Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIFTERI


DI RUANG TULIP RSUD MOHAMMAD NOER PAMEKASAN

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing Ns Rahayu Yuliana, S.Kep.,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Wilda Inayah (33412101115)


2. Roudhotul Jannah (33412101132)
3. Seli Wulandari (33412101139)
4. Syafril Hidayatulloh (33412101125)
5. Muhammad Rasyid Ridho (33412101137)
6. Upik Askal Fatoni (33412101149)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK NEGERI MADURA

2023
LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

A. KONSEP DASAR DIFTERI


1. Definisi

Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh


Corynebacterium diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif
anaerob. Penyakit ini ditandai dengan sakit tenggorokan, demam,
malaise dan pada pemeriksaan ditemukan pseudomembran pada tonsil,
faring, dan / atau rongga hidung (Hartoyo, 2018). Awal dari penyakit ini
yaitu ditandai dengan adanya peradangan pada selaput mukosa, faring,
laring, tonsil, hidung dan juga pada kulit. Selain itu manusia merupakan
satu-satunya reservoir Corynebacterium Diphtheriae. Penyebaran
penyakit ini melalui droplet (percikan ludah) dari batuk, muntah, bersin,
alat makan, dan kontak langsung dengan lesi kulit. Setelah terpapar
nantinya akan disusul dengan gejala seperti infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) bagian atas, nyeri menelan (faringitis) disertai dengan demam
namun tidak tinggi (kurang dari 38,50 C), dan ditemukan pseudomembrane
putih/keabu-abuan/kehitaman pada tonsil, laring atau faring. (Kemkes RI,
2017)

2. Etiologi

Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan


melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini
berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Sifat bakteri Corynebacterium diphteriae :
1. Gram positif

2. Aerob

3. Polimorf
4. Tidak bergerak

5. Tidak berspora

Disamping itu, bakteri ini dapat mati pada pemanasan 60˚ C selama 10
menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah
mengering. Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius
atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung
kalium telurit (Nurarif &Kusuma, 2015).

3. Anatomi fisiologis
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, broncus dan
paru. (Nelson,2010)
a. Saluran pernafasan bagian atas :
1.) Rongga hidung
Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru – paru
2.) Faring
Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga
mulut ke laring.. Fungsiutamanya adalah untuk menyediakan saluran pada
traktus respiratoriun dan digestif.
3.) Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakhea. Fungsiutamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi.
Laring juga melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk
b. Saluran pernafasan bagian bawah :
1.) Trakhea
Disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda
yang panjangnya kuranglebih 5 inci, tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenalsebagai karina.
2.) Bronkus
Terdiri atas 2 bagian yaitu broncus kanan dan kiri. Bronkus kanan
lebih pendek dan lebar,merupakan kelanjutan dari trakhea yang arahnya
hampir vertikal. Bronchus kiri lebih panjangdan lebih sempit, merupakan
kelanjutan dari trakhea dengan sudut yang lebih tajam.
3.) Alveoli
Paru Terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel –
sel alveolar, sel alveolar tipeI adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel alveolar tipe II sel – sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveolar tipe III adalah
makrofagyang merupakan sel – sel fagositosis yang besar yang memakan
benda asing dan bekerja sebagaimekanisme pertahanan penting.
4.) Paru-paru
Merupakan organ elastic berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
torak ataudada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediasinum central
yang mengandung jantung pembulu-pembulu darah besar.Letak paru-paru
dirongga dada dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.Pleura dibagi
menjadi dua:
1. Pleura Visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru;
2. Pleura Parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura initerdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara)
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu
adagerakan bernafas
4. Patifisiologi

Biasanya bakteri berkembang biak pada atau di sekitar


permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan
peradangan. Bila bakteri sampai ke hidung, maka hidung akan berair.
Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan ke pita suara (laring) dan
menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udara menyempit dan
terjadi gangguan pernafasan. Bakteri ini ditularkan melalui percikan
ludah dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah
terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri
melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebar melalui darah
dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh, terutama
jantung dan saraf.
Akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini banyak bergantung
pada efek eksotoksin yang diproduksi. Toksin menghambat pembuatan
protein sel sehingga sel mati. Nekrosis jaringan pada tempat
menempelnya kuman akan menunjang perkembang-biakan kuman dan
produksi toksin selanjutnya, serta pembentukan membran yang melekat
erat pada dasarnya. Basil hidup dan berkembang biak pada traktus
respiratorius bagian atas, terlebih bila terdapat peradangan kronis pada
tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun jarang, basil dapat pula
hidup pada daerah vulva, telinga dan kulit. Pada tempat ini basil
membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin.
Pseudomembran dapat timbul lokal atau kemudian menyebar dari
faring atau tonsil ke laring dan seluruh traktus respiratorius bagian atas
sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat. Kelenjar getah bening
sekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin
(Nurarif & Kusuma, 2015).
5. Pathway
Corynebacterium diphteriae

Kontak dengan orang atau barang yang terkontaminasi.

Bakteri masuk lewat saluran pencernaan atau saluran pernafasan.

Menempel di saluran pernapasan atas

Setelah inkubasi selama 2-3 jam

Corynebacterium diphteriae mengeluarkan toksin (eksotoksin)

Toksin ini diabsorpsi oleh membrane sel

Terjadi penetrasi dan interferensi dg sintesa protein

Kuman mengeluarkan enzim penghancur NAD (Nicotinamide Adenine Dinucleotide)

Sintesa protein terputus

Nekrosis sel dan jaringan

terjadi pembentukan eksudat

produksi toksin meningkat shg infeksi meluas

terjadi pembentukan eksudat fibrin,perlengketan dan membentuk membrane berwarna


abu-abu sampai kehitaman

difteri

hipotalamus inflamasi

PG naik peningkatan sekret di paru – paru

Suhu tubuh meningkat hipertermi obstruksi bersihan jalan napas tidak efektif

Metabolisme meningkat sesak napas ansietas

Pemecahan KH, protein, lemak dan akan nyeri pada dada

Adanya penekanan pada saraf pusat nyeri akut

Nafsu makan menurun


Deficit Nutrisi
6. Manifestasi klinis

Tanda dan Gejala nya yaitu :

a. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,


b. Batuk dan pilek yang ringan.
c. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
d. Khas adanya pseudo membrane
e. Nasal
Terjadi peradangan mukosa hidung (flu, secret, hidung serosa)
f. Tonsil/ Laring
Tenggorokan sakit demam, anoreksia, lemah, membrane
berwarna putih/abu-abu, limfadenitis (bull's neck), toxemia, syok septik
g. Faring
Demam, suara serak, batuk obstruksi saluran napas, sesak napas
h. Mual, muntah , sakit kepala.
i. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan
kotor.
j. Kaku leher
Keluhan awal yang paling sering adalah nyeri tenggorokan, nausea, muntah,
dan disfagia. Selain itu ditandai dengan adanya membran semu di tonsil dan di
sekitarnya, serta pelepasan eksotoksin, yang dapat menimbulkan gejala umum
(seperti penyakit infeksi) atau lokal (seperti tampak keluhan nyeri) (Nurarif &
Kusuma, 2015)
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis

Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG
yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu
berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan
spesifik.

Pengobatan spesifik untuk difter :

a. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut


dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
b. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari
bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan
kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari
selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat
dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri
terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg
dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari. Pengobatan spesifik: Jika
diduga kuat bahwa seseorang menderita difteria didasarkan kepada gejala
klinis maka antitoksin harus diberikan setelah sampel untuk pemeriksaan
bakteriologis diambil tanpa harus menunggu hasil pemeriksaan
bakteriologis tersebut. (Saat ini yang tersedia adalah antitoksin yang
berasal dari kuda).
b) Penatalaksanaan Keperawatan

Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus
memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap
pergantian tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai
malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek
tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan
perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu
kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juuga tempat untuk merendam
alat makan yang diisi dengan desinfektan.

Risiko terjadi komplikasi obstruksi jalan napas, miokarditis, pneumonia.


Pasien difteri walaupun penyakitnya ringan perlu dirawat di rumah sakit
karena potensial terjadi komplikasi yang membahayakan jiwanya yang
disebabkan adanya pseudomembran dan eksotosin yang dikeluarkan oleh basil
difteri tersebut.

a. Sumbatan jalan napas.

Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan


trakea serta adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara
serak dan stridor inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas,
sianosis, tampak retraksi otot, kedengaran stridor :

a. Berikan O2
b. Baringkan setengah duduk.
c. Hubungi dokter.
d. Pasang infus (bila belum dipasang).
e. Hubungi orang tua beritahu keadaan anak dan bahaya yang dapat
terjadi miokarditis.
Eksotoksin yang dikeluarkan oleh basil difteri jika diserap oleh janutng
akan menyebabkan terjadinya miokarditis yang biasanya kelainan ini timbul
pada minggu kedua sampai ketiga. Untuk mencegah adanya miokarditis hanya
dengan pemberian suntikan ADS sedini mungkin. Tetapi untuk mengetahui
gejala miokarditis perlu observasi terus menerus dan pasien harus istirahat
paling sedikit 3 minggu atau sampai hasil EKG 2 kali berturut-turut normal.
Selama dirawat, pengamatan nadi, pernapasan dan suhu dicatat dalam
perawatan khusus. Bila tidak ada alat EKG :
Pemantauan nadi sangat penting dan harus dilakukan setiap jam dan dicatat
secara teratur. Bila terdapat perubahan kecepatan nadi makin menurun
(bradikardi) harus segera menghubungi dokter. Perawatan lain selain tanda
vital dan keadaan umum :
a. Pasien tidak boleh banyak bergerak, tetapi sikap berbaringnya harus sering
diubah, misalnya setiap 3 jam untuk mencegah terjadinya komplikasi
brokopneumonia (pneumonia hipostatik).
b. Jaga kulit pada bagian tubuh yang tertekan agar tidak terjadi dekubitus
(ingat pasien tirah baring selama 3 minggu, tidak boleh bangun).
Komplikasi yang mengenai saraf.

1. Komplikasi yang mengenai saraf dapat terjadi pada minggu pertama dan
kedua. Jika mengenai saraf palatum mole (saraf telan) dengan gejala bila
pasien minum air/susu akan keluar melalui hidungnya. Jika terjadi
demikian :
a. Cara memberikan minum harus hati-hati, pasien sambil didudukkan.
b. Bila pasien makan cair agar dibuat agak kental dan diberikan sedikit
demi sedikit.
2. Komplikasi pada ginjal.
Selama pasien difteri dalam perawatan keadaan urine selain harus
diperhatikan warnanya juga banyaknya apakah normal atau tidak.
3. Gangguan masukan nutrisi.
Gangguan masukan nutrisi pada pasien difteri selain disebabkan karena
sakit menelan juga karena anoreksia. Jika anak masih mau menelan
bujuklah agar ia mau makan sedikit demi sedikit dan berikan makanan
cair atau bubur encer dan berikan susu lebih banyak. Jika pasien tidak
amau makan sama sekali atau hanya sedikit sekali, atau dalam keadaan
sesak nafas perlu dipasang infus. Setelah 2-3 hari kemudian sesak nafas
telah berkurang sebelum infus dihentikkan dicoba makan per oral dan
apabila anak telah mau makan infus dihentikan. Berikan minum yang
sering untuk memelihara kebersihan mulut dan membantu kelancaran
eliminasi.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Tanggal atau jam masuk rumah sakit
Diisi dengan tanggal, bulan, tahun, dan jam masuk rumah sakit
b. Ruangan
Diisi dengan nama ruangan klien dirawat
c. No. Registrasi
Diisi dengan nomor pendaftaran klien yang sesuai dengan rekam medis pada
rumah sakit atau puskesmas
d. Diagnosa medis
Diisi dengan diagnosa medis yang di tegakkan oleh tim medis seperti Difteri
e. Tanggal atau jam pengkajian
Diisi dengan menuliskan tanggal, bulan, tahun, dan jam dilakukan nya
pengkajian dengan asumsi bahwa pengkajian tidak selalu dilakukan bersamaan
dengan waktu klien masuk RS.
f. Identisan Klien
Diisi dengan data nama, umur, jenis klamin, suku bangsa, bahasa, pendidkan,
pekerjaan, status perkawinan, alamat dan data suami/istri/orang tua serta
penangung jawab.
g. Keluhan Utama Pasien
Keluhan yang paling dirasakan pasien : Nyeri saat menelan, pusing, demam,
flu, membran di palatum dan tenggorokan, bullneck
h. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang di derita pasien saat berada dirumah sampai dilarikan
ke rumah sakit : suhu tubuh diatas normal, batuk pilek, nyeri telan.
i. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit seperti: Demam, Batuk, pilek.
j. Riwayat penyakit keluarga
Dihubungkan dengan adanya kemungkinan penyakit turunan, kecenderungan
alergi dalam satu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung
maupun tidak langsung antar anggota keluarga seperti apakah anggota
keluarga ada yang dialami jenis penyakit yang sama.
k. Keadaan lingkungan
Diisi dengan faktor lingkungan yang memicu timbulnya penyakit difteri.
l. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tata laksana kesehatan


Diiisi dengan persepsi klien atau keluarga terhadap konsep sehat sakit dan
upaya klien atau keluarga klien untuk gaya hidup kilen/keluarga klien untuk
mempertahankan kondisi sehat.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
3) Pola eliminasi
Diisi dengan eliminasi alvi dan eliminasi uri , menggambarkan keadaan
eliminasi klien sebelum sakit sampai dengan keadaan sakit serta adanya
perubahan BAB dan BAK.
4) Pola aktivitas dan kebersihan diri
Adanya kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, mudah Lelah
dan sulit tidur
5) Pola istirahat tidur
Klien akan mengalami kesulitan pada saat tidur dan akan sering terbangun
karena mengalami sesak nafas
6) Pola kognitif dan persepsi sensori
Diisi dengan kemampuan klien dalam berkomunikasi, status mental dan
orientasi , serta kemampuan mendengar.
7) Pola konsep diri
Berisikan gambaran diri, ideal diri, hargadiri, peran diri, identitas diri
pasien.
8) Pola hubungan peran
Diisi dengan hubungan pasien dan keluarga , masyarakat, dan para medis,
termasuk komunikasi yang digunakan oleh pasien.
9) Pola fungsi seksual – seksualitas
Berisi perkembangan psikoseksual pasien
10) Pola mekanisme koping
11) Pola nilai dan kepercayaan
Diisi dengan nilai nilai keadaan dan keyakinan klien terhadap sesuatu
m. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Diisi dengan keadaan umum klien seperti kesadaran, berat badan, tanda
vital, suhu tubuh, frekuensi, pernafasan, dan tekanan darah.
GCS :
TB : cm
TD : mmHg
N : x/menit
S : .. C
RR : x/menit
2. Analisis keseimbangan cairan
Diisi intake dan output pasien selama 24 jam, serta perhitungan
keseimbangan cairan pasien.
3. Analisis kecukupan nutrisi
Diisi dengan data keseimbanga nutrisi dari jumlah nutrisi yang masuk
terhadap kebutuhan nutrisi klien perhari.
4. Integumen secara umum
Berisi kondisi/keadaan warna dan perubahan pada kulit
5. Kepala
 Rambut : warna, ketebalan, distribusi, kebersihan, kutu, ketombe.
 Muka: raut muka, warna kepucatan, kebersihan, jerawat, luka.
 Mata : kelopak mata, konjungtiva, pupil, sclera, lapang pandang, bola
mata, dan ketajaman penglihatan.
 Hidung kebersihan, sekresi dan pernapasan cuping
 Mulut : jumlah, karies, gusi dan kebersihan mulut biasanya pada penderita
febris mukosa bibir kering.
 Telinga : kebersihan sekresi dan pemeriksan pendengaran
6. Leher
Lihat apakah terdapat pembengkakan kelenjar tyroid
7. Thorax
Diisi dengan pengkajian yang meliputi pergerakan dada dan irama nafas
8. Abdomen
 Inspeksi: Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut atau tidak.
 Auskultasi: untuk mengetahui sura bising Untuk pemeriksaan abdomen,
biasanya akan ditemukan perdarahan saluran cerna, hepatomegali dan
kadang-kadang splenomegali.
 Palpasi: Ada/tidaknya nyeri tekan pada abdomen
 Perkusi: Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga abdomen,
apakah timpani atau dullness yang mana timpani adalah suara normal dan
dullness menunjukan adanya obstruksi
9. Ekstermitas
 Inspeksi: Pada pasien umumnya, menggerakkan ekstremitas secara lemah
 Palpasi: periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas dan bawah.
10. Genitalia dan Anus
 Inspeksi: Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak, terdapat
perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak.
 Palpasi: Terdapat nyeri tekanan atau tidak. Pada klien anemia umumnya,
tidak terdapat nyeri kecuali klien yang mengalami komplikasi penyakit
lain.
11. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan yang berfokus pada respon otak dan syaraf
n. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan darah lengkap dan C-reaktive
protein (CRP)
2. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan).
3. Analisa Urin : untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu dan pangkreas
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
apendisitis, tapi memiliki arti penting dalam membedakan apendisitis
dengan obstruksi usu halus atau batu ureter kanan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Benda Asing
Jalan Nafas
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis (Inflamasi)
c. Hipertermi berhubungan dengan Proses Penyakit
d. Deficit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

3. Intervensi

No Dx Keperawatan Tujuan dan kriteria Interfensi Rasional


hasil
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Latihan Batuk Efektif
napas tidak efektif tindakan asuhan Efektif Observasi
berhubungan keperawatan, selama Observasi 1) Untuk mengetahui
dengan benda asing 2x24 jam bersihan 1) Identifikasi kemampuan batuk
dalam jalan napas jalan napas kemampuan batuk pasien
meningkat dengan 2) Monitor adanya 2) Untuk mengetahui
kriteria hasil : retensi sputum ada tidaknya retensi
1. Produksi sputum 3) Monitor tanda dan sputum
menurun gejala infeksi saluran 3) Untuk mengetahui
2. Mengi menurun napas tanda dan gejala infeksi
3. Ronkhi menurun 4) Monitor input dan saluran napas
4. Batuk efetif output cairan (jumlah 4) Untuk mengetahui
meningkat dan karakteristik) input dan output cairan
5. Frekuensi napas Terapeutik pasien (jumlah dan
membaik. 5) Atur posisi semi- karakteristik)
Fowler atau Fowler Terapeutik
6) Pasang perlak dan 5) Untuk memberikan
bengkok di pangkuan posisi semi-Fowler atau
pasien Fowler pada pasien
7) Buang sekret pada supaya pasien merasa
tempat sputum nyaman ketika diberi
Edukasi tindakan
8) Jelaskan tujuan 6) Untuk memasangkan
dan prosedur batuk perlak dan bengkok di
efektif pangkuan pasien
9) Anjurkan tarik 7) Untuk membuang
napas dalam melalui sekret pada tempat
hidung selama 4 sputum
detik, ditahan selama Edukasi
2 detik, kemudian 8) Untuk menjelaskan
keluarkan dari mulut tujuan dan prosedur
dengan bibir batuk efektif kepada
mencucu (dibulatkan) pasien
selama 8 detik 9) Untuk menganjurkan
10) Anjurkan pasien tarik napas
mengulangi tarik dalam melalui hidung
napas dalam hingga 3 selama 4 detik, ditahan
kali selama 2 detik,
11) Anjurkan batuk kemudian keluarkan
dengan kuat langsung dari mulut dengan bibir
setelah tarik napas mencucu (dibulatkan)
dalam yang ke-3 selama 8 detik
Kolaborasi 10) Untuk
12) Kolaborasi menganjurkan pasien
pemberian mukolitik mengulangi tarik napas
atau ekspektoran, jika dalam hingga 3 kali
perlu. 11) Untuk
menganjurkan pasien
batuk dengan kuat
langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
12) Untuk menentukan
pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika
perlu.
2 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis asuhan keperawatan Observasi Observasi
(inflamasi) selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
dengan tujuan tingkat karakteristik, lokasi, karakteristik,
nyeri menurun dengan durasi, frekuensi, durasi, frekuensi,
kriteria hasil : kualitas, intensitas kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri nyeri nyeri
menurun 2. Identifikasi skala 2. Untuk mengetahui
2. Meringis nyeri skala nyeri
menurun 3. Identifikasi respon 3. Untuk
3. Gelisah menurun nyeri non verbal mengidentifikasi
4. Kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor respon nyeri non
menurun yang memperberat verbal
5. Sikap protektif dan memperingan 4. Untuk mengetahui
menurun nyeri faktor yang
5. Identifikasi memperberat dan
pengetahuan dan memperingan nyeri
keyakinan tentang 5. Untuk mengukur
nyeri pengetahuan dan
6. Identifikasi keyakinan tentang
pengaruh budaya nyeri
terhadap respon 6. Untuk mengetahui
nyeri pengaruh budaya
7. Identifikasi terhadap respon nyeri
pengaruh nyeri 7. Untuk mengetahui
pada kualitas hidup pengaruh nyeri pada
8. Monitor kualitas hidup
keberhasilan terapi 8. Untuk menentukan
komplementer yang keberhasilan terapi
sudah diberikan komplementer yang
9. Monitor efek sudah diberikan
samping 9. Untuk menentukan
penggunaan efek samping
analgetik penggunaan analgetik

Terapeutik Terapeutik
10. Berikan teknik 10. Untuk memberikan
nonfarmakologis teknik
untuk mengurangi nonfarmakologis
rasa nyeri untuk mengurangi
11. Kontrol lingkungan rasa nyeri
yang memperberat 11. Untuk mengontrol
rasa nyeri lingkungan yang
12. Fasilitasi istirahat memperberat rasa
dan tidur nyeri
13. Pertimbangkan jenis 12. Untuk memenuhi
dan sumber nyeri Fasilitasi istirahat dan
dalam pemilihan tidur
strategi meredakan 13. Untuk
nyeri memperrtimbangkan
jenis dan sumber
Edukasi nyeri dalam pemilihan
14. Jelaskan penyebab, strategi meredakan
periode, dan pemicu nyeri
nyeri
15. Jelaskan strategi Edukasi
meredakan nyeri 14. Untuk memberikan
16. Anjurkan pengetahuan tentang
memonitor nyeri penyebab, periode,
secara mandiri dan pemicu nyeri
17. Anjurkan 15. Untuk memberikan
menggunakan pengetahuan strategi
analgetik secara meredakan nyeri
tepat 16. Untuk memonitor
18. Ajarkan teknik nyeri secara mandiri
nonfarmakologis 17. Agar dapat
untuk mengurangi menggunakan
rasa nyeri analgetik secara tepat
18. Agar mengetahui
Kolaborasi teknik
19. Kolaborasi nonfarmakologis
pemberian untuk mengurangi
analgetik, jika perlu rasa nyeri

Kolaborasi
19. Untuk memperingan
rasa nyeri yang klien
rasakan
3 Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Manajemen
berhubungan dengan asuhan keperawatan Hipertermia Hipertermia
proses penyakit selama 3x24 jam Observasi Observasi
(infeksi) dengan tujuan 1. Identifikasi 1. Untuk
termoregulasi membaik penyebab mengidentifikasi
dengan kriteria hasil : hipertermia penyebab hipertermia
1. Suhu tubuh 2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mengetahui
membaik 3. Monitor kadar suhu tubuh klien
2. Suhu kulit elektrolit 3. Untuk mengetahui
membaik 4. Monitor haluaran kadar elektrolit klien
3. Warna kulit urine 4. Untuk menghitung
kemerahan 5. Monitor komplikasi haluaran urine
menurun akibat hipertermia 5. Untuk menghindari
Terapeutik adanya komplikasi
6. Sediakan akibat hipertermia
lingkungan yang
dingin Terapeutik
7. Longgarkan atau 6. Untuk membantu
lepaskan pakaian menstabilkan suhu
8. Basahi dan kipasi tubuuh klien
permukaan tubuh 7. Supaya klien merasa
9. Berikan cairan oral nyaman
10. Ganti linen setiap 8. Memberikan
hari atau lebih kenyaman kepada
sering jika klien
mengalami 9. Menyeimbangkan
hiperhidrosis kebutuhan cairan
(keringat berlebih) tubuh klien
11. Lakukan 10. Supaya klien merasa
pendinginan nyaman saat sedang
eksternal istirahat
12. Hindari pemberian 11. Menurunkan suhu
antipiretik atau tubuh klien dengan
aspirin teknik non
13. Berikan oksigen, farmakologi
jika perlu 12. menghindari
Edukasi pemberian antipiretik
14. Anjurkan tirah atau aspirin
baring 13. memberikan oksigen
Kolaborasi Edukasi
15. Kolaborasi 14. Menganjurkan posisi
pemberian cairan yang nyaman kepada
dan elektrolit klien
intravena, jika perlu Kolaborasi
15. Memberikan
kolaborasi pemberian
pemberian cairan dan
elektrolit intravena
untuk kesembuhan
kien
4 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Observasi Observasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan 1. Identifikasi status 1. Untuk mengetahui
Ketidak mampuan selama 2x24 jam
menelan makanan dengan tujuan status nutrisi status nutrisi klien
nutrisi membaik 2. Identifikasi alergi 2. Untuk menghindari
dengan kriteria hasil : dan intoleransi adanya pemberian
1. Porsi makan yang makanan obat atau makanan
dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang membuat alergi

meningkat yang disukai klien kambuh


4. Identifikasi 3. Supaya nafsu makan
2. Sariawan
kebutuhan kalori dan klien meningkat
menurun
jenis nutrien 4. Untuk mengetahui
3. Berat badan
5. Identifikasi perlunya kebutuhan kalori dan
membaik
penggunaan selang jenis nutrien
4. Frekuensi makan nasogastrik 5. Untuk mengetahui
membaik 6. Monitor asupan apakah klien mampu
5. Nafsu makan makanan makan dan minum
membaik 7. Monitor berat badan sendiri atau harus
6. Membrane 8. Monitor hasil menggunakan alat

mukosa membaik pemeriksaan bantu selang


laboratorium nasogastrik
Terapeutik 6. Untuk mengatur
9. Lakukan oral asupan makanan
hygiene sebelum klien
makan, jika perlu 7. Untuk mengetahui
10. Fasilitasi berat badan klien
menentukan mengalami
pedoman diet peningkatan atau
11. Berikan makanan tidak
secara menarik dan 8. Untuk mengetahui
suhu yang sesuai hasil laboratorium
12. Berikan makanan klien
tinggi serat untuk Terapeutik
mencegah konstipasi 9. Membantu klien
13. Berikan makanan untuk oral hygiene
tinggi kalori dan sebelum makan
tinggi protein 10. Untuk membantu
14. Berikan suplemen klien menentukan
makanan, jika perlu pedoman diet
15. Hentikan pemberian 11. Supaya nafsu makan
makan melalui klien meningkat
selang nasogatrik 12. Untuk mencegah
jika asupan oral konstipasi
dapat ditoleransi 13. Supaya kebutuhan
Edukasi gizi klien simbang
16. Edukasi posisi 14. Menigkatkan nafsu
duduk, jika mampu makan klien
17. Ajarkan diet yang 15. Supaya klien merasa
diprogramkan lebih nyaman saat
Kolaborasi makan tanpa bantuan
18. Kolaborasi selang nasogatrik
pemberian medikasi Edukasi
sebelum makan, jika 16. Menghindari tersedak
perlu saat makan atau
19. Kolaborasi dengan minum
ahli gizi untuk 17. Supaya kebutuhan
menentukan jumlah gizi klien seimbang
kalori dan jenis dan terpenuhi
nutrien yang Kolaborasi
dibutuhkan, jika 18. Memberikan
perlu medikasi sebelum
makan pada klien
19. Untuk mengetahui
keseimbangan gizi
klien

4. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari prilakukeperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakandari asukahan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencanaasuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian,dibanyak lingkungan keperawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh,
implementasi segera diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan
klien yang mendesak.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien dapat keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang. Secara umum, evaluasi ditujukan untuk: 1) Melihat dan
menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan. 2) Menentukan apakah
tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. 3) Mengkaji penyebab jika
tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. Langkah evaluasi dari proses
keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Evaluasi keperawatan adalah
mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan dan
mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan .
DAFTAR ISI

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta
: MediaAction PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi Dan Indikator Diagnostik, Edisi l. Jakarta : DPP
PPNI.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Indikator Diagnostik,
Edisi l. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Interνensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi l. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi l. Jakarta : DPP PPNI.

Rudi HP, Sariadji K, Sunarno, Roselinda. 2014. Corynebacterium diphtheriae: diagnosis


laboratorium bakteriologiEdisi ke-l.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai