Anda di halaman 1dari 123

i

ASUHAN KEPERAWATAN FATIGUE PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK PASCA HEMODIALISA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Helda Mutiara Riski


NIM P1337420117004

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
ii

ASUHAN KEPERAWATAN FATIGUE PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK PASCA HEMODIALISA

KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

Helda Mutiara Riski


NIM P1337420117004

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Helda Mutiara Riski
NIM : P1337420117004

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan proposal pengelolaan kasus ini adalah hasil jiplakan, maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Semarang, 2 Mei 2020


Yang membuat Pernyataan

Helda Mutiara Riski


iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah oleh Helda Mutiara Riski, NIM. P1337420117004. Dengan
judul Asuhan Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Pasca
Hemodialisa ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.
.

Semarang, 2 Mei 2020

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Sudirman, BN, MN Sudiarto, MN

NIP.197312151998031003 NIP. 197406251998031001

Tanggal : Tanggal :
v

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Helda Mutiara Riski, NIM P1337420117004 dengan
judul Asuhan Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Pasca
Hemodialisa ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 6 Mei
2020

Dewan Penguji

Suharto. Spd., MN

NIP. 196605101986031001 Ketua (………………………)

Dr. Sudirman, BN, MN Anggota (………………………)


NIP.197312151998031003

Sudiarto, MN Anggota (………………………)


NIP.197406251998031001

Mengetahui,
a.n. Direktur
Ketua Jurusan Keperawatan

Suharto. Spd., MN

NIP. 196605101986031001
vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
Asuhan Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Pasca
Hemodialisa sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Penulis menyadari bahwa kegiatan penulisan ini dapat diselesaikan berkat
dukungan dan pengarahan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Kemenkes Semarang.
2. Bapak Suharto, S.Pd, MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Bapak Dr. Sudirman, MN selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan
Semarang Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah mengarahkan dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini .
4. Bapak Sudiarto, MN selaku Dosen Pembimbing II yang telah
mengarahkan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Karyawan Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang.
6. Kedua orang tua Bapak Kirmadi dan Ibu Sunarmi yang selalu memberikan
motivasi dan do’a sehingga diberikan kemudahan dan kelancaran.
7. Kakakku Nita Octaviani dan Adikku Ferdian Didit Aryatama yang
senantiasa memberikan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
8. Teman terdekat saya Fatha Yustisia Radifan yang senantiasa memberi
dukungan dan dorongan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
9. Teman-teman seperjuangan kelas A1 dan A2 yang hampir 3 tahun
menemani, melewati, rintangan kebahagiaan maupun kesedihan.
vii

Penulis menyadari bahwa Laporan Karya Tulis Ilmiah ini tidak luput dari
berbagai kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikannya sehingga laporan Karya Tulis Ilmiah ini
dapat memberikan manfaat. Amiiin.

Semarang, 2 Mei 2020

Helda Mutiara Riski

NIM. P1337420117004
viii

ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN FATIGUE PADA PASIEN GAGAL GINJAL


KRONIK PASCA HEMODIALISA

Helda Mutiara , ,
1)Mahasiswa DIII Keperawatan Semarang
2)Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Semarang
Koresponden : heldamutiara28@gmail.com

Latar belakang – Berdasarkan Riskesdas (2018) prevelensi gagal ginjal kronik


berdasar diagnosis dokter di Indonesia meningkat menjadi 3,8%, sedangkan di
Jawa Tengah prevelensi gagal ginjal kronik berdasar diagnosis dokter juga
meningkat menjadi 4%. Pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik
mendapatkan penatalaksanaan yaitu dengan terapi penggantian ginjal berupa
tindakan hemodialisa. Dampak pasca hemodialisa yang sering dikeluhkan oleh
pasien gagal ginjal kronik adalah fatigue/kelelahan. Fatigue dapat menimbulkan
dampak seperti konsentrasi menurun, malaise, gangguan tidur, gangguan
emosional, dan menurunnya kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-harinya, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup. Untuk mencegah
penurunan kualitas hidup dapat diberikan intervensi non-farmokologi meliputi
energi konservasi, manajemen aktivitas, peningkatan kualitas tidur, relaksasi otot
dan melalui breathing exercise.
Tujuan – Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan
fatigue pada klien gagal ginjal kronik pasca hemodialisa.
Metoda - Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan studi kasus. Penulis menggambarkan hasil dari asuhan keperawatan
pada pasien gagal ginjal kronik pasca hemodialisa dengan memfokuskan salah
satu masalah keperawatannya yaitu fatigue. Dengan pengamatan sebelum dan
sesudah dilakukannya tindakan non-farmakologis untuk mengurangi level fatigue.
Hasil – Hasil dari penelitian pada kedua pasien selama 2 hari didapatkan pada
pasien 1 mengalami penurunan level fatigue dari level sedang menjadi level
ringan. Pada pasien 2 tidak mengalami perubahan level fatigue tetap dengan level
sedang.
Kesimpulan – Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua pasien mngalami
fatigue yang berhubungan dengan kelesuan fisiologis. Setelah diberikan tindakan
pada kedua pasien dan dievaluasi menggunakan skala FACIT , tingkat kelelahan
yang ada pada pasien dapat mengalami penurunan jika tindakan-tindakan yang
diberikan dapat dilakukan secara kontinyu dan teratur.

Kata kunci : gagal ginjal kronik, hemodialisa, fatigue


ix

ABSTRACT

FATIGUE NURSING CARE IN POST HEMODIALISM CHRONIC


KIDNEY FAILED PATIENTS

Helda Mutiara , ,
1) College student of Nursing Associate’s Degree Health Polytechnic of
Semarang
2) Lecturer of Nursing Department Health Polytechnic of Semarang
Correspondent: heldamutiara28@gmail.com

Background - Based on Riskesdas (2018) the prevalence of chronic kidney


failure based on doctor's diagnosis in Indonesia increased to 3.8%, whereas in
Central Java the prevalence of chronic kidney failure based on doctor's diagnosis
also increased to 4%. Patients who experience chronic kidney failure get treatment
that is kidney replacement therapy in the form of hemodialysis. The impact of
post hemodialysis that is often complained of by patients with chronic kidney
failure is fatigue / fatigue. Fatigue can cause impacts such as decreased
concentration, malaise, sleep disturbance, emotional disturbances, and decreased
ability of patients to do their daily activities, so as to reduce the quality of life. To
prevent a decrease in quality of life, non-pharmocological interventions can
include energy conservation, management of activities, improvement of sleep
quality, muscle relaxation and through breathing exercise.
Objectives - This study aims to describe nursing care fatigue in clients with
chronic renal failure post hemodialysis.
Method - This research uses descriptive research with a case study approach. The
author describes the results of nursing care in patients with post-hemodialysis
chronic kidney failure by focusing on one of their nursing problems, fatigue. With
observations before and after taking non-pharmacological measures to reduce the
level of fatigue.
Results - The results of the study in both patients for 2 days found in patient 1
decreased levels of fatigue from moderate to mild levels. In patient 2 there was no
change in the level of fixed fatigue with a moderate level.
Conclusions - This study can be concluded that both patients experienced fatigue
associated with physiological lethargy. After the action is given to both patients
and evaluated using the FACIT scale, the level of fatigue that exists in the patient
can decrease if the actions given can be carried out continuously and regularly.

Keywords: chronic kidney failure, hemodialysis, fatigue


x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ........................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iv
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................................. vi
DAFTAR ISI.................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP GAGAL GINJAL KRONIK
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik………….............................................. 8
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronik.............................................................. 9
3. Manifestasi Klinis………………....................................................... 9
4. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik......................................................... 12
5. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik...................................................... 14
6. Pemerikaan Penunjang....................................................................... 15
7. Penatalaksanaan.................................................................................. 17
8. Komplikasi.......................................................................................... 18
9. Pathway Gagal Ginjal dengan Fatigue................................................ 19
xi

B. Konsep Hemodialisa
1. Definisi Hemodialisa.......................................................................... 20
2. Indikasi Hemodialisa.......................................................................... 20
3. Komplikasi Hemodialisa..................................................................... 21
4. Tindakan Pasca Hemodialisa.............................................................. 23
C. Konsep Pengelolaan Fatigue
1. Definisi Fatigue................................................................................... 23
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fatigue......................................... 24
3. Penatalaksanaan Fatigue..................................................................... 26
4. Pathway Fatigue.................................................................................. 28
D. Asuhan Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Pasca Hemodialisa
1. Pengkajian........................................................................................... 29
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 33
3. Intervensi ............................................................................................ 35
4. Implementasi ...................................................................................... 35
5. Evaluasi .............................................................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penulisan.......................................................................... 37
B. Subjek Studi Kasus ............................................................................ 38
C. Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 38
D. Definisi Operasional .......................................................................... 39
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 41
F. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 44
G. Analisis Data ...................................................................................... 45
H. Etika Penelitian .................................................................................. 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.................................................................................................... 48
B. Pembahasan......................................................................................... 65
1. Pengkajian.................................................................................... 65
xii

2. Diagnosa keperawatan................................................................. 67
3. Rencana Keperawatan.................................................................. 68
4. Implementasi Keperawatan.......................................................... 69
5. Evaluasi Keperawatan.................................................................. 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan......................................................................................... 72
B. Saran.................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik……………………………….. 12
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Pathway gagal ginjal kronik ...……..................………………… 19
2.2 Pathway fatigue ......................................................................... 28
xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Pengantar Studi Pendahuluan
Lampiran 2 : Surat Kesbangpol
Lampiran 3 : Surat Balasan dari RS
Lampiran 4 : Format Pengkajian
Lampiran 5 : SOP
Lampiran 6 : Kuesioner skala kelelahan FACIT
Lampiran 7 : Skala Indeks Barthel
Lampiran 8 : Lembar Bimbingan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal merupakan hilangnya kemampuan ginjal untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan

asupan makanan normal. Penyakit Gagal ginjal dibagi menjadi dua yaitu

gagal ginjal kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan

perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron

(biasanya berlangsung beberapa tahun dan bersifat irreversible) (Prince &

Wilson, 2006). Pada pasien gagal ginjal kronik, ginjal kehilangan fungsi

nefron lebih dari 90% dan filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit

untuk tiga bulan atau lebih. Hal tersebut menyebabkan ginjal tidak

mampu mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan

elektrolit (Corwin, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Global Burden of Disease tahun 2010,

Penyakit Ginjal Kronis merupakan penyebab kematian peringkat ke 27 di

dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010.

Lebih dari 2 juta penduduk di dunia mendapatkan perawatan dengan

dialisis atau transplantasi ginjal dan hanya sekitar 10% yang benar-benar

mengalami perawatan tersebut. Sepuluh persen penduduk di dunia

1
2

mengalami Penyakit Ginjal Kronis dan jutaan meninggal setiap tahun

karena tidak mempunyai akses untuk pengobatan (Riskesdas, 2013).

Pada tahun 2013, sebanyak 2 per 1000 penduduk atau 499.800

penduduk Indonesia menderita Penyakit Gagal Ginjal (Riskesdas, 2013).

Prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter sebesar 2% di

Indonesia. Di Jawa Tengah sendiri prevalensi gagal ginjal kronis berdasar

diagnosis dokter sebesar 3% (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2018,

prevelensi gagal ginjal kronik berdasar diagnosis dokter di Indonesia

meningkat menjadi 3,8%, sedangkan di Jawa Tengah prevelensi gagal

ginjal kronik berdasar diagnosis dokter juga meningkat menjadi 4%

(Riskesdas, 2018). Berdasarkan studi dokumentasi di RSUD Ungaran,

jumlah pasien yang menjalani hemodialisa dari tahun 2018-2019

meningkat signifikan, pada bulan September 2018 sebanyak 353 pasien

yang menjalani hemodialisa, sedangkan bulan September 2019 sebanyak

453 pasien yang menjalani hemodialisa.

Pasien yang mengalami penyakit gagal ginjal kronik mendapatkan

penatalaksanaan yaitu dengan terapi penggantian ginjal. Terapi

penggantian ginjal ada dua yaitu dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis

adalah suatu proses membersihkan atau menyaring darah di luar tubuh

dengan menggunakan mesin hemodialisa dan suatu zat dialisat.

Sedangkan transplantasi ginjal adalah terapi melalui pencangkokan ginjal

dari orang yang hidup ataupun mati kepada yang membutuhkan. Pasien

yang menderita gagal ginjal kronik cenderung untuk melakukan terapi


3

hemodialisa daripada terapi transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan

terapi hemodialisa mempunyai resiko yang lebih kecil dibandingkan

dengan terapi penggantian ginjal. Terapi penggantian ginjal ini tergantung

dari tersedianya donor ginjal untuk ditransplantasikan, akan tetapi terapi

hemodialisa juga mempunyai kekurangan yaitu terapi ini membutuhkan

waktu yang lama yaitu sekitar 3-4 jam dalam satu hari dan harus

dilakukan selama seumur hidup.

Selama terapi hemodialisa dapat memunculkan berbagai dampak

positif dan negatif yang terjadi terhadap fisiologis maupun psikologis.

Dampak positif setelah terapi hemodialisa adalah sisa-sisa metabolisme

dapat di keluarkan dari tubuh, sedangkan dampak negatif setelah terapi

hemodialisa adalah penurunan tekanan darah, mual muntah, kram otot,

dan kelelahan. Salah satu dampak pasca hemodialisa yang sering

dikeluhkan oleh pasien gagal ginjal kronik adalah fatigue/kelelahan (Novi

& Kusman, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian Kring & Crane (2009) melaporkan

bahwa 82% - 90% pasien hemodialisa mengalami fatigue pasca

hemodialisis. Fatigue merupakan kondisi seseorang yang tidak

menyenangkan dimana tubuh akan mengalami penurunan energi (Siti,

2018). Fatigue pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya lamanya proses

dialisis, kurangnya asupan nutrisi, fisiologis yang tidak normal, dan

kurang tidur (Ganik, Nurul, Azizah, 2017).


4

Fatigue dapat menimbulkan dampak seperti konsentrasi menurun,

malaise, gangguan tidur, gangguan emosional, dan menurunnya

kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, sehingga

dapat menurunkan kualitas hidup pasien (Siti, 2018). Oleh karena itu,

untuk mencegah dan menurunkan tingkat kelelahan akan diberikan

intervensi farmakologi berupa pemberian obat agen stimulating

eritropoesis pada pasien untuk meningkatkan pembentukan eritrosit

sehingga kadar oksigen dalam tubuh juga meningkat (Ganik, Nurul,

Azizah, 2017).

Selain intervensi farmakologi dapat juga diberikan dengan

intervensi non-farmakologi, dimana intervensi non-farmakologi juga

dapat berperan dalam mengurangi tingkat kelelahan pasien sehingga tidak

menurunkan kualitas hidup pasien. Intervensi non-farmokologi yang

dapat diberikan meliputi energi konservasi, manajemen aktivitas,

peningkatan kualitas tidur, relaksasi otot dan melalui breathing exercise

kepada pasien (Astroth, Russell, & Welch, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cahyu (2012) tentang

pengaruh breathing exercise terhadap level fatigue pada pasien

hemodialisis di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, diperoleh kesimpulan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan

breathing exercise secara kontinyu pada pasien yang menjalani

hemodialisa dengan keluhan kelelahan.


5

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Santi, Ratna, &

Masfuri (2015) tentang pengaruh relaksasi otot progresiv terhadap level

fatigue pada pasien hemodialisis, diperoleh kesimpulan bahwa relaksasi

otot progresiv dapat diterapkan untuk mengurangi level fatigue pada

pasien yang menjalani hemodialisa.

Mengingat semakin tingginya kasus gagal ginjal kronik yang harus

menjalani hemodialisa di lingkungan masyarakat maka penulis ingin

menerapkan intervensi non-farmakologis yaitu breathing exeercise,

relaksasi otot progresiv, peningkatan kualitas tidur, manajemen aktivitas

dan energi konservasi pada pasien gagal ginjal yang mengalami fatigue,

sehingga penulis perlu melakukan study kasus terutama tentang “Asuhan

Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Pasca

Hemodialisa”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan fatigue pada klien gagal ginjal kronik

pasca hemodialisa?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan fatigue pada klien gagal

ginjal kronik pasca hemodialisa.


6

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan pengkajian pada klien dengan gagal ginjal

kronik.

b. Menggambarkan diagnosa keperawatan pada klien dengan

gagal ginjal kronik.

c. Menggambarkan perencanaan pada klien dengan gagal ginjal

kronik.

d. Menggambarkan tindakan keperawatan pada klien dengan

gagal ginjal kronik.

e. Menggambarkan evaluasi masalah keperawatan kelelahan pada

klien gagal ginjal kronik pasca hemodialisa.

f. Menganalisa hasil pengkajian, diagnosis keperawatan,

perencanaan, tindakan, dan evaluasi dari tindakan yang

dilakukan untuk mengatasi diagnosis pada klien dengan gagal

ginjal kronik, melalui proses komparasi 2 kasus berdasarkan

telaah/kajian pustaka yang relevan.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan untuk

referensi terutama dalam pemberian asuhan keperawatan fatigue

pada klien gagal ginjal kronik pasca hemodialisa.


7

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pasien

dalam mengelola fatigue pada pasien gagal ginjal kronik pasca

hemodialisa.

b. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan penulis sebagai

sarana untuk memperoleh pengalaman dalam melaksanakan

asuhan keperawatan fatigue pada klien gagal ginjal kronik

pasca hemodialisa.

c. Bagi Mahasiswa Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

dan sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien gagal

ginjal kronik yang mengalami fatigue pasca hemodialisa.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gagal Ginjal Kronik

1. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah proses kerusakan ginjal selama

rentan waktu lebih dari tiga bulan ditandai dengan laju filtrasi

glomerulus berada dibawah 60ml/menit/1,73 (As’adi, 2012).

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang ditandai oleh

kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan irreversibel dalam berbagai

periode waktu, dari beberapa bulan hingga beberapa dekade. Gagal

ginjal kronik terjadi karena sejumlah keadaan yang nefron tidak

berfungsi secara permanen dan penurunan laju filtrasi glomerulus

(GFR) (Chang, Daly, Elliot, 2010).

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat

yang memerlukan terapi penggantian ginjal yang tepat berupa

transplantasi ginjal atau dialisis (Setiati, 2014).

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada

penderita gagal ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal secara

8
9

perlahan-lahan selama rentan waktu tiga bulan yang ditandai dengan

penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR).

2. Etiologi

Menurut Roesli (2008), penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai

berikut :

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis adalah proses inflamasi yang

mempengaruhi struktur di dalam glomerulus.

b. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah penyakit yang diakibatkan oleh

peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal.

c. Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah pada

dinding arteri menunjukan lebih dari batas normal.

d. Ginjal polikistik

Ginjal polikistik adalah penyakit keturunan dimana pada

ginjal terdapat sekumpulan benjolan.

3. Manifestasi klinis

Menurut Chang, Daly, Elliot (2009) manifestasi klinis gagal ginjal

sebagai berikut :
10

a. Perubahan Berkemih

Pada stadium awal gagal ginjal, poliuria dan nokturia

tampak jelas karena ginjal tidak mampu memekatkan urine,

khususnya dimalam hari. Berat jenis urine secara bertahap

menetap pada nilai disekitar 1,010 (konsentrasi osmolar plasma)

yang mencerminkan ketidakmampuan ginjal untuk

mengencerkan atau memekatkan urine. Apabila gagal ginjal

semakin memburuk maka terjadi oliguria (haluaran urine

<400mL per 24 jam).

b. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa

Peningkatan retensi cairan menyebabkan penurunan

eksresi urine. Keparahan gejala tergantung pada tingkat

kelebihan cairan. Dapat terjadi edema dan hipertensi. Kelebihan

cairan pada akhirnya akan menyebabkan gagal jantung

kongestif, edema paru, dan efusi perikardium serta efusi pleura.

Pada keadaan ini terdapat pula sejumlah gangguan

keseimbangan elektrolit yang disebabkan oleh disfungsi ginjal.

Ekresi natrium akan terganggu dan retensi natrium terjadi

bersama dengan retensi air. Retensi natrium turut menyebabkan

edema, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Hiperkalemia

merupakan gangguan elektrolit yang paling serius terkait dengan

gagal ginjal kronik, dimana disritmia yang mengancam jiwa


11

dapat terjadi jika kadar kalium serum mencapai 7 hingga 8

mmol/L.

c. Sindrom uremia

Pada gagal ginjal terjadi peningkatan kadar ureum dan

kenaikan kreatinin kendati kenaikan kadar kreatinin serum

menjadi indikator terbaik untuk menunjukan gagal ginjal.

Retensi ureum dan kreatinin mempengaruhi semua sistem tubuh

dan keadaan ini disebut sindrom uremia. Manifestasi klinis

utama berupa mual, muntah, letargi, keletihan, dan sakit kepala.

d. Gangguan Kardiovaskuler

Hipertensi merupakan gangguan kardiovaskuler yang

sering terjadi dan bertanggung jawab atas percepatan penyakit

aterosklerosis vaskuler, hipertrofi ventrikel kiri, dan gagal

jantung kongestif .

e. Gangguan pernafasan

Dispnea akibat kelebihan cairan, edema paru, pleuritis

uremia, dan efusi pleura sering ditemukan pada penyakit gagal

ginjal.

f. Gangguan metabolik dan endokrin

Gangguan ginjal dikaitkan dengan beberapa gangguan

metabolik dan endokrin.


12

g. Anemia

Anemia merupakan manifestasi klinis yang sering

ditemukan karena gagal ginjal menyebabkan gangguan produksi

eritropoetin yang diperberat oleh abnormalitas trombosit.

h. Anoreksia, mual, muntah

Anoreksia, mual, muntah menyertai gagal ginjal dan

menyebabkan penurunan berat badan dan malnutrisi yang

dialami oleh banyak pasien.

i. Gangguan integumen

Perubahan paling mencolok pada pasien yang

mengalami gagal ginjal adalah perubahan warna kulit menjadi

kuning kusam karena absorpsi dan retensi pigmen urine.

4. Klasifikasi gagal ginjal kronik

Menurut Chang, Daly, Elliot (2009) klasifikasi penyakit gagal ginjal

kronik sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan GFR

GFR
Stadium Keterangan
(mL/menit/1,73 )

kerusakan ginjal dengan GFR


1 ≥ 90
normal atau meningkat
13

kerusakan ginjal dengan


2 60-89
penurunan GFR ringan

3 penurunan GFR yang sedang 30-59

4 penurunan GFR yang berat 15-29

5 Gagal ginjal <15

Menurut Kemenkes RI (2010), GFR dihitung menggunakan format

Coekeroft-Gault sebagai berikut :

GFR (laki-laki) =

GFR (wanita) = 0,85 x nilai GFR laki-laki

Menurut As’adi (2012) tahapan gagal ginjal kronik sebagai berikut :

a. Penurunan cadangan ginjal (Faal ginjal antara 40-76%)

Pada tahap ini beberapa hal terjadi didalam tubuh penderita

antara lain sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi dan laju filtrasi

glomerulus 40-50% normal. Tahap ini merupakan tahan

perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan.

b. Indufiensi Ginjal (Faal ginjal antara 20-50%)

Pada tahap ini lebih dari 75% nefron tidak berfungsi dengan

optimal. Selain itu, kadar Ureum dan kreatinin serum juga mulai

meningkat melampaui batas normal.


14

c. Gagal ginjal (Faal ginjal kurang dari 10%)

Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,

penderita merasakan beberapa gejala seperti mual, muntah, sesak

nafas, dan urine berkurang.

d. End-stage Renal Disease (ESRD)

Pada tahap ini lebih dari 85% nefron sudah tidak bisa

berfungsi dan laju filtrasi glomerulus kurang dari 10%.

5. Patofisiologi

Menurut Muttaqin (2014), patofisiologi dari gagal ginjal kronik sebagai

berikut :

Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan

garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung

pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari

25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal

karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron

yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,

reabsorbsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron

yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-

nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Kondisi tersebut akan

bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut

sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal
15

menurun drastis dengan manifestasi penumpukan sisa metabolisme

yang seharusmya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi

sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap

organ tubuh. Dampak dari gagal ginjal kronis memberikan berbagai

masalah. Pada saat laju filtrasi glomerulus kurang dari 15% gagal ginjal

kronis akan mendapatkan terapi penggantian ginjal yaitu dialisis atau

transplantasi ginjal.

6. Pemeriksaan penunjang

Menurut As’adi (2012), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Urine

Pemeriksan urine bertujuan untuk mengetahui volume,

warna, sedimen, berat jenis, kadar kreatinin, dan kadar protein

dalam urine.

b. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah ini meliputi BUN/kreatinin, hitung

darah lengkap, sel darah merah, natrium serum, kalium, magnesium

fosfat, protein, dan osmolaritas serum.

c. Pemeriksaan Pielografi Intravena

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui abnormalitas

pelvis ginjal dan ureter, serta pielografi retrograde. Selain itu


16

pemeriksaan ini untuk mengetahui sirkulasi ginja, mengidentifikasi

ekstravaskuler, dan adanya massa.

d. Sistouretrogram Berkemih

Pemeriksaan ini untuk menunjukkan ukuran kandung

kemih, refluks ke dalam ureter, dan retensi.

e. Ultrasono Ginjal

Pemeriksaan ini untuk mmenunjukkan ukuran kandung

kemih, adanya massa, kista, dan obstruksi pada saluran kemih

bagian atas.

f. Biopsi Ginjal

Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan

sel jaringan untuk didiagnosis secara histologi.

g. Endoskopi Ginjal Nefroskopi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal,

seperti ada atau tidaknya batu ginja, hematuria, dan pengangkatan

tumor selektif.

h. EKG

Keadaan abnormal menunjukkan adanya

ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi

ventrikel, dan tanda-tanda perikarditis.


17

7. Penatalaksanaan

Menurut As’adi (2012) penatalaksanaan pada penyakit gagal ginjal

kronik sebagai berikut :

a. Penatalaksanaan Diet

Tujuan penatalakasanaan diet pada gagal ginjal kronik

adalah mempertahankan status nutrisi meski asupan protein,

kalium, garam, dan fosfat dibatasi dalam diet. Pembatasan protein

harus dilakukan secara berhati-hati untuk menghindari malnutrisi

(khususnya pada gagal ginjal stadium terminal). Diet gagal ginjal

harus mendapat energi yang cukup dari karbohidrat dan lemak

untuk mengurani katabolisme protein tubuh dan mempertahankan

berat badan. Asupan cairan biasanya dibatasi sbesar 500 ml

ditambah jumlah haluaran urine pada hari sebelumnya. Pembatasan

natrium dan kalium brgantung pada kemampuan fungsi ginjal

untuk mengekskresikan elektrolit ini.

b. Terapi Pengagantian Ginjal

Apabila fungsi ginjal mengalami kemunduran hingga titik

gagal ginjal stadium terminal, diperlukan terapi penggantian ginjal.

Penanganan ini meliputi hemodialiasis, dialisis peritoneal, dan

transplantasi ginjal.

c. Farmakologi Yang Diterapkan

Pasien gagal ginjal kronik memerlukan sejumlah obat untuk

mengendalikan gejala yang menyertai disfungsi ginjal. Pada gagal


18

ginjal dapat terjadi kelambatan atau penurunan eliminasi obat yang

menimbulkan penumpukan obat di dalam tubuh, sehingga

diperlukan penyesuaian takaran obat daan frekuensi pemberiannya.

8. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal menurut As’adi (2012) sebagai

berikut :

a. Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikardium parietal,

perikardium viseral, atau keduanya.

b. Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik dengan konsistensi diatas 140/90mmHg.

c. Anemia

Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah

merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga

darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang

diperlukan tubuh.

d. Edema paru-paru

Edema paru-paru terjadi akibat penimbunan cairan serosa

atau serosanguinosa yang berlebihan didalam ruang interstitial

dan alveolus paru-paru. Hal ini disebabkan ginjal tidak dapat

mensekresi urine dan garam dalam jumlah yang cukup.


19

9. Pathway Gagal Ginjal Kronik

10.
Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya penurunan nefron

Mekanisme kompensasi dan adptasi dari nefron yang menyebabkan kematian nefron
membentuk jaringan parut dan aliran darah ginjal

GFR menurun menyebabkan kegagalan mempertahankan metabolisme dan


keseimbangan cairan dan elektrolit

Penumpukan toksisk uremik di dalam darah


Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

Volume cairan Sindrom uremik


Hipernatremi
Hiperkalemia
hipokalsemia Respons hematologi : Respon muskuloskeletal
produksi eritropoetin Ureum pada jaringan
Kelebihan otot
volume
cairan Masa hidup sel darah Restless leg syndrom
merah pendek Burning feet syndrom
Kehilangan sel darah Kram otot
Aktivitas merah Kelelmahan fisik
SRAA
Asidosis Anemia normositik Nyeri otot
metabolik normokromik

Beban kerja
jantung Intoleransi aktivitas

Respon gatrointestinal:
Curah jantung Nafas bau amonia Ureum pada saluran
Stomatitis, ulkus cerna
lambung Peradangan mukosa
Penurunan
perfusi jaringan saluran cerna

Mual, muntah
anoreksia

Pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Gambar. 2.1 Pathway gagal ginjal kronik (Mutaqin, 2014)


20

B. Konsep Hemodialisa

1. Definisi

Hemodialisa merupakan terapi penggantian ginjal yang dilakukan 2-

3 kali selama seminggu dengan durasi waktu 4-5 jam, yang bertujuan

untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit (Adi, Suwondo, dan Lestyanto,

2013).

Hemodialisa merupakan terapi yang digunakan untuk mengeluarkan

cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut maupun

secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut untuk

mencegah kerusakan permanen atau kematian (Mutaqin, 2011).

Menurut Smeltzer & Bare (2008), terapi hemodialisa tidak

menyembuhkan penyakit ginjal, pasien akan tetap mengalami sejumlah

permasalahan dan komplikasi serta adanya perubahan pada bentuk dan

fungsi sistem tubuh.

2. Indikasi Hemodialisa

Menurut Smeltzer & Bare (2008), hemodialisis diindikasikan pada

pasien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi dialisa jangka

pendek atau pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan

terapi jangka panjang. Keputusan untuk memulai perawatan hemodialisa

pada pasien harus didasarkan pada penilaian tanda atau gejala uremisa

pada pasien, tanda kekurangan energi-protein, bukan pada pasien


21

dengan stadium tertentu tanpa adanya tanda-tanda atau gejala tersebut

(Rocco M, 2015). Indikasi dilakukannya hemodialisa sebagai berikut :

a. Laju filtrasi glomerulus (GFR) <15ml/menit/1,73

b. Hiperkalemia

c. Kegagalan terapi konservatif

d. Kadar ureum >200mg/dl

e. Kelebihan cairan

f. Anuria berkepanjangan

3. Komplikasi Pasca Hemodialisa

Aru (2006) mengatakan bahwa meskipun terapi hemodialisa relatif

aman dan bermanfaat untuk pasien tidak menutup kemungkinan terdapat

efek samping dari terapi hemodialisa. Komplikasi dari terapi hemodialisa

sebagai berikut :

a. Hipotensi atau hipertensi

Hipotensi setelah terapi hemodialisa biasanya terjadi pada

pasien yang mengalami gangguan sistem kardiovaskuler yang

disebabkan oleh kelainan struktural jantung dan pembuluh darah.

b. Kram otot

Kram otot yang terjadi pada pada pasien hemodialisa

diakibatkan oleh penarikan cairan yang berlebihan saat proses

hemodialisis, hal ini berkaitan dengan kenaikan berat badan pasien.


22

c. Mual atau muntah

Mual dan muntah pada pasien hemodialisa erat kaitannya

dengan tekanan darah yang rendah. Tekanan darah yang rendah

menjadi penyebab utama pasien mengalami mual dan muntah.

d. Anemia

Anemia pada pasien yang menjalani hemodialisa biasanya

disebabkan oleh kehilangan darah selama proses hemodialisis

akibat sel darah tertinggal di dalam dializer, sehingga pasien

mengalami anemia dan membutuhkan ekstra zat besi atau obat-

obatan yang dapat mengatasi anemia.

e. Fatigue (Kelelahan)

Kelelahan merupakan keluhan yang paling umum

dikeluhkan oleh pasien setelah menjalani hemodialisa. Kelelahan

pada pasien hemodialisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti

kurangnya intake akibat diet yang ketat, berkurangnya kadar

hemoglobin dalam darah, dan lamanya proses hemodialisis.

f. Kulit Gatal

Kulit gatal pada pasien yang menjalani hemodialisa

disebabkan oleh tingginya nilai fosfor dalam darah. Didalam tubuh,

fosfor yang berlebihan dapat terikat dengan kasium dan

menyebabkan rasa gatal. Selain tingginya kadar fosfor dalam

darah, kurangnya asupan cairan juga dapat mneyebabkan kulit

menjadi kering sehingga memicu kulit terasa gatal.


23

4. Tindakan Pasca Hemodialisa

Menurut Edi Junaedi (2018) , tindakan yang dapat dilakukan pasca

hemodialisa dalam menangani komplikasi yang terjadi sebagai berikut :

a. Memberikan suntikan eritropoetin untuk meningkatkan produksi

eritrosit sehingga dapat mengatasi anemia.

b. Melakukan massage di daerah yang mengalami kram otot.

c. Memberikan obat antihistamin untuk mengatasi gatal-gatal akibat

penumpukan fosfor yang berikatan dengan kasium di dalam tubuh.

d. Mengatur posisi pasien dengan posisi trendelenberg untuk mengatasi

hipotensi, sehingga suplai darah sampai ke otak dan tidak

menyebabkan pusing, mual, atau muntah.

e. Edukasi mengenai asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan.

f. Edukasi mengenai intake cairan yang harus dibatasi sesuai dengan

kondisi.

C. Konsep Pengelolaan Fatigue

1. Definisi

Kelelahan (fatigue) adalah kondisi seseorang yang tidak

menyenangkan dimana tubuh akan mengalami penurunan energi

(Siti, 2018).

Fatigue didefinisikan dari perasaan subjektif dari keletihan

yang merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan

menyulitkan (Gordon, Doyle, Johansen, 2011).


24

Menurut Horigan (2012), fatigue dibedakan menjadi dua yaitu

fatigue fisik dan fatigue mental. Fatigue fisik merupakan kurangnya

kekuatan fisik dan energi yang membuat mereka hidup berkurang

seperti lemah dan di kuras. Sedangkan fatigue mental merupakan

kelelahan mental yang mempengaruhi kempuan mereka untuk

mengingat percakapan, nama, dan tempat.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fatigue

Menurut Rumentalia, Krisna, Tutik (2010) Faktor-faktor yang

mempengaruhi fatigue sebagai berikut :

a. Faktor Demografi

1) Usia

Penambahan usia mengakibatkan berkurangnya fungsi organ

dan bila diiringi dengan patologi gagal ginjal kronik akan

mengakibatkan fatigue.

2) Pekerjaan

Penderita gagal ginjal yang bekerja memiliki sedikit resiko

fatigue dibandingkan dengan penderita yang tidak bekerja,

karena bekerja dapat membuat penderita merasa lebih baik.

3) Tingkat pendidikan

Pendidikan yang rendah dapat meningkatkan fatigue.

Penderita yang memiliki pendidikan tinggi akan mempunyai

kesadaran yang baik untuk memeriksakan kesehatannya.


25

b. Faktor Fisiologis

1) Kadar hemoglobin

Kekurangan kadar hemoglobin akan mengakibatkan anemia,

dimana akan kekurangan kadar oksigen dalam darah sebagai

bahan pembakar pembentukan metabolisme.

c. Faktor Sosial Ekonomi

1) Pendapatan

Pendapatan yang rendah memiliki resiko fatigue yang lebih

tinggi dibandingkan dengan pendapatan yang tinggi. Hal ini

karena penderita dengan pendapatan tinggi akan lebih mudah

dalam mendapatkan perawatan yang lebih baik.

2) Kebiasaan merokok

Merokok dapat menyebabkan berkurangnya oksigen ke otak

dan menghabiskan cadangan energi, dimana kondisi tersebut

akan menyebabkan kelelahan.

d. Faktor Situasional

1) Lamanya hemodialisa

Lamanya proses hemodialisa akan mempengaruhi tingkat

fatigue, hal ini karena proses hemodialisa membutuhkan

waktu 3-4 jam per hari dan penderita yang menjalani

hemodialisa dituntut untuk tidak beraktifitas selama proses

hemodialisa.
26

3. Penatalakasanaan Fatigue

Menurut Astroth, Russell, & Welch (2013), fatigue dapat dikelola

dengan menggunakan terapi non farmakologi. Beberapa terapi

farmakologi yang dapat menurunkan fatigue sebagai berikut :

a. Energi Konservasi

Tindakan mengurangi jumlah penggunaan energi secara efisien

dimana manfaat yang sama diperoleh dengan menggunakan

energi yang lebih sedikit ataupun mengurangi kegiatan yang

banyak menggunakan energi.

b. Manajemen aktifitas

Manajemen aktifitas merupakan tindakan membatasi aktifitas

atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dimana kegiatan-kegiatan

yang dilakukan tidak memperburuk tingkat fatigue pasien.

c. Meningkatkan kualitas tidur

Meningkatkan kualitas tidur dapat menurunkan tingkat kelelahan

yang terjadi pada pasien. Dimana saat tidur, tubuh akan

meregenerasi sel dan memperbarui sel-sel tubuh sehingga saat

bangun tidur tubuh akan menjadi lebih segar.

d. Relaksasi otot

Relakasasi otot merupakan terapi non farmakologi yang diberikan

pada pasien dengan menegangkan otot-otot kemudian

direlaksasikan.
27

e. Breathing Exercise

Menurut Cahyu (2012) Breathing exercise adalah intervensi

non-faramakologis yang dapat diberikan pada pasien untuk

mengurangi kelelahan, gangguan tidur, stress, dan kecemasan.

Breathing exercise membuat tubuh kita mendapatkan input

oksigen yang adekuat, dimana oksigen memegang peranan

penting dalam respirasi dan sirkulasi tubuh. Saat kita melakukan

breathing exercise, oksigen akan mengalir ke dalam pembuluh

darah dan seluruh jaringan tubuh, membuang racun dan sisa

metabolisme yang tidak terpakai, meningkatkan metabolisme dan

memproduksi energi. Breathing exercise akan memaksimalkan

jumlah oksigen yang masuk dan disuplai ke seluruh jaringan

sehingga tubuh dapat mempoduksi energi dan menurunkan level

fatigue (Cahyu, 2012).

Menurut Jablonski & Chonchol (2012), breathing exercise

yang dilakukan mampu mengurangi stres oksidatif, sehingga

meningkatkan energi seluler, meningkatkan elastisitas pembuluh

darah dan memperbaiki sirkulasi ke seluruh jaringan sehingga

tubuh dapat memprodukssi energi, dan hasil akhirnya dapat

mengurangi atau mengatasi kelelahan pada pasien hemodialisis.


28

4. Pathway Fatigue
Hipertensi Diabetes Glomerulo Ginjal
mellitus nefritis polikistik

Penurunan GFR

Sindrom Uremia

Gagal ginjal kronik

Terapi
hemodialisa

Lamanya Terapi Anemia Intake nutrisi


kurang

Produksi HB
turun

Penurunan
suplai oksigen
ke jaringan

Fatigue

Gambar 2.2 Pathway Fatigue (Cahyu, 2012)


29

D. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik Pasca Hemodialisa

Dengan Fatigue

1. Pengkajian

Menurut Muttaqin (2014), pengkajian yang dapat dilakukan sebagai

berikut :

a. Keluhan utama

Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine

output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan

kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut

terasa kering, rasa lelah, napas bau, dan gatal pada kulit.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan

pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas

berbau amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah

kemana saja pasien meminta pertolongan untuk mengatasi

masalahnya dan mendapatkan pengobatan.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran

kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benign

prostatic hyperplasia, dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat

penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang

berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada

masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting


30

untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan

adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.

d. Psikososial

Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan

dialisis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada

gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan

pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasann, gangguan

konsep diri, dan gangguan peran pada keluarga.

e. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat

kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat. Pada TTV sering di dapatkan

adanya perubahan seperti RR meningkat, tekanan darah terjadi

perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

B1 (Breathing)

Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan

pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi dan

kompensasi oksigen pada anemia.

B2 (Blood)

Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia

sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi


31

gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

kehilangan darah.

B3 (Brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti

perubahan proses berpikir, dan disorientasi. Pasien sering didapatkan

adanya kejang, adanya neuropati perifer, restless leg syndrome, kram

otot, dan nyeri otot.

B4 (Bladder)

Penurunan urine output <400ml/hari

B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga

sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

B6 (Bone)

Kelemahan fisik secara umum dari anemia dan penurunan perfusi

perifer dari hipertensi.

f. Pengkajian fokus

Menurut M. Clevo Rendy & Maregareth (2012), Pengkajian fokus

pada asuhan keperawatan gagal ginjal kronik dengan fatigue sebagai

berikut:

1) Aktifitas/istirahat

a) Gejala : kelemahan malaise, gangguan tidur, gelisah


32

b) Tanda : kelemahan otot, penurunan rentang gerak,

kehilangan tonus

2) Sirkulasi

a) Gejala : riwayat hipertensi, nyeri dada

b) Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema jaringan, pucat

pada kulit, disritmia jantung

3) Integritas ego

a) Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, perasaan

tak ada harapan

b) Tanda : ansietas, takut, perubahan kepribadian

4) Eliminasi

a) Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,

diare atau konstipasi

b) Tanda : perubahan warna urin, terdapat oliguria atau

anuria

5) Makanan/cairan

a) Gejala : peningkatan berat badan dengan cepat,

anoreksia, mual, muntah

b) Tanda : perubahan turgor kulit, edema, distensi

abdomen, perdarahan gusi

6) Pernapasan

a) Gejala : nafas pendek, batuk dengan/ tanpa sputum

b) Tanda : takipnea, dipsnea, pernapasan kusmaul, batuk


33

7) Seksualitas

a) Gejala : penurunan libido

g. Pengkajian level fatigue

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jhonson, Lukman, Tri M.

Andayani, dan Fredie (2016) , pengukuran fatigue dapat dilakukan

dengan menggunakan kuesioner skala kelelahan FACIT (Functional

Assessment Chronic Illness Therapy). FACIT Fatigue Scale

merupakan kuesioner ringkas yang hanya terdiri dari 13 pertanyaan

sehingga mudah untuk digunakan mengukur tingkat kelelahan

individu. Tingkat kelelahan diukur menggunakan skala likert yang

terdiri dari skala 0 – skala 4. Skala 0 menunjukkan sangat lelah

sekali, skala 1 menunjukkan lelah sekali, skala 2 menunjukkan agak

lelah, skala 3 menunjukkan sedikit lelah, skala 4 menunjukkan tidak

lelah sama sekali. Rentang nilai kuesioner skala kelelahan FACIT

berada diantara 0-52, dimana semakin tinggi nilai maka kualitas

hidup semakin baik. Nilai <30 menunjukkan kelelahan yang berat.

2. Diagnosa keperawatan (NANDA-I 2015-2017)

Fatigue merupakan keletihan terus-menerus dan penurunan kapasitas

untuk kerja fisik dan mental pada tingkat yang lazim.

a. Batasan Karakteristik :

1) Apatis
34

2) Gangguan konsentrasi

3) Gangguan libido

4) Introspeksi

5) Kelelahan

6) Kurang energi

7) Kurang minat terhadap sekitas

8) Letargi

9) Mengantuk

10) Merasa bersalah karena tidak dapat menjalankan tanggung

jawab

11) Peningkatan kebutuhan istirahat

12) Peningkatan keluhan fisik

13) Penurunan performa

14) Pola tidur tidak memuaskan

15) Tidak mampu mempertahankan aktifitas fisik pada tingkat

yang biasanya

16) Tidak mampu mempertahankan rutinitas yang biasanya

b. Faktor Yang Berhubungan:

1) Ansietas

2) Depresi

3) Gangguan tidur

4) Gaya hidup tanpa stimulasi


35

5) Hambatan lingkungan

6) Kelesuan fisik

7) Kelesuan fisiologis

8) Malnutrisi

9) Peningkatan kelelahan fisik

10) Stresor

11) Tuntutan pekerjaan

3. Kriteria Hasil (NOC 2015-2017)

Menurut NOC 2015-2017 kriteria hasil yang dapat diterapkan untuk

mengatasi fatigue sebagai berikut :

a. Tingkat kelelahan menurun

b. Tingkat kecemasan menurun

c. Konsentrasi meningkat

d. Asupan nutrisi adekuat

e. Dapat mengontrol diri terhadap depresi

f. Istirahat yang cukup

g. Kebutuhan tidur tercukupi

4. Intervensi Keperawatan (NIC 2015-2017)

Intervensi yang disarankan untuk mengatasi masalah fatigue sebagai

berikut :

a. Bantu pasien identifikasi pilihan aktivitas yang akan dilakukan


36

b. Batasi stimulasi lingkungan yang menganggu untuk

memfasilitasi relaksasi

c. Tingkatkan tirah baring/ pembatasan aktivitas

d. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien

e. Anjurkan pasien terkait nutrisi dengan kebutuhan diet untuk

kondisi yang sakit

f. Tentukan pola tidur/ aktivitas pasien

g. Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan pola tidur

h. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan

pakaian longgar dan mata tertutup.

i. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi.

j. Tunjukkan dan praktikan teknik relaksasi pada klien.

k. Dorong klien untuk mengulang praktik teknik relaksasi, jika

memungkinkan.

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang di laksanakan sesuai dengan intervensi.

Menurut NIC (2015-2017) implementasi keperawatan mengenai gagal

ginjal kronik dengan fatigue sebagai berikut :

a. Membantu pasien identifikasi pilihan aktivitas yang akan

dilakukan

b. Membatasi stimulasi lingkungan yang menganggu untuk

memfasilitasi relaksasi
37

c. Meningkatkan tirah baring/ pembatasan aktivitas

d. Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien

e. Menganjurkan pasien terkait nutrisi dengan kebutuhan diet

untuk kondisi yang sakit

f. Menentukan pola tidur/ aktivitas pasien

g. Menyesuaikan lingkungan untuk meningkatkan pola tidur

h. Mendorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan

pakaian longgar dan mata tertutup.

i. Meminta klien untuk rileks dan merasakan sensai yang terjadi.

j. Menunjukkan dan mempraktikan teknik relaksasi pada klien.

k. Mendorong klien untuk mengulang praktik teknik relaksasi, jika

memungkinkan.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari asuhan

keperawatan, dimana evaluasi keperawatan di gunakan untuk menilai

keberhasilan asuhan keperawatan yang di berikan pada pasien. Evaluasi

keperawatan di lakukan sesuai dengan kriteria hasil yang sudah

ditentukan sebelumnya. Menurut NOC (2015-2017) kriteria hasil

mengenai gagal ginjal kronik dengan fatigue yang dapat ditetapkan yaitu

tingkat kelelahan pasien menurun, tingkat kecemasan pasien menurun,

konsentrasi pasien meningkat, nutrisi pasien tercukupi, pasien dapat

istirahat dengan cukup, kebutuhan tidur pasien terpenuhi.


BAB III

METODA PENULISAN

A. Rancangan Penulisan

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

pendekatan studi kasus. Penulis menggambarkan hasil dari asuhan

keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik pasca hemodialisa dengan

memfokuskan salah satu masalah keperawatannya yaitu fatigue. Dengan

pengamatan sebelum dan sesudah dilakukannya tindakan non-

farmakologis untuk mengurangi level fatigue.

B. Subyek Studi Kasus

Subyek yang dikelola diambil saat Praktek klinik di RSUD DR.

Soewondo Kendal. Subyek merupakan dua pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusi :

a. Pasien yang menjalani hemodialisis reguler 2 kali dalam seminggu

b. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik

c. Pasien bersedia menjadi responden

d. Pasien dengan skor kelelahan <30

38
39

2. Kriteria Eksklusi :

a. Pasien mempunyai penyakit mental

b. Pasien memiliki komplikasi penyakit yang dapat membahayakan

hidupnya

C. Lokasi & Waktu Penelitian

Lokasi yang digunakan penulis dalam pengambilan kasus pasca

hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik dengan fatigue yaitu di

RSUD DR. Soewondo Kendal pada 11-15 Februari 2020.

D. Definisi Operasional

1. Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal dimana fungsi

ginjal menurun secara progresiv selama kurun waktu tertentu dan

terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dibawah 60ml/menit/1,73 .

Gagal ginjal kronik mendapatkan penatalakasaan dengan terapi

penggantian ginjal, salah satunya yaitu dengan terapi hemodialisa

(As’adi, 2012).

2. Pasca Hemodialisa

Pasca hemodialisa merupakan tahap akhir setelah proses

hemodialisa terjadi. Pada tahap pasca hemodialisa biasanya muncul

komplikasi - komplikasi dari terapi hemodialisa yang sudah dilakukan.

Terdapat beberapa komplikasi yang biasanya dialami oleh pasien yang


40

menjalani hemodialisa misalnya tekanan darah yang rendah, kram otot,

mual atau muntah, anemia dan yang paling sering dialami oleh pasien

yaitu kelelahan (fatigue) (Aru, 2006).

3. Pengelolaan Fatigue

Fatigue merupakan komplikasi dari terapi hemodialisa yang

paling sering dikeluhkan oleh pasien. Fatigue pada pasien yang

menjalani terapi hemodialisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti

lamanya hemodialisis, asupan nutrisi yang tidak adekuat, dan yang

paling sering terjadi diakibatkan oleh anemia. Pengelolaan fatigue

pada pasien yang menjalani hemodialisa ditekankan pada pemenuhan

relaksasi nafas dalam untuk mengatasi anemia yang menjadi penyebab

dari fatigue, dimana oksigen berperan penting dalam metabolisme

tubuh sehingga dapat berpengaruh dalam menurunkan tingkat fatigue

(Cahyu, 2012).

4. Asuhan Keperawatan Fatigue Pasca Hemodialisa

Asuhan keperawatan pasca hemodialisa pada pasien gagal

ginjal kronik dengan fatigue merupakan serangkaian tindakan yang

dilakukan pada pasien meliputi proses pengkajian, perumusan

diagnosa, penysunan intervensi, pelaksanaan implementasi, dan

evalusasi hasil. Di dalam proses pengkajian menggunakan kuesioner

skala fatigue dan melihat gejala-gejala yang mengindikasikan fatigue

pada pasien. Asuhan keperawatan ini dilakukan selama 3x24 jam


41

dengan melakukan observasi dan mengevaluasi respon terhadap dua

pasien yang sudah dilakukan intervensi untuk mengurangi fatigue.

E. Teknik Pengumpulan Data & Manajemen Asuhan Keperawatan

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya

tulis ilmiah ini adalah

a. Penulis meminta surat pengantar dari Ketua Jurusan Keperawatan

untuk mengurus perijinan studi pendahuluan yang ditujukan kepada

Direktur RSUD Ungaran Kabupaten Semarang

b. Melakukan studi pendahuluan dengan menyerahkan surat disposisi

dari diklat ke bagian Instalasi Rekam Medik RSUD Ungaran

Kabupaten Semarang dalam rangka pengambilan data yang

dibutuhkan.

c. Setelah mendapatkan data, pihak rekam medis memberi tahu ruang

mana yang lebih dominan untuk pengambilan kasus sesuai permintaan

penulis.

d. Menyerahkan surat izin studi pendahuluan dan studi kasus yang telah

disetujui oleh kepala bidang keperawatan kepada kepala ruang yang

dituju di RSUD Ungaran serta meminta izin melakukan penelitian

untuk pemenuhan tugas karya tulis ilmiah.

e. Penulis mencari calon responden yang sesuai dengan kriteria inklusi

yang sudah ditetapkan.


42

f. Setelah mendapat calon responden, kemudian menjelaskan maksud

dan tujuan pengelolaan kasus, kemudian memberi surat persetujuan

responden.

g. Setelah mendapatkan responden yang sesuai dengan kriteria inklusi,

penulis menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai

tujuan pengelolaan kasus, prosedur pelaksanaan pengelolaan kasus,

hak-hak pasien serta kemungkinan mengenai keuntungan dan resiko

yang diterima oleh pasien selamat terlibat dalam pengelolaan kasus.

h. Selanjutnya melakukan pengumpulan data dengan cara sebagai berikut

1) Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan data

subjektif dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka

terhadap pasien dan keluarga. Data yang diperlukan yang

didapatkan dari wawancara antara lain seperti identitas

pasien dan keluarga, keluhan utama yang dirasakan

pasien, riwayat penyakit sekarang tentang sejak kapan

keluhan muncul, riwayat penyakit dahulu mengenai apakah

pasien pernah mengalami sakit seperti yang dialami saat

ini, riwayat kesehatan keluarga dengan cara penulis

menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki

riwayat penyakit herediter maupun menular, sehingga


43

penulis akan mudah mengetahui masalah keprawatan yang

muncul pada pasien.

2) Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan secara langsung kepada responden.

Metode ini dilakukan menyeluruh terhadap seluruh tubuh klien

dan pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi.

3) Studi Dokumentasi Keperawatan

Pada kasus ini penulis menggunakan hasil dari

pemeriksaan diagnostik serta data lain yang relevan

seperti hasil laboratorium, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

tanda-tanda vital untuk kelengkapan dalam pengelolaan

fatigue pada pasien pasca hemodialisa dengan gagal ginjal

kronik.

i. Merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang diperoleh.

j. Menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan dicapai selama

3x24 jam.

k. Melaksanakan rencana tindakan keperawatan yang sudah ditetapkan

sebelumnya.

l. Melakukan evaluasi untuk mengetahui hasil dari pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan selama 3x24 jam.


44

m. Penulis membandingkan respon dari kedua responden kemudian

dijabarkan dengan teori-teori yang terkait.

F. Instrumen Pengumpulan Data

1. Lembar atau format pengkajian asuhan keperawatan

Pengkajian asuhan keperawatan yang dilakukan

menggunakan format pengkajian yang terdiri dari identitas,

keluhan utama, riwayat kesehatan, pola fungsional gordon,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan program terapi

yang diberikan.

2. Alat kesehatan

Alat kesehatan yang digunakan untuk mengumpulkan data

yaitu tensimeter dan stetoskop.

3. Lembar penilaian

Lembar penilaian menggunakan format kuesioner skala

kelelahan FACIT. Tingkat kelelahan diukur menggunakan skala

likert yang terdiri dari skala 0 – skala 4. Skala 0 menunjukkan

sangat lelah sekali, skala 1 menunjukkan lelah sekali, skala 2

menunjukkan agak lelah, skala 3 menunjukkan sedikit lelah, skala

4 menunjukkan tidak lelah sama sekali. Rentang nilai kuesioner

skala kelelahan FACIT berada diantara 0-52, dimana semakin

tinggi nilai maka kualitas hidup semakin baik. Nilai <30

menunjukkan kelelahan yang berat (Jhonson, Lukman, Tri M.

Andayani, dan Fredie, 2016).


45

G. Analisa Data

Analisia data dilakukan dari awal yaitu dimulai dari tinjauan

pustaka mengenai respon pasien dengan fatigue pada pasien paasca

hemodialisa dengan gagal ginjal kronik yang telah dipilih sebagai subjek

penelitian. Analisa data dimulai dengan mengumpulkan data melalui

wawancara, observasi secara langsung, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang lainnya. Kemudian data yang telah diperoleh

dapat dikelompokan berdasarkan masalah yang dialami pasien dan

sesuai dengan kriteria permasalahanya. Setelah data dikelompokan

maka penulis dapat mengidentifikasi masalah keperawatannya

(Nursalam, 2015).

Dari masalah keperawatan yang timbul akan dilakukan rencana

keperawatan yang kemudian akan dilakukan tindakan keperawatan sesuai

rencana keperawatan yang telah disusun. Setelah dilakukan tindakan

keperawatan maka didapatkan evaluasi yang nantinya akan dijadikan

sebagai evaluasi keperawatan.

H. Etika Penelitian

Dalam penulisan karya tulis Ilmiah ini guna menjaga

kerahasiaan identitas responden, penulis memperhatikan etika penulisan

Etika penulisan ditekankan pada beberapa hal yaitu sebagai berikut:


46

1. Infomed Consent (persetujuan menjadi klien)

Infomed Consent adalah lembar persetujuan diberikan

kepada responden atau pasien yang diteliti dan memenuhi kriteria

inklusi yang disertai tujuan dan manfaat penelitian. Pada dasarnya

yang mengisi identitas adalah keluarga pasien, akibat dari

ketidaklengkapan identitas itu sendiri berdasarkan wawancara

kepada perawat, pasien atau keluarga hanya mengisi yang mereka

ketahui tanpa ada unsur lengkap atau tidaknya identitas tersebut.

Beberapa informasi yang harus ada didalam infomed consent yaitu

: partisipasi dari respondent, tujuan dilakukan tindakan, jenis data

yang dibutuhkan, komitmen, prosedur tindakan, potensi yang akan

terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi

(Arikunto, 2010).

2. Anonimity (tanpa nama)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus disamarkan, untuk itu pada lembar kuisoner

penggunaan subjek penelitian tidak mencantumkan nama

responden, tetapi dengan menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan

(Nursalam, 2015).

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden atau pasien dijamin oleh

peneliti dan hanya sekelompok data tertentu yang dilaporkan


47

sebagai hasil penelitian, apabila data-data sudah tidak dibutuhkan

maka kami akan memusnahkan data tersebut untuk menjaga

kerahasiaan responden (Nursalam, 2015).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil studi kasus diambil dari praktik di ruang hemodialisa RSUD DR.

Soewondo Kendal. Bab ini menjelaskan tentang gambaran hasil studi kasus

fatigue pada pasien post hemodialisa Tn. S pada tanggal 11 dan 14 Februari 2020

dan Ny. L pada tanggal 12 dan 15 Februari 2020 di ruang Hemodialisa RSUD DR

Soewondo Kendal. Hasil studi kasus mencakup lima aspek yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan

evaluasi terhadap pasien.

A. Hasil

1. Gambaran Lokasi Penelitian

RSUD DR. Soewondo Kendal merupakan Badan Layanan Umum

milik pemerintah Kabupaten Kendal dengan kapasitas tempat tidur terdiri

dari 271 bed dengan jumlah perawat 133 orang. Rumah sakit ini memiliki

dua sistem pelayanan yaitu pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat

inap. Salah satu pelayanan rawat jalan yaitu pelayanan hemodialisa, ruang

hemodialisa ini mulai beroperasi sejak 10 tahun yang lalu tepatnya pada

tahun 2010 dengan jumlah mesin hemodialisa 13 dan jumlah perawat di

ruang hemodialisa sebanyak 9 orang. Rata-rata kunjungan pasien setiap

48
49

harinya ada 20 pasien yang terbagi dalam 2 shift kerja yaitu pukul 07.00-

14.00 dan pukul 14.00-21.00.

2. Pengkajian

Pasien 1

a. Identitas Pasien

Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Februari 2020 pada pukul 09.00

WIB di ruang hemodialisa. Hasil pengkajian didapatkan identitas

pasien Tn. S berusia 48 tahun, alamat Kaliwungu Kendal, status

perkawinan sudah menikah, pendidikan terakhir SD, tidak bekerja, dan

diagnosa medis CKD stage V.

b. Riwayat Penyakit

1. Riwayat Keperawatan Sekarang

Tn. S terdiagnosa CKD stage IV sejak 8 bulan yang lalu dan

saat ini sedang menjalani terapi hemodialisa 2 kali seminggu dari

jam 09.00 sampai jam 13.00 WIB. Pasien datang sendiri ke RSUD

Kendal dengan keluhan sering merasa lelah dan sesak nafas. Hasil

pengukuran tekanan darah pre hemodialisa adalah 140/90 mmhg

dan pernafasannya 22 kali per menit. Pasien mengatakan tidak bisa

tidur selama proses hemodialisa berlangsung.

2. Riwayat Keperawatan Dahulu

Pasien mempunyai penyakit diabetes mellitus sejak 3 tahun

yang lalu. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit


50

hipertensi dan penyakit yang menular seperti TBC dan

HIV/AIDS. Pasien menjalani terapi hemodialisa sejak 7 bulan

yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat

maupun makanan.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan bahwa keluarganya mempunyai riwayat

penyakit hipertensi yaitu ibu dan kakak pasien. Keluarga pasien

tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan

pasien.

c. Perubahan Pola Kesehatan

Pengkajian pola Istirahat dan tidur didapatkan data pasien

mengatakan tidak bisa tidur nyenyak dan sering terbangun di

malam hari, pasien juga mengatakan bahwa pasien tidak terbiasa

tidur siang. Saat proses hemodialisa pasien juga tidak bisa tidur

dikarenakan pasien merasa gelisah.

Hasil pengkajian pola aktivitas di dapatkan hasil sebelum sakit

pasien beraktivitas secara mandiri, setelah sakit terjadi penurunan

aktivitas di dasarkan pada pengkajian menggunakan indeks Barthel

dengan hasil skor 15 kategori ketergantungan ringan.

Pengkajian pola integritas ego didapatkan data pasien

mengatakan pasrah dengan keadaannya sekarang yang

mengharuskan terapi hemodialisa 2 kali dalam seminggu sampai

batas yang belum diketahui.


51

Hasil pengkajian pola eliminasi didapatkan data pasien

mengatakan sebelum pasien sakit buang air kecil tidak ada masalah

dengan frekuensi 3-4 kali dalam sehari. Setelah sakit pasien

mengatakan jarang buang air kecil dengan frekuensi 1-2 kali dalam

sehari dengan volume urine <300 cc.

Pengkajian pada pola nutrisi dan cairan didapatkan data pasien

sebelum sakit makan dan minum dengan normal, tetapi setelah

sakit pasien harus mengikuti program diet cairan yang dianjurkan

oleh dokter dengan mengkonsumsi air maksimal 600 ml dalam

sehari.

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada 11 Februari 2020 di

dapatkan hasil pasien dalam kesadaran penuh dengan GCS 15,

suhu 360 C, nadi 92 kali/menit, tekanan darah pre hemodialisa

140/90 mmhg dan post hemodialisa 180/100 mmhg, pernafasan 22

kali/menit, berat badan pre hemodialisa 70 kg dan post hemodialisa

68 kg.

Bentuk kepala mesochepal, rambut berwarna hitam dan

sedikit beruban, kulit kepala bersih tidak ada ketombe, rambut tipis

dan kasar, dan tidak ada lesi dikepala. Kedua mata simetris,

konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil baik.

Tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak

ada penumpukan kotoran hidung, hidung simetris. Tidak ada


52

pembesaran tonsil, lidah bersih, bibir tidak sianosis, tidak ada

stomatitis, mukosa bibir sedikit kering. Tidak ada penumpukan

serumen di telinga, telinga simetris antara telinga kanan dan telinga

kiri. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran

kelenjar getah bening.

Dada simetris antara kanan dan kiri, Vocal fremitus

simetris kedua paru, tidak terdengar suara wheezing dan ronchi,

suara nafas vesikuler. Ictus cordis tidak tampak dan teraba di

tintercosta ke 5 di garis mid klavikula dada bagian kiri, terdengar

bunyi jantung I dan II.

Abdomen tidak tampak asites, peristaltik usus 14 x/menit,

terdengar suara thympani di keempat kuadran abdomen, tidak ada

nyeri tekan. Terdapat edema di kedua ektremitas bawah. Keadaan

kulit kering, tidak ada lesi, turgor kulit abnormal >3 detik, kulit

sawo matang agak kehitaman.

e. Aspek Psikologis

Pengkajian psikologis didapatkan data dimana waktu yang

digunakan untuk mempuh jarak pasien dari rumah ke rumah sakit

30 menit dan pasien sendiri ke rumah sakit tidak diantar oleh

keluarganya.

f. Pengkajian tingkat kelelahan (fatigue)

Pengkajian tingkat kelelahan menggunakan format skala

Functional Assessment Chronic Illness Therapy (FACIT) yang


53

terdiri dari 13 pertanyaan. Hasil pengkajian di dapatkan data Tn. S

termasuk dalam kategori kelelahan sedang dengan skor akhir 2.

Pasien mengatakan biasanya merasa kelelahan selama 2 hari

setelah menjalani terapi hemodialisa.

g. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 5 Januari

2020 di dapatkan hasil kadar hemoglobin 8.8 g/dL, kadar leukosit

8.1 10^3/uL, kadar trombosit 218 10^3/uL, kadar hematokrit 27%.

Pasien 2

a. Identitas Pasien

Pengkajian pasien kedua dilakukan pada tanggal 12 Februari 2020

pada pukul 09.30 WIB di ruang hemodialisa. Hasil pengkajian

didapatkan identitas pasien Ny. L berusia 56 tahun, alamat

Sukorejo Kendal, status perkawinan sudah menikah, pendidikan

terakhir SMP, tidak bekerja, dan diagnosa medis CKD stage V.

b. Riwayat penyakit

1. Riwayat Keperawatan Sekarang

Ny. L terdiagnosa CKD stage IV sejak 2 tahun yang lalu dan

saat ini menjalani terapi hemodialisa 2 kali dalam seminggu

selama 5 jam dari jam 09.00 sampai jam 13.00 WIB. Pasien

diantar oleh keluarganya ke RSUD Kendal dengan keluhan

sering mual, muntah, lemas, dan cepat lelah ketika beraktivitas


54

di rumah. Hasil pengukuran tekanan darah pre hemodialisa

yaitu 150/80 mmhg dan pernafasannya 20 kali per menit.

2. Riwayat Keperawatan Dahulu

Pasien mempunyai penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu.

Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit yang menular

seperti TBC dan HIV/AIDS. Pasien menjalani terapi

hemodialisa sejak 2 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki

riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan tidak mengetahui riwayat penyakit

keluarganya karna tidak pernah di periksa secara rutin.

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang

sama dengan pasien.

c. Perubahan Pola Kesehatan

Hasil pengkajian pola istirahat dan tidur didapatkan data

pasien mengatakan tidak bisa tidur dengan nyenyak dan sering

terbangun di malam hari, pasien juga mengatakan bahwa pasien

tidak terbiasa tidur siang. Saat proses hemodialisa pasien juga

tidak bisa tidur karena pasien sering mual dan muntah.

Hasil pengkajian pola aktivitas di dapatkan hasil sebelum

sakit pasien beraktivitas secara mandiri, setelah sakit terjadi

penurunan aktivitas di dasarkan pada pengkajian menggunakan


55

indeks Barthel dengan hasil skor 13 kategori ketergantungan

ringan.

Pengkajian pola integritas ego didapatkan data pasien

mengatakan pasrah dengan keadaannya sekarang, pasien akan

mengikuti semua prosedur yang di anjurkan untuk memperoleh

hasil yang terbaik.

Pengkajian pola eliminasi didapatkan data pasien

mengatakan sebelum pasien sakit buang air kecil tidak ada

masalah dengan frekuensi 4-5 kali dalam sehari. Setelah sakit

pasien mengatakan jarang buang air kecil dengan frekuensi 2 kali

dalam sehari dengan volume urine < 300 cc.

Hasil pengkajian pola nutrisi dan cairan didapatkan data

pasien sebelum sakit makan dan minum dengan normal, tetapi

setelah sakit pasien harus mengikuti program diet cairan yang

dianjurkan oleh dokter dengan mengkonsumsi air maksimal

1000ml dalam sehari. Pasien juga mengalami mual dan muntah

sehingga pasien kehilangan nafsu makan.

d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 Februari 2020

di dapatkan hasil pasien dalam kesadaran penuh dengan GCS 15,

suhu 37,20 C, nadi 88 kali/menit, tekanan darah pre hemodialisa

150/90 mmhg dan post hemodialisa 200/110 mmhg, pernafasan


56

20kali/menit, berat badan pre hemodialisa 45 kg dan post

hemodialisa 43 kg.

Bentuk kepala mesochepal, menggunakan hijab, dan tidak

ada lesi di kepala. Kedua mata simetris, konjungtiva anemis,

sklera tidak ikterik, refleks pupil baik.

Tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak

ada penumpukan kotoran hidung, hidung simetris. Tidak ada

pembesaran tonsil, lidah bersih, bibir tidak sianosis, tidak ada

stomatitis, mukosa bibir sedikit kering. Tidak ada penumpukan

serumen di telinga. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak

ada pembesaran kelenjar getah bening.

Dada simetris antara kanan dan kiri, vocal fremitus simetris

di kedua paru, tidak terdengar suara wheezing dan ronchi, suara

nafas vesikuler Ictus cordis tidak tampak dan teraba di intercosta

ke 5 linea mid clavicula didada bagian kiri, terdengar bunyi

jantung I dan II..

Abdomen tidak tampak asites, peristaltik usus 12 x/menit,

terdengar suara thympani di keempat kuadran abdomen, tidak ada

nyeri tekan. Tidak terdapat edema. Keadaan kulit kering , tidak

ada lesi, turgor kulit abnormal <3 detik, kulit kuning bersih.
57

e. Aspek Psikologis

Pengkajian psikologis didapatkan data dimana waktu yang

digunakan untuk mempuh jarak pasien dari rumah ke rumah sakit

20 menit dan pasien ke rumah sakit diantar oleh keluarganya.

f. Pengkajian tingkat kelelahan (fatigue)

Pengkajian tingkat kelelahan ini menggunakan format skala

Functional Assessment Chronic Illness Therapy (FACIT) yang

terdiri dari 13 pertanyaan. Hasil dari pengkajian ini di dapatkan

data Ny. L termasuk dalam kategori kelelahan sedang dengan skor

akhir 2. Pasien mengatakan biasanya mengalami kelelahan selama

1-2 hari setelah menjalani terapi hemodialisa.

g. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 11

Februari 2020 di dapatkan hasil kadar hemoglobin 8.4 g/dL,

kadar leukosit 7.9 10^3/uL, kadar trombosit 245 10^3/uL, kadar

hematokrit 26%.

3. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

Analisa data hasil pengkajian pada pasien 1 dan 2 didasarkan pada

data fokus pengkajian pasien yang terdiri dari data subjektif dan data

objektif.

Pada pasien 1, data subjektif yang di dapatkan pasien mengatakan

cepat merasa lelah, sering sesak nafas, dan tidak dapat tidur nyenyak
58

dimalam hari karena sering terbangun. Data objektif yang di dapatkan

yaitu pasien tampak lesu dan tidak tidur sama sekali selama proses

hemodialisa berlangsung, frekuensi pernafasan 22 kali/menit,

konjungtiva anemis, hasil skor indeks Barthel 15 kategori

ketergantungan ringan, hasil pemeriksaan laboratorium kadar

hemoglobin pasien 8.8 g/dL, skala pengukuran tingkat kelelahan

menunjukan skor 2 termasuk dalam kelelahan sedang.

Sedangkan pada pasien 2, data subjektif yang di dapatkan pasien

mengatakan sering mual, muntah, lemas, dan cepat lelah. Data objektif

di dapatkan dari konjungtiva anemis, hasil pemeriksaan laboratorium

kadar hemoglobin pasien 8,4 g/dL, hasil skor indeks Barthel 13

kategori ketergantungan ringan, skala pengukuran tingkat kelelahan

menunjukkan skor 2 termasuk dalam kelelahan sedang.

Setelah dilakukan analisa data dari kedua pasien dapat dirumuskan

diagnosa keperawatan fatigue berhubungan dengan kelesuan fisiologis

ditandai dengan adanya anemia, terdapat perubahan pola nafas,

penurunan aktivitas.

4. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan yang diberikan kepada kedua pasien

berdasar masalah keperawatan kelelahan (fatigue) dengan tujuan

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien

menunjukan penurunan tingkat fatigue, pasien mengatakan rasa lelah


59

berkurang, peningkatan skor indeks Barthel, sesak nafas berkurang,

mual dan muntah berkurang, kebutuhan tidur tercukupi, dan pasien

mampu melakukan tindakan-tindakan yang diajarkan untuk

mengurangi tingkat kelelahan seperti breathing exercise dan relaksasi

otot progresive secara mandiri dan teratur.

Intervensi yang diberikan pada pasien meliputi mengkaji tanda-

tanda vital, memposisikan semi fowler, mengkaji tingkat fatigue,

mengkaji skor indeks barthel, mengajarkan breathing exercise,

mengajarkan relaksasi otot progresive, menganjurkan untuk istirahat

tidur maksimal 8 jam dalam sehari, menganjurkan untuk mengurangi

kegiatan atau aktivitas yang berat.

5. Implementasi Keperawatan

Pasien 1

Implementasi keperawatan pada pasien dilakukan selama 2 hari

yaitu pada tanggal 11 dan 14 Februari 2020.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama yaitu

mengkaji tanda-tanda vital, pasien mengatakan sesak nafas, tekanan

darah pre hemodialisa 140/90 dan post hemodialisa 180/100,

pernafasan 22 kali/menit, nadi 92 kali/menit, suhu 36 C. Tindakan

berikutnya adalah memposisikan semi fowler, pasien mengatakan

posisinya lebih nyaman dengan semi fowler. Selanjutnya mengkaji

tingkat fatigue menggunakan anamnesa dan skala kelelahan FACIT,


60

pasien mengatakan sering merasa lelah dan sesak nafas. Hasil dari

skala kelelahan FACIT memperoleh skor total 2 termasuk dalam skala

kelelahan sedang. Tindakan selanjutnya mengkaji aktivitas

menggunakan indeks Barthel, pasien mengatakan terkadang

aktivitasnya dibantu oleh keluarganya, hasil dari indeks Barthel yaitu

15 kategori ketergantungan ringan. Kemudian mengajarkan teknik

relaksasi yaitu breathing exercise dan relaksasi otot progresive.

Pasien mengatakan setelah terapi hemodialisa selesai biasanya

pasien akan melakukan peregangan ringan dan di sela-sela hemodialisa

pasien melakukan breathing exercise. Selanjutnya menganjurkan

istirahat tidur maksimal 8 jam dalam sehari, pasien mengatakan akan

mecoba untuk istirahat tidur sesuai kebutuhan karna biasanya pasien

tidur di malam hari sering terbangun. Kemudian menganjurkan untuk

mengurangi kegiatan atau aktivitas yang berat, pasien mengerti dan

akan mencoba untuk melakukan aktivitas yang tidak banyak

menggunakan energi.

Tindakan keperawatan pada hari kedua yaitu mengkaji tanda-tanda

vital, pasien mengatakan sesak nafas berkurang, tekanan darah pasien

pre hemodialisa 130/90 mmhg dan post hemodialisa 190/100 mmhg,

pernafasan 20 kali/menit, nadi 90 kali/menit, suhu 36,30 C. Kemudian

melakukan teknik relaksasi breathing exercise dan relaksasi otot

progrsive, pasien tampak mencoba melakukan breathing exercise.

Tindakan berikutnya adalah menganjurkan untuk istirahat yang cukup


61

dan mengurangi aktivitas yang berat, pasien mengatakan sudah bisa

tidur dengan nyenyak dan jarang terbangun, pasien juga mengatakan

sudah tidak melakukan aktivitas yang berat.

Tindakan selanjutnya mengkaji aktivitas menggunakan indeks

Barthel, aktivitas dirumah terkadang dibantu oleh keluarganya, hasil

dari indeks Barthel yaitu 15 kategori ketergantungan ringan.

Selanjutnya mengkaji tingkat fatigue menggunakan anamnese dan

skala kelelahan FACIT, pasien mengatakan masih merasa sedikit lelah

tetapi sesak nafas sudah berkurang, hasil dari pengukuran skala

kelelahan FACIT diperoleh skor total 3 termasuk dalam kelelahan

ringan.

Pasien 2

Implementasi keperawatan pada pasien 2 dilakukan selama 2 hari

yaitu pada tanggal 12 dan 15 Februari 2020.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari pertama yaitu

mengkaji tanda-tanda vital, pasien mengatakan sering mual dan

muntah, tekanan darah pre hemodialisa 150/90 dan post hemodialisa

200/100, pernafasan 20 kali/menit, nadi 88 kali/menit, suhu 37,2 C.

Tindakan berikutnya yaitu memposisikan semi fowler, pasien

mengatakan posisinya lebih nyaman dengan semi fowler. Tindakan

selanjutnya mengkaji aktivitas menggunakan indeks Barthel, pasien

mengatakan aktivitas dirumah dibantu oleh keluarganya, hasil dari

indeks Barthel yaitu 13 kategori ketergantungan ringan. Selanjutnya


62

mengkaji tingkat fatigue menggunakan anamnesa dan skala kelelahan

FACIT, pasien mengatakan merasa cepat lelah ketika beraktivitas.

Hasil dari skala kelelahan FACIT memperoleh skor total 2 termasuk

dalam skala kelelahan sedang.

Kemudian mengajarkan teknik relaksasi dan relaksasi otot

progresive. Pasien bersedia untuk melakukan relaksasi otot progresive

dan breathinng exercise tetapi tidak bisa dilakukan secara maksimal

karena pasien sering mual dan lemas. Selanjutnya menganjurkan

istirahat tidur maksimal 8 jam dalam sehari, pasien mengatakan akan

mecoba untuk istirahat tidur sesuai kebutuhan karna biasanya pasien

tidur di malam hari sering terbangun. Kemudian menganjurkan untuk

mengurangi kegiatan atau aktivitas yang berat, pasien dirumah jarang

melakukan aktivitas berat, pekerjaan rumah di bantu oleh anak dan

suaminya.

Tindakan keperawatan pada hari kedua yaitu mengkaji tanda-tanda

vital, pasien mengtakan masih sering muntah, tekanan darah pasien pre

hemodialisa 140/90 mmhg dan post hemodialisa 180/90 mmhg,

pernafasan 20 kali/menit, nadi 96 kali/menit, suhu 36,80 C. Kemudian

melakukan teknik relaksasi dan relaksasi otot progrsive, pasien tampak

mencoba melakukan breathing exercise dan relaksasi otot progresive

namun belum bisa teratur. Tindakan berikutnya adalah menganjurkan

untuk istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas yang berat, pasien
63

mengatakan masih sering terbangun dimalam hari dan sudah tidak

melakukan aktivitas yang berat.

Tindakan selanjutnya mengkaji aktivitas menggunakan indeks

Barthel, hasil dari indeks Barthel yaitu 14 kategori ketergantungan

ringan. Selanjutnya mengkaji tingkat fatigue menggunakan anamnese

dan skala kelelahan FACIT, pasien mengatakan masih merasa lelah

dan lemas, hasil dari pengukuran skala kelelahan FACIT diperoleh

skor total 2 termasuk dalam kelalahan sedang.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dikatakan berhasil jika memenuhi beberapa

kriteria yang sudah ditentukan sebelumnya yaitu tingkat kelelahan

menurun, mengalami peningkatan skor indeks Barthel, kebutuhan tidur

pasien tercukupi, pasien tidak mengalami sesak nafas, asupan nutrisi

adekuat yang ditandai dengan mual dan muntah berkurang, pasien

mampu melakukan tindakan-tindakan yang diajarkan untuk

mengurangi tingkat kelelahan secara mandiri dan teratur.

Evaluasi keperawatan pada pasien 1 dengan masalah keperawatan

fatigue di dapatkan hasil tekanan darah pasien post hemodialisa

190/100 mmhg, suhu 36,3 C, pernafasan 20 kali/menit, nadi 90

kali/menit, pasien mengatakan masih merasa sedikit lelah tetapi sudah

tidak merasa sesak nafas, pengukuran skala kelelahan FACIT

menunjukkan peningkatan dari skor 2 menjadi skor 3 yang artinya


64

tingkat fatigue mengalami penurunan dimana semakin tinggi nilai

maka kualitas hidupnya semakin baik. Skor indeks Barthel pasien tidak

mengalami perubahan yaitu tetap 15 kategori ketergantungan ringan.

Pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyenyak dan jarang

terbangun. Pasien mampu melakukan relaksasi otot progresiv dan

breathing exercise secara mandiri dan teratur.

Berdasarkan data-data evaluasi yang diperoleh masalah

keperawatan fatigue berhubungan dengan kelesuan fisiologis sudah

teratasi sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan.

Evaluasi keperawatan pada pasien 2 dengan masalah keperawatan

fatigue di dapatkan hasil tekanan darah pasien post hemodialisa 180/90

mmhg, suhu 36,8 C, pernafasan 20 kali/menit, nadi 96 kali/menit,

pasien mengatakan masih merasa lelah dan lemas, pengukuran skala

kelelahan FACIT menunjukkan tidak ada peningkatan skor dengan

skor 2 termasuk dalam kelelahan sedang. Skor indeks Barthel pasien

mengalami peningkatan skor menjadi 14 tetapi masih dalam kategori

ketergantungan ringan. Pasien bisa tidur tetapi masih sering terbangun.

Pasien mampu melakukan relaksasi otot progresive dan breathing

exercise secara mandiri tetapi belum bisa teratur.

Berdasarkan data-data evaluasi yang diperoleh masalah

keperawatan fatigue berhubungan dengan kelesuan fisiologis belum

teratasi sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan. Sehingga perlu


65

adanya rencana tindak lanjut, yaitu motivasi untuk mempertahankan

intervensi-intervensi yang sudah diberikan.

B. Pembahasan

1. Pengkajian Keperawatan

Hasil pengkajian pasien Tn. S di dapatkan hasil perubahan

frekuensi nafas pasien dari sebelum sakit frekuensi nafas normal

menjadi frekuensi nafas abnormal yaitu 22 kali/menit, hal ini sesuai

dengan tanda dan gejala bahwa seseorang mengalami fatigue. Adanya

perubahan frekuensi nafas sebagai upaya kompensasi oksigen pada

anemia yang berguna untuk menghasilkan energi (Muttaqin, 2014).

Hal tersebut di dukung oleh penelitian lain yang menyatakan bahwa

penurunan produksi eritropoetin dapat menyebabkan terjadinya

fatigue, angina, dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2010).

Hasil pengkajian Ny. L di dapatkan hasil terdapat mual dan muntah

yang menyebabkan hilangnya nafsu makan. Mual dan muntah

menyebabkan berkurangnya intake nutrisi untuk memproduksi

metabolisme yang akan menghasilkan energi, sehingga dapat

mempengaruhi tingkat fatigue (Cahyu, 2012). Penelitian lain

mengatakan bahwa fatigue disebabkan oleh faktor fisiologis seperti

kurangnya nutrisi yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah

(Supriyadi, 2011).
66

Hasil pengkajian pasien Tn. S dan Ny. L di dapatkan hasil terdapat

perubahan pola aktivitas yang ditandai dengan penurunan aktivitas di

dasarkan pada skor indeks Barthel. Penurunan aktivitas mengakibatkan

tidak terjadinya pemecahan dan hilangnya enzim yang terlibat dalam

produksi energi (Cahyu, 2012). Individu yang melakukan aktivitas

tidak akan merasakan terlalu lelah dibandingkan dengan individu yang

tidak beraktivitas, hal ini disebabkan energi pada individu yang

mealakukan aktivitas akan didistribusi secara terus menerus

berbanding terbalik dengan individu yang tidak melakukan aktivitas,

dimana energi tidak di produksi ketika tidak melakukan aktivitas. Rasa

lelah dan kelelahan yang persisten dan subjektif berbanding terbalik

dengan aktivitas yang dilakukan, serta dapat menganggu fungsi dalam

kehidupan sehari-hari (Berger, 2015).

Hasil pengkajian pasien Tn. S dan Ny. L di dapatkan hasil terdapat

gangguan pola tidur sebelum sakit dan sesudah sakit. Kedua pasien

tidak bisa tidur dengan nyenyak dimalam hari dan sering terbangun.

Gangguan tidur merupakan tanda dan gejala yang menunjukkan bahwa

pasien menderita masalah keperawatan fatigue (Clevo & Maregareth,

2012). Adanya gangguan pola tidur menjadi salah satu faktor penyebab

fatigue, karena tubuh tidak bisa meregenerasi sel secara maksimal

yang dapat meningkatkan fatigue (Astroth, Russell, & Welch, 2013).

Penelitian yang lain mengatakan bahwa kondisi fatigue pada pasien


67

hemodialisa bisa mengakibatkan pasien CKD mengalami gangguan

tidur (Cahyu, 2012).

Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. S kadar hemoglobin pasien

rendah dengan hasil 8,8 g/dL dan Ny. L kadar hemoglobin pasien 8,4

g/dL. Kadar hemoglobin yang rendah dapat menunjukkan terjadinya

anemia pada pasien. Menurut Rumentalia, Krisna, Tutik (2010) anemia

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan fatigue, dimana

penurunan kadar hemoglobin mempengaruhi penurunan kadar oksigen

yang terkandung dalam darah yang berfungsi sebagai pembentuk

metabolisme untuk menghasilkan energi. Anemia yang terjadi dapat

menyebabkan penurunan kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas,

hal ini dikarenakan anemia mengakibatkan fatigue, kapasitas latihan

berkurang, penurunan kemampua kognitif dan gangguan imunitas

(Fathelrahman, 2012). Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan

Hall (2015) bahwa hemoglobin yang rendah disebabkan oleh

penurunan hormon erythropoietin yang mengakibatkan terjadinya

peningkatan kelelahan dan penurunan kemampuan tubuh dalam proses

fisik.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan pada kedua pasien adalah fatigue yang

berhubungan dengan kelesuan fisiologis dikarenakan terdapat data

pasien cepat lelah, gangguan pola tidur, sesak nafas, mual, muntah,
68

lemas, dan kadar hemoglobin yang rendah. Karakteristik yang

terdapat pada kedua pasien sesuai dengan NANDA Internasional

2015-2017. Dalam NANDA 2015-2017 diagnosa fatigue dengan kode

(00093) berhubungan dengan beberapa faktor salah satunya

berhubungan dengan kelesuan fisiologis yang memiliki beberapa

batasan karakteristik seperti kelelahan, kurang energi, mengantuk,

pola tidur tidak memuaskan, peningkatan kebutuhan istirahat, dan

tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat biasanya.

Kelesuan fisiologis merupakan penurunan fungsi tubuh yang dapat

menyebabkan seseorang mengalami kelelahan seperti adanya anemia

dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin yang mempengaruhi

kadar oksigen yang berperan dalam metabolisme untuk menghasilkan

energi.

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan yang diberikan kepada kedua pasien

berdasar masalah keperawatan kelelahan (fatigue) dengan tujuan

setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukan

penurunan tingkat fatigue dengan peningkatan skor fatigue, pasien

mengatakan rasa lelah berkurang, sesak nafas berkurang, mual dan

muntah berkurang, pasien dapat beristirahat dengan nyaman, pasien

mampu melakukan tindakan-tindakan yang diajarkan untuk

mengurangi tingkat kelahan.


69

4. Implementasi Keperawatan

Kedua pasien menunjukkan mengalami anemia dimana kadar

hemoglobin mengalami penurunan, sehingga diperlukan istirahat untuk

menghilangkan kelelahan dengan tindakan latihan dan aktivitas sesuai

dengan kemampuan (Pechtrung, 2004).

Tindakan yang diberikan pada kedua pasien yaitu breathing

exercise, relaksasi otot progresiv, manajemen aktivitas dan istirahat

(Astroth, Russell, & Welch, 2013). Tindakan breathing exercise

merupakan tindakan non-farmakologis yang dapat mengurangi tingkat

fatigue. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyu (2012)

yang menjelaskan bahwa breathing exercise dapat mengurangi tingkat

kelelahan secara kontinyu. Breathing exercise dapat memaksimalkan

jumlah oksigen yang masuk dan di suplai ke seleruh jaringan tubuh

untuk memproduksi energi dan menurunkan level fatigue (Stanley,

2011).

Menurut penelitian Jablonski & Chonchol (2012), breathing

exercise yang dilakukan mampu mengurangi stres oksidatif, sehingga

meningkatkan energi seluler, meningkatkan elastisitas pembuluh darah

dan memperbaiki sirkulasi ke seluruh jaringan sehingga tubuh dapat

memprodukssi energi, dan hasil akhirnya dapat mengurangi atau

mengatasi kelelahan pada pasien hemodialisis.

Tindakan yang lain yaitu relaksasi otot progresive agar dapat

mengurangi level fatigue. Relakasasi otot merupakan terapi non


70

farmakologi yang diberikan pada pasien dengan menegangkan otot-

otot kemudian direlaksasikan. Menurut Copstead & Banasik (2012)

pemberian latihan relaksasi otot progresiv akan mengaktivasi kerja

sistem saraf parasimpatis dan memanipulasi hipotalamus pada saat

rileks sehingga akan menhasilkan gelombang alpha pada otak dan

menekan pengeluaran hormon kortisol,epinefrin, dan norepinefrin,

maka terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga akan memberikan

efek relaksasi otot. Hal ini di dukung penelitian yang dilakukan oleh

Santi, Ratna, dan Masfuri (2015) terdapat pengaruh yang signifikan

terhadap tingkat fatigue sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot

progresif.

Tindakan selanjutnya yang dapat mengurangi tingkat fatigue yaitu

manajemen aktivitas dan manajemen istirahat tidur. Manajemen atau

pengelolaan kelelahan dilakukan dengan cara mengatasi penyebab

kelelahan yang terjadi baik pada aspek fisik maupun psikologis. Hal

tersebut sejalan dengan pernyataan bahwa upaya yang dilakukan dapat

berupa terapi farmakologis, perubahan perilaku, manajemen aktifitas

dan upaya lain yang dapat meningkatkan kondisi psikologis pasien

seperti pendekatan spiritual (Haney, Smith, McDonagh , dkk, 2015).

Menurut nursing intervention classification (2015) upaya untuk

mengatasi kelelahan atau fatigue adalah dengan melakukan konservasi

energi yaitu meminimalkan aktifitas yang membutuhkan energi dalam

jumlah besar. Beberapa item dalam konservasi energi menjelaskan


71

tentang manajemen aktivitas. Manajemen aktivitas yang dimaksud

adalah menghindari kegiatan yeng membutuhkan banyak energi dan

oksigen. Perbaikan tidur baik durasi maupun kualitasnya penting untuk

dilakukan sebagai upaya untuk mengkonservasi energi dan

meningkatkan vitalitas pasien dengan penyakit kronis dengan luaran

menurunkan tingkat kelelahan pasien (Younossi & Henry, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi keperawatan pada pasien 1 dan 2 selama 2 hari

pengelolaan terhadap fatigue yang dialami pasien menunjukkan hasil

penurunan tingkat fatigue. Sebelum di berikan intervensi pada pasien 1

tingkat fatigue pasien termasuk ke dalam kelelahan sedang dengan

skor 2, setelah diberikan intervensi tingkat fatigue mengalami

penurunan termasuk dalam kelelahan ringan dengan skor 3.

Pada pasien 2 tingkat fatigue yang dialami pasien sebelum

diberikan intervensi adalah kelelahan sedang dengan skor 2, setelah

diberikan intervensi tingkat kelelahan pasien tidak mengalami

perubahan, hal ini dikarenakan pasien tidak melakukan intervensi

secara maksimal dan kontinyu.

Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Cahyu (2012) penerapan

intervensi breathing exercise yang dilakukan secara kontinyu dapat

menngurangi tingkat fatigue yang dialami pasien. Hal tersebut juga

sesuai dengan penelitian oleh Indah, Sofiani, dan Wardy (2019) latihan
72

relaksasi otot progresive yang diberikan secara teratur menunjukkan

perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian latihan

terhadap tingkat fatigue, dimana tingkat fatigue mengalami penurunan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sriati (2014) yang mengatakan

bahwa gabungan dari teknik relaksasi nafas dalam dan relaksasi otot

progresiv dapat mempengaruhi komplikasi hemodialisis seperti kram

otot, kelelahan, tekanan darah diastolik dan sistolik, sakit kepala, serta

mual dan muntah.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil pengkajian dari kedua pasien yang menjalani hemodialisa

dengan masalah keperawatan fatigue di dapatkan data yang sesuai

dengan batasan karakteristik berupa keluhan merasa cepat lelah,

terdapat perubahan pola nafas, adanyan gangguan pola tidur,

penurunan aktivitas, dan penurunan kadar hemoglobin.

2. Masalah yang muncul adalah fatigue berhubunngan dengan kelesuan

fisiologis didasarkan dari hasil analisis masalah.

3. Rencana keperawatan yang diberikan untuk mengurangi tingkat

fatigue meliputi : mengkaji tingkat fatigue menggunakan skala FACIT,

mengkaji penurunan aktivitas menggunakan indeks Barthel,

memposisikan semi fowler, mengajarkan breathing exercise dan

relaksasi otot progresive, menganjurkan untuk manajemen aktivitas

dan manajemen istirahat tidur.

4. Implementasi keperawatan pada pasien dapat dilaksanakan sesuai

dengan rencana yang telah ditetapkan. Semua tindakan yang diberikan

dilakukan observasi dan pencatatan respon pasien untuk mengetahui

hasil perubahan dan perkembangan terhadap fokus masalah yang

ditentukan.

72
73

5. Evaluasi tindakan keperawatan yang diberikan pada kedua pasien

dapat menurunkan tingkat fatigue apabila dilakukan secara kontinyu.

Dari hasil pengkajian sampai dengan diagnosa keperawatan dapat

disimpulkan bahwa kedua pasien mngalami fatigue yang berhubungan

dengan kelesuan fisiologis. Setelah diberikan tindakan pada kedua pasien

dan dievaluasi menggunakan skala FACIT , tingkat kelelahan yang ada

pada pasien dapat mengalami penurunan jika tindakan-tindakan yang

diberikan dapat dilakukan secara kontinyu dan teratur.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan Rumah sakit dapat menerapkan SOP breathing

exercise dan relaksasi otot progresiv untuk mengurangi tingkat

fatigue, dimana selama ini rumah sakit belum menangani masalah

keperawatan fatigue/kelelahan secara lebih lanjut.

2. Praktisi Keperawatan

Diharapkan praktisi keperawatan dapat memberikan asuhan

keperawatan dalam mengurangi tingkat fatigue pada pasien post

hemodialisa untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan

menerapkan breathing exercise dan relaksasi otot progresiv secara

teratur, menerapkan manajemen aktivitas dengan mengurangi atau

membatasi aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kebutuhan

istirahat tidur yang cukup.


74

3. Pasien

Diharapkan pasien menerapkan tindakan breathing exercise,

relaksasi otot progresive, manajemen aktivitas seperti mengurangi

aktivitas-aktivitas yang berat atau aktivitas yang banyak

membutuhkan energi, dan memenuhi kebutuhan istirahat tidur

sesuai dengan kebutuhannya secara kontinyu untuk meperoleh

hasil yang maksimal.

4. Keluarga Pasien

Diharapakan keluarga mendorong dan memotivasi pasien dalam

menerapkan tindakan-tindakan yang diberikan untuk mengurangi

tingkat fatigue.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, D., Suwondo, A., Lestyanto, D. (2013). Hubungan antara iklim kerja, asupan
gizi sebelum bekerja, dan beban kerja terhadap tingkat kelelahan pada
pekerja shift bagian packing PT. X, Kabupaten Kendal. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Fkm Undip, 7-11.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Aru, S. W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
Astroth, K. S., Russell, C. L., & Welch, J. L. (2013). Non-pharmaceutical fatigue
interventions in adults receiving hemodialysis: A systematic review.
Nephrology Nursing Journal, 07-27.
As’adi, M. (2012). Serba-Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: Diva Press.
Berger, A. M. (2015). Cancer related fatigue, Version 2.2015. JNCCN Journal Of
The National Comprehensive Cancer Network. 13(8):1012–1039.
Cahyu, S. (2012). Pengaruh breathing exercise terhadap level fatigue pasien
hemodialisis di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Junal Kesehatan, 68-71.
Chang, Ester, Dally, J., Elliot, D. (2010). Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik
Keperawatan (Alih bahasa oleh Hartono, A). Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku saku Patofisiologi (Alih bahasa oleh Subekti, N.B).
Jakarta: EGC.
Cospetead, L. E., & Banasik, J. (2012). Patophysiology Biological And
Behavioral Perspective. Philadelphia : W. B. Saunders Company.
Edi, J. (2018). Penanganan komplikasi selama HD. (online),
(https://independent.academia.edu/edijunaedi50 diakses tanggal 21
Oktober 2019).

72
73

Fathelrahman. (2012). Anemia in sudanese patients with chronic renal failure and
in patients undergoing chronic hemodialysis. Bangladesh Journal Of
Medical Science Volume 11 Nomor 01.
Ganik, S., Nurul, M., Azizah, K. (2017). Pengaruh intradialytic exercise terhadap
fatigue pasien hemodialisis di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Media Publikasi Penelitian.
Gloria, M.B., Howard, K.B., Joanne, M.D., Cheryl, M.W. (2015). Nursing
Intervention Clasification Edisi Bahasa Indonesia (Alih bahasa oleh
Nurjannah, I., & Tumanggor, R.D). Yogyakarta: Mocomedia.
Gordon, P. L., Doyle, J.W., Johansen, K.L. (2011). Postdialysis fatigue is
associated with sedentary behavior. Clinical Nephrology, 426-433.
Hall, J. E. (2015). Guyton and Hall textbook of medical physiology e-Book,
Elsevier Health Sciences.
Haney, E., Smith, M. B., McDonagh, M., Pappas, M., Daeges, M., Wasson, N., &
Nelson, H. D. (2015). Diagnostic methods for myalgic
encephalomyelitis/chronic fatigue syndrome: a systematic review for a
National Institutes of Health Pathways to Prevention Workshop. Annals of
internal medicine, 162(12), 834-840.
Horigan, A. (2012). Fatigue in hemodialysis patients: a review of current
knowledge. Journal Pain Symptom Manage, 15-24.
Indah, F. A., Sofiani, Y., & Wardy, W. A. (2019). Efektivitas progresive muscle
relaxation (pmr) dan relaxation breathing exercise terhadap tingkat fatigue
dan selfcare pasien GGK. Jurnal Kesehatan Saelmakers perdana Volume 2
Nomor 1.
Jablonski, K.L., & Chonchol, M. (2012). Frequent hemodialysis: a way to
improve physical function USA. Clinical Journal of the American Society
of Nephrology, 1122-1131.
Jhonson, P.S., Lukman, H., Tri, A.M., & Fredie, I. (2016). Validasi kuesioner
skala kelelahan FACIT pada pasien penyakit ginjal keonis yang
meenjalani hemodialisis rutin. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia , 231-237.
74

Kemenkes, RI. (2010). Petunjuk teknis pengendalian penyakit ginjal kronik.


Jakarta: Kemenkes.
Kring, D.L., & Crane, P.B. (2009). Factors affecting quality of line in persons on
hemodyalisis. Nephrology Nursing Journal, 15-55.
Morhead, S., Jhonson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. (2015). Nursing Outcome
Clasification Edisi Bahasa Indonesia (Alih bahasa oleh Nurjannah, I., &
Tumanggor, R.D). Yogyakarta: Mocomedia.
Muttaqin, A. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta
: Salemba Medika.
Muttaqin, A. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA-Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
(Alih bahasa oleh Keliat, B.A., Windarwati, H.D., Pawirowiyono, A., &
Subu, M.A). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Novi, M., & Kusman, I. (2016). Manajemen diri untuk mengatasi fatigue pada
pasien hemodialisis: kajian literatur sistematis. Jurnal Kesehatan Bakti
Tunas Husada, 101.
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Pechtrung. (2004). Experience management strategies and outcomes of fatigue in

hemodialysis patient. Faculty Of Graduate Studies Mahidol Univercity.

Prince, L.M. & Wilson, S.A. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
Penyakit (Alih bahasa oleh Anugrah, P). Jakarta : EGC.
Rendy, M.C., & Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Kemenkes RI.
Riset Kesehatan Dasar. (2018). Kemenkes RI.
Rocco, M. (2015). KDOQI clinical practice guideline for hemodialysis adequasy.
AJKD, 884-930.
75

Rumentalia, S., Krisna, Y., & Hariyati, Rr.T.S. (2010). Faktor-faktor yang
mempengaruhi fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisa. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 75-82.
Santi, H., Ratna, S., & Masfuri. (2015). Perubahan tingkat fatigue melalui
latihan progressive muscle relaxation (PMR) pada pasien gagal
ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Jurnal Keperawatan
Widya Gantari Indonesia, vol 2.
Setiati, S. (2014). Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi II jilid IV. Jakarta: Interna
publish.
Siti, N. (2018). Hubungan depresi dengan fatigue pada pasien hemodialisis.
Journal of Health Studies, 63-64.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Alih bahasa oleh Agung, W). Jakarta: EGC.
Sriati. (2014). Pengaruh gabungan relaksasi nafas dalam dan otot progresiv
terhadap komplikasi intradialisis di unit hemodialisa rsup dr. Soeradji
tirtonegoro klaten.
Stanley. (2011). Benefits of a holistics breathing technique in patients on
hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, pages 149-152.
Supriyadi. (2011). Tingkat kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik terapi
hemodialisis. Universitas Negeri Semarang: Semarang. Di akses 13 April
2020 dari http://journal.unnes.ac.id.
Younossi, Z., & Henry, L. (2015). Systematic review: patient‐reported outcomes
in chronic hepatitis C‐the impact of liver disease and new treatment
regimens. Alimentary pharmacology & therapeutics, 41(6), 497-520.
76

Lampiran 1
77

Lampiran 2
78

Lampiran 3
79

Lampiran 4

FORMAT PENGKAJIAN
DATA – DATA KEPERAWATAN

1. BIODATA :
Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Status perkawinan :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan :
Alamat :
Tanggal/Jam MRS :
Tanggal/Jam pengkajian :
Diagnosa Medis :

2. KELUHAN UTAMA
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
4. RIWAYAT KESEHATAN / PENYAKIT YANG LALU
5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
6. POLA AKTIVITAS SEHARI – HARI
7. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b. Tanda – tanda vital
c. Pemeriksaan kepala dan leher :
d. Pemeriksaan integumen :
e. Pemeriksaan dada / thorax :
f. Pemeriksaan payudara :
80

g. Abdoment :
h. Genetalia :
i. Ekstremitas :

9. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG
11. PENATALAKSANAAN ( TERAPI / PENGOBATAN )

ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI

DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO Tanggal Dx Kep Tgl teratasi TTD

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal No. Dx Kriteria hasil Intervensi TTD

IMPLEMENTASI

Hari/tanggal No. Dx Implementasi Respon TTD

EVALUASI

Hari/tanggal Dx Evaluasi TTD


81

Lampiran 5

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BREATHING


EXERCISE

Tujuan:
1. Metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang
mengalami nyeri kronis
2. Metode efektif untuk mengurangi ketegangan otot
3. Metode efektif untuk mengurangi rasa jenuh
4. Metode efektif untuk mengurangi kecemasan

Prosedur pelaksanaan:
No Tindakan Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Tahap Prainteraksi
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat:
Musik/Mp3
2. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam
terapeutik
2. Menanyakan perasaan
pasien saat ini
3. Menjelaskan tujuan dan
prosedur yang akan
dilakukan kepada klien
4. Menjaga privasi klien
3. Tahap Kerja
1. Minta klien untuk
duduk dan mengambil
82

posisi yang nyaman


sambil memejamkan
mata.
2. Pastikan privasi klien
terjaga.
3. Perdengarkan musik
atau suara yang lembut
sebagai latar belakang
untuk membantu klien
merasa rileks.
4. Duduk bersama klien
tapi tidak mengganggu.
5. Anjurkan klien untuk
mengistirahatkan
pikirannya.
6. Ciptakan lingkungan
yang tenang.
7. Instruksikan klien
untuk tarik nafas dalam
melalui hidung
sehingga rongga paru
berisi udara dan
hembuskan secara
perlahan melalui mulut.
Lakukan beberapa kali
sampai klien rileks.
8. Intruksikan klien
sambil
menghembuskan udara
melalui mulut secara
perlahan untuk
83

memusatkan
perhatiannya pada
udara yang mengalir
dari seluruh tubuh yaitu
tangan, kaki, menuju
keparu-paru.
9. Kemudian minta klien
untuk memusatkan
perhatian pada udara
yang mengalir dari
paru-paru dan
merasakannya keluar
dari tubuh
10. Minta klien untuk
membayangkan udara
keluar dari ujung-ujung
jari tangan dan kaki,
minta klien merasakan
kenikmatannya.
11. Dengan suara lembut,
minta klien untuk
memikirkan hal atau
pengalaman yang
menyenangkan yang
membuat klien
nyaman, tenang dan
bahagia.
12. Setelah klien
merasakan ketenangan,
minta klien untuk
melakukan secara
84

mandiri.
13. Instruksikan klien
untuk mengulangi
teknik-teknik ini
apabila terdapat rasa
nyeri, cemas, jenuh dan
ketegangan otot.
4. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk
kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan
baik
5. Dokumentasi
3
85

Lampiran 6
86
87
88
89
90
91
92
93

Lampiran 7
94
95
96
97
98
99
100
101

Lampiran 8

LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA ILMIAH
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN – POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : HELDA MUTIARA RISKI


NIM : P1337420117004
Nama Pembimbing : Bapak Sudirman
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Pasca Hemodialisa

TANDA
N HARI/ MATERI MNTR
SARAN TANGAN
O TANGGAL BIMBINGAN KAPRODI
PEMBIMBING

1 7 April Bab IV - Diberikan


2020 pengantar tentang
kasus
- gunakan istilah
yang konsisten

2 9 April revisi Bab IV - Sesuaikan data


2020 focus yang sesuai
dengan judul.
- Indicator
keberhasilan atau
evaluasinya seperti
apa…bahwa pasien
dikatakan berhasil
3 11 April Revisi Bab IV - Bagian Pembahasan
2020 yang dibahas adalah
masalahnya
apa..dan ada
kesenjangan atau
masalah apa tdk,
kalau ada masalah
solusinya seperti
apa, apa argument
anda dan didukung
dengan
102

referensi/literature
- Nanda diagnose
bunyinya seperti
apa dan apakah ada
kode nanda
diagnose…dijelaska
n

4 16 April revisi bab IV - Bab pembahasan


2020 masih terlalu
sederhana belum
banyak didukung
oleh
referensi/sumber-
sumber terkait
5 20 April revisi bab IV - hasil facit
2020 ditampilkan di
evaluasi
- dilihat kembali
penialaian FACIT
dan pembacaan
hasilnya
6 24 April revisi bab IV - minor revisi ACC
2020 Konsul Bab V - Pada Kesimpulan
dan saran,
kesimpulan
bersifat umum
menjawab tujuan
bukan lagi pada
pasien 1 atau 2
tetapi dari pasien
satu dan dua
7 28 April revisi bab V - Minor revisi ACC
2020 - Ajukan silahkan
dilengkapi KTI
dari judul sampai
lampiran
8 2 Mei 2020 KTI lengkap - Siapkan ujian
online
103

LEMBAR BIMBINGAN
PENULISAN KARYA ILMIAH
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN – POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Nama Mahasiswa : HELDA MUTIARA RISKI


NIM : P1337420117004
Nama Pembimbing : Bapak Sudiarto
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Fatigue Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik Pasca Hemodialisa

TANDA
N HARI/ MATERI MNTR
SARAN TANGAN
O TANGGAL BIMBINGAN KAPRODI
PEMBIMBING

1 7 April Bab IV - Betulkan


2020 penulisan huruf
kapital, titik,
koma, dan spasi
- Hindari
penggunaan
kata hubung di
awal kalimat
- Pembahasan di
bagian
implementasi
dipertajam lagi
- Secara
keseluruhan
Bab IV sudah
on the right
tract
2 13 April revisi Bab IV - sudah lebih
2020 bagus dari
sebelumnya, di
pembahasan
lebih bagus lagi
jika diperdalam
lagi
- typo penulisan
silahkan di cek
104

lagi

3 21 April Revisi Bab IV - bab IV


2020 konsul Bab V ACC
- bab V
minor
revisi
4 27 April revisi bab V - minor
2020 revisi ACC
- ajukan
daftar
pustaka
5 28 April kata pengantar dan - minor
2020 daftar pustaka revisi
- ACC

Semarang,
........................................

Ketua Program Studi DIII


Keperawatan Semarang

............................................
.................
NIP.

Anda mungkin juga menyukai