Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung dan pembuluh darah, yang
mengandung kurang lebih 5,5 liter darah pada laki-laki dengan berat badan 70
Kg. Fungsi utama sistem kadiovaskular adalah mendistribusikan O2 dan
nutrisi ke jaringan, mentransfer metabolit dan CO2 ke organ ekskresi dan paru
serta mentranspor hormon dan komponen sistem imun serta sebagai
termoregulasi. Jantung sendiri adalah pompa otot beruang empat (dua atrium
dan dua ventrikel) yang mendorong darah mengelilingi sirkulasi (Ward et al,
2009.
Menurut WHO (2013) angka prevalensi penyakit sistem
kardiovaskular di dunia dengan batasan berusia ≥25 tahun terdiagnosa
mengalami penurunan fungsi yakni dengan prevalansi peningkatan dari 600
juta pada tahun 2008 menjadi 1 miliar pada tahun 2013. Prevalensi gangguan
jantung di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
mengalami penurunan dari 31,7% pada tahun 2007 menjadi 25,8% pada tahun
2013. Asumsi terjadi penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat
pengukur tensi atau diagnostik yang berbeda sampai pada kemungkinan
masyarakat sudahmulai datang berobat ke fasilitas kesehatan (RISKESDAS,
2013)
Data survei dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2010 menunjukkan bahwa Provinsi Yogyakarta masuk
dalam lima besar provinsi dengan kasus gangguan jantung terbanyak dengan
jumlah 35,8% diatas rata-rata seluruh Indonesia yaitu 31,7% (Dinas
Kesehatan Provinsi DIY, 2012). Data laporan dari Survailans Terpadu
Penyakit (STP) ditingkat puskesmas di Yogyakarta pada tahun 2013,masalah
kardiovaskular menempati urutan kedua setalah masalah respirasi dalam

1
sepuluh distribusi penyakit dengan kunjungan terbanyak (Dinkes Provinsi
DIY, 2015). Menurut RISKESDAS (2013), prevalensi kejadian gangguan
jantung di Kabupaten Kulon Progo pada usia ≥18 tahun berdasarkan diagnosa
tenaga kesehatan, minum obat dan wawancara memiliki angka yang paling
tinggi diantara 4 kabupaten lainnya di DIY
Manajemen pasien gangguan jantung dapat dilakukan salah satunya
dengan cara non farmakologi. Cara mengontrol secara non farmakologi
diantaranya adalah mengontrol pola makan, mengurangi asupan garam,
melakukan manajemen stres, serta melakukan aktivitas fisik (Sudjaswandi, et
al., 2003 dalam Khomarun, et al., 2014). Aktivitas fisik apapun yang
dilakukan akan melatih kerja jantung dan pernafasan, sehingga tercapai
kondisi yang rileks. Kondisi yang rileks dihasilkan dari senyawa beta
endorphin yang dihasilkan saat kecepatan detak jantung dan pernafasan
meningkat. Aktivitas fisik yang sederhana, seperti berjalan selama 10 menit
setiap hari dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 12,9 poin pada orang
dengan hipertensi (Kurniadi & Nurrahmani, 2014).
Aktivitas fisik yang baik dan rutin akan melatih otot jantung dan
menurunkan tahanan perifer, merangsang pelepasan hormon endorfin yang
menimbulkan efek euphoria dan relaksasi otot sehingga tekanan darah tidak
meningkat (Sase, 2013). Manajemen secara non farmakologi lainnya adalah
diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) yaitu diet yang
terbukti bisa menurunkan tekanan darah. Diet DASH adalah diet rendah
lemak jenuh, kolesterol, lemak total, dan menekankan pada konsumsi sayur,
buah, dan susu rendah lemak. Diet DASH di Amerika terbukti dapat
menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 8-14 mmHg (Kamal, et al.,
2013)..Pada keadaan ini, peran perawat di masyarakat sangat penting untuk
mencegah dan mengatasi jumlah kejadian gangguan sistem kardiovaskular.
Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk lebih meningkatkan pengetahuan

2
serta kewaspadaan tenaga kesehatan dan masyarakat Indonesia mengenai
gangguan pada sistem kardiovaskular.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan lansia pada sistem kardiovaskular
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus asuhan keperawatan pada lansia yaitu diketahui :
a. Konsep penuaan pada sistem kardiovaskular
b. Pengkajian keperawatan lansia pada sistem kardiovaskular
c. Rencana keperawatan lansia pada sistem kadiovaskular
d. Implementasi keperawatan lansia pada sistem kardiovaskular
e. Evaluasi keperawatan lansia pada sistem kardiovaskular

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler


1. Jantung
Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut dengan ukuran
sekitar satu kepal orang dewasa. Terletak dimedia stinum rongga dada,
diantra kolumna vertebra dan sternum, jantung dibatasi secara lateral oleh
kedua paru. Jantung dibungkus oleh perikardium, lapisan membran
vibrosa. Perikardium membungkus jantung dan menambatkan jantung
kestruktur di sekelilingnya, membentuk kantong perikardium. Lapisan
terluar jantung adalah perikardium parietal; perikardium visera(atau
epikardium) melekat pada permukaan jantung. Cairan pelumas serosa
yang di produksi dalam ruang ini melindungi jantung saat berdenyut.
(Sherwood, 2007)
Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan jaringan: epikardium,
miokardium, dan endokardium. Epikardium menyelimuti seluruh jantung
dan pembuluh darah besar kemudian melipat membentuk lapisan parietal
yang melapisi perikardium dan menempel ke permukaan jantung.
Miokardium, lapisan tengah dinding jantung, terdiri atas sel otot jantung
khusus (miofibril) yang menyediakan serabut otot jantung kontraktil.
Endokardium adalah membran tipis berlapis 3 yang melapisi ruang
jantung dan pembuluh besar (Sherwood, 2007)
2. Ruang Katup Jantung
Jantung mempunyai dua atrium dibagian atas dan dua ventrikel
dibagian bawah. Keduanya dipisahkan secara melintang oleh septum
intraventrikular. Tiap ruangan jantung dipisahkan oleh sebuah katup yang
memungkinkan aliran darah satu arah menuju ruangan selanjutnya atau
pembuluh darah besar. Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh dua katup

4
atrioventrikel (AV) ; katup trikuspid disebelah kanan dan katup
bikuspid(mitral) disebelah kiri. (Sherwood, 2007)
Ventrikel dihubungkan kepembuluh besarnya oleh katup semilunaris.
Disebelah kanan, katup pulmonalis(pulmonic) menghubungkan ventrikel
kanan dengan arteti pulmonalis. Disebelah kiri, katup aorta
menghubungkan ventrikel kiri dengan aorta. Penutupan katup AV pada
awitan kontraksi (sistol) menghasilkan bunyu jantung pertama, atau S1
(ditandai dengan bunyi ‘lup’) ; penutupan katup semilunaris pada awitan
relaksasi (diastol) menghasilkan bunyi jantung kedua, atau S2 (ditandai
dengan bunyi ‘dup’). (Sherwood, 2007)
3. Sirkulasi Sistemik, Pulmonal dan Koroner
Sistem sirkulasi mempunyai dua bagian : sirkulasi sistemik(sistem
bertekanan tinggi),yang memasok darah kesemua jaringan tubuh lain dan
sirkulasi pulmonar(sistem bertekanan rendah) . sirkulasi sistemik terdiri
atas bagian kiri jantung, aorta dan cabang nya, kapiler yang memasok otak
dan jaringan perifer, sistem vena sistemik, dan vena cava. (Sherwood,
2007)
Sirkulasi pulmonar terdiri atas bagian kanan jantung, arteri
pulmonalis, kapiler pulmonalis, dan vena pulmonalis. Sirkulasi pulmonar
dimulai dengan bagian kanan jantung. Darah kurang oksigen dari sistem
vena masuk ke atrium kanan, lewat dua vena besar, vena cava superior
dan inferior, dan dikirim ke paru melalui arteri pulmonalis dan cabangnya.
Setelah oksigen dan karbondioksida bertukar dikapiler pulmonalis, darah
kaya oksigen kembali keatrium kiri melalui beberapa vena pulmonalis.
Darah kemudian dipompa keluar dari ventrikel kiri melewati aorta dan
cabang utamanya untuk memasok semua jaringan tubuh melalui sirkulasi
sistemik. Otot jantung disuplai oleh jaringan pembuluhnya sendiri melalui
sirkulasi koroner. Arteri koroner kiri dan kanan berasal dari dasar aorta

5
dan bercabang keluar mengelilingi miokardium, menyuplai miokardium
dengan darah, oksigen, dan nutrient (Sherwood, 2007)
Arteri koroner utama kiri terbagi membentuk arteri desenden anterior
dan arteri sirkumfeks. Arteri desenden anterior menyuplai
septuminterventrikel anterior dan ventrikel kiri. Arteri koroner kanan
menyuplai ventrikel kanan dan membentuk arteri desenden poterior. Saat
kontraksi ventrikel mengirimkan darah melalui sirkulasi pulmonar dan
sirkulasi sistemik, arteri koroner terisi darah keoksigenasi selama relaksasi
ventrikel. Setelah darah mengaliri otot jantung, vena jantung mengalirkan
darah kedalam sinus koroner, yang dikosongkan keatrium kanan jantung.
Aliran darah yang melewati arteri koroner diatur oleh beberapa faktor
yaitu tekanan aorta, vrekuensi jantung (sebagian bessr aliran terjadi
selama diastol, saat otot relaks), aktivitas metabolik jantung, dan
tonus(konstriksi) pembuluh darah. (Sherwood, 2007)
4. Struktur Pembuluh Darah
Dinding pembuluh darah mempunyai 3 lapisan: tunika intima, tunika
media dan tunika adventisia. Tunika intima, bagian terdalam , disusun
oleh endotelium yang menyediakan permukaan licin untuk mempermudah
aliran darah. Pada tunika media, disusun oleh otot polos dan lebih tebal
dibanding tunika media vena. Ini membuat arteri lebih elastis dibanding
vena dan memungkinkan arteri memanjang dan memendek secara
bergantian saat jantung berkontraksi dan relaksasi pada tiap denyutan, dan
menghasilkan gelombang tekanan yang dapat diraba sebagai denyutan
diatas arteri. Arteriol yang lebih kecil kurang elastis dibanding arteri tetapi
lebih banyak mengandung otot polos, yang meningktkan konstriksi dan
dilatasi nya. Tunika adventisia, disusun oleh jaringan ikat dan berfungsi
untuk melindungi dan menambatkan pembuluh. (Sherwood, 2007)

6
Vena mempunyai dinding yang lebih tipis, lumen yang lebih besar dan
kapasitas yang lebih besar, serta sebagian besar dilengkapi dengan katup
yang membantu darah mengalir melawan gravitasi kembali kejantung.
Kapiler kecil, yang menyambungkan arteriol dan venula, hanya terdiri atas
satu lapisan tipis tunika intima yang permiabel terhadap pertukaran gas
dan molekul antar sel darah dan jaringan. (Sherwood, 2007)
5. Fisiologi Peredaran Darah Jantung
Pusingan jantung bermula dibagian kanan jantung. Pembuluh darah
vena [vena kava inferior] menyalurkan semula aliran darah yang rendah
kandungan oksigen ke dalam ruang atrium kanan. Aliran darah tadi akan
mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel kanan di mana darah akan
dipompa ke dalam sistem pembuluh darah paru-paru melalui arteri
pulmonari di mana ia akan menyerap oksigen dan melepaskan karbon
dioksida. Darah yang tinggi kandungan oksigen ini akan memasuki
jantung, dimana darah akan mengalir ke dalam atrium kiri melalui dua
pasang vena pulmonari setiap pasang dari paru-paru kanan dan kiri. Dari
atrium kiri, darah tadi akan memasuki ventrikel kiri dan dipompa keluar
ke dalam aorta untuk penyaluran kesetiap bagian tubuh manusia.
(LeMone, 2012)
Sistem peredaran darah yang juga merupakan bagian dari kinerja
jantung dan jaringan pembuluh darah (sistem kardiovaskuler) dibentuk.
Sistem ini menjamin kelangsungan hidup organisme, didukung oleh
metabolisme setiap sel dalam tubuh dan mempertahankan sifat kimia dan
fisiologis cairan tubuh. Pertama, darah mengangkut oksigen dari paru-paru
ke sel dan karbon dioksida dalam arah yang berlawanan. Kedua, yang
diangkut dari nutrisi yang berasal pencernaan seperti lemak, gula dan
protein dari saluran pencernaan dalam jaringan masing-masing untuk
mengkonsumsi, sesuai dengan kebutuhan mereka, diproses atau disimpan.

7
Metabolit yang dihasilkan atau produk limbah (seperti urea atau asam
urat) yang kemudian diangkut ke jaringan lain atau organ-organ ekskresi
(ginjal dan usus besar) juga mendistribusikan darah seperti hormon, sel-sel
kekebalan tubuh dan bagian-bagian dari sistem pembekuan dalam tubuh.
(LeMone, 2012)
B. Proses Menua
1. Definisi dan Fisiologi Penuaan Pada Lansia
Dalam periode kehidupan manusia, ada rangkaian tahapan yang harus
dilalui oleh setiap manusia. Tahapan tersebut dinamakan daur hidup atau
siklus hidup manusia. Siklus hidup manusia dimulai dari masa kehamilan,
menyusui, bayi anak-anak, remaja, dewasa, lanjut usia sampai meninggal
dunia. Jadi, dapat dikatakan bahwa lansia merupakan tahap akhir
perkembangan daur hidup manusia. (Miller, 2012)
Pengetahuan lansia dalam mengambil keputusan terkait pemeliharaan
kesehatan, pada umumnya kurang mampu mgambil keputusan akibat dari
kurangnya dukungan keluarga.Mengenai proses penuaan yang
berhubungan dengan gangguan pada penurunan fungsional maka di
seimbangkan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala di
klinik kesehatan. Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang
mampu mempengaruhi kualitas tidur lansia dan mengakibatkan perubahan
normal dari istirahat lansia sehingga biasanya lansia merasa kurang segar
pada pagi hari karena kulialitas tidur yang berkurang. Mengalami
gangguan pada pendengaran yang mengakibatkan lansia menggunakn alat
bantu dengar seperti ABD yang dipasangkan di telinga, dan juga
mengalami masalah pada penglihatan yang mengakibatkan lansia
menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata. Mengalami
perubahan pola perilakku seperti hiperaktif ataupun hipoaktif. Misalnya :
lebih sering berinterakssi dengan sesama lansia maupun lebih sering

8
bersosialisasi di lingkungan sekitar, atau lebih senang mengamati ataupun
scenserung diam saja dan mengamati. terdapat lansia yang sudah
mempersiapkan segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun juga lansia
yang merasa terbebani atau merasa cemas ketika beranjak tua karena
merasa takut dan khawatir dengan kematian, dan pada umumnya lansia
juga merasa takut ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan
takut akan rasa kesepian yang akan datang. Lansia merasa tidak berharga,
tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat berpikiran
negative terhadap dirinya sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan
hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai
keinginan sesuai dengan ideal diri (Miller, 2012)
Mengenai fisiologi kondisi status gizi dari lansia di perhatikan melalui
perhitungan IMT = BB/TB2. Normal 20,1-25. Over 30. Underweight
18.5-20. kondisi fisik lansia berkaitan dengan nutrisi seperti rambut
adanya kerontokan atau tidak, kering, bercabang, Kulit adanya kering,
turgor kulit tidak elastis, bersisik, konjungtiva tampak anemis, palpebral
adanya edema atau tidak, sclera adanya ikterik atau tidak, gigi geligi .
Rongga mulut kaji adanya sairawan, bibir kering. Gusi kaji adanya
berdarah serta bengkak. Kelenjar getah bening kaji adanya benjolannya.
Status hidrasi dikaji dengan cek CRT, penurunan kesadaran serta
penurunan tekanan darah. Pemeriksaan pada abdomen dikaji adanya asites
(penumpukan cairan pada perut), hepatomegaly (pembesara hepar),
splenomegaly (pembesaran pada lien), adanya nyeri epigastrik, serta dikaji
persitaltik usus, ada atau tidaknya hiperperistaltik, kontur. (Dorothy,
2010)
Mengetahui kondisi fisik lansia terkait dengan kemampuan untuk
melakukan aktivitas dan latihan sebagai berikut : (Indeks Barthel)
No. Item yang Skor Sebelum Selama

9
dinilai sakit Sakit
1 Makan 0 = tidak mampu
(Feeding) 1 = butuh bantuan
2 = mandiri
2 Mandi 0 = tergantung orang lain
(Bathing) 1 = mandiri
3 Perawatan 0 = membutuhkan bantuan orang
Diri lain
(Grooming) 1 = mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan bercukur.
4 Berpakaian 0 = tergantung orang lain
(Dressing) 1 = sebagian dibantu
2 = mandiri
5 Buang Air 0 = inkontinensia atau pakai kateter
Kecil dan tidak terkontrol
(Bowel) 1 = Kadang inkontinensia (maks, 1
x 24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6 Buang Air 0 = inkontinensia (tidak teratur atau
Besar perlu enema)
(Bladder) 1 = kadang inkontinensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan 0 = tergantung bantuan orang lain
Toilet 1 = membutuhkan bantuan tapi
dapat melakukan beberapa hal
sendiri

10
2 = mandiri
8 Transfer 0 = tidak mampu
1 = butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2 = bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
9 Mobilitas 0 = imobili (tidak mampu)
1 = menggunakan kursi roda
2 = berjalan dengan bantuan satu
orang
3 = mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu seperti
tongkat)
10 Naik Turun 0 = tidak mampu
Tangga 1 = membuntuhkan bantuan (alat
bantu)
2 = mandiri
Hasil Interpretasi

Tabel Skala Jatuh dari Morse


No Pengkajian Skala Nilai Ket
1 Riwayat jatuh: apakah jatuh dalam Tidak 0
3 bulan terakhir. Ya 25
2 Diagnosa sekunder: Apakah Tidak 0
memiliki lebih dari satu penyakit. Ya 15
3 Alat bantu jalan:
- Bedrest/dibantu perawat 0
- Kruk/tongkat/walker 0

11
- Berpegangan pada benda-benda
25
sekitar (kursi, lemari, meja)
4 Terapi intravena: Apakah saat ini Tidak 0
terpasang infus. Ya 20
5 Gaya berjalan/cara berpindah:
- Normal/bedrest/immobile (tidak
0
dapat bergerak sendiri)
- Lemah tidak bertenaga 10
- Gangguan atau tidak normal
20
(pincang/diseret)
6 Status mental:
- Menyadari kondisi dirinya 0
- Mengalami keterbatasan daya
15
ingat
Total nilai

Tingkatan Resiko Nilai MPS

Tidak Beresiko 0 – 24

Resiko Rendah 25 – 50

Resiko Tinggi ≥51

Untuk menilai kelainan kognitif pada lansia


Format Pemeriksaan Mini Mental Satate Exam (MMSE)
(Modifikasi FOLSTEIN )

No Pertanyaan Nilai maksimal Nilai Klien


1. Orientasi

12
Tahun, musim, tanggal, hari, 5
bulan apa sekarang?
Dimana kita, negara bagian, 5
wilayah, kota, tempat, lantai?
2. Registrasi
Nama 3 objek: 1 detik untuk 5
menanyakan masing-masing
objek. Tanyakan ke 3 objek
tersebut setelah
ditunjukkannya dan
disebutkannya
3. Perhatian dan kalkulasi
Sesi 7 pertanyaan. Berhenti 5
setelah 5 jawaban. Bergantian
eja “kata” ke belakang
4. Mengingat
Minta untuk mengulang ke 3
tiga objek di atas. Berikan 1
point untuk setiap kebenaran
5. Bahasa
Menggunakan pensil dan 9
melihat (2 point)
Mengulang hal berikut : tak-
ada-jika-dan-atau-tetapi (1
point)
Nilai total

Interprestasi hasil :

>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik


18-22 : Kerusakan aspek mental ringan
< 17 : Kerusakan aspek fungsi mental berat
2. Klasifikasi Lansia
a. Menurut depkes RI 2015
1) Usia Lanjut dikategorikan dalam usia 60 -69 tahun
2) Usia lanjut risiko tinggi dalam usia > 70tahun (dengan masalah
kesehatan)
b. Klasifikasi usia lanjut usia menurut WHO 2018

13
1) Usia lanjut dikategorikan dalam usia 60-70 tahun
2) Usia tua memiliki perkisaran usia 75-89 tahun
3) Usia sangat lanjut yaitu usia lebih dari 90 tahun
3. Teori Penuaan
Teori penuaan dibagi menjadi 2 bagian yaitu teori biologis dan teori
psikososial. (Miller, 2012)
a) Teori biologis dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
1) Teori genetik: teori ginetik mengklaim bahwa proses penuaan,
masa hidup, dan perkembangan penyakit dipengaruhi oleh
susunan genetik dan dipengaruh oleh lingkungan pada gen
individu. Selain itu, perubahan sel yang terjadi karena penuaan
dapat menyebabkan organ mengalami kegagalan sistem, serta
insiden terjadinya kanker lebih tinggi
2) Teori neuroendokrin menyatakan bahwa penuaan mempengaruhi
penurunan sekresi hormon yang berperan dalam reaksi yang diatur
oleh sistem saraf
3) Teori kekebalan (Immunity theory describes) menggambarkan
penurunan terkait usia dalam sistem kekebalan tubuh dan
peningkatan respon autoimun, yang membuat orang tua rentan
terhadap penyakit seperti kanker dan rheumatoid arthritis. Sel-sel
penuaan dianggap oleh tubuh sebagai benda asing
4) Teori keausan (Wear-and-tear theory) menyatakan bahwa
akumulasi produk limbah berupa radikal bebas dapat merusak
sintesis DNA. Akumulasi limbah dan kerusakan DNA dalam sel
juga mencegah nutrisi seluler yang tepat. Proses ini menyebabkan
kerusakan organ dan menyebabkan tubuh menjadi tidak berdaya
saat digunakan untuk beraktivitas. Pada lansia, radikal bebas telah
dikaitkan dengan penyakit yang berkaitan dengan usia. Pada

14
lansia, radikal bebas telah dikaitkan dengan penyakit yang
berkaitan dengan usia
b) Teori psikososial dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1) Teori pelepasan (Disengagement theory) berpendapat bahwa
individu dan masyarakat lanjut usia menarik diri dari satu sama
lain. Tanggung jawab dialihkan kepada generasi muda, dan orang
tua berkeingin untuk merefleksikan pencapaian masa lalu mereka.
2) Teori aktivitas (Activity theory) adalah kebalikan langsung dari
teori pelepasan. Teori aktivitas merupakan teori dengan
mendorong individu lansia untuk tetap aktif dan menua dengan
sukses terlepas dari kerugian yang terkait dengan proses penuaan
3) Teori kontinuitas (Continuity theory) menyatakan bahwa
kepribadian dasar seseorang tidak berubah seiring bertambahnya
usia dan mempengaruhi bagaimana seseorang beradaptasi dengan
proses penuaan. Jika seseorang melakukan interaksi sosial pada
waktu mudanya, individu ini akan tetap bersosialisasi pada tahun-
tahun berikutnya
4) Teori kerusakan sosial (Social breakdown theory)
menggambarkan penuaan sebagai hasil dari pandangan sosial
negatif terhadap orang dewasa yang lebih tua. Lansia tidak lagi
dipandang sebagai anggota masyarakat yang berkontribusi, dan
layanan yang adekuat mungkin tidak dialokasikan untuk mereka.
Persepsi negatif ini dapat disaring hingga ke populasi usia lanjut
dan dapat menyebabkan efek psikologis, seperti depresi.
(Miller, 2012)
C. Penuaan Sistem Kardiovaskular
Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami
perubahan baik struktural maupun fungsional. Secara umum, perubahan yang

15
disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan yang tidak
disadari. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur ini sering ditandai dengan
penurunan tingak aktivitas, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan darah
yang terorganisasi. (Miller, 2012)
Penuaan normal pada sistem kardiovaskuler akibat penuaan sebagai berikut.
Perubahan normal yang Implikasi klinis
berhubungan dengan penuaan
Ventrikel kiri menebal Penurunan kekuatan kontraktil
Katup jantung menebal dan Gangguan aliran darah melalui katup
membentuk penonjolan
Jumlah sel pacemeker menurun Umum terjadi disritmia
Arteri menjadi kaku dan tidak lurus Penumpulan respons baroreseptor
pada kondisi dilatasi Penumpulan respons terhadap panas
dan dingin
Vena mengalami dilatasi, katup-katup Edema pada ekstermitas bawah
menjadi tidak kompeten dengan penumpukan darah

Perubahan struktur yang terjadi yakni adanya suatu hipertrofi atau


artrofi yang terlihat jelas berarti tidak normal, tetapi hal tersebut lebih
merupakan tanda dari penyakit jantung. Ukuran ruang-ruang jantung tidak
berubah dengan penuaan . ketebalan dinding ventrikel kiri cenderung sedikit
meningkat dengan penuaan karena adanya peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fugsi serat-serat elastis. Oleh karena itu penuaan pada jantung
menjadi kurang mampu untuk distensi, dengan kekuatan kontraktil yang
kurang efektif. (Miller, 2012)
Area permukaan didalam jantung yang telah mengalami aliran darah
dengan tekanan darah tinggi, seperti pada katup aorta dan mitral, mengalami
penebalan dan terbentuknya penonjolan segaris katup. Kekakuan pada bagian
dasar aorta menghalangi pembukaan katup secara lengakap sehingga

16
menyebabkan obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut sistol.
Tidak sempurnanya pengosongan ventrikel dapat terjadi selama waktu
peningkatan denyut jantung(misalnya demam, stress dan olahraga) dan
gangguan pada arteri koroner dan sirkulasi sistemik. (Miller, 2012)
Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi
kaku dan tidak lurus. Perubahan ini terjadi akibat peningkatan serat kolagen
dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Lapisan intima arteri
menebal denganpeningkatan deposit kalsium. Proses perubahan yang
berhubungan dengan penuaan ini meningkatkan kekakuan dan ketebalan yang
disebut dengan arterisklerosis. Sebagai suatu mekanisme kompensasi, aorta
dan arteri besar lain secara progresif mengalami dilatasi untuk menerima lebih
banyak volume darah. Vena menjadi merenggang dan mengalami dilatasi
dalam cara yang hampir sama. Katup-katup vena menjadi tidsk kompeten atau
gagal menutup secara sempurna. (Miller, 2012)
Perubahan fungsi jantung yang utama yakni berhubungan dengan
penuaan sistem kardiovaskuler adalah penurunan kemampuan untuk
meningkatan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan tubuh. Curah
jantung pada saat istirahat tetap stabil atau sedikit menurun seiring
bertambahnya usia dan denyut jantung istirahat juga menurun. Karena
miokardium mengalami penebalan dan kurang dapat direngangkan, dengan
katup-katup yang lebih kaku, peningkatan waktu pengisisan diastolik dan
peningkatan tekanan diastolik diperlukan untuk mempertahankan preload
yang adekuat. Jantung yang mengalami penuaan juga lebih bergantung pada
kontraksi atrium, atau volume darah yang diberikan pada ventrikel. Sebagai
hasil dari kontraksi dari atrial yang terkoordinasi. Dua kondisi yang
menetapkan lansia pada resiko untuk mengalami tidakadekuat curah jantung
adalah takikardia, yang disebabkan oleh pemendekan, waktu pengisian
ventrikel, dan vibrilasi artrial yang disebabkan oleh hilangnya kontraksi atrial.

17
Jantung yang masih muda memenuhi peningkatan terhadap darah yang
teroksigenasi dengan cara meningkatkan denyut jantung sebagai respon
terhadap meningkatnya kadar katekolamin. Pada lansia, venomena ini
teruangkap melalui hilangnya respon denyut jantung terhadap latihan atau
stres. Prinsip mekanisme yang digunakan oleh jantung yang mengalami
penuaan untuk meningkatkan curah jantung adalah denga meningkatkan
volume akhir diastolik, yang meningkatkan volume sekuncup. Jika waktu
pengisisan diastolik tidak memadai (seperti pada takikardia) atau ventrikel
menjadi terlalu distensi (seperti pada keadaan gagal jantug) mekanisme ini
dapat gagal. Gejala-gejala sesak nafas(dispnea) dan keletihan terjadi ketika
jantung tidak dapat memberikan suplai darah yang mengandung okisgen
secara adekuat pada tubuh untuk memenuhi kebutuhan atau ketika jantung
tidak dapat secara efektif mengeluarkan produk sampah metabolic. (Miller,
2012)
Prinsip perubahan fungsional terkait usia yang dihubungkan dengan
pembuluh darah secara progresif meningkatkan tekanan sistolik. American
Heart Asosiation merekonmendasikan bahwa nilai sistolik 160 mmHg
dianggap sebagai batas normal tertinggi untuk lansia. Kemungkinan
diakibatkan oleh kekakuan pembuluh darah atau karena selama bertahun-
tahun menerima aliran darah bertekanan tinggi, baroreseptor yang terletak
diarkus aorta dan sinus carotis menjadi tumpul atau kurang sensitif.
Penumpulan ini menyebabkan masalah yang berhubungan dengan hipotensi
ortoststik karena hal tersebut membuat pembuluh darah tidak mampu untuk
melakukan vaso konstriksi sebagai respo terhadap perubahan posisi yang
tepat. (Miller, 2012)
D. Faktor Risiko Pengaruhi Fungsi Sistem Kardiovaskuler
1. Aterosklerosis

18
Aterosklerosis adalah kelainan pembuluh nadi sedang dan kecil di
mana endapan lipid dan plak aterosklerotik merata mengurangi atau
menghalangi aliran darah. Ini terlibat dalam 75% dari semuanya kematian
kardiovaskular di Amerika Serikat (Lewis, 2009). Karena aterosklerosis
adalah proses patologis yang mendasarinya terkait dengan sebagian besar
penyakit kardiovaskular, istilah aterosklerotik penyakit kardiovaskular
kadang-kadang digunakan (lihat diskusi pada kondisi patologis untuk
perincian). (Miller, 2012)
Beberapa teori tentang patofisiologi aterosklerosis telah diusulkan
sejak pertengahan 1970-an, dan pemahaman kita tentang aterosklerosis
telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir karena
penggunaan teknik pencitraan yang lebih canggih. Sekarang dipahami
bahwa aterosklerosis adalah suatu kondisi patologis itu dimulai selama
masa kanak-kanak dengan tanpa gejala tetapi dapat diidentifikasi
perubahan dan berkembang sampai dewasa ke titik itu ditemukan pada
80% hingga 90% orang dewasa berusia 30 tahun ke atas (Lewis, 2009).
Aterosklerosis melibatkan kontinum perubahan pada arteri dinding
yang berkembang dalam urutan berikut (Insull,2009):
1) Perkembangan garis lemak awal selama masa kanak-kanak dan
remaja:
partikel kolesterol low-density lipoprotein (LDL)menumpuk di
intima arteri dan memulai respon inflamasi.
2) Fase fibroatheroma dini selama remaja dan 20-an:
a) sel busa" makrofag dan sel-sel inflamasi lainnya menumpuk,
b) beberapa tanggapan protektif dimulai tetapidebris nekrotik
menyebabkan peradangan lebih lanjut,

19
c) ekstraseluler lipid menumpuk dan membentuk inti nekrotik yang
kaya lipid yang menempati 30% hingga 50% dari volume dinding
arteri,
d) atopi berserat, yang disebut plak, terbentuk di atas inti nekrotik di
bawah endotelium.
3) Memajukan ateroma pada usia 55 tahun ke atas:
a) topi berserat di beberapa situs menjadi tipis dan melemah;
b) yang dicuri fibroatheroma mudah pecah dan menyebabkan
trombosis yang mengancam jiwa;
c) jika fibroatheroma tidak pecah, dapat membesar dan mengurangi
arterilumen;
d) selama plak tidak menempatilebih dari 40% dari lumen, dinding
arteri dapat mengembang untuk mengkompensasi, tetapi jika plak
menempati lebih banyak arteriruang, gejala timbul;
e) arteri yang sakit dapat bocor dalam dinding arteri dan
memprovokasi jaringan fibrosa lebih lanjut.
Singkatnya, perubahan aterosklerotik dimulai pada masa kanak-
kanak dan dapat berkembang menjadi formasi plak. Lesi plak, yang dapat
pecah, tetap stabil, atau terus tumbuh, adalah yang mendasarinya
penyebab sebagian besar penyakit kardiovaskular. Studi telah
menemukan bahwa beberapa siklus erosi asimptomatik dan
penyembuhan terjadi pada 60% kematian jantung mendadak sebelum
Peristiwa fatal (Insull, 2009). Dengan demikian, penting untuk
mengidentifikasi dan mengatasi faktor risiko sebelum pasien mengalami
gejala. Semua faktor risiko yang terkait dengan penyakit kardiovaskular,
seperti dijelaskan dalam bagian ini, adalah risiko untuk pengembangan
dan perkembangan aterosklerosis. (Miller, 2012)
2. Ketidakefektifan Fisik

20
Ketidakaktifan fisik (juga disebut dekondisi fisik dalam referensi
ke fungsi kardiovaskular) adalah faktor yang tidak hanya meningkat risiko
penyakit kardiovaskuler untuk semua orang tetapi juga mengurangi fungsi
kardiovaskuler pada lansia yang sehat dan orang dewasa. Jadi, bahkan
tanpa adanya proses patologis, pola aktivitas fisik yang tidak memadai
akan menganggu kemampuan orang dewasa yang lebih tua untuk
beradaptasi dengan kardiovaskuler terkait usia perubahan. (Miller, 2012)
3. Merokok tembakau
Merokok tembakau adalah penyebab utama kardiovaskuler yang
dapat dihindari penyakit, dan ada bukti tak terbantahkan bahwa semua
bentuk tembakau. Merokok meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler
dan mortalitas. Efek merokok pada sistem kardiovaskuler termasuk
percepatan proses arterosklerosis, meningkat tekanan darah sistolik,
peningkatan kadar kolesterol LDL, dan penurunan kadar kolesterol high-
density lipoprotein(HDL). Bahkan paparan singkat terhadap asap rokok
meningkatkan risiko serangan jantung karena efek samping langsung pada
sistem jantung, darah, dan pembuluh darah. Selain itu, bukan perokok
yang terpapar asap rokok di rumah atau kantor miliki 25% hingga 30%
risiko lebih besar terkena penyakit jantung (Lloyd-Jones et al., 2009).
4. Kebiasaan Diet
Uji coba terkontrol secara acak mengkonfirmasi bahwa kebiasaan
diet bisa meningkatkan banyak faktor risiko penyakit kardiovaskular,
termasuk berat badan, tekanan darah, kadar glukosa, dan lipoprotein dan
kadar trigliserida. Sebuah tinjauan studi merangkum berikut temuan yang
berkaitan dengan kebiasaan diet dan kardiovaskular kesehatan (Lloyd-
Jones et al., 2009):

21
1) Total asupan lemak kurang penting daripada jenis lemak yang
dikonsumsi; mengganti lemak jenuh dengan lemak tak jenuh ganda
mengurangi risiko kardiovaskular sebesar 24%.
2) Setiap 2% kalori dari lemak trans dikaitkan dengan risiko 23% lebih
tinggi terkena penyakit jantung koroner.
3) Asupan 2,5 porsi setiap hari dari gandum utuh dikaitkan dengan risiko
penyakit kardiovaskular 21% lebih rendah bila dibandingkan dengan
0,2 porsi setiap hari.
4) Setiap porsi buah atau sayuran tambahan setiap hari adalah terkait
dengan risiko penyakit jantung koroner 4% lebih rendah dan 5% risiko
stroke lebih rendah.
5) Intervensi rendah natrium dikaitkan dengan 25% risiko penyakit
kardiovaskular yang lebih rendah setelah 10 hingga 15 tahun
mengikuti.
5. Obesitas
Obesitas, yang didefinisikan oleh indeks massa tubuh (BMI) 30 kg
/ m2, dikaitkan dengan peningkatan risiko banyak patologis kondisi
termasuk stroke, diabetes, gangguan lipid, aterosklerosis, hipertensi, dan
penyakit jantung koroner.
6. Hipertensi
Prevalensi hipertensi pada orang dewasa Amerika berusia 65
tahun dan yang lebih tua adalah 70,8%, dengan prevalensi 63,0% dan
76,6% untuk pria dan wanita, masing-masing (McDonald, Hartz, Unger,&
Lustik, 2009).Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mm
Hg atau lebih tinggi, atau tekanan darah yang mengharuskan pengobatan
dengan obat antihipertensi. Hipertensi adalah penyakit pada sistem
kardiovaskular, dan pada orang dewasa yang lebih tua, itu juga merupakan
faktor risiko independen untuk kardiovaskular tambahan penyakit,

22
termasuk penyakit arteri koroner, iskemi stroke, penyakit arteri perifer,
dan gagal jantung kongestif(Aronow, 2008).
7. Gangguan Lipid
Gangguan lipid (juga disebut dislipidemia atau hiperlipidemia)
adalah istilah luas yang mencakup semua kelainan metabolisme
lipoprotein, termasuk kadar HDL yang rendah (sering disebut sebagai
"kolesterol baik") dan peningkatan kadar kolesterol total,trigliserida, atau
LDL (sering disebut sebagai "pilihan buruk-kolesterol ").
Meskipun ada banyak dukungan ilmiah untuk mengatasi gangguan
lipid sebagai risiko penyakit kardiovaskular, pertanyaan telah diangkat
tentang nilai skrining kolesterol dan perawatan untuk orang dewasa yang
lebih tua, terutama bagi mereka yang lebih tua dari 75 tahun dan mereka
yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular. Menurut untuk pedoman
berbasis bukti saat ini, skrining untuk kelainan lipid ini cocok untuk orang
tua yang belum pernah telah dievaluasi, tetapi skrining berulang kurang
penting untuk orang dewasa yang lebih tua yang memiliki kadar normal
karena kadar lemaknya tidak mungkin berubah setelah usia 65 (Layanan
Pencegahan A.S. Gugus Tugas, 2008). Data saat ini juga menunjukkan
bahwa orang dewasa yang lebih tua akan mendapat manfaat secara
signifikan dari terapi penurun lipid (Ducharme & Radhamma, 2008).
Apalagi karena lebih tua orang dewasa memiliki risiko lebih besar untuk
terserang penyakit jantung koroner, mereka cenderung mendapat lebih
dari orang dewasa yang lebih muda dari pengobatan gangguan lipid
(Tugas Layanan Pencegahan A.S. A. Force, 2008). Lihat Kotak Praktek
Berbasis Bukti 20-1 itu merangkum informasi terkait tentang pencegahan
kardiovaskular penyakit. (Miller, 2012)
8. Sindrom metabolik

23
Sindrom metabolik (juga disebut sindrom resistensi insulin) mengacu pada
sekelompok kondisi yang dapat diidentifikasi secara klinis,yang meliputi
gangguan lipid, hipertensi, dan resistensi insulin, yang meningkatkan
risiko pengembangan kardiovaskular penyakit atau diabetes tipe 2. Setiap
kondisi adalah risiko independen untuk penyakit, tetapi ketika mereka
terjadi bersama, mereka secara tidak proporsional meningkatkan
kemungkinan komplikasi,morbiditas, dan mortalitas terkait kardiovaskular
penyakit atau diabetes tipe 2 (Mazzo, 2008).
American Heart Association menyatakan bahwa sindrom metabolik
didiagnosis ketika tiga atau lebih faktor risiko berikut hadir (Lloyd-Jones
et al., 2009):
1) Obesitas sentral, didefinisikan sebagai lingkar pinggang sama dengan
atau lebih dari 40 inci (102 cm) pada pria atau 35 inci (88 cm) pada
wanita
2) Tekanan darah sama dengan atau lebih tinggi dari 130/85 mm Hg
3) Kolesterol HDL lebih rendah dari 40 mg / dL pada pria atau sama
dengan atau lebih rendah dari 50 mg / dL pada wanita, atau terapi obat
untuk gangguan lipid
4) Trigliserida sama dengan atau lebih besar dari 150 mg / dL, atau
pengobatan khusus untuk hipertrigliseridemia
5) Tingkat glukosa darah puasa sama dengan atau lebih besar dari 100
mg / dL, atau terapi obat untuk peningkatan glukosa.
9. Faktor psikososial
Faktor psikososial yang berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
mengembangkan penyakit kardiovaskular termasuk stres,
kecemasan,depresi, isolasi sosial, dukungan sosial yang buruk, dan
kepribadian karakteristik, seperti indeks kemarahan dan permusuhan yang
lebih tinggi. Salah satu fokus studi saat ini adalah pada hubungan antara

24
stres yang berkepanjangan (juga disebut stres kronis) dan risiko untuk
mengembangkan kondisi kardiovaskular kronis, seperti aterosklerosis,
hipertensi, dan gangguan lipid. Studi telah menemukan hubungan berikut
antara stres dan kardiovaskular penyakit (Larzelere & Jones, 2008; Lee et
al., 2010):
1) Stres psikososial sebanding dengan merokok dan hipertensi sebagai
faktor risiko untuk infark miokard.
2) Situasi stres yang kronis telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penyakit arteri koroner dan jantung yang merugikan acara

3) Stres akut telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian


kardiovaskular akut.
4) Kemarahan, kecemasan, dan stres akibat pekerjaan telah ditemukan
untuk meningkatkan risiko kejadian koroner akut.
5) Tingkat tekanan emosional yang tinggi pada pasien dengan kongestif
gagal jantung dikaitkan dengan hasil yang lebih buruk.
Studi juga menunjukkan bahwa yoga, meditasi, dan pengurangan
stres lainnya metode ini efektif untuk mengurangi tekanan darah dan
mencegah penyakit kardiovaskular (Sidani & Figueredo,2009; Sidani &
Ziegler, (2008). Depresi belum diidentifikasi sebagai faktor risiko utama
untuk penyakit kardiovaskular, tetapi merupakan faktor risiko untuk
berulang kejadian koroner dan mortalitas terkait kardiovaskular pada
orang yang telah mengalami infark miokard. Studi juga menemukan
bahwa depresi mempercepat penyakit kardiovaskular pada anak wanita
dengan diabetes (Evangelista & McLaughlin, 2009).Dengan demikian, ini
merupakan pertimbangan penting sehubungan dengan sekunder intervensi
pencegahan. (Miller, 2012)
Ulasan terbaru dari studi itu digunakan untuk mengembangkan
praktik berbasis bukti menemukan itu prevalensi depresi selama rawat

25
inap awal untuk miokard infark berkisar antara 7% hingga 41%
(tergantung pada metode penilaian), dengan rata-rata 20%. Penelitian yang
sama ini Ulasan menemukan bahwa hingga 60% pasien melaporkan
depresi 1 bulan atau lebih setelah infark miokard (Hijau,Dickenson,
Nease, & Campos-Outcalt, 2009). Perawat peduli untuk orang dewasa
yang lebih tua bahkan beberapa bulan setelah infark miokard perlu
mengetahui tautan dekat ini sehingga mereka dapat memasukkan dimensi
ini dalam pendekatan holistik untuk peduli. (Miller, 2012)
E. Konsekuensi Fungsional Sistem Kardiovaskuler
Orang dewasa tua yang sehat tidak mengalami kardiovaskular yang
signifikan efek ketika mereka beristirahat, tetapi, ketika mereka melakukan
olahraga, fungsi kardiovaskular mereka kurang efisien. Namun, lansia yang
memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular cenderung mengalami
konsekuensi fungsional negatif yang terkait dengan proses patologis. Bagian
ini mengulas konsekuensi fungsional pada orang dewasa yang lebih tua yang
tidak memiliki faktor risiko, dan bagian tentang asesmen dan intervensi
keperawatan fokus pada faktor risiko yang dapat diatasi untuk mencegah
patologis proses yang umumnya mempengaruhi fungsi kardiovaskular.
(Miller, 2012)
1. Efek pada Fungsi Jantung
Cardiac output, jumlah darah yang dipompa oleh jantung permenit,
adalah ukuran penting karena kinerja jantung itu mewakili kemampuan
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Meskipun
berkurangnya curah jantung umum pada orang dewasa yang lebih tua, ini
dikaitkan terutama dengan patologis, daripada terkait usia, kondisi.
Dengan pengecualian dari sedikit penurunan curah jantung saat istirahat
pada wanita yang lebih tua, orang dewasa tua yang sehat tidak mengalami
penurunan jantung keluaran.

26
2. Efek pada Denyut Jantung dan Tekanan Darah
Denyut nadi normal untuk orang dewasa yang sehat sedikit lebih
rendah daripada itu untuk orang dewasa yang lebih muda, tetapi orang
dewasa yang lebih tua cenderung memiliki aritmia ventrikel dan
supraventrikular tidak berbahaya karena perubahan terkait usia yang
mempengaruhi mekanisme konduksi jantung. Fibrilasi atrium — aritmia
yang lebih serius— umumnya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua,
tetapi ini terkait dengan kondisi patologis (mis., hipertensi, penyakit arteri
koroner) alih-alih dengan perubahan terkait usia. Di sebagian besar
populasi di seluruh dunia, ada peningkatan linier terkait usia pada tekanan
darah sistolik dari usia 30 hingga 40 tahun, dan ini perubahan lebih curam
untuk wanita daripada pria. Ada juga penurunan progresif dalam tekanan
diastolik mulai sekitar usia 50 tahun (Williams et al., 2008)
3. Efek pada Respon terhadap Latihan
Konsekuensi fungsional negatif yang memengaruhi kardiovaskular
kinerja pada orang dewasa tua yang sehat adalah adaptif tumpul
Menanggapi latihan fisik. Stres fisiologis, seperti itu terkait dengan
olahraga, meningkatkan tuntutan pada kardiovaskular sistem dengan
empat hingga lima kali tingkat basal. Itu respon adaptif melibatkan banyak
aspek fungsi fisiologis, termasuk pernapasan, kardiovaskular,
muskuloskeletal, dan sistem saraf otonom. Denyut jantung maksimum
dicapai selama latihan sangat menurun, dan puncaknya kapasitas olahraga
dan penurunan konsumsi oksigen semakin tua orang dewasa. Rekondisi
fisik dan faktor-faktor risiko lainnya berperan untuk beberapa penurunan
ini. Demikian pula, penelitian mengkonfirmasi bahwa maksimum
Penyerapan oksigen selama olahraga berkurang seiring bertambahnya usia
tetapi dipengaruhi sebagian besar oleh faktor-faktor risiko, seperti bedrest
berkepanjangan (McGavock et al., 2009).

27
4. Efek pada Sirkulasi
Konsekuensi fungsional juga dapat mempengaruhi sirkulasi ke otak
dan ekstremitas bawah. Misalnya terkait usia perubahan mekanisme
kardiovaskular dan baroreflex dapat berkurang aliran darah otak sampai
batas tertentu pada orang dewasa tua yang sehat dan sebagian besar pada
orang dewasa yang lebih tua yang menderita diabetes, hipertensi,
gangguan lipid, dan penyakit jantung. Selain itu, meningkat tortuosity dan
pelebaran pembuluh darah, bersama dengan penurunan efisiensi katup,
menyebabkan gangguan vena kembali dari ekstremitas bawah. Akibatnya,
orang dewasa yang lebih tua rentan terhadap edema stasis kaki dan
pergelangan kaki, dan mereka lebih mungkin mengembangkan tukak
stasis vena. (Miller, 2012)
F. Macam- Macam Gangguan Penuaan Sistem Kardiovaskuler
1. Infark Miokard
a. Definisi
Infark miokardium adalah penyakit yang terjadi karena penyakit
jantung koroner sebelumnya. Karena kososngnya sirakulasi ke
miokardium yang terkena tidak cepat dikembalikan yang
menyebabkan kehilangan miokardium fungsional yang dapat
meemperngaruhi kemampuan jantung untuk mempertahankan curah
jantung efektif. (LeMone, 2012)
b. Etiologi
Saat ini tidak ada penyebab spesifik yang telah diidentifikasi, faktor
resiko MI adalah faktor resiko penyakit jantung koroner; usia, jenis
kelamin, keturunan, ras, merokok, kegemukan, hiperlipidemia,
hipertensi, diabetes, gaya hidup santai, diet. (LeMone, 2012)
c. Manifestasi Kinis

28
1) Nyeri dada; substernal atau prekordial (melintasi seluruh dinding
dada); dapat menjakar ke leher, rahang, bahu, atau lengan kiri.
2) Takikardia, takipnea
3) Dipnea, nafas pendek
4) Mual dan muntah
5) Kecemasan, rasa menjelang ajal
6) Diaporesis
7) Kulit dingin bercak-bercak; penurunan nadi perifer
8) Hipotensi atau hipertensi
9) Palpitasi, disritmia
10) Tanda gagal jantung kiri
11) Penurunan tingkat kesadaran
(LeMone, 2012)

c. Patofiologi
Infark miokardium terjadi saat aliran darah ke otot jantung
sepenuhnya terhambat, menyebabkan iskemia jaringan yang lama dan
kerusakan sel irafersibel. Oklusi koroner disebabkan oleh rupturnya
lesi arterosklerosis berpluit. Ketika lesi arterosklerosis ruptur atau
membentuk ulkus, zat dilepaskan yang menstimulasi adregasi
trombosit, pembentukan trombus, dan tonus hasomotor lokal. Sebagai
hasilnya, pembukuh mengeci dan membentuk trombus (bekuan) yang
menyumbat pembuluh dan aliran darah menuju miokardium yang jauh
dari obstruksi. Cedera seluler terjadi saat sel tidak mendapatkan
oksigen dan nutrisi yang cukup. Dengan iskemia lama yang
berlangsung lebih dari 20 hinggan 45 menit, hipoksemia irefersibel
menyebabkan kematian seluler dan nekrosis jaringan. Oksigen,
glikogen, dan simpanan ATP sel iskemik dengan berkurang.
Metabolisme seluler berpindah ke proses anaerob, menghasilkan ion

29
hidrogen dan asam laktat. Asidosei seluler meningkatkan kerentanan
sel terhadap kerusakan lebih lanjut dengan pelepasan enzim
intraseluler lewat membran sel yang rusak. Asidosisi seluler,
ketidakseimbangan elektrolit, dan hormon di lepaskan sebagai respon
terhadap iskemia sel yang memengarushi konduksi inplus dan
kontraktilitas miokardium. Kontaktilitas miokardium menurun,
meningkatkan risiko disritmia, sehingga menurunkan volume
sekuncup, curah jantung, tekanan darah dan perfusi jaringan.
(LeMone, 2012)
2. Gagal jantung
a. Definisi
Gagal jantung adalah gangguan pada fungsi jantung yang disebabkan
oleh kerusakan kontraksi miokardium, yang dapat disebabkan oleh
penyakit jantung koroner dan iskemia atau infark miokardium atau
akibat gangguan otot jantung primer seperti kardiomiopati atau
miokarditis (LeMone, 2012)
b. Etiologi
Secara garis besar penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan
ke dalam enam kategori utama: (1) terkait usia, abnormalitas
miokardium, misalnya pada kehilangan miosit (infark miokard),
gangguan kontraksi (misal pada blok left bundle branch), lemahnya
kontraksi (kardiomiopati, kardiotoksisitas), disorientasi sel (misalnya
hipertrofi kardiomiopati); (2) kegagalan terkait beban kerja jantung
yang berlebihan (misalnya hipertensi atau stenosis aorta); (3)
kegagalan terkait abnormalitas katup; (4) gangguan ritme jantung
(takiaritmia); (5) abnormalitas perikardium / efusi perikardium
(tamponade jantung); dan (6) kelainan kongenital jantung.
Dikarenakan bentuk penyakit jantung apapun dapat mengakibatkan

30
gagal jantung, maka tidak ada mekanisme tunggal yang menyebabkan
gagal jantung itu sendiri. (LeMone, 2012)
c. Menifestasi Klinis
1) Nafas pendek,
2) takipnea,
3) ronki,
4) respiratorik bila ventrikel kiri terkena; distenis vena leher,
5) pembesaran hati,
6) anoreksia, dan mual bila vebtrikel kanan terkena.
7) Keleltihan, pusing,
8) ortopnea, sianosis,
9) nokturia, dispnea
10) nokturna paraksimal.
(LeMone, 2012)
d. Patofisiologi
Penurunan curah jantung pada awalnya menstimulasi baroreseptor
aorta, yang pada gilirannya menstimulasi sistem saraf simpatis (SNS).
Stimulasi SNS menghasilkan respon jantung dan faskuler lewat
pelepasan noreprinefrin. Norefrinefrin meningkatkan frekuensi jantung
dan kontraktilitas dengan menstimulasi reseptor beta jantung.
Norefrinefrin juga menyebabkan vasokontriksi arteri dan vena,
meningkatkna aliran balik vena ke jantung. Peningkatan aliran balik
vena meningkatkan pengisian ventrikel dan peregangan miokardium,
meningkatkan tenaga kontraksi (mekanisme Frank-Starling).
Pergangan berlebihan serabut otot yang melebihi batasan fisiologisnya
mengahsilkan kontraksi yang tidak efektif. Frekuensi jantung yang
cepat memperpendek waktu pengisian diastolik, mengganggu perfusi
korpner, dan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Iskemia

31
yang terjadi lebih lanjut menganggu curah jantung. Reseptor-beta
dijantung menjadi kurang sensitif terhadap stimulasi SNS,
menurunkan frekuensi jantung dan kontraktilitas. Ketika reseptor-beta
menjadi kurang sensitif, cadangan norefinefrin dalam otot jantung
menjadi berkurang.sebaliknya, reseptor-alfa dalam pembuluh darah
perifer menjadi sangat sensitif terhadap stimulasi persisten,
meningkatkan vasokontriksi dan meningkatkan afterload dan kerja
jantung. (LeMone, 2012)
3. Hipertensi
a. Definisi
Tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90mmHg berdasarka rata-rata tiga kali pengukuran
atau lebih yang diukur secara terpisah.
b. Etiologi
Penyebabnya tidak dapat diidentifikasi tetapi ada sejumlah faktir
resiko yang didentifikasi menjadi penyebab hipertensi. Faktor
risikonya yaitu; riwayat keluarga, usia, ras, asupan meneral,
kegemulan, resistensi insulin, komsumsi alkohol berelebihan dan
stress.
c. Manifestasi klinis
1). Sakit kepala biasanya di tengkuk dan leher,
2). nokturia,
3). bingung,
4). mula dan muntah, dan
5). gannguan penglihatan.
d. Patofisologi
Sistem saraf simpatis yang berlebihan dengan stimulasi berlebihan
pada reseptor α-adrenergik dan β-adrenergik, menyebabkan

32
fasokontriksi dan peningkatan curah jantung. Sistem renin
angiotensin-aldosteron memengaruhi tegangan faomotor dan ekskresi
air dan garam, kadar angiotensin II yang tinggi dalam jangka panjang
menyebabkan remodeling areteriolar, yang secara permanen
meningkatkan SVR. Interaksi antara resistensi insulin,
hiperinsulinemia dan fungsi endotel dapat menjadi penyebab primer
hipertensi. Insulin berlebihan mempunyai beberapa efek yang
berpotensi menyebabkan hipertensi: (1) retensi natrium oleh ginjal, (2)
peningkatan aktifitas sistem saraf simpatif, (3) hipertrofi otot polos
polos vaskuler, dan (4) perebuhan transpor ion melintasi membran sel.
Sistem kardiovaskuler beradaptasi dengan peningkatan volume darah
dengan meningkatkan curah jantung. Peningkatan resistensi vaskuler
sistemik menyebabkan hipertensi. (LeMone, 2012)

33
G. Pathway Penuaan Sistem Kardiovaskular

34
H. Asuhan Keperawatan Teori Sistem Kardiovaskular
1. Asuhan Keperawatan / Teori
1. Pengkajian
a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Subyektif :
1) Pada lansia perlu menanyakan adanya factor resiko utama . Faktor resiko
utama kardiovaskuler : peningkatan serum lipid, merokok, kurang
aktifitas, dan obesitas,. Pola hidup stress dan DM harus ditanyakan juga .
Jika pasien merokok ditanyakan jenis rokok, jumlah rokok perhari, dan
usaha pasien untuk berhenti merokok. Penggunaan alcohol harus juga di
catat ( jenis, jumlah, perubahan reaksi, dan frekuensi ). Kebiasaan
penggunaan obat-obatan. Menanyakan riwayat alergi , perawat
menanyakan bagaimana reaksi obat dan alergi yang pernah dialami.
Konfirmasi penyakit darah yang berhubungan dengan keturunan dan
riwayat keluaraga yang cenderung terhadap penyakit arteri coroner,
penyakit vascular seperti claudication intermiten , varicosities. Tanyakan
riwayat kesehatan keluarga pada kondisi non cardiac seperti asma,
penyakit ginjal dan kegemukan harus di kaji karena dapat berakibat pada
system kardiovaskuler.
Obyektif :
Kebersihan diri lansia, di kaji adanya persepsi lansia terkait perubahan
fisiknya meliputi rambut yang sudah beruban, kulit yang semakin keriput,
adanya gigi geligi (copotnya gigi), penggunaan gigi palsu, kebersihan
genetalia apakah ada gatal, darah, kemerahan, dan tanda-tanda infeksi lainnya.
b. Pola Nutrisi – Metabolik
Subyektif :
1) Kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan dapat
mengidentfikasikan sebagai masalah kardiovaskuler.. Tipe diit sehari

35
hari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien. Jumlah asupan
garam dan lemak juga perlu dikaji. Adanya perubahan nutrisi pada
lansia seperti perubahan dalam merasakan makanan.
Obyektif :
1. Pada lansia ditemukan Takikardi adanya perubahan karakteristik kulit
(warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu).
2. Ditemukan adanya penyakit kronik (DM) serta adanya gangguan
integritas kulit.
3. Pada uji laboratorium didapatkan Leukopenia, terjadi penurunan
hemoglobin.
2) Pada ditemukan malnutrisi, adanya konsumsi makanan yang tinggi
lemak jenuh dan makanan yang tinggi kolesterol dan rendah lemak
tidak jenuh, ditemukan hiperlipidemia , hiperkolesterolemia, Anemia
nutrisional dan juga faktor yang diturunkan (mis: distribusi jaringan
adiposa, penggunaan energi, aktivitas lipase lipoprotein, sintesis lipid
lipolisis), penimbunan lipid dan plak aterosklerotik.
4. Pada lansia diketahui BMI > 30 kg/m2, obesitas menyebabkan jantung
akan memompa lebih banyak darah daripada sebelumnya. Peningkatan
aliran darah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, yang merupakan
penyebab utama penyakit jantung.
c. Pola Eliminasi
Subyektif :
1) Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan turgor mungkin dapat
mengimformasikan tentang masalah sirkulasi. Arterisklerosis dapat
menyebabkan eksterimitas dingin dan sianotik dan odema dapat
mengidentifikasi gagal jantung . Pasien dengan diuretik dapat dilaporkan
ada peningkatan eliminasi urin. Masalah-masalah dengan konstipasi

36
harus dicatat. Mengedan atau valsava manufer harus di hindari pada
pasien dengan masalah kardiovaskuler
2) Pada pola BAB lansia, dikaji seberapa sering dalam melakukan buang air
besar dalam sehari, kontinensinya lembek/keras/encer, warna feses
misalnya merah, kuning, atau pucat.
3) Pada lansia adanya kesulitan saat BAB dikaji adanya konstipasi.
4) Pola BAK dikaji dalam seberapa sering BAK perhari, warna urin seperti
kuning, jernih, keruh, kemerahan. Adanya oliguria atau sedikit BAK.
Anuria atau tidak adanya BAK. Dikaji adanya dysuria atau nyeri saat
BAK.
Obyektif :
1) Kaji kondisi abdomen adanya distensi kandung kemih, adanya konstipasi
dan diuretik pada pola eliminasi.
2) Kaji sikap lansia terkait dengan bahasa tubuh misalnya memegang perut
yang adanya nyeri.
3) Pemeriksaan/medic/laboratorium yang dilakukan terkait dengan eliminasi
meliputi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Subyektif :
1) Lansia mengalami peningkatan keluhan fisik ,tidak mampu
mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat yang biasanya, tidak
mampu mempertahankan rutinitas yang biasanya, Dispnea setelah
beraktivitas , pernafas pendek dan nyeri sangat yang terjadi pada saat
aktivitas dan hilang dengan istirahat terjadi penurunan performa ,
disorientasi Intoleransi aktifitas, keletihan, ketidak nyamanan setelah
beraktifitas lansia juga mengalami pengurang energy. Ditemukan
perubahan warna kulit ( pucat, abu abu, sianosis). Terjadi penurunan
kesadaran (Somnolen), mulai mengalami kebingung, , Pusing,

37
Palpitasi, Kelemahan, Ortopnea, Nyeri ekstremitas, Pemendekan jarak
bebas nyeri yang ditempuh dalam uji berjalan 6 menit. Pendekatan
jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan 6 menit (40-700 pada
orang dewasa), Batuk.
Obyektif :
1) Saat melakukan aktivitas tampak perubahan tekanan darah diekstermitas
2) Tidak ada nadi pariver akibat kurang kemampuan ventrikel memompa
3) Sianosis atau kebiruan, waktu pengisian kapiler kurang dari >3 detik,
warna menjadi pusat saat elevasi karena energi yang dilakukan,
perubahan nadi perifer disebabkan karena penurunan aliran darah kekulit,
jumlah hemoglobin deoksigenasi yang berlebihan didalam pembuluh
darah.
4) Arterisklerosis akibat penumpukan flak dipembuluh darah
5) Infark miokart rusaknya bagian oto jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah kororner oleh proses degeneratif maupun
dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST-elefasi pada pemeriksaan EKG
5. Pengkajian Pola Istirahat-Tidur
Subyektif :
1. Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang mampu
mempengaruhi kualitas tidur lansia dan mengakibatkan perubahan normal dari
istirahat lansia sehingga biasanya lansia merasa kurang segar pada pagi hari
karena kulialitas tidur yang berkurang.
2. Pada lansia tidur dengan bertambahnya usia berdampak terhadap penurunan
periode tidur. Kelompok lansia cenderung lebih mudah bangun dari tidurnya
dan kebutuhan tidur pada lansia akan berkurang dengan berlanjutnya usia.
3. Pada lansia biasanya ada laporan tentang pernafasan yang abnormal,
mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu tidur.

38
Gangguan pada lansia dapat diidentifikasi dengan adanya tanda dan gejala
yaitu mendengkur, berhentinya pernafasan minimal 10 detik, dan rasa kantuk
disiang hari yang luar biasa. Pada lansia dengan adanya apnea tidur dapat
mengalami henti nafas maksimal sebanyak 300 kali dengan episode dapat
berakhir dari 10 sampai 90 detik.
4. Kebiasaan yang sering dilakukan lansia sebelum tidur biasanya dalam
meningkatkan kulalitas tidurnya adalah dengan posisi tidur yang disukai,
mengatur lingkungan kamar sesuai kenyamanannya, berdiam untuk berdzikir
dan biasanya lansia sering membayangkan hal-hal tertentu sebelum tidur.
5. Lansia mengeluhakan tidur malam yang terganggu akibat sering kali
terbangun dimalam hari yang dikarenakan adanya keinginan buang air kecil,
mimpi buruk, suhu kamar tidur yang terlalu hangat ataupun dingin. Kim &
Moritz (1982, dalam Maas, 2011) menyatakan bahwa faktor yang
menyebabkan gangguan pola tidur pada lansia yaitu usia, penyakit atau nyeri,
depresi, kecemasan, lingkungan dan gaya hidup.
6. Dalam proses penuaan membuat lansia lebih mudah mengalami gangguan
tidur, yang mampu mengakibatkan perubahan normal pada pola tidur dan
istirahat lansia (Mass, 2011)
Obyektif :
1. Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang mampu
mempengaruhi kualitas tidur lansia . Kualitas tidur merupakan kepuasan
seseorang terhadap tidur . Pada lansia yang mengalami gangguan tidur dan
mengalami penurunan tidur akan memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak
mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian pecah-pecah, sakit
kepala, sering menguap atau mengantuk.
2. Sesak nafas ketika tidur dalam posisi supinasi

39
3. Pada lansia yang mengalami gangguan tidur dan mengalami penurunan tidur
akan memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,
mata perih, perhatian pecah-pecah, sakit kepala, sering menguap atau
mengantuk.

6. Persepsi Dan Kognitif

1. Pada lansia biasanya mengalami gangguan pada pendengaran yang


mengakibatkan lansia menggunakn alat bantu dengar seperti ABD yang
dipasangkan di telinga, dan juga mengalami masalah pada penglihatan yang
mengakibatkan lansia menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata.
2. Pada lansia biasanya mengalami masalah pada persepsi dan sensori yang
membuat lansia terkadang sulit untuk memilih, mengatur,dan merasakan
rangsangan yang dirasakan dari sistem saraf ke otak.
3. Adanya perubahan-perubahan dalam memori yang membuat lansia terkadang
mengeluhkan adanya lupa meletakan sesutu atau mengingat sesuatu.
gangguan dalam dayaingat paada lansia yang mengakibatkan lansia terkadang
lupa akan hal yang sedang dilakukan ataupun yang ingin di lakukan saat itu,
misalnya : mengingat siapa nama orangtuanya.
4. Pada lansia yang mengalami gangguan dalam daya ingat dan yang
mengakibatkan lansia terkadang lupa akan hal yang baru saja terjadi ataupun
yang sudah lama terjaadi.
5. Pada lansia biasanya mengalami masalah pada mengingat waktu, tempat
seperti: salah lokasi atau jalan pulang, kemudian seringkali salah menyapa
orang yang menurutnya sama atau memang dikenal.
6. Saat mengambil keputusan lansia biasanya mengalami kesulitan saat
mengambil keputusan maupun membuat sebuah keputusan yang membuat
lansia biasanya lebih sering menurut atau menyerahkan orang yang lebbih
muda untuk dapat membantu mengambil atau membuat keputusan.

40
7. Pada lansia biasanya mengalami perubahan pola perilakku seperti hiperaktif
ataupun hipoaktif. Misalnya : lebih sering berinterakssi dengan sesama lansia
maupun lebih sering bersosialisasi di lingkungan sekitar, atau lebih senang
mengamati ataupun scenserung diam saja dan mengamati.
8. Pada lansia biasanya mengalami perubahan dalam konsentraasi yang terjadi
saat lansia sudah mulai mengalami dimensia, ataupun sulit untuk mengingat.
9. Keadaan lansia yang semakin sulit ditebak keinginannya seperti sikap lansia
yang mudah gelisah, tidak kooperatif, mudah marah, menarik diri, mudah
depresi, halusinasi dan delusi.
10. Pada lansia biasanya dikaji ada atau tidaknya riwayat lansia dengan stroke
atau adanya tanda –tanda infeksi yang mungkin muncul karena adanya pola
hidup yang kurang sehat pada lansia. Misalnya pada makanan, kebersihan
lingkungan sekitar.
11. Pada lansia biasanya dikaji ada atau tidaknya nyamanan ataupun nyeri dada
yang muncul secara tiba-tiba yang di rasakan pada dada bagian kiri ataupun
pada perut saat beraktifitas.
Obyektif
Pemeriksaan terkait dengan adnaya penggunaan obat-obatan yang membantu
dalam pola kognitif. Pemeriksaan terkait dengan sisten syaraf Penghidung
syaraf olfaktorius. Penglihatan syaraf . Pendengaran syaraf vestibulokoklearis
Pengecapan syaraf hipoglossus : lidah, edema distensi vena juguler, edem
dependen atau perifer, edem umum, mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel.
7. Pola Persepsi Diri – Konsep Diri
Subyektif :
1. Pada umumnya terdapat lansia yang sudah mempersiapkan segalanya bagi
hidupnya di masa tua, namun juga lansia yang merasa terbebani atau merasa
cemas ketika beranjak tua karena merasa takut dan khawatir dengan kematian,

41
dan pada umumnya lansia juga merasa takut ditinggalkan oleh keluarga, takut
merasa tersisihkan dan takut akan rasa kesepian yang akan datang.
2. Pada umumnya lansia mengetahui sumber ketakutan yang dirasakan yaitu
lansia takut akan kematian dan ditinggalkan oleh keluarga.
3. Pada umumnya lansia tidak menguasai hidupnya karena lansia memiliki
keterbatasan atau tidak adanya alternative pilihan dalam menyelesaikan
masalahnya. Misalnya lansia putus asa ketika ia mengompol dan tidak dapat
menahannya.
4. Pada umumnya sebagian besar lansia dan anak jauh kurang memuaskan yang
disebabkan oleh beberapa macam hal. Penyebabnya antara lain kurangnya
rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal
antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia
dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia tersebut
berusia 50-55 tahun.
5. Pada umumnya penuaan pada lansia membuat seseorang mengalami
perubahan postur tubuh. Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang belakang
dapat memadat sehingga membuat tulang punggung menjadi terlihat pendek
atau melengkung. Perubahan ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang
sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini merupakan hal yang sering di
hadapi oleh para lansia. Kulit pada lansia menjadi semakin menebal dan
kendur atau semakin banyak keriput yang terjadi. Pada umumnya lansia
berpenampilan dengan menggunakan kemben dan kain batik (perempuan),
menggunakan sarung, celana kain (laki-laki).
6. Pada umumnya lansia merasa tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat berpikiran negative terhadap dirinya sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan ideal diri

42
7. Pada umumnya lansia tidak mampu melihat bagian tubuhnya yang rusak
karena lansia merasa bahwa lansia tidak berharga setiap kali lansia melihat
bagian tubuhnya yang rusak.
8. Pada umumnya lansia merasa tidak mampu mencapai sesuatu yang berharga
sehingga lansia menjadi emosional yang dapat menimbulkan keangkuhan
serta keegoisan.
Obyektif :
1. Pada umumnya lansia terdapat gejala stimulasi system saraf otonom, pada
pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan
sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada lanjut usia adalah
penurunan asektolikolin, atekolanin, dopamine, noradrenalin. Terdapat
perubahan morfologis yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinyahipotensi postural regulasi suhu
sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu otoregulasi di sirkulasi
serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
2. Pada umumnya lansia terlihat pasif karena penuaan pada system neurologis
lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam aktivitas
sehari-hari. Hal terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami
perubahan morfologis.
3. Pada umumnya lansia mengalami kegelisahan disertai dengan diporesis atau
keringat dingin.
8. Pola Peran- Hubungan
Subyektif
1. Pada lansia dalam kehidupan dimasyarakat yang sifatnya aktif dapat membuat
rasa kepuasaan tersendiri didalam diri lansia sendiri.
2. Interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya tetap dilakukan secara
aktif dimana dukungan sosial keluarga berperan dalam percapaian kepuasan
hidup lansia yang mampu menunjang kelangsungan hidup lansia. Aktivitas

43
lansia yang saling berinteraksi dilingkungan sosial sering diminati oleh lansia
yang bertujuan untuk mengisi waktu luang dikehidupannya.
3. Pada umumnya lansia mengalami perubahan peran dimana lansia harus
memainkan peran baru misalnya dalam hal peran keluarga, peran dalam sosial
ekonomi, dan peran sosial masyarakat. Dalam setiap hal tersebut mengalami
perubahan yang tadinya dapat dilakukan secara mandiri dan sekarang
membutuhkan bantuan dari orang lain.
4. Permasalahan psikologis yang terjadi misalnya timbul perasaan tak berguna,
perubahaan pola hidup, berperasaan tidak dibutuhkan lagi, merasa sedih dan
kesepian karena kehilangan orang yang disayangi atau pasangan hidup.
5. Pada lansia terjadi perubahan-perubahan baik aspek fisik berupa perubahan
neurologi dan sensorik, perubahan visual dan perubahan pendengaran. Dari
perubahan-perubahan tersebut mampu menjadi hambatan daalam proses
penerimaan dan interpretasi terhadap maksud komunikasi sehingga lansia
sering mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
6. Keluarga memiliki peran penting dalam merawat lansia khususnya gangguan
koginitif dimana pasti keluarga dapat mengarah kecenderungan munculnya
kejadian yang dapat menyebabkan stress pada kelurga.
Obyektif
Lansia yang cenderung tidak melakukan interaksi akan merasa kesepian dan
kekurangan informasi. Kepuasan hidup yang cenderung rendah
menyebabakan lansia merasa menyesal dan menyebabkan lansia cenderung
untuk menyendiri, murung dan terisolasi dari kegitan dirumah ataupun
didalam rumah.
9. Pola Seksual-Reproduksi
Subyektif
1. Perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksual lansia adalah
karena terjadi penurunan hormone estrogen pada lansia wanita

44
2. Lansia mengalami menaupose memasuki usia diatas 45 biasanya
mengeluhkan periode menstruasi tidak teratur, kesuburan wanita menurun
karena produksi hormone estrogen menurun, vagina terasa kering karena
penurunan produksi lendir.
3. Lansia mengalami andropose memasuki usia diatas 45 tahun keluhan yang
biasa di rasakan kekurangan energi dan cepat merasa lelah, libido
rendah,disfungsi ereksi atau impotensi
4. Yang dilakukan dalam mengatasi menopause,dengan cara pemberian
tablet hormone estrogen dan progesterone untuk mengurangi bahaya
ancaman kanker endometrium maupun kanker payudara karena penurunan
hormone estrogen.
Kemudian yang di lakukan dalam mengatasi andropause mempertahan
kadar testostoreno pada nilai normal, terapi yang di berikan adalah
pemberian obat testosterone undecanoat capsul
5. Keluhan prostat atau hernia pada lansia biasanya muncul karena terjadinya
penurunan fungsi seksual yang menyebabkan berkurangnya produksi
cairan semen yang menyuburkan dan melindungi sperma
6. Penggunaan efek samping obat dan nikotin
10. Pola Koping-Toleransi Stress
Subjektif :
Psikologis pada lansia timbul rasa kurang percaya diri , menyendiri atau isolasi
sosial dan cenderung membayangkan kesukaran dalam hidup yang sering
menimbulkan depresi. Dari aspek biologisnya lansia banyak mengalami
kehilangan kerusakan sel-sel saraf maupun zat neurotransmitter. Lansia
cenderung merasakan kurang dukungan sosial terhadap dirinya.
Objektif :
Pada umumnya lansia merasa cemas kepuasan hidup yang cenderung rendah
menyebabakan lansia merasa menyesal dan menyebabkan lansia cenderung untuk

45
menyendiri, murung dan terisolasi, takut menghadapi kematian, takut merepotkan
keluarga dan orang lain, ansietas terhadap tanda gejala yang dirasakan.
11. pola nilai-kepercayaan
subyektif
1. tujuan dan keyakinan yang dimiliki lansia yaitu untuk mendekatkan diri pada
tuhan misalnya dalam sering beribadah yang dari dulu kurang beribadah jadi
sering beribadah karena sudah tidak bisa beraltivitas berat seperti biasa dan
lebih sering mendekatkan diri pada tuhan
2. latar belakang yang di miliki oleh lansia terkait dengan kepercayaan yang di
anut.
3. pasien dalam beribadah dapat mempengaruhi aspek koping terhadap stress
karena pasien merasa rileks dan lega setelah beribadah dan berdoa kepada
tuhan
4. lansia dalam beribadah sering mengalami kesulitan karena fungsi system
gerak tubuhnya sudah mulai menurun dan lansia juga sering lupa beribadah

B. Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan

Data Diagnosa Keperaatan NOC NIC


Kode Diagnosa Kode Hasil Kode Intervensi
- Takikardia 00029 Penurunan Curah 0400 Keefektifan 4040 Perawatan
- Palpitasi Jantung Pompa Jantung jantung
jantung
- Keletihan 0401 Status 6680 Monitor
- Perubahan Sirkulasi tanda-tanda
tekanan darah 0802 vital
- Perubahan Tanda Tanda 4150
warna kulit Vital Pengaturan

46
abnormal hemodinamik
2380
Manajemen
pengobatan
- Ketidaknyam 00032 Resiko jatuh 1912 Kejadian jatuh 6490 Pencegahan
anan Setelah jatuh
beraktivitas 0202 Keseimbangan
- Keletihan Manajemen
- Kelemahan 1909 Perilaku 6486 lingkungan
umum pencegahan :keselamatan
- Respon jatuh
tekanan darah 6466 Manajemen
abnormal dimensia
terhadap
aktivitas
- Ketidaknyam 00092 Intoleransi Aktivitas 0005 Toleransi 4046 Perawatan
anan Terhadap jantung
Setelah Aktivitas rehabilitasi
beraktivitas
- Keletihan 0001 Daya Tahan 1800 Bantuan
- Kelemahan perawatan
umum diri
- Respon 0180
tekanan darah Manajem
abnormal energi
terhadap
aktivitas
- Hipertensi 00240 Risiko Penurunan 0802 Tanda Tanda 6680 Monitor

47
Curah Jantung Vital tanda-tanda
vital
0414 Status Jantung 4050
paru Manajemen :
resiko
jantung
00267 Risiko 2112 Keparahan 6610 Identifikasi
Ketidakstabilan hipertensi resiko
Tekanan Darah
1928 kontrol resiko: 0200 Peningkatan
hipertensi latihan

00200 Risiko Penurunan 0405 Perfusi 4050 Manajemen :


Perfusi Jaringan jaringan: resiko
Jantung kardiak jantung
3102
Manajemen 4490 Bantuan
diri: penyakit pemberhentia
jantung n merokok

Pendidikan
5510 kesehatan

- Edema 00204 Ketidakefektifan 0407 Perfusi 2660 Manajemen


- Perubahan Perfusi Jaringan Jaringan sensasi
tekanan darah Perifer Perifer perifer
diekstermitas 0422
- Waktu Perfusi 4120 Majemen

48
pengisian Jaringan cairan
kapiler >3
detik 3590 Pengecekan
kulit

- Dyspnea 00030 Hambatan Pertukaran 0402 Status 3140 Manajemen


- Gelisah Gas Pernapasan : jalan nafas
- Gangguan Pertukaran Gas
penglihatan 3350 Monitor
- Somnolen 0412 Respon pernafasan
Ventilasi
Mekanik 4250 Manajemen
Dewasa syok

- Perubahan 00132 Nyeri Akut 2102 Tingkat Nyeri 1400 Manajemen


selera makan nyeri
- Ekspresi 2010 Status
wajah nyeri Kenyamanan : 6040 Terapi
- Laporan Fisik relaksasi
tentang
perilaku 2101 Nyeri : Efek 5900 pengalihan
nyeri/perubah yang
an aktivitas Mengganggu

49
- Ansietas 00214 Hambatan Rasa 2008 Status 5820 Pengurangan
- Gelisah Nyaman Kenyamanan kecemasan
- Ketidakmamp
uan untuk 1211 Tingkat 5880 Teknik
rileks Kecemasan menenangkan
- Perubahan
pola tidur 0840 Pengaturan
posisi

5420 Dukungan
spiritual

C. Evaluasi dan Implementasi Keperawatan

No Dx Keperawatan Implementasi Evaluasi


1. Penurunan Curah Jantung Keefektifan Pompa Jantung - dilakukan secara rutin
(0400) pengecekan jantung
- aktifitas pasien tidak
membahayakan curah
jantung
- pasien melaporkan
jika nyei dada
- tanda-tanda vital
termonitor
- Tanda dan gejaga
penurunan curah
jantung tercatat

50
tanda-tanda vital (0802) - Memeriksa tanda-
tanda vital
Pengukuran tekanan
- darah berbagai
perubahan posisi telah
dilakukan
- Tidak ada perubahan
arna kulit,suhu dan
kelembaban
- Irama dan tekanan
jantung termonitor

Status Sirkulasi - Pemeriksaan fisik


(0401) secara berkala pasien
gagal jantung
dilakukan
- Telah diberikan
informasi secara
akurat untuk
megurangi kecemasan
- Keluarga melakukan
pemantauan
hemodinamik
- Tanda dan gejala
dyspnea, ortopnea
telah diidentifikasi,
- Alat pacu jantung

51
berfungsi
Posisi kepala di
tinggikan

2 Resiko jatuh Kejadian jatuh (1912) - Intifikasi kekurangan


kognitif
- Faktor resiko yang
mempengaruhi resiko
jatuh
- Gaya berjalan
- Meminnimalkan
cedera
Keseimbangan - Memodifikasi gaya
(0202) berjalan
- Mengunakan alat
bantu
- Kebutuhan keamanan
berdasarkan fungsi
fisik
- Modifikasi
lingkungan
- Mengunakan alat
perlindungan
- Skrining terhadap
Perilaku pencegahan jatuh lingkungan yang

52
(1909) membahayakan
- Edukasi resiko tinggi
bahan berbahaya
- Identifikasi Pola
perilaku
- Perhaian/ hubungan
positif tanpa syarat
-

3. Intoleransi Aktivitas Toleransi Terhadap Aktivitas - Pasien melakukan


(0005) toleransi terhadap
aktifitas
- Dipertahankan jadwal
ambulisasi sesuai
toleransi pasien
- Pasien melakukan
perawatan diri saat
mengalami nyeri dada
- Pasien dan keluarga
diintrksikan mengenai
akses pelayanan
kesehatan
Daya tahan (0001) - Menkaji status
psikologis pasien
yang menyebabkan
kelelahan
- Mengetahui sumber
energy yang adekuat

53
- Mengetahui lokasi
sumber
ketidaknyamanan
nyeri selama aktivitas
- Mengurangi
ketidaknyamanan
yang menganggu
aktivitas pasien
- Meningkatkan tirah
baring atau
pembatasan kegiatan
4. Risiko Penurunan Curah Tanda Tanda Vital - Memeriksa tanda-
Jantung (0802) tanda vital
Pengukuran tekanan
- darah berbagai
perubahan posisi telah
dilakukan
- Tidak ada perubahan
arna kulit,suhu dan
kelembaban
- Irama dan tekanan
jantung termonitor

Status Jantung paru - Mengidentifikasi


(0414) pasien mengenai
kebiasaannya
mengenai resiko
terhadap jantung

54
- Prioritas resiko
jantung dilakukan
- Dukungan olahraga
telah diberikan
- Factor resiko telah
dimodifikasi
- Keluarga mengetahui
gejala jantung yang
mulai mengganggu
- Rehabilitasi gagal
jantung dilakukan
untuk mengurangi
resiko
5. Risiko Ketidakstabilan Keparahan hipertensi (2112) - Data didapatkan dari
Tekanan Darah pengkajian secara
rutin
- Identify kooping telah
dilakukan
- Perencanaan aktifitas
mengulangi resiko
telah dilakukan
- Dilakukan
perencanaan resiko
angka panjang
Status Jantung paru (0414) - Individu termotivasi
melakukan proram
pelatihan
- mengembangkan

55
program pelatiahan
- Menggunakan
peatihan sesuai
kemampuan
- Respon pasien
terhadap program
pelatihan telah
terpantau
- Pasien patuh terhadap
proram pelatihan
Resiko penurunan perfusi Perfusi jaringan : kardiak - Skring kebiasaan
jaringan (0405) beresiko.
- modifikasi faktor
resiko
monitor tekanan
darah dan denyut
jantung
- terapi pengurangan
resiko jantung
- rehabilitasi gagal
jantung

- status riwayat
merokok
Manajemen diri : penyakit
jantung - kesiapan berhenti
merokok

56
- gejala fisik
pemutusan nikotin

- gaya hidup bebas


merokok

- pendidikan kesehatan

- peningkatan nilai-
nilai kesehatan

- program pendidikan
kesehatan

Ketidakefektifan perfusi Perfusi jaring perifer - sensasi tumpul tajam ,


jaringan perifer panas dingin
Perfusi jaringan - ukur suhu air dengan
termometer
- imobilisasi kepala,
leher, pungung
- BB dalam status
normal
- Cairan diberikan
dengan tepat
- Terapi diuretik
diberikan
- Tidak terdapat udem

57
- Amati warna, bengkak,
suhu
- Monitor infeksi
- Tanda- tanda
kerusakan kulit
- Identifikasi kerusakan
kulit
Hambatan pertukaran gas Status pernafasan ; pertukaran - Posisikan untuk ventilasi
gas maksimal
- Fisioterapi dada
- Batuk efektif, atau buang
lendir
Respon ventilasi mekanik - Bernafas pelan , dalam
berputar dan batuk
- Pemberian bronkodilator
- Posisikan untuk
meringankan nafas
- Kecepatan irama,
kedalaman, dan kesulitan
bernafas
- Pergerakan dada, otot
bantu nafas dan retraksi
- Monitor pola nafas
- Suara nafas tambahan
- Kelelahan , kecemasan
dan kekurangan udara
- Monotor ttv
- Kepatenan jalan nafas

58
- Hasil EKG
- Gejala gagal nafas
Nyeri akut - Pengkajian nyeri
Tingkat nyeri - Pemberian analgesik
dengan tepat
Status kenyaman : fisik - Informasi mengenai nyeri
- Prinsip manajemen nyeri
Nyeri : efek yang menggangu - Teknik farmakologi, non
farmakologi
- Posisi nyaman
- Rilaks dan merasa sensasi
yang terjadi
- Teknik menulang
relaksasi
- Evaluasi teknik relaksasi
- Memilih teknik
pengalihan yang
diinginkan
- Teknik distraksi
- Dorong partisipasi
keluarga
- Identifikasi daftar
kegiatan menyenangkan
Hambatan rasa nyamam Status kenyamanan - Pendekktan tenang ,
meyakinkan
- Harapan terhadap
perilaku lain
- Objek yang menunjukan

59
perasaan aman
- Identifikasi situasi yang
Tingkat kecemasan memicu kecemasan
- Mekanisme koping yang
sesuai
- Penggunaan obat untuk
mengurangi kecemasan
- Sikap tenang dan hati-
hati
- Pertahankan kontak mata
- Yakinkan keselamatan
dan keamanan klien
- Beri matras lembut
- Perubahan posisis
- Posisi teraputik
- Posisi untuk menurangi
dipsnea
- Tinggikan kepala tempat
tidur

60

Anda mungkin juga menyukai