Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semata-mata atas
segala limpahan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan pasca stroke ini, penulis menyadari masih banyak
sekali kekurangan dan kesalahan dalam hal bentuk dan isi dari pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca agar dapat bermanfaat dan diaplikasikan kedalam kehidupan pribadi,
keluarga maupun bermasyarakat dalam

pengembangan Asuhan Keperawatan yang

profesional.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam pembuatan
Makalah ini, baik dalam bentuk maupun dari isi Makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah
atau karya ilmiah kedepannya.

Jombang, 24 April 2014

Penyusun

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Merupakan masalah neurologik primer di dunia. Banyak upaya yang dilakukan untuk
mengurangi tingkat kematian akibat stroke, meskipun upaya pencegahan itu telah
menimbulkan penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir, tetapi stroke masih
merupakan peringkat ketiga penyebab kematian. Orang yang menderita stroke, dalam
kesehariannya sering tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Mereka
selalu membutuhkan bentuan orang lain untuk melakukannya. Kesabaran orang yang
merawat penderita stroke sangat diperlukan dalam hal ini.
1.2.Tujuan
Tujuan Umum :
Keluarga dan penderita stroke mampu memahami dan melaksanakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan penyakit stroke sehingga dapat mengurangi atau menghindari
stroke kambh lagi.
Tujuan Khusus :
1. Melaksanakan asuhan keperawatan individu dalam keluarga dengan penyakit stroke.
2. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang penyakit stroke.
3. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita pasca stroke di rumah.
1.3.Batasan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang dibahas adalah :
1. Pengertian stroke
2. Penyebab stroke
3. Faktor resiko terjadinya stroke
4. Tanda dan gejala
5. Jenis-jenis komplikasi stroke

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

KONSEP DASAR STROKE

2.1.

Pengertian Stroke
Stroke atau cidera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak (Suzanne).
Stroke adalah kerusakan sirkulasi dalam satu atau lebih pembuluh darah yang
menyediakan darah pada otak. Penyediaan oksigen dan darah ke otak menjadi kurang atau
berhenti, yang kemudian merusak atau memusnahkan area area tertentu dalam jaringan otak
(discases penyakit )
Storke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang
utama di indonesia, serangan otak ini merupakan kegawat daruratan media yang harus
ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Stroke adalah sindrome klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik (Doengoes, 2004:290).
Cidera serebrovaskuler atau stroke adalah penyekit cerebrovaskuler menunjukkan
adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsioanal maupun struktural yang disebabkan
oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah
otak (doengoes:290)
Stroke adalah gangguan aliran darah otak yang bersifat mendadak dan disertai dengan
defisit neuologik (Dr. H. Soedomo Hadinoto)
Menurut kriteria WHO stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran dareh otak.

2.2 Klasifikasi stroke


a. Transtient Iskemia Attach (TIA)
Yaitu gangguan neurologik setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja, gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam
b. Stroke in evolution ( SIE)
Yaitu stroke yang wujud kelainannya terjadi secara bertahap

c. Completeted stroke iskemic (CSI)


Yaitu stroke yang wujud kelainannya bersifat menetap
d. Reversible iscemic neurological defisit (RIND)
Yaitu stroke yang mirip dengan transient iskemik attack hanya saja kelainan yang ada
menghilang sesudah berlangsung lebih dari 24 jam
2.3 Penyebab Stroke
Berdasarkan penyebab stroke dibedakan menjadi 2:
a. Stroke hemorhagic
Merupakan perdarahan cerebral dan mungkin perdarahan sub arachnoid. Disebabkan oleh
pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas
atau saat aktif namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke non hemorhagic
Dapat berupa ischemia atau emboli dan trombosis cerebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksi dan selanjutnya dapat timbul oedema skunder. Kesadaran
umumnya baik
2.4.

Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain:
Trombosis cerebral

b.

Emboli

c.

Tumor otak

d.

Hemorhagic

e.

Tekanan darah tinggi

f.

Kelemahan dinding arteri

g.

Cidera kepala

2.5.

a.

Faktor resiko
Sedangkan faktor resiko dari stroke adalah kondisi atau penyakit atau kelainan yang
memiliki potensi untuk memudahkan seseorang mengalami serangan stroke pada suatu saat.

1. Faktor resiko yang tidak dapat diobati terutama


a. Usia
Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang

maka semakin besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke.


b.Jenis Kelamin
Laki - laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah perempuan yang
meninggal akibat stroke lebih banyak.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke berisiko lebih besar
daripada keluarga tanpa riwayat stroke.
d. Ras
Ras Afrika - Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami kematian dan
kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.
2. Faktor Risiko yang Dapat Diobati
a. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke.
b. Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan plak pada dinding
pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi darah. Nikotin dari rokok dapat
meningkatkan tekanan darah.
c. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada pembuluh darah yang
dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke iskemik. Penderita diabetes cenderung
menderita obesitas. Obesitas dapat mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol,
di mana
keduanya merupakan faktor risiko stroke.
d. Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga dapat menimbulkan
faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi, tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang membawa darah ke
otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid akibat lemak menimbulkan plak pada
dinding arteri sehingga menghalangi aliran darah di arteri.
f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan, tekanan darah,
kolesterol, dan diabetes.

g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat - Obatan


Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari satu gelas pada pria
dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu,
minum tiga gelas kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke.
Penggunaan obat - obatan seperti kokain dan amphetamine merupakan risiko terbesar
terjadinya stroke pada dewasa muda.
h. Kurang Nutrisi
Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke. Penelitian menunjukkan
bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat mengurangi risiko stroke sebesar
30%.
i.

Stres
Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit
pembuluh darah carotid.
j. Estrogen Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT) yang mengandung
estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah
yang dapat mengakibatkan stroke.

2.6.

Patofisiologi
Pada keadaan fisiologis normal, aliran darah pada otak selalu tetap yaitu 50 ml/
menit / 100 gr otak. Hal ini terjadi karena auto regulasi yang mengembangkan arteri pada
waktu hipotensi yang menguncup waktu hipertensi. Apabila tekanan darah tinggi terus
menerus terjadi maka dapat menimbulkan perubahan atroklerotik karena perfusi dapat
menyebabkan perdarahan intra kranial. Ruptur arteri juga dapat menyebabkan perdarahan
yang akan menimbulkan ekstavasasi darah ke jaringan otak sekitarnya. Darah yang merembes
ini dapat menekan, mengiritasi, dan menimbulkan fase spasme arteri hemisfer otak.
Ruptur arteri juga dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah sehingga timbul
iskemik focal dan infark jaringan otak. Daerah ini akan mengalami defisit neurologis yang
berupa hemiparalisis. Keluarnya darah yang mendadak dari pembuluh darah otak dapat
meningkatkan tekanan darah cerebrospinalis, hilang kesadaran maupun gegar otak. Koma
terjadi karena apabila daerah ekstravasal terjadi hematoma yang menimbulkan penekanan
pada seluruh isi kranial (Dr. H. Soedomo)

2.7

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2001) adalah:
a.Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke
adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk berbicara.
2) Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama ekspresif atau
reseptif.

2.8.Komplikasi
Komplikasi-komplikasi

yang

yang

biasa

disebabkan

oleh

stroke

antara

lain

a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat ke


otak, pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membentu dalam mempertahankan

oksigen

jaringan.

b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas
pembuluh darah serebral, hipertensi atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah perubahan
pada aliran darah serebral dan potensi meluanya area

cedera.

c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi atrium atau dapat
berasal dari katub jantung protestik, embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan
selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.

(Smeltzer,

2002, p.2137)

d. Vasospasme, terjadi stroke hemorrhage juga sebelum pembedahan. Pada individu dengan
aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemorrhage

aubarakhnoid.

e. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidak seimbangan antara pembetukan dan reabsorbsi


dari cairan serebro spinal (CSS). Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan
hemorrhage

subaraknoid.

f. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area tersebut,
batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi kimia, dapat

mengakibatkan

ketidakteraturan

ritme

jantung

g. Perdarahan ulang, pada pasien hemorrhage subarakhnoid mengalami perdarahan ulang


aneurisme

2. 9.

yang

tidak

diperbaiki.

(Hudak

and

Gallo,

1996,

p.273)

Pemeriksaan diagnostik

a. Computerized tomografi Scan (CT Scan) dapat memperlihatkan adanya hematoma, infark dan
perdarahan. Scan ini baik untuk meneliti lesi yang letaknya dipermukaan
b. Fungsi lumbal untuk menunjukkan kelainan cerebro spinalis fluid (CSF). Tekanan yang
meningkat dan adanya cairan darah menunjukkan adanya hemorhagic.
c. Elektro Encephalography (EEG) menggunakan gelombang untuk menentukan lesi spesifik
d. Angiografi (arteriografi) sangat esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak ganguan
otak, biasanya menggunakan arteri femoralis. Ada tidaknya oklusi, rupture atau obstruksi
dapat difisualisasi dengan alat ini.
e. Magnetik Resonance Imaging (MRI) dapat menampakkan daerah patologis
2.10. Penatalaksanaan
a.

Penatalaksanaan keperawatan

Untuk mengobati keadaan acut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut:
1)

Berusaha menstabilkan tanda tanda vital

2)

Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung

3)

Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter

4)

Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin

pasien harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
b.

Tindakan konservatif
1) Fasodilator yang meningkatkan aliran darah cerebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibutuhkan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, acetazolamide, papaverin intra arterial
3) Anti agregasi trombosis seperti aspirin, digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi. Trombosis yang terjadi ulcerasi alteroma

c.

Tindakan pembedahan untuk memperbaiki aliran darah cerebral, misalnya pada tindakan
endarterectomy carotis.

d. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan rehabilitasi ini
adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa yang mungkin dapat
dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart
Foundation, 2010). Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ialah
menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan kemampuan
kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya
terapi fisik/ fisioterapi, latihan bicara, latihan mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi
alat bantu, ortotik prostetik, dan olah raga. Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan
dengan berat ringan cacat, bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young &
Forster (2007) dan Duncan et al (2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi
merupakan pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama,
misalnya dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga.
Koordinator tindakan rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga, yang lebih
banyak mengetahui penderita, keluarganya, latar belakang pendidikannya, serta tugas jabatan.
Dokter keluarga dapat bertidak sebagai motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada
penderita dan keluarganya (Bradford Institute for Health Research, 2010).
2. Perawatan Penderita Stroke di Rumah
Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah antara lain,
berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau mengubah dan menambah dosis
obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk
memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan
latihan teratur di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap
bersemangat dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa
klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke. Vallery (2006) dalam
Agustina,dkk (2009) mengemukakan bahwa pasien dan orang yang merawat/ keluarga perlu
menyadari semua tantangan dan tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan
rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami
pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan
bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Keluarga
sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan,
termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli
terapi wicara, dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan
fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke
yang dapat dilakukan oleh keluarga di rumah.

1. Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering
dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, keluarga dianjurkan
penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas (Edmund, 2007).
Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan mulutnya
dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar satu jam. Perawatan mulut
yang teratur sangat penting, terutama untuk penderita yang sulit atau tidak dapat menelan
(Edmund, 2007).
2. Menangani masalah makan dan minum
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup
serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien. Jika nafsu makan penderita
berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi - kalori yang lezat dalam
jumlah terbatas setiap 2 -3 jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita
stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan
pneumonia aspirasi (John, 2004; Lotta, 2006; David 2004). Keluarga dapat elakukan
modifikasi dalam penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada
alas piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah.
Keluarga dapat juga menyediakankan alat - alat bantu untuk penderita stroke yang makan
dengan satu tangan, seperti
mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004; Lotta, 2006; David 2004).
3. Kepatuhan program pengobatan di rumah
Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan, diagnosa dini dan
pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan (rehabilitasi) suatu penyakit (Maryam,
2008). Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program
pengobatan jangka panjang (Schatz, 1998 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab
terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan
obat menggunakan alat - alat khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 2005).
4. Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif
Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat kerusakan di otak.
Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah emosional, misalnya reaksi
sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa orang
yang menderita depresi pasca stroke memiliki kemungkinan tiga kali lebihbesar meninggal
dalam 10 tahun dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita
stroke dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal - hal yang dapat
dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006). Ketidakmampuan seseorang

untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap
mudah marah. Masalah emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu
pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian mereka. Orang yang
pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama
jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah
untuk berjalan - jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus
didorong untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga
masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006). Pada sebagian besar kasus,
masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat
menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani
proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif
ini sering dapat dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke
membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa
mereka

adalah

anggota

keluarga

yang

berharga.

Penting

bagi

keluarga

untuk

mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian


orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan -jalan,
berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang
merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi
cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian
penderita stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan
penderita stroke lain (Lotta, 2006). Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan
konseling individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian
penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau menentang
pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter mungkin menganjurkan obat
antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin) atau berkonsultasi dengan psikiater atau
ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang
mengalami depresi berat, terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006).
Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir, memusatkan perhatian,
mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar, membuat rencana, dan belajar. Hal - hal
ini sering menjadi komplikasi stroke, mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang
selamat dan menyebabkan demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut.
Namun, bagi banyak penderita stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda
seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya (John, 2004). Jika
penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang yang merawat perlu

menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada
baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian, obat, dan kemajuan penderita stroke
pada selembar kertas (John, 2004). Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah,
misalnya demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan waktu.
Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami beberapa kali
stroke serta mengidap penyakit - penyakit lain (John, 2004).

5. Pencegahan cedera/ jatuh


Thomas (2004) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh
antara lain masalah ayunan langkah dan keseimbangan, obat - obat sedatif, kesulitan
melakukan aktivitas sehari - hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan
berkurangnya kekuatan tungkai bawah. Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi terbaik
bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah
kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan,
sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu
penderita, terutama pada tahap - tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, penderita stroke
sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang lumpuh dengan menopangkan beban
badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan
dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya
beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan
secara perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke telah
yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi tetap
memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat. Selain itu, Graham (2006)
menyatakan jika penderita stroke menggunakan kursi roda, sebaiknya rumah mereka
memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton. Keluarga juga mungkin
perlu memperlebar pintu - pintu rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di dalam
rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi dan adaptasi
rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke.

B.
1.

KONSEP DASAR KELUARGA


Pengertian Keluarga
Friedman (2005) mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih
yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Pengertian keluarga yang lain
sebagaimana dinyatakan oleh Suprajitno (2004) yaitu suatu ikatan/ persekutuan hidup atas
dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri
atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sementara itu Effendi (2005:30)
mendefinisikan keluarga sebagai perkumpulan dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka
hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya
masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Berdasarkan ketiga pengertian tersebut diambil kesimpulan (Suprajitno, 2004:14)
bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih
yang tinggal disuatu tempat atau rumah dan berinteraksi satu sama lain, mempunyai perannya
masing-masing-masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan.
Maka untuk itu indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi adat
ketimuran yang menekankan bahwa keluarga harus dibentuk atas dasar perkawinan, seperti
yang tertulis dalam peraturan pemerintah (PP) No. 21 tahun 1994 bahwa keluarga dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah.

2.

Tipe tipe keluarga menurut suprajinto (2004:2)

a. Keluarga inti ( Nuclear family )


Adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga besar ( Exstended family )
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan,
saudara sepupu, paman, atau bibi.
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)
Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya
d. Orang tua tunggal (single parent family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua
dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya,

e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (the unmarried teenage mother)
f. Orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single
adult living alone)
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital heterosecual cohabiting
family)
h. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
3. Tahap perkembangan keluarga dan tugas perkembangan menurut Suprajitno (2004:3)
Bukan hanya individu saja yang memiliki tahap perkembangan, keluargapun memiliki tahap
perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan masing-masing. Tahaptahap
perkembangan itu antara lain:
1. Tahap I pasangan baru atau keluarga baru (beginning family).
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan
(istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masingmasing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga
baru yang masih tinggal dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi.
Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan
pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya
Tugas perkembangan
1) Membina hubungan intim dan memuaskan.
2) membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3) mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri dan
keluarga sendiri.
2. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family).
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur
30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi,
hubungan sexual dan kegiatan.
3.
Mempertahankan
hubungan
yang
memuaskan
dengan

pasangan.

Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana orang tua berinteraksi dan
merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang positif dan
hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.

3. Tahap III keluarga dengan anak prasekolah (families with preschool).


Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia
5 tahun.
Tugas perkembangan
1.

Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa
aman.

2.

Membantu anak untuk bersosialisasi

3.

Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus terpenuhi.

4.

Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan masyarakat.

5.

Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.

6.

Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.

7.

Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.


4. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with children).
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat
anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal
sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki
minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga.
1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk

kebutuhan

untuk

meningkatkan

kesehatan

anggota

keluarga.

Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak untuk
nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.
5. Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers).
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.
Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.
Tugas perkembangan
1. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3.Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua.

Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.


4.

Perubahan

sistem

peran

dan

peraturan

untuk

tumbuh

kembang

keluarga.

Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak
untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.
6.Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center family).
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau
tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
7. Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families).
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit
karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak- anak.
3. Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga rutin,
menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.
8. Tahap VIII keluarga usia lanjut
Dimulai saat pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.

3.

Mempertahankan

keakraban

suami/istri

dan

saling

merawat.

4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.


5. Melakukan life review.
6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap
ini.

4.

Struktur Keluarga menurut Suprajino (2004:7)


Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga
di masyarakat, antara lain:
a. Struktur peran keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri dan
perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal
b. Nilai dan norma keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga, khususnya
yang berhubungan dengan kesehatan
c. Pola komunikasi keluarga
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu, orang tua dengan anak,
anak dengan anak dan anggota keluarga lain dengan keluarga inti.
d. Struktur kekuatan keluarga
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan
orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

5.

Fungsi keluarga menurut Friedman (2005)


Secara umum fungsi keluarga (friedman, 2005) adalah:
a. Fungsi afektif
Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi
Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah
c. Fungsi reproduksi
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi

Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga
e. Fungsi pemerliharaan kesehatan
Adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi
6.

Lima tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Suprajitno (2004:4)


keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan antara
lain:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu akan tidak berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan
sumber daya dan dana keluarga akan habis.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadan keluarga, dengan mempertimbangkan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga
memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga itu sendiri

C.

d.

Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

e.

Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitar keluarga.


PROSES KEPERAWATAN KELUARGA
Menurut Friedman (2005:54), Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan

keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi
tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah.
Friedman dalam Proses keperawatan keluarga juga membagi dalam lima tahap proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga
dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana
pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga menurut Effendi (2004) dengan
melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan
kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk membantu

keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk


membantu memenuhi kebutuhan kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan
membina komunikasi dua arah dengan keluarga.
Friedman (2005: 55) menjelakan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari lima
langkah dasar meliputi :

1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang
perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya.
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar
diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat
diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan
sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan
cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan
dianalisa (Friendman, 2005: 56)
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Untuk
penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan yang bayak menandung garam, zat
pengawet, serta emosi yang tinggi.
b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang
penting dalam penggelolaan penyakit stroke fase rehabilitasi terutama ahli fisiotherapi.
c. Pengobatan tradisional
Karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga bisa
memanfaatkan pengobatan tradisional dengan minum air ketimun yang dijus sehari dua kali
pagi dan sore.
3) Status Sosial Ekonomi
a. Pendidikan

Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta


pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil
keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan
pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena
hipertensi. Menurut (Effendy,2005) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya
sumber-sumber yang ada pada keluarga.
4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Menurut Friedmen (2005:125), Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk
riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan
dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh
terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan kecemasan.
5)

Aktiftas
Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah.
Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah
raga (Friedman, 2005:9).

6)

Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan
fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada penderita
stroke fase rehabilitasi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,2005:22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan
lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi

7)

Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Friedman, 2005) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan
komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak
pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup
ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
b.

Struktur Kekuasaan

Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang


otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah
pasien stroke.
c.

Struktur peran
Menurut Friedman(2005), anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang

dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran,
dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan
mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.
8)

Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka
akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu
keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya
partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 2005).
b. Fungsi sosialisasi

Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita stroke dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada
anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini
mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Menurut suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain
diluar rumah.
9)

Pola istirahat tidur


Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang
belum terselesaikan.

10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga


Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga
dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku untuk semua anggota keluarga. Setelah
ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.
11) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif,
maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.

2.

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia atas
perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat secara legal dapat
mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan. Kolaburasi dan koordinasi
dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk menghindari kebingungan anggota akan
kurangnya pelayanan kesehatan.
Dalam diagnosa keperawatan stroke atau cerebro vasculer accident didapatkan
diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a.

Perubahan perfusi jaringan cerebral (Doengoes, 2006)

b.

Kerusakan mobilitas fisik ( Doengoes, 2006)

c.

Komunikasi, kerusakan verbal dan tertulis (Doengoes, 2006)

d.

Perubahan persepsi sensori (Doengoes, 2006)

e.

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (Lynda Juall, 2004)

f.

Ketidakmampuan merawat diri (Lynda Juall, 2004)

g.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan (Doengoes, 2006)

3.

Intervensi Keperawatan
a.

Menyusun prioritas
Friedman (2005:64), menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi bersama yang
dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas perasaan peka terhadap klien
dan efek terpeutik terhadap tindakan dimasa mendatang.

b.

Menyusun tujuan
Friedman (2005:64) menjelaskan perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi
kepada klien kemungkinan sumber-sumber penggambaran pendekatan alternatif untuk
memenuhi tujuan dan operasional perencanaan.
Ada 3 kegiatan menurut Friedman (2005:64) yaitu:
1. Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur langsung dan spesifik
2. tujuan jangka menengah
3. tujuan akhir atau jangka panjang yang sifatnya umum dan mempunyai tujuan

c.

Menentukan kriteria dan standar evaluasi.


Kriteria yang akan dicapai adalah respon verbal, afektif dan psikomotor keluarga mengenai
penjelasan tentang masalah kesehatan (Friedman:2005:71)

4.

Implementasi keperawatan
Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber
yang tersedia.

a.

Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah post stroke.


Intervensi:
1) Berikan informasi kepada keluarga mengenai: pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
komplikasi, cara perawatan, penanganan dan pencegahan stroke
2) Motivasi keluarga untuk mengenal masalah stroke

b.

Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan kesehatan


yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita post stroke
Intervensi:
1) Memberikan informasi tentang alternatif pencegahan dpat diambil untuk mengatasi pasien
stroke, seperti menjaga kesehatan lingkungan, menghindari faktor pencetus, serta minum obat
secara teratur
2) Mendiskusikan akibat bila tidak melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi stroke
3)

Memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan tentang tindakan kesehatan yang

diambil pada anggota keluarga yang terkena stroke


c.

Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau perawatan post
stroke
Intervensi :
1) Sarankan atau anjurkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan secara teratur, jaga
diet penderita stroke.
2) Demonstrasikan teknik latihan tentang gerak dirumah

d.

Ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau


mempengaruhi kesehatan
Intervensi :
1) Memberikan semangat pada penderita terutama yang berasal dasri keluarga itu sendiri
atau melalui orang atau sumber-sumber yang dipercaya mempunyai pengaruh terhadap proses
penyembuhan
2) Modifikasi lingkungan yang dapat mendukung proses penyembuhan klien

e.

Ketidakmampuan keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap


perawatan post stroke
Intervensi :

1) Memberikan informasi tentang sumber-sumber yang dapat digunakan utnuk memperoleh


pelayanan kesehatan misalnya rujukan kontrol, perawatan fisiotherapi dan sumber-sumber
lain.
2) Memberikan motivasi agar keluarga memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara
berkesinambungan.
5.

Evaluasi
Friedman (2005:71) menjelaskan bahwa evaluasi didasarkan pada seberapa efektifnya
intervensi yang dilakukan keluarga, perawat dan yang lainny. Keefektifan dilihat dari respon
keluarga bukan intervensi yang diimplementasikan. Modifikasi dlam asuhan keperawatan
mengikuti perencanaan evaluasi dan mulai dengan proses siklus kembali ke pengkajian
dengan memberikan informasi yang diperoleh dari pertemuan sebelumnya dan diteruskan
dengan revisi setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan.
Evaluasi dalam asuhan keperawatan keluarga dengan stroke post rehabilitasi
berdasarkan respon keluarga terhadap implementasi yang kita lakukan sesuai dengan kriteria
evaluasi yaitu mengetahui pengertian stroke, mengetahui gangguan pada penderita stroke dan
mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan bagi penderita stroke post rehabilitasi.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke (CVA) adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, prograsif cepat,
berupa defisit neurologist fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam / lebih atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik.
Stroke disebabkan faktor-faktor penyumbatan pembuluh darah oleh jendalan darah
(thrombus / embolus), robek dan adanya gangguan susunan komponen darah.
3.2 Saran
-

Klien sebaiknya mematuhi semua pengobatan terhadap penyakit stroke yang dideritanya
guna mempertahankan kesehatan yang optimal.

Keluarga yang merawat sebaiknya melakukan perawatan dengan sabar dan selalu
memberikan dukungan kepada klien.

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne; Suzanne; and Benda G Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosa. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta:
EGC
Carpenito, L. J. (2004) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester.
Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (2005). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC
Effendy. N (2005). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care,
Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2004. Jakarta: EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah R. Karnaen, Et. All, Edisi ke 3.
2005. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.

Suyono,

Haryono,

2006.

Meningkatnya

Penduduk

Rawan

Stroke,

(Online),

(http://www.cybermed.cbn.net.id. Diakses 2 November 2007)


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Stroke, (Online), (http:// depkes.co.id/stroke.html)
http://bintangdilaut-siputih.blogspot.com/2012/03/askep-keluarga-dg-stroke.html di unduh
pada tanggal 24 April 2014 jam 12.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai