
13) Berikan suplemen makanan, jika
perlu.

Edukasi:
11) Anjurkan posisi duduk, jika
perlu.
12) Ajarkan diet yang
diprogramkan.
Kolaborasi:
13) Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika perliu.
14) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.
Post-operasi
Nyeri akut b.d Tujuan: Manajemen Nyeri (1.08238)
agen pencedera Setelah dilakukan Definisi:
fisik. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan tingkat pengalaman sensorik atau
nyeri menurun. emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional
Kriteria Hasil: dengan onset mendadak atau
Tingkat Nyeri lambat dan berintensitas ringan
(L.08066) hingga berat dan konstan.
Definisi: Observasi:
Pengalaman sensorik 1) Identifikasi lokasi,
atau emosional yang karakteristik, durasi, frekuensi,
berkaitan dengan kualitas, intensitas nyeri.
kerusakan jaringan 2) Identifikasi skala nyeri.
aktual atau fungsional, 3) Identifikasi respons nyeri non-
dengan onset verbal.
mendadak atau lambat 4) Monitor efek samping
dan berintensitas penggunaan analgetik.
ringan hingga berat dan
konstan. Terapeutik:
1) Keluhan nyeri. 5) Berikan teknik non-
2) Meringis. farmakologis untuk
3) Sikap protektif. mengurangi rasa nyeri (mis.
4) Kesulitan tidur. Transcutaneus Elektrical
5) Frekuensi nadi. Nerve Stinulation (TENS),
6) Pola napas. hipnosis, akupresur, terapi
7) Tekanan darah. musik, biofeedback, terapi
8) Pola tidur. pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain).
6) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
7) Fasilitasi istirahat dan tidur.
Edukasi:
8) Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
9) Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
10) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
11) Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi:
12) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
Nausea b.d efek Tujuan: Manajemen Mual (1.03117)
agen Setelah dilakukan Definisi:
farmakologis. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan tingkat perasaan tidak enak pada bagian
nausea menurun. tenggorok atau lambung yang
dapat menyebabkan muntah.
Kriteria Hasil: Observasi:
Tingkat Nausea 1) Identifikasi pengalaman mual.
(L.08065) 2) Identifikasi isyarat non-verbal
Definisi: ketidaknyamanan (mis. bayi,
Perasaan tidak anak-anak, dan mereka yang
nyaman pada bagian tidak dapat berkomunikasi
belakang tenggorok secara efektif.)
atau lambung yang 3) Identifikasi faktor penyebab
tidak dapat mual (mis. pengobatan dan
mengakibatkan prosedur).
muntah. 4) Monitor mual (mis. frekuensi,
1) Nafsu makan. durasi, dan tingkat
2) Keluhan mual. keparahan).
3) Perasaan ingin 5) Monitor asupan nutrisi dan
muntah. kalori.
4) Perasaaan asam
di mulut. Terapeutik:
5) Frekuensi 6) Kendalikan faktor lingkungan
menelan. penyebab mual (mis. bau tak
6) Jumlah saliva. sedap, suara, dan rangsangan
7) Takikardia. visual yang tidak
menyenangkan).
7) Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis.
kecemasan, ketakutan,
kelelahan).
8) Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik.
9) Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak
berbau,dan tidak berwarna,
jika perlu.

Edukasi:
10) Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup.
11) Anjurkan sering membersikan
mulut, keculi jika merangsang
mual.
12) Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat dan rendah
lemak.
13) Ajarkan penggunaan teknik
non-farmakologis untuk
mengatasi mual (mis.
biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik,
akupresur).

Kolaborasi:
14) Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu.
Defisit nutrisi Tujuan: Manajemen Nutrisi (1.03119)
b.d Setelah dilakukan Definisi:
ketidakampuan tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
menelan diharapkan status asupan nutrisi yang seimbang.
makanan. nutrisi membaik. Observasi:
1) Identifikasi status nutrisi.
Kriteria Hasil: 2) Identifikasi alergi dan
Status Nutrisi intoleransi makanan.
(L.03030) 3) Identifikasi makanan disukai.
Definisi: 4) Identifikasi kebutuhan kalori
Keadekuatan asupan dan jenis nutrien.
nutrisi untuk 5) Monitor asupan makanan.
memenuhi kebutuhan 6) Monitor berat badan.
metabolisme. 7) Monitor hasil pemeriksaan
1) Porsi makanan laboratorium.
yang dihabiskan.
2) Perasaan cepat Terapeutik:
kenyang. 8) Lakukan oral hygiene sebelum
3) Berat badan. makan, jika perlu.
4) Indeks Massa 9) Fasilitasi menentukan
Tubuh (IMT). pedoman diet (mis. piramida
5) Frekuensi makan. makanan).
6) Nafsu makan. 10) Sajikan makanan secara
7) Membran mukosa. menarik dan suhu yang sesuai.
11) Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi.
12) Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein.
13) Berikan suplemen makanan,
jika perlu.

Edukasi:
13) Anjurkan posisi duduk, jika
perlu.
14) Ajarkan diet yang
diprogramkan.

Kolaborasi:
15) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
pereda nyeri, antiemetik), jika
perliu.
16) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu.
Keletihan b.d Tujuan: Manajemen Energi (1.05178)
penurunan Setelah dilakukan Definisi:
metabolisme. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan mengelola
diharapkan tingkat penggunaan energi untuk
keletihan membaik. mengatasi atau mencegah
kelalahand an mengoptimalkan
Kriteria Hasil: proses pemulihan.
Tingkat Keletihan Observasi:
(L.05046) 1) Identifiaksi gangguan fungsi
Definisi: tubuh yang mengakibatkan
Kapasitas kerja fisik kelelahan.
dan mental yang tidak 2) Monitor kelelahan fisik dan
pulih dengan istirahat. emosional.
1) Verbalisasi 3) Monitor pola dan jam tidur.
kepulihan energi.
2) Tenaga. Terapeutik:
3) Frekuensi napas. 4) Sediakan lingkungan nyaman
4) Pola napas. dan rendah stimulus (mis.
5) Pola istirahat. cahaya, suara, kunjungan).
5) Lakukan latihan rentang gerak
pasif dan/atau aktif.
6) Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan.

Edukasi:
7) Anjrukan tirah baring.
8) Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap.
9) Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
10) Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan.

Kolaborasi:
11) Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
Defisit Tujuan: Dukungan Perawatan Diri
perawatan diri Setelah dilakukan (1.11348)
b.d kelemahan. tindakan keperawatan Definisi:
diharapkan perawatan Memfasilitasi pemenuhan
diri meningkat. kebutuhan perawatan diri.
1) Identifikasi kebiasaan
Kriteria Hasil: aktivitas perawatan diri
Perawatan Diri sesuai usia.
(L.11103) 2) Monitor tingkat kemandirian.
Definisi: 3) Identifikasi kebutuhan alat
Kemampuan bantu kebersihan diri,
melakukan atau berpakaian, berhias, dan
menyelesaikan makan.
aktivitas perawatan
diri. Terapeutik
1) Kemampuan 4) Sediakan lingkungan yang
mandi. terapeutik (mis. suasana
2) Kemampuan hangat, rileks, privasi).
mengenakan 5) Siapkan keperluan pribadi
pakaian. (mis. parfum, sikat gigi, dan
3) Kemampuan sabun mandi).
makan. 6) Dampingi dalam melakukan
4) Kemampuan ke perawatan diri sampai
toilet mandiri.
(BAB/BAK). 7) Fasilitasi untuk menerima
5) Mempertahankan keadaan ketergantungan.
kebersihan diri. 8) Fasilitasi kemandirian, bantu
6) Mempertahankan jika tidak mampu melakukan
kebersihan mulut. perawatan diri.
9) Jadwalkan rutinitas
perawatan diri.

Edukasi:
10) Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan.
Risiko aspirasi Tujuan: Pencegahan Aspirasi (1.01018)
b.d efek agen Setelah dilakukan Definisi:
farmakologis. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan menurunkan
diharapkan tingkat risiko masuknya partikel
aspirasi menurun. makanan/cairan ke dalam paru-
paru.
Kriteria Hasil: Observasi:
Tingkat Aspirasi 1) Monitor tingkat kesadaran,
(L.01006) batuk, muntah, dan
Definisi: kemampuan menelan.
Kondisi masuknya 2) Monitor status pernapasan.
partikel cair atau padat 3) Monitor bunyi napas, terutama
ke dalam paru-paru. setelah makan/minum.
1) Tingkat kesadaran.
2) Kemampuan Terapeutik:
menelan. 4) Posisikan semi fowler (30 –
3) Kelemahan otot. 450) 30 menit sebelum
memberikan asupan oral.
5) Berikan makanan dengan
ukuran kecil atau lunak.
6) Berikan obat oral dalam bentuk
cair.

Edukasi:
7) Anjurkan makan secara
perlahan.
8) Ajarkan strategi mencegah
aspirasi.
9) Ajarkan teknik mengunyah
atau menelan, jika perlu.
Risiko cedera b.d Tujuan: Pencegahan Cedera (1.14537)
efek agen Setelah dilakukan Definisi:
farmakologis. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan menurunkan
diharapkan tingkat risiko mengalami bahaya atau
cedera menurun. kerusakan fisik.
Observasi:
Kriteria Hasil: 1) Identifikasi area lingkungan
Tingkat Cedera yang berpotensi menyebabkan
(L.14136) cedera.
Definisi: 2) Identifikasi obat yang
Keparahan dan cedera berpotensi menyebabkan
yang diamati atau cedera.
dilaporkan.
1) Kejadian cedera. Terapeutik:
2) Luka/lecet. 3) Sediakan pispot atau urinal
3) Ketegangan otot. untuk eliminasi di tempat tidur,
4) Gangguan jika perlu.
mobilitas. 4) Pastikan bel panggilan atau
5) Tekanan darah. telepon mudah dijangkau.
6) Frekuensi napas. 5) Pertahankan posisi tempat tidur
7) Denyut jantung di posisi terendah saat
apikal. digunakan.
8) Denyut jantung 6) Pastikan roda tempat tidur atau
radialis. kursi roda dalam kondisi
terkunci.
7) Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan.
8) Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat
mendampingi pasien.
9) Tingkatkan frekuensi observasi
dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan.

Edukasi:
10) Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga.
11) Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama
beberapa menit sebelum
berdiri.
Risiko infeksi Tujuan: Pencegahan Infeksi (1.14539)
b.d efek prosedur Setelah dilakukan Definisi:
invasif. tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan
diharapkan tingkat menurunkan risiko terserang
infeksi menurun. organisme patogenik.
Observasi:
Kriteria Hasil: 1) Monitor tanda dan gejala
Tingkat Infeksi infeksi lokal dan sistemik.
(L.11103)
Definisi: Terapeutik:
Derajat infeksi 2) Batasi jumlah pengunjung.
berdasarkan observasi 3) Berikan perawatan kulit pada
atau sumber area edema.
informasi. 4) Cuci tangan sebelum dan
1) Kebersihan sesudah kontak dengan pasien
tangan. dan lingkungan pasien.
2) Demam. 5) Pertahankan teknik aseptik
3) Kemerahan. pada pasien berisiko tinggi.
4) Nyeri.
5) Bengkak. Edukasi:
6) Cairan berbau 6) Jelaskan tanda dan gejala
busuk. infeksi.
7) Kadar sel darah 7) Ajarkan cara mencuci tangan
putih. dengan benar.
8) Kultur area luka. 8) Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi.
9) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
10) Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.

Kolaborasi:
11) Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.
Risiko konstipasi Tujuan: Pencegahan Konstipasi (1.04160)
b.d penurunan Setelah dilakukan Definisi:
motilitas tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan
gastrointestinal. diharapkan eliminasi menurunkan risiko terjadinya
fekal membaik. penurunan frekuensi normal
defekasi yang disertai kesulitan
Kriteria Hasil: feses yang tidak lengkap.
Eliminasi Fekal Observasi:
(L.04033) 1) Identifikasi faktor risiko
Definisi: konstipasi (mis. asupan serat
Proses defekasi tidak adekuat, asupan cairan
normal yang disertai tidak adekuat, aganglionik,
dengan pengeluaran kelemahan otot menelan,
feses mudah dan aktivitas fisik kurang).
kosistensi, frekuensi, 2) Monitor tanda dan gejala
serta bentuk feses konstipasi (mis. defekasi
normal. kurang 2 kali seminggu,
1) Keluhan defekasi defekasi lama/sulit, feses
lama dan sulit. keras, peristaltik menurun).
2) Mengejan saat 3) Identifikasi penggunaan obat-
defekasi. obatan yang menyebabkan
3) Distensi konstipasi.
abdomen.
4) Teraba massa Terapeutik:
pada rektal. 4) Batasi minuman yang
5) Nyeri abdomen. mengandung kafein dan
6) Frekuensi alkohol.
defekasi. 5) Jadwalkan rutinitas BAK.
7) Peristaltik usus. 6) Lakukan masase abdomen.
7) Berikan terapi akupresur.

Edukasi:
8) Jelaskan penyebab dan faktor
risiko konstipasi.
9) Anjurkan minum air putih
sesuai dengan kebutuhan
(1.500 – 2.000 mL/hari).
10) Anjurkan mengkonsumsi
makanan berserat (25 – 30
gram/hari).

Kolaborasi:
11) Kolaborasi dengan ahli gizi,
jika perlu.
Sumber: PPNI (2018); PPNI (2019)

6. Penanganan Berdasarkan Evidence Based Practice in Nursing

Tabel 3. Penanganan berdasarkan evidence based practice in nursing

Nama Penulis Ade Ike, Susi Sri Novianti


Judul Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Gangguan Sistem
Reproduksi Akibat Post Op Laparatomy Hari Ke-2 Atas
Indikasi Kista Ovarium di Ruang Endang Geulis (Melati)
RSUD Gunungjati Cirebon
Tahun 2020
Nama Jurnal Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren Cirebon
Volume, Nomor Vol. 4, No. 1
Metode Metode utama yang digunakan dalam pengumpulan data
dengan teknik wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik
dan diagnostik. Disini perawat (pewawancara) mendapatkan
respon langsung melalui tatap muka dan pertanyaan yang
diajukan. Dan wawancara adalah semua ungkapan klien,
tenaga kesehatan, atau orang lain yang berkepentingan
termasuk keluarga, teman dan orang terdekat klien.
Observasi dilakukan dengan mencatat hasil observasi secara
khusus tentang apa yang dilihat, dirasa, didengar, dicium,
dan dikecap akan lebih akurat dibandingkan mencatat
interpretasi seseorang tentang hal tersebut. Pemeriksaaan
fisik berfokus pada respons klien terhadap masalah
kesehatan yang dialaminya. Cara pendekatan sistematis yang
dapat digunakan perawat dalam melakukan pemeriksaan
fisik adalah pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung
kaki (head to toe) dan pendekatan berdasarkan sistem tubuh.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat
metode yakni nspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.
Setelah terkumpul, dan kemudian dikelompokan kedalam
data objektif dan data subjektif. Setelah data hasil
pengkajian dikelompokan, kita dapat mulai melakukan
validasi data, yaitu membandingkan data subjektif dan
objektif dengan standar atau nilai normal yang baku. Data
yang telah dikumpulkan harus dianalisis untuk membantu
masalah klien. Proses analisis ini merupakan proses
intelektual yang mencakup interpretasi data dan dilanjutkan
dengan penarikan kesimpulan (diagnosa keperawatan).
Hasil Berdasarkan data dari beberapa hasil penelitian dikatakan
bahwa wanita yang mengalami kista ovarium dan berpotensi
menjadi ganas hingga terjadinya kanker ovarium menjadi
penyebab angka kesakitan yang masih meningkat dan
penyebab kematian utama pada masalah ginekologi saat ini.
Sedangkan, berdasarkan data medical record RSUD Gunung
Jati Cirebon jumlah pasien kista ovarium dalam 6 bulan
terakhir pada tahun 2018 adalah sebanyak 66 kasus dengan
presentase 48,5% dan berada diurutan pertama dari penyakit
ginekologi lainya. Kista jenis Ny. A berdasarkan hasil
patologi anatomi adalah kista yang sudah pecah berukuran 6
x 3,5 x ¾ cm. Pada penampang dinding berwarna abu-abu
kecoklatan, sebagian kehitaman. tindakan pembedahan pada
kasus Ny. A yaitu laparatomi. Selama melaksanakan asuhan
keperawatan pada Ny. D dengan gangguan sistem reproduksi
akibat post op laparotomi hari ke 2 atas indikasi kista
ovarium, penulis menegakkan beberapa masalah, yaitu
gangguan rasa nyaman nyeri, gangguan personal hygiene,
kurang pengetahuan, dan risiko tinggi infeksi.
Referensi Ike, A. dan S. S. Novianti. 2020. Asuhan Keperawatan pada
Ny. A dengan Gangguan Sistem Reproduksi Akibat Post Op
Laparatomy Hari Ke-2 Atas Indikasi Kista Ovarium di
Ruang Endang Geulis (Melati) RSUD Gunungjati Cirebon.
Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren Cirebon. 4(1): 1 – 17.

7. Daftar Pustaka
Brennan, D., S. Allarakha, dan P. S. Uttekar. 2022. What is The Main Cause of
Ovarian Cysts?. https://www.medicinenet.com/what_is_the_main_cause_of
_ovarian_cysts/article.htm. [Diakses pada 12 Juni 2022].
Ike, A. dan S. S. Novianti. 2020. Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan
Gangguan Sistem Reproduksi Akibat Post Op Laparatomy Hari Ke-2 Atas
Indikasi Kista Ovarium di Ruang Endang Geulis (Melati) RSUD Gunungjati
Cirebon. Jurnal Ilmiah Akper Buntet Pesantren Cirebon. 4(1): 1 – 17.
Katoa, T. K., K. Orana, T. Lava, M. e Lelei, F. L. Atu, T. Ni, dan N. S. B. Vinaka.
2020. Ovarian Cysts: Information for Women. New Zealand: Women’s
Health Information Unit Auckland Hospital.
Mobeen, S. dan R. Apostol. 2022. Ovarian Cyst. Treasure Island: StatPearls
Publishing LLC.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnosis. Edisi Pertama. Cetakan Kedua.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018. Standart Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi Pertama. Cetakan
Kedua. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2019. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi Pertama.
Cetakan Kedua. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
The American College of Obstetricians and Gynecologist. 2017. Ovarian Cysts.
Washington: American College of Obstetricians and Gynecologists.

Anda mungkin juga menyukai