Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN

DIAGNOSA KISTA OVARIUM

1. UBAIDILLAH (1830702050)
2. MUSDALIFAH NOLA WULANDARI (1830702016)

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................................1

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................2

BAB 1 : PENDAHULUAN ..............................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................3

1.3 Tujuan ..........................................................................................................................................4

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................5

2.1 Konsep medis...............................................................................................................................5

2.1.1 Definisi......................................................................................................................................5

2.1.2 Klasifikasi..................................................................................................................................5

2.1.3 Etiologi......................................................................................................................................6

2.1.4 Manfestasi klinis........................................................................................................................8

2.1.5 Patofisiologi...............................................................................................................................8

2.1.6 Pemeriksaan penunjang...........................................................................................................10

2.1.7 Penatalaksanaan.......................................................................................................................10

2.1.8 Komplikasi..............................................................................................................................11

2.1.9 Pencegahan..............................................................................................................................11

2.1.10 Pathway.................................................................................................................................12

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan..........................................................................................12

2.2.1 Pengkajian...............................................................................................................................12

2.2.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................................................15

2.2.3 Rencana Keperawatan ............................................................................................................16

2.2.4 Evaluasi...................................................................................................................................22

BAB 3 : PENUTUP..........................................................................................................................23

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................23

3.2 Saran...........................................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................24

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang


banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan
yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan sel-sel otot polos pada ovarium
yang jinak. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan untuk menjadi
tumor ganas atau kanker. Perjalanan penyakit yang sillent killer atau secara
diam diam menyebabkan banyak wanita yang tidak menyadari bahwa
dirinya sudah terserang kista ovarim dan hanya mengetahui pada saat kista
sudah dapat teraba dari luar atau membesar.
Kista ovarium juga dapat menjadi ganas dan berubah menjadi kanker
ovarium. Untuk mengetahui dan mencegah agar tidak terjadi kanker
ovarium maka seharusnya dilakukan pendeteksian dini kanker ovarium
dengan pemeriksaan yang lebih lengkap. Sehingga dengan ini pencegahan
terjadinya keganasan dapat dilakukan.
Di Provinsi Jawa Tengah, berdasarkan laporan program dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang berasal dari Rumah Sakit dan Puskesmas
tahun 2010, kasus penyakit tumor terdapat 7.345 kasus terdiri dari tumor
jinak 4.678 (68%) kasus dan tumor ganas 2.667 (42%) kasus, kasus
terbanyak ditemukan di Kota Semarang (Dinkes Jateng, 2010).
.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian Kista Ovarium?


2. Apa penyebab Kista Ovarium?

3
3. Apa tanda dan gejala Kista Ovarium?
4. Apa klasifikasi/ stadium Kista Ovarium?
5. Bagaimana patofisiologi Kista Ovarium?
6. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada Kista Ovarium?
7. Bagaimana pathway dari Kista Ovarium?
8. Bagaimana pengkajian dan pengumpulan data pada klien Kista
Ovarium?
9. Bagaimana mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa
keperawatan klien Kista Ovarium berdasarkan prioritas masalah?
10. Bagaimana perencanaan pada klien Kista Ovarium?

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian Kista Ovarium


2. Mengetahui penyebab Kista Ovarium
3. Mengetahui tanda dan gejala Kista Ovarium
4. Mengetahui klasifikasi/ stadium Kista Ovarium
5. Mengetahui patofisiologi Kista Ovarium
6. Mengetahui penatalaksanaan baik medis maupun berdasarkan
prinsip keperawatan
7. Mengetahui pathway dari Kista Ovarium
8. Dapat melakukan pengkajian dan pengumpulan data pada klien
Kista Ovarium
9. Dapat mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan
klien Kista Ovarium berdasarkan prioritas masalah
10. Dapat menentukan perencanaan pada klien Kista Ovarium

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Medis

2.1.1 Definisi Kista Ovarium

Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat
tumbuh di mana saja dan jenisnya bermacam-macam (Jacoeb, 2007).
Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis,
berisi cairan atau bahan setengah cair (Soemadi, 2006).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi
pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus
oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium
(Agusfarly, 2008).
Kista ovarium adalah pertumbuhan sel yang berlebihan/abnormal pada
ovarium yang membentuk seperti kantong. Kista ovarium secara fungsional adalah
kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal dengan siklus mentsruasi.
(Lowdermilk, dkk. 2005).

2.1.2 Klasifikasi

1. Kista non neoplasma. Disebabkan karena ketidak seimbangan hormon


esterogen dan progresterone diantaranya adalah:
a. Kista non fungsional. Kista serosa inklusi, berasal dari
permukaan epitelium yang berkurang di dalam korteks.
b. Kista fungsional
1) Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi
ruptur atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan
folikuler di antara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada
wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.

5
2) Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi
progesterone setelah ovulasi.
3) Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar
HCG terdapat pada mola hidatidosa.
4) Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar
LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.

2. Kista neoplasma
a. Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum
yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam
kista.
b. Kistodenoma ovarii musinoum. Asal kista ini belum pasti,
mungkin berasal dari suatu teratoma yang pertumbuhanya I
elemen mengalahkan elemen yang lain.
c. Kistadenoma ovarii serosum. Berasal dari epitel permukaan
ovarium (Germinal ovarium).
d. Kista Endrometreid. Belum diketahui penyebab dan tidak ada
hubungannya dengan endometroid.
e. Kista dermoid. Tumor berasal dari sel telur melalui proses
patogenesis

2.1.3 Etiologi Kista Ovarium

Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah


yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista
ovarium,tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista
jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol. Folikel
adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada
keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi
untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka
sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista. Cairan yang
mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang
terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula
diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut
dengan Kista Dermoid.
6
(Wiknjosastro, 2005; Mansjoer, 2001).

Selain itu, ada beberapa factor pemicu yaitu :

1. Ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen

2. Pertumbuhan folikel yang tidak terkontrol

3. Degenerasi ovarium

4. Gaya hidup tidak sehat yakni dengan:

a. Konsumsi makanan yang tinggi lemak, kurang serat dan makanan

berpengawet

b. Penggunaan zat tambahan pada makanan

c. Kurang berolah raga

d. Merokok dan mengkonsumsi alkohol

e. Terpapar dengan polusi dan agen infeksius

f. Sering stress

5. Faktor genetik

Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu
yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan
yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena
radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker
terpapar zat kimia tertentu atau atau karena radiasi, protoonkgen ini dapat berubah
menjadi onkgen yaitu gen pemicu kanker.
(Ryta, 2008)

2.1.4 Manifestasi klinis

7
Sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala, atau hanya sedikit
nyeri yang tidak berbahaya. Tetapi adapula kista yang berkembang menjadi besar
dan menimpulkan nyeri yang tajam. Pemastian penyakit tidak bisa dilihat dari
gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain seperti
endometriosis, radang panggul, kehamilan ektopik (di luar rahim) atau kanker
ovarium.
Meski demikian, penting untuk memperhatikan setiap gejala atau
perubahan ditubuh Anda untuk mengetahui gejala mana yang serius. Gejala-gejala
berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista ovarium :

1. Perut terasa penuh, berat, kembung


2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)
3. Haid tidak teratur
4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke
punggung bawah dan paha.
5. Nyeri sanggama
6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat
hamil.

Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan


kesehatan segera:

1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba


2. Nyeri bersamaan dengan demam
3. Rasa ingin muntah ( Sjamjuhidajat, 2004 ).

2.1.5 Patofisiologi

Banyak tumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor


ovarium yang kecil. Sebagian besar gejala dan tanda adalah akibat dari
pertumbuhan, aktivitas endokrin dan kompikasi tumor – tumor tersebut.

1. Akibat pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat–alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisisnya dalam perut. Apabila tumor mendesak

8
kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedang suatu
kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut kadang –
kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat juga
mengakibatkan obstipasi, edema pada tungkai.

2. Akibat aktivitas hormonal


Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali
jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.

3. Akibat komplikasi

a. Perdarahan ke dalam kista


Biasanya terjadi sedikit – sedikit sehingga berangsur – angsur menyebabkan
pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala – gejala klinik yang minimal.
Akan tetapi kalau perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan
nyeri di perut.

b. Putaran tangkai
Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih. Adanya
putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligamentum
infundibulopelvikum terhadap peritoneum parietale dan ini menimbulkan rasa
sakit.

c. Infeksi pada tumor


Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman patogen. Kista dermoid
cenderung mengalami peradangan disusul pernanahan.

d. Robek dinding kista


Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma,
seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada saat
persetubuhan. Jika, robekan kista disertai hemoragi yang timbul secara
akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke dalam rongga
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus menerus disertai tanda –
tanda abdomen akut.
e. Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan. Adanya asites
dalam hal ini mencurigakan, adanya anak sebar (metastasis) memperkuat
diagnosa keganasan.
(Wiknjosastro, 2005).

Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovum
yang normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak teridentifikasi
dan terdiri atas sel – sel embrional yang tidak berdiferensiasi. Kista ini
tumbuh dengan lambat dan ditemukan selama pembedahan yang
mengandung material sebasea kental, berwarna kuning, yang timbul dari
lapisan kulit. Rambut, gigi, tulang dan banyak jaringan lainnya ditemukan
dalam keadaan rudimenter pada kista ini. Kista dermoid hanya merupakan

9
satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipe lainnya dapat terjadi dan
pengobatannya tergantung pada tipenya(Smeltzer and Bare, 2001).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Laparoskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor
berasal dari ovarium atau tidak dan untuk menentukkan sifat – sifat tumor itu.

2. Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor, apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium atau kandung kencing, apakah kistik atau solid
dan dapat dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut yang bebas dan yang
tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang – kadang dapat dilihat adanya gigi dalam
tumor.
4. Parasintesis

Telah disebut pada pungsi pada asites berguna untuk menentukan sebab
asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat mencemari kavum peritonei
dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
(Wiknjosastro, 2005)

2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Yatim 2008

a. Apabila kistanya kecil misal sebesar permen dan pada pemeriksaan sonogram

tidak terlihat tanda – tanda keganasan biasanya dilakukan laparaskopi.


b. Apabila kistanya agak besar biasanya dilakukan laparatomi
c. Untuk polikistik ovarium biasanya dengan pengobatan oral yaitu pil KB
gabungan estrogen – progesteron untuk mengurangi ukuran besar kista.

Menurut Winkjosastro,2008.
1. Kista yang besarnya tidak melebihi jeruk nipis dengan diameter kurang dari 5

10
cm disebut kista folikel atau korpus luteum. Penanganannya adalah dengan
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium.
2. Jika kista berukuran besar atau ada komplikasi perlu dilakukan pengangkatan
ovarium biasanya disertai dengan pengangkatan tuba (salpingo ooforektomi).
3. Jika terdapat keganasan dilakukan histerektomi dan salpingo ooforektomi
bilateral

2.1.8 Komplikasi

a. Perdarahan intra tumor


Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen
mendadak dan memerlukan tindakan yang cepat.
b. Perputaran tangkai
Tumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen.
1) Infeksi pada tumor
Menimbulkan gejala: badan panas, nyeri pada abdomen,
mengganggu aktifitas sehari-hari.
2) Robekan dinding kista
Pada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan
sehingga isi kista tumpah kedalam rungan abdomen.
3) Keganasan kista ovarium
Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada
usia diatas 45 tahun. (manuaba 1998:417 )

2.1.9 Pencegahan

1. Terapkan pola makan sehat


2. Tidur yang cukup
3. Kelola stress
4. Hindari alcohol dan rokok

11
2.1.10 Pathway

2.2 Konsep Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

Pengkajian fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata

Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan.

12
b. Riwayat kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya gangguan
ketidaknyamanan.

c. Riwayat kesehatan dahulu : pernahkah menderita penyakit seperti yang


diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi.

d. Riwayat kesehatan keluarga: adakah anggota keluarga yang menderita tumor


atau kanker terutama pada organ reproduksi.

e. Riwayat obstretikus, meliputi:


1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau.

2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan.

3) Riwayat persalinan

4) Riwayat KB

3. Pengkajian post operasi rutin ( Engram, 1999 )

1) Kaji tingkat kesadaran

2) Ukur tanda – tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu, respiration rate.

3) Auskultasi bunyi napas

4) Kaji turgor kulit

5) Pengkajian abdomen
- Inspeksi ukuran dan kontur abdomen

- Auskultasi bising usus

- Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa

- Tanyakan tentang perubahan pola defekasi

- Kaji status balutan.


6) Kaji terhadap nyeri atau mual

7) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan


menanyakan lamanya di bawah anestesi.

4. Data penunjang
13
a. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin,
hematokrit, lekosit)

b. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi maupun peroral
sesuai program dari dokter.

5. Perubahan pola fungsi


Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges (2000)
adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi tidur, misal:
ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.
b. Makanan/ cairan

Gejala : Mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat badan.


c. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope.
d. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Tidak ada nyeri/derajat bervariasi, misalnya : ketidaknyamanan ringan


sampai berat (dihubungkan dengan proses penyakit).

e. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada pola defekasi, misal : darah pada feses, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urinarius misalnya: nyeri atau rasa terbakar pada
saat berkemih, hematuria.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
f. Pernapasan

Gejala : Merokok (tembakau, hidup dengan seorang yang merokok), pemajanan


abses.
g. Integritas ego

Gejala : Faktor stres dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan
dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa,
depresi, menarik diri.
h. Sirkulasi

Gejala : Palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah.


i. Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen pemajanan matahari lama,
berlebihan, demam, ruam kulit / ulserasi.
j. Seksualitas

Gejala : Perubahan pada tingkat kepuasan


14
k. Interaksi sosial

Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung, riwayat perkawinan,


masalah tentang fungsi.

2.2.1 Diagnosa Keperawatan

5. Preoperasi

a. Nyeri berhubungan adanya penekanan syaraf oleh sel tumor

b. konstipasi berhubungan dengan tekanan anus oleh sel tumor

c. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia

Post operasi

a. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada


abdomen.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder
terhadap pembedahan
c. Risiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan
abdominal
d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhungan dengan mual muntah, intake
nutrisi.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita
berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi
informasi.

2.2.3 Perencanaan
15
Pre Operasi

1. Nyeri berhubungan adanya penekanan syaraf oleh sel tumor. (Doenges,


2000)

Tujuan : Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/ kontrol dengan


pengaruh minimal.

Kriteria Hasil : Mengikuti aturan farmakologis yang ditentukan,


mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
hiburan sesuai indikasi untuk situasi individu.

Intervensi
a. Tentukan karakteristik nyeri.

Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi


kebutuhan/ keefektifan intervensi.

b. Evaluasi/ sadari terapi tertentu. Misalnya pembedahan, radiasi,


kemoterapi, bioterapi. Ajarkan orang terdekat apa yang diharapkan.

Rasional : ketidaknyamanan rentang luas adalah umum, (misalnya: nyeri


insisi, kulit terbakar, sakit kepala, nyeri punggung bawah) tergantung pada
prosedur dan agen yang digunakan.

c. Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya: reposisi, gosokan


punggung) dan aktivitas hiburan (misalnya: musik, TV).

Rasional : meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali


perhatian.

d. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik


relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi), tertawa, musik, dan sentuhan
terapeutik.

Rasional : memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan


meningkatkan rasa kontrol.

e. Evaluasi penghilangan kontrol nyeri.

Rasional : tujuannya adalah kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh


minimal.
f. Berikan analgesik sesuai indikasi. Berikan hanya untuk dalam sehari.
Ubah dari analgesik kerja pendek menjadi kerja panjang bila
diindikasikan.

16
Rasional : nyeri adalah komplikasi yang sering terjadi, meskipun respon
individual berbeda-beda. Saat perubahan penyakit/ pengobatan terjadi,
penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan.

2. konstipasi berhubungan dengan tekanan anus oleh sel tumor. (Doenges,


2000)
Tujuan : Mengungkapkan perilaku/ teknik untuk program usus individual.

Kriteria Hasil : Menciptakan kembali kepuasan pola eliminasi urin.


Intervensi
a. Auskultasi bising usus. Catat lokasi dan karakteristiknya.

Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal. Hilangnya
bising menandakan adanya paralitik ileus.

b. Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau
berkurang.

Rasional : hilangnya peristaltik melumpuhkan usus, membuat distensi


ileus dan usus.

c. Catat adanya keluhan mual, ingin muntah. Periksa muntahan atau


sekresi gaster (jika terpasang NGT), feses, dan bekuan darah.
Rasional : perdarahan gastrointestinal dapat terjadi sebagai respon dari
trauma atau efek samping terapi tertentu (steroid atau antikoagulasi).

d. Kenali tanda-tanda adanya sumbatan, seperti tidak adanya feses yang


terbentuk selama beberapa hari, feses semi cair, kegelisahan, perasaan
penuh dalam abdomen.
Rasional : intervensi dini perlu untuk mengatasi konstipasi secara
efektif/ feses yang tertahan dan mengurangi resiko terjadinya
komplikasi.

e. Ajarkan klien latihan defekasi secara teratur.

Rasional : program ini perlu untuk secara rutin mengeluarkan feses dan
biasanya termasuk stimulasi manual. Kemampuan mengontrol
pengeluaran feses penting untuk kemandirian fisik pasien dan
penerimaan sosial.
f. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang sehat dan yang termasuk
makanan berserat dan padat/ kasar dan pemasukan cairan lebih banyak
(minimal 2000 ml/ hari), termasuk jus/ sari buah.

Rasional : meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan


mudah.
g. Konsultasikan dengan ahli gizi/ tim dari nutrisi.
17
Rasional : membantu merencanakan makanan yang disesuaikan dengan

kebutuhan individu dan fungsi pencernaan/ eliminasi.

h. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Misalnya: pelunak feses (laksatif,


supositoria, enema).
Rasional : menstimulasi peristalstik.

3. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia. (Doenges, 2000)

Tujuan : nutrisi mencukupi kebutuhan tubuh

Kriteria Hasil : mempertahankan/ menunjukkan peningkatan berat badan


bertahap sesuai tujuan, nilai laboratorium normal, bebas tanda malnutrisi,
merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhsn nutrisi/ membatasi gangguan
GI.
Intervensi
a. Lakukan pengkajian nutrisi dengan seksama.

Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk


membantu memilih intervensi.
b. Kaji distensi abdomen, berhati- hati, menolak bergerak.

Rasional : tanda nonverbal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan


pencernaan dan nyeri gas.
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.

Rasional : meningkatkan motivasi klien untuk menghabiskan diit makan sesuai


program.
d. Diskusikan tentang makanan kesukaan/ ketidaksukaan pasien,

makanan yang menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai.


Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien

memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

e. Anjurkan klien untuk lakukan kebersihan oral sebelum makan (sikat gigi ).
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan napsu makan.
f. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.

Rasional: membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen.


Mempengaruhi rasa sehat dan menurunkan kemungkinan masalah sekunder
sehubungan dengan imobilisasi.

18
g. Awasi pemeriksaan labaratorium: BUN, albumin/ protein serum,kadar
transverin.

Rasional :memberikan informasi tentang kekurangan nutrisi/ keefektifan terapi.

Post Operasi

1.Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen.


(Doenges, 2000)
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang.
Kriteria Hasil : klien rileks, mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10).
Rasional : Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya masalah,
memerlukan evaluasi medik dan intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.

Rasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi


telentang.
c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini.

Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, menurunkan


ketidaknyamanan.
d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi). misal
dengan latihan tarik napas dalam.

Rasional : meningkatkan kontrol terhadap nyeri dan meningkatkan partisipasi


pasien secara aktif.
e. Berikan analgetik sesuai indikasi.

Rasional : menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan terapi lain.


2.
Risiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan. (Doenges, 2000)
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda
infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam.
Intervensi
a. Awasi tanda – tanda vital.

Rasional : dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses.


b. Lakukan pencucian tangan dengan baik dan perawatan luka aseptik. Berikan
perawatan paripurna.

Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri.

c. Lihat insisi dan balutan.


19
Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/ atau
pengawasan penyembuhan.
d. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien dan orang terdekatnya.

Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,


membantu menurunkan ansietas.
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah


organism (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan
penyebaran dan pertumbuhannya.
f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan.

Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan abses terlokalisir.


3.
Risiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. (Carpenito,
2000)
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
Kriteria hasil : menunjukkan bunyi bising usus / aktivitas
peristaltik usus aktif, mempertahankan pola
eliminasi biasanya
Intervensi
a. Auskultasi bising usus
Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan
intervensi.
b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal


dan mengambalikan peristaltik.
c. Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah, bila pemasukan
peroral dimulai.

Rasional : meningkatkan pelunakkan feses; dapat membantu merangsang


peristaltik.
d. Berikan rendam duduk.

Rasional : meningkatkan relaksasi otot, meminimalkan ketidaknyamanan.


e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.

Rasional : mencegah mual / muntah sampai peristaltic kembali (1 – 2 hari)


f. Berikan obat, contoh pelunak feses, minyak mineral, laksatif sesuai

indikasi.
Rasional : meningkatkan pembentukkan / pasase pembentuk feses.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhungan dengan mual muntah, intake nutrisi. (Doenges, 2000)

Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi.


20
Kriteria hasil : mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan penambahan berat
badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium, tak ada tanda –
tanda malnutrisi.
Intervensi
a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna / makan makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah
selang dilepaskan.

Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.


b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan haluaran.

Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan


kebutuhan metabolik.
c. Auskultasi bising usus.

Rasional : menentukkan kembalinya peristaltic.


d. Berikan cairan IV, mis : Albumin, lipid, elektrolit. Suplemen vitamin dengan
perhatian tertentu terhadap vitamin K, secara parenteral.

Rasional : memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Mengguanakan


katartik praoperasi ( persiapan usus ) dapat mengurangi suplemen vitamin dan
atau masalah usus dapat menghambat absorbs vitamin.
e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiemetik, mis: proklorpromazin.

Rasional : mencegah muntah.

5.
Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita : kista ovarium
berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi informasi.
Tujuan : klien dapat mendapat informasi yang benar.
Kriteria hasil : Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan,
mengungkapkan pemahaman informasi.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita.

Rasional : Memvalidasi tingkat pemahaman saat ini, meng-


identifikasi kebutuhan belajar.
b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa yang jelas
dan mudah dimengerti.

Rasional : Memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif


dan memudahkan untuk mengingat informasi yang
diberikan.
c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan.

Rasional : membantu penanganan dan perawatan pasien.

1.2.4 Evaluasi
21
a. Nyeri berkurang
b. Pola eliminasi urine kembali normal
c. Nutrisi klien terpenuhi
d. Penyebaran infeksi tidak terjadi
e. Pengetahuan klien bertambah

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

22
Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui,
diduga seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006).
Kasus kista ovari terdapat manifestasi klinis yang jelas yaitu adanya nyeri
pada saat haid di abdomen suprapubic dengan pemeriksaan penunjang lab yaitu
USG untuk memastikan diagnosa kista ovari. Pemeriksaan dini lebih baik
dilakukan apabila ada manifestasi klinis lain.

3.2 Saran

1. Untuk pasien kista ovari perlu adanya bantuan keluarga dalam


melakukan aktivitas pasca operasi.
2. Untuk pasien kista ovari dianjurkan miring kiri untuk menghindari
muntah dan aspirasi.
3. Untuk pasien kista ovari sebaiknya mengkonsumsi nutrisi tinggi protein
untuk mempercepat penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA

129291238-KISTA-OVARIUM-pdf

https://www.academia.edu/11554145/Asuhan_Keperawatan_pada_Pasien_Kista
_Ovarium?auto=download

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan


Edisi 8. Jakarta : EGC.

Doenges, E, Marilyn. 20015. Rencana Asuhan Keperawatan


Maternal / Bayi. Jakarta : EGC

Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta : EGC.

23
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Jakarta : EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai