oleh
Tanwirotul Afidah, S.Kep
NIM 212311101188
Jantung merupakan organ penting yang berfungsi untuk mengalirkan darah yang
mengandung oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh guna untuk
proses metabolisme (Ramli dan Karani, 2018). Jantung terletak di rongga toraks
(dada) sekitar garis tengah antara sternum dan tulang punggung (vetebra). Menurut
Ramli dan Karani (2018) bagian depan diatasi oleh sternum dan costae 3, 4, dan 5.
Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling
depan dalam rongga thorax. Dinding jantung terbagi menjadi 3 lapisan yaitu
pericardium, miokardium dan endocardium. Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu artrium
pada 2 ruang jantung atas dan ventrikel pada 2 ruang jantung bawah. Atrium
berfungsi untuk menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke
ruang di bawahnya, sedangkan ventrikel memompa darah dari jantung. Atrium dan
ventrikel dipisahkan menjadi bagian kanan dan kiri oleh septum. Pemisahan ini
sangat penting, karena bagian kanan jantung menerima dan memompa darah
beroksigen rendah dan sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen
tinggi.
Menurut Wahyuningsih dan Kusmiyati (2017) katub jantung dibagi menjadi 2
yaitu katub atrioventikuler dan katub semilunar. Katub atrrioventikuler terletak antara
atrium dan ventrikel, katub yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan
yang mempunyai tiga katub disebut katub trikuspidalis, sedangkan katub yang
letaknya diantara atrium atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua katub yang
disebut katub mitral (bikuspidalis). Katub seminular terletak pada arteri pulmonalis
yang memisahkan pembuluh dari ventrikel kanan. Katub aorta terletak antara
ventrikel kiri dan aorta. Adanya katub semilunar ini memungkinkan darah mengalir
dari masing-maing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistole ventrikel,
dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel (Wahyuningsih dan Kusmiyati,
2017).
Suplai darah pada otot-otot jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri.
Darah mengalir dari pembuluh darah epicardial menuju endocardial. Setelah perfusi
myocard, darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronaria dan vena anterior
jantung. Sejumlah kecil aliran darah yang kembali secara langsung masuk ke dalam
ruang-ruang jantung melalui vena Thebessy (Sofyan, 2016).
Arteri koroner kanan (RCA) secara normal menyuplai arteri kanan, sebagian besar
ventrikel kanan dan dalam jumla bervariasi pada ventrikel kiri (dinding inferior).
Arteri descent posterior (PDA), adalah cabang dari arteri koroner kiri dimana
sirkulasi di kiri lebih dominan (Sofyan, 2016). Arteri koroner kiri secara normal
mensuplai atrium kiri dan sebagian besar septum interventrikuler dari ventrikel kiri
(septum anterior dan dinding lateral). Setelah perjalanan pendek dari bifurcatio arteri
koroner utama kiri ke dalam arteri descent anterior kiri (LAD) dan arteri sirkumfleksi
(CX); bentuk ini menyuplai septum dan dinding anterior. Pada sirkulasi diminan kri,
CX sepanjang AV dan berlanjut kembali sebagai PDA untuk mensuplai juga sebagian
besar septum posterior dari dinding anterior (Sofyan, 2016).
Arteri menyuplai simpul AV yang dapat berasal dari RCA (60 % dari individu atau
yang lainnya (sisanya 40 %). Simpul AV biasanya melalui RCA (85 %-90 %, atau
sering tidak ada, dari derivat PDA dan LAD. Dinding anterior dari katup mitral juga
memiliki daerah yang ganda yang memberikan suplai melalui cabang diagonal dari
LAD dan berasal dari cabang CX. Sebaliknya, postkapiler dari katup mitral biasanya
disuplai dari PDA sangat banyak memiliki disfungsi iskemik daerah-daerah yang
penting (Sofyan, 2016).
Sistem Konduksi Jantung
Atrial fibrilasi (AF) merupakan gangguan yang terjadi pada ritme jantung
ditandai dengan irama ventrikel denyut jantung yang irregular dan basis osilasi
beramplitudo rendah (gelombang f atau fibrilasi). Laju gelombang f dapat mencapai
300-600 x/menit dan memiliki variasi pada amplitude, waktu dan bentuk (Andrianto,
2020). Menurut Nesheiwat, Z., dkk., (2020), atrial fibrilasi adalah keadaan dimana
terjadi aritmia pada jantung yang disebabkan karena adanya aktivitas listrik yang
abnormal di dalam atrium jantung sehingga menyebabkan fibrilasi dan ditandai
dengan adanya takiaritmia. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi
gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses
mekanik atau pompa darah jantung (Yuniadi, 2014). Fibrilasi atrium merupakan
takikardi supraventricular yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi
mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG),
ciri dari AF yaitu tidak adanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh
gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada
fungsi nodus AV yang normal, AF biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga
ireguler, dan seringkali cepat (PERKI, 2014).
1.3 Epidemiologi
Dalam 20 tahun terakhir, atrial fibrilasi sudah menjadi salah satu masalah
kesehatan dunia dan penyebab peningkatan biaya pelayanan kesehatan. Prevalensi
atrial fibrilasi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan prevalensi atrial
fibrilasi akan mencapai 4 juta pada tahun 2030 dan meningkat hingga 5.6 juta pada
tahun 2050. Prevalensi atrial fibrilasi pada jenis kelamin pria di dunia pada tahun
2000 sebesar 586,6 per 100.000 penduduk dan meningkat menjadi 596,2 per 100.000
penduduk pada tahun 2010. Sedangkan pada wanita prevalensi atrial fibrilasi pada
tahun 2000 sebesar 363,4 per 100.000 penduduk dan meningkat menjadi 373,1 per
100.000 penduduk di dunia pada tahun 2010.
Data dari studi observasional (MONICA - Multinational Monitoring of trend and
determinant in cardiovascular disease) pada populasi urban di Jakarta ditemukan angka
kejadian atrial fibrilasi sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2. Data di
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita juga menunjukkan persentase
kejadian atrial fibrilasi pada pasien rawat inap meningkat setiap tahun, yaitu 7,1% tahun
2010 meningkat menjadi 9,0% (2011), 9,3%(2012), dan 9,8%(2013).
Pada tahun 2001, atrial fibrilasi merupakan salah satu penyebab utama lebih dari
70.000 kematian. The Framingham Heart Study menyatakan bahwa atrial fibrilasi
secara independen berhubungan dengan adanya peningkatan risiko kematian sebesar
50-90%. Mortalitas yang berkaitan dengan atrial fibrilasi lebih banyak terjadi pada
wanita. Angka mortalitas akibat atrial fibrilasi akan meningkat sebesar 1,6 kali pada
pria dan 1,7 kali pada wanita.
1.4 Etiologi
Atrial fibrilasi dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya:
a. Peningkata tekanan atau resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal
chronic)
6. Tumor intracardiac
b. Proses infiltrasi dan inflamasi
1. Pericarditis atau myocarditis
2. Amyloidosis dan sarcoidosis
3. Faktor peningkatan usia
c. Proses infeksi
1) Demam dan segala macam infeksi
d. Kelainan endokrin
1. Hipertiroid
2. feokromositoma
e. Neurogenic
1. Stroke
2. Pendarahan subarachnoid
f. Iskemik atrium (infark myocard)
g. Obat-obatan
1. Alkohol
2. kafein
h. Keturunan atau genetic
1.5 Klasifikasi
Selain dari 5 kategori yang disebutkan diatas, yang terutama ditentukan oleh
awitan dan durasi episodenya, terdapat beberapa kategori FA tambahan menurut ciri-
ciri dari pasien:
1. FA sorangan (lone): FA tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular lainnya,
termasuk hipertensi, penyakit paru terkait atau abnormalitas anatomi jantung
seperti pembesaran atrium kiri, dan usia di bawah 60 tahun.
2. FA non-valvular: FA yang tidak terkait dengan penyakit rematik mitral, katup
jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
3. FA sekunder: FA yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi pemicu FA,
seperti infark miokard akut, bedah jantung, miokarditis, hipertiroidisme, emboli
paru, pneumonia, atau penyakit paru akut lainnya. Sedangkan FA sekunder yang
berkaitan dengan penyakit katup disebut FA valvular.
Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR), AF dibedakan
menjadi 3 (PERKI, 2014), yaitu:
1. AF dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/ menit
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari
fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan
mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot
atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan
fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah
atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat
kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium.
Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah
jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya
merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dapat juga
disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam reumatik, atau gangguan aliran
darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis (Yuniadi, 2014).
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial
flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan
terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak
dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke
emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non
valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan
gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF
(Sudoyono, 2007).
4. Elektrokardiogram (EKG)
Pada penderita FA gambaran EKG umum nya sebagai berikut:
a. Pola interval RR yang irreguler.
b. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas. Gelombang P menjadi fibrilasi
dengan amplitudo, bentuk dan durasi yang bervariasi, hal ini berhubungan
dengan respon ventrikel yang irregulerdan cepat pada sistem konduksi AV
yang utuh. Dan paling sering terjadi pada sadapan V1.
c. Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan adalah foto toraks, uji latih
atau uji berjalan enam menit, ekokardiografi, Computed Tomography (CT) scan dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI), monitor holter atau event recording, studi
elektrofisiologi (Yuniadi, 2014).
1.9 Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah
adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu
penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi
sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan
irama dan menurunkan denyut jantung (Dinanti, 2009). Pada dasarnya kardioversi
dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan
pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion). Kontrol irama atau kardioversi
mengacu pada upaya untuk mempertahankan irama sinus dalam waktu panjang.
Rekomendasi kelas 1 sebagai kontrol irama jantung sesuai dengan Guidelines of
the American College of Cardiology, American Heart Association and European
Society of Cardiology 2006 (ACC/AHA/ESC 2006) adalah flecainide, dofetilide,
propafenone, dan ibutilide. Sedangkan amiodaron, agen anti-aritmia yang paling
umum digunakan, dimasukkanke dalam kelas 2A. Sebaiknya kardioversi
farmakologik dimulai kurang dari 7 hari setelah onset fibrilasi atrium
agarefektivitasnya lebih baik (Dinanti, 2009). Obat-obat anti aritmia dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Obat yang efektif pada aritmia supraventrikular (kanan atas), antara lain
adenosin, digoksin, verapamil.
2. Obat yang efektif pada aritmia ventrikular (kiri bawah), antara lain obat golongan
1B yang terdiri dari lidokain.
3. Obat yang efektif pada kedua jenis aritmia supraventrikular dan ventrikular,
antara lain
a) obat golongan 1A yang terdiri dari disopiramid, kuinidin,
b) obat golongan 1C yang terdiri dari flekainid,
c) obat Golongan III yang terdiri dari amiodaron.
Terapi antitrombotik yang digunakan untuk mencegahan stroke pada pasien FA
meliputi antikoagulan antagonis vitamin k yaitu warfarin dan coumadin dan
antikoagulan baru yaitu dabigatran etexilate, rivaroxaban, apixaban juga
menggunakan antiplatelet. Jenis antitrombolitik tidak digunakan untuk pencegahan
stroke pada pasien FA (Yuniadi, 2014). Pemberian terapi digoxin, dimana obat ini
bekerja untuk membuat irama jantung kembali normal dan memperkuat jantung
dalam memompa darah keseluruh tubuh. Obat ini berbentuk suntik dan tablet.
Kondisi Bentuk Usia dosis
Obat
2.1 Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada klien dengan kasus
trauma servikal adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab)
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat,
golongan darah, pendidikan, pekerjaan, hubungan pasien dengan penanggung
jawab, dll.
b. Status Kesehatan Saat Ini
Pasien datang dengan keluhan jantung berdebar-debar, mudah lelah saat aktivitas
fisik, dan pusing.
c. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Pasien mengatakan jantung terasa berdebar-debar, mudah lelah saat aktivitas fisik,
dan pusing
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Haruslah diketahui penyakit atau masalah kesehatan yang pernah dialami pasien
sebelumnya baik yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler maupun
penyakit sistem sistemik lainnya (penyakit kronis). Hal ini sebagai data dasar
dalam memberikan terapi pada pasien dan dapat mempengaruhi prognosa pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah anggota keluarga/generasi sebelumnya yang mengalami penyakit seperti
yang dialami pasien dan/atau penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat
dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti
karena dapat mempengaruhi prognosa pasien.
f. Pola aktivitas/istirahat
Pada pasien ini terjadi keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan yang
berlebihan. Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut
jantung saat beraktivitas.
g. Pola eliminasi
Luaran urin biasanya mengalami penurunan jika terjadi penurunan curah jantung
yang berat
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan napas dan saturasi oksigen
sangan penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali laju yang
adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisik, denyut nadi umumnya irregular dan
cepat sekitar 110-140 x/menit, pasien dengan hipotermia atau dengan toksisitas
obat jantung (digitalis) dapat mengalami brakikardi
2) Kepala dan leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus, pembesaran
tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit pada arteri karotis
mengindikasikan penyakit arteri perifer dan kemungkinan adanya
komorbiditas penyakit jantung koroner.
3) Thoraks dan Dada
- Jantung
pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan fisik pada pasien
dengan atrial fibrilasi. Palpasi da auskultasi yang menyeluruh sangat penting
untuk mengevaluasi penyakit katup atau kardiomiopati. Pergeseran pinctum
maximum atau adanya bunti jantung tambahan (S3) mengindikasikan
pembesaran ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2)
yang mengeras dapat menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus
defisit, dimana terdapat istilah jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi
jantung dapat ditemukan pada pasien dengan atrial fibrilasi.
- Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya
ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi mengindikasikan
adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya FA
(misalnya PPOK asma).
4) Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat
mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri
kuadran kiri atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat embili perifer
5) Sistem neurosensori
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien dengan FA. Peningkatan reflek dapat
ditemukan pada hipertiroidisme.
6) Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabu atau
edema. Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan
embolisaasi perifer. Melemahnya nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit
aterial perifer atau penurunan curah jantung.
i. Data sosial
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana pasien berhubungan dengan orang-
orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya
dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami
trauma kepala dan rasa aman.
j. Data spiritual
Data spiritual yang diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan
falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang
dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
2) Pemeriksaan labolatorium
3) Foto rontgen toraks
4) Ekokardiogenik
5) Pemeriksaan fungsi tiroid
2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan
structural.
2) Gangguan Pertukaran gas b.d Edema paru yang menyebabkan suplai oksigen
tidak adekuat
3) Nyeri akut b.d iskemik jantung meningkatkan produksi laktat
4) Hipervolemia b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air ditandai
dengan: Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat
badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
5) Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antar suplai okigen, Kelemahan
umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan: Kelemahan, kelelahan,
Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
6) Risiko perfusi perifer tidak efektif b.d kurangnya suplai darah ke jaringan
perifer
2.3 Intervensi Keperawatan
2 Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.02075) Perawatan Jantung Akut
Perubahan kontraktilitas diharapkan penurunan curah jantung teratasi 10. Identifikasi karakteristik nyeri dada
miokardial/perubahan inotropik, dengan kriteria hasil: 11. Monitor EKG 12 sadapan
Perubahan frekuensi, irama dan 6. Edema dipertahankan dari 1 12. Monitor aritmia
konduksi listrik, Perubahan (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup 13. Monitor enzim jantung
structural. menurun) 14. Monitor SPO2
7. Gambaran EKG aritmia dipertahankan 15. Pertahankan tirah baring minimal 12
dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 jam
(cukup menurun) 16. Anjurkan melaporkan nyeri dada
8. Suara jantung S3 dipertahankan dari 1 17. Ajarkan tekhnik menurunkan
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup kecemasan
menurun) 18. Kolaborasi pemberian antiangina
9. Dispnea dipertahankan dari 1
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup
menurun)
10. Oliguria dipertahankan dari 1
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup
menurun)
3 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.08238) Manajemen Nyeri
agen pencedera fisiologis diharapkan tingkat nyeri klien dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
ditandai dengan mengeluh nyeri, menurun dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
meringis, gelisah. 1. Keluhan nyeri dipertahankan dari 1 2. Identifikasi skala nyeri
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun) 4. Berikan tekhnik non farmakologis
2. Meringis dipertahankan dari 1 untuk mengurangi nyeri
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup 5. Jelaskan penyebab, pemicu dan periode
menurun) nyeri
3. Gelisah dipertahankan dari 1 6. Kolaborasi pemberian analgesik
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup (I.08243) Pemberian Analgesik
menurun) 1. Identifikasi riwayat alergi obat
4. Ketegangan otot dipertahankan dari 1 2. Monitor TTV sebelum dan sesudah
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup analgesik
menurun) 3. Monitor eektivitas analgesik
4. Dokumentasikan respon terhadap
analgesik
5. Jelaskan efek samping obat
6. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
obat
4 Hipervolemia b.d menurunnya Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipervolemia (1.03114)
laju filtrasi glomerulus keperawatan selama 2x24 jam Observasi
(menurunnya curah diharapkan keseimbangan cairan klien 1. Monitor intake dan output cairan
dapat meningkat dengan Kriteria Hasil: 2. Monitor tanda hemokonsentrasi
jantung)/meningkatnya produksi
Keseimbangan Cairan (L.03020) 3. Monitor kecepatan infus secara ketat
ADH dan retensi natrium/air 4. Monitor tanda peningkatan onkotik
ditandai dengan: Ortopnea, 1. Kelembaban membrane mukosa
plasama
bunyi jantung S3, Oliguria, ditingkatkan dari skala 2 (cukup
Terapeutik
menurun) ke skala 4 (cukup
edema, Peningkatan berat badan, 5. Batasi asupan cairan dan garam
meningkat)
hipertensi, Distres pernapasan, 6. Tinggikan kepala 30-40 derajat
2. Edema diturunkan dari skala 5
bunyi jantung abnormal. Edukasi
(meningkat) ke skala 2 (cukup
7. Ajarkan cara membatasi cairan
menurun)
3. Asites diturunkan dari skala 4 (cukup
meningkat) ke skala 2 (cukup
menurun)
4. Tekanan darah ditingkatkan dari
skala 1 (memburuk) ke skala 4
(cukup meningkat)
5 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan (I.05178) Manajemen energi
Ketidakseimbangan antar suplai diharapkan toleransi aktivitas klien 4. Identifikasi fungsi tubuh yang
okigen, Kelemahan umum, Tirah meningkat dengan kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
baring lama/immobilisasi. 1. Keluhan lelah dipertahankan dari 1 5. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Ditandai dengan: Kelemahan, (meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan
kelelahan, Perubahan tanda vital, menurun) aktif
adanya disrirmia, Dispnea, 2. Dispnea saat aktivitas dipertahankan 7. Anjurkan tirah baring
pucat, berkeringat dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 8. Anjurkan melakukan aktivitas secara
(cukup menurun) bertahap
3. Dispnea setelah aktivitas dipertahankan 9. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait
dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 suplai makanan
(cukup menurun) (I.05186) Terapi aktivitas
4. Aritmia saat aktivitas dipertahankan 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
dari 1 (meningkat) ditingkatkan ke 4 2. Identifikasi aktivitas yang dapat
(cukup menurun) dilakukan
5. Perasaan lelah dipertahankan dari 1 3. Monitor respon emosional, fisik, social
(meningkat) ditingkatkan ke 4 (cukup dan spiritual terhaap aktivitas
menurun 4. Fasilitasi aktivitas rutin sesuai
kebutuhan
5. Libatkan keluarga dalam aktivitas
6. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
7. Kolaborasi dengan okupai dalam
merencanakan program aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Bonow, R. O., Man Dl., Zipesdp., et al. 2012. Braunwald’s Heart Disease : Textboox Of
Cardiovascular Medicine 9th Edition. Philadephia: Elsevier Saunders. Pp 107-124, 126-
163, 277-291.
Camm, A.j, Kirchhof P, Lip Gyh, et al. 2010. Guidelines For The Management Of Atrial
Fibrillation: The Task Force For The Management Ofatrial Fibrillation Of The European
Society Of Cardiology (Esc). Europace: European Pacing,Arrhythmias, And Cardiac
Electrophysiology : Journal Of The Working Groups On Cardiacpacing, Arrhythmias,
And Cardiac Cellular Electrophysiology Of The European Society Of Cardiology.1360-
420.
Dinarti, L. K dan Suciadi L. P. 2009. Stratifikasi Risiko Dan Strategi Manajemen Pasien
Dengan Fibrilasi Atrium. Maj Kedokt Indon. 6;59(6):277-284.
Fuster, V., Walsh Ra., Harrington Ra. 2011. Hurst’s The Heart, Thirteenth Edition. China:
The Mcgrew-Hill Companies.1721-1744.
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: Jakarta. 1418-
87.
Ismail D dan Nasution S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4. Jakarta. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia..1522-
1527
PERKI. 2014. Pedoman Tata Laksana Fibrilasi Atrium. 1st Ed. Jakarta: Centra
Communications.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st-ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1sted.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1sted.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Yulita. 2016. Karakteristik Pasien Fibrilasi Atriumyang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Maliktahun 2015. Medan: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Yuniadi Y, Tondas Ae, Hanafy Da, Hermanto Dy, Maharani E, Munawar M, et al. 2014.
Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. 1. Jakarta: Centra Communication. 1-82.