Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPENATAAN

ANESTESIOLOGI PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA SYOK


KARDIOGENIK DI RUANGAN HCU
RSAD UDAYANA DENPASAR

Muh Indra Aprianto


17D10039

FAKULTAS KESEHATAN
D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
BALI TAHUN AJARAN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Kepenataan Anestesiologi Pada pasien Tn. K dengan diagnosa Syok Kardiogenik
di HCU RSAD TK.II Udayana Pada Tanggal 24 Maret 2021

Denpasar, 24 Maret 2021


CI Klinis Mahasiswa

(Chrisna Diah Maningsih, S.pd., S.Kep., Ners) (Muh Indra Aprianto)

CI Akademik

(Ns. Ni Nyoman Ari Kundari, S.Kep)

2
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESIOLOGI
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA SYOK KARDIOGENIK DI RUANGAN
HCU
RSAD UDAYANA DENPASAR

A. Konsep Teori
1. Definisi
Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang ketika
berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan dengan
metabolisme sel yang tidak normal. Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi
perifer yang menyeluruh sehingga perfusi jaringan menjadi tidak adekuat. Syok
kardiogenik merupakan suatu kondisi dimana terjadi hipoksia jaringan sebagai akibat
dari menurunnya curah jantung, meskipun volume intravaskuler cukup. Sebagian
besar kondisi syok ini disebabkan oleh infark miokard akut (Asikin et all, 2016).
Syok Kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang disebabkan
oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata
arteri (MAP) 18 mmHg), dan penurunan curah jantung (CO) (PPK, 2015). Pendapat
lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang
menyebabkan kelainan fungsi jaringan yang tidak cukup untuk mendistribusi bahan
makanan dan mengambil sisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok yang
disebabkan oleh ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari kerusakan fungsi
ventrikel. Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, akibat dari gangguan
fungsi pompa jantung (Aspiani, 2015).
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis
yang kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manisfestasi
hemodinamika yang bervariasi; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya
perfusi jaringan ketika kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami
kerusakan. Curah jantung merupakan fungsi baik untuk volume sekuncup maupun
frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan frekuensi jantung menurun atau
menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun dan perfusi jaringan akan terganggu.
Bersama dengan jaringan dan organ lain mengalami penurunan suplai 6 darah,
otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan mengalami kerusakan
perfusi jaringan (Muttaqin, 2009). Keadaan hipoperfusi ini memperburuk
penghantaran oksigen dan zat-zat gizi, dan pembuangan sisa-sisa metabolic pada

3
tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dan jalur oksidatif
ke jalur anaerobic, yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan
metabolism yang progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang pada
puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan multisystem
(Muttaqin, 2009).
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung, yang dapat
diakibatkan akibat preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah jantung
juga menurun pada disritmia. Gangguan preload dapat terjadi akibat pneumotoraks,
efusi perikardium, hemoperikardium atau penumoperikardium. Gangguan afterload
dapat terjadi akibat kelainan obstruktif congenital, emboli, peningkatan resistensi
vaskular sistemik (misalnya pada pheochromocytoma).
Gangguan kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan infeksi virus,
gangguan metabolik seperti asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia, penyakit kolagen
dll. Disritmia, misalnya blok arterioventrikular atau paroxysmal atrial takikardia
dapat mengakibatkan syok kardiogenik. Respon neurohumoral seperti terjadi pada
syok hipovolemik juga terjadi pada syok kardiogenik. Peningkatan resistensi vaskular
sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan berakibat penurunan
curah jantung.
2. Anatomi fisiologi terkait penyakit gawat darurat dan kritis
a. Anatomi Jantung
Sistem karidovaskular terdiri dari jantung, pembuluh darah dan darah. Secara
sederhana, fungsi utamanya adalah untuk distribusi oksigen dan nutrisi (misalnya
glukosa, asam amino) ke semua jaringan tubuh, pengangkutan karbondioksda dan
produk limbah metabolik (misalnya urea) dari jaringan ke paru-paru dan organ
eksretoris, distribusi air, elektrolit dan hormon di seluruh sel tubuh, dan juga
berkontribusi terhadap infrastruktur sistem kekebalan tubuh dan termoregulasi
(Aaroson et al, 2013). Struktur anatomi jantung dapat dilihat pada gambar dibawah;

Gambar 1; Stuktur Anatomi Jantung Bagian Dalam

4
Jantung adalah organ dengan empat berangka dan berotot yang terletak pada
rongga dada, dibawah perlindungan tulang rusuk, dan sedikit ke kiri sternum. Jantung
berada didalam kantung yang berisi cairan yang longgar, yang disebut dengan
perikardium. Keempat ruangan jantung yaitu atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan
kanan. Atria duduk berdampingan diatas ventrikel. Atrium dan ventrikel dipisahkan
satu sama lain dengan katup satu arah. Sisi kanan dan kiri jantung dipisahkan oleh
dinding jaringan yang disebut dengan septum (Lazenby et al, 2011).

b. Bentuk dan ukuran jantung


Bentuk dan Ukuran Jantung Jantung relatif kecil, kira-kira berukuran sama
seperti kepalan tangan yang tertutup. Sekitar 12 cm (5 inci) untuk panjangnya, 9 cm
(3,5 inci) untuk lebarnya dan 6 cm (2,5 inci) untuk tebalnya, dengan massa rata-rata
250 g pada perempuan dewasa dan 300 g pada pria dewasa. Hati bertumpu pada
diagfragma, berada didekat garis garis tengah rongga toraks. Jantung terletak pada
mediastinum, sebuah wilayah yang anatomis dan memanjang dari sternum ke kolom
vertebra, dari yang pertama tulang rusuk ke diagfragma, dan diantara paru-paru.
Sekitar dua pertiga massa jantung terletak pada sebelah kiri garis tengah tubuh.
Ujung apeks terbentuk oleh ujung ventrikel kiri (ruang bawah jantung) dan terletak
diatas digfragma yang mengarah kearah anterior, inferior, dan ke kiri. Dasar jantung
berlawanan dengan apeks dan posteriornya aspek yang terbentuk oleh atria (bilik
atas) jantung, kabanyakan atrium kiri (Tortora, 2014). Seperti pada gambar dibawah
ini :

Gambar 2 :Pandangan Inferior Bagian Melintang dari Rongga Toraks Menunjukkan Jantung
di Mediastinum

5
Gambar 3 : Pandangan Anterior Jantung di Rongga Toraks
Posisi jantung terletak diantara kedua paru-paru dan berada di tengah-tengah
dada, bertumpu pada diagfragma thoracis. Selaput yang membungkus jantung
disebut dengan perikardium yang terdiri dari lapisan fibrosa dan serosa. Epikardium
adalah lapisan lapisan terluar dari jantung. Sedangkan, lapisan berikutnya adalah
lapisan mioardium, lapisan yang paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot
jantung yang berperan sangat penting dalam memompa darah melalui pembuluh
arteri. Sementara itu, lapisan paling akhir jantung adalah endokardium (smeltzer,
2001).
c. Otot Jantung
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan mulai dari luar ke dalam yaitu :
1) Epikardium Epikardium berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan
kantong pembungkus jantung yang terletak pada mediastinum minus dan
dibelakang korpus stemi dan rawan iga II-IV yang terdiri dari 2 lapisan fibrosa
dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua lapisan jantung ini
terdapat lender yang digunakan sebagai pelicin untuk menjaga agar gesekan
perikardium tidak mengganggu jantung (Syaifuddin, 2009).
2) Miokardium Miokardium tersusun atas miosit-miosit jantung (sel otot) yang
memperlihatkan struktur subseluler lurik. Sel miosit berukuran relatif kecil
(100 x 20 𝜇m ) dan bercabang, dengan nukleus tunggal, sel miosit kaya akan
mitokondria (Aaronson & Jeremy, 2010).
3) Endokardium Dinding dalam atrium yang meliputi membran yang mengkilat
yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium kecuali
aurikula dan bagian depan sinus vena kava (Syaifuddin, 2009).

6
d. Ruang – ruang jantung
Jantung mempunyai empat rongga, yang terdiri dari dua atrium dan dua
ventrikel. Dimana kedua ventrikel jantung dipisahkan oleh septum interventriculare
(Wibowo,2015).
1) Atrium cordis dextrum Atrium cordis dextrum akan menerima darah dari
v.cava inferior dari tubuh bagian inferior dan dari v.cava superior dari
tubuh bagian superior (Wibowo,2015).
2) Ventriculus cordis dexter Berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteum atrioventrikel. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal
dibandingkan atrium kanan yang terdiri dari : 1. Valvula trikuspidal 2.
Valvula pulmonalis (Syaifuddin, 2009)
3) Atrium Cordis sinistrum Darah yang kaya oksigen dari paru masuk ke
atrium cordis sinistrum melalui vv. Pulmonalis (Wibowo, 2015).
4) Ventrikulus cordis sinister Dari atrium cordis sinistrum, darah akan
mengalir melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan kemudian mengisi
ventrikuls cordis sinistrer (Wibowo, 2015)
e. Siklus jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari
denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistole, dan diastole. Sistole
adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah dikeluarkan dari jantung.
Diastole adalah periode relaksasi dari ventrikel dan kontraksi atrium, dimana terjadi
pengisian darah dari atrium ke ventrikel.
1) Periode sistole (periode kontriksi)
Periode sistole adalah suatu keadaan jantung dimana bagian ventrikel
dalam keadaan menguncup. Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam
keadaan tertutup, dan valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris
arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel kanan mengalir ke
arteri pulmonalis, dan masuk kedalam paru-paru kiri dan kanan. 18 Darah
dari ventrikel kiri mengalir ke aorta dan selanjutnya beredar keseluruh
tubuh.
2) Periode diastole (periode dilatasi)
Periode diastole adalah suatu keadaan dimana jantung mengembang.
Katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan terbuka sehingga
darah dari atrium kiri masuk ke ventrikel kiri, dan darah dari atrium kanan

7
masuk ke ventrikel kanan. Selanjutnya darah yang datang dari paru-paru
kiri kanan melalua vena pulmonal kemudian masuk ke atrium kiri. Darah
dari seluruh tubuh melalui vena cava superior dan inferior masuk ke
atrium kanan.
3) Periode istirahat
Periode istirahat adalah waktu antara periode diastole dengan periode
sistole dimana jantung berhenti kira-kira sepersepuluh detik (Kasron,
2011).
3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)
Faktor risiko Kardiovaskuler (American Heart Association/American College of
Cardiologi, 2007) yang terdiri dari:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah: Umur, Jenis kelamin, Genetik.
1. Jenis kelamin
Penyakit jantung jarang pada perempuan pramenopause kecuali
memiliki predisposisi diabetes, hiperlipidemia hipertensi berat, indeks
jantung rendah mungkin akibat menurunnya menurunnya kadar estrogen
alami. Frekuensi infark miokardium pada kedua jenis kelamin setara pada
usia 70 sampai 80-an tahun. Terapi sulih hormon pasca menopause sedikit
banyak memberi perlindungan terhadap serangan aterosklerosis. Wanita
relatif lebih sulit mengidap 25 penyakit jantung koroner sampai masa
menopause, dan kemudian menjadi sama seperti pria. Hal ini diduga adanya
efek perlindungan estrogen (Verheugt,2008). Menurut silvia dan Loraine
(2006) bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan PJK. Pada pria
terkena serangan jantung lima kali lebih besar dibandingakan dengan
wanita. Tetapi perempuan ditemui komplikasi lebih mekanis seperti ruptur
ventrikel mekanik dan regurgitasi mitral akut yang berat.
2. Umur
Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya Penyakit Jantung Koroner . SKA lebih sering timbul pada usia
lebih dari 35 tahun keatas dan pada usia 55 – 64 tahun terdapat 40%
kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner.Umur merupakan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dimana seseorang yang
berumur ≥ 60 tahun memiliki risiko kematian sebesar 10,13 kali
dibandingkan yang berumur 25 – 49 tahun (Kusmana, 2002).

8
b. Faktor risiko yang dapat dirubah seperti:
1. Diabetus Mellitus
Pada penderita diabetes terjadi kelainan metabolisme yang disebabkan
oleh hiperglikemi yang mana metabolit yang dihasilkan akan merusak
endotel pembuluh darah termasuk didalamnya pembuluh darah koroner.
2. Merokok
American Heart Association / American College of Cardiologi (2007),
Orang yang merokok mempunyai risiko 2 kali lebih banyak untuk
menderita penyakit kardiovaskular dibanding orang yang tidak merokok
memiliki efek merokok terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain dapat
menurunkan kadar HDL, trombosit lebih mudah mengalami agregasi,
terjadi luka endotel karena radikal bebas dan pengeluaran katekolamin
berlebihan serta dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah. Kematian
mendadak karena SKA 2–3 kali lebih banyak pada perokok dibandingkan
bukan perokok. Orang yang merokok mempunyai risiko kematian 60%
lebih tinggi, karena merokok dapat menstimulasi pengeluaran katekolamin
yang berlebihan sehingga fibrilasi ventrikel mudah terjadi.
3. Dislipidemia
Menurut Hartono (2004) menyatakan bahwa dislipidemia adalah
meningkatnya kadar kolesterol dan bentuk ikatannya dengan protein seperti
trigliserida dan LDL, tetapi sebalikya kadar HDL menurun. Dislipidemia
tidak lepas dari keterpajanan terhadap asupan lemak sehari – hari terutama
asupan lemak jenuh dan kolesterol, yang dapat 28 meningkatkan insidens
penyakit jantung koroner.
c. Faktor lainnya
1. Area infark
Area infark dapat diketahui dari hasil rekaman EKG. Yang paling
banyak menyebabkan syok kagenik meliputi:
1) Infark ventrikel kiri yang luas (biasanya > 40% luas ventrikel kiri),
ini ditemukan pada sekitar 80% pasien syok.
2) Infark ventrikel kanan terdapat pada 10% pasien syok.
3) Adanya RV infark yang menyertai infark inferior berhubungan
dengan peningkatan angka mortalitas secara signifikan 35-40%.

9
4) komplikasi mekanik infark miokard (Ventrikel septal 29
defek,regurgitasi mitral akut, temponade) dialami oleh 10% pasien
syok. Syok kardiogenik juga berpengaruh terhadap perfusi jaringan
yang masih hidup di sekitar daerah infark, ini artinya akan lebih
banyak terjadi nekrosis iskemik dikarenakan hipotensi dan perfusi
yang rendah (Murphy, 2007).
2. Luas infark
Infark Miocard Akut atau nekrosis iskemik pada miokardium
diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat
irreversibel. Waktu yang diperlukan bagi sel-sel jantung mengalami
kerusakan adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir selalu
terjadi pada ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi Left Ventrikel
(LV).
d. Gagal jantung
Komplikasi hemodinamik dimana daerah miokard setempat akan
memperlihatkan penonjolan sistolik ( diskinetik) dengan akibat penurunan
Ejeksi Fraksi (stoke volume) dan peningkatan tekanan atrium diatas 25
mmHg yang lama-lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisium paru.
Perburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah
infark, tetapi juga daerah iskemik disekitarnya. Miokard yang masih baik
relatif baik akan mengadakan 31 kompensasi, khususnya dengan bantuan
rangsangan adrenergik untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan
akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak
akan memadai bila daerah bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan
sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi sudah
buruk, maka tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung
terjadi. Sebagai akibat terjadi perubahan bentuk ukuran serta ventrikel kiri dan
tebal jantung ventrikel kiri yang terkena infark maupun non infark. Perubahan
tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan
mempengrauhi fungsi ventrikel timbulnya aritmia (Tjokronegoro, A., dkk,
2007).
e. Riwayat infark sebelumnya

10
Reoklusi sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasi fungsi
miokardial dalam zona non infark yang disebabkan oleh metabolik abnormal
itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi
miokardium viable. dapat juga menjadi penyebab atau memberikan
berkontribusi untuk terjadinya kardiogenik syok pada pasien yang setelah
mengalami infark miokard (Hollenberg,S,2003).
4. Gangguan terkait penyakit gawat darurat dan kritis
a. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis kerusakan, gangguan
atau cedera pada jantung yang menghambat kemampuan jantung untuk
berkontraksi secara efektif dan memompa darah. Pada syok kardiogenik, jantung
mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa secara efektif memperfusi dirinya
sendiri atau organ vital lainnya. Ketika keadaan tersebut terjadi, jantung tidak
dapat memompa darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak dapat
memompa secara efektif.
Pada kondisi iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak berarturan dan curah
jantung menurun secara drastic (Yudha, 2011). Beberapa faktor penyebab
terjadinya syok kardiogenik adalah :
a) Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan
curah jantung tiba-tiba menurun. Tekanan sistolik menurun akibat
kegagalan mekanisme kompensasi. Jantung akan melakukan yang terbaik
pada setiap kondisi, sampai akhirnya pompa jantung tidak dapat
memperfusi dirinya sendiri.
b) Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus
menerus akan dengan cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah sistolik
dan curah jantung menurun karena denyut jantung yang terlalu cepat
menurunkan waktu pengisian ventrikel. Takikardia ventrikel dan fibrasi
ventrikel dapat terjadi karena iskemia miokardium setelah infark
miokardium akut.
c) Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat
serangan jantung sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium
kronis merusak otot jantung, dan gerak dinding menjadi tidak
terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa secara bersamaan.

11
b. Proses terjadi
Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan
yang terusmenerus antara kebutuhan suplai oksigen miokardium. Pembuluh
coroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara
memadai sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan
oksigen jantung oleh aktivitas respons kompensatorik seperti perangsang
simpatik.
Kontraktilitas ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu akibat
dari proses infark. Pertahanan perfusi jaringan menjadi tidak memadai, karena
ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah
jantung dengan baik. Maka dimulailah siklus yang terus berulang. Siklus dimulai
saat terjadinya infark yang berkelanjut dengan gangguan fungsi miokardium
(Muttaqin, 2009).
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium
mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosis metabolic pada
miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang
berakibat pada penurunan volume sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel.
Penurunan curah jantung dan hipotensi arteria disebabkan karena adanya
gangguan fungsi miokardium yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner
yang lebih lanjut akan mengakibatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang
pada iskemia dan kerusakan miokardium ulang.
Dari siklus ini dapat di telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus di
putus sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan
mencegah 8 perkembangan menuju tahap irreversible dimana perkembangan
kondisi bertahap akan menuju pada aritmia dan kematian (Muttaqin, 2009).
c. Manifestasi Klinis
Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan infark
miokard akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala berikut:
1. Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat gangguan
miokard miokard atau rupture dinding bebas ventrikel kiri.
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark
berulang.

12
3. Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai
timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektro
mekanik. Episode ini disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai
dengan sesak napas akut. Keluhan dada pada infark miokard akut biasanya
didaerah substernal, rasa seperti ditekan, diperas, diikat, rasa dicekik, dan
disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke leher, rahang, lengan dan
punggung. Nyeri biasanya hebat dan berlangsung lebih dari ½ jam, tidak
menghilang dengan obat-obatan nitrat. Syok kardiogeenik yang berasal dari
penyakit jantung lainnya, keluhan sesuai dengan penyakit dasarnya.
Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :
a. Takikardia : Jantung berdenyut lebih cepat karena stimulasi
simpatis yang berusaha untuk meningkatkan curah jantung.
Namun, hal ini akan menambah beban kerja jantung dan
meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan hipoksia
miokardium
b. Kulit pucat dan dingin : vasokontriksi sekunder akibat stimulasi
simpatis membawa aliran darah yang lebih sedikit (warna dan
kehangatan) ke kulit.
c. Berkeringat : stimulasi simpatis mengakibatkan kelenjar
keringat 9.
d. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku : stagnasi darah di kapiler
setelah oksigen yang tersedia di keluarkan.
e. Peningkatan CVP (tekanan vena sentral) dan PWCP ( tekanan
baji kapiler pulmonal ) : pompa yang mengalami kegagalan
tidak mampu memompa darah, tetapi darah tetap masuk ke
jantung, menambah jumlah darah di dalam jantung, sehingga
meningkatkan preload
d. Komplikasi
Menurut buku yang di tulis oleh Aspiani 2015 komplikasi yang muncul dari syok
kardiogenik adalah : Henti jantung paru, disritmia, gagal multisystem organ,
stroke dan tromboemboli.

13
5. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait penyakit gawat darurat dan
kritis
a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan untuk mendukung penegakan
diagnosis syok kardiogenik adalah sebagai berikut (Asikin, 2016):
1. EKG : untuk mengetahui adanya infark miokard dan/atau iskemia
miokard.
2. Rongent Dada : menyingkirkan penyebab syok atau nyeri dada lainnya.
Klien dengan syok kardiogenik sebagian besar menunjukkan adanya
gagal ventrikel kiri.
3. Kateterisasi Jantung : Menentukan penyebab dan jenis syok dengan
melihat tekanan kapiler paru dan indeks jantung.
4. Enzim Jantung : mengetahui syok kardiogenik disebabkan oleh infark
miokard akut. Enzim jantung dapat berupa kreatinin kinase, troponin,
myoglobin dan LDH.
5. Hitung Darah Lengkap : melihat adanya anemia, infeksi atau
koagulopati akibat sepsis yang mendasari terjadinya syok kardiogenik.
6. Ekokardiografi : menentukan penyebab syok kardiogenik dengan
melihat fungsi sistolik dan diastolik jantung.
Terdapat beberapa tambahan pemeriksaan penunjang pada syok
kardiogenik menurut pendapat Yudha 2011 :
1) Pemindaian Jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
2) Elektrolit : mungkin berubah karena perrpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi deuretik.
3) Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif memperburuk penyakit paru obstruktif menahun
(POM).
4) AGD : gagal ventrikel kiri diatandai alkalosis respiratorik.
b. Parameter Yang Diperiksa
1. Memenuhi kriteria anamnesis
2. CO < 3,2 L/menitatau CI
3. Hasil Temuan (yang tidak normal)
4. Intepretasi hasil

14
5. Diuresis <0,5 CC /Kg/BB/Jam
6. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1. Penatalaksanaan Medis
Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan yang memerlukan
terapi resusitasi segera sebelum syok merusak organ secara irreversible
(Asikin et all, 2016).
1) Penanganan awal : resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi jalan nafas,
koreksi hipovolemia dan hipotensi
2) Intervensi farmakologi : sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard
atau sindrom coroner akut diberikan aspirin dan heparin. obat
vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan norepinefrin
mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan
perfusi jaringan dan volume intravaskuler
3) Farmakologi Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang optimal,
sering kali dibutuhkan inotropic untuk memperbaiki kontraktilitas dan
obat lain untuk menurunkan afeterload.
a) Katekolamin Hormone yang termasuk dalam kelompok ini
yaitu adrenalin (epinefrin), noradrenalin (norepinephrine),
isoproterenol, dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan
menaikkan tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan
kenaikkan denyut jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan
tekanan arteri akan meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja
yang tidak diinginkan berpotensi mengakibatkan aritmia.
b) Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol Hormone ini
memiliki aktivitas stimulasi alfa yang kuat. Ketiga obat tersevut
memiliki aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa yang kuat
menyebabkan vasokontriksi yang kuat, sehingga meningkatkan
tekanan dinding miokard yang dapat mengganggu aktivitas
inotropic. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat, serta
cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi coroner.
Isoproterenolakan meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju
jantung, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen miokard yang sangat berbahaya pada syok kardiogenik.

15
c) Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada dosis
5- 10µg/kgBB/menit, sehingga terdapat peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung, sedangkan pada dosis >
10µg/kgBB/menit, reseptor alfa 1 yang menyebabkan
peningkatkan tekanan arteri sistemik dan tekanan darah akan
distimulasi oleh dopamine. Dopamine adalah prekusor endogen
noradrenalin, yang menstimulasi reseptor beta, alfa, dan
dopaminergic. Dopamine menyebabkan vasodilatasi ginjal,
menseterika dan coroner pada dosis < 5 µg/kg/menit. Takikardia
merupakan efek samping dari dopamine.
d) Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart yang
digunakan sebagai pembanding. Efek dobutamine terbatas pada
tekanan darah. Dobutamine juga meningkatkan curah jantung
tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh karena itu,
tahanan vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung
menurun, sehingga umumnya menandakan adanya hipovolemia.
Dobutamin terutama bekerja pada reseptor beta dengan rentan
dosis 2-40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut, dobutamin akan
meningkatkan kontraktilitas dengan sedikit efek kronotropik
tanpa vasokontriksi.
4) Mechanical Circulatory Support 13
Digunakan pada pengidap yang tidak responsive dengan pengobatan yang
telah diberikan. Pasien dalam syok kardiogenik mungkin memiliki
sejumlah diagnosis keperawatan, tergantung pada perkembangan
penyakit Prioritas keperawatan diarahkan terhadap :
a) Membatasi permintaan oksigen miokard
b) Peningkatan pasokan oksigen miokard
c) Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi
d) Mempertahankan pengawasan terhadap komplikasi
Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard meliputi :
1) Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk mengontrol
afterload dan disritmia
2) Posisikan pasien untuk kenyamanan
3) Membatasi aktivitas

16
4) Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
5) Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
6) Memberikan pemahaman kepada pasien tentang kondisinya
7) Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard
mencakup pemberian oksigen tambahan, pemantauan status
pernapasan pasien dan memberikan obat yang diresepkan.
Manajemen keperawatan yang efektif dari syok kardiogenik
membutuhkan pemantauan yang tepat dan pengelolaan SDM,
preload, afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat dicapai
melalui pengukuran akurat dari variable hemodinamik dan
pengontrolan pemberian cairan serta inotropic dan agen
vasoaktif. Hasil penilaian dan pengelolaan fungsi pernapasan
juga penting untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat
(Aspiani, 2015).
b. Dll (penatalaksanakan cairan)
Semua pasien dengan syok kardiogenik perlu dilakukan resusitasi cairan untuk
memastikan adanya beban awal yang cukup, bantuan ventilasi dan pemantauan
ketat hemodinamik. Resusitasi cairan untuk koreksi hipovolemia dan hipotensi,
kecuali jika ada edema paru. Berikan infus cairan normal saline (NS) 20 – 30
mL/kg selama 30 menit dengan target tekanan vena sentral 8 – 12 mmg atau
perfusi membaik. Pertimbangkan pemasangan jalur vena sentral dan jalur arteri
jika diperlukan.
Oksigenasi dan proteksi jalur nafas. Apabila perlu, lakukan intubasi dan
ventilasi mekanik. Ventilasi tekanan positif dapat memperbaiki oksigenasi,
namun dapat mengganggu beban awal dan aliran balik vena. Berikan oksigen
aliran tinggi.
B. Tinjauan Teori asuhan kepenataan anestesi penyakit gawat darurat dan kritis
1. Pengkajian
a. Data Subjektif :
Data yang didapat oleh pencatat dan pasien atau keluarga dan dapat diukur
dengan menggunakan standar yang diakui dan menunjukkan keluhan.
b. Data Objektif :
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui.

17
2. Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan yang ditemukan pada pasien selama di ruang ICU antara lain :
kecemasan , defisiensi volume cairan ,mual muntah.
3. Perencanaan
a. Kecemasan
1. Tujuan: Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit
diharapkan kecemasan pasien berkurang
2. Kriteria hasil : kecemasan menurun sampai tingkat teratasi, pasien
tampak rileks
3. Rencana tindakan:
- Kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
- Jelaskan dan persiapkan untuk prosedur tindakan sebelum
dilakukan
- Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
- Kolaborasi : pemberian sedatif (midazolam)
b. Defisien volume cairan.
1. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Kriteria hasil : mukosa bibir lembap, turgor kulit elastis, TTV dalam
batas normal, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, intake dan output
cairan seimbang.
3. Rencana tindakan:
- Pantau status hidrasi, monitor intake dan output cairan
- Berikan terapi IV sesuai program
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan suplai oral
- Observasi tanda vital setiap 2 – 4 jam
4. Pelaksanaan
a. Kecemasan
1. Mengkaji tingkat kecemasan pasien,
2. Mencatat respon pasien baik verbal maupun non verbal
3. Menjelaskan dan mempersiapkan untuk prosedur tindakan sebelum
dilakukan
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian sedatif (midazolam)

18
b. Defisien volume cairan.
1. Memantau status hidrasi pasien dengan melihat balance cairan pasien
2. Melakukan monitor intake dan output cairan
3. Memberikan terapi IV kepada pasien sesuai dengan program yang
telah direncakan
4. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan konsumsi makanan
5. Mengobservasi tanda vital pasien setiap 2 – 4 jam
5. Evaluasi
a. Kecemasan
S : pasien mengatakan cemasnya berkurang
O : pasien tampak tenang dan rileks
b. Defisien volume cairan
S: pasien mengatakan tidak merasa dehidrasi lagi dan merasa tidak lemas.
O: mukosa bibir tampak lembap, turgor kulit pasien teraba elastis, TTV pasien
dalam batas normal, tidak tampak ada tanda-tanda dehidrasi, pengukuran intake
dan output cairan pasien seimbang.

C. Daftar Pustaka
1. American Heart Association, 2012 ACC/AHA Guidelines for the Management of
Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction
2. Corwin, E.J., (2000) Buku Saku Patofisiologi : Edisi ke -3, Jakarta : EGC
3. Firdaus, I. 2011. Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI. Jakarta: Jurnal
Kardiologi Indonesia
4. Aaroson et al, (2013) ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With
ST-Elevation Myocardial Infarction
5. Firdaus, I. (2016) Buku Panduan Praktik Klinis (PPK) dan clinical Pathway (Cp)
penyakit jantung dan pembuluh darah: Jakarta

D. WOC

19
WOC

20
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA SYOK KARDIOGENIK DI RUANGAN HCU
RSAD UDAYANA DENPASAR

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn.K
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta

Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan` : Kawin
Golongan darah :O
Alamat : Jl Pendidikan Gg Baja IV/10
No.CM : 14.74.25

Diagnosa medis : Syok Kardiogenik


Tanggal masuk : 23 Maret 2021
Tanggal pengkajian : 23 Maret 2021
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.M
Umur : 27 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dg Klien : Anak
Alamat : Jl Pendidikan Gg Baja IV/10

21
Riwayat Kesehatan

3) Keluhan Utama
pasien datang dengan keluhan nyeri hebat di lutut karena tingkat asam urat
pasien meningkat
4) Riwayat Penyakit Sekarang
pasien mengatakan nyeri hebat pada kedua kaki, sejak 3 hari yang lalu,
pasien juga mengatakan merasa nyeri pada dada seperti tertekan dan
sesak (+), pusing (+), mual(+).
5) Riwayat Penyakit Dahulu
pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung dan pernah
mengalami serangan jantung pada 2 tahun lalu, dan ada penyakit ginjal.
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga.
c. Riwayat Kesehatan
1) Adakah penyakit keturunan (pasien mengatakan tidak memiliki riwayat
penyakit keturunan
2) Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Jika iya, menderita penyakit apa
(pasien mengatakan pernah masuk rumah sakit karena penyakit serangan
jantung sebelumnya)
3) Bagaimana pengobatannya, tuntas atau tidak? (tuntas)
4) Obat apa saja yang pernah digunakan? (captopril dan heparin)
5) Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya ( pasien mengatakan tidak pernah
menjalani tindakan anestesi dan operasi sebelumnya )
6) Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-
obatan) ( pasien memiliki kebiasaan merokok )
7) Riwayat alergi ( pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi )
d. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
1) Udara atau oksigenasi:
a) Gangguan pernafasan : baik
b) Alat bantu pernafasan : oksigen nasal kanul
c) Sirkulasi udara : baik
d) Letak tempat tinggal : dataran rendah
2) Air /Minum
a) Sebelum sakit :
22
(1) Frekuensi : 8 gelas/hari
(2) Jenis : cair
(3) Cara : oral
(4) Keluhan : tidak ada
b) Saat sakit :
Minum air
(1) Frekuensi : 3 – 5 gelas/hari
(2) Jenis : cair
(3) Cara : oral
(4) Keluhan : susah BAK
3) Nutrisi/ makanan
a) Sebelum sakit :
(1) Frekuensi : 3x sehari
(2) Jenis : nasi
(3) Porsi : habis 1 porsi
(4) Diet khusus : rendah garam
(5) Makanan yang disukai : ayam
(6) Pantangan : makanan rendah garam
(7) Napsu makan : normal / baik
b) Saat sakit :
(1) Frekuensi : 2x sehari
(2) Jenis : bubur / nasi
(3) Porsi : 1-2 sendok makan habis
(4) Diet khusus : rendah garam, rendah gula
(5) Makanan yang disukai : tidak ada
(6) Pantangan : rendah garam
(7) Napsu makan : menurun
4) Eliminasi
a) BAB
(1)Sebelum sakit :
(a) Frekuensi : 2x sehari
(b) Konsistensi : padat
(c) Warna : coklat
(d) Bau : khas feses

23
(e) Keluhan : tidak
ada (2)Saat Sakit
(a) Frekuensi : pasien mengatakan belum BAB selama
dirawat di HCU
(b) Konsistensi :-
(c) Warna :-
(d) Bau : khas feses
(e) Keluhan : pasien mengeluh tidak bisa BAB
b) BAK
(1) Sebelum sakit :
(a) Frekuensi : 4x sehari
(b) Konsistensi : cair
(c) Warna : kuning
(d) Bau : khas urine
(e) Keluhan : tidak ada
(2) Saat sakit :
(a) Frekuensi : 2x sehari
(b) Konsistensi : cair
(c) Warna : kuning
(d) Bau : khas urine
(e) Keluhan : pasien memakai selang kateter
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
Keterangan: 0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3:
dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total
b) Istirahat Dan Tidur
(a)Sebelum sakit

24
1) Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari pada
waktu anda beristirahat ( iya )
2) Apakah anda pernah mengalami insomnia? Tidak pernah
3) Berapa jam anda tidur: malam 8 jam, siang 2 jam
(b)Saat sakit
1) Apakah anda pernah mengalami insomnia ? iya
2) Berapa jam anda tidur: malam 5 jam, siang 30 menit
6) Psikososial
(a) Rasa aman dan nyaman : pasien mengatakan nyaman
(b) Interaksi Sosial : baik
7) Pemeliharaan kesehatan
(a) Konsumsi vitamin : tidak pernah
(b) Imunisasi : lengkap
(c) Olahraga : jarang
(d) Upaya keharmonisan keluarga : baik
(e) Sters dan adaptasi : normal
8) Peningkatan kesehatan dan peningkatan fungsi manusia
(a) Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman:
baik
(b) Pemanfaatan pelayanan kesehatan : BPJS
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal: 5, Motorik : 6, Mata : 4
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-tanda Vital : TD = 110/90 mmHg Nadi = 110x/menit, Suhu = 37,30C, ,
RR = 28 x/menit, Skala Nyeri: 7
BB: 110 Kg, TB: 165 Cm, BMI: 40.4 ( obese lvl 2 )
b. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :
Bentuk kepala (brakhiocephalus/ bulat ), kesimetrisan (+), hidrochepalus (-),
Luka (-), darah (-), trepanasi (-).
Palpasi :

25
Nyeri tekan (- ), fontanella / pada bayi (tidak)
c. Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi :
Ekspresi wajah (meringis), dagu kecil (-), Edema (-),
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-), rambut wajah (-)
d. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+)
Ekssoftalmus (- ), Endofthalmus (- )
Kelopak mata / palpebra : oedem (-), ptosis (- ), peradangan (-) luka (-),
benjolan (- )
Bulu mata (tidak rontok)
Konjunctiva dan sclera : perubahan warna tidak ada
Reaksi pupil terhadap cahaya : (normal) isokor (- )
Kornea : warna normal coklat
Nigtasmus (- ), Strabismus (- )
Ketajaman Penglihatan ( Baik )
Palpasi:
Pemeriksaan tekanan bola mata : normal
e. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
Amati bagian telinga luar : bentuk simetris
Lesi (- ), nyeri tekan (- ), peradangan (- ), penumpukan serumen (-).
perdarahan (- ), perforasi (- ).
Tes kepekaan telinga : normal
f. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (tidak ada pembengkakan)
Amati meatus : perdarahan (- ), Kotoran (- ), Pembengkakan ( - ),
pembesaran/polip (- )
pernafasan cuping hidung ( + ).
g. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi

26
Amati bibir : Kelainan konginetal (tidak ada ), warna bibir normal, lesi (- ),
bibir pecah (+).
Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (- ), Kotoran (- ), Gingivitis (- ), gigi palsu
(- ), gigi goyang (- ), gigi maju (- ).
Kemampuan membuka mulut < 3 cm : ( +)
Lidah : Warna lidah : normal warna merah muda, Perdarahan (- ), Abses (- ),
Ukuran normal
Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak ada uvula (simetris), Benda
asing : (tidak )
Tonsil : T 0
Mallampati : I
Perhatikan suara klien : (tidak )
h. Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
Bentuk leher (simetris), peradangan (- ), jaringan parut (-), perubahan warna (-
), massa (- )
Kelenjar tiroid, pembesaran (- )
Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( +)
Vena jugularis : pembesaran (- ), tekanan : normal
Pembesaran kelenjar limfe (- ), posisi trakea (simetris)
Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( +), ekstensi : ( +), fleksi : (
+), menggunakan collar : (- )
i. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
Inspeksi
Bentuk (simetris), pembengkakan (- ).
Kulit payudara : warna coklat, lesi (- )
Areola : perubahan warna (- )
Putting : cairan yang keluar (- ), ulkus (- ), pembengkakan (- )
Palpasi
Nyri tekan (- ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa (-), mobile (-)
j. Pemeriksaan Thorak
1) Pemeriksaan Thorak dan Paru
Inspeksi :
Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit normal

27
Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta (- ), retraksi
suprasternal (- ), Sternomastoid (- )
Pola nafas : (Takipneu)
Batuk (-),

Palpasi :
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
(sama). Lebih bergetar sisi sama (normal)

Perkusi :
Area paru : ( sonor )

Auskultasi :
Suara nafas:
Area Vesikuler : ( bersih) ,
Area Bronchial : ( bersih)
Area Bronkovesikuler : ( bersih)
Suara Ucapan: Terdengar : Bronkophoni (-), Egophoni (-), Pectoriloqy (-)
Suara tambahan : Terdengar : Rales (- ), Ronchi (- ), Wheezing (-), Pleural
fricion rub (- )
k. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis (- ), pelebaran - cm
Palpasi :
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Kuat )
Perkusi :
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : N = ICS II
Batas bawah : N = ICS V
Batas Kiri : N = ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas Kanan : N = ICS IV Mid Sternalis Dextra
Auskultasi :
BJ I terdengar (tunggal), ( keras ), ( reguler )
BJ II terdengar (tunggal), (keras), ( reguler)

28
Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), Gallop Rhythm (-), Murmur (-)

l. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi
- Bentuk abdomen : (cembung )
- Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan (+),
- Bayangan pembuluh darah vena (-)
2) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 30 x/mnt ( N = 5 – 35 x/menit,Borborygmi (-)
3) Palpasi
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan (- ), pembesaran (- ), perabaan (lunak), permukaan (halus), tepi
hepar (tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).
- Palpasi Lien :
Pembesaran lien : (- )
- Palpasi Appendik :
 Titik Mc. Burney . nyeri tekan (- ), nyeri lepas (-), nyeri menjalar
kontralateral (- ).
 Acites atau tidak : Shiffing Dullnes (- ) Undulasi (- )
- Palpasi Ginjal :
Nyeri tekan(- ), pembesaran (- ). (N = ginjal tidak teraba).
m. Pemeriksaan Genetalia
a) Pada Wanita
Inspeksi :
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi (- ),eritema (- ), keputihan (- ),
peradangan (- ).
Lubang uretra : stenosis /sumbatan (- )
n. Pemeriksaan Anus
Inspeksi
Atresia ani (- ), tumor (- ), haemorroid (- ), perdarahan (- )
Perineum : jahitan (- ), benjolan (- )
Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus (- ) pemeriksaan Rectal Toucher normal
o. Pemeriksaan Ekstremitas

29
1) Ekstremitas Atas
- Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur tidak ada, jenis fraktur tidak ada,
kebersihan luka tidak ada, terpasang gib (-), Traksi (- ), atropi otot (-).

- Palpasi
Edema: ( 1 )
Lakukan uji kekuatan otot : ( 4 )
2) Ekstremitas Bawah :
- Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
Fraktur (-), lokasi fraktur tidak ada, jenis fraktur tidak ada kebersihan
luka tidak ada, terpasang gib (-), Traksi (- ), atropi otot (-).
- Palpasi
Edema : (2 )
Lakukan uji kekuatan otot : ( 4 )
Kesimpulan palpasi ekstermitas:

11
- Edema :
22

4 4
- uji kekuatan otot : 22

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –muntah (+)
kejang (-) penurunan tingkat kesadaran (-)
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) normal

30
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) normal
Nervus III, Ocumulatorius normal
Nervus IV, Throclearis normal
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : normal
- Cabang maxilaris : normal
- Cabang Mandibularis : normal
Nervus VI, Abdusen normal
Nervus VII, Facialis normal
Nervus VIII, Auditorius normal
Nervus IX, Glosopharingeal normal
Nervus X, Vagus normal
Nervus XI, Accessorius normal
Nervus XII, Hypoglosal normal
3. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul normal, benda tajam normal, Menguji
sensasi panas / dingin normal, kapas halus normal minyak wangi normal
4. Memeriksa reflek kedalaman tendon
- Reflek fisiologis
a) Reflek bisep ( +)
b) Reflek trisep ( +)
c) Reflek brachiradialis ( +)
d) Reflek patella ( -)
e) Reflek achiles ( -)
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-kasus tertentu.
a. Reflek babinski (-)
b. Reflek chaddok (-)
c. Reflek schaeffer (-)
d. Reflek oppenheim (-)
e. Reflek gordon (-)
3. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

31
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Kimia
Analisa Gas Darah
pH 7.44 7.37 – 7.45
pCO2 21 32 – 43 mmHg
pO2 164 71 – 104 mmHg
HCO3 14 21 – 26 mmol/L
Base Excess -7.5 (-2) – (+3) mmol/L
Saturasi O2 100 94 – 100 %

Kimia Darah
Natrium Darah 125 136 – 145 mmol/L
Kalium Darah 3.2 3.5 – 5.1 mmol/L

Hematologi Lengkap
Hemoglobin 10,3 13,2 – 17,3 g/dL
14,11 3,80 – 10,60
WBC

128 136-145 mmol/L 2.0 –


Natrium Darah

3,4 3,5-5,1 mmol/L


Kalium Darah
67 < 41
SGPT

50 <38
SGOT

127 15 – 40 mg/dL
Ureum Darah

5,3 0,50 – 1,50 mg/dL


Kreatinin Darah

b. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan thorax PA, BUN SC, Rapid Test, OT,
PT, Na, K.
c. Pemeriksaan EKG didapatan hasil pasien mengalami Sinus Takikardi.

32
4. Therapi
a) Enteral
1. CPG 75 mg/ 24

2. 2. jam Samsca

3. 15mg/24 jam

4. Asam Folat 2 mg/

5. 8 jam Recolfat 1

6. tab/8 jam
b) Parenteral
1. Drip Dobutamin 5 mcq/kgBB Liptitrasi
sampai 20 mcq

2. Drip Vascon 0,1 mcq/kgBB

3. Drip Dopamin 5 mcq/KgBB Uptitrasi


sampai 10 mcq
4. Injeksi Lovenox 0,4 mc/24
jam
5. Injeksi Furosemid bolus 40
mg
6. Injeksi Ranitidine 50 mg/12
jam
7. Drip furosemid 5 mg/jam
8. Injeksi Cepoperazom 1
gr/12 jam
9. Injeksi Fertison 100
mg/24mg Bolus Morphin 1
mg(iv)
10. Drip Morphin 1 mg/jam

B. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem

33
1 DS: pasien mengatakan nyeri Asam Urat Meningkat dan Nyeri Akut
pada kedua kakinya kurangnya mobilisasi

DO : T: 50/ palpasi, N:
110x/mnt, RR:20x/mnt, S:
37,3o C, SpO2: 99%, GDS: 150

2 DS: pasien mengatakan Lingkungan yg dingin, keadaan Hipotermi


badannya terasa dingin pasien

DO : S: 35,1o C, akral teraba


dingin, pasien menggigil
kedinginan, TD: 90/60 mmhg,
RR: 32x/mnt, N: 76x/mnt,
VAS 2, resiko jatuh

34
3 DS: pasien mengatakan kedua Kurangnya mobilisasi dan Hambatan mobilitas
kaki susah digerakan, dan tingkat ureum yg tinggi fisik
terasa nyeri ketika disentuh.

DO : KU lemas, compos
mentis, TD 90/60 mmHg, RR:
28x/mnt, Sp)2: 97%, VAS 2 N:
12x/mnt

C. Problem (Masalah Kesehatan )


a. Nyeri Akut
b. Hipotermi
c. Hambatan mobilitas fisik

35
D. Rencana Intervensi

No Problem(Masalah Rencana Inetervensi


Kesehatan) Tujuan Intervensi
Tujuannya setelah dilakukan asuhan a. Kaji PQRST
keperawatan anestesi gangguan rasa b. Kaji TTV pasien

nyaman nyeri dapat teratasi, nyeri c. Kurangi faktor yang dapat menambah nyeri, ketidak
hilang atau terkontrol, klien tampak
percayaan, kesalah pahaman, ketakutan, kelelahan, dan
kebosanan.
rileks.
d. Modifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-
teknik seperti :
- Teknik distraksi

1. Nyeri Akut - Teknik relaksasi


- Stimulasi kulit
e. berikan edukasi kepada pasien tentang nyeri

f. kolaborasi dalam pemberian obat anlgesic yang bertujuan mengganggu atau m


transmisi stimulas agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
kortikal terhadap nyeri

34
2. Hipotermi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV,
keperawatan diharapkan suhu tubuh 2. Berikan ektra selimut tebal,
pasien 36,5oC – 37,2oC, Nadi dan 3. Berikan selimut hangat,
tekanan darah dalam rentang 4. Berikan cairan hangat,
normal dan tidak terjadi hipotermi. 5. Monitor suhu minimal setiap 2 jam,
6. Monitor TD, N, RR periodik dan
7. Kolaborasi pemberian medikasi.
3. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan pelaksanaan
keperawatan diharapkan tidak ada
aktivitas rekreasi terapeutik
hambatan mobilitas dengan kriteria
hasil : (radio, koran, kunjungan

1. Klien dapat teman/keluarga) sesuai


meningkatkan/mempertaha
keadaan klien.
nkan mobilitas pada tingkat
paling tinggi yang mungkin 3. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada
dapat mempertahankan ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai
posisi fungsional keadaan klien.
2. Meningkatkan 4. Berikan papan penyangga kaki,gulungan
kekuatan/fungsi yang sakit trokanter/tangan sesuai indikasi.
dan mengkompensasi 5. Bantu dan dorong perawatan diri
bagian tubuh menunjukkan (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
6. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

35
tekhnik yang memampukan
melakukan aktivitas

E. Implementasi dan Evaluasi

No Tanggal/jam Problem (Masalah Kesehatan Tindakan Evaluasi Paraf


)
1 23 Maret 2021 Nyeri Akut a. Mengajarkan tehnik relaksasi S:-
(nafas dalam) kepada pasien,
Pkl. 09.00 wita O: S:36oC, N:99x/mnt,
b. Memberikan obat anlgesic TD: 90/60mmHg, RR:
morphin untuk mengurangi nyeri 18x/mnt, SpO2: 99%,
VAS : 0
c. Mengkaji TTV pasien
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi
pasien
2 23 Maret 2021 Nyeri Akut (1) IVFD Ns 0,9% 8lpm, S: -
Pkl. 10.00 wita (2) Drip dobutamin O: Obat sudah masuk
10mac/KgBB/mnt, A : masalah teratasi
(3) Drip Furosemin 20mg/jam, P : pertahankan kondisi
(4) Drip morfin 1mg/jam,

36
(5) drip loverox 0,4 cc/24 jam, pasien
(6) drip ranitidin 50mg/ 12
jam,
(7) CPG: 75 mg/24 jam,
(8) drip vascom 0,1
mac/KgBB/mnt,
(9) injeksi furosemid 80mg
Exha,
(10) mengidentifikasi pasien dan
pemberian injeksi furosemid 80kg
3 23 Maret 2021 Hipotermi a. Mengobservasi TTV S: pasien mengatakan
Pkl. 13.00 wita pasien, sudah tidak dingin lagi

b. Memberikan ektra O: TTV; S: 36,7oC, N:


selimut tebal, B 90x/mnt, RR: 16x/mnt,
TD: 90/30 mmHg
c. Memberikan selimut
hangat A: Masalah teratasi
sebagian
d. Kolaborasi dalam
pemberian obat P: Lanjutkan intervensi

4 23 Maret 2021 Hambatan Mobilitas Fisik 1. Mempertahankan S: pasien mengatakan


Pkl. 15.00 wita kakinya masih nyeri dan
pelaksanaan aktivitas
susah digerakkan.
rekreasi terapeutik
O: klien tampaksusah
(kunjungan menggerakan kaki, kaki

37
teman/keluarga) sesuai terasa nyeri ketika
dipegang, VAS 4
keadaan klien.
2. Membantu latihan rentang A: :Maslah belum teratasi

gerak kaki pada klien P: Lanjutkan intervensi


3. Mengubah posisi secara
periodik sesuai keadaan
klien.

38
F. Catatan Perkembangan

Nama : Tn.K No. CM: 14.75.25


Umur : 51 Thn Ruang: ICU
Jenis Kelamin : Laki-Laki Dx: Syok Kardiogenik

No Tanggal Masalah Catatan Perkembangan TTD


Kesehatan Pelaksana
1. 24/03/20 Nyeri Akut S: pasien mengatakan kakinya terasa nyeri
21
ketika disentuh, pasien meringis kesakitan
jika kakinya dipegang perawat, Indra
O: pasien tampak kesakitan jika kakinya
dipegang perawat, VAS 6
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

2 24/03/20 Hipotermi
21 S: pasien mengatakan tubuhnya terasa
Pkl. Indra
20.30 sangat dingin, pasien menggigil kedinginan
wita O: TTV: S: 35,7oC, N: 90x/mnt, RR:
22x/mnt, TD: 90/60 mmHg
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi

24/03/20 Indra
3. 21 Hambatan mobilitas
S : pasien mengatakan susah untuk bergerak
fisik
dan meminta keluarga/perawat untuk
membantu
O: KU lemah, ektremitas bawah sulit
digerakan (butuh bantuan orang lain), uji
kekuatan otot (2)
A: masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

39
Ket :
pasien
di
rujuk
ke RS
Sanglah

40

Anda mungkin juga menyukai